laporan tutorial skenario 3 gasto.doc

21
LAPORAN TUTORIAL BLOK GASTROINTESTINAL SKENARIO 3 “NYERI PERUT KANAN” KELOMPOK III ALYSSA AMALIA G 0013021 AUDHY KHANIGARA S G 0013047 BIAS HERKAWENTAR G 0013061 BERNADETA RATNA SHANTI G 0013059 ADHILA BAL!IS N G 00130"7 IMASARI ARYANI G 0013117 LISANA SHID!I G 0013137 MAR#ELINA E A U SAGRIM G 0013149 MAULIDA NARULITA G 0013151 PRISMA #AHYANING R G 00131"9 TITA NUR ALINDA G 0013225 ULA PUSPITA RA#HMA G 0013227 TUTOR $ D%& A'( P%)*(+,-. '%/&. M&K AKULTAS KEDOKTERAN UNI ERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN SKENARIO 3 NYERI PERUT KANAN Seorang wanita, usia 30 tahun datang ke IG Ru!ah Sakit U!u! dengan ke"uhan n#eri di $erut kanan %awah& Se'ak (0 hari se%e"u! !asuk ru!ah sak (

Upload: ulfa-puspita-rachma

Post on 04-Nov-2015

252 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL

BLOK GASTROINTESTINALSKENARIO 3NYERI PERUT KANAN

KELOMPOK III

ALYSSA AMALIA

G 0013021AUDHY KHANIGARA S

G 0013047BIAS HERKAWENTAR

G 0013061BERNADETA RATNA SHANTI

G 0013059

FADHILA BALQIS N

G 0013087IMASARI ARYANI

G 0013117LISANA SHIDQI

G 0013137MARCELINA E A U SAGRIM

G 0013149MAULIDA NARULITA

G 0013151

PRISMA CAHYANING R

G 0013189

TITA NUR ALFINDA

G 0013225

ULFA PUSPITA RACHMA

G 0013227

TUTOR : Dr. Adi Prayitno, drg., M.KesFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2014BAB I

PENDAHULUANSKENARIO 3NYERI PERUT KANAN

Seorang wanita, usia 30 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Umum dengan keluhan nyeri di perut kanan bawah. Sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan mulai dari ulu hati kemudian berpindah dan menetap di daerah perut kanan bawah. Nyeri dirasakan hilang timbul, kadang disertai diare tanpa darah. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh demam dan nyeri di perut semakin bertambah, disertai mual dan muntah. Riwayat BAB dan BAK sebelumnya dalam batas normal, riwayat menstruasi baik. Pasien tidak ada riwayat penurunan berat badan. Pasien jarang mengonsumsi buah dan sayur.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 38,8(C, nadi 104x/menit, respirasi 22x/menit. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tidak tampak adanya massa, bising usus normal, nyeri tekan di perut kanan bawah, teraba massa ukuran 3x4x5 cm, permukaan rata, konsistensi padat, terfiksir, dan nyeri tekan (+), perkusi redup (+) di atas massa. Tidak ditemukan adanya defans muskular. Colok dubur teraba massa (+), nyeri (+) di arah jam 9 11, feces (+), darah (-).

Dokter memberikan informasi kepada pasien dan keluarga, menyarankan pasien untuk rawat inap serta pemeriksaan agar mencegah komplikasi lebih lanjut.BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario. Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut : a. Defens muskular: defens muskular mengacu pada kekakuan otot dinding abdomen oleh karena adanya kesakitan pada organ visera abdomen. Juga dikenal sebagai "muscle duarding". Gejala ini biasanya menyertai suatu penyakit seperti peritonitis dan apendistis. Kekakuan digambarkan sebagai "seperti papan." Istilah ini mengacu pada fungsi adaptif. Meskipun demikian, hipertonisitas otot mungkin relatif ringan,meskipun terdapat peradangan visceral yang signifikan. Mekanisme dari defens muskular, kemungkinan, melibatkan refleks spinal viserosomatik (Binder et al, 2009).2. Langkah II: Menentukan / mendefinisikan masalahPermasalahan dalam skenario ini yaitu sebagai berikut.a. Apa pengaruh pasien jarang mengonsumsi buah dan sayur terhadap keluhan?b. Interpretasi pemeriksaan fisik?c. Interpretasi colok dubur?d. Apa penyebab pasien mual dan muntah?

e. Kenapa nyeri berpindah? Dermatom?f. Etiologi, patofisiologi, faktor resiko pada skenariog. Pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan?h. Penatalakasanaan kasus?i. Komplikasi pasien?

j. Pencegahan?

k. Diagnosis banding, diagnosis pasti?

3. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai permasalahan tersebut (dalam langkah II)A. Interpretasi pemeriksaan fisik :a. Tekanan darah 120/80 mmHg : normalNN : 37.20C) karena terjadi perubahan set poin suhu pada hipotalamus. (Braunwald et al., 2010) Sebab-sebab umum demam meliputi (1) infeksi oleh bakteri, virus, rickettsia, fungi, serta parasit, (2) penyakit autoimun, (3) penyakit-penyakt keganasan, serta (4) penyakit-penyakit sistem saraf pusat (termasuk cedera trauma kepala dan lesi massa). Penyebab demam yang kurang umum meliputi (1) penyakit kardiovaskuler (infark miokard, thromboplebitis, dan emboli pulmo) dan (2) penyakit-penyakit gastrointestinal (inflammatory bowel disease, familial mediterranian fever, cedera jariangan, hematoma dan factitious fever). (McPhee et al., 2008)Appendiks merupakan bagian dari sistem limfatik saluran pencernaan. Di lapisan mukosanya terdapat centrum germinativum yang berisi limfosit-limfosit. Saat terjadi inflamasi, sel penyaji antigen berinteraksi dengan limfosit yang banyak terdapat di tunika mukosa appendiks. Interaksi ini membuat limfosit mengeluarkan mediator-mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF, dan IFN. Mediator-mediator proinflamasi ini kemudian menyebar ke sirkulasi dan membuat endothelium pembuluh darah mengeluarkan prostalglandin (PGE2).Selama demam, level PGE2 meningkat di jaringan hipotalamus dan ventrikel serebral ketiga. Konsentrasi PGE2 tertinggi di organ sirkumvaskuler (organum vasculosum di lamina terminalis), merupakan jaringan kapiler yang membesar dan mengellingi pusat regualasi di hipotalamus. Kemungkinan, sitokin pirogenik berinteraksi dengan endotelium kapiler dan menginisiasi peningkatan set point yang lebih tinggi. Selain di hipotalamus, sitokin pirogen juga memicu pembentukkan PGE2 di jaringan perifer, menyebabkan nyeri otot dan nyeri sendi yang tidak spesifik. Ada empat reseptor PGE2 dan tiap reseptor memberikan respon yang berbeda terhadap pengikatan PGE2. PGE2 menstimulasi reseptor PGE2 di sel glial untuk melepaskan cAMP secara cepat. cAMP merupakan neurotransmitter yang dapat secara langsung maupun tak langsung meningkatkan termostat tubuh. (Braunwald et al., 2010)

b. Mual dan muntah

MUNTAH

Muntah biasanya dialami sebagai akhir dalam serangkaian tiga peristiwa, yaitu:

Mual, yaitu pengalaman yang tidak nyaman dan sulit untuk digambarkan pada manusia dan mungkin hewan. Secara fisiologis, mual biasanya berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan peningkatan bising usus halus. Selain itu, penyebab lainnya dapat berupa peristaltis terbalik dari usus halus bagian proksimal.

retching mengacu pada gerakan pernapasan spasmodik dilakukan dengan glotis tertutup. Sementara ini terjadi, antrum gaster berkontraksi dan fundus serta kardia relaksasi. Studi pada kucing telah menunjukkan bahwa selama muntah ada herniasi berulang dari esofagus bagian abdominal dan kardia ke dalam rongga dada karena tekanan negatif yang ditimbulkan oleh upaya inspirasi dengan glotis tertutup.

Emesis atau vomition adalah ketika isi usus lambung dan sering kecil didorong untuk keluar dari mulut.

Rangkaian tahap muntah yang tecirilah dijelaskan tampaknya menjadi khas bagi manusia dan banyak hewan, tetapi tidak selalu harus begitu. Muntah kadang terjadi tiba-tiba dan dalam tanpa didahului tanda-tanda muntah - situasi ini sering disebut sebagai muntah proyektil. Penyebab umum dari muntah proyektil adalah obstruksi lambung, sering merupakan akibat dari konsumsi benda asing.

Kegiatan yang berhubungan dengan tetapi jelas berbeda dari muntah adalah regurgitasi, yang merupakan ekspulsi pasif bahan tertelan keluar dari mulut - ini sering terjadi bahkan sebelum ingesta telah mencapai perut dan biasanya akibat dari penyakit esofagus. Regurgitasi juga merupakan komponen normal pencernaan di ruminansia.

Kontrol Muntah

Dalam batang otak ada dua unit anatomis dan fungsional yang berbeda yang mengontrol muntah:

Pusat muntah bilateral dalam formatio reticularis dari medula mengintegrasikan sinyal dari sejumlah besar sumber terpencil dan eksitasi yang disebabkan sinyal-sinyal ini pada akhirnya memicu muntah. Stimulasi listrik dari pusat-pusat ini dapat menginduksi muntah, sementara kehancuran pusat muntah membuat hewan yang sangat resisten terhadap obat muntah. Pusat-pusat muntah menerima sinyal aferen dari setidaknya empat sumber utama:

Zona Picu Kemoreseptor (lihat di bawah)Serabut aferen visceral dari saluran pencernaan (nervus vagus atau sympaticus) - sinyal-sinyal ini menginformasikan kepada otak mengenai kondisi-kondisi seperti distensi gastrointestinal (stimulus yang sangat ampuh untuk vomition) dan iritasi mukosa.

Serabut aferen visceral dari luar saluran pencernaan - sinyal dari saluran empedu, peritoneum, jantung dan berbagai organ lain. Masuknya sinyal-sinyal ini ke pusat munah dapat membantu menjelaskan bagaimana, misalnya, batu di saluran empedu dapat menyebabkan muntah.

aferen dari pusat extramedullary di otak - jelas bahwa rangsangan psikis tertentu (bau, rasa takut), gangguan vestibular (mabuk) dan trauma otak dapat mengakibatkan muntah.

Zona Picu Kemoreseptor adalah seperangkat pusat bilateral di batang otak terletak di bawah ventriculus quadratus. Zona kemoreseptor trigger berfungsi sebagai kemoreseptor muntah untuk pusat vomitus - kelainan kimia dalam tubuh (misalnya obat muntah, uremia, hipoksia dan ketoasidosis diabetik) yang dirasakan oleh pusat-pusat, yang kemudian mengirim tanda-tanda rangsang ke pusat-pusat vomitus. Banyak obat antiemetik bekerja pada tingkat zona picu kemoreseptor.

c. Nyeri berpindah (Referred Pain)Nyeri yang berasal dari organ viscera biasanya tidak terlokalisasi dengan baik. Titik terjadinya cedera dan tempat dirasakan sakit tidak harus sama. Nyeri dapat ditransfer dari sumber organ viseral ke segmen dermatom yang terkait pada batang tubuh, ekstremitas, atau kepala. Namun, referred pain juga dapat bersumber dari sumber somatis.

Otak dan parenkim organ viseral tidak mempunyai reseptor nyeri. Reseptor-reseptor nyeri (nociceptor)visceral biasanya terletak di dinding arteri, meninges, dan seluruh membran pleura dan peritoneal. Situs-situs inilah yang biasanya menjadi sumber nyeri jika terjadi inflamasi, iritasi, atau gesekan mekanis. Kontraksi berlebihan (kram), dan dilatasi (distensi) dari organ berongga tubuh (misalnya usus) juga dapat menimbulkan nyeri.

Serabut nosiseptif yang menghantarkan informasi dari kulit dan organ viseral menyatu di jalur yang sama di cornu posterior medula spinalis. Proyeksi neuron dari jalur nyeri yang menerima input ganda ini diteruskan ke pusat yang lebih tinggi, yang tidak dapat membedakan dimana tepatnya lokasi nyeri yang dirasakan. Informasi nyeri seringkali disalahartikan berasal dari kulit, yang normalnya merupakan sumber input nosiseptif yang lebih banyak. (Noback et al., 2005)

Lokasi referred pain dari organ spesifik.(Lindsay et al., 2010) d. Diare

Diare pada appenditis terjadi karena penyerapan air di colon terhambat akibat adanya radang pada appendiks.

7). Pemeriksaan Penunjang Laboratorium darah perifer lengkap.

a. Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun bukan penanda utama.

b. Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik untuk karakteristik apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%.

c. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.

d. Penanda respon inflamasi akut (acute phase response) dengan menggunakan CRP

e. Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen.

f. Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan pengukuran kadar HCG yakin tidak ada di puskesmas. Foto Polos abdomen

a. Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus.

b. Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps.

c. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara.

d. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain.

e. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan.

f. Gambaran ini tampak pada penderita apendisitis akut. Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya.

g. Foto polos abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD (decubitus), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendik.

h. Pada appendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari appendikolit: kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis. Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut maupun apendisitis dengan abses.

8). Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Pasien yang telah terdiagnosis Appendisitis akut harus segera dirujuk ke layanan sekunder untuk dilakukan operasi cito A. Non-farmakologis

1. Bed rest total posisi fowler (anti Trandelenburg)

2. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.

3. Penderita perlu cairan intravena untuk mengoreksi jika ada dehidrasi. 4. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk mengurangi bahaya muntah pada waktu induksi anestesi. 5. Anak memerlukan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan. 6. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah. 7. Pembedahan Operasi ApendisitisApendisitis akut diobati dengan pembedahan, yaitu dengan mengangkat apendiks. Pembedahan dapat dilakukan dengan cara konvensional yaitu irisan kecil di bagian perut kanan bawah, atau dengan menggunakan laparoskopi, yang membutuhkan tiga atau empat irisan kecil. Pada pembedahan, apendiks hampir selalu diangkat, bahkan jika dijumpai ternyata apendiks dalam keadaan normal. Hal ini dilakukan agar nyeri perut kanan bawah di masa akan datang tidak lagi ditujukan pada apendisitis.Pemulihan setelah operasi apendiktomi konvensional biasanya berlangsung beberapa minggu. Pasien biasanya diberikan obat pereda nyeri dan diminta untuk membatasi aktifitas fisik. Sedangkan pemulihan setelah apendiktomi dengan laparoskopi biasanya berlangsung lebih cepat, tetapi membatasi aktifitas berat tetapi diperlukan, yaitu kurang lebih 4 sampai 6 minggu setelah pembedahan. Sebagian besar pasien yang sembuh dari apendisitis akan kembali normal seperti sedia kali. Jarang sekali pembedahan apendisitis menyebabkan berbagai kelainan yang menyebabkan pasien perlu merubah pola makan, latihan, atau gaya hidupnya.B. Tata Laksana Farmakologi:

1. Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik.

2. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%.

3. Antibiotik spektrum luas

Macam-macam obat apendiksitis

Hasil penelitian menunjukkan obat yang digunakan pada kasus apendisitis akut adalah antibiotika, analgetika, terapi cairan antiulser dan antiemetika.

AntibiotikaJenis antibiotika yang digunakan pasien apendisitis akut adalah sefalosporin generasi III (sefotaksim dan seftriakson), sefalosporin generasi IV (sefpirom), metronidazol, aminoglikosida (gentamisin), penisilin (ampisilin), dan karbapenem (meropenem). Pada saat KRS antibiotika yang paling banyak digunakan adalah siprofloksasin.

AnalgetikaJenis analgetika yang digunakan adalah ketorolak trometamin, metamizol Na, dan tramadol HCl. Dosis obat yang digunakan semuanya sesuai dengan pustaka dengan rute pemberian iv dan per oral pada saat KRS.

Terapi Cairan Antiulser

AntiemetikaEfektivitas obat pada kasus apendsitis akut ditunjukkan dengan penurunan leukosit, LED, dan intensitas nyeri serta tidak didapatkan infeksi luka operasi (ILO). Problem obat pada kasus apendisitis akut hanya ditemukan pada satu pasien yaitu reaksi alergi (hipersensitifitas) terhadap sefotaksim.

9). Komplikasi dari keluhan pasien

Komplikasi utama dari apendisitis akut dapat berupa perforasi apendiks yang kemudian berkembang menjadi peritonitis atau abses. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah adanya nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37.7c atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan atau nyeri abdomen yang kontinyu.BAB III

SIMPULANSetelah dilakukan dua sesi diskusi tutorial untuk skenario 3, penulis menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, kemungkinan diagnosis bagi pasien adalah apendisitis kronis eksaserbasi akut. Nyeri yang dirasakan berpindah merupakan referred pain appendix di dermatom bagian periumbilikalis dan epigastrium. Nyeri yang hilang timbul menandakan proses kronis, terbantuk perlukaan berulang dan pembentukan jaringan fibrosis pada appendiks karena radang kronis. Demam yang dialami pasien terjadi karena keluarnya mediator-mediator inflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF, dan IFN dari sel-sel radang yang ada di appendix ke sirkulasi sistemik, sehingga mengakibatkan meningkatnya termostat tubuh di hipotalamus. Mual muntah dapat terjadi karena adanya rangsang ke chemoreceptor trigger zone di formatio reticularis. Diare terjadi karena terjadi hambatan penyerapan air pada colon karena proses radang di appendix.Jika diukur dengan skor Alvarado, maka akan didapatkan skor 5, yang artinya pasien membutuhkan CT scan untuk pemeriksaan lanjutan.Diagnosis banding dari keluhan nyeri di perut kanan bawah diantaranya adalah ruptur atau torsio kista ovarium serta kehamilan ektopik terganggu pada wanita, carcinoma cecum, dan ileocecal tuberculosis.

SARAN

Secara keseluruhan, diskusi skenario 3 blok Gastrointestinal berjalan dengan baik dan sebagian LO untuk skenario ini telah dibahas. Namun ada beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk skenario selanjutnya agar diskusi berjalan dengan lebih efektif dan efisien. Saran untuk tutorial berikutnya antara lain:

1. Semua mahasiswa diharapkan datang tepat waktu sehingga tidak tertinggal dan juga tidak mengurangi durasi waktu diskusi.

2. Semua mahasiswa diharapkan lebih aktif mencari hal-hal terkait Learning Objective (LO) dengan sumber yang sesuai Evidence Based Medicine (EBM).

3. Semua mahasiswa diharapkan untuk lebih aktif menyatakan pendapat tanpa dipancing oleh tutor.

4. Mahasiswa sebaiknya memilah dan memilih LO mana yang bisa diprioritaskan untuk dipelajari terlebih dahulu saat diskusi.

DAFTAR PUSTAKABinder MD, Hirokawa N, Windhorst (2009). Defense Musculaire. Springer link. Tersedia dalam http://link.springer.com/referenceworkentry/10.1007%2F978-3-54029678- 2_1410

Braunwald, Fauci et al., (2010). Harrisons principle of internal medicine. USA: McGrawHill.Engin O, Muratli A, Ucar AD, Tekin V, Calik B, Tosun A (2012). The Importance of Fecaliths in the Aetiology of Acute Appendicitis. Tepecik Training and Research Hospital. Chirurgia (2012) 107: 756-760.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-agustinnur-5451-2-babii.pdfhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1514319/http://repository.unand.ac.id/18494/1/Respon%20Inflamasi,%20KP%202.1.27.pptKonstipasi.3 Januari 2014.http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31236/4/Chapter%20II.pdf Lim, P. L. (2008). Appendicitis Associated with Travelers Diarrhea Caused by Aeromonas sobria. Singapore: Department of infectious Disease, Tan Tock Seng Hospital.Lindsay KW, Bone I, Fuller G (2010). Neurology and neurosurgery illustrated. Elsevier: China.McPhee SJ, Papadakis MA Lawrence MT, (2008). Current Medical Diagnosis and Treatment. USA: McGraw-Hill Lange.Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, Ruggiero DJ (2005). The human nervous system structure and function. Humana press: New Jersey.

Rivera-Chavez FA, Wheeler H, Lindberg G, Munford RS, OKeefe GE. Regional and Systemic Cytokine Responses to Acute Inflammation of the Vermiform Appendix.Annals of Surgery. 2003;237(3):408-416. doi:10.1097/01.SLA.0000055274.56407.71.Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Selvia.B.2010.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19162/4/Chapter%20II.pdfSjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005, hlm 639-645.

Keluhan

DDx

Obstruksi

Fekalit

Etiologi

Apendisitis

Dx

Komplikasi

Penatalaksanaan

Diare

Pemeriksaan Penunjang

Nyeri berpindah

Demam

Diagnosis Pasti

Diagnosis Banding

Colok dubur

Pemeriksaan abdomen

Pemeriksaan fisik

Keluhan Pasien

11