laporan tutorial kulit skenario 2
DESCRIPTION
laporan tutorialTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
BLOK KULIT SKENARIO 2
BERCAK MERAH DI PIPI
KELOMPOK 2
ABDURRAHMAN AFA G 0013001
AHMAD LUTHFI G 0013011
ARLINDAWATI G 0013039
ASMA AZIZAH G 0013043
AYATI JAUHAROTUN NAFISAH G 0013051
CICILIA VIANY G 0013065
FHANY GRACE LUBIS G 0013095
HANA INDRIYAH DEWI G00013105
KHANIVA PUTU YAHYA G 0013129
RADEN ISMAIL G 0013193
SANTI DWI CAHYANI G 0013213
SHENDY WIDHA MAHENDRA G 0013217
TUTOR : Penggalih Mahardhika Herlambang, dr.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO II
BERCAK MERAH DI PIPI
Seorang perempuan berusia satu tahun datang berobat diantar oleh
ibunya berobat ke poloklinik kulit dengan keluhan bercak merah pada wajah.
Berdasarkan aloanamnesis, keluhan itu mulai diperhatikan oleh ibunya sejak dua
minggu yang lalu. Bercak kemerahan muncul di pipi kanan dan kiri disertai
sedikit sisik halus. Penyakit ini sering kambuh. Anggota keluarga lainnya belum
pernah menderita keluhan seperti ini, tetapi kakaknya menderita asma yang
berat dan sering dirawat di rumah sakit. Sejak muncul bercak tersebut si anak
sering rewel dan suka mengusap pipinya dengan tangannya.
Pada pemeriksaan fisik dijumpau bercak eritem dengan skuama halus
pada pipi kanan dan kiri. Oleh dokter kemudian diberikan obat berupa krim
yang dioleskan dua kali per hari.
1
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa
istilah dalam skenario
Dalam skenario pertama ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai
berikut:
1. Eritem: bercak kemerahan pada kulit yang diakibatkan oleh vasodilatasi
kapiler dan bersifat reversible.
2. Skuama: lapisan hasil keratinisasi yang terkelupas
3. Alloanamnesis: adalah anamnesis yang dijawab orang terdekat yang tahu
kondisi pasien ketika pasien gawat darurat atau tidak bisa bicara.
B. Langkah 2: Menetapkan atau mendefinisikan masalah
1. Adakah hubungan usia dengan keluhan pasien?
2. Apa hubungan keluhan pasien dengan kakaknya yang asma?
3. Bagaimana mekanisme becak merah dan kebiasaan mengusap pipi?
4. Apa saja yang menyababkan kekambuhan pada keluhan pasien?
5. Apa saja bentuk lesi kulit?
6. Bagaimana mekanisme sisik halus pada pipi kanan dn kiri pasien?
7. Mengapa dokter memberikan obat dalam bentuk krim?
8. Apa saja diagnosis banding dan patofisiologi keluhan pasien?
9. Bagaimana prognosis, komplikasi dan edukasi pasien?
10. Apa saja pemeriksaan penunjng untuk menegakkan diagnosis?
C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan
sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)
1. Hubungan usia dengan keluhan pasien
Dari keluhan yang dialami pasien, ujud kelainan kulit, dan riwayat
penyakit, pasien diduga mengalami dermatitis atopi (DA). Di Amerika Serikat,
Eropa, Jepang, Australia, dan negara industri lain, pravelensi D.A pada anak
2
mencapai 10 sampai 20 persen, sedangkan pada dewasa kira-kira 1 sampai 3
persen.
Dermatitis atopi dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: D.A infantil (terjadi
pada usia 2 bulan sampai 2 tahun; D.A anak (2 sampai 10 tahun); dan D.A pada
remaja dan dewasa.
D.A infantil (terjadi pada usia 2 bulan sampai 2 tahun):
D.A paling sering muncu pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah
usia 2 bulan Biasanya anak mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa
gatal yang timbul sangat menggangu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan
sering menangis. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Pada
sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga
sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu
penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makan makanan yang
sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya. (Djuanda Adhi, 2007)
2. Hubungan keluhan pasien dengan kakaknya yang asma
Dari keluhan yang dialami pasien, ujud kelainan kulit, dan riwayat
penyakit, pasien diduga mengalami dermatitis atopi (DA). DA adalah
peradangan kulit kronis residif disertai gatal sering terjadi pada bayi dan anak-
anak. Berhubungan dengan peningkatan IgE dan riwayat atopi keluarga.
Dermatitis atopik merupakan penyakit yang pertama kali muncul dalam
serangkaian penyakit alergi seperti alergi pada makanan, asma, rhinitis
alergika, dan biasanya dimulai sejak tahun pertama kelahiran. Hal ini
menunjukkan bahwa dermatitis atopik adalah entry point dari penyakit alergi
berikutnya (Kim, 2015).
Dalam suatu penelitian yang menguji hubungan dermatitis atopik pada
bayi, sekitar 70% bayi yang mengalami dermatitis atopik pada 3 bulan pertama
sejak lahir di kemudian hari tersensitisasi oleh aeroalergen dalam jangka waktu
5 tahun. Tingkat sensitisasi meningkat hingga 77% pada anak yang kedua
orangtuanya mempunyai riwayat positif dermatitis atopik. Anak dengan
dermatitis atopik yang memiliki riwayat asma dalam keluarganya akan
berkembang menjadi penyakit pernapasan alergi saat anak-anak hingga 80%
3
dan 40-50% di antaranya bermanifestasi sebagai asma. Diperkirakan 15-25%
pasien dengan dermatitis atopik mengalami asma yang menetap. Anak dengan
dermatitis atopik menetap mengalami asma yang lebih buruk daripada anak
yang asma namun tidak mengalami dermatitis atopik .
Pasien asma tanpa dermatitis atopik hingga 41% dalam keadaan baik, 52%
mengalami asma ringan, dan 5% mengalami asma berat. Sebaliknya, di antara
pasien asma dengan dermatitis atopik, 34% dalam keadaan baik, 54%
mengalami asma ringan, dan 11% mengalami asma berat atau meninggal.
Sensitisasi alergen melalui kulit pada pasien dengan dermatitis atopik juga
menimbulkan respon sistemik yang kuat, ditandai dengan kenaikan IgE,
eosinofil, makrofag, dan sel T. Penanda biologi dari aktivitas leukosit telah
terbukti berhubungan dengan keparahan dermatitis atopik dan juga berperan
dalam alergi respiratorik pada individu yang secara genetis mempunyai
predisposisi alergi (Eichenfield et al, 2010).
Etiopatogenesis:
a) Sitokin TH2 pada orang atopi lebih banyak dibanding orang normal,
dan TH1nya menurun
b) Sel T yang teraktivaso di kulit akan menginduksi apoptosis keratinosit
sehingga terjadi spongiosis. Proses ini diperantarai IFN-gama yang dilepaskan
sel T
c) Pada kasus DA kronis ekspresi IL-5 akan mempertahankan eosinofil
hidup lebih lama dan meningkatkan fungsinya
d) garukan kronis dapat memicu terlepasnya TNF-a dan sitokin
proinflamasi yang lain dari epidermis sehingga mempercepat timbulnya
peradangan di kulit DA
e) Sel mononuklear penderita DA meningkatkan aktivitas cAMP sehingga
sel B mensintesis IgE lebih banyak
d) Sel langerhans abnormal di kulit DA mampu menstimulasi sel TH
walopun tanpa adanya antigen. Sel langerhans ini juga mampu bermigrasi ke
kelenjar getah bening dan mensinsitisasi TH naive menjadi TH2.
Gejala:
• Kulit kering, pucat, lipid di epidermis berkurang
4
• Pruritus hilang timbul sepanjang hari, memberat saat malam hari
• Garukan dapat memicu munculnya papul, eritema, likenifikasi, eksudasi
dan krusta
(Djuanda Adhi, 2007)
3. Mekanisme bercak merah dan kebiasaan mengusap pipi
Pada dermatitis atopi, biasanya anak mulai menggaruk setelah berumur 2
bulan. Rasa gatal yang timbul sangat menggangu sehingga anak gelisah, susah
tidur, dan sering menangis. (Djuanda Adhi, 2007). Rasa gatal ini yang
membuat anak sering menusap pipinya.
4. Dijadikan LO
5. Apa saja bentuk lesi kulit?
Lesi Primer :
• Makula – Pergantian warna permukaan kulit tanpa elevasi atau depresi.
Ukuran 5hingga 10 mm
• Patch – Merupakan makula tetapi pada ukuran yang lebih luas. Ukuran
lebih luas dari 10 mm
• Papul- Merupakan elevasi solid tanpa tampak suatu cairan. Diameter lesi
kurang dari 5 mm
• Plak – Plak dideskripsikan sebagai lesi papul yang luas. Biasanya ukuran
lesi lebih dari 1 cm.
• Nodul – Secara morfologis sama dengan papul, bedanya adalah pada
ukuran yang berkisar, tetapi lebih luas dari 5 hingga 10 mm, dan letak lesinya
di dermis
• Vesikel – Vesikel merupakan elevasi yang berisi cairan dengan ukuran
lesi di antara 5 hingga 10 mm
• Bulla – Bulla merupakan lesi vesikel yang luas dengan ukuran lebih dari
10 mm dan berisi cairan serous atau seropurulen
• Pustul – pustul merupakan elevasi kecil pada kulit yang berisi material
purulen yang berawan.
5
• Kista – Merupakan ruang berbatas epitel yang berisi material cair, solid
atau semi-solid
• Erosi – Erosi merupakan diskontinuitas pada kulit yang memperlihatkan
hilangnya epidermis, lesi berbatas tegas dan permukaanya terdepresi
• Ulkus – Ulkus merupakan diskontinuitas kulit yang memperlihatkan
hilangnya epidermis, dermis, bahkan jaringan subkutan.
• Fissura – Fissura merupakan lesi yang sempit tetapi dalam
• Telangiektasia – telangiektasia merepresentasikan dilatasi pembuluh
darah superfisial hingga terlihat di kulit. (Fitzpatrick, et al., 2005)
Lesi sekunder :
• Likenifikasi
Sebuah penebalan kulit yang khas yang ditandai dengan accentuated skin-
fold markings.
• Sisik (scale)
Akumulasi berlebihan dari stratum korneum.
• Krusta
Eksudat dari cairan tubuh yang dapat berwarna merah atau kuning.
• Ulkus
Terkelupas / hilangnya epidermis dan sedikit bagian dermis.
• Ekskoriasi
Erosi linear-angular yang dapat diselimuti oleh krusta. Ekskoriasi biasanya
disebabkan karena garukan.
• Atrofi
Kehilangan substansi yang didapat (acquired). Pada kulit, atrofi ini dapat
muncul sebagai depresi dengan epidermis yang intak.
• Skar
Perubahan pada kulit secara sekunder akibat trauma dan inflamasi. Area
skar dapat eritema, hipopigmentasi, atau hiperpigmentasi tergantung usia dan
karakter area yang terkena. Skar pada hair-bearing dikarakteristikkan dengan
destruksi folikel rambut. (Fauci et al, 2008)
Wujud kelainan kulit selain dilihat dari morfologinya juga bisa dilihat dari
ukuran dan penyebarannya: Berdasarkan ukurannya dibagi menjadi miliar:
6
Sebesar kepala jarum pentul, Lentikular: sebesar biji jagung, numular: sebesar
uang logam 5 atau 1000 rupiah, plakat : lebih besar dari numular.
Berdasarkan penyebarannya, sirkumskrip: berbatas tegas, difus: tidak
berbatas tegas, konfluens: dua atau lebih lesi yang menjadi satu, serpiginosa:
proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh penyembuhan pada bagian
yang ditingglkan, iriformis: eritema berbentuk bulat lonjong dengan vesikel
warna yang lebih bulat ditengahnya (Djuanda,2011).
D. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III
7
Bercak eritem
Skuama halus
Pmx penunjang
Pmx fisik
Medikamentosa
Non-medikamentosa
Edukasi, preventif
Terapi
Dermatitis atopi
Dermatitis kontak toksik
Dermatitis kontak alergiDiagnosis Banding
Prognosis
RPK: kakak
menderita asma
Sisik halus
KeluhanPatofisiologiBercak merah
Pemeriksaan Eosinofil darah tepi, IgE, prick test, patch tes, scratch test
E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario kedua ini adalah:
1. Menyebutkan dan menjelaskan diagnosis banding dari kasus skenario.
2. Menjelaskan prognosis, komplikasi, dan tatalaksana dari diagnosis
banding.
3. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk kasus
skenario.
4. Menjelaskan mekanisme terjadinya sisik halus pada skenario.
5. Menjelaskan alasan mengapa pasien diberikan obat berbentuk krim.
F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru
Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber – sumber
ilmiah dari beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan
topik diskusi tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan
berikutnya.
G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi
baru yang diperoleh
1. Menjelaskan diagnosis banding dari kasus pada skenario
a. Dermatitis Atopik
Definisi
Adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat atopi pada
dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronkial, rinitis
alergi dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman.
Penyebab dan epidemiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi faktor keturunan
merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit.
Umur:
Bentuk bayi : 2 bulan-2 tahun
8
Bentuk anak : 3-10 tahun
Bentuk dewasa : 13-30 tahun
Jenis kelamin: lebih banyak pada wanita.
Etiologi:
Disebabkan karena penurunan fungsi barier kulit yang disebabkan
oleh mutasi protein barier kulit yaitu filaggrin dan loricrin
menyebabkan kulit mudah dimasuki agen eksogen. Barier kulit bisa
juga dirusak oleh protease exogen yang terdapat pada tungau debu
dan Staphyloccocus aureus ditambah lagi dengan penurunan
inhibitor protease endogen yang ada pada kulit atopik.
Faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya penyakit
Bangsa/ras : semua bangsa. Namun negara industri lebih banyak
daripada negara tropis.
Daerah : yang panas (banyak keringat) lebih sering terkena. Panas
dan lembap memudahkan timbulnya penyakit sedangkan daerah
yang kurang panas malah memperberat penyakit.
Diduga diturunkan secara autosomal resesif dan dominan. Yang
banyak mengandung sensitizer, iritan serta yang mengganggu emosi
lebih mudah menimbulkan penyakit.
Gejala singkat penyakit
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan
penyakit: dasar penyakit adalah faktor herediter yang oleh faktor luar
menimbulkan kelainan kulit dimulai dengan eritema, papula-papula, vesikel
sampai erosi dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit
berat.
Pemeriksaan kulit
Lokalisasi :
- Bentuk bayi : kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut.
- Bentuk anak : tengkuk, lipat siku, Iipat 1utut.
- Bentuk dewasa : tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki.
9
Efloresensi/sifat-sifatnya : eritema berbatas tegas, papula/vesikel
miliar disertai erosi dan eksudasi serta krusta.
- Bentuk anak : papula-papula miliar, likenifikasi, tidak eksudatif .
- Bentuk dewasa : biasanya hiperpigmentasi, kering, dan
likenifikasi.
Efloresensi/sifat-sifatnya : eritema numular sampai dengan plakat,
papula dan vesikel berkelompok disertai erosi numular hingga
plakat. Terkadang hanya berupa makula hiperpigmentasi dengan
skuama halus.
Gambaran histopatologi : tidak khas.
Pemeriksaan pembantu/ laboratorium
1. Pemeriksaan eosinofil darah tepi.
2. Pemeriksaan imunoglobulin E:
- uji tempel (patch test)
- uji gores (scratch test)
- uji tusuk (prick test)
Diagnosis banding
Dermatitis kontak (dengan tipe bayi): biasanya lokalisasi sesuai dengan
tempat kontaktan, lesi berupa papula miliar dan erosif.
Dermatitis numuloris; biasanya pada orang dewasa, eksudatif; lokalisasi
di ekstremitas inferior, tidak ada stigmata atopik.
Penatalaksanaan Umum
Hindari semua faktor luar yang mungkin menimbulkan manifestasi
klinis.
Menjauhi alergen pencetus.
Hindari pemakaian bahan yang merangsang seperti sabun keras dan
bahan pakaian dari wol.
Sistemik:
-Antihistamin golongan H, untuk mengurangi gatal dan sebagai
penenang.
10
-Kortikosteroid jika gejala klinis berat dan sering mengalami
kekambuhan.
-Jika ada infeksi sekunder diberi antibiotik seperti eritromisin,
tetrasiklin.
Topikal:
-Pada bentuk bayi diberi kortikosteroid ringan dengan efek samping
sedikit, misahya krim hidrokortison 7-7.5%.
-Pada bentuk anak dan dewasa dengan likenifikasi dapat diberi
kortikosteroid kuat seperti betametason dipropionat 0,05% atau
desoksimetason 0,25%. Untuk efek yang lebih kuat, dapat
dikombinasi dengan asam salisilat 11% dalam salep.
Prognosis
Baik
Gambar 1. Predileksi dermatitis atopik. Gambar 2. Dermatitis atopik pada bayi.
Eritema dan erosi pada kedua pipi.
b. Dermatitis Kontak Toksik
Definisi
Adalah suatu dermatitis yang timbul setelah kontak dengan kontaktan
eksterna melalui proses toksis.
11
Penyebab dan epidemiologi
Penyebab : Iritan primer seperti asam dan basa kuat, serta pelarut
organik.
Umur : Semua umur.
Jenis kelamin : Frekuensi yang sama pada pria dan wanita.
Faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya penyakit
Kebersihan/higiene : yang kurang lebih, besar kemungkinan terkena
penyakit.
Lingkungan : yang banyak mengandung basa atau asam kuat lebih besar
kemungkinan terkena.
Gejala singkat penyakit
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan:
biasanya kelainan kulit timbul beberapa saat sesudah kontak pertama
dengan kontaktan eksternal. Penderita akan mengeluh rasa panas, nyeri atau
gatal.
Pemeriksaan kulit
Lokalisasi : seluruh permukaan tubuh dapat terkena.
Efloresensi/sifat-sifatnya : eritema numular sampai dengan plakat;
vesikel dan bula sampai erosi numular sampai plakat.
Gambaran histopatologi : tidak khas.
Diagnosis banding
Antraks : biasanya lesi bundar, pada bagian tepi terdapat lepuh-lepuh.
Badan panas dan dapat ditemukan basil antraks.
Erisipelas : badan panas, eritema difus tak berbatas tegas.
Penatalaksanaan
Umum : hindari sumber toksik.
12
Pengobatan bergantung jenis iritan : jika asam kuat, tindakan berupa
pencucian dengan air, kemudian basa dan natrium bikarbonat. Setelah
dicuci diberi salep atau krim kortikosteroid.
Sistemik : kortikosteroid seperti prednison 40-60 mg/hari pada orang
dewasa.
Prognosis
Biasanya baik
Gambar 3. Dermatitis kontak toksik. Tampak macula eritematosa, edema, erosi, dan
papula-papula.
Gambar 4. Dermatitis kontak toksik di lengan, erosif, dan berkusta.
c. Dermatitis Kontak Alergi
Definisi
Adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak
dengan alergen melalui proses sensitisasi. Merupakan hipersensitifitas
tipe lambat yang berespon terhadap zat eksogen
13
Penyebab dan epidemiologi
Penyebabnya adalah alergen/kontaktan/sensitizer. Biasanya
berupa bahan logam berat, kosmetik (lipstik, deodoran, cat rambut),
bahan perhiasan (kacamata, jam tangan, anting-anting), obat-obatan
(obat kumur, sulfa, penisilin), karet (sepatu, BH), dan lain-lain.
Berdasarkan penelitian, nikel adalah logam yang paling sering
menimbulkan dermatitis kontak alergi
Umur : dapat terjadi pada semua umur.
Jenis kelamin: frekuensi yang sama pada pria dan wanita.
Proses sensitisasinya adalah low moleculer-weight
electrophilic/hydrophilic hapten chemical penetrasi ke kulit
kemudian berikatan dengan protein carrier epidermal membentuk
hapten-protein kompleks complete allergen.
Faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya penyakit
Bangsa/ras : semua bangsa
Daerah : tak berpengaruh.
Kebersihan/higiene : berpengaruh besar untuk timbulnya penyakit,
seperti pekerjaan dengan lingkungan yang basah, tempat- tempat
lembap atau panas, pemakaian alat-alat yang salah.
Gejala singkat penyakit
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan:
kemerahan pada daerah kontak, kemudian timbul eritema, papula,
vesikel dan erosi. Penderita selalu mengeluh gatal.
Pada kulit kepala: biasanya karena pewarna rambut, samphoo
(fragrance, preservatives, surfactans).
Pada wajah dan kelopak mata: daerah yang paling terekspos oleh
alergen, biasanya juga transmisi dari dermatitis tangan, bisa juga
dari sponges bedak, maupun kosmetik (fragrance,
preservatives,surfactans).
14
Leher: merupakan daerah yang paling terekspose juga, transmisi
dari tangan, dari parfum dan perhiasan. Bisa berkembang menjadi
Berloque Dermatitis (trinket like dermatitis)/ dermatitis dengan
bentuk perhiasan karena pemakaian perhiasan dari logam nikel dan
cobalt.
Torso: merupakan daerah yang tertutup, namun karena gesekan
terus menerus dari kain mengakibatkan iritasi pada kulit, ditambah
lagi penggunaan sabun dan parfum pada badan.
Perianal dan perioral: sangat jarang, biasanya karena kandungan
pada pasta gigi (pemutih, perasa, dan pengawet).
Pemeriksaan kulit
Lokalisasi : semua bagian tubuh dapat terkena.
Efloresensi/sifat-sifatnya : eritema numular sampai dengan plakat,
papula dan vesikel berkelompok disertai erosi numular hingga
plakat. Terkadang hanya berupa makula hiperpigmentasi dengan
skuama halus.
Gambaran histopatologi : tidak khas.
Pemeriksaan pembantu/ laboratorium
1. Pemeriksaan eosinofil darah tepi.
2. Pemeriksaan imunoglobulin E:
- uji tempel (patch test)
- uji gores (scratch test) gold standard
- uji tusuk (prick test)
Diagnosis banding
Dermatofifosis : biasanya berbatas tegas; pinggir aktif dan bagian
tengah agak menyembuh.
Dermatitis seboroik : biasanya pada tempat seboroik dengan
kelainan khas berupa skuama berminyak, warna kekuningan.
Kandidiasis : biasanyadengan lokalisasi yang khas. Efloresensi
berupa eritema, erosi dan ada lesi satelit.
15
Penatalaksanaan Umum
Hindari faktor penyebab.
Sistemik : antihistamin
Kortikosteroid : metilprednison, metilprednisolon atau triamsinolon.
Topikal
- Jika lesi basah diberi kompres KMnO4 1/5000.
- Jika sudah mengering diberi kortikosteroid topikal seperti
hidrokortison 1-2o/o, triamsinolon 0,7%, fluosinolon 0,025%,
desoksimetason, Soh dan betametason-dipropionat 0,05%.
Prognosis
Umumnya baik.
Gambar 5. Dermatitis kontak alergi karena lipstick.
Gambar 6. Dermatitis kontak alergi karena yodium.
16
Gambar 7. Dermatitis alergi karena penggunaan kacamata
Dermatitis kontak ialah dernatitis karena kontaktan eksternal
yang menimbulkan fenomena sensitisasi (alergik), atau toksin (iritan).
Perbedaan dermatitis kontak iritan dan alergi
Perbeadaa
n
Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis Kontak
Alergik
Penyebab Iritan primer Alergen kontak
Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang
Penderita Semua orang Hanya orang alergik
Lesi Batas dan eritema lebih
jelas
Batas tidak begitu jelas
eritema kurang jelas
Tabel 1. Perbedaan dermatitis koontak iritan dan alergi.
(Mansjoer, 2007)
Perbedaan antara dermatitis atopi, dermatitis kontak alergi, dermatitis
stasis, dan dermatitis seboroik dilihat dari adanya eritema pada kulit.
Diagnosis Area yang sering
terkena
Morfologi
Dermatitis atopi Antecubital dan fossa
popliteal
Bercak dan plak eritem,
bersisik, gatal, dan
17
likenifikasi
Stasis dermatitis Ankle dan tungkai bagian
bawah
Bercak eritem dan bersisik
dengan latar belakang
hiperpigmentasi
(berhubungan dengan
insufisiensi vena)
Dermatitis kontak alergi Dimana saja Eritem yang terlokalisasi,
vesikel, sisik, dan pruritus.
Dermatitis seboroik Kulit kepala, alis, dan
area perinasal
Eritem dengan sisik
berminyak berwarna
kuning-coklat
Tabel 2. Perbedaan beberapa kelainan kulit beserta area yang sering terkena
dan morfologinya.
2. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada skenario
Berdasarkan keluhan pada kasus tersebut kami mengambil dermatitis
atopik sebagai diagnosis kerja.
a. Daerah perifer ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE
b. Dermatografisme putih. Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan
tiga respon yakni berturut-turut akan terlihat garis merah ditempat
penggoresan selama 15 detik, warna merah disekitarnya selam beberapa
detik, dan edem timbul sesudah beberapa menit. Penggoresan pada pasien
atopik akan bereaksi berlinn. Garis merah tidak disusul warna kemerahan
tetapi kepucatan selama 2 detik sampai 25 menit, sedangkan edema tidak
timbul. Kelainan ini disebut dermatografisme putih.
c. Percobaan asetilkolin. Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000
akan menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada orang dermatitis
atopik akan timbul vasokontriksi, terlhat kepucatan selama 1 jam.
18
d. Percobaan histamin. Jika histamin fosfat disuntikan pada lesi, eritema akan
berkurang dibandingkan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut
disuntikan parenteral tampak eritema bertambah pada kulit yang normal.
(Mansjoer, 2007)
3. Menjelaskan terapi dan prognosis dari diagnosis kerja pada kasus
Pada dasarnya penatalaksanaan yang dilakukan tidak dapat
menyembuhkan dermatitis atopik, tetapi hanya mengontrolnya.
Penatalaksanaan sangat penting karena dapat mencegah dermatitis atopik
memburuk, mengurangi gatal serta stres emosional, dan mencegah terjadinya
infeksi.
Rencana terapi meliputi pengobatan farmakologi, skin care, dan
perubahan gaya hidup. Pengobatan dan terapi bertujuan untuk:
a. Mengontrol gatal.
b. Mengurangi inflamasi kulit (kemerahan dan edema).
c. Menghindari terjadinya infeksi.
d. Menghilangkan squama.
e. Mengurangi pembentukan lesi baru.
Menurut American Academy of Dermatology (2015), dermatitis atopik
yang muncul sejak bayi/tahun pertama kelahiran dan mendapat terapi yang
adekuat akan membaik seiring waktu. Beberapa anak bahkan sama sekali
sembuh pada usia 2 tahun.
Dermatitis atopik tidak dapat ditentukan kapan sembuhnya, dapat saja
menetap seumur hidup. Maka dari itu terapi memiliki peran yang sangat
penting. Terapi dapat menghentikan perkembangan dermatitis atopik menjadi
lebih buruk sehingga dapat membantu anak menghilangkan perasaan tidak
nyaman, terutama karena gatal yang ditimbulkan (AAD, 2015).
Terapi farmakologi yang biasanya digunakan sebagai tatalaksana
dermatitis atopik antara lain (Kim, 2015):
19
a. Moisturizers seperti petrolatum, aquaphor, maupun agen baru seperti
atopiclair dan mimyx.
b. Steroid topikal seperti hidrokortison, triamcinolone, betametason. Bentuk
salep lebih disarankan, terutama untuk lingkungan yang kering.
c. Imunomodulator seperti takrolimus dan pimekrolimus (inhibitor calcineurin
dan menjadi terapi lini kedua, digunakan apabila terindikasi saja);
omalizumab (antibodi monoklonal yang berfungsi memblokade IgE.
Terapi lain yang bersifat non-farmako yang dapat membantu antara
lain:
a. Menggunakan bahan pakaian yang lembut (contohnya kapas/katun), jenis
wool sebaiknya dihindari.
b. Mengatur suhu ruangan dingin, terutama di malam hari.
c. Menggunakan deterjen yang sedang, tanpa pemutih maupun pelembut.
4. Menjelaskan mekanisme munculnya squama pada pipi kanan dan kiri
anak
Squama halus pada pipi kanan dan kiri pasien tersebut muncul karena proses
garukan kronis karena rasa gatal yang timbul. Dan apabila kuku anak tersebut
panjang bisa melukai menimbulkan lecet dan bisa terjadi infeksi sekunder oleh
bakteri.
5. Menjelaskan alasan dokter memberikan obat topikal berupa krim
Obat topikal merupakan medikamentosa yang diaplikasikan pada
temapat tertentu di tubuh. Kebanyakan yang dimaksud adalah aplikasi pada
permukaan tubuh seperti kulit atau membran mukus.
a. Krim
Krim merupakan campuran minyak dan air dalam jumlah yang proposional.
Campuran ini bisa dalam bentuk water-in-oil atau oil-in-water. Krim
20
mempenetrasi lapisan epidermis. Krim lebih kental dari lotion dan menjaga
bentuknya saat dikeluarkan dari kemasan. Biasanya punya fitur yang
melembabkan lebih. Krim mempunyai resiko signifikan untuk menginduksi
sensitasi immunologik karena pengawet yang terkandung didalamnya.
Krim punya level yang tinggi dalam penerimaan pasien (Remington, 2006)
b. Solution
Solution topikal merupakan obat topikal dengan viskositas rendah dan
biasanya menggunakan air atau alkohol sebagai bahan dasar. Solution dapat
menyebabkan kulit kering bila alkohol digunakan sebagai bahan dasar.
Biasanya ada bubuk yang dilarutkan ke bahan dasar (Remington, 2006)
c. Lotion
Lotion hampir sama dengan solution tetapi lebih kental dan lebih
melembabkan secara alami daripada solution. Biasanya lotion merupakan
minyak / oil yang dicampur dengan air (Remington, 2006)
d. Lotion Kocok / Shake lotion.
Campuran dari 3 bahan dasar yang terbentuk sebagai suspensi.
Biasanya harus dikocok sebelum digunakan (Remington, 2006)
e. Ointment
Ointment merupakan campuran homgen, semi-solid dengan viskositas
tinggi yang merupakan minyak kental dan greasy (minyak 80% - air 20%)
yang digunakan untuk aplikasi pada permukaan tubuh. Ointment digunakan
untuk melembabkan dan mengaplikasikan beberapa bahan aktif untuk
fungsi proteksi, terapeutik atau profilaksis. Ointment bisa mengandung atau
tidak mengandung bahan aktif. Ointment sangat bagus untuk kulit kering
dan sensitasi yang rendah. Biasanya ointment tidak disukai pasien karena
berminyak (Remington, 2006)
f. Gel
Gel merupakan emulsi semi solid di dalam basis alkohol. Beberapa akan
meleleh pada suhu tubuh. Gel membawa resiko yang besar dalam
21
menginduksi sensitasi alergi karena parfum dan materi pengawetnya. Gel
sangat berguna aplikasi dalam lipatan tubuh. Dan dihindari penggunaanya
pada lesi kuit yang terbuka (Remington, 2006)
22
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan skenario dapat disimpulkan bahwa pasien pada
skenario kemungkinan mengalami dermatitis atopic infentil. Diagnosis ini
diperkuat dengan adanya riwayat asma pada anggota keluarga lain, yang
menandakan bahwa pada keluarga tersebut terdapat bakat alergi (atopi). Penyebab
yang pasti belum diketahui, tetapi faktor keturunan merupakan dasar pertama
untuk timbulnya penyakit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bercak eritem dan skuama halus pada
pipi. Skuama disebabkan karena garukan kronis anak karena merasa sangat gatal.
Pemeriksaan lanjutan (bila diperlukan) yaitu tes alergi seperti skin prick test,
pemeriksaan eosinofil darah tepi, dan IgE.
Penatalaksanaan dilakukan secara medikamentosa berupa krim
kortikosteroid, dan nonmedikamentosa yaitu dengan senantiasa menjaga
kebersihan lingkungan, menggunakan pakaian yang lembut, dan menghindarkan
factor pemicu gatal.
BAB IV
23
SARAN
Saran untuk kelompok kami agar lebih aktif dan tidak takut salah sehingga
kami dapat saling sharing ilmu dan belajar bersama. Kami juga harus lebih
berkoordinasi tugas satu sama lain, menghargai pendapat, dan mengerti tanggung
jawab masing-masing. Saran untuk pembaca diharap bisa mengambil informasi
sebanyak-banyaknya dan menyebarkan pada yang masyarakat lain sehingga
pengetahuan mengenai masalah kulit dapat diketahui oleh masyarakat.
Kami menyadari bahwa tugas ini tersusun dalam bentuk yang masih
sederhana sehingga masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Kami berharap
semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kami semua sendiri dan bahkan bagi
pembaca yang lain. Kami juga menerima kritik, saran, dan tambahan ilmu lainnya
sehingga kami dapat bersama-sama belajar dan ilmu tersebut dapat bermanfaat
bagi kami di saat ini atau masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
24
AAD. 2015. Atopic dermatitis: diagnosis, treatment, and outcome. American
Academy of Dermatology. Available at: https://www.aad.org/dermatology-a-
to-z/diseases-and-treatments/a---d/atopic-dermatitis/diagnosis-treatment
[Accessed November 4, 2015].
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (ed). 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamni
Edisi Keenam. Jakarta: FK UI.
Fauci, AS, Braunwald, E, Kasper, DL, Hauser, SI, Longo, DL, Jameson, JL &
Loscalzo, J. 2008, Harrison’s Principle of Internal Medicine, Edisi 17.
United States: McGraw-Hill.
Kim BS, 2015. Atopic dermatitis. Medscape. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1049085-overview [Accessed
November 4, 2015].
Mansjoer, et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius.
Remington, J. P. 2006. Remington: The Science And Practice Of Pharmacy.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
25