laporan tutorial skenario 4

Upload: lalu-karisma-aditya

Post on 11-Oct-2015

93 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ewewew

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL 4Gara-gara Jamkesmas..?

Oleh

Kelompok Tutorial 1

Tutor:

dr. Ika PFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

2011KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayahNya-lah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial 4 dari hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XXI Semester 7 ini. Pada skenario terakhir Blok XXI, melanjutkan pembahasan mengenai Dokter Keluarga, kelompok tutorial kami mencoba membahasa hal-hal yang berkaitan dengan sistem pembiayaan kesehatan dan penerapannya di Indonesia dalam bentuk JAMKESMAS. Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.

Mataram, 16 Januari 2011

Kelompok Tutorial 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

iDAFTAR ISI

iiSkenario 4

iiiLearning objective

iv

Sistem Pembiayaan Kesehatan

1

Asuransi Kesehatan

10JAMKESMAS

15KEPUSTAKAAN

27SKENARIO 4

Gara-gara Jamkesmas..?

Poniem, 25 tahun dibawa ke IGD puskesmas Sariayu oleh keluarganya karena tidak sadar akibat tabrak lari di jalan raya depan rumahnya. Setelah dilakukan pemeriksaan dokter menyimpulkan pasien mengalami CKS dan fraktur femur sinistra. Dokter kemudian menyarankan kepada keluarga agar Poniem dirujuk ke RSUD supaya dapat dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut. Keluarga menyetujui untuk dilakukan rujukan. Dokter rumah sakit menyarankan agar dilakukan operasi pada poniem. Keluarga Poniem menolak dengan alasan tidak memiliki biaya dan tidak memiliki kartu Jamkesmas. Dokter di rumah sakit menyarankan agar keluarga membuat kartu Jamkesmas, saat ini pasien akan dilayani asalkan ada surat keterangan tidak mampu dari kepala desa setempat.

Learning Objective

1. Syarat menjadi peserta JAMKESMAS2. Prosedur pelayanan pasien JAMKESMAS

3. Alur koordinasi organisasi JAMKESMAS

4. Kriteria masyarakat miskin dan tidak mampu5. Ketentuan pembiayaan bagi peserta JAMKESMAS yang menginginkan pelayanan diluar ketentuan yang diatur dalam JAMKESMAS

6. Sistem pembiayaan kesehatan dan asuransi kesehatan

SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN

Definisi

Sistem pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan nasional yang dimuat dalam rancangan sistem kesehatan nasional. Sistem pembiayaan kesehatan dalam Rancangan Final Sistem Kesehatan Nasional yang dikeluarkan Dinas Kesehatan tahun 2009 didefinisikan sebagai bentuk dan cara penyelenggaraan berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur tentang besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :

1. Penyedia pelayanan kesehatan, merupakan besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan.

2. Pemakai jasa pelayanan, yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa pelayanan (health consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.

Tujuan

Menurut Departemen Kesehatan yang dimuat dalam Rancangan Final Sistem Kesehatan nasional (2009), tujuan penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata, dan termanfaatkan secara berhasilguna dan berdaya guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Unsur-Unsur Pembiayaan Kesehatana) Dana

Dana untuk sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia diambil dari sumber pemerintah, dari sektor kesehatan dan sektor lain yang terkait, dari masyarakat, swasta, maupun sumber lainnya yang digunakan untuk mendikung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedua harus mencukupi dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dana yang berasal dari pemerintah bersuber dari pajak umum, pajak khusus, bantuan atau pinjaman yang tidak mengikat, serta berbagai sumber lainnya. Dana yang bersumber dari swasta dihimpun dengan prinsip public-private partnership yang didukung dengan pemberian insentif. Penggalian dana yang bersumber dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh masyarakat sendiri atau dilakukan secara pasif dengan memanfaatkan berbagai dana yang sudah terkumpul di masyarakat.

Pengalokasian dana pemerintah dilakukan melalui perencanaan anggaran dengan mengutamakan upaya kesehatan prioritas, secara bertahap, dan terus ditingkatkanjumlah pengalokasiannya sehingga sesuai dengan kebutuhan. Pengalokasian dana yang dihimpun dari masyarakat didasarkan pada asas gotong royong sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Pengaalokasian dana kesehatan perorangan dilakukan melalui kepesertaan dalam jaminan kesehatan.

Pembelanjaan dana kesehatan terutama diarahkan melalui jaminan kesehata, baik wajib maupun sukarela. Termasuk di dalamnya program bantuan sosial dari pemerintah untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (Jamkesmas)

b) Sumber Daya

Sumber daya dalam pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar, regulasi, dan kelembagaan yang digunakan dengan berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.

c) Pengelolaan Dana Kesehatan

Mekanisme pengelolaan dana kesehatan merupakan seperangkat aturan yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh pelaku sistem pembiayaan kesehatan, yaitu pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan.

Prinsip Pembiayaan Kesehatana. Kecukupan

Dana kesehatan yang diperoleh dari berbagai sumber (pemerintah, masyarakat, dan swasta) harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan sehingga jumlahnya sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, trasparan, akuntabel, berhasil guna dan berdaya guna, memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin terpenihinya ekuitas. Alokasi dana yang diperoleh dari pemerintah untuk upaya kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja (pusat maupun daerah), sekurang-kurangnya 5% dari PBD atau 15% dari total anggaran pendapatan dan belanja setiap tahaunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan tidak mampu adalah tanggung jawab pemerintah.

b. Efektif dan Efisien

Pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas menejemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan pembangunan kesehatan.

Dana pemerintah yang ditujukan untuk pembangunan kesehatan khususnya diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan mengupayakan masyarakat rentan dan keluarga miskin, daerah terpencol, perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Prioritas pembiayaan oleh pemerintah lainnya adalah program-program kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap peningkatan derajat kesehatan.

c. Adil dan Transparan

Setiap dana kesehatan digunakan secara nertanggung jawab berdasarkan prinsip pengelolaan kepemerintahan yang baik, transparan, dan mengacu pada peraturan perindangan yang berlaku. Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat memalui pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial, sehingga dapat menjamin terpelihara dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Sumber Pembiayaan Kesehatan

Sumber dana biaya kesehatan berbeda pada beberapa negara, namun secara garis besar berasal dari:

1. Bersumber dari anggaran pemerintah. Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar.

2. Bersumber dari anggaran masyarakat. Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut.

3. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri. Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan penyakit penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya oleh organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. Misalnya bantuan dana dari luar negeri untuk penanganan HIV dan virus H5N1 .

4. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat. Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat mengakomodasi kelemahan kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan.

Terdapat 3 jenis pembiayaan kesehatan berdasarkan ideologi negara di dunia , yaitu :

1. Sosialis (welfare state). Pada negara-negara tersebut, negara mempunyai kewajiban penuh untuk memenuhi biaya kesehatan. Bisa juga disebut tanggungan negara 100%.

2. Liberalis-kapitalis. Di sini biaya kesehatan diserahkan pada mekanisme pasar atau pemerintah tidak menanggung biaya kesehatan) sehingga pelayanan kesehatan menjadi berorientasi pada keuntungan semata.

3. Kombinasi antara sosialis dan kapitalis. Biaya kesehatan pada negara yang mengacu sistem pembiayaan kombinasi ditanggung oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Berdasarkan dari jenis pembiayaan kesehatan tersebut, dapat ditentukan Indonesia mengikuti sistem kombinasi dimana pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat sama-sama menanggung beban pembiayaan kesehatan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) jauh-jauh hari telah menstandarkan anggaran pembangunan kesehatan suatu Negara pada kisaran minimal 5% dari GDP (Gross Domestic Product/Pendapatan Domestik Bruto). Pada tahun 2003, pertemuan para Bupati/Walikota se-Indonesia di Blitar telah juga menyepakati komitmen besarnya anggaran pembangunan kesehatan di daerah-daerah sebesar 15% dari APBD. Kenyataannya, Indonesia hanya mampu mematok anggaran kesehatan sebesar 2,4% dari GDP, atau sekitar 2,2-2,5% dari APBN.

Jenis pelayanan kesehatan antara lain :

1. Penataan Terpadu (managed care); Merupakan pengurusan pembiayaan kesehatan sekaligus dengan pelayanan kesehatan. Pada saat ini penataan terpadu telah banyak dilakukan di masyarakat dengan program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat atau JPKM. Managed care membuat biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan bisa lebih efisien. Persyaratan agar pelayanan managed care di perusahaan dapat berhasil baik, antara lain: a. Para pekerja dan keluarganya yang ditanggung perusahaan harus sadar bahwa kesehatannya merupakan tanggung jawab masing-masing atau tanggung jawab individu. Perusahaan akan membantu upaya untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal ini perlu untuk menghidari bahaya moral hazard b. Para pekerja harus menyadari bahwa managed care menganut sistem rujukan. c. Para pekerja harus menyadari bahwa ada pembatasan fasilitas berobat, misalnya obat yang digunakan adalah obat generik kecuali bila keadaan tertentu memerlukan life saving. d. Prinsip kapitasi dan optimalisasi harus dilakukan

2. Sistem reimbursement; Perusahaan membayar biaya pengobatan berdasarkan fee for services. Sistem ini memungkinkan terjadinya over utilization. Penyelewengan biaya kesehatan yang dikeluarkan pun dapat terjadi akibat pemalsuan identitas dan jenis layanan oleh karyawan maupun provider layanan kesehatan.

3. Asuransi; Perusahaan bisa menggunakan modal asuransi kesehatan dalam upaya melaksanakan pelayanan kesehatan bagi pekerjanya. Dianjurkan agar asuransi yang diambil adalah asuransi kesehatan yang mencakup seluruh jenis pelayanan kesehatan (comprehensive), yaitu kuratif dan preventif. Asuransi tersebut menanggung seluruh biaya kesehatan, atau group health insurance (namun kepada pekerja dianjurkan agar tidak berobat secara berlebihan).

4. Pemberian Tunjangan Kesehatan; Perusahaan yang enggan dengan kesukaran biasanya memberikan tunjangan kesehatan atau memberikan lumpsum biaya kesehatan kepada pegawainya dalam bentuk uang. Sakit maupun tidak sakit tunjangannya sama. Sebaiknya tunjangan ini digunakan untuk mengikuti asuransi kesehatan (family health insurance). Tujuannya adalah menghindari pembelanjaan biaya kesehatan untuk kepentingan lain, misalnya untuk membeli rokok, minuman beralkohol, dan hal hal lain yang malah merugikan kesehatannya.

5. Rumah Sakit Perusahaan; Perusahaan yang mempunyai pegawai berjumlah besar akan lebih diuntungkan apabila mengusahakan suatu rumah sakit untuk keperluan pegawainya dan keluarga pegawai yang ditanggungnya. Dalam praktisnya, rumah sakit ini bisa juga dimanfaatkan oleh masyarakat bukan pegawai perusahaan tersebut. Menyangkut kesehatan pegawainya, rumah sakit perusahaan harus menyiapkan rekam medis khusus, yang lebih lengkap, dan perlu dievaluasi secara periodik. Perlu diingatkan bahwa pelayanan kesehatan yang didapat dari rumah sakit perusahaan diupayakan bisa lebih baik bila dibandingkan jika dilayani oleh rumah sakit lain. Dengan demikian, pegawai perusahaan yang dirawat akan merasa puas dan bangga terhadap fasilitas yang disediakan. Rasa senang menerima fasilitas kesehatan ini akan membuahkan semangat bekerja untuk membalas jasa perusahaan yang dinikmatinya.

Hambatan Pembiayaan Kesehatan

Masalah pokok yang sering ditemui dalam pembiayaan kesehatan :

1. Kurangnya dana yang tersedia; Kurangnya dana sering terkait dengan masih kurangnya kesadaran pengambil keputusan akan pentingnya arti kesehatan. Kebanyakan pengambil keputusan menganggap pelayanan dan pemeliharaan kesehatan hanyalah beban yang bersifat konsumtif dan tidak bersifat produktif, sehingga kurang mendapat prioritas.

2. Penyebaran dana yang tidak sesuai; Perbedaan fasilitas yang diberikan kepada karyawan yang dilihat dari sudut lama masa kerja, jabatan/golongan, terkadang menimbulkan masalah tersendiri, terlebih lagi adanya kecenderungan dari karyawan dengan jabatan yang tinggi, lebih memilih dan menuntut fasilitas yang lebih baik pula.

3. Pemanfaatan dana yang tidak tepat; Selama ini banyak tumbuh sifat-sifat boros dalam pola konsumsi pelayanan kesehatan, baik dari sisi penyelenggara pelayanan kesehatan maupun dari sisi karyawan. Pihak penyedia pelayanan kesehatan akan berusaha memperbesar keuntungan dengan jalan melakukan berbagai pemeriksaan kesehatan yang berlebihan menggunakan bermacam-macam alat canggih yang ada, memperlama waktu rawat inap pengguna jasa, dan pembebanan biaya-biaya administrasi yang berlebihan. Hal ini akan menimbulkan pembengkakan terhadap biaya kesehatan yang dianggarkan.

4. Pengelolaan dana yang belum sempurna; Pengelolaan dana yang tepat dapat dan terdokumentasi dengan baik sangat membantu pelaksanaan sistem pembiayaan kesehatan yang ada, meskipun dana yang dianggarkan terbatas. Hal ini berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental pengelolanya.

5. Biaya kesehatan yang makin meningkat; Seiring dengan bertambahnya tahun, biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat. Banyak penyebab yang berperan dalam peningkatan biaya kesehatan, beberapa yang terpenting :

Tingkat Inflasi; Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang terjadi di masyarakat. Apabila terjadi kenaikan harga di masyarakat, maka secara otomatis biaya investasi dan juga biaya operasional pelayanan kesehatan akan meningkat pula, yang tentu saja akan dibebankan kepada pengguna jasa.

Tingkat Permintaan; Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat permintaan yang ditemukan di masyarakat. Untuk bidang kesehatan, tingkat permintaan itu dipengaruhi sedikitnya oleh dua faktor, yaitu meningkatnya kuantitas penduduk yang memerlukan pelayanan kesehatan, yang karena jumlahnya lebih atau bertambah banyak, maka biaya yang harus disediakan meningkat pula. Faktor kedua adalah meningkatnya kualitas penduduk. Dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang lebih baik, mereka akan menuntut penyediaan layanan kesehatan yang baik pula dan hal ini membutuhkan biaya pelayana kesehatan yang lebih baik dan lebih besar. Kedua hal tersebut tentu saja akan sangat mempengaruhi besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pelayanan dan pemeliharaan kesehatan.

Kemajuan Ilmu dan Teknologi; Sejalan dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan (penggunaan peralatan kedokteran yang modern dan canggih) memberikan konsekuensi tersendiri, yaitu tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam berinvestasi. Hal ini membawa akibat dibebankannya biaya investasi dan operasional tersebut pada pemakai jasa pelayanan kesehatan.

Perubahan Pola Penyakit; Meningkatnya biaya kesehatan juga dipengaruhi adanya perubahan pola penyakit, yang bergeser dari penyakit yang sifatnya akut menjadi penyakit yang bersifat kronis. Dibandingkan dengan berbagai penyakit akut, perawatan berbagai penyakit kronis ternyata lebih lama. Akibatnya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan penyembuhan penyakit ini akan lebih besar. Hal ini akan sangat mempengaruhi tingginya biaya kesehatan.

Perubahan Pola Pelayanan Kesehatan; Perubahan pola pelayanan kesehatan ini terjadi akibat perkembangan keilmuan dalam bidang kedokteran sehingga terbentuk spesialisasi dan subspesialisasi yang menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak (fragmented health service) dan satu sama lain seolah tidak berhubungan. Akibatnya sering terjadi tumpang tindih atau pengulangan metoda pemeriksaan yang sama dan pemberian obat-obatan yang dilakukan pada seorang pasien, yang tentu berdampak pada semakin meningkatnya beban biaya yang harus ditanggung oleh pasien selaku pengguna jasa layanan kesehatan ini. Selain itu, dengan adanya pembagian spesialisasi dan subspesialisasi tenaga pelayanan kesehatan, menyebabkan hari perawatan juga akan meningkat.

Perubahan Pola Hubungan Dokter-Pasien; Sistem kekeluargaan yang dulu mendasari hubungan dokter-pasien seakan sirna. Dengan adanya perkembangan spesialisasi dan subspesialisasi serta penggunaan berbagai peralatan yang ditunjang dengan kemajuan ilmu dan Teknologi, mengakibatkan meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien, hal ini tentu saja membuat pasien menuntut adanya kepastian pengobatan dan penyembuhan dari penyakitnya. Hal ini diperberat dengan semakin tingginya tingkat pendidikan pasien selaku pengguna jasa layanan kesehatan, yang menddorong semakin kritisnya pemikiran dan pengetahuan mereka tentang masalah kesehatan. Hingga bila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan yang timbul selama masa pearwatan atau pengobatan, dapat menimbulkan perselisihan yang cukup besar dan dapat mendorong munculnya sengketa bahkan tuntutan hokum ke pengadilan. Hal tersebut diatas mendorong para dokter sering melakukan pemeriksaan yang berlebihan (over utilization), demi kepastian akan tindakan mereka dalam melakukan pengobatan dan perawatan, dan juga dengan tujuan mengurangi kemungkinan kesalahan yang dilakukan dalam mendiagnosa penyakit yang diderita pasiennya. Konsekuensi yang terjadi adalah semakin tingginya biaya yang dibutuhkan oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Upaya lain yang sering dilakukan para dokter dalam melindungi dirinya terhadap tuntutan yang mungkin terjadi, dengan cara mengasuransikan praktek kedokterannya. Dengan semakin seringnya tuntutan hokum atas diri dokter menyebabkan premi yang harus dibayar meningkat dari tahun ke tahun, dengan dampak semakin meningkatnya biaya pelayanan kesehatan yang diajukan.

Lemahnya Mekanisme Pengendalian Biaya; Kurangnya peraturan perundang-undangan yang ditetapkan untuk mengatur dan membatasi pemakaian biaya pelayanan kesehatan menyebabkan pemakaiannya sering tidak terkendali, yang akhirnya akan membebani penanggung (perusahaan) dan masyarakat secara keseluruhan.

Penyalahgunaan Asuransi Kesehatan; Asuransi kesehatan (health Insurance) sebenamya merupakan salah satu mekanisme pengendalian biaya kesehatan, sesuai dengan anjuran yang diterapkan oleh pemerintah. Tetapi jika diterapkan secara tidak tepat sebagaimana yang lazim ditemukan pada bentuk yang konvensional (third party system) dengan sistem mengganti biaya (reimbursement) justru akan mendorong naiknya biaya kesehatan.

ASURANSI KESEHATAN

Definisi Asuransi Kesehatan

Health Insurance: The payment for the excepted costs of a group resulting from medical utilization based on the excepted expense incurred by the gro up. The payment can be based on community or experience rating.

Definisi di atas ada beberapa kata kunci yaitu :

a. Ada pembayaran, yang dalam istilah ekonomi ada suatu transaksi dengan pengeluaran sejumlah uang yang disebut premi. b. Ada biaya, yang diharapkan harus dikeluarkan karena penggunaan pelayanan medik.

c. Pelayanan medik tersebut didasarkan pada bencana yang mungkin terjadi yaitu sakit.

d. Keadaan sakit merupakan sesuatu yang tidak pasti (uncertainty), tidak teratur dan mungkin jarang terjadi. Tetapi bila peristiwa tersebut benar-benar terjadi, implikasi biaya pengobatan dapat demikian besar dan membebani ekonomi rumah tangga. Kejadian sakit yang mengakibatkan bencana ekonomi bagi pasien atau keluarganya biasa disebut atastrophic illness.

Manfaat Asuransi Kesehatan

Ada beberapa manfaat asuransi kesehatan selain mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan antara lain :

Asuransi merubah peristiwa tidak pasti menjadi pasti dan terencana

Asuransi membantu mengurangi r isiko perorangan ke risiko sekelompok orang dengan cara perangkuman risiko (risk pooling). Dengan demikian terjadi subsidi silang; yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit, yang kaya membantu yang miskin.Jenis Asuransi Kesehatan

Keberhasilan penyelenggaraan asuransi kesehatan di suatu negara sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta jenis asuransi yang dijalankan, baik satu jenis ataupun gabungan serta modifikasi berbagai jenis asuransi yang ada.

Azwar A (1996) membagi jenis asuransi berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki, sedangkan Thabrany H (1998) membagi atas berbagai model berdasarkan hubungan ketiga komponen asuransi yaitu peserta, penyelenggara pelayanan kesehatan serta badan/perusahaan asuransi.

Berdasarkan pendapat tersebut, secara garis besar ada beberapa jenis asuransi:1. Ditinjau dari hubungan ketiga komponen asuransi

a. Asuransi tripartied; apabila ketiga komponen asuransi terpisah satu sama lain dan masing-masing berdiri sendiri.

b. Asuransi bipartied; Penyedia Pelayanan Kesehatan dapat merupakan milik atau dikontrol oleh perusahaan asuransi.

2. Ditinjau dari jumlah peserta

Ditinjau dari jumlah peserta, asuransi kesehatan dibedakan atas:

a. Asuransi kesehatan individu jika pesertanya perorangan.

b. Asuransi kesehatan keluarga jika pesertanya satu keluarga.

c. Asuransi kesehatan kelompok jika pesertanya satu kelompok.

3. Ditinjau dari keikutsertaan anggota

Ditinjau dari keikutsertaan anggota, asuransi kesehatan dibedakan atas:

a. Asuransi kesehatan wajib (Compulsory Health Insurance)

Yaitu asuransi kesehatan yang wajib diikuti oleh suatu kelompok tertentu misalnya dalam suatu perusahaan atau suatu daerah bahkan suatu negara.

b. Asuransi kesehatan sukarela (Voluntary Health Insurance)

Yaitu asuransi kesehatan yang keikutsertaannya tidak wajib tetapi diserahkan kepada kemauan dan kemampuan masing-masing.

4. Ditinjau dari kepemilikan badan penyelenggara

Ditinjau dari kepemilikan bada n penyelenggara, asuransi kesehatan dibagi atas:

a. Asuransi kesehatan pemerintah (Government Health Insurance) yaitu asuransi kesehatan milik pemerintah atau pengelolaan dana dilakukan oleh pemerintah. Keuntungan yang diperoleh khususnya bagi masyarakat kurang mampu karena mendapat subsidi dari pemerintah. Di lain pihak, biasanya mutu pelayanan kurang sempurna sehingga masyarakat merasa tidak puas.b. Asuransi kesehatan swasta (Private Health Insurance) yaitu asuransi kesehatan milik swasta atau pengelolaan dana dilakukan oleh suatu badan swasta. Keuntungan yang diperoleh biasanya mutu pelayanan relatif lebih baik, sedangkan kerugiannya sulit dilakukan pengamatan terhadap penyelenggaranya.

5. Ditinjau dari peranan badan penyelenggara asuransi

Ditinjau dari peranan badan penyelenggara asuransi, asuransi kesehatan dibagi atas:

a. Hanya bertindak sebagai pengelola dana

Bentuk ini berkaitan dengan model tripartied, merupakan bentuk klasik dari asuransi kesehatan. Bentuk ini akan merugikan atau menguntungkan tergantung dari kombinasi deng an sistem pembayaran yang dijalankan. Jika dikombinasikan dengan reimbursment, akan merugikan. Sebaliknya jika dikombinasi dengan prepayment akan menguntungkan.

b. Badan penyelenggara asuransi juga bertindak sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan.

Jenis ini sesuai dengan bentuk bipartied, keuntungan yang diperoleh adalah pengamatan terhadap biaya kesehatan dapat ditingkatkan sehingga terjadi penghematan. Kerugiannya pelayanan kesehatan yang diberikan tergantung dari badan penyelenggara bukan kebutuhan masyarakat.

6. Ditinjau dari jenis pelayanan yang ditanggung

Ditinjau dari jenis pelayanan yang ditanggung, asuransi kesehatan dapat dibedakan atas:

a. Menanggung seluruh jenis pelayanan kesehatan, baik pengobatan (kurative), pemulihan (rehabilitative), peningkatan (promotive) maupun pencegahan (preventive). Dengan demikian pelayanan yang diberikan bersifat menyeluruh (comprehensive) dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan peserta sehingga peserta jarang sakit dan secara timbal balik akan menguntungkan badan penyelenggara asuransi.b. Menanggung sebagian pelayanan kesehatan, biasanya yang membutuhkan biaya besar misalnya perawatan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang biayanya kecil misalnya pelayanan kesehatan di puskesmas.

7. Ditinjau dari jumlah dana yang ditanggung

Ditinjau dari jumlah dana yang ditanggung, asuransi kesehatan dibagi atas:

a. Seluruh biaya kesehatan yang diperlukan ditanggung oleh badan penyelenggara. Keadaan ini dapat mendorong pemanfaatan yang berlebihan oleh peserta terutama bila keadaan peserta kurang.

b. Hanya sebagian biaya kesehatan yang ditanggung oleh badan penyelenggara.

Dengan cara ini dapat mengurangi pemanfaatan yang berlebihan atau moral hazard ditinjau dari pihak peserta karena peserta asuransi harus memberikan kontribusi yang telah ditetapkan bila memakai layanan kesehatan (cost sharing).

8. Ditinjau dari cara pembayaran kepada penyelenggara pelayanan kesehatan Ditinjau dari cara pembayaran kepada penyelenggara pelayanan kesehatan, asuransi kesehatan terbagi atas:

a. Pembayaran berdasarkan jumlah kunjungan peserta yang memanfaatkan pelayanan kesehatan (reimbursment). Dengan demikian jumlah peserta berbanding lurus dengan jumlah uang yang diterima oleh penyelenggara pelayanan kesehatan.

b. Pembayaran berdasarkan kapitasi yaitu berdasarkan jumlah anggota/penduduk yang dilayani, berdasarkan konsep wilayah.

9. Ditinjau dari waktu pembayaran terhadap PPK

Ditinjau dari waktu pembayaran terhadap PPK, asuransi kesehatan terbagi atas:a. Pembayaran setelah pelayanan kesehatan selesai diselenggarakan (Retrospective Payment), biasanya dihitung berdasarkan service by service atau patient by patient.

b. Pembayaran di muka (pre payment) yaitu diberikan sebelum pelayanan diselenggarakan, biasanya perhitungan berdasarkan kapitasi dengan pelayanan komprehensif dengan tujuan penghematan dan mengurangi moral hazard dari penyelenggara pelayanan kesehatan.

10. Ditinjau dari jenis jaminan

Ditinjau dari jenis jaminan, asuransi kesehatan dibagi atas:

a. Jaminan dengan uang, yaitu asuransi yang membayar dengan mengganti biaya pelayanan yang diberikan.

b. Jaminan yang diberikan tidak berupa uang (Managed Care), contohnya: JPKM, Askes.JAMKESMAS

Definisi

JAMKESMAS adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.

Tujuan Penyelenggaraan JAMKESMAS

Tujuan Umum

Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.

Tujuan Khusus

Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit

Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin

Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel

Sasaran

Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.

Syarat Peserta JAMKESMAS

Sasaran JAMKESMAS adalah keluarga miskin indonesia, tidak termasuk yang memiliki jaminan kesehatan lain. Menurut BPS, kriteria suatu keluarga dikatakan miskin atau tidak mampu, apabila:1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/tembok tanpa plester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lainnya.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/sungai/air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu/arang/minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas atau poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: Petani dengan luas lahan 0.5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000,-.

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000,- seperti: Sepeda motor (kredit/non kredit), emas, tenak, kapal motor atau barang modal lainnya.

Bila terpenuhi 9 dari 14 kriteria ini, maka sudah dianggap tidak mampu dan akan mendapat kartu JAMKESMAS

Dalam menetapkan jumlah sasaran, pemerintah mengambil data dari BPS. Adapun kriteria penduduk miskin yang ditetapkan BPS adalah semua penduduk yang ada dibawah garis kemiskinan. Adapun batasan garis kemiskinan ini diukur berdasar jumlah pendapatan perkapita perpenduduk. Karena sulit untuk menentukan jumlah pendapatan bersih dari seseorang/keluarga. Akhirnya, BPS menentukan standart garis kemiskinan berdasarkan jumlah minimum pengeluaran yang dikeluarkan tidap orang untuk dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan bahwa kategori miskin adalah mereka dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan sebesar Rp211.726 atau sekitar Rp7000 per hari. Jumlah ini meningkat dibandingkan kategori miskin tahun 2009 per Maret yang tercatat sebesar Rp200.262 per bulan. Angka ini diukur dari jumlah pengeluaran minimal yang harus dikeluarga setiap orang untuk memenuhi kebutuhan untuk pembayaran komiditi makanan dan non-makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Karena standart hidup dan harga barang pokok yang berbeda-beda diberbagai daerah di Indonesia, penentuan kriteria minimal untuk pengeluaran perkapita bisa berbeda-beda pada tiap daerah di Indonesia. Contohnya, untuk Kota Jakarta garis kemiskinan hanya Rp 295.267 per kapita per bulan, Bandung Rp 243.216/blan, dan Surabaya Rp 225.738/blan. Tapi secara umum dipakai kriteria pengeluaran perkapita perbulan sebesar Rp. 211. 726/bulan.

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, BPS kemudian mendata jumlah penduduk miskin di Indonesia. Data terakhir untuk jumlah penduduk miskin per Maret 2010 yang ditetapkan BPS adalah sebesar 31,02 juta atau sekitar 13,33 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada Maret 2010 ini. Jumlah penduduk miskin ini turun sekitar 1,51 juta jiwa bila dibandingkan periode sama tahun 2009 lalu.

Dari data tersebut, selanjutnya BPS bersama Kementerian Kesehatan menetapkan jumlah keluarga miskin yang masuk menjadi keluarga penerima JAMKESMAS. Selanjutnya, Kementerian Kesehatan akan menentukan kuota penerima JAMKESMAS untuk masing-masing kabupaten/kota diseluruh Indonesia.

Berdasarkan Kuota Kabupaten/kota sebagaimana butir 2 diatas, Bupati/Walikota menetapkan peserta JAMKESMAS Kabupaten/Kota dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk Keputusan Bupati/Walikota. Apabila jumlah peserta JAMKESMAS yang ditetapkan Bupati/Walikota melebihi dari jumlah kuota yang telah ditentukan, maka menjadi tanggung jawab Pemda setempat.

Bagi Kabupaten/kota yang telah menetapkan peserta JAMKESMAS lengkap dengan nama dan alamat peserta serta jumlah peserta JAMKESMAS yang sesuai dengan kuota, segera dikirim daftar tersebut dalam bentuk dokumen elektronik (soft copy) dan dokumen cetak (hard copy) kepada :

a. PT Askes (Persero) setempat untuk segera diterbitkan dan di distribusikan kartu ke peserta, sebagai bahan analisis dan pelaporan.

b. Rumah sakit setempat untuk digunakan sebagai data peserta JAMKESMAS yang dapat dilayani di Rumah Sakit, bahan pembinaan, monitoring dan evaluasi, pelaporan dan sekaligus sebagai bahan analisis.

c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Tim Pengelola JAMKESMAS Kabupaten/Kota setempat sebagai bahan pembinaan, monitoring dan evaluasi, pelaporan dan bahan analisis.

d. Dinas Kesehatan Propinsi atau Tim Pengelola JAMKESMAS Propinsi setempat sebagai bahan kompilasi kepesertaan, pembinaan, monitoring, evaluasi, analisis, pelaporan serta pengawasan.

e. Departemen Kesehatan RI, sebagai database kepesertaan nasional, bahan dasar verifikasi Tim Pengelola Pusat, pembayaran klaim Rumah Sakit, pembinaan, monitoring, evaluasi, analisis, pelaporan serta pengawasan.

Selanjutnya, PT ASKES Persero menerbitkan kartu jamkesmas berdasarkan data yang diberikan Pemda. Kartu kemudian dibagikan kepada semua penduduk miskin.

Bagi penduduk miskin yang belum memiliki kartu JAMKESMAS karena tidak terdaftar sebagai penduduk miskin karena tidak memiliki identitas, misalnya gelandangan, pengemis, dan anak terlantar. Mereka akan didata oleh Dinas Sosial masing-masing daerah yang kemudian akan dikoordinasikan kepada Pemda dan pihak askes untuk dikoordinasikan agar dapat mendapat kartu JAMKESMAS. Selain itu, bagi rakyat miskin yang tidak memiliki kartu dan datang beobat ke RS. Pihak rumah sakit memiliki hak dan tanggung jawab untuk melaporkan keadaan ekonomi pasien kepada pihak Dinas Sosial untuk didata sehingga dapat memperoleh JAMKESMAS.

Hak-Hak Peserta JAMKESMASPelayanan kesehatan yang dapat diperoleh peserta JAMKESMAS antara lain:

1. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan Jaringannya

a. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada Puskesmas dan jaringannya baik dalam maupun luar gedung meliputi pelayanan :

Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan

Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)

Tindakan medis kecil

Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/ tambal

Pemeriksaan ibu hamil/nifas/menyusui, bayi dan balita

Pelayanan KB dan penanganan efek samping (alat kontrasepsi disediakan BKKBN)

Pemberian obat.

b. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada Puskesmas Perawatan meliputi pelayanan :

Akomodasi rawat inap

Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan

Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)

Tindakan medis kecil

Pemberian obat

Persalinan normal dan dengan penyulit (PONED)

c. Persalinan normal yang dilakukan di Puskesmas non-perawatan/bidan di desa/Polindes/dirumah pasien/praktek bidan swasta.

d. Pelayanan gawat darurat (emergency). Kriteria/diagnosa gawat darurat, sebagaimana terlampir.

2. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM:

a. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada Puskesmas yang menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialis RS Pemerintah, BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM meliputi:

Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum

Rehabilitasi medik

Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik

Tindakan medis kecil dan sedang

Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan

Pelayanan KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca persalinan/ keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya (alat kontrasepsi disediakan oleh BKKBN)

Pemberian obat yang mengacu pada Formularium Rumah Sakit

Pelayanan darah

Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit

b. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III RS Pemerintah, meliputi :

Akomodasi rawat inap pada kelas III

Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan

Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.

Tindakan medis

Operasi sedang dan besar

Pelayanan rehabilitasi medis

Perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU)

Pemberian obat mengacu Formularium RS program ini

Pelayanan darah

Bahan dan alat kesehatan habis pakai

Persalinan dengan risiko tinggi dan penyulit (PONEK)

c. Pelayanan gawat darurat (emergency) kriteria gawat darurat, sebagaimana terlampir

3. Pelayanan yang Dibatasi (Limitation)

a. Kacamata diberikan dengan lensa koreksi minimal +1/-1 dengan nilai maksimal Rp.150.000 berdasarkan resep dokter.

b. Intra Ocular Lens (IOL) diberi penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata, berdasarkan harga yang paling murah dan ketersediaan alat tersebut di daerah.

c. Alat bantu dengar diberi penggantian sesuai resep dari dokter THT, pemilihan alat bantu dengar berdasarkan harga yang paling murah dan ketersediaan alat tersebut di daerah.

d. Alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda, dan korset) diberikan berdasarkan resep dokter dan disetujui Direktur Rumah Sakit atau pejabat yang ditunjuk dengan mempertimbangkan alat tersebut memang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi dalam aktivitas sosial peserta tersebut. Pemilihan alat bantu gerak berdasarkan harga yang paling efisien dan ketersediaan alat tersebut di daerah.

e. Pelayanan penunjang diagnostik canggih. Pelayanan ini diberikan hanya pada kasus-kasus life-saving dan kebutuhan penegakkan diagnosa yang sangat diperlukan melalui pengkajian dan pengendalian oleh Komite Medik.

4. Pelayanan yang Tidak Dijamin (Exclusion)

a. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan

b. Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika

c. General check up

d. Prothesis gigi tiruan.

e. Pengobatan alternatif (antara lain akupunktur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah

f. Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi.

g. Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam

h. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosialProsedur Pelayanan Peserta JAMKESMAS

Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut:

1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke Puskesmas dan jaringannya.

2. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu yang keabsahan kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat miskin yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. Penggunaan SKTM hanya berlaku untuk setiap kali pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan lanjutan terkait dengan penyakitnya (ketentuan kesepertaan, lihat pada bab III )

3. Apabila peserta JAMKESMAS memerlukan pelayanan kesehatan rujukan, maka yang bersangkutan dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan disertai surat rujukan dan kartu peserta yang ditunjukkan sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus emergency

4. Pelayanan rujukan sebagaimana butir ke-3 (tiga) diatas meliputi:

a. Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit, BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM. b. Pelayanan Rawat Inap kelas III di Rumah Sakit

c. Pelayanan obat-obatan

d. Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik

5. Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan Surat Keabsahan Peserta (SKP), dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan

6. Untuk memperoleh pelayanan rawat inap di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan SKP dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan rawat inap.

7. Pada kasus-kasus tertentu yang dilayani di IGD termasuk kasus gawat darurat di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan surat keabsahan peserta. Bagi pasien yang tidak dirawat prosesnya sama dengan proses rawat jalan, sebaliknya bagi yang dinyatakan rawat inap prosesnya sama dengan proses rawat inap sebagaimana item 5 dan 6 diatas.

8. Bila peserta tidak dapat menunjukkan kartu peserta atau SKTM sejak awal sebalum mendapatkan pelayanan kesehatan, maka yang bersangkutan diberi waktu maksimal 2 x 24 jam hari kerja untuk menunjukkan kartu tersebut. Pada kondisi tertentu dimana ybs belum mampu menunjukkan identitas sebagaimana dimaksud diatas maka Direktur RS dapat menetapkan status miskin atau tidak miskin yang bersangkutan.

Keterangan

1. Yang dimaksud pada kondisi tertentu pada butir 8 diatas meliputi anak terlantar, gelandangan, pengemis, karena domisili yang tidak memungkinkan segera mendapatkan SKTM. Pelayanan atas anak terlantar, gelandangan, pengemis dibiayai dalam program ini.

2. Selama tenggang waktu 2 x 24 jam hari kerja pasien miskin belum mampu menunjukan identitas miskinnya, pasien tersebut tidak boleh dibebankan biaya dan seluruh pembiayaannya menjadi beban Rumah Sakit dan untuk selanjutnya di klaimkan ke Departemen Kesehatan.

3. Bagi sarana pelayanan kesehatan penerima rujukan, wajib memberikan jawaban atas pelayanan rujukan (Rujukan Balik) ke sarana pelayanan kesehatan yang merujuk disertai keterangan kondisi pasien dan tindak lanjut yang harus dilakukan

Organisasi JAMKESMASPengorganisasi dalam JAMKESMAS terdiri dari Tim Pengelola dan Tim Koordinasi.

Tim Pengelola JAMKESMAS

Tim ini melaksanakan pengelolaan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin meliputi kegiatan-kegiatan: manajemenn kepesertaan, pelayanan, keuangan, perencanaan dan SDM, informasi, hukum dan organisasi, serta telaah hasil veirifikasi.

Tim ini bersifat internal lintas program di Departemen Kesehatan/Pusat dan Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota.Tim Pengelola terdiri dari 3 tim dari tingkat tertinggi sampai terendah, yaitu :1. Tim Pengelola JAMKESMAS Pusat

Tim ini dibentuk oleh Menteri Kesehatan, terdiri dari penanggung jawab (menteri kesehatan), pengarah (pejabat eselon 1 diketuai oleh Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI), pelaksana dan secretariat .

Tugas

Penetapan kebijakan operasional dan teknis, pelaksana program JAMKESMAS

Menyusun pedoman teknis pelaksanaan, penataan sasaran, penataan sarana pelayanan kesehatan (pemberi pelayanan kesehatan)

Melaksanakan pertemuan berkala dengan pihak terkait dalam rangka evaluasi penyelenggaraan program

Melakukan telaah hasil verifikasi, otorisasi, dan realisasi pembayaran klaim

Melakukan pembinaan, pengawasan, dan menyusun laporan pelaksanaan2. Tim Pengelola JAMKESMAS Propinsi

Dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehata Propinsi, terdiri dari 1 orang penanggung jawab yang dijabat oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, 1 orang koordinator operasional dan 2 orang staff yang membidangi kepesertaan, pelayanan, keuangan dan administratif.

Tugas

Mengkoordinasi pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin sesuai kebijakan yang sudah ditetapkan

Melakukan koordinasi dengan pihak terkait dalam penyelenggaraan program JAMKESMAS

Melakukan verifikasi, pemantauan dan evaluasi

Melakukan analisis aspek kendali biaya dan kendali mutu

Menyampaikan laporan pengelolaan penyelenggaraan program JAMKESMAS3. Tim Pengelola JAMKESMAS Kabupaten/Kota

Dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, terdiri dari 1 orang penaggung jawab yang dijabat oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, 1 orang coordinator operasional, 3 orang staff yang membidangi kepesertaan, pelayanan, keuangan dan administratif dan 1 di antaranya ditugaskan sebagai koordinator verifikator, serta pelaksana verifikasi sesuai kebutuhan.

Tugas

Melakukan manajemen kepesertaan, manajemen pelayanan kesehatan, manajemen keuangan

Mengkoordinasikan pelaksanaan verifikasi di PPK

Menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Menteri Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Propinsi setempat.

Tim Koordinasi JAMKESMAS

Tim ini melaksanakan koordinasi penyelenggaraan JAMKESMAS miskin yang melibatkan lintas sektor dan stakeholder terkait dalam berbagai kegiatan seperti koordinasi, sinkronisasi, pembinaan, pengendalian dan lain-lain.1. Tim Koordinasi JAMKESMAS Pusat

Tim ini dibentuk oleh Menteri Kesehatan dan terdiri dari pelindung, ketua dan anggota serta secretariat. Tim koordinasi bersifat lintas sektor terkait, diketuai oleh Sekretaris Utama Kementrian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat dengan anggota terdiri dari Pejabat Eselon I Departemen terkait dan unsure lainnya.

Tugas

Menetapkan arah kebijakan koordinasi dan sinkronisasi Program JAMKESMAS

Melakukan pembinaan dan pengendalian program

2. Tim Koordinasi JAMKESMAS Propinsi

Dibentuk oleh Gubernur dan terdiri dari pelindnung, ketua dan anggota serta sekretariat. Tim koordinasi bersifat lintas sektor terkait dalam pelaksanaan program JAMKESMAS, diketuai oleh Sekretaris Daerah Propinsi dengan anggota terdiri dari pejabat terkait.

Tugas

Menetapkan arah kebijakan koordinasi dan sinkronisasi program JAMKESMAS yang tetap mengacu pada kebijakakan pusat

Melakukan pembinaan dan pengendalian program

3. Tim Koordinasi Kabupaten/Kota

Dibentuk oleh Bupati/Walikota dan terdiri dari pelindung, ketua dan anggota serta sekretariat. Tim koordinasi bersifat lintas sektor terkait dalam pelaksanaan program JAMKESMAS, diketuai oleh Sekretaris Daerah Kabupaten atau kota dengan anggota terdiri dari pejabat terkait.Tugas

Menetapkan arah kebijakan koordinasi dan sinkronisasi Program JAMKESMAS Tingkat Kabupaten/Kota

Melakukan pembinaan dan pengendalian Program JAMKESMAS Tingkat Kabupaten/Kota.

PELAKSANA VERIFIKASI DI KABUPATEN/KOTA

Dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan berdasarkan usul Kepala Dinas Kabupaten/Kota menetapkan Pelaksana Verifikasi.

Tugas

Melaksanakan verifikasi administrasi kepesertaan

Melaksanakan verifikasi administrasi pelayanan

Melaksanakan verifikasi administrasi pembiayaan

Fungsi

Mengecek kebenaran dokumen identitas peserta program JAMKESMAS

Memastikan adanya Surat Rujukan dari PPK

Memastikan dikeluarkannya Surat Keabsahan Peserta (SKP)

Memastikan dikeluarkannya data entry rekap pengajuan klaim oleh petugas RS sesuai dengan format pengajuan klaim

Mengecek kebenaran penulisan paket/diagnosa, prosedur, No. kode

Mengecek kebenaran besar tarif sesuai paket/diagnose, prosedur, No. kode.

Memastikan formulir pengajuan klaim disetujui penanggung jawab PPK

Mengirim rekapitulasi pengajuan klaim yang ditandatangani oeh direktur RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM ke Depkes, tembusan Tim Pengelola Kabupaten/Kota

Membuat laporan rekapitulasi klaim dan realisasi pembayaran klaim RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM ke Tim Pengelola Pusat, Propinsi, Kabupaten/KotaPT. ASKES (PERSERO)

PT Askes (Persero) atas penugasan Menteri Kesehatan, melaksanakan tugas-tugas manajemen kepesertaan didukung dengan jaringan kantor terdiri atas :

PT. Askes (Persero)

PT. Askes (Persero) Regional PT. Askes (Persero) Cabang dan Area Asisten Manajer (AAM)

Tugas

1) Melakukan penatalaksanaan kepesertaan meliputi :

a. Melakukan advokasi kepada Bupati/Walikota untuk :

i. Menetapkan sasaran bagi daerah yang belum menetapkan SK Bupati/Walikota dengan identitas peserta

ii. Melakukan updating data sebagai sumber data tahun selanjutnya bagi daerah yang sudah menetapkasn SK Bupati/Walikota

iii. Memberikan penjelasan tentang risiko kelebihan jumlah dari kuota yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota dan Departemen Kesehatan.

b. Membuat database kepesertaan sesuai SK Bupati/Walikota terbaru

c. Mendistribusikan database kepesertaan kepada RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM, Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota dan Departemen Kesehatan

d. Pencetakan blanko kartu, entry, penerbitan, dan distribusi kartu sampai kepada peserta

e. Melakukan analisis kepesertaan berdasarkan aspek demografi (umur dan jenis kelamin)

2) Melakukan penatalaksanaan pelayanan meliputi :

a. Melakukan verifikasi kepesertaan untuk RJTL, IGD dan RITL

b. Melakukan telaah utilisasi kepesertaan3) Melakukan penatalaksanaan organisasi dan manajemen kepesertaan meliputi :

a. Melakukan penanganan keluhan yang berkaitan dengan kepesertaan

b. Melakukan pengelolaan dan analisis data kepesertaan

c. Melakukan pelaporan manajemen kepesertaan dan lainnya yang keseluruhan yang menjadi beban tugasnyaKEPUSTAKAANAzrul A., 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta.Departemen Kesehatan RI, 2009, Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas, Departemen Kesehatan, Jakarta.Depkes RI, 2009, Petunjuk Tekhnis Program Jamkesmas, Departemen Kesehatan, Jakarta.iv