laporan tutorial skenario a blok 11
DESCRIPTION
nmbgkabgam amnga,nbTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat- Nya lah, kami dapat
menyelesaikan laporan tutorial dengan skenario Blok 11 ini dengan baik dan tepat waktu.
Laporan tutorial ini disusun dalam rangka memenuhi tugas blok 11 yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada;
Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan dalm
penyusunan laporan ini
Pembimbing kami, dr. Arisman, M.B., M.Kes yang telah membimbing
kami dalam proses tutorial
Teman-teman yang telah menyediakan waktu,tenaga dan pikirannya
untuk merampungkan tugas tutorial ini dengan baik.
Orang tua yang telah menyediakan fasilitas dan materi yang
memudahkan dalam penyusunan laporan ini.
Saya menyadari, tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat saya harapkan agar bermanfaat bagi revisi
tugas ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran selanjutnya dan bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Palembang, 3 Oktober 2013
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. 2
DATA TUTORIAL…………........……………………………………………………… 3
A. Skenario A .......………….…………………………………………………… 3
B. Klarifikasi Istilah ...........……………………………………………………… 4
C. Identifikasi Masalah...........…………………………………………………… 4
D. Analisis Masalah ...............................……………………............................. 5
E. Keterkaitan Antar Masalah...……………………………..…………………… 16
F. Learning Issue...…………………………………………………………........ 16
G. Sintesis Masalah …........................................................................................ 17
H. Kerangka Konsep ………………………………………………………………
I. KESIMPULAN …………………………………….………………………… 38
J. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 38
DATA TUTORIAL2
Tutorial Skenario Blok 11 Tahun 2013
Tutor : dr. Arisman, M.B., M.Kes
Moderator : Rolando Agustian Halim
Sekretaris : Ridha Rana Atisatya
Waktu : Senin, 1 Oktober 2013
Rabu, 3 Oktober 2013
A. SkenarioTn. S usia 17 tahun, beralamat di kelurahan Tangga Buntung, datang ke IRD RSMH
dengan keluhan utama demam tinggis sejak 1 minggu yang lalu.
Sejak 1 minggu yang lalu penderita mengeluh demam tinggi dan meningkat perlahan-
lahan pada sore hari hingga malam hari, disertai sakit kepala, mual dan muntah, serta
tidak napsu makan. Penderita juga mengeluh nyeri di perut kanan bawah disertai sulit
buang air besar sejak 4 hari yang lalu. Tiga hari sebelum sakit penderita mengaku makan
siang di warung pinggir jalan yang dekat dengan tempat pengumpulan sampah
sementara.
Pemerikasaan Fisik
Keadaan umum tampak sakit sedang, sensorium compos mentis, tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 80x/menit, frekuensi napas 24x/menit, suhu 40oC
Kepala: konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-), lidah: tampak selaput, kotor di tengah,
hiperemis di pinggir dan ujung serta tremor.
Leher: dalam batas normal
Abdomen: defans muscular (-), hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, lien teraba
Schuffner 1
Pemeriksaan Penunjang
Hb: 10gr%, WBC: 3.000 mm3, trombosit 184.000 mm3, LED: 40mm/jam, hitung jenis:
0/0/2/76/16/6, Widal titer O:1/640, H:1/320
B. Klarifikasi Istilah3
1. Hiperemis
2. Tremor
3. Defans muscular
4. LED
5. Widal titer
6. Hitung jenis
Pembengkakan ekses darah pada tubuh tertentu
Gemetar atau menggigil yang involunter
Nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukan
adanya rangsangan peritoneum parietal
Laju endap darah (eritrosite sedimentation rate), suatu cara
pengukuran dengan memasukan darah ke dalam tabung
khusus selama 1 jam, makin banyak sel darah yang
mengendap, maka makin tinggi LED
Tes serologi yang digunakan untuk mendeteksi Salmonella
thypii/mendiagnosa demam thypoid
Pemeriksaan jumlah realtif atau presentasi dari masing-
masing jenis sel leukosit: eusinofil, basophil, neutrophil
batang, neutrophil segmen, limfosit, dan monosit
C. Identifikasi Masalah
No Kalimat Masalah Konsen
1 Tn. S usia 17 tahun, beralamat di kelurahan Tangga Buntung, datang ke IRD
RSMH dengan keluhan utama demam tinggi sejak 1 minggu yang lalu, dimana
demamnya meningkat perlahan-lahan pada sore hari hingga malam hari, disertai
sakit kepala, mual dan muntah, serta tidak napsu makan
VVV
2 Penderita juga mengeluh nyeri di perut kanan bawah disertai sulit buang air besar
sejak 4 hari yang laluVV
3 Tiga hari sebelum sakit penderita mengaku makan siang di warung pinggir jalan
yang dekat dengan tempat pengumpulan sampah sementara.VV
4 Pemerikasaan Fisik
Keadaan umum tampak sakit sedang, sensorium compos mentis, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 80x/menit, frekuensi napas 24x/menit, suhu 40oC
Kepala: konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-), lidah: tampak selaput, kotor di
tengah, hiperemis di pinggir dan ujung serta tremor.
Leher: dalam batas normal
Abdomen: defans muscular (-), hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, lien
teraba Schuffner 1
V
5 Pemeriksaan Penunjang V
4
Hb: 10gr%, WBC: 3.000 mm3, trombosit 184.000 mm3, LED: 40mm/jam, hitung
jenis: 0/0/2/76/16/6, Widal titer O:1/640, H:1/320
D. Analisis Masalah1. Tn. S usia 17 tahun, beralamat di kelurahan Tangga Buntung, datang ke IRD RSMH
dengan keluhan utama demam tinggi sejak 1 minggu yang lalu, dimana demamnya
meningkat perlahan-lahan pada sore hari hingga malam hari, disertai sakit kepala,
mual dan muntah, serta tidak napsu makan.
a. Apa saja jenis-jenis demam?
- Demam septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi
hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
- Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tecatat
dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat
pada demam septik.
- Demam intermiten
Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari
sekali diebut tersiana dan bila terjadi bebas demam di antara dua serangan
demam disebut kuartana.
- Demam kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari
satu derajat. Pada tingkat yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
- Demam siklik
5
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Berdasarkan ke-5 kategori demam pada skenario tergolong pola demam
remiten, karena suhu badan Nn.C dapat turun setiap harinya, tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal.
b. Bagaimana mekanisme dari gejala yang dialami Tuan. S?
- Demam yang meningkat perlahan-lahan pada sore hingga malam hari
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari
luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk
mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu
pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan
oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang
merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen
endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen
ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain
juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi. Kuman salmonella
yang berada di sirkulasi darah akan menghasilkan endotoksin yang merupakan
kompleks polisakarida dan dianggap berperan penting pada pathogenesis
demam typhoid. Endotoksin tersebut bersifat pirogenik serta memperbesar
reaksi peradangan dimana kuman Salmonela berkembang biak. Endotoksin
akan mestimulai sel sel darah putih untuk mengeluarkan zat kimia berupa
sitokin-sitokin. Dalam hal ini IL-1 dan TNF Alfa berperan dalam memicu
respon demam. Pirogen eksogen dan endogen akan merangsang endothelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (PGE2). Prostaglandin yang
terbentuk akan meningkatkan patokan thermostat di pusat termoregulasi
hipotalamus.
6
- Mual muntah dan tidak napsu makan
Kuman Salmonella yang masuk ke dalam tubuh manusia sebagian akan
dimusnahkan di dalam lambung dengan meningkatkan asam lambung.
Peningkatan tersebut menyebabkan perasaan mual disertai muntah. Setelah
infeksi di awal, peningkatan kerja syaraf simpatis dapat juga menyebabkan
peningkatan produksi asam lambung.
c. Bagaimana hubungan faktor usia dan tempat tinggal dengan gejala yang dialami
Tuan. S?
Anak-anak prasekolah dan yang berusia 5-19 tahun seringkali menjadi penderita
demam typhoid akibat perilaku jajan sembarangan yang makanan maupun
minuman yang dikonsumsi tidak tejamin kebersihannya.
Lingkungan tempat tinggal sangat berpengaruh terhadap insidens kasus demam
typhoid atau seperti gejala-gejala yang telah dialami Tn.S . Dengan keadaan
penyediaan air bersih yang kurang, sanitasi lingkungan yang buruk serta banyak
sampah yang dibuang sembarangan akan meningkatkan kasus insidens. Seperti
yang kita ketahui, demam typhoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dan
Salmonella paratyphi yang masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang
terkontaminasi kuman.
2. Penderita juga mengeluh nyeri di perut kanan bawah disertai sulit buang air besar
sejak 4 hari yang lalu
a. Mengapa Tn. S mengeluh nyeri di perut kanan bawah disertai sulit buang air
besar sejak 4 hari yang lalu? (mekanisme)
Demam typhoid merupakan suatu penyakit sistemik sehingga hampir semua
organ utama pada tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi dapat terjadi.
Salah satunya terjadi komplikasi intestinal yang meliputi perdarahan usus,
perforasi usus, ileus paralitik dan pankreatitis. Nyeri abdomen pada kuadran
kanan bawah sering dikaitkan dengan telah terjadinya perforasi usus pada kasus
demam typhoid. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi
pada minggu pertama. Mekanismenya adalah saat kuman Salmonella
disekresikan kantong empedu ke usus halus, disini akan terbentuk imflamasi
limfoid plaque payeri pada ileum terminalis. Disini sebagian kuman akan hidup
7
dan menetap sehingga dapat terbentuk luka. Bila luka menembus lumen usus dan
mengenai pembuluh darah maka dapat terjadi perdarahan. Selanjutnya bila luka
menembus dinding usus, maka dapat terjadi perforasi usus. Tanda-tanda perforasi
lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan dapat syok.
Infeksi S.typii akan menyebabkan sembelit. Dimana infeksi tersebut akan
mempengaruhi kerja usus besar menyebabkan tinja statis di colon. Hal ini akan
menyebabkan penyerapan air meningkat sehingga tinja akan kering dan keras.
Hal ini lah yang menyebabkan susah BAB.
b. Organ apa yang berada di perut kanan bawah?
Berdasarkan pembagian empat regio abdomen, pada kuadran kanan bawah
terdapat duodenum, ileum, ascending colon, intestinum tenue, dan rektum.
c. Mengapa nyeri terjadi 3 hari setelah demam?
Rasa tidak enak pada abdomen biasanya dirasakan bersamaan dengan gejala
infeksi akut secara umumnya. Pada kasus ini, rasa tidak enak lebih kepada nyeri
pada abdomen kuadran kanan bawah yang merupakan pertanda bahwa telah
terjadi komplikasi intestinal pada minggu pertama. Hal ini sangat mungkin terjadi
karena imflamasi pada plaque payeri biasanya hanya dapat terjadi setelah kembali
masuknya kuman Salmonella ke dalam usus melalui sekresi empedu.
3. Tiga hari sebelum sakit penderita mengaku makan siang di warung pinggir jalan
yang dekat dengan tempat pengumpulan sampah sementara.
a. Mikrooganisme apa yang biasanya terdapat di pembuangan sampah?
Salmonella tyhphi, Shigella grup A, Bacillus Sp, Eschericia coli, Klebsiella
pneumoniae, Enterobacter aerogenes
b. Bagaimana hubungan Tn.s yang makan siang di warung yang dekat tempat
sampah dengan transmisi penyakit itu sendiri?
Hubungan yang bisa kita kemukakan adalah kemungkinan makanan pada warung
tersebut tidak higienis dan sudah terkontaminasi mikroorganisme patogen.
Transmisi mikroorganisme pada makanan ini kemungkinan besar ditularkan
8
melalui lalat sebagai vektor mekanik karena pada umumnya lalat mudah sekali
ditemukan di tempat-tempat pembuangan sampah. Semua ini sebenarnya dapat
dicegah dengan penerapan prinsip-prinsip pengelolaan makanan yang sehat dan
bersih.
c. Mengapa gejala demam, sakit kepala, mual dan muntah, serta tidak napsu makan
muncul 3 hari setelah makan di warung dekat tempat sampah?
Masa inkubasi demam typhoid tergantung dari jumlah bakteri yang menginfeksi,
masa inkubasi dapat berlangsung dari 3 hari sampai dengan satu bulan dengan
rata-rata antara 8-14 hari. Hal ini lah yang menyebabkan Tn. S merasakan gejala
setelah 3 hari makan di warung tersebut.
4. Pemeriksaan fisik
a. Bagaimana interpretasi dari:
- Keadaan umum dan vital sign
Gejala NormalTidak
normalKeterangan
Sensorium
compos mentis
v - sadar sepenuhnya dan dapat merespon
atau menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya
Tekanan darah
110/70 mmHg
v - Tekanan darah normal adalah
<120/<80 mmhg
Nadi
80x/menit
- v Barkikardi relative, dengan adanya
peningkatan suhu seharusnya nadi pun
meningkat
Frekuensi
napas
24x/menit
v - Tachypneu
Normal : 16-24x/menit dalam keadaan
tenang
Suhu 40oC - v Demam
Normal: 36 – 37 ºC
Terjadi sebagai respons tubuh
terhadap endotoksin yang dikeluarkan
9
oleh Samonella thypi
- Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan Kondisi Keterangan
Konjungtiva Tidak pucat Normal
Sklera Tidak ikterik Normal
Lidah Tampak selaput dan
kotor di tengah
Hal ini merupakan gejala khas dari
demam typhoid, S. typhii
menghasilkan H2S.
Lidah berselaput ini akan
mengganggu fungsi papila tengah
pada lidah yang andil dalam
pengecapan rasa pahit
sehingga fungsi papila tengah lebih
dominan terhadap intake cairan dan
makanan ke tubuh selanjutnya lidah
akan terasa pahit.
Hiperemis di pinggir
dan ujung lidah
Hal ini menandakan suhu tubuh yang
meningat dari suhu normal
Tremor Hali ini akibat gerakan involunter
(Dorland, 2006) yang terjadi akibat
aktivitas neuron yang berlebihan
dalam 1 area .
Leher Dalam batas normal Normal
- Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan Kondisi Keterangan
Defans
muscular
Negatif Normal
Hepar Teraba 1 jari di
bawah arcus costae
Hepatomegali, disebabkan oleh S.
typhii
Lien Teraba Schuffner 1 Terjadi pembesaran limpa,
10
disebabkan oleh S. typhii
b. Bagaimana cara pemeriksaan fisik tersebut? (langkah-langkah dan prinsip)
Keadaan Umum
Dilihat secara langsung oleh pemeriksa dan dilakukan penilaian.
Tekanan Darah
1) Persiapan
- Sebaiknya untuk mengukur tekanan darah pasien tidak merokok atau
minum minuman berkafein selama kurang lebih 30 menitsebelum
pengukuran dan istirahat sedikitnya 5 menit sebelum pengukuran.
- Lengan yang diperiksa tidak tertutup pakaian.
- Palpasi arteri brachialis
- Atur posisi lengan sedemikan sehingga arteri brachialis pada
fosaantecubital terletak setinggi jantung (kira-kira sejajar dengan ICS 4).
- Letakkan manset di tengah arteri brachialis pada lengan kanan, sisi bawah
manset kurang lebih 2,5 cm diatas fosa antecubital. Lingkarkan manset
dengan tepat , posisikan lengan pasien sedikit flexi
2) Tentukan dahulu tekanan sistolik palpasi.Caranya, palpasi arteri radialis dekat
pergelangan tangan dengan satu jari sambil pompa manset sampai denyut nadi
arteri radialis menghilang. Baca berapa nilai tekanan ini pada manometer.
Itulah tekanan sistolik palpasi. Lalu kempiskan manset
3) Sekarang ukur tekanan darah. Letakkan bel stetoskop di atas arteri brachialis.
Kunci bagian pengeluaran udara. Pompa manset sampai kurang lebih 30mmhg
diatas tekanan sistolik palpasi. Kemudian kempiskan denganmembuka kunci
pengeluaran udara perlahan-lahan dengan kecepatan kira-kira 2-3 mmhg/detik.
Dengarkan bunyi ketukan pada stetoskop anda.
Yang disebut tekanan sistolik adalah bunyi ketukan pertama yangterdengar
(Korotkoff I). Yang disebut tekanan diastolik adalah saat bunyi ketukan sama
sekali hilang (korotkoff V)
11
Nadi
Pemeriksaan nadi umumnya dilakukan dgn palpasi a. radialis kanan dan kiri dekat
pergelangan tangan. Lakukan palpasi dengan 2 atau 3 jari. Hitunglah frekuensi
denyut nadi per menit. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah pasien istirahat
5 – 10 menit.
Yang perlu diperhatikan :
– Frekwensi denyut nadi
– Irama
– Isi nadi
– Kualitas nadi
– Kualitas dinding arteri
Frekuensi Napas
1) Penderita diminta melepaskan baju. Hitunglah jumlah pernafasan dalam 1
menit.
2) Secara inspeksi, perhatikan secara menyeluruh gerakan pernapasan (lakukan
ini tanpa mempengaruhi psikis penderita ).
3) Kadang diperlukan cara palpasi, untuk sekalian mendapatkan perbandingan
antara kanan dan kiri.
4) Pada inspirasi, perhatikanlah : gerakan ke samping iga, pelebaran sudut
epigastrium dan penambahan besarnya ukuran antero posterior dada.
5) Pada ekspirasi, perhatikanlah : masuknya kembali iga, penyempitan sudut
epigastrium, dan penurunan besarnya ukuran antero posterior dada
6) Perhatikan pula adanya penggunaan otot pernapasan pembantu
7) Catatlah irama, frekuensi, dan adanya kelainan gerakan
Normal : 16-24x/menit dalam keadaan tenang
Suhu
Ukur suhu tubuh pasien dengan termometer badan. Sebelum mengukur suhu
tubuh pasien kibaskan termometer hingga ke nilai 35C atau di bawahnya. Ada
beberapa cara memeriksa suhu:
12
1) Suhu oral: Termometer dimasukkan di bawah lidah, anjurkan pasien menutup
kedua bibirnya dan tunggu selama 10 menit. Kemudian baca termometer ,
masukkan kembali selama 1 menit dan baca kembali. Normal 37 C. Sangat
berfluktasi dari dini hari sampai petang/ malamhari.
2) Suhu rektal: Termometer dimasukkan ke dalam anus selama 2-5 menit,
sebelumnya olesi termometer dengan pelicin. Hasil biasanya lebih tinggi
daripada suhu oral sekitar 0,4 – 0,5 C.
3) Suhu axila: Termometer dimasukkan di axila kemudian lengan
menutupnya.Tunggu selama kurang lebih 15 menit. Hasil biasanya lebih
rendah dibanding suhu oral yakni sekitar 1 C.
Suhu tubuh normal à 36 – 37 ºC
Kepala dan Leher
- Inspeksi konjunctiva dan sclera, adakah perubahan warna, kemerahan ,kuning
atau pucat
- Periksa ukuran dan bentuk, warna, dan adanya kelainan lidah kering, kotor,
umumnya terdapat pada penderita dengan demam atau yang bernapas melalui
mulutnya. Pada demam tifoid, lidah kering, kotor putih kelabu dengan
pinggiran merah, disebut coated tongue
Abdomen
1) Palpasi hati – Minta pasien untuk menarik napas dan menghembuskannya
keluar, dan lakukan palpasi mulai dari fosa iliaka kanan dengan meraba tepi
inferior hati memakai sisi radial jari telunjuk. Setiap kali pasien menarik nafas,
gerakkan tangan mendekati margo kosta dan tekankan jari-jari tangan agak
kuat pada dinding abdomen. Tepi inferior hati dapat teraba ketika hati
bergerak turun pada waktu inspirasi, dan tepi inferior hati ini dapat
dideskripsikan berdasarkan regularitas, nodularitas serta rasa nyeri ketika
ditekan.
2) Palpasi lien – Lakukan palpasi lien (limpa) seperti ketika melakukan palpasi
hati dan sekali lagi mulailah palpasi pada fosa iliaka kiri. Tekankan ujung-
ujung jari dengan kuat pada dinding abdomen sehingga tangan mengarah ke
13
atas dan ke kiri. Jika terdapat pembesaran lien, incisura lienalis dapat ‘terasa’
ketika lien bergerak turun pada saat inspirasi.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan penunjang Tn. S?
Data Tn. S Normal Interpretasi
Hemoglobin 10 gr% 12,1 – 15,3 gr% Defisiensi (Anemia)
-Menunjukkan adanya suatu masalah
pada pembentukan eritrosit atau
hemoglobin, dalam kasus ini
kemungkinan telah terjadi infeksi di
limpa sehingga pembentukan
eritrosit terganggu
-Pengaruh sitokin dan mediator
berpengaruh terhadap depresi
sumsum tulang (juga leukopeni dan
trombositopeni).
-Penghentian tahap pematangan
eritrosit
-Kerusakan langsung pada eritrosit
(hemolisis ringan)
- Perdarahan pada usus halus
Leukosit 3.000/mm3 3.800-11000/
mm3
Leukositosis/leukopeni
Menunjukkan proses inflamasi
akibat infeksi mikroorganisme
Trombosit 184.000/
mm3
150.000 -
450.000/mm3
Normal
LED 40 mm/jam 1-10mm/jam Di atas normal
Akibat (Lipopolisakarida (LPS)
bakteri mengaktifkan makrofag dan
sel lain melepaskan IL-1
14
merangsang hati menyintesis CRP
meningkatkan viskositas plasma
LED meningkat
Diff. Count :
Basofil 0 0-1 Normal
Eosinofil 0 0-3 Normal
Neutrofil
batang
2 2-6 Normal
Neutrofil
segmen
76 50-70 Peningkatan Neutrofil segmen
menunjukkan adanya infeksi akut
akibat bakteri.
Limfosit 16 20-40 Normal rendah
Monosit 6 2-6 Normal
Widal Titer (O: 1/164, H: 1/320)
Belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut off point) dari widal titer
ini tetapi ada sumber yang mengatakan bahwa O=1/160 sudah dianggap positif.
Ada juga yang beranggapan bahwa karena endemisitas demam typhoid berbeda-
beda pada berbagai daerah maka pada daerah yang berbeda nilai widal titer bisa
menjadi berbeda. Nilai standar agglutinin widal untuk beberapa wilayah endemis
di Indonesia adalah di Yogyakarta titer O > 1/160, Manado titer O> 1/80, Jakarta
titer O > 1/80, Makassar titer O 1/320
b. Apa diagnosis yang paling mungkin berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang Tn. S? Jelaskan mekanismenya!
Diagnosis di tegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal dan mungkin di sertai perubahan dan gangguan kesadaran dengan
kriteria ini maka seorang klinis dapat membuat diagnosis tersangka demam typhoid.
Diagnosis pasti di tegakkan melalui isolasi ( Salmonella typhi ) dari darah.
Pemeriksaan demam typhoid ada beberapa jenis yaitu untuk mendeteksi atibodi ( 15
Salmonella typhi ) dalam serum antigen tehadap Salmonella typhi dalam darah,
serum, urin dan DNA ( Salmonella typhi ) dalam darah dan faeses polymerase chain
reaction telah di gunakan untuk memperbanyak gen salmonella sel. Typhoid secara
spesifik pada darah pasien dan hasil dapat di peroleh hanya dalam beberapa jam.
Metode ini spesifik dan lebih sensitif di banding dengan biakan darah.
E. Keterkaitan Antar MasalahTn. S, laki-laki, 17 tahun
Hipotesis: Tn. S menderita demam typhoid.
F. Learning Issue
No Learning Issues Must To Know Good To Know Referensi
1. Demam typhoid Patogenesis demam
tifoid
Gejala klinis
Komplikasi demam
tifoid
Textbook, Jurnal,
dan Artikel
16
Makan di warung pinggir jalan dekat tempat pengumpulan sampah sementara
Nyeri abdomen kanan bawah
Tidak napsu makan
MuntahMualSakit kepala
Demam
Datang ke IRD RSMH
Pemeriksaan fisik- keadaan umum dan vital sign- kepala- leher- abdomen
Pemeriksaan penunjang
demam tifoid
Gangguan
homeostatis pada
demam tifoid
2. Pemeriksaan keadaan
umum & vital sign dan
algoritma pemeriksaan
fisik
Interpretasi Hasil
Pemeriksaan Fisik
Tahap-tahap
Pemeriksaan
Penegakan
Diagnosis Demam
Tifoid
3. Pemeriksaan kepala dan
leher
Interpretasi Hasil
Pemeriksaan
Kepala dan Leher
Tahap-tahap
Pemeriksaan
4. Pemeriksaan abdomen Interpretasi Hasil
Pemeriksaan
Abdomen
Tahap-tahap
Pemeriksaan
5. Pemeriksaan penunjang
(terkait skenario)
Interpretasi hasil
pemeriksaan
penunjang
G. Sintesis
17
DEMAM TYPHOID
Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di
sebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini di tandai oleh panas berkepanjangan, di topang
dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus
dan peyer’s patch.
Penyebab utama dari penyakit ini adalah mikroorganisme Salmonella typhosa dan
Salmonella typhi, A, B, dan C. Mikroorganisme ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia
dan makanan atau minuman yang terkena mikroorganisme yang di bawa oleh lalat.
Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat.
Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, mikroorganisme ini hidup di sanitasi
yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan dan minuman yang tidak higenis.
Manifestas Klinik
Gejala demam typhoid sering kali muncul setelah 1 sampai 3 minggu terpapar mulai
dari tingkat sedang hingga parah. Gejala klasik yang muncul mulai dari demam tinggi,
malas, sakit kepala, konstipasi atau diare, Rose-Spot pada dada dan Hepatosplenomegali
( WHO, 2010 ). Rose spot adalah suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan
ukuran 1 sampai 5 mm, sering kali di jumpai pada daerah abdomen, thoraks, ekstremitas dan
punggung pada orang kulit putih, tetapi tidak pernah di laporkan di temukan pada anak
Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7 sampai 10 dan bertahan selama 2 sampai 3 hari.
Periode inkubasi demam typhoid pada anak antara 3 sampai 40 hari dengan rata-rata
10 sampai 14 hari. Gejala klinis ringan tidak memerlukan perawatan, sedangkan gejala klinis
berat harus di rawat. Anak mengalami demam tinggi pada sore hingga malam hari dan turun
pada pagi hari. Banyak penderita demam typhoid yang di akibatkan kurang masukan cairan
dan makanan. Penderita typhoid perlu di rawat di rumah sakit untuk isolasi agar penyakit ini
tidak menular ke orang lain. Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas panas.
Istirahat total ini untuk mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang di konsumsi
adalah makanan lunak dan tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun
singkong harus di hindari, jadi harus benar-benar di jaga makanannya untuk memberi
kesempatan kepada usus menjalani upaya penyembuhan.
Epidemiologi
18
Demam typhoid masih merupakan masalah kesehatan sedang berkembang. Besarnya
angka kasus demam typhoid di dunia ini sangat sukar di tentukan sebabab penyakit ini di
kenal mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Di perkirakan angka
kejadian dari 150/100.000/tahuan di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di Asia. Umur
di Indonesia ( daerah endemis ) di laporkan antara 3 smpai 19 tahun mencapai 91% kasus.
Angka yang kurang lebih sama juga di laporkandari Amerika Selatan. Salmonella typhi dapat
hidup dalam tubuh manusia ( manusia sebagai natural reservoir). Manusia yang terinfeksi
Salmonella typhi dapat mengeksresikanya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam
jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia
dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang
kering maupun pada pakian. Akan tetapi Salmonella typhi hanya dapat hidup kurang dari 1
minggu pada raw sewage, dan mudah di matikan dengan klorinasi dan pasteurisasi
(temperatur 630C).
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman atau
makanan yang tercemar oleh mikroorganisme yang berasal dari penderita atau pembawa
mikroorganisme biasanya keluar bersamasama dengan tinja ( melalui rute oral fekal, jalur
oro, fenal ). Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada
dalam bakteremia ke pada bayinya, pernah di laporkan pula transmisi oro fekal dari seorang
ibu pembawa mikrooranisme pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber
mikroorganisme berasal dari labolatorium peneliti.
Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella lain adalah bakteri Gram negatif
mempunyai flagela tidak berkapsul dan tidak membentuk spora fakultatif anaerob.
Mempunyai anti gensomatik ( O ) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen ( H ) yang
terdiri dari protein dan envelope antigen ( K ) yang tediri dari polisakarida. Mempunyai
makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari dinding sel
yang di namakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor R
yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.
Patofisiologi
Patofisiologi demam typhoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti
organisme Yaitu: (1) Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch, (2) mikroorganisme
bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus limfatikus
19
mesenterikus dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial, (3) mikroorganisme
bertahan hidup di dalam aliran darah, (4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar
CAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen
intestinal.
Mikroorganisme Salmonella typhi dan Salmonella parathyphi masuk ke dalam tubuh
manusia melalui makanan atau minuman terkontaminasi. Sebagian mikroorganisme di
musnahkan dalam lambung dengan pH <2, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa ( IgA ) usus kurang
baik maka mikroorganisme akan menembus sel-sel epitel ( terutama sel M ) dan selanjutnya
ke lamina propia. Propia mikroorganisme berkembang biak dan difagosit oleh makrorag.
Mikroorganisme dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di
bawa ke Plak Peyeriileum Distal kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Patologi
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya
Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama
cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap
mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun
pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp dapat masuk ke
dalam usus penderita dengan lebih mudah. Salmonella spp seterusnya memasuki folikel-
folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi
dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella spp. Setelah itu, Salmonella
spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian
terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat
dalam dinding kandung empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati
dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana.
Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang
lebih berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang
luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam
tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan
toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem
hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar
limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang. Kelainan utama terjadi pada usus kecil, hanya
20
kadang-kadang pada kolon bagian atas, maka Salmonella paratyphi B dapat
menimbulkan lesi pada seluruh bagian kolon dan lambung.
Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial
yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh pembuntuan
pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa
yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas
sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu
panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun
tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus
bahkan dapat mencapai membran serosa.
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka
perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi
tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering
menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya
penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat
akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan
perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan
usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan
demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap
mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita
merupakan urinary karier penyakit tersebut. Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot
jantung membesar dan melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang
terjadi endokaritis. Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis
serta meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid.
Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel tinja atau darah
umtuk memastikan adanya Salmonella spp dalam darah penderita, dengan membiakkan
darah pada hari 14 yang pertama dari penyakit. Selain itu tes widal (O dah H agglutinin)
mulai posotif pada hari kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya
penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari
21
titer agglutinin (diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam
tifoid.
Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada
minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya
Salmonella.
Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat
lekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari
demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis
polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus.
Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita
waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah mendiagnosis
karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas. Ada orang yang
setelah terpapar dengan kuman S typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian
sembuh tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara
tidak sengaja menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah
kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah imun
atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa saja
langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh manusia.
PEMERIKSAAN UMUM DAN VITAL SIGN
Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan umum menunjukkan kondisi pasien secara umum dalam keadaan darurat
medik atau tidak akibat penyakit atau keadaan yang dirasakan pasien. Dilihat secara
langsung oleh pemeriksa dan dilakukan penilaian. Yang dapat dilakukan saat kontak
pertama, saat wawancara atau selama melakukan pemeriksaan yang lain. Hal – hal yang
perlu diperhatikan:
- Penampilan umum : tegak/baik, lemah, sakit akut/kronis.
- Tanda distress : merintih, berkeringat, gemetar
- warna kulit : pucat, sianosis, icterus
- Tinggi dan bentuk tubuh : tinggi/pendek, berotot
- Perkembangan seksual : rambut majah, suara, payudara
- Postur dan gaya berjalan : ataksia, pincang, paralysis
- Cara berpakaian, berhias dan kebersihan : rapi dan bersih
22
- Bau badan dan napas : Alkohol, DM, uremia ( keton ), fetor hepatica
- Ekspresi wajah : Tegang, rileks, takut, cemas
- Bicara : lambat, serak, cepat
- Habitus : Atletikus à BB dan bentuk badan ideal
Astenikus à pasien yang kurus
Piknikus à pasien yang gemuk
- Keadaan gizi à kurang, cukup atau berlebih.
Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi:
- Compo Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
- Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
- Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
- Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan
dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena
berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang
kepala.
Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi merupakan denyutan atau dorongan yang dirasakan dari proses
pemompaan jantung. Pemeriksaan nadi seharusnya dilakukan dalam keadaan tidur atau
23
istirahat. Kondisi hipertermia dapat meningkatkan denyut nadi sebanyak 15 – 20 kali per
menit setiap peningkatan suhu 1 derajat celcius.
Pemeriksaan nadi umumnya dilakukan dgn palpasi a. radialis kanan dan kiri
dekatpergelangan tangan. Lakukan palpasi dengan 2 atau 3 jari. Hitunglah frekuensi
denyut nadi per menit. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah pasien istirahat 5 – 10
menit. Tempat lain à a. brakialis, a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis. Yang perlu
diperhatikan adalah:
- Frekwensi denyut nadi: Normal à 80x permenit
- Irama: regular/ireguler, pulsus deficit, pulsus bigeminus , pulsus trigeminus, pulsus
alternans
- Isi nadi: cukup, kecil, besar
- Kualitas nadi: pulsus celer/pulsusu tardus
- Kualitas dinding arteri
Pemeriksaan Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah indikator penting dalam menilai fungsi kardiovaskuler.
Dalam prosesnya perubahan tekanan darah dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Tolakan Perifer. Merupakan sistem peredaran darah yang memiliki sistem tekanan
tertinggi (arteria) dan sistem tekanan terendah (pembuluh kapiler dan vena), diantara
keduanya terdapat arteriola dan pembuluh otot yang sangat halus.24
2. Gerakan memompa oleh jantung. Semakin banyak darah yang dipompa ke dalam
arteria menyebabkan arteria akan lebih menggelembung dan mengakibatkan
bertambahnya tekanan darah. Begitu juga sebaliknya.
3. Volume darah. Bertambahnya darah menyebabkan besarnya tekanan pada arteria.
4. Kekentalan darah. Kekentalan darah ini tergantung dari perbandingan sel darah
dengan plasma..
Dengan stetoskop terdengar denyut nadi Korotkof :
- Korotkof I à suara denyut mulai terdengar, tapi masih lemah dan akan mengeras
setelah tekanan diturunkan 10-15 mmHg à sesuai dg tekanan sistolik
- Korotkof II à suara terdengar seperti bising jantung (murmur) selama 15-20 mmHg
berikutnya
- Korotkof III à suara menjadi kecil kualitasnya, lebih jelas dan keras selama 5-7
mmHg berikutnya
- Korotkof IV à suara meredup sampai kemudian menghilang setelah 5-6 mmHg
berikutnya
- Korotkof V à titik dimana suara menghilang à sesuai dengan tekanan diastolik.
25
Pemeriksaan Pernapasan
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses pengambilan
oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Menilai frekuensi, irama, kedalaman dan tipe
atau pola pernapasan. Caranya hitunglah jumlah pernapasan dalam 1 menit. Lakukan
dengan inspeksi atau auskultasi.
- Normal : 16-24x/menit dalam keadaan tenang.
- Bila < 16x/menit : bradipneu
- Bila > 24x/menit : takipneu
Pemeriksaan Suhu
Pemeriksaan suhu digunakan untuk menilai kondisi metabolisme di dalam tubuh,
dimana tubuh menghasilkan panas secara kimiawi melalui metabolisme darah.
Keseimbangan suhu harus diatur dalam pembuangan dan penyimpanannya di dalam
tubuh yang diatur oleh hipotalamus. Pembuangan atau pengeluaran panas dapat terjadi
melalui berbagai proses, diantaranya.
26
Ukur suhu tubuh pasien dengan termometer badan. Sebelum mengukur suhu
tubuh pasien kibaskan termometer hingga ke nilai 35C atau di bawahnya. Ada beberapa
cara memeriksa suhu:
1. Suhu oral: Termometer dimasukkan di bawah lidah, anjurkan pasien menutup kedua
bibirnya dan tunggu selama 10 menit. Kemudian baca termometer , masukkan
kembali selama 1 menit dan baca kembali. Normal 37 C. Sangat berfluktasi dari dini
hari sampai petang/ malamhari.
2. Suhu rektal: Termometer dimasukkan ke dalam anus selama 2-5 menit, sebelumnya
olesi termometer dengan pelicin. Hasil biasanya lebih tinggi daripada suhu oral sekitar
0,4 – 0,5 C.
3. Suhu axila: Termometer dimasukkan di axila kemudian lengan menutupnya.Tunggu
selama kurang lebih 15 menit. Hasil biasanya lebih rendah dibanding suhu oral yakni
sekitar 1 C.
Suhu tubuh normal à 36 – 37 ºC
ALGORITMA PENEGAKKAN DIAGNOSIS, PEMERIKSAAN UMUM, DAN
VITAL SIGN
Algoritma Penegakkan Diagnostik
Hubungan dokter pasien (HDP) merupakan asas yang melandasi semua aspek
praktek kedokteran untuk menetapkan diagnosis dan pengelolaan pasien. Hubungan ini
merupakan salah satu bagian dari etik kedokteran.
Hubungan dokter pasien pada dasarnya merupakan hubungan antara profesional
(dokter) dengan klien (pasien) yang mempunyai ciri khas, bukan hanya sekedar
merupakan hubungan formal antara pemberi jasa dengan penerima jasa
Bila pasien telah menetapkan untuk memilih seorang dokter guna menangani
masalah kesehatan dirinya, berarti ia menyerahkan sepenuhnya pengelolaan penyakitnya
dan yakin bahwa dokter tersebut tidak akan bertindak tanpa persetujuannya.
27
Dasar Teknik Kominikasi
Prinsip komunikasi profesional (dokter)- klien (pasien) berlandaskan pada tiga prinsip
(Fletcher):
Semua segi dari sistem pelayanan kesehatan komunikasi dengan pasien (penataan
fisik, keramahan, warna, suhu, ventilasi).
Seorang dokter harus mampu melakukan komunikasi dengan pasien sedemikian rupa
sehingga ia yakin bahwa pengertian yang diperoleh pasien sama dengan pengertian
yang disampaikan.
Kerja sama yang maksimal dari pasien akan diperoleh bila komunikasi yang terjadi
menekankan pada tujuan dan kepentingan yang sama antara dokter dan pasien.
Anamnesis atau Wawancara Medis
Anamnesis atau wawancara medis merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien yang bersangkutan atau secara
tidak langsung melalui keluarga maupun relasi dekatnya. Wawancara medis dilakukan
untuk memperoleh data. Hal ini merupakan langkah awal dari pengelolaan/penyelesaian
masalah medis pasien. Pengumpulan data anamnesis ini didapatkan dari komunikasi
lisan dan bukan lisan. Komunikasi lisan dan bukan lisan ini harus didasari empati.
Komunikasi lisan harus menggunakan bahasa yang jelas, mudah dipahami oleh
pasien. Komunikasi bukan lisan ialah kumpulan isyarat yang tidak disertai ucapan tapi
sama pentingnya dengan pesan yang diucapkan. Isyarat ini sering kali secara sadar tidak
ingin disampaikan tapi lolos dari pengendalian pasien. Pewawancara yang mendengar
secara aktif akan mampu menangkap isyarat ini.
PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER
Pemeriksaan Kepala
1. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi: bentuk kepala ( dolicephalus/ lonjong, Brakhiocephalus/ bulat ),
kesimetrisan, dan pergerakan. Adakah hirochepalus/ pembesaran kepala.
Palpasi: Nyeri tekan, fontanella cekung / tidak ( pada bayi ).
2. Pemeriksaan Rambut
28
Inspeksi dan palpasi: penyebaran, bau, rontok ,warna. Distribusi merata atau tidak,
adakah alopesia ( kerontokan pada rambut) seperti pada penderita hipotiroitisme,
Kanitis (pigmen rambut brkurang atau menghilang), Hirsutisme ( pertumbuhan
rambut melebihi normal ) pada sindrom chasing, polycistik ovari’i, dan akromrgali.
Warna, putih sebelum waktunya terjadi pada penderita anemia perniciosa, merah dan
mudah rontok pada malnutrisi.
3. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi: Perhatikan ekspresi wajah klien, warna dan kondisi wajah klien, struktur
wajah klien, sembab atau tidak, ada kelumpuhan otot-otot fasialis atau tidak.
- Sianosis : jantg bawaan, ppok, hipoksia
- SLE : ruam malar rash( butterfly rash)
- Facies leonina : ( wajah spt singa ) infiltrasi subcutan pada dahi ,pipi dan dagu
- Pendataran dan pelebaran pada hidung
- Facies hipocrates :( pada pasien dehidrasi ) ekspresi wajah spt orang susah, mata
cekung, kulit kering, telinga dingin
- Muka topeng : (parkinson ) wajah tanpa ekspresi Skleroderma : kulit menipis dan
tegang, pasien tidak dapat menutup mulut dan tersenyum
4. Pemeriksaan Mata
Inspeksi:
- Kelengkapan dan kesimetrisan mata
- Adakah ekssoftalmus ( mata menonjol ), atau Endofthalmus ( mata tenggelam )
- Kelopak mata / palpebra : adakah oedem, ptosis, peradangan, luka, atau benjolan
- Bulu mata : rontok atau tidak
- Konjunctiva dan sclera, adakah perubahan warna, kemerahan ,kuning atau pucat.
- Warna iris serta reaksi pupil terhadap cahaya, miosis /mengecil, midriasis/ melebar,
pin point / kecil sekali, nomalnya isokor / pupil sama besar.
- Kornea, warna merah biasanya karena peradangan, warna putih atau abu-abu di
tepi kornea ( arcus senilis ), warna biru, hijau pengaruh ras. Amati kedudukan
kornea.
5. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Inspeksi dan Palpasi
29
- Amati bibir, untuk mengetahui kelainan konginetal (labioscheisis, palatoscheisis,
atau labiopalatoseisis ), warna bibir pucat, atau merah , bibir kering (ragaden),
adakah lesi dan massa.
- Amati gigi, gusi, dan lidah, adakah caries, kotoran, kelengkapan, gigi palsu,
gingivitis, warna lidah, perdarahan dan abses.
- Amati orofaring atau rongga mulut, bau mulut, uvula simetris atau tidak
- Adakah pembesaran tonsil, T0: Sudah dioperasi, T1: Ukuran normal, T2:
Pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah, T3: Pembesaran sampai garis tengah,
T4: Pembesaran melewati garis tengah
- Perhatikan suara klien ada perubahan atau tidak
- Perhatikan adakah lendir dan benda asing atau tidak
Pemeriksaan Leher
Pemeriksaan leher berorientasi pada beberapa hal berikut:
- M. Sternokleidomastoideus
- Trakea
- Manubrium sterni
- Organ-organ arteri, vena, kalenjar disekitar leher , arteri karotis atau vena jugularis
Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan:
1. Bentuk leher simetris atau tidak, ektomorf/kurus ditemukan pada orang dengan gizi
jelek, atau TBC, sedangkan endomorf ditemukan pada klen obesitas, adakah
peradangan ,jaringan parut, perubahan warna, dan massa
2. Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak dengan meraba pada suprasternal pada saat
klien menelan, normalnya tidak teraba kecuali pada aorang kurus
3. Vena jugularis, ada pembesaran atau tidak, mengukur JVP jika meningkat : gagal
jantung dan efusi pericardial. Mengukur JVP dengan cara lakukan pembendungan
pada vena jugularis. Caranya pasien berbaring terlentang, dengan posisi kepala < 30
derajat. Posisi V. jugularis tampak jelas maka tekan bagian distal V.jug ( dibawah
mandibula) dan tandai bagian batas v. yg kolaps lalu buat bidang datar melalui
angulus ludovici. Ukur jarak tersebut dgn jarak v. yg kolaps-), normalnya JVP = 5 – 2
CmHg.
PEMERIKSAAN ABDOMEN
30
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan organ / sistem
dalam bagian perut. Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan dengan 4 (empat) tehnik/cara
yaitu:
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Inspeksi
Dilakukan untuk mengetahui kesimetrisan dinding perut saat respirasi, mengkaji tanda
luka, umbilical, kult dinding perut. Abdomen dibagi dalam 4 kwadran yaitu:
1. Kwadran I => kanan atas
2. Kwadran II => kanan bawah
3. Kwadran III => kiri atas
4. Kwadran IV => kiri bawah
Dengan sembilan bagian yaitu :
1. Epigastrik
2. Umbilical
3. Hipogastrik
4. Hipokondrial kanan
5. Hipokondrial kiri
6. Lumbal kanan
7. Lumbal kiri
8. Inguinal kanan
9. Inguinal kiri
Palpasi
Untuk memperkirakan gerakan usus dan kemungkinan adanya gangguan vaskular
Dilakukan sebelum perkusi dan palpasi karena dapat mempegaruhi kualitas dan
kuantitas bising usus.
31
Auskultasi dapat dilakukan dengan meletakkan diafragma stetoskop pada semua
kwadran atau salah satu kwadran.
Perkusi
Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada lambung dan usus (timpani
atau redup).
Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau massa dalam perut.
Bunyi perkusi pada perut yang normal adalah timpani, tetapi bunyi ini dapat berubah
pada keadaan-keadaan tertentu misalnya apabila hepar dan limpa membesar, maka
bunyi perkusi akan menjadi redup, khususnya perkusi di daerah bawah arkus kosta
kanan dan kiri.
Palpasi
Palpasi merupakan metode yang dilakukan paling akhir pada pengkajian perut.
Palpasi dapat dilakukan secara palapsi ringan atau palpasi dalam tergantung pada
tujuannya.
Palpasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan konsistensi
organ-organ dan struktur-struktur dalam perut (intra abdominal).
Palpasi ringan dilakukan untuk mengetahui area-area nyeri tekan, nyeri superficial,
dan adanya massa.
Palpasi dalam dilakukan untuk mengetahui keadaan hepar, lien, ginjal, dan kandung
kemih.
Persiapan
1. Ruang pemeriksaan dengan penerangan yang memadai.
2. Menyuruh penderita berbaring dan membuat penderita dalam keadaan rileks.
3. Menyuruh penderita membuka pakaina bagian atas sehingga daerah dari px ke
simpisis pubis harus terbuka.
4. Pemeriksaan dilakukan disebelah kanan penderita dengan urutan inspeksi, auskultasi,
perkusi dan palpasi.Penderita telentang dengan bantal yang tipis di bawah kepala dan
bnatal yang tebal
5. di bawah lutut dan lutut menekuk.
6. Kedua tangan diletakkan disamping badan atau menyilang di dada penderita.
32
7. Gunakan tangan yang hangat dan diafragma stetoskop yang hangat dengan cara
menggosokkan kedua telapak tangan dan menggosokkan bagian diafragma stetoskop.
8. Suruhlah penderita mengatakan bagian mana yang sakit dan pantaulah ekspresi muka
penderita pada saat pemeriksaan.
Inspeksi
1. Pemeriksa berada di sebelah kanan penderita.
2. Perhatikan kesimetrisan abdomen pada saat respirasi.
3. Inspeksi tanda luka, umbilical, dan dinding abdomen.
Auskultasi
1. Tentukan bagian stetoskop yang akan digunakan (bagian diafragma).
2. Tanya pasien tentang waktu terakhir makan, suara usus meningkat pada orang setelah
makan.
3. Letakkkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area empat
kwadaran abdomen dan dengan suara peristaltik aktif dan suara mendeguk (gurgling)
yang secara normal terdengar setiap 5 sampai 20 detik dengan durasi kurang atau
lebih dari satu detik.
4. Frekuensi suara tergantung pada status pencernaan atau ada dan tidaknya makanan
dalam saluran pencernaan. dalam pelaporannya suara usus dapat dinyatakan dengan :
terdengar, tidak ada /hipoaktif, sangat lambat (misalnya hanya terdengar sekali setiap
satu menit), dan hiperaktif atau meningkat (misalnya terdengar setiap 3 detik).
5. Bila suara usus terdengar jarang sekali / tidak ada maka sebelum dipastikan dengarkan
dahulu selama tiga sampai lima menit.
Perkusi
1. Perkusi dimulai dari kwadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum jam.
2. Perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri atau nyeri tekan.
3. Lakukan perkusi pada area timpani dan redup.
4. Suara timpani memiliki ciri nada lebih tinggi dari pada resonan, yang mana suara ini
dapat didengarkan pada rongga atau organ yang berisi udara.
33
5. Suara redup mempunyai ciri nada lebih rendah atau lebih datar dari pada resonan.
Suara ini dapat didengarkan pada masa padat misalnya keadaan acites, keadaan
distensi kandung kemih, serta pada pembesaran atau tumor hepar dan limfe.
Palpasi
Palpasi Hepar
1. Berdirilah disamping kanan pasien.
2. Letakkan tangan kiri anda pada torak posterior kira-kira pada tulang rusuk ke 11 atau
12.
3. Tekankan tangan kiri tersebut keatas sehingga sedikit mengangkat dinding dada.
4. Letakkan tangan kanan pada atas bawah tulang rusuk sisi kanan dengan membentuk
sudut kira-kira 450 dengan otot rektus abdominal dengan jari-jari kearah tulang rusuk.
5. Sementara pasien ekhalasi, lakukan penekanan sedalam 4-5 kearah bawah pada batas
bawah tulang rusuk.
6. Jaga posisi tangan anda dan suruh pasien inhalasi / menarik nafas dalam.
7. Sementara pasien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang tangan anda yang
secara normal terasa dengan kontur regular. Bila hepar tak terasa/teraba dengan jelas,
maka suruh pasien untuk menarik nafas dalam, sementara anda tetap mempertahankan
posisi tangan atau memberikan tekanan sedikit lebih dalam. kesulitan dalam
merasakan hepar ini sering dialami pada pasien obesitas.
8. Bila hepar membesar, maka lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk kanan. Catat
pembesaran tersebut dan nyatakan dengan berapa cm pembesaran terjadi di bawah
batas tulang rusuk.
Palpasi Lien
Palpasi lien dilakukan dengan meletakkan tangan kiri menyangga dan
mengangkat costa bagian bawah kiri sebelah penderita. Tangan kanan diletakkan di
bawah arcus aorta kemudian tekan ke arah lien. Penderita diminta bernafas dalam-dalam
merasakan lien dengan ujung jari (lien membesar atau tidak). Pemeriksaan (palpasi dan
perkusi) diulangi pada posisi pasien miring ke kanan dengan tungkai paha dan lutut flexi
agar lien mudah teraba. Jarak letak lien diperkirakan dengan costa kiri terbawah.
Defens Muscular
34
Dinding perut yang normal teraba supel (lemas). Pada rigiditas, dinding perut
dirasakan, dinding perut dirasakan seperti papan. Defens muscular dipastikan dengan
cara meletakkan kedua telapak tangan pada m. rectus abdominis kiri dan kanan,
kemudian tangan yang satu menekan. Bila tangan yang satunya lagi merasakan dinding
perut berubah menjadi seperti papan, defens muscular positif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Widal Titer
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin)
aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thpi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmnolla yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita yang diduga menderita demam tifoid waktu paling sedikit 5 hari.
Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan
diagnosis demam tifoid.
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar
pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. ( Hasil pemeriksaan
menunjukkan 1/32, 1/64, 1/160, 1/320, 1/640 ) = + demam thypoid . Jika hasil
pemeriksaan pertama 1/32 atau 1/64, maka tidak ada atau belum dinyatakan
menderita demam tifoid, Tetapi jika dalam 1 minggu terjadi peningkatan sampai 4x
lipat maka positif demam tifoid. Jika hasil pemeriksaan pertama 1/160, dilihat
dulu 1 minggu dan jika terjadi peningkatan bisa positif demam tifoid jika hasil
pemeriksaan pertama langsung 1/320 atau 1/640 maka positif dinyatakan demam tifoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal:
Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah
setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
35
2. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam
typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia
dan karsinoma lanjut.
3. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
4. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat
terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
5. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau
tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang
setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan
selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah
divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
6. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
7. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap
salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada
seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H
yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi
aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat
lebih baik dari suspensi dari strain lain.
a. STRT (Salmonella tifoid rapi test) adalah suatu test diagnose invitro semi kuantitatif
10 menit untuk deteksi demam thypoid akut yang disebabkan oleh salmonella thypi
melalui deteksi spesifik adanya serum anti bodi IgM tersebut dalam menghambat
(inhibisi) reaksi antara antigen berlabel partikel latek magnetic (regan warna coklat).
Monoklonat antibody berlabel latek warna (regan warna biru) selanjutnya ikatan
inhibisi tersebut disparasikan oleh suatu daya magnet tingkat inhibisi yang dihasilkan
36
adalah setara dengan konsentrasi antibody IgM salmonella thypi dalam sample hasil
dibaca secara visual dengna membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala
warna.
b. Foto rontgen thorak
peningkatan ringan corak bronchovaskuler.
Widal Test < 1/200 1/640 (> 1/200) (+)
Terdapat infeksi aktif oleh bakteri
Salmonella typhii
Laju Endap Darah
Laju Endap Darah(LED) mengukur seberapa cepat eritrosit mengendap di dalam
tabung tes dalam satu jam. Semakin banyak sel darah merah yang mengendap di dalam
satu jam, semakin tinggi LED.
Ketika terjadi inflamasi, protein tertentu menyebabkan sel darah menempel
bersama dan mengendap lebih cepat dibanding pada keadaan normal. Protein-protein
tersebut dihasilkan oleh hepar dan sistem imun ketika terjadi kondisi yang abnormal,
seperti infeksi, penyakit autoimun, atau kanker.
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan darah tepi dilakukan karena pemeriksaan ini adalah pemeriksaan
sederhana yang mudah dilakukan di laboratorium sederhana untuk membuat diagnosa
cepat. Hasil pemeriksaan biasanya akan menunjukkan gambaran jumlah darah putih yang
berkurang (leucopenia), jumlah limfosis yang meningkat dan eosinofilia.
Biakan empedu. Diagnosa demam tifoid akan bernilai positif bila dalam biakan empedu
ditemukan bakteri Salmonella thypi dalam darah waktu minggu pertama dan kemudian
sering ditemukan dalam urin dan feses. Pemeriksaan ini merupakan gold standar dari
pemeriksaan demam tifoid. Pemeriksaan ini bisa menggunakan bahan darah, feses atau
urine. Pemeriksaan kultur menggunakan darah dilakukan pada seminggu pertama.
Sedangkan feses dan urine dilakukan setelah 1 minggu. Apabila hasil positif maka pasti
demam tifoid. Tetapi apabila hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid karena
hasil negative bisa disebabkan oleh beberapa faktor.
37
Pemeriksaan SGOT DAN SGPT. SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid. Kadar normal
SGOT: 4-35 unit/L; SGPT: 4-36 unit/L. SGOT (serum glutamic-oxaloacetic
transaminase) atau disebut juga AST (aspartate transferase) dapat ditemukan di
jantung, hati, otot rangka, otak, ginjal, dan sel darah merah. Peningkatan SGOT dapat
meningkat pada penyakit hati, infark miokard, pankreatitis akut, anemia hemolitik,
penyakit ginjal akut, penyakit otot, dan cedera. Sedangkan SGPT (serum glutamic-
pyruvic transaminase) atau disebut juga dengan ALT (alanine transferase)terutama
ditemukan di hati, dan sedikit di ginjal, jantung, dan otot rangka. Penyakit pada jaringan
hati menyebabkan ensim ini keluar ke dalam darah, sehinga kadarnya meningkat. Jadi
SGPT lebih sensitif dan spesifik pada jaringan hati daripada SGOT.
Interpretasi secara umum
DC (Differential count), digunakan untuk menghitung jenis-jenis leukosit. Nilai
normalnya adalah: Basofil/Eosinofil/N.Batang/N.segmen/Limfosit/Monosit = 0-1/1-3/2-
6/50-70/20-40/2- 8 (dalam satuan /µl)
Jenis Nilai normal Melebihi nilai normal Kurang dari nilai normal
Basofil 0,4-1%
40-100/µL
inflamasi, leukemia, tahap
penyembuhan infeksi atau
inflamasi
stress, reaksi hipersensitivitas,
kehamilan, hipertiroidisme
Eosinofil 1-3%
100-300/µL
Umumnya pada keadaan
atopi/ alergi dan infeksi
parasit
stress, luka bakar, syok,
hiperfungsi adrenokortikal.
Neutrofil 55-70%
(2500-7000/µL)
Bayi Baru Lahir 61%
Umur 1 tahun 2%
Segmen 50-65% (2500-
6500/µL)
Batang 0-5% (0-500/µL)
Inflamasi, kerusakan
jaringan, peyakit Hodgkin,
leukemia mielositik,
hemolytic disease of
newborn, kolesistitis akut,
apendisitis, pancreatitis
akut, pengaruh obat
Infeksi virus,
autoimun/idiopatik, pengaruh
obat-obatan
Limfosit 20-40% infeksi kronis dan virus kanker, leukemia, gagal ginjal,
38
1700-3500/µL
BBL 34%
1 th 60%
6 th 42%
12 th 38%
SLE, pemberian steroid yang
berlebihan
Monosit 2-8%
200-600/µL
Anak 4-9%
Infeksi virus, parasit,
anemia hemolitik, SLE<
RA
Leukemia limfositik, anemia
aplastik
39
I. SimpulanTuan S menderita infeksi Salmonella yang termanifestasi sebagai Demam Typhoid
dengan gejala demam remitten, coated tongue, hepatosplenomegali, bradikardia relatif,
dan nyeri pada perut kanan bawah.
H. Referensi
Ambarwatig . ____ . Gambaran Leukosit Penderita Demam Typhoid . (dalam http://digilib.unimus.ac.id/, diakses 2 Oktober 2013)
Anonim. 2008. Demam Tifoid (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/15/jtptunimus-gdl-s1-2008-anitapuspi-737-3-bab2.pdf) diakses pada 10 Oktober 2013 Pukul 13.00
Anonimous . ____ . Tinjauan Teoritis . (dalam http://www.library.upnvj.ac.id/, diakses 2 Oktober 2013)
Anonimous . 2006 . Bloodcount . (dalam http://www.ucdmc.ucdavis.edu, diakses 2 Oktober 2013)
Anonim. 2010. Demam Tifoid (http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/demam-typhoid.html) diakses pada 10 Oktober 2013 pukul 14.00
Burnside-McGlynn. 1995. Adams Diagnosis Fisik. Jakarta : EGC
Burton, Neel . 2013 . Keterampilan Klinis OSCE Edisi Ke-4 . Tangerang: Karisma Publishing Group
Dinar, Agatha. 2009. Infeksi Penyakit Tropis: Demam Tifoid (http://sampahtutorial.blogspot.com/2009/07/infeksi-penyakit-tropis-demam-tifoid.html) diakses pada 10 Oktober 2013 pukul 13.30
Hendarta, Dimas satya. Demam tifoid. Dalam http://medicine.uii.ac.id/index.php/Artikel/Demam-Tifoid.html, diakses pada 2 oktober 2013.
Hestiningsih, Retno. 2004. Perbandingan Bakteri Kontaminan Pada lalat Chrysomia megachepala dan Musca domestica di Tempat Pembuangan Sampah Akhit Piyugan, Bantul, Yogyakarta.
Liana, Luci . 2010 . Diagnostik Laboratorium Demam Typhoid . (dalam http://www.abclab.co.id/, diakses 2 Oktober 2013
40
Markum. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta: PPIPD.
Muhyatno, Kris Cahyo . ____ . Pemeriksaan Darah Lengkap . (dalam http://www.itd.unair.ac.id/, diakses 2 Oktober 2013)
Natadidjaja, Hendarto. 2012. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara
Nelwan, R.H.H. 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : InternaPublishing.
Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M . 2003 . Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta:EGC
Rachman, Fatmawati . 2011 . Uji Diagnostiktes Serologi Widal Dibandingkan Dengan Kultur Darah Sebagai Baku Emas Untuk Diagnosis Demam Tifoid Pada Anakdi Rsup Dr. Kariadi Semarang . (dalam http://eprints.undip.ac.id/, diakses 2 Oktober 2013
Retnosari, Sylvia; Tumbelaka, Alan R . 2000 . Pendekatan Diagnostik Serologik dan Pelacak Antigen Salmonella typhii . (dalam http://saripediatri.idai.or.id, diakses 2 Oktober 2013)
Supriyono. 2011. Demam Tifoid (Typhoid Fever). http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/08/DEMAM-TIFOID-2011.pdf
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher
Tim. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.
Tim Pelaksana Skill Lab FK Universitas Andalas Padang. 2011. Penuntun Skill Lab Blok 3.2 Gangguan Kardiovaskuler. View at <http://ilearn.unand.ac.id/pluginfile.php/14623/mod_resource/content/1/skills%20lab%20Blok%203.pdf> diakses pada 2 Oktober 2013, pukul 17.19 WIB.
Widodo, Joko. 2009. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : InternaPublishing.
Yanhadiono . ____ . Konsep dasar . (dalam http://digilib.unimus.ac.id, diakses 2 oktober 2013)
41