laporan tutorial psikiatri skenario 2

97
LAPORAN KELOMPOK TUTORIAL BLOK PSIKIATRI SKENARIO 2 “Depresi” Kelompok A2 : Aisah Kusumaning A. (G0011009) Aulia Muhammad Fikri (G0011045) Egtheastraqita C. (G0011081) Fitri Febrianti R. (G0011 095) Nisa’u Luhtfi Nur A. (G0011151) Sausan Hana Maharani (G0011193) Arga Scorpianus (G0011035) Chendy Endriansa (G0011059) Itqan Ghozali (G0011119) Septian Sugiarto (G0011195) Tutor :Dwi Rahayu, dr. 0

Upload: argapotter6754

Post on 29-Dec-2015

1.277 views

Category:

Documents


34 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

LAPORAN KELOMPOK TUTORIAL

BLOK PSIKIATRI

SKENARIO 2

“Depresi”

Kelompok A2 :

Aisah Kusumaning A. (G0011009)

Aulia Muhammad Fikri (G0011045)

Egtheastraqita C. (G0011081)

Fitri Febrianti R. (G0011 095)

Nisa’u Luhtfi Nur A. (G0011151)

Sausan Hana Maharani (G0011193)

Arga Scorpianus (G0011035)

Chendy Endriansa (G0011059)

Itqan Ghozali (G0011119)

Septian Sugiarto (G0011195)

Tutor :Dwi Rahayu, dr.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2013

0

Page 2: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skenario

Depresi

Ny. S, usia 28 tahun, ibu rumah tangga, datang ke puskesmas bersama suaminya dengan

keluhan kurang lebih 1 bulan tidak bisa tidur, tidak ada nafsu makan, sering menyendiri di

kamar. Bila diajak bicara, pasien menjawab dengan suara pelan. Dari alloanamnesis diketahui

bahwa pasien pernah mengalami gangguan serupa kurang lebih 1 tahun yang lalu dan sembuh

sendiri setelah 9 bulan.

Dari pemeriksaan status mental didapatkan hipoaktif, remming, mood depresi, afek

menyempit, dan insight (tilikan diri) derajat 5.

B. Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa mengetahui macam-macam gangguan arus pikiran.

2. Mahasiswa mengetahui macam-macam gangguan mood, afek dan mekanisme

gangguan mood dari segi neurokimiawi.

3. Mahasiswa mengetahui hubungan keluhan satu tahun yang lalu dengan keluhan yang

dialami sekarangoleh pasien pada skenario.

4. Mahasiswa mengetahui fisiologi, faktor pencetus gangguan tidur yang terkait

gangguan psikiatri, dan patofisiologi gangguan tidur.

5. Mahasiswa mengetahui tentang overview manik dan bipolar.

6. Mahasiswa mengetahui etiologi depresi.

7. Mahasiswa mengetahui epidemiologi depresi.

8. Mahasiswa mengetahui patofisiologi depresi yang terkait dengan skenario.

9. Mahasiswa mengetahui gejala, episode, dan tipe depresi.

1

Page 3: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

10. Mahasiswa mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan status mental pada skenario.

11. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan mental dan pemeriksaan penunjang yang terkait

dengan skenario.

12. Mahasiswa mengetahuipenatalaksanaan depresi.

13. Mahasiswa mengetahui pencegahan depresi.

14. Mahasiswa mengetahui apakah kepribadian dapat diubah dan cara yang dilakukan

bila dapat diubah pada kasus depresi.

2

Page 4: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Seven Jump

1. Langkah I:Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario

Dalam skenario ini istilah yang kami klarifikasi antara lain :

a. Hipoaktif: suatu keadaan menurunnya aktivitas motorik dan kognitif seperti pada

retardasi psikomotorik; proses pikir yang jelas lambat, pembicaraan dan gerakan.

b. Remming: suatu keadaan di mana arus hubungan yang terjadi menjadi lambat sebagai

akibat dari adanya kesedihan seperti yang terjadi dalam keadaan depresi. Terjadi

hambatan dalam pengucapan kata-kata dalam kalimat.

c. Mood depresi: perasaan sedih yang bersifat psikopatologis. Keadaan mood yang

berkisar antara susah atau tidak gembira tahap rendah sampai ke kemurungan yang

nyata dan keputusasaan; pada tingkat yang ekstrim biasanya disertai pesimisme yang

mencolok dan kurangnya harapan masa depan.

d. Afek menyempit: : menggambarkannuansaekspresiemosi yang terbatas. Intensitas dan

keluasandariekspresiemosinyaberkurang, yang dapatdilihatdariekspresiwajah dan

bahasatubuh yang kurangbervariasi (Nuhriawangsa, 2011).

e. Insight (tilikan diri) derajat 5: menerima bahwa pasien sakit dan disebabkan oleh

perasaan irasional atau gangguan tertentu pada diri pasien sendiri tanpa menerapkan

pengetahuan tersebut untuk pengalaman masa depan (Susilohati dkk., 2013).

2. Langkah II: Menetapkan/mendefinisikan permasalahan

Permasalahan yang kami tetapkan di skenario ini adalah sebagai berikut :

a. Apa saja macam-macam gangguan arus pikiran?

b. Apa saja macam-macam gangguan mood, afek, dan mekanisme gangguan mood dari

segi neurokimiawi?

c. Bagaimanahubungan keluhan satu tahun yang lalu dengan keluhan yang dialami

sekarangoleh pasien pada skenario?

d. Bagaimana fisiologi, faktor pencetus gangguan tidur yang terkait gangguan psikiatri,

dan patofisiologi gangguan tidur?

3

Page 5: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

e. Bagaimana overview manik dan bipolar?

f. Apa saja etiologi depresi?

g. Bagaimana epidemiologi depresi?

h. Bagaimanapatofisiologi depresi yang terkait dengan skenario?

i. Apa saja gejala, episode, dan tipe depresi?

j. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan status mental pada skenario?

k. Apa saja pemeriksaan mental dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan terkait

dengan skenario?

l. Bagaimana penatalaksanaan depresi?

m. Bagaimana pencegahan depresi?

n. Apakah kepribadian dapat diubah dan cara yang dilakukan bila dapat diubah pada

kasus depresi?

3. Langkah III : Analisis Masalah

Pada langkah ini kami membuat pernyataan sementara pada beberapa

permasalahan yang kami temukan pada langkah sebelumnya.

1. Macam-macam Gangguan Proses Berpikir

Gangguan proses berpikir itu meliputi proses pertimbangan (judgement),

pemahaman (comprehension), dan ingatan serta penalaran (reasoning). Proses berpikir

yang normal mengandung arus idea, simbol dan asosiasi yang terarah kepada tujuan dan

yang dibangkitkan oleh suatu masalah atau tugas dan yang menghantarkan kepada suatu

penyelesaian yang berorientasi kepada kenyataan.

Berbagai macam faktor mempengaruhi proses berpikir itu, umpamanya faktor

somatik (gangguan otak, kelelahan), faktor psikologik (gangguan emosi, psikosis),dan

faktor sosial (kegaduhan dan keadaan sosial yang lain) yang sangat mempengaruhi

perhatian atau konsentrasi si individu.

Kita dapat membedakan tiga aspek proses berpikir, yaitu: bentuk pikiran, arus

pikiran, dan isi pikiran, ditambah dengan pertimbangan.

Gangguan bentuk pikiran, dalam kategori ini termasuk semua penyimpangan dari

pemikiran rasional, logis, dan terarah kepada tujuan.

4

Page 6: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

1. Dereisme atau pikiran dereistik titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi

antara proses mental individu dan pengalamannya yang sedang berjalan. Proses

mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan, logika atau

pengalaman. Umpamanya seorang kepala kantor pemerintah pernah mengatakan:

“Seorang pegawai negeri dan warga negara yang baik harus kebal korupsi, biarpun

gajinya tidak cukup, biarpun keluarganya menderita; bila tidak tahan, silahkan

keluar…” atau seorang lain lagi : “ Kita harus memberantas perjudian dan pelacuran,

karena hal-hal itu merupakan “exploitation de I’homme par I’homme” adalah “homo

homini lupus” adalah “machiavellisme”, karena itu kita harus mengikis habis segala

bentuknya, tanpa kecuali….”

2. Pikiran otistik : menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi ialah dari dalam

pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham atau halusinasi. Cara berpikir

seperti ini hanya akan memuaskan keinginannya yang tak terpenuhi tanpa

memperdulikan keadaan sekitarnya; hidup dalam alam pikirannya sendiri. Kadang-

kadang istilah ini dipakai juga untuk pikiran dereistik.

3. Bentuk pikiran yang non-realistik: bentuk pikiran yang sama sekali tidak berdasarkan

kenyataan, umpamanya: menyelidiki sesuatu yang spektakuler/ revaolusioner bila

ditemui; mengambil kesimpulan yang aneh serta tidak masuk akal. (Merupakan gejala

yang menonjol pada skizofermia hebefrenik di samping tingkah-laku kekanak-

kanakan). Dibedakan dari pikiran dereistik dan otistik, tetapi kadang-kadang ketiga

gangguan bentuk pikiran ini dijadikan satu dengan salah satu istilah itu.

Gangguan arus pikiran, yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam

pemikiran, yang timbul dalam berbagai jenis:

1. Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu idea, pikiran atau tema secara

berlebihan. Penulis pernah mendengar seorang pasien berkata: “Nanti besok saya

pulang, ya saya sudah kangen rumah, besok saya sudah berada di rumah sudah

makan enak di rumah sendiri, ya pak dokter, satu hari lagi saya nanti sudah bisa

tidur di rumah, besok ayah akan datang mengambil saya pulang…..”

2. Asosiasi longgar : mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya satu sama lain

umpamanya “Saya mau makan. Semua orang dapat berjalan”. Bila extrim, maka

akan terjadi inkoherensi.

5

Page 7: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Asosiasi yang sangat longgar dapat dilihat dari ucapan seorang penderita seperti

berikut ini: “…. Saya yang menjalankan mobil kita harus membikin tenaga nuklir

dan harus minum es krim…”

3. Inkoherensi : gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimatpun sudah

sukar ditangkap atau diikuti maksudnya. Suatu waham yang aneh mungkin

diterangkan secara incoherent. Inkoherensi itu boleh dikatakan merupakan

asosiasi yang longgar secara extrim. Penulis pernah menerima surat yang isinya

antara lain sebagai berikut: “saya minta di janji, tidur, lahir dengan pakaian

lengkap untuk anak saya satu atau lebih menurut pengadilan Allah dengan suami

jodohnya yang menyinggung segala percobaan…”

4. Kecepatan bicara : untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat sekali atau

sangat cepat.

5. Benturan (blocking): jalan pikiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah

sebuah kalimat. Pasien tidak dapat menerangkan kenapa ia berhenti.

6. Logorea: banyak bicara, kata-kata dikeluarkan bertubi-tubi tanpa kontrol,

mungkin coherent ataupun incoherent.

7. Pikiran melayang (flight of ideas): perubahan yang mendadak lagi cepat dalam

pembicaraan sehingga suatu idea yang belum selesai diceritakan sudah disusul

lagi oleh ide yang lain. Umpamanya seorang pasien pernah bercerita sebagai

berikut: “Waktu saya datang ke rumah sakit Kakak saya baru mendapat rebewes,

lalu untuk saya pakai kemeja biru, hingga pak dokter menanyakan bila sudah

makan… “

8. Asosiasi bunyi (clang association): mengucapkan perkataan yang mempunyai

persamaan bunyi, umpamanya pernah didengar: “Saya mau makan di Tarakan,

seakan-akan berantakan”.

9. Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tidak dipahami oleh umum,

misalnya: “saya radiltu, semua partimun”.

10. Irelevansi: isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan

atau dengan hal yang sedang dibicarakan.

6

Page 8: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

11. Pikiran berputar-putar (circumstantiality): menuju secara tidak langsung kepada

ide pokok dengan menambahkan banyak hal yang remeh-remeh yang

menjemukan dan yang tidak relevan.

12. Main-main dengan kata-kata: menyajak (membuat sajak) secara tidak wajar.

Umpamanya pernah penulis menerima sajak yang antara lain berbunyi:

Wahai jagoku yang tersembunyi

Meskipun kau jago

Tanpa kau hatiku sunyi

Tanpa kau hatiku mewangi.

13. Afasia: mungkin sensorik (tidak atau sukar mengerti bicara orang lain) atau

motorik (tidak dapat atau sukar berbicara), sering kedua-duanya sekaligus dan

terjadi karena kerusakan otak.

Gangguan isi pikiran dapat terjadi baik pada isi pikiran non-verbal, maupun pada isi

pikiran yang diceriterakan, misalnya:

1. Kegembiraan yang luar biasa atau ekstasi (ecstasy) dapat timbul secara

mengambang pada orang yang normal selama fase permulaan narkosa (anestesia

umum). Boleh juga disebabkan oleh Narkotika (feeling high atau fligh sebagai

logat para narkotik) atau kadang-kadang timbul sepintas lalu pada skizofrenia.

Semua mengatakan bahwa isi pikiran mereka itu tidak dapat diceriterakan.

2. Fantasi : ialah isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan

atau diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata. Fantasi yang kreatif

menyiapkan si individu untuk bertindak sesudahnya; fantasi dalam lamunan

merupakan pelarian bagi keinginan yang tidak dapat dipenuhi. Pada psedologia

fantastika (pseudologia fantastica) orang itu percaya akan kebenaran fantasinya

secara intermittent dan selama jangka waktu yang cukup lama untuk bertindak

sesuai dengan itu.

3. Fobi : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak

dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu

irasional adanya. Fobi itu dapat mengakibatkan kompulsi, umpamanya fobi kotor

atau fobi kuman menimbulkan kompulsi cuci-cuci tangan. Ini perlu dibedakan

7

Page 9: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

dari kecemasan yang mengambang (free-floating anxiety) atau kecemasan

terhadap keadaan umum, misalnya takut akan jatuh sakit, takut gagal dalam

usahanya. Adapun fobi itu bermacam-macam, diantaranya

1) Agorafobi : terhadap ruang yang luas

2) Ailurofobi : terhadap kucing

3) Akrofobi : terhadap tempat yang tinggi

4) Algofobi : terhadap perasaan nyeri

5) Astrafobi : terhadap badai, Guntur, kilat

6) Bakteriofobi : terhadap kuman

7) Eritrofobi : terhadap mukanya akan menjadi merah

8) Hematofobi : terhadap darah

9) Kankerofobi : terhadap penyakit kanker (cancerophobia)

10) Klaustrofobi : terhadap ruangan yang tertutup

11) Misofobi : terhadap kotoran dan kuman

12) Monofobi : terhadap keadaan sendirian

13) Niktofobi : terhadap kegelapan

14) Okholofobi : terhadap keadaan ramai dengan banyak orang

15) Panfobi : terhadap segala sesuatu

16) Patofobi : terhadap penyakit

17) Pirofobi : terhadap api

18) Sifilofobi : terhadap penyakit sifilis

19) Xenofobi : terhadap o rang asing

20) Zoofobi : terhadap binatang

4. Obsesi : isi pikiran yang kukuh (persistent) timbul, biarpun tidak dikehendakinya,

dan diketahuinya bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin, umpamanya:

bahwa anaknya sedang sakit keras atau bahwa seorang wanita menjadi hamil

karena perbuatannya. Obsesi itu dapat mengakibatkan kompulsi, umpamanya

obsesi barangnya hilang menyebabkan kompulsi membuka-buka lemari untuk

melihat kalau berangnya masih ada di dalamnya.

5. Preokupasi: pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja, yang biasanya

berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional yang kuat. Ini belum

8

Page 10: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

merupakan, tetapi dapat menjadi obsesi. Umpamanya preokupasi dengan ujian,

anak yang sakit, atau perjalanan yang akan dilakukan.

6. Pikiran yang tak memadai (inadequate) : pikiran yang eksentrik, tidak cocok

dengan banyak hal, terutama dalam pergaulan dan pekerjaan seseorang.

7. Pikiran bunuh diri (suicidal thoughts/ideation): mulai dari kadang-kadang

memikirkan hal bunuh diri sampai terus menerus memikir akan cara bagaimana ia

dapat membunuh dirinya.

8. Pikiran bubungan (ideas of reference): pembicaraan orang lain, benda-benda atau

sesuatu kejadian dihubungkannya dengan dirinya, umpamanya burung bersiul

dianggapnya sebagai sebuah berita baginya, atau temannya memakai kemeja yang

berwarna merah diartikannya bahwa teman itu sedang marah kepadanya. (pasien

mungkin sadar, bahwa pikirannya itu tidak masuk akal).

9. Rasa terasing (alienasi): perasaanbahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda,

asing, umpamanya heran siapakah dia itu sebenarnya; rasanya ia berbeda sekali

dari orang lain; heran kenapa orang lain sudah berbeda, menjadi asing, aneh. Ini

dibedakan dari pikiran isolasi sosial dan dari amnesia.

10. Pikiran isolasi sosial (social isolation): rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil

dari masyarakat; rasa ditolak, tidak disukai oleh orang lain; rasa tidak enak bila

berkumpul dengan orang lain; lebih suka menyendiri. Ini dibedakan dari “menarik

diri” yang menunjukkan tingkah laku dan dari “isolasi” sebagai mekanisme

pembelaan psikologik.

11. Pikiran rendah diri: merendahkan, menghinakan dirinya sendiri, menyalahkan

dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah dilakukannya

12. Merasa dirugikan oleh orang lain: mengira ataumenyangka ada orang lain yang

telah merugikannya, sedang mengambil keuntungan dari dirinya atau sedang

mencelakakannya

13. Merasa dingin dalam bidang sexual: acuh-tak-acuh tentang hal sexual; kegairahan

sexual berkurang secara umum (hiposexualitas). Ini dibedakan dari gangguan

potensi sexual dan dari impotensia dan frigiditas

14. Rasa salah: sering mengatakan bahwa ia telah bersalah. Ini bukanlah waham

dosa.

9

Page 11: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

15. Pesimisme: mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal dalam

hidupnya.

16. Sering curiga: mengutarakan ketidakpercayaannya kepada orang lain. Ini bukan

waham curiga.

17. Waham: keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan

kenyataannya atau tidak scocok dengan intelegensi dan latar belakang

kebudayaannya, biarpun dibuktikan kemustahilan hal itu. Waham itu banyak

jenisnya, diantaraya:

1) Waham kejaran: umpamanya pasien yakin bahwa ada orang atau komplotan

yang sedang mengganggunya atau bahwa ia sedang ditipu, dimatai-matai atau

kejelekannya sedang dibicarakan orang banyak.

2) Waham somatik atau hipokhondrik: keyakinan tentang (sebagian) tubuhnya

yang tidak mungkin benar, umpamanya bahwa ususnya sudah busuk, otaknya

sudah cair, ada seekor kuda di dalam perutnya.

3) Waham kebesaran: yakni bahwa ia mempunyai kekuatan, pendidikan,

kepandaian atau kekayaan yang luar biasa, umpamanya bahwa dialah Ratu

Adil, dapat membaca pikiran orang lain, mempunyai puluhan atau mobil.

4) Waham keagamaan: waham dengan tema keagamaan

5) Waham dosa: keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang

besar, yang tidak dapat diampuni atau bahwa ia bertanggung jawab atas suatu

kejadian yang tidak baik, misalnya kecelakaan keluarga, karena pikirannya

yang tidak baik.

6) Waham pengaruh: yakin bahwa pikirannya, emosi atau perbuatannya diawasi

atau dipengaruhi oleh orang lain atau suatu kekuasaan yang aneh.

7) Waham nihilistic: yakin bahwa dunia ini sudah hancur atau bahwa ia sendiri

dan/atau orang lain sudah mati.

8) Tingkah laku yang dipengaruhi oleh waham: karena waham, maka ia berbuat

atau bertingkah laku demikian.

(Ada juga waham kelompok, seperti pada “folie a deux”, yaitu kelompok 2

orang berwaham yang sama; “folie a trios”, 3 orang dan sebagainya).

10

Page 12: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

18. Kekhawatiran yang tidak wajar tentang kesehatan fisiknya: takut kalau-kalau

kesehatan fisiknya tidak sesuai lagi dengan keadaan badannya yang sebenarnya.

Termasuk baik prihatin tentang sebuah organ, maupun tentang beberapa organ

tubuhnya (seperti pada nerosa hipokhondrik).

Gangguan pertimbangan ada hubungannya dengan keadaan mental yang

menghindari kenyataan yang menyakitkan. Pertimbangan ialah kemampuan

mengevaluasi keadaan serta langkah yang dapat diambil, alternatif yang dapat dipilih,

atau kemampuan menarik kesimpulan yang wajar berdasarkan pengalaman.

Bila langkah atau kesimpulan yang diambil itu sesuai dengan kenyataan seperti

yang dinilai dengan ukuran orang dewasa yang matang, maka pertimbangan itu utuh, baik

atau bermoral adanya. Sebaliknya jika langkah atau kesimpulan itu tidak cocok dengan

kenyataan, maka pertimbangan itu terganggu, kurang baik atau abnormal adanya. Dalam

pemilihan alternatif mungkin juga orang itu sering keliru, bimbang atau tidak puas

dengan pilihannya.

Gangguan ini dapat timbul dalam keadaan sebagai berikut:

1. Dalam hubungan keluarga; dalam keluarga inti atau keluarga luas, umpamanya

tidak insaf bahwa tingkah-lakunya mengganggu keluarganya

2. Dalam hubungan sosial lain: umpamanya merasa dirinya dirugikan atau dialang-

alangi secara terus menerus.

3. Dalam pekerjaan: misalnya harapan yang tidak realistic mengenai pekerjaannya.

4. Dalam rancangan untuk hari kemudiannnya: pasien tidak mempunyai rancangan

apapun (atau bagaimanakah pertimbangannya tentang rancangan yang ada

padanya) (Maramis, 2009).

11

Page 13: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

2. Fisiologi, Faktor Pencetus Gangguan Tidur yang Terkait Gangguan Psikiatri,

dan Patofisiologi serta Macam-macam Gangguan Tidur

a. Fisiologi Tidur

Tidur merupakan salah satu cara melepaskan kelelahan jasmani dan mental.

Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan

tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Semua

makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu

dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai

irama sikardian. Pusat kontrol irama sikardian terdapat pada ventral hipothalamus.

Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada

substansia ventrikulo retikularis medula oblongata yang disebut sebagai pusat tidur.

Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi (desinkronisasi)

terdapat pada rostral medula oblongata, disebut sebagai pusat penggugah atau

aurosal state.

Tidur dibagi dua tipe, yaitu tipe Rapid Eye Movement (REM) dan tipe Non

Rapid Eye Movement. Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiria tas

empat stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase

NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4 – 7 kali siklus semalam. Bayi

baru lahir total tidur 16 – 20 jam/hari, anak-anak 10 – 12 jam/hari, ekmudian

menurun 9 – 10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7 – 7,5 jam/hari

pada orang dewasa.

Tipe NREM dibagi menjadi empat stadium, yaitu:

1. Tidur stadium satu

Fase ini merupakan fase antara terjaga dan awal tidur. Fase ini didapatkan

kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata ke

kanan dan ke kiri. Fase ini berlangsung 3 – 5 menit dan mudah sekali

dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari campuran α, β, dan kadang

gelombang θ dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya

gelombang sleep spindle dan kompleks K.

2. Tidur stadium dua

12

Page 14: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergetak, tonus otot masih berkurang,

tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang θ

simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan

kompleks K.

3. Tidur stadium tiga

Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih

banyak gelombang Δ simetris antara 25 – 50% serta tampak gelombang sleep

spindle.

4. Tidur stadium empat

Merupakan tidur yang dalam dan sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi

oleh gelombang Δ sampai 50%, tampak gelombang sleep spindle.

Fase tidur NREM ini berlangsung antara 70 – 100 menit, setelah itu akan masuk

fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan

menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM

ditangai dengan adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah,

apabila dibangunkan hampir semua orang akan dapat menceritakan mimpinya, denyut

nadi bertambah dan pada laki – laki terjadi ereksi penis, tonus otot menunjukkan

relaksasi yang dalam.

Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode

neonatal mencapai 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEGnya

masuk fase REM tanpa melewati fase NREM stadium 1 – 4. Pada usia 4 bulan pola

berubah sehingga presentasi total tidur REM berkurang sampai 40%. Hal ini sesuai

dengan kematangan sel-sel otak. Kemudian akan masuk ke fase awal tidur yang

didahului fase NREM. Fase REM pada dewasa muda terdistribusi sebagai berikut:

NREM (75%) yaitu stadium 1 (5%), stadium 2 (45%), stadium 3 (12%), stadium 4

(13%) dan REM (25%).

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistem ARAS (Ascending

Reticulary Activity System). Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh

neurotransmitter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, dan

histaminergik.

13

Page 15: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

a. Sistem serotoninergik

Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino

tryptophan. Dengan bertambahnya jumlah tryptophan, maka jumlah serotonin yang

terbentuk juga meningkat dan akan menyebabkan keadaan mengantuk. Bila

pembentukan serotonin terhambat maka orang tersebut terjaga. Menurut beberapa

peneliti lokasi sistem serotoninergik terbanyak terletak di nukleus raphe dorsalis

batang otak. Sehingga terdapat hubungan antara aktifitas nukleus raphe dorsalis

dengan fase REM.

b. Sistem adrenergik

Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di nukleus

cereleus batang otak. Kerusakan neuron pada nukleus cereleus sangat

mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur.

c. Sistem kolinergik

Stimulasi jalur kolinergik memberikan gambaran EEG seperti orang terjaga.

Gangguan aktifitas kolinergik menyebabkan pemendekan fase REM.

d. Sistem histaminergik

Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur

e. Sistem hormon

Pengaruh hormon dalam siklus tidur adalah dengan mempengaruhi sekresi

neurotransmitter norepinefrin, dopamin dan serotonin yang mengatur mekanisme

tidur/bangun. Hormon yang berpengaruh adalah ACTH, GH, TSH dan LH (Japardi,

2010).

b. Faktor Pencetus Gangguan Tidur Terkait Gangguan Psikiatrik

Menurut Japardi (2010) dalam Handbook of Psychiatry, gangguan tidur yang

berhubungan dengan gangguan psikiatri, yaitu gangguan mental psikosis, anxietas,

gangguan afektif, panik (nyeri hebat), dan alkohol. Sedangkan menurut Harvard

Health Mental Letter (2009), gangguan psikiatrik yang mencetuskan gangguan

tidur, antara lain:

a. Depresi : Penelitian yang menggunakan metode dan populasi yang berbeda

memperkirakan bahwa 65 % sampai 90 % dari pasien dewasa dengan depresi berat,

14

Page 16: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

dan sekitar 90 % dari anak-anak dengan gangguan ini, mengalami beberapa jenis

masalah tidur. Kebanyakan pasien dengan depresi mengalami insomnia, tetapi

sekitar satu dari lima orang menderita obstructive sleep apnea. Masalah tidur

mempengaruhi hasil pengobatan bagi pasien dengan depresi. Penelitian melaporkan

bahwa pasien dengan depresi yang terus mengalami insomnia cenderung kurang

merespon pengobatan dibandingkan mereka yang tanpa masalah tidur. Bahkan

pasien yang suasana hatinya membaik dengan terapi antidepresan pun lebih

berisiko mengalami kekambuhan depresi di kemudian hari.

b. Gangguan bipolar : Penelitian pada populasi yang berbeda melaporkan

bahwa 69 % sampai 99 % dari pasien mengalami insomnia atau melaporkan

kurangnya kebutuhan tidur selama episode manik dari gangguan bipolar.Sedangkan

dalam penelitian lain pada depresi bipolar melaporkan bahwa 23 % sampai 78 %

dari pasien mengalami tidur berlebihan (hipersomnia) , sementara yang lain

mungkin mengalami insomnia atau susah tidur.

c. Gangguan kecemasan : Masalah tidur mempengaruhi lebih dari 50 % dari

pasien dewasa dengan gangguan kecemasan umum (Generalized Anxiety Disorder

[GAD]), yang umumnya terjadi pada pasien dengan gangguan stres pasca -trauma (

Post Traumatic Stress Disorder [PTSD]), dan dapat terjadi pada gangguan panik ,

gangguan obsesif-kompulsif , dan fobia. Gangguan ini juga sering terjadi pada anak

dan remaja. Suatu penelitian tidur di laboratorium menemukan bahwa anak-anak

dengan gangguan kecemasan membutuhkan waktu lebih lama untuk tertidur, dan

tidur kurang nyenyak dibandingkan dengan kelompok kontrol anak-anak yang

sehat.

d. Attention Deficit Hyperactivity Disorders (ADHD) : Berbagai masalah

tidur mempengaruhi 25 % sampai 50 % anak dengan ADHD. Masalah umum yang

terjadi termasuk sulit tidur, durasi tidur yang lebih pendek, dan tidur gelisah.

Gejala-gejala ADHD dan kesulitan tidur tumpang tindih begitu banyak sehingga

sulit untuk menguraikannya secara terpisah.

c. Patofisiologi Gangguan Tidur

15

Page 17: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS

(Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang

tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam

keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter

seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik.

• Sistem serotonergik

Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino

trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang

terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila

serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak

bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem

serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana

terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

• Sistem Adrenergik

Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di

badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus

cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan

yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan

menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan

jaga.

• Sistem Kholinergik

Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra

vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini,

mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan

aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat

pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat

antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari

lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

• Sistem histaminergik

Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur

• Sistem hormon

16

Page 18: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon

seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi

secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus pathway. Sistem

ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin,

dopamin, serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun

(Japardi, 2010).

d. Macam-macam gangguan tidur

1. Insomnia

Insomnia, yaitu kurangnya atau menurunnya kemampuan untuk tidur, yang terdiri

dari insomnia awal (initial insomnia), yaitu sulit jatuh tidur, insomnia pertengahan

(middle insomnia) kesulitam tidur sepanjang malam dan kalau bisa tidur, terbangun

sulit untuk tidur lagi, insomnia akhir (terminal late) dan bangun terlalu awal (pagi).

2. Parasomnia

Parasomnia adalah suatu kelainan yang disebabkan kejadia perilaku atau psikologis

abnormal yang muncul di kala tidur, tahapan tertentu, atau transisi fase tidur-

terjaga. Parasomnia lebih umum terjadi pada anak-anak dan tidak selalu

menandakan adanya masalah psikologis atau psikiatris yang signifikan.

Jenis-jenis parasomnia :

- Tidur jalan

- Makan sambil tidur

- Terror tidur

- Gangguan soal tidur

3. Tidur Apnea

Tidur apnea adalah suatu kondisi dimana terjadinya penghetian napas disaat tidur.

Tidur apnea sangat umum terjadi, layaknya diabetes yang lazim menimpa orang

dewasa.

4. Narkolepsi

Kelainan tidur ini secara umum ditandai munculnya keinginan tidur di sinag hari

secara tak terkendali. Penderita sering kali jatuh tertidur di sembarang waktu dan

tempat, juga terjadi berulang kali dalam sehari. Narkolepsi adalah kelainan

17

Page 19: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

neourologis (yang menyerang otak dan syaraf) kronis yang melibatkan system saraf

pusat tubuh.

Gejala-gejala narkolepsi antara lain :

- Katalepsi, yaitu mengalami serangan tiba-tiba, hilangnya kelenturan otot temporal

pada tubuh.

5. Paralisis tidur

Paralisis tidur adalah fungsi alamiah tubuh yang menyebabkan penderitanya

mengalami kelumpuhan di kala tidur. Dulunya dikenal dengan nama The Old Hag

Syndrome. Mereka yang mengalami fenomena ini kadang merasa ketakutan karena

mengira sedang diserang oleh setan. Zaman dulu, ada kepercayaan kalau fenomena

ini diakibatkan oleh "Old Hag" atau "Penyihir" yang sedang menduduki dada

korban.

3. Macam-macam Gangguan Mood dan Afek

Mood didefinisikansebagai “alamperasaan” atau “suasanaperasaan” yang

bersifat internal.Ekspresieksternaldari mood disebutafek, atau eksternal

display.Sejak lama dalamliteraturpsikiatri mood yang

terganggudisebutgangguanafektif.Tetapi, kuranglebihdalam 5 tahunterakhir,

gangguanafektifinidiubahnamanyadengangangguan mood.Yang paling

utamadalamgangguanmoodiniadalah mood yang menurunatautertekan yang

disebutdepresi, dan mood yang meningkat atauekspansif yang disebut mania

(manik).Baik mood yang menurunatauterdepresidan mood yang

meningkatbersifatgradual,suatu kontinuitas darikeadaan normal ke bentuk yang

jelas-jelaspatologik.Padabeberapaindividugejala-

gejalanyabisadisertaidenganciripsikotik.

a. TandadanGejalaDepresi

Depresiadalahkeadaanemosional yang ditandaikesedihan yang

sangat,perasaanbersalah, tidakberharga, menarikdiridari orang lain,

kehilanganminatuntuktidur dan seks sertahal-halmenyenangkanlainnya.Orang

yang depresimungkin:

18

Page 20: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

-Sulitkonsentrasi, bicaranyapelan, kata-kata monoton, suarapelan

-Memilihuntuksendiriandanberdiamdiri; ataujustrutidakbisadiam

-Sulitmenemukansolusipermasalahan

Tandadangejaladepresimungkinbervariasibergantungusia, anak-anak yang

depresiseringkalimenunjukkankeluhansomatis,

sepertisakitperutatausakitkepala, sedangkan orang dewasa yang

depresiseringkalimudahlupadanmudahterdistruksi.

Gejala-gejalaringandapatberupapeningkatandarikesedihanatau relasi normal

sedanggejala-gejalaberatdikaitkandengansindromgangguan mood yang

terlihatberbedasecarakualitatifdariproses normal

danmembutuhkanterapispesifik.

Gangguandepresiseringdijumpai.Prevalensiselamakehidupanpadawanita 10%-

25% danpadalaki-laki 5%-12%.Walaupundepresilebihseringpadawanita,

bunuhdirilebihseringpadalaki-lakiterutamausiamudadantua.

b. Klasifikasi Mood

Gangguan mood berbedadalamhalmanifestasiklinik, perjalananpenyakit,

genetik, danresponspengobatan.Kondisiinidibedakansatusama lain berdasarkan:

(1) adatidaknya mania (bipolar atau unipolar); (b) beratringannyapenyakit

(mayor atau minor); (c) kondisimedikataupsikiatrik lain

sebagaipenyebabgangguan. Maka, diklasifikasikan sebagaiberikut:

(I) Gangguan mood mayor : depresi mayor dan/ atautanda-

tandagejalamanik.Gangguan Bipolar I(manik-depresi) – mania

padamasalaluatausaatini ( denganatautanpaadanyadepresiatauriwayatdepresi).

Gangguan Bipolar II – hipomaniadandepresi mayor

mestiadasaatiniataupernahada. GangguanDepresi Mayor-

hanyadepresiberatsaja.

(II) Gangguan mood spesifiklainnya. Depresi minor dan/ataugejala-

gejaladantanda-tandamanik.Gangguandistimia –

depresisaja.Gangguansiklotimia –depresidanhipomaniksaatataubarusajaberlalu

(secaraterusmenerusselama 2 tahun).

19

Page 21: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

(III) Gangguan mood akibatkondisimedikumumdangangguan mood akibatzat.

(IV) Gangguanpenyesuaiandengan mood depresi:depresi yang disebabkanoleh

stresor.

c. Diagnostik Formal Gangguan Mood Menurut DSM IV-TR

Depresimerupakansuatusindrom yang ditandaidengansejumlahgejalaklinik

yang manifestasinyabisaberbedapadamasing-masingindividu.Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV)

merupakansalahsatuinstrumen yang dipakaiuntukmenegakkan diagnosis

depresi, selain PPDGJ-III (ICD-X) yang digunakan di seluruh RSJ

Indonesia.Bilamanifestasigejaladepresimunculdalambentuk keluhan yang

berkaitandengan mood (sepertimurung, sedih, putusasa), diagnosis

depresidenganmudahdapatditegakkan.Tetapi,

bilagejaladepresimunculdalamkeluhanpsikomotoratausomatiksepertimalasbeke

rja, lamban, lesu, nyeriuluhati, sakitkepalaterusmenerus, adanyagejaladepresi

yang melatarbelakangiseringtidakterdiagtnosis.Ada masalah yang

jugadapatmenutupi diagnosis depresi, misalnyaindividupenyalahgunaan

alkoholatau NAPZA untukmengatasidepresi,

ataudepresimunculdalambentukgangguanperilaku.

d. Diagnosis Depresi (Depresi Mayor/ Unipolar)

- Minimal 2 minggukehilanganminatdankesenangan serta mood depresif.

- Minimal muncul 4 diantarasimptom additional berikutini, yaitu:

gangguantidurdannafsumakan, hilangenergi, worthlessness, suicidal thought,

dansulit konsentrasi.

- Subclinical depression: individu yang simtomnyakurangdari 5,

memilikikesulitandalamfungsipsikologis

- Depresi 2-3 kali lebihseringpadawanitadaripadapria;

lebihseringterjadipadagolonganekonomibawah dan dewasamuda

- Depresicenderungmunculberulang pada 80 % penderitamengalami episode

lain

20

Page 22: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

e. Diagnosis Gangguan Bipolar

- Gangguan Bipolar I: episode mania/ campuran, terdapatsimtom mania

dandepresi. Episode mania disini minimal muncul 3 simtom additional (4

simtomjika mood hanyairritable).

-Gangguan bipolar lebihjarangmunculdaripadadepresi mayor

- Rata-rata onset: umur 20an, seimbangantarapriadanwanita.

f. GangguanMoodKronik

Jangkapanjang, minimal 2 tahun,

belumcukupmengganggufungsisosialdanpekerjaan.

Ada 2 jenis:

a. Gangguan cyclothymic

b. Periodedepresidanhipomaniaberulang. Selamadepresipasienmerasainadekuat,

selamahipomaniaself-esteemmeningkat. Menarikdiri,

tidurterlaluseringatauterlalusebentar, sulitkonsentrasi, danjarangberbicara.

g. Gangguan Mood danDepresi

- Individu yang

depresilebihsedikitmenunjukkanekspresiwajahpositifdanmengalamiemosimeny

enangkan.

- Gangguankecemasanbiasanyamunculbersamaandengandepresi.

h. Teori Psikoanalisis tentang Depresi

Teoripsikodinamikaklasikmengenaidepresidari Freud

danparapengikutnyameyakinibahwadepresimewakilikemarahan yang

diarahkankedalamdirisendiridanbukanterhadap orang-orang yang dikasihi.Rasa

marahdapatdiarahkankepada diri setelahmengalamikehilangan yang

sebenarnyaatauancamankehilangandari orang-orang yang dianggappentingini

(Neviddkk., 2005).

21

Page 23: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Menurutpandanganini, gangguan bipolar mewakilidominansi yang

berubah-ubahdarikepribadianindividuantara ego dan

superego.Dalamfasedepresi, superego adalahdominan, memproduksikesadaran

yang berlebihanataskesalahan-

kesalahandanmembanjiriindividudenganperasaanbersalahdanketidakberhargaan

(Neviddkk., 2005).

Model psikodinamikaterbaru lebihterfokuspadaisu-isu yang

berhubungandenganperasaan individual akan self-worth atau self-esteem. Suatu

model, yang disebut model self-focusing,

mempertimbangkanbagaimanamengalokasikan proses

atensimerekasetelahsuatukehilangan (kematian orang yang dicintai, kegagalan

personal, dll). Menurut model ini, orang yang

mudahterkenadepresimengalamisuatuperiode self-examination (self-focusing)

yang intenssetelahterjadinyasuatukehilanganataukekecewaan yang

besar.Merekamenjaditerpakupadapikiran-

pikiranmengenaiobjekatautujuanpenting yang

hilangdantetaptidakdapatmerelakanharapanakanentahbagaimanacaramendapatk

annyakembali (Neviddkk, 2005).

i. Macam-macammood

• Mood eutimia: adalah suasana perasaan dalam rentang normal, yakni

individu mempunyai penghayatan perasaan yang luas dan serasi dengan

irama hidupnya

• Mood hipotimia: adalah suasana perasaan yang secara pervasif diwarnai

dengan kesedihan dan kemurungan. Individu secara subyektif

mengeluhkan tentang kesedihan dan kehilangan semangat. Secara obyektif

tampak dari sikap murung dan perilakunya yang lamban

• Mood disforia: menggambarkan suasana perasaan yang tidak

menyenangkan. Seringkali diungkapkan sebagai perasaan jenuh, jengkel,

atau bosan.

22

Page 24: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

• Mood hipertimia: suasana perasaan yang secara perfasif memperlihatkan

semangat dan kegairahan yang berlebihan terhadap berbagai aktivitas

kehidupan. Perilakunya menjadi hiperaktif dan tampak enerjik secara

berlebihan.

• Mood eforia: suasana perasaan gembira dan sejahtera secara berlebihan.

• Mood ekstasia: suasana perasaan yang diwarnai dengan kegairahan yang

meluap luap. Sering terjadi pada orang yang menggunakan zat

psikostimulansia

• Aleksitimia: adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk

menghayati suasana perasaannya. Seringkali diungkapkan sebagai

kedangkalan kehidupan emosi. Seseorang dengan aleksitimia sangat sulit

untuk mengungkapkan perasaannya .

• Anhedonia: adalah suatu suasana perasaan yang diwarnai dengan

kehilangan minat dan kesenangan terhadap berbagai aktivitas kehidupan.

• Mood kosong: adalah kehidupan emosi yang sangat dangkal,tidak atau

sangat sedikit memiliki penghayatan suasana perasaan. Individu dengan

mood kosong nyaris kehilangan keterlibatan emosinya dengan kehidupan

disekitarnya. Keadaan ini dapat dijumpai pada pasien skizofrenia kronis.

• Mood labil:suasana perasaan yang berubah ubah dari waktu ke waktu.

Pergantianperasaandarisedih, cemas, marah, eforia, munculbergantian, dan

takterduga. Dapatditemukan pada gangguanpsikosisakut.

• Moodiritabel: suasanaperasaan yang sensitif, mudahtersinggung,

mudahmarah dan seringkalibereaksiberlebihanterhadapsituasi yang

tidakdisenanginya.

j. Macam-macam afek

Afekadalahemosiatauperasaan yang

ditunjukkanolehpasiendandapatdiamatioleh orang lain, jadimerupakangejala

23

Page 25: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

yang objektif yang dapatdilihatpadasaatpemeriksaanpsikiatrik. Berbedadengan

mood yang merupakanpengalamansubjektif yang

dilaporkanolehpasien.Macam-macamafek,antara lain:

a). Afekserasi

Afek yang normal dimanasuasanaemosionalserasidengangagasan,

p

ikiranataupembicaraan.Individudenganafekserasimemilikitingkahlakudanekspr

esi yang sesuaidengansuasanaemosionalnya.

b). Afektidakserasi

Afek yang tidaksesuaiantarasuasanaemosionaldengangagasan,

pikiranataupembicaraan yang

menyertainya.Individudenganafekinitingkahlakudanekspresinyatidaksesuaiden

gansuasanaemosionalsepertitertawadisaatsedih.

c). Afektumpul

Suatugangguanafek yang manifestasinyadalampengurangan yang

beratdariintensitassuasanaperasaan yang

ditampilkan.Individudenganafekiniekspresiperasaannyasangatkurang.

d). Afekterbatas

Penguranganintensitassuasanaperasaan yang

tidakbegituberatdibandingkandenganafektumpul, tetapijelaspengurangannya.

e). Afekdatar

Afek yang tidakadaatauhampirtidakadanyasetiaptandapernyataanafektif,

suaratidakberubah (monoton), wajahtidakbergerak, responafektifbenar-

benartidakada,biasanyaterdapatpadaskizofrenia.

f). Afeklabil

Perubahansuasanaperasaanemosional yang cepatdanmendadak yang

tidakadahubungannyadenganrangsangandariluar.Afekberubahdengancepatantar

24

Page 26: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

aberbagaikeadaanemosionalumpamanyadarimengangis-tertawa-marah

(Nuhriawangsa, 2011).

k. Mekanisme gangguan mood dari segi neurokimiawi

Terdapat peran neurotransmitter serotonin pada gangguan mood.

Serotonin disintesa dari asam amino esensial tryptophan dalam 2 tahap

enzimatis. Plasma tryptophan masuk blood brain barier secara aktif dengan

melalui large neutral amino acid trasporter protein.perubahan fungsi

serotonergik otak menunjukkan perubahan fungsi tubuh dan perilaku yang

merupakan gejala klinis utama dari depresi, sepert nafsu akan, tidur, fungsi

seksual, sensitivitas nyeri, temperatur tubuh, dan irama sirkadian. Pelepasan

serotonin hampir konstan sepanjang hari dan mereda selama tidur REM (Rapid

Eye Movement). Pelepasan serotonin neuron elatif konstan namun responsif

terhadap stres (Maramis, 2009).

Penemuan penelitian yang paling konsisten adalah korelasi antara

penurunan 5-HIAA (5-Hydroxy-Indole Acetic Acid), metabolit

serotonindengan impulsivitas, agresi dan suiside dengan kekerasan. Studi post-

mortem menemukan pengurangan jumlah SERT (Serotonin Transporter) di

kortex frontalis orban bunuh diri dan di hipokampus dan kortex occipital pasien

depresi. Studi lain melaporkan adanya 5-HT1A di dorsal raphe dan median

raphe pada korban bunuh diri. Penelitian lain menemukan peningkatan reseptor

5-HT2 platelet darah pada pasien depresi atau bunuh diri (Maramis, 2009).

Berdasarkan banyak data dapat disimpulkan bahwa kelainan

patologis utama pada gangguan mood mungkin berada dalam saraf dari sirkuit

otak yang membawahi emosi. Neuron ini tidak dapat mentolerasi peurnan

serotonin dan modulasi noreepinefrin serta dopamin (Maramis, 2009).

4. Langkah IV : Menginventarisasi secara sistematik berbagai penjelasan yang didapatkan

pada langkah III

25

Page 27: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Dari hasil langkah II kami menyimpulkan bahwa keluhan pada pasien berupa depresi

berulang dengan episode kini berat non psikotikdi mana pasien pernah mengalami

gangguan serupa kurang lebih 1 tahun yang lalu.

5. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran

LO yang belum terjawab antara lain :

a. Bagaimana hubungan keluhan satu tahun yang lalu dengan keluhan yang dialami

sekarang oleh pasien pada skenario?

b. Bagaimana overview manik dan bipolar?

c. Apa saja etiologi depresi?

d. Bagaimana epidemiologi depresi?

e. Bagaimana patofisiologi depresi yang terkait dengan skenario?

f. Apa saja gejala, episode, dan tipe depresi?

g. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan status mental pada skenario?

h. Apa saja pemeriksaan mental dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan terkait

dengan skenario?

i. Bagaimana penatalaksanaan depresi?

j. Bagaimana pencegahan depresi?

k. Apakah kepribadian dapat diubah dan cara yang dilakukan bila dapat diubah pada

kasus depresi?

6. Langkah VI : Belajar mandiri

Langkah ini kami lakukan untuk mencari LO yang belum terjawab dan

mempersiapkan diskusi pada pertemuan kedua tutorial

7. Langkah VII : Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru yang diperoleh

1. Hubungan Keluhan Satu Tahun yang Lalu dengan Keluhan yang Dialami Sekarang

oleh Pasien pada Skenario

a. Gangguan Tidur dan Nafsu Makan

26

Page 28: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Gangguan tidur merupakan salah satu gejala depresi. Pengukuran polisomnografi

tidur menunjukan peningkatan sleep-onset latency, peningkatan aktivitas fase REM,

peningkatan aktivitas EEG frekuensi cepat, dan penurunan aktivitas EEG slow-wave

pada tahap non-REM (Germain, 2004).

Menggunakan fluorodeoxyglucose (FDG) positron emission tomography (PET),

dilakukan pengukuran metabolisme otak dengan mengukur metabolisme glukosa otak.

Orang depresi memiliki metabolisme glukosa otak total yang lebih tinggi daripada

orang sehat pada tahap non-REM. Ini mendukung hipotesis overarousal pada orang

depresi. Hipofrontalitas yang terjadi pada saat sadar mungkin mencegah reduksi

aktivitas otak dari sesaat sebelum tidur hingga tahap non-REM. Pada orang normal, ada

reduksi yang signifikan pada aktivitas otak di daerah kortikal selama tahap non-REM.

Penurunan aktivitas kortikal tahap sebelum tidur sampai non-REM pada orang normal

dikatakan sebagai penyebab restorasi fungsi kognitif selama tidur. Sedangkan pada

orang depresi, kegagalan untuk menurunkan aktivitas kortikal terutama di daerah frontal

dikatakan sebagai penyebab kelainan tidur dan tidur yang nonrestoratif (tidak segar)

(Germain, 2004).

Gangguan tidur pada orang depresi dapat berasal dari fungsi abnormal region

yang berperan untuk memulai dan mempertahankan tahap non-REM. Selama transisi

antara sadar sampai tahap non-REM, aktivitas neuronal diturunkan pada area yang

menyebabkan arousal seperti locus coeruleus, raphe nuclei, dan tuberomammilary

nucleus. Selama tahap itu juga neuron thalamocortical mengalami hiperpolarisasi. Area

yang menyebabkan tidur terlokalisasi di preoptic hypothalamus menunjukkan

peningkatan aktivitas selama tahap itu. Pada orang sehat, tahap non-REM ditandai

dengan penurunan aktivitas metabolik dan aliran darah ke mesencephalic brainstem,

thalamus, dan basal forebrain. Pada orang depresi gangguan tidur dikarenakan aktivitas

abnormal pada struktur itu (Germain, 2004).

Percobaan yang dilakukan oleh Germain et al menunjukkan hasil bahwa orang

depresi menunjukkan penurunan yang kecil metabolisme glukosa regional di region

frontal, parietal dan temporal, dan dorsomedial thalamus. Penemuan ini menunjukkan

bahwa depresi dikarakteristikkan dengan deaktivasi kortikal dan thalamus yang kecil.

Tetapi pada metabolisme seluruh bagian otak tidak menunjukkan peningkatan

27

Page 29: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

metabolisme dibandingkan orang sehat. Namun dengan kegagalan untuk menunjukkan

penurunan aktivitas di daerah thalamus dan anterior forebrain serta aktivitas metabolic

yang tetap di dorsomedial thalamus dan area yang berkaitan baik dengan prefrontal dan

parietal cortices dapat menjadi penyebab tetapnya aktivitas metabolik frontal dan

parietal tahap non-REM pasien depresi. Deaktivasi frontal dan thalamus umumnya

menyebabkan insomnia (Germain, 2004).

Studi yang dilakukan oleh Bixler et al, mencari hubungan antara excessive

daytime sleepness (EDS) dengan sleep apnea. Menggunakan metode cohort dilakukan

pengukuran terhadap keluhan EDS. Subjek diambil acak (N=16.583) dengan rentang

umur 20-100 tahun. Selanjutnya subjek (N=1.741) secara acak dilakukan pemeriksaan

lebih lanjut di laboratorium tidur selama satu malam. Kemudian dilakukan evaluasi

simultan terhadap faktor risiko yang luas terhadap terjadinya EDS di populasi umum.

Hasilnya adalah pengobatan terhadap depresi yang sedang dilakukan memiliki

hubungan yang paling kuat. Hal ini tidak berubah saat dilakukan kontrol dengan

penggunaan obat antidepresan. Jadi hasilnya mendukung peranan depresi sebagai faktor

risiko mayor di populasi umum. Perhitungan menunjukkan depresi sebagai faktor risiko

yang paling signifikan untuk terjadinya EDS, diikuti oleh faktor risiko lain yaitu indeks

massa tubuh, durasi tidur, diabetes, merokok, dan terakhir adalah sleep apnea. Keeratan

hubungan depresi dengan EDS berkurang seiring dengan peningkatan umur. EDS

sangat sering pada umur muda (<30 tahun) dan umur sangat tua (>75 tahun)

(Bixler,2005).

Review yang dilakukan oleh Chorney et al, menunjukkan banyak sumber yang

menyebutkan hubungan yang erat antara depresi dengan gangguan tidur. Literatur dan

sumber diambil dari database komputer dan bibliografi artikel yang relevan. Tujuan

review adalah mengumpulkan dan mengevaluasi hubungan antara tidur, kecemasan, dan

depresi pada anak dan menyediakan rekomendasi untuk penelitan di kemudian hari.

Hasilnya banyak penelitian tentang hubungan gangguan tidur dengan kecemasan dan

depresi, gejala penyakitnya banyak yang saling tumpang tindih antara depresi,

kecemasan, dan tidur. Hubungan antara tidur dengan depresi lebih kuat daripada dengan

kecemasan. Hubungan yang kuat ini ditemukan pada anak-anak, remaja, dan dewasa.

Hasil penelitian dari beberapa literatur antara lain: (1). Anak dan remaja yang

28

Page 30: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

mengalami depresi mayor menunjukkan gejala insomnia yang signifikan. (2). Anak

yang depresi mengalami masalah dengan sleep onset, bangun secara tiba-tiba, dan

hipersomnia. (3). Remaja yang mengalami depresi menunjukkan gangguan tidur yang

tinggi. (4). Hubungan yang kuat antara gangguan tidur dan depresi umum terjadi pada

orang dewasa. (5). Hubungan menjadi lebih kuat ketika anak berkembang menjadi

remaja dan dewasa. (6) (Chorney, 2008).

b. Fisiologi Tidur Normal

Tidur normal memiliki empat tahapan mulai dari sesaat sebelum tidur

sampai bermimpi, tiap tahap memiliki gelombang berbeda. Gelombang ini diukur

dengan alat encephalogram (EEG). Pada saat orang akan bersiap tidur, gelombang alfa

8-12 Hz akan menyela gelombang tinggi-frekuensi rendah-voltase yang menandai

active wakefulness (keadaan bangun aktif). Setelah itu, ketika orang tertidur, ada

transisi yang tiba-tiba ke periode EEG tidur tahap 1. EEG tidur tahap 1 adalah sinyal

tinggi-frekuensi rendah-voltase yang mirip tetapi lebih lamban dibanding yang tampak

pada keadaan bangun aktif (Pinel, 2009).

Ada peningkatan gradual pada voltase EEG dan penurunan pada frekuensi

EEG ketika orang itu beranjak dari tidur tahap 1 ke tahap 2,3,4. Oleh sebab itu, EEG

tidur tahap 2 memiliki amplitudo yang sedikit lebih tinggi dan frekuensi yang lebih

rendah dibandingkan EEG tahap 1. EEG tidur tahap 3 didefinisikan oleh keberadaan

gelombang delta, gelombang EEG paling lamban dengan frekuensi 1-12 Hz yang

muncul sekali-sekali, sementara EEG tidur tahap 4 didefinisikan sebagai predominasi

gelombang delta. Begitu subjek mencapai tidur tahap 4, mereka bertahan di tahap itu

selama waktu tertentu, dan kemudian mundur kembali melalui tahap-tahap tidur

sampai ke tahap 1. akan tetapi, ketika mereka kembali ke tahap 1, segala sesuatunya

tidak persis sama dengan yang pertama. Periode pertama EEG tahap 1 selama sebuah

tidur malam (initial stage 1 EEG) tidak ditandai oleh perubahan elektromiogradik atau

elektrookulografik yang tajam sementara peride EEG tahap 1 berikutnya (emergent

stage 1 EEG) disertai Rapid Eye Movement (REM) dan oleh hilangnya ketegangan

otot batang tubuh. Ini merupakan tahap terjadinya mimpi (Pinel, 2009).

Setelah siklus EEG tidur yang pertama (dari tahap 1-4 mundur lagi ke

emergent stage), sepanjang malam dihabiskan maju mundur melalui tahap itu. Tiap

29

Page 31: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

siklus cenderung berlangsung 90 menit. Ketika malam semakin larut, semakin banyak

waktu yang dihabiskan di emergent stage, dan semakin kurang waktu di tahap lain

khususnya tahap 4. Aksi fisiologis lainnya seperti aktivitas serebral (konsumsi

oksigen, penembakan neural) meningkat ke tingkat bangun, peningkatan aktivitas saraf

otonom: tensi, denyut nadi, respiration rate. Otot anggota badan bergerak terkejat-

kejat, ereksi klitoral dan penis pada tingkat tertentu (Pinel, 2009).

c. Gangguan Tidur

Tidur adalah proses yang dibutuhkan otak untuk berfungsi secara tepat.

Keseriusan dari gangguan tidur tidak diketahui oleh masyarakat umum karena mereka

menganggap hal ini tidak berbahaya. International Classification of Sleep

Disorders(ICSD) merupakan klasifikasi paling lengkap untuk gangguan tidur dan sering

digunakan. DSM-IV memasukkan banyak klasifikasi dari ICSD (Stores, 2003).

Pasien dengan depresi mayor, 95% memiliki gangguan tidur menurut kriteria

EEG. Perubahan tidur yang berhubungan dengan depresi termasuk gangguan secara

umum dan arsitektural. Perubahan secara umum terdiri dari peningkatan latensi tidur,

sering terbangun, dan terbangun terlalu awal di pagi hari diikuti kesulitan untuk

melanjutkan tidur. Perubahan makroarsitektural termasuk pergeseran pusat slow-

wavesleep (SWS) dari NREM-REM pertama ke siklus selanjutnya, latensi REM biasanya

juga memendek. Analisis mikroarsitektural menunjukkan peningkatan densitas gerakan

mata, terutama awal periode tidur (Stores,2003).

d. Penyebab Gangguan Tidur (Depresi)

Gangguan tidur dapat disebabkan oleh banyak hal atau bersifat holistik. Hal yang

mempengaruhi adalah biopsikososial yaitu dari faktor genetik, psikologis, dan

lingkungan. Sehingga bisa dikatakan penyebabnya sangat kompleks dan memerlukan

investigasi yang cermat. Namun pada tulisan ini hanya akan dibahas salah satu penyebab

gangguan tidur yaitu depresi.

Etiologi depresi yang dapat dihubungkan dengan gangguan tidur

adalahterganggunya neurotransmiter serotonin. Serotonin berperan dalam pengontrolan

afek, agresivitas, tidur, dan nafsu makan. Neuron serotoninergik berproyeksi dari nucleus

30

Page 32: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

rafe dorsalis batang otak ke korteks serebri, hipotalamus, ganglia basalis, septum, dan

hipokampus. Proyeksinya ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya pada gangguan

psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, namun satu transmiter saja dapat

memberikan efek ke seluruh otak. Percobaan yang dilakukan pada tikus menunjukkan

gangguan pada 5-ht7 dapat mengurangi perilaku depresif dan penurunan durasi REM

(Amir, 2004).

Gangguan regulasi hormon dapat menyebabkan depresi yaitu Cortical-

Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Cortical Axis (CHPA). Mekanisme normalnya adalah

adanya pengalaman buruk sehari-hari akan dicatat dalam korteks serebri dan sistem

limbik sebagai stresor. Bagian otak ini akan mengirim pesan ke tubuh untuk

mempersiapkan diri mengatasi stresor tersebut. Target organnya adalah kelenjar adrenal.

Kelenjar ini akan mensekresikan kortisol untuk mempertahankan hidup. Kortisol

berfungsi dalam mengatur tidur, nafsu makan, fungsi ginjal, sistem imun, dan semua

faktor penting dalam kehidupan. Kadar kortisol turun pada saat malam sebelum tidur,

sedangkan pada saat bangun pagi akan meningkat sehingga kita bisa bangun dengan

segar. Peningkatan kortisol akan menyebabkan mekanisme umpan balik ke hipotalamus

untuk mengurangi sekresi Corticotrophin Releasing Hormone (CRH) dan ke kelenjar

hipofisis anterior untuk mengurangi sekresi Adenocorticotrophin Hormone(ACTH).

Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stresor yang dialami

seseorang pada awal kehidupannya. Stresor yang berulang akan menyebabkan

peningkatan sekresi CRH dan penurunan sensitivitas reseptor CRH adenohipofisis.

Sehingga pada akhirnya sekresi kortisol juga terganggu. Stresor pada awal kehidupan ini

dapat menyebabkan perubahan yang menetap pada sistem neurobiologik atau dapat

membuat jejak pada sistem saraf yang berfungsi merespon stresor tersebut. Akibatnya

seseorang akan rentan terhadap stresor dan risiko penyakit yang berkaitan dengan stresor

menjadi meningkat. Salah satunya depresi pada saat dewasa (Amir, 2004).

e. Gangguan Tidur sebagai Penyebab Depresi

Review yang dilakukan oleh Chorney et al, pada banyak sumber menunjukkan

hasil yang sama yaitu peningkatan risiko depresi. Hubungan antara tidur dengan depresi

lebih kuat daripada gangguan mood lainnya. Hubungan yang kuat ditemukan pada hampir

31

Page 33: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

seluruh kategori umur. Hasil penelitian dari beberapa literatur antara lain: (1) Remaja

yang kurang tidur menunjukkan tingkat depresi yang tinggi (2). Orang dewasa dengan

gangguan tidur hampir memiliki risiko dua kali menjadi depresi (3). Salah satu studi

menunjukkan bahwa anak yang mengalami gangguan tidur memiliki peningkatan risiko

mengalami depresi atau kecemasan. Hasil itu juga mendukung studi selanjutnya yang

menyatakan bahwa 73% anak depresi diawali dengan insomnia atau hipersomnia

(Chorney, 2008).

f. Hubungan Gangguan Tidur dan Nafsu Makan dengan Faktor Biologi Depresi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik,

seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5

methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada

pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah

serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada

pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran

mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan,

2010). Norepinefrin memiliki fungsi mengatur fungsi pernafasan, pikiran, persepsi, daya

penggerak, fungsi kardiovaskuler, tidur dan bangun. Serotonin berfungsi mengatur tidur,

bangun, libido, nafsu makan, perasaan, agresi persepsi nyeri, koordinasi dan penilaian.

Abnormalitas pada kedua neurotransmitter tersebut dapat menyebabkan gangguan tidur

dan nafsu makan. Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut

tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan

penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala

depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan

bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).

g. Depresi berulang

Dari skenario pasien mengalami depresi berulang. Berdasarkan PPDGJ III, gejala-

gejala depresi sebagai berikut:

• Gejala utama

- Afek depresif

32

Page 34: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

- Kehilangan minat dan kegembiraan

- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

• Gejala lainnya

- Konsentrasi dan perhatian berkurang

- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

- Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri

- Tidur terganggu

- Nafsu makan berkurang

Pasien yang mengalami sekurangnya dua episode depresi diklasifikasikan dalam

DSM IV sebagai menderita gangguan depresi berat berulang. Masalah utama dalam

mendiagnosis episode rekuren gangguan depresif adalah memutuskan kriteria apa yang

digunakan untuk menandakan resolusi masing-masing periode. Dua variabel adalah

derajat resolusi gejala dan lamanya resolusi. Tiap episode depresi yang jelas dipisahkan

oleh sekurangnya periode dua bulan, di mana selama periode itu pasien tidak memiliki

gejala depresi yang bermakna.

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Depresif Berulang menurut DSM-IV:

• Adanya episode depresif tunggal

• Episode depresif tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan skizoafektif, dan tidak

bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan delusional,

atau gangguan psikotik yang tidak ditentukan.

• Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran, atau episode hipomanik.

Jika semua kriteria memenuhi diagnosis suatu episode depresi, tentukan status

klinis:

- Ringan, sedang, atau berat, dengan atau tanpa gejala psikotik

- Kronis

- Dengan ciri katatonik

- Dengan ciri melankolik

- Dengan ciri atipikal

- Dengan onset pasca persalinan

33

Page 35: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Jika tidak semua kriteria memenuhi diagnosis suatu episode depresi berat,

tentukan status klinis:

- Remisi sebagian, remisi penuh

- Kronik

- Dengan ciri katatonik

- Dengan ciri melankolik

- Dengan ciri atipikal

- Dengan onset pasca persalinan

Sebutkan:

- Penentu perjalanan longitudinal (dengan atau tanpa pemulihan interepisode)

- Dengan pola musiman

Sedangkan, pedoman diagnostik untuk Gangguan Depresif Berulang (F33)

menurut PPDGJ III:

• Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari:

- Episode depresi ringan (F32.0)

- Episode depresi sedang (F32.1)

- Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih

jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.

• Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dengan peninggian afek dan hiperaktivitas

yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).

Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari

peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0)

segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh

tindakan pengobatan depresi).

• Pemulihan keadaan biasanya sempurna di antara episode, namun sebagian kecil pasien

mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk

keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan).

• Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh

peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stress tidak

esensial untuk penegakan diagnosis).

34

Page 36: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Pedoman diagnostik Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan (F33.0):

• Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode

sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang (F32.1); dan

• Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2

minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

Karakter kelima: F33.00 Tanpa gejala somatik

F33.01 Dengan gejala somatik

Pedoman diagnostik Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang (F33.1): 3

• Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode

sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0); dan

• Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing selama minimal 2 minggu

dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

Karakter kelima: F33.10 Tanpa gejala somatik

F33.11 Dengan gejala somatik

Pedoman diagnostik Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala

Psikotik (F33.2): 3

• Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode

sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik

(F32.2); dan

• Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2

minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

Pedoman diagnostik Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala

Psikotik (F33.2): 3

• Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode

sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik

(F32.3); dan

• Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2

minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

Pedoman diagnostik Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi (F33.4): 3

35

Page 37: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

• Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi di masa

lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode

depresif dengan derajat keparahan apapun atau gagguan lain apapun dalam F30-F39; dan

• Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2

minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

2. Overview Manik dan Bipolar

a. Manik

Manik adalah peningkatan suasana perasaan yang ditunjukkan dengan sikap yang

meluap-luap, flight of ideas, peninggian harga diri, dan gagasan kebesaran.

Diagnosis episode manik:

a). Periode mood yang meninggi, ekspansif atau mudah tersinggung secara persisten,

selama minimal 1 minggu

b). Tiga atau lebih gejala berikut yang menetap: harga diri yang melambung/kebesaran,

penurunan kebutuhan tidur, lebih banyak bicara, flight of ideas, perhatian mudah beralih,

peningkatan aktivitas atau agitasi psikomotor, terlibat dalam aktivitas menyenangkan

tetapi mempunyai kemungkinan tinggi yang menyakitkan/membahayakan.

b. Bipolar

Ada dua tipe:

1. Bipolar I : episode manik/hipomanik dengan riwayat

manik/hipomanik/depresi/campuran

2. Bipolar II: episode depresi dengan riwayat manik/hipomanik

Etiologi:

1. Faktor biologis: ketidakseimbangan antara amin biogenik (norepinefrin dan serotonin)

2. Faktor genetik: kembar monozigot (33 – 90%), kembar dizigot (25%), ±50% pasien

bipolar mempunyai orang tua dengan gangguan mood

3. Faktor psikososial

36

Page 38: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Patogenesis:

- Gangguan bipolar I biasanya didahului dengan gangguan depresi (75% pada wanita

dan 67% pada laki-laki)

- Rekuren dengan interval antar episode 6 – 9 bulan

- Episode manik yang tidak diobati berlangsung 3 bulan

3. E tiologi depresi

Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi

menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.

a. Faktor biologi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik,

seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5

methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada

pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah

serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien

bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran

mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010).

Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada

pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana

konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang

meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion,

menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).

Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input

neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan

adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang

mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis

Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik

sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis

37

Page 39: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld et

al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada

pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem umpan

balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan

neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010).

Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah

berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada

sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di

PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004). Pada orang lanjut

usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem

dopaminergik negrostriatal terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan

methamphetamin. Estrogen bersama dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase

(Unutzer dkk, 2002).

Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter. Sistem saraf pusat mengalami

kehilangan secara selektif pada sel – sel saraf selama proses menua. Walaupun ada

kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi

neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus,

substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan

bahwa ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik,

serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun

menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-an tahun (Kane

dkk, 1999).

b. Faktor Genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara

anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar)

diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan

sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Davies, 1999). Oleh

Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya

disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi

stres. Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap

penyakit adalah genetik.

38

Page 40: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

c. Faktor Psikososial

Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah

kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial yang

diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya

berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan

sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan,

peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan,

2010) Sedangkan menurut Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri,

kemampuan untuk mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian,

perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik (Kane, 1999).

Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor

lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan

dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa

kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan

mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan

memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa

kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang

paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan

(Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang

dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama,

kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi

(Hardywinoto, 1999).

Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti

kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk

terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang

memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan,

2010). Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa

kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya

untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan

suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan

39

Page 41: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek

yang hilang.

Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego

untuk melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas

dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam

hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang

berkabung tidak demikian. Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang

dipapari kejutan listrik yang tidak bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya

menyerah tidak melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar

bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan

ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan, 2010).

Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran

menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan

keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Kaplan,

2010).

4. Ep i demi ologi D epresi

Insidensi dari gangguan depresi mayor di Amerika mencapai 20% pada laki – laki

dan 12% pada perempuan. Berdasarkan laporan dari Klerman dan Gershon menyatakan

bahwa terjadi peningkatan yang progresif pada insidensi depresi mayor dalam 70 tahun

terakhir (Klerman, 1988; Gershon et al, 1987). Pada tahun 2010 berdasarkan laporan dari

Centers of Disease Control and prevention (CDC) dari 235.067 orang diadapatkan 9%

mempunyai kriteria depresi, dan sekitar 3,4% memiliki gejala depresi mayor (CDC, 2010).

Wanita memiliki faktor resiko yang lebih tinggi dalam kejadian depresi, 14,8% wanita

menderita depresi sedangkan pada pria hanya sekitar 9,8%. Berdasarkan penelitian

colaborative dari World Health Organization (WHO) ditemukan kesamaan gejala di berbagai

negara didunia yang berbeda kebudayaan seperti Canada, Iran, Jepang, dan Swiss (CDC,

2010). Berikut adalah data epidemiologi Depresi berdasarkan faktor-faktor resiko :

Insiden dan prevalensi. Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan

prevalensi seumur hidup sekitar 15%. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% di

perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi

40

Page 42: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan

depresif berat (Elvira, 2010).

Jenis kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih besar daripada laki-laki. Diduga

adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-

laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan (Elvira,

2010). Menurut TheNational Institute of Mental Health (NIMH) depresi biasanya lebih

banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut terjadi karena

dipengaruhi oleh hormon. Biasanya depresi juga terjadi pada rata-rata umur 32 tahun.

Depresi tidak dipengaruhi oleh asal suku.

Usia. Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% awitan diantara usia 20-50

tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa kanak atau lanjut usia. Data terkini

menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan

dengan meningkatnya pengguan alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia

tersebut (Elvira, 2010).

Status perkawinan. Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai

hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah. Wanita yang

tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan

dengan yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki (Elvira, 2010).

Faktor sosioekonomi dan budaya. Tidak ditemukan korelasi antara status

sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan

dibanding daerah perkotaan (Elvira, 2010).

5. Patofisio logi D epresi yang Terkait dengan Skenario

Teori patofisiologi depresi:

1. The Biogenic Amine Hypothesis (Hipotesis Amina Biogenik)

Teori Amina Biogenik menyatakan bahwa depresi disebabkan karena kekurangan

(defisiensi) senyawa monoamin, terutama : noradrenalin dan serotonin. Karena itu,

menurut teori ini depresi dapat dikurangi oleh obat yang dapat meningkatkan

ketersediaan serotonin dan noradrenalin, misalnya MAO inhibitor atau antidepresan

trisiklik. Namun, teori ini tidak dapat menjelaskan fakta mengapa onset obat-obat

41

Page 43: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

antidepresan umumnya lama (6-8 minggu), padahal obat-obat tadi bisa meningkatkan

ketersediaan neutrotransmiter secara cepat. Muncullah hipotesis sensitivitas reseptor.

2. Hipotesis Sensitivitas Reseptor

Teori : depresi merupakan hasil perubahan patologis pada reseptor, yang

diakibatkan oleh terlalu kecilnya stimulasi oleh monoamin. Saraf post-sinaptik akan ber-

respon sebagai kompensasi terhadap besar-kecilnya stimulasi oleh neurotransmiter. Jika

stimulasi terlalu kecil saraf akan menjadi lebih sensitif (supersensitivity) atau jumlah

reseptor meningkat (up-regulasi). Jika stimulasi berlebihan saraf akan mengalami

desensitisasi atau down-regulasi. Obat-obat antidepresan umumnya bekerja meningkatkan

neurotransmiter , meningkatkan stimulasi saraf dan menormalkan kembali saraf yang

supersensitif. Proses ini membutuhkan waktu dan menjelaskan mengapa aksi obat

antidepresan tidak terjadi secara segera dan cepat.

3. Hipotesis permisif

Menurut teori ini: kontrol emosi diperoleh dari keseimbangan antara serotonin

dan noradrenalin. Serotonin memiliki fungsi regulasi terhadap noradrenalin yaitu

menentukan kondisi emosi depresi atau manik. Teori ini mempostulatkan : kadar

serotonin yang rendah dapat menyebabkan(permit) kadar noradrenalin menjadi tidak

normal yang dapat menyebabkan gangguan mood. Jika kadar serotonin rendah dan

noradrenalin rendah akan mengakibatkan depresi . Jika kadar serotonin rendah,

noradrenalin tinggi maka akan muncul gejala manik. Menurut hipotesis ini, meningkatkan

kadar 5-HT akan memperbaiki kondisi sehingga tidak muncul “bakat” gangguan mood.

4. Dysregulation hypothesis

Gangguan depresi dan psikiatrik disebabkan oleh ketidateraturan neurotransmiter,

antara lain :

- Gangguan regulasi mekanisme homeostasis

- Gangguan pada ritmik sirkadian

- Gangguan pada sistem regulasi sehingga terjadi penundaan level neurotransmiter

untuk kembali ke baselin (Maramis, 2009).

6. Gejala, Episode, dan Tipe Depresi

42

Page 44: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

a. Gejala depresi

Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang dan berat) :

1. Afek depresi

2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah

yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya :

a. Konsentrasi dan perhatian kurang

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f. Tidur terganggu

g. Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa

sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih

pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang dan berat hanya digunakan untuk

episode untuk episode tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus

diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (PPDGJ III,

2001).

b. Episode depresi

• Depresi ringan: terdapat minimal 2 dari 3 gejala utama + minimal 2 gejala lain

• Depresi sedang: terdapat minimal 2 dari 3 gejala utama+ minimal 3 (sebaiknya 4)

gejala lain

• Depresi berat: terdapat 3 gejala utama + minimal 4 gejala lain, dengan / tanpa gejala

psikotik (PPDGJ III,2001).

c. Tipe depresi

Tipe Depresi Definisi

1. Episode depresi Depresi yang baru pertama kali muncul

2. Depresi berulang Depresi yang muncul kemudian dan

43

Page 45: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

sebelumnya memiliki riwayat berulang

3. Gangguan afektif bipolar Depresi yang didapat sekarang, sebelumnya

ada riwayat manik.

4. Skizoafektif tipe depresif

(Skizodepresif)

Depresi yang bersama-sama dengan gejala

psikotik yang nyata

5. Depresi yang menyertai - Gangguan mental organik

- Gangguan medik umum

7. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Status Mental pada Skenario

• Hipoaktif (hipokinesis)

Hipoaktif merupakan suatu keadaan menurunnya aktivitas motorik dan kognitif

seperti pada retardasi pikomotorik. Proses pikir, pembicaraan, dan gerakan juga menjadi

lambat. Hipoaktif dapat dijumpai pad pasien yang sedang mengalami depresi

(Nuhriawangsa, 2011).

• Remming

Remming merupakan suatu keadaan dimana arus hubungan yang terjadi menjadi

lambat sebagai akibat dari adanya kesedihan seperti yang terjadi dalam keadaan depresi.

Terjadi hambatan pengucapan kata-kata dalam kalimat yang dibicarakan pasien. Remming

juga dapat disebabkanoleh pengaruh dari annxietas dan preokupasi atau berbagai gangguan

otak termasuk sindroma prefrontal dan paska kontusio serta delirium (Nuhriawangsa, 2011).

• Mood Depresi

Mood adalah keadaaan suasana hati yang menetap dan subjektif yang dilaporkan

oleh pasien, bersifat lebih menetap dan lebih fleksibel dalam jangka waktu tertentu. Mood

dapat diartikan juga sebagai suatu suasana hati yang dialami seseorang dalam dirinya, tidak

termasuk ekpresi keluar dari suasana hati yang ada dalam diri orang tersebut. Ciri khas

mood adalah bentuk emosi yang digambarkan dalam ekspresi sedih, susah, senang, gembira,

marah, cemas, dan lain-lain (Nuhriawangsa, 2011).

Mood depresi (dalam arti sempit) merupakan perasaan sedih yang bersifat

psikopatologis. Keadaan mood yang berkisar antara susah atau tidak gembira tahap rendah

44

Page 46: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

sampai ke kemurungan yang nyata dan keputusasaan. Pada tingkat yang ekstrim biasanya

disertai pesimisme yang mencolok dan kurangnya harapan masa depan. Keadaan mental

atau emosi pasien berada di bawah normal, tipe melankolik yang sedang, berperangai

murung dan muram (Nuhriawangsa, 2011).

• Afek Menyempit

Afek adalah suasana perasaan emosional yang terkait pada objek, gagasan, atau

pikiran, termasuk yang dirasakan dalam hati dan manifestasi keluarnya. Emosi atau perasaan

yang ditunjukkan oleh pasien dapat diamati oleh orang lain sehingga merupakan gejala yang

objektif (tanda) yang dapat dilihat pada saat pemeriksaan psikiatrik (Nuhriawangsa, 2011).

Pada afek menyempit (constricted), terdapat pengurangan intensitas suasana

perasaan yang tidak begitu berat dibandingkan dengan afek tumpul, tetapi pengurangan yang

terjadi cukup jelas (Nuhriawangsa, 2011).

• Insight (Tilikan Diri) derajat 5

Tilikan adalah kemampuan seseorang untuk memahami sebab sesungguhnya dan

arti dari suatu situasi (termasuk di dalamnya dari gejala itu sendiri) (Nuhriawangsa, 2011).

Dalam arti luas, tilikan sering disebut sebagai wawasan diri, yaitu pemahaman seseorang

terhadap kondisi dan situasi dirinya dalam konteks realitas sekitarnya. Dalam arti sempit

merupakan pemahaman pasien terhadap penyakitnya. Tilikan terganggu artinya kehilangan

kemampuan untuk memahami kenyataan obyektif akan kondisi dan situasi dirinya. Tilikan

diri derajat 5 menandakan pasien menyadari penyakitnya dan faktor-faktor yang

berhubungan dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya.

8. Pemeriksaan Status Mental dan Pemeriksaan Penunjang yang Terkait dengan

Skenario

a. Pemeriksaan Status Mental

Episode Depresif :

Deskripsi umum : Retardasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling

umum, walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan khususnya pada pasien lansia.

Secara klasik, seorang pasien depresi memiliki postur yang membungkuk tidak terdapat

pergerakan spontan, pandangan mata yang putus asa dan memalingkan pandangan.

45

Page 47: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Mood, afek dan perasaan : Pasien tersebut sering kali dibawa oleh anggota keluarganya

atau teman kerjanya karena penarikan sosial dan penurunan aktifitas secara menyeluruh.

Bicara : Banyak pasien terdepresi menunjukkan suatu kecepatan dan volume bicara yang

menurun, berespon terhadap pertanyaan dengan kata tunggal dan menunjukkan yang

lambat terhadap suatu pertanyaan.

Gangguan Persepsi : Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan

menderita episode depresi berat dengan ciri psikotik. Waham sesuai mood pada pasien

terdepresi adalah waham bersalah, memalukan, tidak berguna, kemiskinan, kegagalan,

kejar, dan penyakit somatik terminal.

Pikiran : Pasien terdepresi biasanya memiliki pandangan negatif tentang dunia dan

dirinya sendiri. Isi pikiran mereka sering kali melibatkan perenungan tentang kehilangan,

bersalah, bunuh diri, dan kematian. Kira – kira 10% memiliki gejala jelas gangguan

berpikir, biasanya penghambatan pikiran dan kemiskinan isi pikiran.

Sensorium dan Kognisi : Daya ingat, kira – kira 50 – 70% dari semua pasien terdepresi

memiliki suatu gangguan kognitif yang sering kali dinamakan pseudodemensia depresif,

dengan keluhan gangguan konsentrasi dan mudah lupa.

Pengendalian Impuls : Kira – kira 10 – 15% pasien terdepresi melakukan bunuh diri dan

kira – kira dua pertiga memiliki gagasan bunuh diri. Resiko meninggi untuk melakukan

bunuh diri saat mereka mulai membaik dan mendapatkan kembali energi yang diperlukan

untuk merencanakan dan melakukan suatu bunuh diri (bunuh diri paradoksikal /

paradoxical suicide).

Reliabilitas : Semua informasi dari pasien terlalu menonjolkan hal yang buruk dan

menekankan yang baik.

Episode Manik :

Deskriksi Umum : Pasien manik adalah tereksitasi, banyak bicara, kadang – kadang

mengelikan dan sering hiperaktif. Suatu waktu mereka jelas psikotik dan terdisorganisasi,

memerlukan pengikatan fisik dan penyuntikan intra muskular obat sedatif.

Mood, afek dan perasaan : Pasien manik biasanya euforik dan lekas marah. Mereka

memiliki toleransi frustasi yang rendah, yang dapat menyebabkan perasaan kemarahan

dan permusuhan. Secara emosional adalah labil, beralih dari tertawa menjadi lekas marah

menjadi depresi dalam beberapa menit atau jam.

46

Page 48: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Bicara : Pasien manik tidak dapat disela saat mereka bicara dan sering kali rewel dan

penganggu bagi orang – orang disekitarnya. Saat keadaan teraktifitas meningkat

pembicaraan penuh gurauan, kelucuan, sajak, permainan kata – kata dan hal – hal yang

tidak relefan. Saat tingkat aktifitas meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar, kemampuan

konsentrasi menghilang, menyebabkan gagasan yang meloncat – loncat (flight of idea),

gado – gado kata dan neologisme. Pada kegembiraan manik akut pembicaraan mungkin

sama sekali inkoheren dan tidak dapat membedakan dari pembicaraan skizofrenik.

Gangguan Persepsi : Waham ditemukan pada 75% dari semua pasien manik. Waham

sesuai mood seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan atau kekuatan yang luar biasa.

Dapat juga ditemukan waham dalam halusinasi aneh yang tidak sesuai mood.

Pikiran : Isi pikirannya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran diri, sering kali

perhatiannya mudah dialihkan. Fungsi kognitif ditandai oleh aliran gagasan yang tidak

terkendali cepat.

Sensorium dan Kognisi : Secara kasar orientasi dan daya ingat adalah intak walaupun

beberapa pasien manik mungkin sangat euforik sehingga mereka menjawab secara tidak

tepat. Gejala tersebut disebut “mania delirium” (delirious mania) oleh Emil Kraepelin.

Pengendalian Impuls : Kira – kira 75% pasien manik adalah senang menyerang atau

mengancam.

Perimbangan dan Tilikan : Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari pasien manik.

Mereka mungkin melanggar peraturan dengan kartu kredit, aktifitas seksual dari

finansial, kadang melibatkan keluarganya dalam kejatuhan finasial.

Reliabilitas : Pasien manik terkenal tidak dapat dipercaya dalam informasinya.

b. Pemeriksaan penunjang

1) Tes skrining

The US Preventive Services Task Force (USPSTF) merekomendasikan orang

dewasa menjalani tes skrining untuk depresi dalam praktik klinis yang dapat menjamin

pengelolaan yang tepat, USPSTF menemukan bukti yang cukup untuk

merekomendasikan terhadap skrining rutin anak-anak atau remaja untuk depresi. Hal ini

penting untuk memahami bahwa hasil yang diperoleh dari penggunaan setiap skala

rating depresi tidak sempurna dalam berbagai populasi, terutama populasi geriatri.

47

Page 49: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Tes skrining paling sederhana adalah satu pertanyaan: Apakah anda depresi?

Sebuah analisis dikumpulkan menemukan bahwa skrining pertanyaan tunggal memiliki

spesifisitas 97% tetapi, sensitivitas secara keseluruhan dari 32% dan, dengan demikian,

akan mengidentifikasi hanya 3 dari setiap 10 pasien dengan depresi dalam perawatan

primer.

Berikut test 2-pertanyaan alamat perasaan depresi dan anhedonia:

• Selama sebulan terakhir, anda telah terganggu oleh merasa sedih, tertekan, atau

putus asa?

• Selama sebulan terakhir, anda telah terganggu oleh sedikit minat atau kesenangan

dalam melakukan sesuatu?

Dalam sebuah studi cross-sectional, 2 pertanyaan skrining ini menunjukkan sensitivitas

97% dan spesifisitas 67%.

Instrumen skrining laporan diri lebih lanjut untuk depresi adalah sebagai berikut:

- PHQ-9 - Skala depresi 9-item dari Patient Health Questionnaire, setiap item

mencetak 0 sampai 3, menyediakan 0-27 keparahan skor

- Beck Depression Inventory (BDI) - Sebuah skala gejala-rating 21-pertanyaan

- BDI untuk perawatan primer - Skala 7-pertanyaan diadaptasi dari BDI

- Zung Self-Penilaian Skala Depresi - Sebuah survei 20 item

- Skala Pusat Studi Epidemiologi Depresi (CES-D) - Sebuah instrumen 20-item

yang memungkinkan pasien untuk mengevaluasi perasaan mereka, perilaku,

dan pandangan dari minggu sebelumnya

Berbeda dengan skala laporan diri di atas, Hamilton Depression Rating Scale

(HDRs) dilakukan oleh seorang profesional, bukan pasien dilatih. The HDRs memiliki

17 atau 21 item, mencetak skor 0-2 atau 0-4, total skor 0-7 dianggap normal, sedangkan

skor 20 atau lebih tinggi mengindikasikan depresi cukup parah.

Geriatric Depression Scale (GDS), meskipun dikembangkan untuk orang dewasa

yang lebih tua, juga telah divalidasi pada orang dewasa yang lebih muda. The GDS

terdiri dari 30 item, sebuah bentuk singkat GDS memiliki 15 item.

Mengingat bahwa presentasi atipikal umum depresi pada populasi lanjut usia

dapat menantang bahkan dokter paling berpengalaman, skala penilaian pada orang tua

48

Page 50: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

harus digunakan dan ditafsirkan hanya dalam konteks pemeriksaan yang lebih teliti

untuk depresi. Pasien dengan gangguan depresi mayor sering mengeluh memori

buruk atau konsentrasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh depresi itu sendiri atau ke

demensia yang mendasari.

Pada pasien yang lebih tua dengan demensia, Skala Cornell untuk Depresi pada

Demensia dapat digunakan untuk menentukan kategori dan tingkat keparahan depresi.

Dokter melengkapi skala berdasarkan observasi sebelumnya dan wawancara dengan

pasien dan pengasuh pasien.

2) Pemeriksaan Laboratorium untuk Menyingkirkan Penyebab Organik

Depresi adalah diagnosis klinis, berdasarkan riwayat dan temuan fisik. Tidak ada

tes laboratorium diagnostik yang tersedia untuk mendiagnosis penyakit depresi, namun

pemeriksaan laboratorium terfokus mungkin berguna untuk mengecualikan potensi

penyakit medis yang mungkin hadir sebagai gangguan depresi mayor. Pemeriksaan

laboratorium dapat mencakup hal-hal berikut:

1. Sel darah lengkap (CBC) count

2. Thyroid-stimulating hormone (TSH)

3. Vitamin B-12

4. Rapid plasma reagin (RPR)

5. Tes HIV

6. Elektrolit, termasuk kalsium, fosfat, dan kadar magnesium

7. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin

8. Tes fungsi hati (LFT)

9. Kadar alkohol dalam darah

10. Skrining toksikologi darah dan urin

11. Gas darah arteri (ABG)

12. Uji supresi deksametason (penyakit Cushing, tetapi juga positif dalam depresi)

13. Cosyntropin (ACTH) tes stimulasi (penyakit Addison)

3) Neuroimaging

Neuroimaging dapat membantu memperjelas sifat dari penyakit neurologis yang

dapat menghasilkan gejala psikiatrik, tetapi pemeriksaan ini mahal dan mungkin nilai

dipertanyakan pada pasien tanpa defisit neurologis diskrit. Computed tomography (CT)

49

Page 51: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

atau magnetic resonance imaging (MRI) otak harus dipertimbangkan jika terdapat

sindrom otak organik atau hipopituitarisme termasuk dalam diagnosis diferensial.

Positron emission tomography (PET) pencitraan menyediakan sarana untuk

pemeriksaan reseptor mengikat ligan tertentu dan efek senyawa pada reseptor. Namun,

PET bermasalah untuk digunakan dengan anak-anak dan remaja karena membutuhkan

peralatan yang rumit dan menggunakan radiasi.

Menggunakan single-photon emisi computed tomography (SPECT), Tutus et al.

melaporkan perbedaan yang signifikan antara nilai indeks perfusi dari remaja yang tidak

diobati dengan depresi dan orang-orang dari pasien kontrol. Para peneliti menemukan

bahwa remaja dengan gangguan depresi mayor mungkin memiliki defisit aliran darah

regional di anterofrontal kiri dan meninggalkan daerah korteks temporal, dengan perfusi

asimetri kanan-kiri lebih besar dibandingkan pasien kontrol sehat (Halverson, 2013).

9. P enatalaksanaan D epresi

a. Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku

ELECTRO CONVULSIVE THERAPY ( ECT )

ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi

semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh

diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik. Pada penderita

dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan

risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek.

Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa kondisi

tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada keadaan :

- Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )

- Masih sekolah atau kuliah

- Mempunyai riwayat kejang

- Psikosis kronik

- Kondisi fisik kurang baik

- Wanita hamil dan menyusui

50

Page 52: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang menderita epilepsi,

TBC milier, tekanan tinggi intra kracial dan kelainan infark jantung.

Depresi berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan,

pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek samping obat.

Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek samping kecil.

Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang mendorong terjadinya

depresi dan pembiasaan perilaku baru yang lebih sehat. Berbagai metode dapat dilakukan

seperti CBT (Cognitive Behaviour Therapy) yang biasanya dilakukan oleh konselor,

psikolog dan psikiater (Depkes RI, 2007).

b. Psikoterapi

Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau

mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola

perilaku. maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional

antara terapis dengan penderita.

Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu,

kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya.

Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan

optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat

dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya (Depkes RI, 2007).

c. Farmakoterapi

1) Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)

Mekanisme kerja : Obat–obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan noradrenalin dari

sela sinaps di ujung-ujung saraf.

Efek samping :

-Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung dengan perubahan

ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia berbahaya.

-Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan menimbulkan antara lain

mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi,

keringat berlebihan.

51

Page 53: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

-Sedasi

-Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat efek antinoradrenalin,

hal ini sering terjadi pada penderita lansia, mengakibatkan gangguan fungsi seksual.

-Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan bertambahnya nafsu

makan dan berat badan.

-Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit

-Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul antara lain

gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala dan otot.

Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :

• Imipramin

Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-300 mg sehari.

Kontra Indikasi : Infark miokard akut

Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat penekan SSP

Perhatian : kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular, hipotensi, gangguan untuk

mengemudi, ibu hamil dan menyusui.

• Klomipram in

Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis 250 mg sehari.

Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO, gagal jantung,

kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut sempit.

Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat neuro adrenergik, dapat

meningkatkan efek kardiovaskular dari noradrenalin atau adrenalin, meningkatkan aktivitas

dari obat penekan SSP, alkohol.

Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik, kombinasi dengan

beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik, penekan SSP, anti kolinergik, penghambat

reseptor serotonin selektif, antikoagulan, simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi hati,

gangguan untuk mengemudi.

• Amitriptilin

Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimum 150-300 mg

sehari.

Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif sumsum tulang,

kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.

52

Page 54: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Interaksi Obat : bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi, bersama depresan SSP

seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau analgetik opiate mempotensiasi efek gangguan

depresif SSP termasuk gangguan depresif saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek

antihipertensi.

Perhatian : ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal menurun, glakuoma,

kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan, menyusui, epilepsi.

• Lithium karbonat

Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum tidur malam.

Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.

Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam, metildopa, tetrasiklin,

fenitoin, carbamazepin, indometasin.

Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam, influenza,

gastroentritis.

2) Antidepresan Generasi ke-2

Mekanisme kerja :

• SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini menghambat resorpsi

dari serotonin.

• NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat ini tidak berkhasiat

selektif, menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin. Terdapat beberapa

indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif daripada SSRI

Antidepressan generasi ke-2, antara lain:

Fluoxetin

Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis tunggal

atau terbagi.

Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat, penggunaan

bersama MAO.

Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, anti depresan,

triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein plasma.

Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati dan ginjal, gagal

jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.

53

Page 55: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Sertralin

Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.

Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.

Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.

Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui, mengurangi

kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.

Citalopram

Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.

Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.

Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.

Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh diri.

Fluvoxamine

Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari, maksimum dosis

300 mg.

Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.

Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi MAO, insufiensi

hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi, hamil dan laktasi.

Mianserin

Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari

Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.

Interaksi Obat : mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh diberikan dengan atau

dalam 2 minggu penghentian terapi.

Perhatian : dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi, diabetes, insufiensi

hati, ginjal, jantung.

Mirtazapin

Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.

Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.

Interaksi Obat : dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari alkohol, memperkuat efek

sedatif dari benzodiazepine, MAO.

Perhatian : pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati, ginjal, jantung, tekanan

darah rendah, penderita skizofrenia atau gangguan psikotik lain, penghentian terapi secara

54

Page 56: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

mendadak, lansia, hamil, laktasi, mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan

mesin.

Venlafaxine

Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg 1x/hari.

Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18 tahun.

Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.

Perhatian : riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal atau sirosis hati,

penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah jika penderita mendapat dosis harian

> 200 mg.

3) Antidepresan MAO.

Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI)

Farmakologi

Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang terdistribusi

luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik, seperti norepinefrin,

epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat sistem enzim ini, sehingga

menyebabkan peningkatan konsentrasi amin endogen.

Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B. Kedua

enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam sensitivitas terhadap

inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas deaminasi epinefrin, norepinefrin, dan

serotonin, sedangkan MAO-B memetabolisme benzilamin dan fenetilamin. Dopamin dan

tiramin dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem enzim ini

mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI hepatic

menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk melalui saluran cerna ke

dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).

Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan merupakan

inhibitor ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu untuk mengembalikan

metabolisme amin normal setelah penghentian obat. Hasil studi juga mengindikasikan

bahwa terapi MAOI kronik menyebabkan penurunan jumlah reseptor (down regulation)

adrenergik dan serotoninergik.

Farmakokinetik

Absorpsi/distribusi – Informasi mengenai farmakokinetik MAOI terbatas. MAOI

55

Page 57: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

tampaknya terabsorpsi baik setelah pemberian oral. Kadar puncak tranilsipromin dan

fenelzin mencapai kadar puncaknya masing-masing dalam 2 dan 3 jam. Tetapi, inhibisi

MAO maksimal terjadi dalam 5 sampai 10 hari.

Metabolisme/ekskresi – metabolisme MAOI dari kelompok hidrazin (fenelzin,

isokarboksazid) diperkirakan menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi terjadi terutama

melalui asetilasi. Efek klinik fenelzin dapat berlanjut sampai 2 minggu setelah

penghentian terapi. Setelah penghentian tranilsipromin, aktivitas MAO kembali dalam 3

sampai 5 hari (dapat sampai 10 Hari). Fenelzin dan isokarboksazid dieksresi melalui urin

sebagian besar dalam bentuk metabolitnya. Populasi khusus – “asetilator lambat”:

Asetilasi lambat dari MAOI hidrazin dapat memperhebat efek setelah pemberian dosis

standar.

Indikasi

Depresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi atipikal

(eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap terapi antidpresif

lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan.

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap senyawa ini; feokromositoma; gagal jantung kongestif;

riwayat penyakit liver atau fungsi liver abnormal; gangguan ginjal parah; gangguan

serebrovaskular; penyakit kardiovaskular; hipertensi; riwayat sakit kepala; pemberian

bersama dengan MAOI lainnya; senyawa yang terkait dibenzazepin termasuk

antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan siklobenzaprin; bupropion; SRRI; buspiron;

simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan; senyawa anestetik; depresan SSP;

antihipertensif; kafein; keju atau makanan lain dengan kandungan tiramin tinggi (Depkes

RI, 2007).

3) Serotonin dan Norepinephrin Reuptake Inhibitors (SNRIs)

56

Page 58: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Menurut Mayo Clinic (2012) SNRIs ini efektif untuk mengurangi gejala dari

depresi. SNRIs juga sering digunakan untuk beberapa kondisi lain seperti kecemasan dan

nyeri saraf.

Kerja SNRIs

SNRIs bekerja dengan mempengaruhi neurotransmiter yang biasanya digunakan

dalam komunikasi antar sel-sel otak. Seperti kebanyakan antidepresan, SNRIs bekerja

dengan merubah tingkatan salah satu atau beberapa neurotransmiter di dalam otak.

SNRIs menghambat pengambilan ulang dari neurotransmiter serotonin dan

norepinefrin di otak. Selain itu SNRIs juga menghambat beberapa neurotransmiter

spesifik di otak. Merubah keseimbangan beberapa neurotransmiter ini biasanya akan

membantu otak dalam menerima dan mengirimkan sinyal, sehingga merubah mood.

Obat-obatan yang berada dalam kelompok obat ini.

Beberapa contoh obat SNRIs yang sudah diakui dapat efektif dalam pengobatan depresi,

adalah

Duloxetine (Cymbalta)

Venlafaxine (Effexor XR)

Desvenlafaxine (Pristiq)

Efek samping

Efek samping yang biasa terjadi

Mual

Mulut kering

Pusing

Berkeringat

Lemah

Efek samping yang lain adalah

57

Page 59: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Kesulitan dalam buang air kecil

Konstipasi

Hilang napsu makan

10. Pencegahan Depresi

Menurut Mayo Clinic (2012), tidak ada cara pasti untuk mencegah depresi.

Namun, mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan stres, meningkatkan ketahanan

diri dan untuk meningkatkan kepercayaan diri yang rendah dapat membantu. Persahabatan

dan dukungan sosial, terutama di saat krisis, dapat membantu pasien melalui masa-masa

sulit. Selain itu, pengobatan pada gejala awal dapat membantu mencegah depresi yang

memburuk. Pengobatan pemeliharaan jangka panjang juga dapat membantu mencegah

kekambuhan gejala depresi.

11. Apakah Kepribadian Dapat Diubah dan Cara yang Dilakukan Bila Dapat Diubah

pada Kasus Depresi.

Suatu penelitian dalam mempelajari efek paroxetine SSRI ( Paxil dan Seroxat )

dalam uji coba terkontrol plasebo yang melibatkan 240 orang dewasa dengan gangguan

depresi mayor. Pasien yang memakai paroxetine mengalami perbaikan depresi cukup besar

dibandingkan pasien yang menerima plasebo. Namun, orang yang memakai paroxetine

mengalami penurunan jauh lebih besar dalam neurotisisme (kecenderungan untuk

mengalami emosi negatif dan ketidakstabilan emosional) dan peningkatan ekstraversi

(kecenderungan untuk mengalami emosi positif) dibandingkan pasien yang menerima

plasebo. SSRI mungkin dapat dipandang sebagai agen normalisasi - kepribadian, berguna

dalam mengobati berbagai gangguan yang berkaitan dengan neurotisisme tinggi dan

extraversi rendah (Fellman, 2009).

58

Page 60: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

BAB III

KESIMPULAN

Pasien datang dengan keluhan kurang lebih 1 bulan tidak bisa tidur, tidak ada nafsu

makan, sering menyendiri di kamar. Bila diajak bicara, pasien menjawab dengan suara pelan.

Dari alloanamnesis diketahui bahwa pasien pernah mengalami gangguan serupa kurang lebih 1

tahun yang lalu dan sembuh sendiri setelah 9 bulan. Sedangkan hasil pemeriksaan mental

diperoleh hipoaktif, remming, mood depresi, afek menyempit, dan insight (tilikan diri) derajat 5.

Temuan ini memperjelas dalam mengarahkan penegakan diagnosis, yaitu cenderung kearah

depresi berulang dengan episode kini berat dengan tidak ada gangguan psikotik.

Depresi adalah keadaan mood yang berkisar antara susah atau tidak gembira tahap rendah

sampai ke kemurungan yang nyata dan keputusasaan di mana pada tingkat yang ekstrim biasanya

disertai pesimisme yang mencolok dan kurangnya harapan masa depan. Pemeriksaan yang

dilakukan, yaitu pemeriksaan status mental dan pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan

dalam mendukung menegakkan diagnosis diantaranya tes skrining, pemeriksaan laboratorium,

dan neuroimaging.

Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi terapi fisik menggunakan electro convulsive

therapy (ECT) dan terapi perubahan perilaku menggunakan metode cognitive behavior therapy

(CBT). Selain itu juga bisa diberikan psikoterapi untuk menghilangkan atau mengurangi

keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif

Pemberian obat berupa golongan antidepressan klasik, generasi kedua, dan MAOI.

59

Page 61: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

BAB IV

SARAN

Penegakan diagnosis dalam psikiatri peroleh dari anamnesis baik dengan pasien secara

langsung maupun dengan pengantar pasien (alloanamnesis) pada pemeriksaan status mental.

Dari anamnesis tersebut bisa didapatkan keterangan tentang riwayat penyakit dan gejala yang

dialami pasien. Oleh karena itu, diperlukan penguasaan mahasiswa tentang penguasaan

simptomatologis psikiatri lebih mendalam. Sehingga dalam pelaksanaan tutorial, kegiatan

diskusi berjalan lebih lancar. Pencegahan pada depresi sangatlah penting dengan

menengendalikan stress, meningkatkan ketahanan diri, dan meningkatkan percaya diri.

60

Page 62: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

DAFTAR PUSTAKA

Centers of Disease Control and Prevention (CDC). 2010. Current depression among adults in

United states 2006 and 2008. MMWR Morb Mortal Wkly Rep.59 (38): 1229-35.

DepkesRI. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penderita Gangguan Depresif.

www.binfar.depkes.go.id/bmsimages/1361517835.pdf. Diakses tanggal 25 November

2013.

Elvira, S.D., Hadisukanto, G. 2010. Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Fellman, Megan. 2009. Antidepressant Can Change a Patient’s Personality: Personality change might be very

important to long-term treatment outcome..

http://www.northwestern.edu/newscenter/stories/2009/12/tang.html#sthash.Zk1qLn33.dpuf. Diakses

tanggal 25 November 2013.

Halverson, Jerry L. 2013. Depression Workup. http://emedicine.medscape.com/article/286759-

workup. Diakses tanggal 25 November 2013.

Hardywinoto, Setiabudi, T., 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta:

PT Gramedia.

Harvard Mental Health Letter. 2009. Sleep Mental

Health.http://www.health.harvard.edu/newsletters/Harvard_Mental_Health_Letter/2009/

July/Sleep-and-mental-health. Diakses tanggal 26 November 2013.

Japardi, Iskandar. 2010. Gangguan tidur. Dalam Hand Book of Psikiatri. Surakarta: Kesuma.

Kane. 1999. Essentials of Clinical Geriatrics 4th Edition.USA : McGrow-Hill Companies, pp.

231-45.

Kaplan, Harold I., et al. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Jilid Satu. Tanggerang:

Binarupa Aksara.

Landefeld. 2004. Current Geriatric Diagnosis and Treatment. USA : McGrow- Hill. pp. 156-60.

Lesler, Zayas, C., 2001. Comprehensive Geriatric Assessment. USA : McGraw Hill Companies.

pp. 465-75.

Maramis, Willy F dan Maramis Albert. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya:

Airlangga University Press.

Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa , Rujukan Ringkas PPDGJ- III. Jakarta: Nuh Jaya.

61

Page 63: Laporan Tutorial Psikiatri Skenario 2

Mayo Clinic 2012. Depression (major depression): prevention.

http://www.mayoclinic.com/health/depression/DS00175/DSECTION=prevention.

Diakses tanggal 25 November 2013.

Mayo Clinic. 2013. Serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs).

http://www.mayoclinic.com/health/antidepressants/MH00067. Diakses tanggal 25

November 2013.

Nevid, JS. Rathus, SA, Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Nuhriawangsa, Ibrahim. 2011. Symtomatologi Psikiatri. Surakarta: FK UNS.

Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatri. 9thed .

Philadelpia: Lippincott William & Wilkins.

Susilohati, Mardiatmi. 2013. Ketrampilan Pemeriksaan Psikiatri: Hubungan Dokter- Pasien

Teknik Wawancara. Dalam Buku Pedoman Ketrampilan Klinis. Surakarta: FK UNS.

Unutzer, J., 2007. Late Life Depression. N Eng J Med 357:2269-76. Available from :

http://content.nejm.org//cgi/content/full/357/22/2269. Diakses tanggal 25 November

2013.

62