laporan tutorial skenario 1 blok tht

41
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 SEMESTER V BLOK XVIII MATA Kelompok A10 1. Adityo Kumoro Jati G0013005 2. Alifis Sayandri Meiasyifa G0013019 3. Andika Pratama G0013027 4. Deonika Ariescieka Putri G0013071 5. Devita Yunieke Putri G0013073 6. Karina Fadhilah G0013127 7. Nailatul Arifah G0013171 8. Ridhani Rahma V G0013201 9. Taranida Hanifah G0013223 10 . Vincentius Novian Romilio G0013231 11 . Yani Dwi Pratiwi G0013237 12 . Zaka Jauhar Firdaus G0013245

Upload: taranida-hanifah

Post on 31-Jan-2016

269 views

Category:

Documents


38 download

DESCRIPTION

Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT.Kenapa Mata Saya Kabur ?Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, Dokter Muda Cyntia mendapatkan 2 pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus. Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan penglihatan kabur sejak 1 bulan yang lalu meskipun sudah memakai kacamata. Pasien tidak mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan kondisi: VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang, dilakukan uji pinhoe visus membaik. Setelah dilakukan koreksi OD dengan S-5.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS dengan S -0.75 D C – 0.50 D axis 90 derajat visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S +1.50 D. Dengan koreksi tersebut pasien merasa nayaman. Kemudian cyntia menulikskan resep kacamata. Setelah disetujui oleh staf resep diberikan kepada pasien dan pasien diperbolehkan pulang. Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan: visus 6/6 E mata tenang. Adapun kondisi mata kiri; visus 1/300, mata tenang, tetapi sering merasa nyeri pada bola mata. Pada mata kiri dilakukan koreksi tidak mengalami kemajuan. Keemudian staff meminta untuk dilakukan pemeriksaan; tekanan bola mata, konfrontasi dan reflex fundus.

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 SEMESTER V

BLOK XVIII MATA

Kelompok A10

1. Adityo Kumoro Jati G0013005

2. Alifis Sayandri Meiasyifa G0013019

3. Andika Pratama G0013027

4. Deonika Ariescieka Putri G0013071

5. Devita Yunieke Putri G0013073

6. Karina Fadhilah G0013127

7. Nailatul Arifah G0013171

8. Ridhani Rahma V G0013201

9. Taranida Hanifah G0013223

10. Vincentius Novian Romilio G0013231

11. Yani Dwi Pratiwi G0013237

12. Zaka Jauhar Firdaus G0013245

Tutor : Endang Ediningsih, dr, M.Kes

PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2015

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

BAB I

PENDAHULUAN

Kenapa Mata Saya Kabur ?

Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, Dokter Muda

Cyntia mendapatkan 2 pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus.

Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan

penglihatan kabur sejak 1 bulan yang lalu meskipun sudah memakai kacamata.

Pasien tidak mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan

kondisi: VOD 6/15, VOS 4/60 mata tenang, dilakukan uji pinhoe visus membaik.

Setelah dilakukan koreksi OD dengan S-5.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS

dengan S -0.75 D C – 0.50 D axis 90 derajat visus mencapai 6/6. Untuk membaca

dekat dikoreksi dengan S +1.50 D. Dengan koreksi tersebut pasien merasa

nayaman. Kemudian cyntia menulikskan resep kacamata. Setelah disetujui oleh

staf resep diberikan kepada pasien dan pasien diperbolehkan pulang.

Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan:

visus 6/6 E mata tenang. Adapun kondisi mata kiri; visus 1/300, mata tenang,

tetapi sering merasa nyeri pada bola mata. Pada mata kiri dilakukan koreksi tidak

mengalami kemajuan. Keemudian staff meminta untuk dilakukan pemeriksaan;

tekanan bola mata, konfrontasi dan reflex fundus.

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah

dalam skenario.

1. Visus : ketajaman atau kejernihan penglihatan. Visus bergantung dari

ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitivitas dari interpretasi di

otak. Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer.

Visus sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis

dekat. Visus sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk

melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak

melakukan akomodasi. Visus sentralis dekat yang merupakan ketajaman

penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis

dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan

benda tepat jatuh di retina. Visus perifer menggambarkan luasnya medan

penglihatan dan diperiksa dengan perimeter.

2. Refleks fundus : Untuk pemeriksaan katarak, untuk membedakan katarak

mature dan katarak immature, apabila katarak mature, reflex fundus

negatif. Menggunakan oftalmoskop langsung. Melihat pupil dari jarak 30

cm.

3. VOD 4/60 : (Visus Oculi Dextra) hasil pemeriksaan visus mata kanan

dengan menggunakan hitung jari, penderita dapat menyebutkan jumlah jari

pemeriksa dengan benar pada jarak 4 meter, yang oleh normal dapat

dilihat pada jarak 60 meter.

4. VOS 6/15 : (Visus Oculi Sinistra) hasil pemeriksaan visus mata kiri

dengan menggunakan snellen card pada jarak 6 meter penderita dapat

membaca huruf pada snellen card sampai baris ke-15.

5. Uji pinhole : pemeriksaan visus dengan menggunakan alat kerucut

berlubang dengan diameter 0.75 mm yang dilakukan pada visus kurang

dari normal yang tidak dapat dikoreksi lagi dengan lensa spheris. Uji

pinhole membaik merupakan indikasi adanya kelainan refraksi yang belum

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

terkoreksi (astigmatisme) yang perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan

astigmat dial. Uji pinhole tidak membaik merupakan indikasi adanya

kelainan organik di media refrakta (kornea, aqueous humour, lensa,

vitreous humour), retina, dan lintasan visual.

6. Mata tenang : mata tidak merah, mata dari penampakan luarnya tidak

terdapat kelainan

7. Konfrontasi : Pemeriksaan lapang pandang dengan melakukan

perbandingan lapang pandangan pasien dengan pemeriksa untuk

mengetahui secara kasar adanya defek pada lapang pandangan.

8. S -0.75 D C -0.50 D axis 90º : lensa spheris negatif dengan kekuatan 0.75

dioptri dan lensa silindris negatif dengan kekuatan 0.50 dioptri dengan

axis 90º (vertikal).

9. Tekanan bola mata : untuk mengetahui tekanan intraokuler. Lewat 2 cara

subjektif dan objektif.

10. Visus 6/6 E : ketajaman penglihatan penderita 6/6 mata emetrop (mata

normal)

11. Visus 1/300 : Pasien dapat melihat dengan uji lambaian tangan pada jarak

1 meter, yang oleh orang normal dapat dilihat dari jarak 300 meter.

B. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan.

Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:

1. Jelaskan anatomi, fisiologi dan histologi mata ?

2. Apakah hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan ?

3. Mengapa penglihatan tetap kabur walaupun sudah memakai kacamata dan

tidak ada mata merah ?

4. Mengapa pada pasien 2, hanya mata kiri yang bermasalah ?

5. Mengapa pasien-2 merasakan nyeri pada bola mata ?

6. Mengapa setelah dilakukan koreksi mata tidak mengalami kemajuan ?

7. Menagapa perlu dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata, konfrontasi

dan reflex fundus? Bagaimana tata cara melakukan pemeriksaan tekanan

bola mata, konfrontasi dan reflex fundus ?

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

8. Bagaimana cara menuliskan resep kacamata ?

9. Bagaimana mekanisme penurunan visus dan penyebabnya ?

10. Apakah hasil interpretasi pemeriksaan fisik pasien 1 dan 2 ?

11. Apakah differential diagnosis, diagnosis kerja, tatalaksana, dan komplikasi

pada kasus pasien 1 dan 2 ?

12. Bagaimana langkah menentukan koreksi pada gangguan penglihatan ?

C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan

sementara mengenai permasalahan.

1. Anatomi dan Fisiologi Mata

Anatomi mata

Mata tertanam di dalam corpus adiposum orbitae, tetapi dipisahkan

dari corpus adiposum ini oleh selubung fascial bola mata. Bola mata terdiri

dari 3 lapisan.

Lapisan bola mata :

a. Tunica fibrosa

Terdiri atas :

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

1.) Sclera : terdiri atas jaringan fibrosa padat dan berwarna

putih. Di posterior ditembus oleh nervus opticus dan

menyatu dengan duramater.

2.) Cornea : lapisan yang transparan, mempunyai fungsi

memantulkan cahaya yang masuk ke mata. Di posterior,

cornea berhubungan dengan humor aquous.

b. Tunica vaskulosa pigmentosa

Terdiri atas :

1.) Choroidea : lapisan luar berpigmendan lapisan dalam yang

sangat vascular.

2.) Corpus ciliare

Tediri atas:

a.) Corona ciliaris adalah bagian posterior corpus ciliare,

dan permukaannya mempunyai alur-alur dangkal

disebut striae ciliare.

b.) Processus ciliaris adalah lipatan-lipatan yang tersusun

secara radial, posterior melekat pada ligamentum

suspensorium iridis.

c.) M.ciliaris terdiri atas serabut otot polos meridianal dan

sirkuler.

3.) Iris dan pupil : Iris adalah diapragma berpigmen yang tipis

dan kontraktil dengan lubang ditengahnya, yaitu papila.

c. Tunica nervosa

Terdiri atas :

Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar melekat

dengan choroidea dan pars nervosa di sebelah dalam

berhubungan dengan corpus vitreum.

Isi bola mata :

a. Humor aquous

Humor aquous merupakan cairan bening yang mengisi

camera anterior dan camera posterior bulbi. Diduga cairan ini

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

merupakan sekret dari processus ciliaris camera posterior

camera anterior (pupil) celah angulus iridocornealis

canalis schlemmi. Hambatan aliran keluar humor aquous

mengakibatkan meningkatnya tekanan intraocular disebut

glaukoma.

b. Corpus vitreum

Mengisi bola mata di belakang lensa dan merupakan gel

yang transparan.

c. Lensa

Struktur bikonveks yang transparan, yang dibungkus oleh

capsul transparan. Terletak di belakang iris dan di depan corpus

vitreum, serta dikelilingi processus ciliaris.

Lensa terdiri dari :

i. Capsula lentis, yang membungkus struktur

ii. Epithelium cuboideum, yang terbatas pada permukaan

anterior lensa

Fibrae lentis, yang dibentuk dari epithelium cuboideum

pada equator lentis. Fibrae lentis menyusun bagian terbesar

lensa (Snell et al, 2006)

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,

serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di

depan kornea. Kelopak merupakan alat menutup mata yang berguna untuk

melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola

mata.

Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan

sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut

konjungtivita tarsal.

Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya

permukaan mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos. Pada kelopak

terdapat bagian-bagian:

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

- Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll, atau kelenjar

keringat, kelenjar Zeiz pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom

pada tarsus.

- Otot seperti : M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di

dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak.

Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang

disebut sebagai M. Rioland, M. Orbikularis berfungsi menutup

bola mata yang dipersarafi N. Fasial. M. Levator palpebra, yang

berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas

dengan sebagian menembus M. Orbikularis okuli menuju kulit

kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. Levator

palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini

dipersarafi oleh N III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak

mata atau membuka mata.

- Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat

dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara

pada margo palpebra.

- Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima

orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.

- Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita

pada seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri

atas jaringan ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak

dengan kelenjar Meibom 40 di kelopak atas dan 20 di kelopak

bawah)

- Pembuluh darah yang mempersarafinya adalah a. Palpebra

- Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari rumus

frontal N. V, sedang kelopak bawah oleh caang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat

dilihat dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui

forniks menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa

yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan musin.

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

Cavum orbita terdiri dari 7 tulang yaitu :

Os. Sphenoidale

Os. Ethmoidale

Os. Frontalis

Os.Maxillaris

Os. Lacrima

Os. Palatina

Os. Zygomatik

Cavum orbita merupakan rumah bagi bulbus okuli. Pada cavum

orbita, terdapat tiga struktur khas, yaitu :

1. Canalis Opticus : berisi Nervus Opticus dan Arteria

Ophthalmica

2. Fissura Orbitalis Superior : berisi Nervus Cranialies III, IV, VI,

V cabang 1, dan Vena Ophthalmica Superior.

3. Fissura Orbitalis Inferior : berisi Nervus Craniales V cabang 2

dan Vena Ophthalmica Inferior (Drake RL et al, 2010).

Fisiologi Mata : Proses Visual Mata

Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada

retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika

dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih

banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil

ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary

constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang

terdiri dari sel-sel epithelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel

tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells (Saladin K, 2006).

Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan

melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata.

Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya

berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau

objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada

kemampuan refraksi mata (Saladin K, 2006).

Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous

humor (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih

banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan

bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan

jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai

retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya

menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses

perubahan ini terjadi pada retina (Saladin K, 2006).

Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan

sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi

pigmen melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada choroid

membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan

mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor

yang ada. Pada sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan

fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini

dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan

bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan

ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan

sel bipolar dan ganglionic (Seeley et al, 2006).

Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal

yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic

tract, lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks

serebri (Seeley et al, 2006). Gambaran jaras penglihatan yang telah

dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut.

2. Hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan

Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain umur, jenis kelamin, ras, dan lingkungannya. Oleh

Hammond CJ, dkk dalam penelitiannya mengenai pengaruh genetik dan

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

lingkungan terhadap pasangan-pasangan kembar yang tinggal di

lingkungan yang berbeda menyatakan, genetik memegang peranan besar

pada myopia dan hypermetropia. Pada anak usia sekolah di Malaysia,

didapatkan prevalensi myopia lebih tinggi pada anak usia lebih tua, jenis

kelamin perempuan, anak dengan tingkat pendidikan orang tua yang lebih

tinggi, dan ras Tionghoa. Hypermetropia lebih banyak ditemukan pada

anak usia lebih muda dan pada etnik lainnya. Sementara anak sekolah di

Mesir mendapatkan tingkat pendidikan, aktivitas (kegiatan membaca

dekat), status ekonomi, dan riwayat keluarga memiliki hubungan terhadap

terjadinya kelainan refraksi.

Prevalensi kelainan refraksi diberbagai negara yakni di Amerika

Serikat, sekitar 25% dari penduduk dewasa menderita myopia. Di Jepang,

Singapura, dan Taiwan, persentasenya jauh lebih besar, yakni mencapai

sekitar 44%. Di Australia, secara keseluruhan prevalensi myopia telah

diperkirakan 17%, di Brazil pada tahun 2005 diperkirakan sebanyak 6,4%

antara usia 12- 59 tahun (Nurrobbi K, 2010).

Sekitar 148 juta atau 51 penduduk di Amerika Serikat memakai

alat pengkoreksi refraksi.

Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan

usia. Jumlah penderita rabun jaun di Amerika Serikat berkisar 3% antara

usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahuan

dan 25% antara usia 12-17 tahun. Cina memiliki insiden rabun jauh lebih

tinggi pada seluruh usia 16-18 tahun (Patu HI, 2010).

Sedangkan prevalensi penderita kelainan refraksi selama periode 7

Juli 2008 – 7 Juli 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan 6,19% yaitu 283

pasien denganpersentase terbanyak terdapat pada miopia 70.31% yaitu 199

orang, pada jeniskelamin perempuan 58,30% yaitu 165 penderita dan pada

kelompok umur 45tahun – 64 tahun dengan jumlah 97 pasien (34,28%).

Kelainan refraksi banyak dijumpai pada kelompok umur 31-40 tahun

(102orang/24,58%), diikuti kelompok umur 41-50 tahun (96

orang/23,13%) dankelompok umur 11-20 tahun (74 orang/17,83%).

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

Myopia paling banyak pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu 45

orang (10,84%), astigmatisme pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu

38orang (9,12%), hipermetropia pada kelompok umur 41-50 tahun, yaitu

57orang (13,37%) dan anisometropia pada kelompok umur 31-40 tahun,

yaitu 7orang (1,69%). Kelainan refraksi yang terbanyak adalah miopia

yaitu 160 orang atau38,55% dari seluruh kelainan refraksi atau 8,82% dari

seluruh penderita baru.Kasus miopia ditemukan lebih banyak pada

perempuan (97 orang atau60,62%) daripada penderita laki-laki (63 orang

atau 39,38%).

Presbiopia

Dengan meningkatnya usia, lensa semakin besar dan menebal serta

menjadi kurang elastik, sebagian disebabkan oleh denaturasi protein lensa

yang progresif.

Untuk berubah bentuk akan berkurang seiring dengan

bertambahnya usia. Daya akomodasi akan berkurang seiring dengan

bertambahnya usia. Daya akomdasi berkurang dari 14 dioptri pada usia

anak-anak menjadi kurang dari 2 dioptri pada saat kita mencapai usia 45

sampai 50 tahi; kemudian daya akomodasi berkurang menjadi 0 dioptri

pada usia 70 tahun. Sesudah itu, dapat dikatakan lensa hampir sama sekali

tidak dapat berakomodasi, dan keadaan itu disebut presbiopia (Guyton et

al, 2008).

Sekali orang mengalami presbiopia, matanya akan terfokus secara

permanen pada suatu jarak yang hampir tidak berubah-ubah; jarak ini

bergantung pada keadaan fisik mata orang tersebut. Matanya tidak akan

dapat berakomodasi lagi dengan baik untuk melihat jauh maupun dekat.

Agar dapat melihat jauh dan dekat dengan jelas, orang itu harus memakai

kacamata bifokus, bagian atas untuk penglihatan jauh, bagian bawah untuk

pengllihatan dekat (misal untuk membaca) (Guyton et al, 2008).

3. Nyeri pada bola mata

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

Tekanan intraokular tetap konstan pada mata yang normal.

Biasanya kurang lebih 2 mmHg dari nilai normalnya, yang rata-rata sekitar

15 mmHg. Besarnya tekanan ini ditentukan terutama oleh tahanan

terhadap aliran keluar aquos humor dari kamera okuli anterior kedalam

kanalis Schlemm. Tahanan aliran keluar ini dihasilkan dari reticulum

trabekula yang dilewati, tempat penyaringan cairan yang mengalir dari

sudut lateral ruang anterior kedalam dinding kanalis Schlemm. Trabekula

ini mempunyai celah terbuka yang sangat kecil, yaitu antara 2 sampai 3

mikrometer. Kecepatan aliran cairan ke dalam kanalis meningkat.secara

nyata karena tekanan yang meningkat. Dengan tekanan kurang lebih 15

mmHg pada mata normal, biasanya jumlah cairan yang meninggalkan

mata melalui kanalis Schlemm rata-rata 2,5 mikroliter/menit. Sehingga

keadaan pada tekanan intraokuler meningkat yang bisa disebabkan

berlebihnya humor aquos atau aliran yang tidak baik dapat menyebabkan

penekanan pada bola mata, dan bermanifestasi nyeri pada bola mata

(Guyton et al, 2011).

D. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan

pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III.

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

Kelainan organik

Visus turun, mata tenang

Uji pinhole

Maju Tidak Maju

Media refrakta (kornea, lensa, aquos, vitrous)Retina, pupil, N.opticus, lintasan visual

Pemeriksaan

Konfrontasi

Tekanan bola mata

Refleks fundus

E. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran.

1. Bagaimanakah struktur histologi mata ?

2. Mengapa penglihatan kabur tetapi tidak terdapat mata merah ?

3. Mengapa pasien 1 merasa nyaman setelah uji pinhole ?

4. Mengapa pada pasien 2 yang bermasalah hanya mata kiri ?

5. Mengapa setelah dilakukan koreksi mata tidak mengalami kemajuan ?

6. Bagaimana penjelasan pemeriksaan tekanan bola mata, tes konfrontasi,

refleks fundus ?

7. Apa penyebab dan bagaimanakah mekanisme turunnya visus ?

8. Bagaimanakah interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien 1 & 2 ?

9. Apa sajakah diagnosis banding pada skenario ini ?

D. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru.

E. Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru

yang diperoleh.

1. Histologi mata

Lapisan mata dari luar ke dalam yaitu :

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

a. Sclera

Merupakan jaringan ikat yang terletak paling luar. Sclera

merupakan selaput berwarna putih yang dapat kita lihat pada

bola mata orang lain. Ke arah depan, sclera berlanjut menjadi

Kornea yang berwarna bening yang memungkinkan cahaya

untuk masuk.

b. Choroid

Merupakan tunica vasculosa yang kaya akan pembuluh darah.

Choroid berlanjut ke depan berlanjut menjadi Iris, bagian mata

yang mempunyai warna dan Corpus Cilliaris.

c. Retina

Merupakan lapisan mata yang berada di dalam. Retina terbagi

dua, yaitu area visual dan non-visual. Area visual retina

merupakan area yang dapat menangkap cahaya, terdiri dari sel

batang dan sel kerucut. Sedangkan Retina area non-visual

merupakan area yang tidak dapat menangkap cahaya. Bagian

ini cenderung berada di bagian anterior mata. Titik temu dari

Retina area Visual dan Non-visual disebut Ora Serrata (Drake

et al, 2011).

2. Hubungan penglihatan kabur dengan tidak terdapat mata merah

Mata merah terjadi akibat pelebaran pembuluh darah konjjungtiva

atau episklera atau perdarahan konjungtiva dan sklera. Mata terlihat merah

akibat vasodilatasi pembuluh darah konjungtiva yang terjjadi pada

inflamasi akut, misalnya : konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis.

Sementara pecahnya salah satu pembuluh darah dan darah tertimbun di

subkonjugtiva disebut sebagai perdarahan subkonjungtiva (Ilyas, 2010)

Perlu dilakukan pemeriksaan terdapa mata merah atau tidak pada

pasien untuk mengetahui differential diagnosis dari keluhan yang dialami

pasien. Penurunan visus yang disertai mata merah dapat mengindikasikan

pasien menderita keratitis. Namun pada skenario tidak terdapat mata

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

merah pada pasien, sehingga differential diagnosis keratitis dapat

disingkirkan.

3. Mengapa pasien 1 merasa nyaman setelah dilakukan uji pinhole ?

Prinsip kerja pinhole adalah memperkecil ruangan masuknya

cahaya, sehingga cahaya yang masuk lebih sedikit. Hal ini menyebabkan,

fokus bayangan bisa tepat berada di retina. Jatuhnya fokus bayangan tepat

di retina akan membuat pasien merasa nyaman untuk melihat lingkungan

sekitarnya, seperti orang dengan mata normal.

4. Mengapa pada pasien 2 yang bermasalah hanya mata kiri ?

Pada pasien 2 yang bermasalah hanya mata kiri, karena kelainan

pada media refrakta bisa saja hanya mengenai sebelah mata saja, sesuai

dengan kausa utama apa yang menyebakan kerusakan, misalnya iritasi

atau infeksi dan juga tergantung dari seberapa besar kausa tersebut

menyebabkan kerusakan.

5. Mengapa setelah dilakukan koreksi mata tidak mengalami kemajuan ?

Pasien dengan penurunan visus yang disebabkan oleh kelainan

refraksi, jika dilakukan pemeriksaan pinhole akan mengalami kemajuan.

Sebaliknya, pasien dengan penurunan visus akibat kelainan media refrakta

atau retina, jika dilakukan uji pinhole tidak akan mengalami kemajuan.

Pada pasien 2, kemungkinan bukan disebabkan kelainan refraksi

dikarenakan keadaan visus yang masih baik. Namun dengan adanya

keluhan nyeri pada bola mata, yang mengindikasikan terjadinya kelainan

pada media refrakta yaitu humor aqueous nya maka dengan uji pinhole

tidak akan mengalami kemajuan.

6. Pemeriksaan tekanan bola mata, tes konfrontasi, refleks fundus

Uji Konfrontasi

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

Untuk pemerikasaan lapang pandang dengan melakukan

perbandingan lapang pandangan pasien dengan pemeriksa untuk

mengetahui secara kasar adanya defek pada lapang pandangan.

Caranya : mata kiri pasien dan mata kanan pemeriksa ditutup.

Pasien dan pemeriksa duduk berhadapan dengan jarak 1 meter. Mata

kanan pasien dan mata kiri pemeriksa saling bertatapan. Benda objek

dipegang sejauh mungkin ke samping di tengah-tengah jarak pasien-

pemeriksan dan pelan-pelan digerakkan kea rah sumbu penglihatan dan

penderita diminta untuk memberi tahu apabila mulai melihat objek.

Diulang pada interval 30-450 hingga mengelilingi 3600 perifer (Ilyas et al,

2010).

Uji tekanan bola mata

Untuk pemeriksaan glaucoma. Menggunakan tanometer.

a. Tanometer Schiotz

Dengan beban tertentu akan terjadi kecekungan pada kornea

dan akan terlihat pada skala Schiotz. Makin rendah tekanan bola

mata maka skala yang terlihat akan lebih besar dan berlaku

sebaliknya. Angka skala yang ditunjuk dilihat nilainya di dalam

table untuk konversi nilai tekanan dalam mmHg. Kelemahan

penggunaan tanometer Schiotz adalah mengabaikan factor

kekakuan sclera (sclera riginity). Pemeriksaan dengan alat ini

harus hati-hati karena dapat menyebabkan lecetnya kornea yang

mengakibatkan keratitis.

b. Tanometer Aplanasi

Menggunakan tanometer yang dikaitkan dengan Slitlamp.

Tidak dipengaruhi oleh factor kekakuan sclera. Tanometer non

kontak dengan prinsip kerja hembusan udara pada permukaan

kornea yang langsung dapat diketahui hasil pengukuran tekanan

bola mata dalam mmHg (Ilyas et al, 2010).

Refleks Fundus

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

Untuk pemeriksaan katarak, untuk membedakan katarak mature

dan katarak immature. Apabila katarak mature, reflex fundus negatif.

Menggunakan oftalmoskop langsung. Melihat pupil dari jarak 30 cm. Bila

media refraksi jernih, maka reflex fundus berwarna merah kekuningan

pada seluruh lingkaran pupil. Bila media refraksi keruh, maka terlihat

adanya bercak hitam di depan latar belakang yang merah kekuningan.

Untuk melihat retina dan pupil N.opticus optalmoskop didekatkan sedekat

mungkin (Vaughan et al, 1995).

7. Penyebab dan mekanisme turunnya visus

Kerusakan penglihatan mencakup semua masalah pada penglihatan

yang mempengaruhi lapang pandang dan/atau kemampuan untuk melihat

benda dekat dan jauh dengan jelas, untuk menilai kedalaman, untuk

membedakan warna, dan untuk melihat satu bayangan secara bersamaan

(penglihatan warna). Penyebab kerusakan penglihatan mencakup:

a. Kelainan kongenital (misalnya kelainan genetik).

b. Anomali perkembangan [misalnya strabismus (juling).

c. Akibat sekunder penyakit sistemik (misalnya retinopati

diabetes).

d. Penyakit primer pada mata itu sendiri (misalnya glaukoma,

degenerasi makula terkait usia).

Glaukoma - peningkatan tekanan dalam mata, yang paling

sering menyakitkan. Visi akan normal pada awalnya, tapi

seiring waktu Anda dapat mengembangkan visi miskin malam,

bintik-bintik buta, dan kehilangan penglihatan untuk kedua sisi.

Glaukoma juga dapat terjadi tiba-tiba, yang merupakan

keadaan darurat medis.

e. Kelainan refraksi (misalnya miopia, hipermetropia,

astigmatisme).

Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang

sejajar pada sumbu mata dalam keadaan tidak berakomodasi

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

yang seharusnya direfraksikan oleh mata tepat pada retina

sehingga tajam penglihatan maksimum tidak direfraksikan oleh

mata tepat pada retina baik itu di depan, di belakang maupun

tidak dibiaskan pada satu titik. Kelainan ini merupakan bentuk

kelainan visual yang paling sering dan dapat terjadi akibat

kelainan pada lensa ataupun bentuk bola mata (Istiqomah,

2004). Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan

tegas tidak dibentuk pada retina.

f. Trauma (misalnya cedera tembus).

g. Kerusakan pada jalur penglihatan (misalnya setelah stroke).

h. Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis.

i. Defisiensi vitamin A (xeroftalmia).

Berdasarkan etiloginya gangguan visus pada mata tenang dibagi

atas:

a. Penyebab kelainan vaskuler

Oklusi Pembuluh Darah Retina

Amaurosis vugaks

Penyakit Eales

Neuropati optic akut iskemik

b. Penyakit kelainan sistemik

Retinopati diabetik

Retinopati hipertensi

Penyebab degenerasi retina

Ablatio retina regmatogen

Degenerasi macula senile/disform.

8. Interpretasi pemeriksaan fisik pasien 1 dan 2.

Pasien 1

Pengelihatan kabur dengan mata tidak merah berarti telah terjadi

mata tenang visus turun pada pasien. Kelainan mata tenang visus

turun pada pasien dapat berupa kelainan refraksi.

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

Pada pasien, VOD 4/60 berarti pada oculi dextra pasien dapat

melihat objek dengan jelas pada jarak 4 meter sedangkan pada

mata normal objek dapat dilihat dengan jelas pada jarak 60 meter.

Pada pasien, VOS 6/15 berarti pada oculi sinistra pasien dapat

melihat objek dengan jelas pada jarak 6 meter sedangkan pada

mata normal objek dapat dilihat pada jarak 15 meter.

Dengan dilakukan uji pinhole visus pasien membaik berarti pasien

mengalami kelainan refraksi, karena uji pinhole dapat mengoreksi

visus sebesar 4-5 D. Uji pinhole yang tidak membaik berarti

terdapat kelainan organik pada mata, seperti katarak.

Koreksi OD dengan S -4.25 D berarti pada pasien mengalami

miopi dan telah dilakukan koreksi pada oculi dextra dengan lensa

spheris -4.25 Dioptri. Dan koreksi OS dengan S -0.75 D C -0.50

axis 90 derajat berarti oculi sinistra pada pasien mengalami miopi

dan astigmatisme sehingga dikoreksi dengan lensa spheris -0.75

dan lensa silindris -0.50 dengan axis 90o berarti aksis vertikal (in

the rule). Sedangkan untuk membaca dekat dikoreksi dengan S

+1.50 Dioptri berarti pasien mengalami hipermetropi dan dikoreksi

dengan lensa spheris +1.50 Dioptri.

Dengan adanya uji pinhole, mata tenang dan juga koreksi dengan

lensa spheris dan silindris membaik, maka dapat dikatakan pasien

mengalami kelainan refraksi yaitu miopi, hipermetropi dan astigmatisme.

Pasien 2

Mata kanan visus 6/6 E berarti ketajaman penglihatan mata kanan

pasien normal.

Mata tenang bearti mata tidak merah, tidak ada kelainan anatomi

mata.

Mata kiri visus 1/300 berarti pasien hanya dapat melihat lambaian

tangan pemeriksa pada jarak 1 meter, dimana pada mata normal

lambaian tangan dapat dilihat pada jarak 300 meter.

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

Nyeri bola mata bisa timbul karena saraf mata yang ada di retina

terdesak.

Pemeriksaan:

o Persepsi warna, untuk mengetes adanya buta warna atau tidak.

o Proyeksi sinar, untuk mengetahui apakah tangkapan retina

masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan

inferior.

o Tonometri schiotz, untuk mengetahui tekanan bola mata.

o Konfrontasi, untuk mengetahui lapang pandang pasien.

o Refleks fundus, untuk mengetahui adanya kekeruhan pada

media penglihatan yang keruh) (Vaughan et al, 1995).

9. Differential diagnosis pada pasien 1 dan 2

Pasien 1

Hipermetropia

Hipermetropia dikenal sebagai penglihatan jauh, biasanya akibat

bola mata terlalu pendek, atau kadang-kadang sistem lensa terlalu lemah

pada keadaan  ini bagian tengah, terlihat bahwa cahaya sejajar kurang

dibelokkan oleh sistem lensa tidak terfokus di retina. Untuk mengatasi

kelainan ini, otot silisris berkontraksi untuk meningkatkan kekuatan lensa.

Dengan menggunakan mekanisme akomodasi, pasien hiperopia dapat

memfokuskan bayangan dari objek jauh di retina. Bila pasien

menggunakan sebagian otot siliarisnya untuk melakukan akomodasi jarak

jauh, ia tetap masih mempunyai sisa daya akomodasi untuk melihat

dengan tegas objek yang mendekati mata sampai otot siliaris telah

berkontraksi maksimum. Pada orang tua, sewaktu lensa menjadi

“presbiop”, paisen hiperopia sering tidak dapat berakomodasi cukup kuat

untuk memfokuskan objek jauh sekalipun, apalagi untuk memfokuskan

objek dekat (Guyton et al, 2008).

Myopia

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

Pada myopia atau “penglihatan dekat”, sewaktu otot siliaris

relaksasi total, cahaya dari objek jauh difokuskan di depan retina. Keadaan

ini biasanya akibat bola mata yang terlalu panjang, atau kadang-kadang

karena daya bias system lensa terlalu kuat (Guyton et al, 2008).

Tidak ada mekanisme bagi myopia untuk mengurangi kekuatan

lensanya karena memang otot siliaris dalam keadaan relaksasi sempurna.

Pasien  myopia tidak mempunyai mekanisme untuk memfokuskan

bayangan dari objek jauh dengan tegas di retina. Namun, bila objek di

dekatkan ke mata, bayangan akhirnya akan menjadi cukup dekat sehingga

dapat di fokuskan di retina. Kemudian bila objek terus didekatkan ke mata,

pasien myopia dapat menggunakan mekanisme akomodasi agar bayangan

yang terbentuk tetap terfokus secara jelas. Seorang pasien myopia

mempunyai “titik jauh” yang terbatas untuk penglihatan jelas (Guyton et

al, 2008).

Astigmatisma

Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya

jatuh sebagai suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di

berbagai meridian kornea atau lensa kristalina. Pada astigmatisma, mata

menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multiple,

dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada

retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi

akibat kelainan kelengkungan di kornea.

Pasien 2

Glaukoma

Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam

bola mata relatif cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf

optik dan menyebabkan kelainan lapang pandang . Glaukoma lebih sering

terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor resiko lainnya untuk

terjadi glaukoma, antara lain : Faktor genetik; riwayat glaukoma dalam

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

keluarga; penyakit hipertensi; penyakit diabetes dan penyakit sistemik

lainnya; kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi; ras tertentu.

Glaukoma terdiri dari glaucoma sudut terbuka dan glaucoma sudut

tertutup. Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik

sudut terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan

penglihatan yang berat terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri

penglihatan. Berbeda pada glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan

tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan gejala mata merah, nyeri dan

gangguan penglihatan (Khaw T et al, 2005).

Katarak

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih.

Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat

kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma

mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,

penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar

ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Smeltzer et al,

2002).

Menurut Corwin (2001), katarak adalah penurunan progresif

kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan

ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein

lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi.

Sedangkan menurut Arif (2000), katarak adalah setiap keadaan

kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan

cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya

mengenai kedua mata dan berjalan progresif

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

BAB III

KESIMPULAN

a. Pasien pertama dalam skenario menderita presbiopia dan astigmatisme

sedangkan pasien kedua belum dapat dipastikan diagnosisnya karena harus

dilakukan pemeriksaan penunjang terlebih dahulu.

b. Usia pasien pertama (45 tahun) merupakan faktor resiko terjadinya presbiopia

karena usianya semakin lanjut menyebabkan menurunnya kemampuan media

refrakter untuk membiaskan cahaya tepat pada retina dan juga berkurangnya

kemampuan elastisitas pada lenda mata yang menyebabkan berkurangnya

kemampuan lensa untuk berakomodasi.

c. Pasien kedua harus dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata, konfrontasi dan

reflek fundus untuk mengetahui diagnosis lebih pasti.

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

BAB IV

SARAN

A. Saran untuk mahasiswa

1. Diharapkan mahasiswa lebih disiplin pada pelaksanaan tutorial karena

masih terdapat pemanfaatan waktu yang kurang baik sehingga waktu

tutorial mundur.

2. Diharapkan setiap mahasiswa lebih aktif lagi, agar setiap mahasiswa dapat

mengungkapkan pendapatnya pada pertemuan pertama dan kedua,

sehingga diskusi dapat berjalan dengan lancar.

B. Saran untuk tutor

Tutor sudah menjalankan tugasnya dengan baik.Beliau mengarahkan kami

agar tutorial berjalan sebagaimana mestinya. Beliau memberikan feedback dan

pancingan-pancingan jika tutorial menemui kebuntuan serta mengarahkan

tentang hal-hal apa saja yang harus kami kuasai di dalam skenario tersebut.

Tutor juga sudah membuat batasan-batasan agar kami tidak membahas yang

bukan merupakan Learning Objective dari diskusi tutorial.

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

DAFTAR PUSTAKA

Arif M, et al (2000) . Kapita Selekta Kedokteran . Edisi ke 3. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Corwin EJ (2001). Patofisiologi. Jakarta: EGC

Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM (2010). Gray’s Anatomy for Students.

Singapore: Elsevier.

Guyton, Hall (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11. Jakarta: EGC.

Guyton, Hall (2011). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 12. Jakarta: EGC

Hammond JC, Webster AR, Snieder H, Spector TD, Bird AC, Gilbert CE (2002).

Genetic influence on early age-related maculopathy: a twin study.

Ophtalmology, 109: 6-730.

Ilyas S (2010). Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Ilyas S (2010). Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa

Kedoktera. Edisi ke 2 Jakarta : CV Sagung Seto.

Istiqomah, IN (2004). ASKEP Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC

Khaw T, Shah P, Elkington AR (2005). ABC of Eyes. 4th Edition. London: BMJ

Publishing Group.

Nurrobbi, K (2010). Preventing Childhood Poisonings.

http://kusantrimediacare.wordpress.com/2010/03/31/miopia - Diakses 20

September 2015.

Patu HI (2010). Kelainan Refraksi. http://cpddokter.com/home/index.php?

option=com_content&task=view&id=1684&Itemid=38 – Diakses 20

September 2015

Saladin K (2006). Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 4th

Edition. New York: McGraw-Hill.

Seeley R, Stephens T, Tate P (2006). Anatomy and Physiology. 7th Edition. New

York: McGraw-Hill.

Smeltzer SC, Bare BG (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi ke 8. Jakarta:

EGC.

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok THT

Snell, Richard S (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke

6. Jakarta: EGC.

Vaughan, Daniel G et al (1995). Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika.