laporan tutorial skenario d

Upload: catri-dwi-utari-pramasari

Post on 12-Oct-2015

122 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

SKENARIO D

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial skenario D blok 25 ini dapat terselesaikan dengan baik.Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok L4 tutorial, dan juga teman-teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Palembang, 03 Juni 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................................iDaftar Isi....................................................................................................................iiI. Klarifikasi Istilah.....................................................................................................3II. Identifikasi Masalah................................................................................................5III. Analisis Masalah......................................................................................................5IV. Hipotesis..................................................................................................................35V. Learning Issues..........................................................................................................36Daftar Pustaka................................................................................................................46

SKENARIO D BLOK 25

I. KLARIFIKASI ISTILAHSurveilans:kegiatan memantau, memonitoring, menganalisis data secara terus-menerus pada suatu wilayah yang hasilnya akan berguna bagi pelaksana kesehatan di masyarakat. Ada dua jenis surveilans yaitu surveilans aktif dan surveilans pasif. Surveilans aktif merupakan usaha khusus yang dilakukan untuk memperoleh kejadian yang lebih lengkap dengan sumber-sumber yang ada. Surveilans pasif merupakan kejadian-kejadian yang dilaporkan atau diterima tanpa ada usaha khusus untuk memperoleh data yang lebih lengkap.Epidemiologi:ilmu yang mempelajari distribusi (yang bersifat dinamis), dan determinan dari masalah kesehatan dan penyakit-penyakit dalam populasi manusia atau suatu komunitas.Surveilans epidemiologi:kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus-menerus terhadap penyakit dan masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi risiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data, dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.KLB:salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasi peristiwa merebaknya suatu penyakit atau meningkatnya suatu kesakitan atau kematian bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentuStatistika:ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi dan mempresentasikan data.Kegiatan statistika:kegiatan perencanaan, pengumpulan, penyusunan, interpretasi, analisa, dan presentasi data.Epidemiologi statistik:model-model statistik yang menjelaskan fenomena epidemiologi Wabah:kejadian penyakit atau kematian yang meningkat sangat cepat pada sekelompok penduduk di suatu wilayah melebihi jumlah normal.Penyelidikan wabah:suatu kegiatan untuk memastikan adanya KLB atau wabah, mengetahui penyebab, mengetahui sumber penyebaran, mengetahui faktor risiko, dan menetapkan program penanggulangan KLB.Desain epidemiologi:jenis penelitian yang mempelajari distribusi dan determinan prevalensi penyakit dan statistik kesehatan pada populasi manusia.Investigasi:penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta dengan melakukan peninjauan, percobaan, dan sebagainya dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan penyelidikan.Riwayat alamiah penyakit:perkembangan penyakit itu sendiri tanpa intervensi dalam bentuk apapun sehingga penyakit tersebut berjalan secara natural atau alamiah, dibagi menjadi dua fase yaitu fase prepatogeneis dan patogenesis.Evaluasi:kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk menilai keberhasilannya.

II. IDENTIFIKASI MASALAH1. dr. Bagus bersama timnya tidak melakukan surveilans epidemiologi secara rutin di Puskesmas Maju dengan penduduk 30.000 jiwa sehingga mereka tidak memahami riwayat alamiah penyakit dan tahap perjalanan penyakit yang berpotensi KLB.2. Pada bulan Januari s/d Maret 2013 terjadi peningkatan kasus DBD yang baru disadari setelah terjadi peningkatan jumlah pasien yang dikirim ke RSU Daerah karena perawatan darurat yang disiapkan di puskesmas tidak bisa menampung pasien yang indikasi dirawat.3. Puskesmas Maju belum memiliki fasilitas untuk rawat inap.4. dr. Bagus melakukan evaluasi setelah mengalami peristiwa KLB dan menyadari bahwa stafnya belum memiliki pemahaman dan keterampilan mengenai surveilans.5. dr. Bagus mulai menyusun perencanaan supaya kegiatan surveilans bisa dilakukan secara rutin, dan melatih tenaga perawat dan bidannya memahami keterampilan penyelidikan wabah, studi epidemiologi, dan kegiatan statistika yang terkait dengan surveilans dan penyelidikan wabah.

III. ANALISIS MASALAH1. dr. Bagus bersama timnya tidak melakukan surveilans epidemiologi secara rutin di Puskesmas Maju dengan penduduk 30.000 jiwa sehingga mereka tidak memahami riwayat alamiah penyakit dan tahap perjalanan penyakit yang berpotensi KLB.

a. Apa tujuan kegiatan surveilans epidemiologi? Jawab ;Tujuan surveilans epidemiologi tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat secara menyeluruh (Buton, 2008).b. Apa manfaat kegiatan surveilans epidemiologi? Jawab ;Manfaat surveilans epidemiologi antara lain (a) Deteksi Perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya, (b) Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit, (c) Identifikasi kelompok risiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat (d) Identifikasi faktor risiko dan penyebab lainnya, (e) Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi, (f) Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis, (g) Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya, (h) Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa dating, (i) Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas dan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan. Inti kegiatan surveilans pada akhirnya adalah bagaimana data yang sudah dikumpul, dianalisis, dan dilaporkan ke stakeholder atau pemegang kebijakan untuk ditindaklanjuti dalam pembuatan program intervensi yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia.

c. Siapa yang melakukan kegiatan surveilans epidemiologi dan kapan dilakukan? Jawab ; Penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan wajib dilakukan oleh setiap instansi kesehatan pemerintah, instansi kesehatan propinsi, instansi kesehatan kabupaten/kota dan lembaga masyarakat dan swasta baik secara fungsional atau struktural. Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas. Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB. Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh masyarakat. Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan pemantauan setiap saat secara terus menerus terhadap situasi penyakit di masyarakat dan kemungkinan adanya ancaman KLB penyakit, untuk kemudian melaporkannya kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota Tim Surveilans Desa dapat berasal dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa, Karang Taruna, Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan lain-lain. Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa. Kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan secara sistematis dan terus-menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan

d. Apa saja sasaran kegiatan surveilans epidemiologi?Jawab ;Sebagai sasaran dalam surveilans epidemiologi adalah :1. Individu Pengamatan dilakukan pada individu yang terinfeksi dan mempunyai potensi untuk menularkan penyakit sampai individu tersebut tidak membahayakan dirinya maupoun lingkungannya, seperti pada penderita, karier, dan orang dengan risiko tinggi. 2. Populasi localPopulasi lokal ialah kelompok penduduk yang terbatas pada orang-orang dengan risiko terkena suatu penyakit (population at risk). Pengamatan dilakukan pada individu yang kontak dengan karier atau penderita, pada pejamu yang rentan (misalnya bayi), terhadap orang yang menderita penyakit yang mudah selapse (misalnya TBC), terhadap kelompok individu yang mempunyai peluang untuk kontak dengan penderita (misalnya tenaga medis).3. Populasi nasionalPopulasi nasional ialah pengamatan yang dilakukan terhadap semua penduduk secara nasional. Hal ini dilakukan setelah program pemberantasan dilaksanakan.

4. Populasi internasionalKegiatan ini berupa pengamatan terhadap penyakit yang dilakukan oleh berbagai negara secara bersama-sama, yang ditujukan untuk penyakit-penyakit yang mudah menimbulkan epidemi atau pandemi

e. Apa saja jenis-jenis surveilans epidemiologi?Jawab ;Jenis penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah sebagai berikut : Penyelenggaraan berdasarkan metode pelaksanaana. Surveilans epidemiologi rutin terpadu, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan dan atau faktor resiko kesehatan.b. Surveilans epidemiologi khusus, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan , faktor resiko atau situasi khusus kesehatanc. Surveilans sentinel, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.d. Studi epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada periode tertentu serta populasi atau wilayah tertentu untuk mengetahui lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau factor resiko kesehatan. Penyelenggaraan berdasarkan aktifitas pengumpulan dataa. Surveilans aktif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemilogi dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.b. Surveilans pasif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya. Penyelenggaraan berdasarkan pola pelaksanaana. Pola kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan atau bencanab. Pola selain kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk keadaan di luar KLB dan atau wabah dan atau bencana, Penyelenggaraan berdasarkan kualitas pemeriksaana. Bukti klinis atau tanpa peralatan pemeriksaan, adalah kegiatan surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau tidak menggunakan peralatan pendukung pemeriksa.b. Bukti laboratorium atau dengan peralatan khusus, adalah kegiatan surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemerksaan laboratorium atau peralatan pendukung pemeriksaan lainnya. f. Apa langkah-langkah kegiatan surveilans epidemiologi? Jawab ;Langkah-langkah kegiatan surveilansKegiatan surveilans meliputi :1. Pengumpulan dataPengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk memproses data selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologis yang dilaksanakan secara teratur dan terus menerus dan dikumpulkan tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang bersumber dari rumah sakit, puskesmas dan lain-lain, maupun aktif yang diperoleh dari kegiatan survey. Untuk mengumpulkan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Secara umum pencatatan di puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan pasien dan kegiatan luar gedung (Budioro, 2007).Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang-orang yang dianggap penderita campak ataupopulation at riskmelalui kunjungan rumah (active surveillance) atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan sarana pelayanan kesehatan yaitu dari laporan rutin poli umum setiap hari, laporan bulanan puskesmas desa dan puskesmas pembantu, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan harian dari laboratorium dan laporan dari masyarakat serta petugas kesehatan lain (pasive surveillance). Atau dengan kata lain, data dikumpulkan dari unit kesehatan sendiri dan dari unit kesehatan yang paling rendah, misalnya laporan dari pustu, posyandu, barkesra, poskesdes. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan teknik wawancara dan atau pemeriksaan (Arias, 2010).Sumber data surveilans epidemiologi meliputi : (1).Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat. (2).Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan dari kantor pemerintah dan masyarakat. (3).Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat. (4).Data geografi yang dapat diperoleh dari Unit Meteorologi dan Geofisika. (5).Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat. (6).Data Kondisi lingkungan. (7).Laporan wabah. (8).Laporan Penyelidikan wabah/KLB. (9).Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan. (10).Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya. (11).Data hewan dan vektor sumber penularan penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat. (11).Laporan kondisi pangan. (12).Data dan informasi penting lainnya (Budioro, 2007).2. Pengolahan dan penyajian dataData yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program(software)sepertiepid info, SPSS, lotus, exceldan lain-lain (Budioro, 2007).3. Analisis dataAnalisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi sepertirate, proporsi, rasiodan lain-lain untuk mengetahuisituasi, estimasidanprediksipenyakit (Noor, 2000).Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data bulanan atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau penurunan dan mencari hubungan penyebab penyakit campak dengan faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian campak (Arias, 2010).4. Penyebarluasan informasiPenyebarluasan informasi dapat dilakukan ke tingkat atas maupun ke bawah. Dalam rangka kerja sama lintas sektoral instansi-instansi lain yang terkait dan masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan ini. Untuk diperlukan informasi yang informatif agar mudah dipahami terutama bagi instansi diluar bidang kesehatan (Budioro, 2007).Data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans epidemiologi penyakit campak disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan tindakan penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan, pusat-pusat penelitian dan pusat-pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring surveilans epidemiologi agar diketahui terjadinya peningkatan atau penurunan kasus penyakit (Arias, 2010).Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan. Cara penyebarluasan informasi yang dilakukan yaitu membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan, membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan, membuat suatu tulisan di majalah rutin, memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat di akses dengan mudah (Depkes RI, 2003).5. UmpanbalikKegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap bulan saat menerima laporan setelah diolah dan dianalisa melakukan umpan balik kepada unit kesehatan yang melakukan laporan dengan tujuan agar yang mengirim laporan mengetahui bahwa laporannya telah diterima dan sekaligus mengoreksi dan memberi petunjuk tentang laporan yang diterima. Kemudian mengadakan umpan balik laporan berikutnya akan tepat waktu dan benar pengisiannya. Cara pemberian umpan balik dapat melalui surat umpan balik, penjelasan pada saat pertemuan serta pada saat melakukan pembinaan/suvervisi (Arias, 2010).6. Investigasi penyakit berpotensi KLBSetelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka terlebih dahulu dilakukan investigasi/penyelidikan epidemiologi penyakit campak. Dengan investigator membawa ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam hal ini adalah penyakit dan bahan untuk pengambilan sampel di laboratorium. Setelah melakukan investigasi penyelidikan kemudian disimpulkan bahwa benar-benar telah terjadi KLB yang perlu mengambil tindakan atau sebaliknya (Arias, 2010).7. Tindakan penanggulanganBerdasarkan hasil investigasi/penyelidikan epidemiologi tersebut maka segera dilakukan tindakan penanggulangan dalam bentuk yaitu: (1) Pengobatan segera pada penderita yang sakit, (2) Melakukan rujukan penderita yang tergolong berat, (3) Melakukan penyuluhan mengenai penyakit kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran agar tidak tertular penyakit atau menghindari penyakit tersebut, (4) Melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan rantai penularan (Arias, 2010).8. EvaluasiSetiap program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi manfaatnya . sistem dapat berguna apabila secara memuaskan memenuhi paling tidak salah satu dari pernyataan berikut : apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan yang mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus penyakit, apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemik kejadian penyakit di wilayah tersebut, apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang besarnya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan kejadian penyakit di wilayah tersebut, apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit dan apakah program surveilans tersebut dapat menilai efek tindakan pengendalian (Arias, 2010)g. Apa landasan hukum pelaksanaan surveilans epidemiologi? Jawab ;1. UU Nomor 4 tahun 1948 tentang Wabah Penyakit Menular2. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 3. PP. Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular4. PP. Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan pemerintah propinsi sebagai daerah otonom5. Permenkes Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1984 tentang jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah6. Permenkes Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang pedoman penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa 7. Kepmenkes Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan 8. Kepmenkes Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang pedoman penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi.

h. Jelaskan mengenai riwayat perjalanan alamiah penyakit pada manusia! Jawab ;RIWAYAT ALAMIAH PERJALANAN PENYAKIT Jika ditinjau proses yang terjadi pada orang sehat, menderita penyakit dan terhentinya penyakit tersebut dikenal dengan nama riwayat alamiah perjalanan penyakit (natural history of disease) terutama untuk penyakit infeksi. Riwayat alamiah suatu penyakit adalah perkembangan penyakit tanpa campur tangan medis atau bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit berlangsung secara natural.Manfaat riwayat mempelajari alamiah perjalanan penyakit : Untuk diagnostik : masa inkubasi dapat dipakai pedoman penentuan jenis penyakit, misal dalam KLB (Kejadian Luar Biasa) Untuk Pencegahan : dengan mengetahui rantai perjalanan penyakit dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam upaya pencegahan penyakit. Untuk terapi : terapi biasanya diarahkan ke fase paling awal. Pada tahap perjalanan awal penyakit, adalah waktu yang tepat untuk pemberian terapi, lebih awal terapi akan lebih baik hasil yang diharapkan.

i. Bagaimana tahap perjalanan penyakit? Jawab ;Tahapan Riwayat alamiah perjalanan penyakit :a. Tahap Pre-Patogenesa Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda tanda penyakit dan daya tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.

b. Tahap Patogenesa1) Tahap Inkubasi Tahap inkubasi adalah masuknya bibit penyakit kedalam tubuh pejamu, tetapi gejala- gejala penyakit belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda, ada yang bersifat seperti influenza, penyakit kolera masa inkubasinya hanya 1- 2 hari, penyakit Polio mempunyai masa inkubasi 7 - 14 hari, tetapi ada juga yang bersifat menahun misalnya kanker paru-paru, AIDS dan sebagainya. Jika daya tahan tubuh tidak kuat, tentu penyakit akan berjalan terus yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh. Pada suatu saat penyakit makin bertambah hebat, sehingga timbul gejalanya. Garis yang membatasi antara tampak dan tidak tampaknya gejala penyakit disebut dengan horison klinik.

2) Tahap Penyakit Dini Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada tahap ini pejamu sudah jatuh sakit tetapi sifatnya masih ringan. Umumnya penderita masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dan karena itu sering tidak berobat. Selanjutnya, bagi yang datang berobat umumnya tidak memerlukan perawatan, karena penyakit masih dapat diatasi dengan berobat jalan. Tahap penyakit dini ini sering menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat, terutama jika tingkat pendidikan penduduk rendah, karena tubuh masih kuat mereka tidak datang berobat, yang akan mendatangkan masalah lanjutan, yaitu telah parahnya penyakit yang di derita, sehingga saat datang berobat sering talah terlambat.3) Tahap Penyakit Lanjut Apabila penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk dalam tahap penyakit lanjut. Pada tahap ini penderita telah tidak dapat lagi melakukan pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya telah memerlukan perawatan.4) Tahap Akhir Penyakit Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :1. Sembuh sempurna : penyakit berakhir karena pejamu sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh kembali kepada keadaan sebelum menderita penyakit.2. Sembuh tetapi cacat : penyakit yang diderita berakhir dan penderita sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak sempurna, karena ditemukan cacat pada pejamu. Adapun yang dimaksudkan dengan cacat, tidak hanya berupa cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata, tetapi juga cacat mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan cacat sosial.3. Karier : pada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti, karena gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal dalam diri pejamu masih ditemukan bibit penyakit yang pada suatu saat, misalnya jika daya tahan tubuh berkurang, penyakit akan timbul kembali. Keadaan karier ini tidak hanya membahayakan diri pejamu sendiri, tetapi juga masyarakat sekitarnya, karena dapat menjadi sumber penularan4. Kronis : perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala penyakit tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu saja tidak menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu tetap berada dalam keadaan sakit.5. Meninggal dunia : terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan karena sembuh, tetapi karena pejamu meninggal dunia. Keadaan seperti ini bukanlah tujuan dari setiap tindakan kedokteran dan keperawatan.

j. Apa karakteristik penyakit yang berpotensi KLB?Jawab ;Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB: Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan. Mempunyai masa inkubasi yang cepat. Terjadi di daerah dengan padat hunian.

1. Penyakit karantina atau penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow Fever.2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau mempunyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera : a. DHFb. Campakc. Rabiesd. Tetanus neonatorume. Diaref. Pertusisg. Poliomyelitis.3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting : a. Malariab. Frambosiac. Influenzad. Anthraxe. Hepatitisf. Typhus abdominalisg. Meningitish. Keracunani. Encephalitisj. Tetanus.4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi masuk program : a. Kecacinganb. Kusta,c. Tuberkulosad. Syphilise. Gonorrhoef. Filariasis, dll.

k. Sumber penyebab penyakit yang berpotensi KLB ?Jawab ; Identifikasi sumber penularanUntuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan :1. Membuktikan adanya agent pada sumber penularan secara laboratoris atau adanya hubungan secara statistik antara kasus dan pemaparan (Mac Mahon and Pugh, 1970; CDC, 1979).2. Hubungan secara statistik ialah jika proporsi orang-orang dengan kedua sifat (sebab-akibat) mempunyai perbedaan (lebih tinggi/rendah) yang bermakna secara statistik. Atau perubahan variabel yang satu diikuti oleh variabel yang lain. Biasanya pada penyelidikan KLB untuk menguji atau membuktikan adanya hubungan ini dilakukan : dengan penelitian kasus-pembanding (Kelsey et al., 1986).3. Menurut MacMahon and Pugh (1970), CDC (1979), dan Kelsey et al (1986), penentuan dugaan sumber dan cara penularan penyakit dianggap telah baik jika ; 1. Ditemukan agent yang sama antara sumber infeksi dan penderita2. Terdapat perbedaan angka serangan (attack rate) yang bermakna antara orang-orang yang terpapar dan yang tidak terhadap sumber penularan.3. Tidak ada cara lain pada semua kasus, atau cara penularan lain tidak dapat menerangkan distribusi umur waktu dan geografis pada semua kasus.

Identifikasi keadaan penyebab KLBSecara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan keseimbangan dari agent, penjamu, dan lingkungan yang dapat terjadi oleh karena :

1. Kenaikan jumlah atau virulensi dari agent2. Adanya agent penyebab baru atau yang sebelumnya tidak ada3. Keadaan yang mempermudah penularan penyakit4. perubahan imunitas penduduk terhadap agent yang pathogen,5. lingkungan dan kebiasaan penduduk yang berpeluang untuk terjadinya pemaparan.

l. Bagaimana desain epidemiologi pada Puskesmas Maju? Jawab ;Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan penyakit pada populasi. Studi epidemiologi dibedakan menjadi dua kategori: (1) epidemiologi deskriptif; dan (2) epidemiologi analitik (Gambar 1). Epidemiologi deskriptif. Epidemiologi deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, berdasarkan karakteristik dasar individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, kelas sosial, status perkawinan, tempat tinggal dan sebagainya, serta waktu. Epidemiologi deskriptif juga dapat digunakan untuk mempelajari perjalanan alamiah penyakit. Tujuan epidemiologi deskriptif: (1) Memberikan informasi tentang distribusi penyakit, besarnya beban penyakit (disease burden), dan kecenderungan (trend) penyakit pada populasi, yang berguna dalam perencanaan dan alokasi sumber daya untuk intervensi kesehat-an; (2) Memberikan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit; (3) Meru-muskan hipotesis tentang paparan sebagai faktor risiko/ kausa penyakit.

Contoh, case series merupakan studi epidemiologi deskriptif tentang serangkaian kasus, yang berguna untuk mendeskripsikan spektrum penyakit, manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan prognosis kasus. Case series banyak dijumpai dalam literatur kedokteran klinik. Tetapi desain studi ini lemah untuk memberi-kan bukti kausal, sebab pada case series tidak dilakukan perbandingan kasus dengan non-kasus. Case series dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis yang akan diuji dengan desain studi analitik. Case report (laporan kasus) merupakan studi kasus yang bertujuan mendeskripsikan manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan prognosis kasus. Case report mendeskripsikan cara klinisi mendiagnosis dan memberi terapi kepada kasus, dan hasil klinis yang diperoleh. Selain tidak terdapat kasus pembanding, hasil klinis yang diperoleh mencerminkan variasi biologis yang lebar dari sebuah kasus, sehingga case report kurang andal (reliabel) untuk memberikan bukti empiris tentang gambaran klinis penyakit. Studi potong-lintang (cross-sectional study, studi prevalensi, survei) berguna untuk mendeskripsikan penyakit dan paparan pada populasi pada satu titik waktu tertentu. Data yang dihasilkan dari studi potong-lintang adalah data prevalensi. Tetapi studi potong-lintang dapat juga digunakan untuk meneliti hubungan paparan-penyakit, meskipun bukti yang dihasilkan tidak kuat untuk menarik kesimpulan kausal antara paparan dan penyakit, karena tidak dengan desain studi ini tidak dapat dipastikan bahwa paparan mendahului penyakit.

Epidemiologi analitik. Epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya hubungan/ pengaruh paparan terhadap penyakit. Tujuan epidemiologi analitik: (1) Menentukan faktor risiko/ faktor pencegah/ kausa/ determinan penyakit, (2) Menentukan faktor yang mempengaruhi prognosis kasus; (3) Menentukan efektivitas intervensi untuk mencegah dan mengendalikan penyakit pada populasi. Dua asumsi melatari epidemiologi analitik. Pertama, keadaan kesehatan dan penyakit pada populasi tidak terjadi secara random melainkan secara sistematis yang dipengaruhi oleh faktor risiko/ kausa/ faktor pencegah/ faktor protektif (Hennekens dan Buring, 1987; Gordis, 2000). Kedua, faktor risiko atau kausa tersebut dapat diubah sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan penya-kit pada level individu dan populasi (Risser dan Risser, 2002).

Ruang lingkup Epidemiologia. Masalah kesehatan sebagai subjek dan objek epidemiologiEpidemiologi tidak hanya sekedar mempelajari masalah-masalah penyakit-penyakit saja, tetapi juga mencakup masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.b. Masalah kesehatan pada sekelompok manusiaPekerjaan epidemiologi dalam mempelajari masalah kesehatan, akan memanfaatkan data dari hasil pengkajian terhadap sekelompok manusia, apakah itu menyangkut masalah penyakit, keluarga berencana atau kesehatan lingkungan. Setelah dianalisis dan diketahui penyebabnya dilakukan upaya-upaya penanggulangan sebagai tindak lanjutnya.c. Pemanfaatan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan.Pekerjaan epidemiologi akan dapat mengetahui banyak hal tentang masalah kesehatan dan penyebab dari masalah tersebut dengan cara menganalisis data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan yang terjadi pada sekelompok manusia atau masyarakat. Dengan memanfaatkan perbedaan yang kemudian dilakukan uji statistik, maka dapat dirumuskan penyebab timbulnya masalah kesehatan.Peranan EpidemiologiDari kemampuan epidemiologi untuk mengetahui distribusi dan faktor-faktor penyebab masalah kesehatan dan mengarahkan intervensi yang diperlukan maka epidemiologi diharapkan mempunyai peranan dalam bidang kesehatan masyarakat berupa :a) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit atau masalah kesehatan dalam masyarakat.b) Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan mengambil keputusan.c) Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau telah dilakukan.d) Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit dalam upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya.e) Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang perlu dipecahkan.

2. Pada bulan Januari s/d Maret 2013 terjadi peningkatan kasus DBD yang baru disadari setelah terjadi peningkatan jumlah pasien yang dikirim ke RSU Daerah karena perawatan darurat yang disiapkan di puskesmas tidak bisa menampung pasien yang indikasi dirawat.a. Apa kriteria KLB? Jawab ;7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010 adalah : Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

b. Bagaimana langkah-langkah penetapan status KLB? (tata cara pelaporan) Jawab ;Langkah Langkah saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)Langkah pencegahan kasus dan pengendalian Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat dimulai sedini mungkin setelah tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi atau penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB) telah memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang penyebab terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB), sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB), maka upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu pengujian hipotesis. Tetapi jika pada investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) belum memberikan fakta yang jelas maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :1. Mengidentifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB)Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada keadaan normal di suatu area tertentu atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) bisa juga berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (surat kabar dan televisi). Pada dasarnya Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan penyimpangan dari keadaan normal karena itu Kejadian Luar Biasa (KLB) ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun). Kenaikan jumlah kasus belum tentu mengisyaratkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) (Chandra, Budiman. 2007).

Terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) dan teridentifikasinya sumber dan penyebab Kejadian Luar Biasa (KLB) perlu ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus sehingga disebut Kejadian Luar Biasa (KLB), maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan apakah akan melakukan investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB). Beberapa penyakit menimbulkan manifestasi klinis ringan dan akan berhenti dengan sendirinya (self-limiting diseases), misalnya flu biasa. Implikasinya, tidak perlu dilakukan investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) maupun tindakan spesifik terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB), kecuali kewaspadaan. Tetapi, Kejadian Luar Biasa (KLB) lainnya akan terus berlangsung jika tidak ditanggapi dengan langkah pengendalian yang tepat (Chandra, Budiman. 2007).

2. Melakukan Investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB)Pada Investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) dilakukan dua investigasi, yaitu investigasi kasus dan investigasi penyebab. Pada investigasi kasus, peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis dengan benar (valid). Peneliti Kejadian Luar Biasa (KLB) mendefinisikan kasus dengan menggunakan seperangkat kriteria sebagai berikut: Kriteria klinis (gejala, tanda, onset) Kriteria epidemiologis karakteristik orang yang terkena, tempat dan waktu terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)3. Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan)4. Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada)5. Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan)6. Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa7. Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit)8. Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil investigasi). Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium)

c. Siapa pihak yang berhak menetapkan status KLB? Jawab ;Kepala wilayah/daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah (KLB penyakit menular) di wilayahnya atau tersangka penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan penanggulangan seperlunya, dengan bantuan unit kesehatan setempat, agar tidak berkembang menjadi wabah (UU 4, 1984 dan Permenkes 560/Menkes/Per/VIII/1989). Yang berwenang untuk menentukan KLB adalah Direktur Rumah Sakit, berdasarkan data surveilans data kasus rumah sakit.Organisasi dan Tata Laksana :a. Dibentuk Tim KLB-DBD rumah sakitTim ini bertugas selama ada KLB, dikoordinasikan oleh Wakil Direktur Pelayanan dan Penunjang Medik. Tim ini dibantu oleh beberapa penanggung jawab bagian anak dan dewasa. Para penanggung jawab dapat menggerakkan para supervisor terkait, hubungan antar bagian/UPF/laboratorium (terutama Patologi Klinik dan Bank Darah). Anggota tim terdiri dari bidang perawatan, yang dikoordinasikan oleh kepala ruangan, logistic, gizi/dapur, rumah tangga, dan instalasi pemeliharaan sarana.b. Kerja sama yang erat selama KLB diperlukan terutama dengan bank darah/PMI, instalasi farmasi, Laboratorium Patologi Klinik, dan bagian logistic.c. Semua penjelasan yang bersifat terbuka pada instalasi resmi maupun kepada media akan diberikan oleh ketua. Keterangan dan foto yang diambil di ruangan harus seizing ketua tim secara tertulis. Selama terjadi KLB, dilakukan rapat koordinasi mingguan atau setiap saat yang dianggap perlu oleh tim atau coordinator.

d. Apa perbedaan wabah dan KLB? Jawab ; Wabah adalah kejadian yang melebihi keadaan biasa pada satu/sekelompok masyarakat tertentu, atau lebih sederhana peningkatan frekuensi penderita penyakit, pada populasi tertentu, pada tempat dan musim atau tahun yang sama (Last, 1983)Untuk penyakit-penyakit endemis (penyakit yang selalu ada pada keadaan biasa), maka KLB didefinisikan sebagai : suatu peningkatan jumlah kasus yang melebihi keadaan biasa, pada waktu dan daerah tertentu.Pada penyakit yang lama tidak muncul atau baru pertama kali muncul di suatu daerah (non-endemis), adanya satu kasus belum dapat dikatakan sebagai suatu KLB.Untuk keadaan tersebut definisi KLB adalah : suatu episode penyakit dan timbulnya penyakit pada dua atau lebih penderita yang berhubungan satu sama lain. Hubungan ini mungkin pada faktor saat timbulnya gejala (onset of illness), faktor tempat (tempat tinggal, tempat makan bersama, sumber makanan), faktor orang (umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lainnya).Wabah atau KLB tersebut di atas terkandung arti adanya kesamaan pada ciri-ciri orang yang terkena, tempat dan waktunya. Untuk itu dalam mendefinisikan KLB selalu dikaitkan dengan waktu, tempat dan orang. Selain itu terlihat bahwa definisi KLB ini sangat tergantung pada kejadian (insidensi) penyakit tersebut sebelumnya (Barker, 1979; Kelsey, et al., 1986).Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Undang-undang Wabah sebagai berikut : Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.

Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1984).

Jadi, terlihat adanya perbedaan definisi antara Wabah dan KLB. Wabah harus mencakup jumlah kasus yang besar, daerah yang luas dan waktu yang lebih lama, dengan dampak yang timbulkan lebih berat.

e. Apa landasan hukum penetapan KLB dan wabah? Jawab ;Undang-Undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular mengatur agar setiap wabah penyakit menular atau situasi yang dapat mengarah ke wabah penyakit menular (kejadian luar biasa - KLB) harus ditangani secara dini. Sebagai acuan pelaksanaan teknis telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Dalam pasal 14 Permenkes Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010 disebutkan bahwa upaya penanggulangan KLB dilakukan secara dini kurang dari 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya KLB. Oleh karena itu disusun Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular dan Keracunan Pangan sebagai pedoman bagi pelaksana baik di pusat maupun di daerah.

f. Apa tujuan penyelidikan KLB dan wabah? Jawab ;Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian (penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan datang (pengendalian). Sedangkan tujuan khusus Penyidikan KLB yaitu diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit, memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB, mengidentifikasi sumber dan cara penularan, mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB, dan mengidentifikasi populasi yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi KLB.Langkah-langkah Penyidikan KLB :1. Persiapan penelitian lapangan.2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB.3. Memastikan diagnosis Etiologis.4. Mengidentifikasi dan menghitung kasus atau paparan5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat.6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan).7. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran.8. Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB.9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis.10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan.11. Menetapkan sistem penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikan.12. Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepala sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

Tujuan penyelidikan WabahTujuan diadakannya penyelidikan wabah sesuai dengan kebutuhan penyelidikan wabah, misalnya etiologinya sudah ditemukan, maka penyelidikan tidak diarahkan pada upaya penegakkan diagnosis tetapi lebih diarahkan untuk menemukan sumber dan cara penyebarannya.

g. Apa saja hambatan dalam penyelidikan wabah atau KLB? Jawab ;Menurut Goodman (1990) ada beberapa kendala yang sering dihadapi pada penyelidikan epidemiologi KLB, meliputi :1. Variasi sumber, macam dan keakuratan dataPada penyelidikan epidemiologi KLB sering diperlukan beberapa data misalnya data rumah sakit, Puskesmas, sekolah. Berbagai data tersebut kadang bervariasi dalam macam informasi yang dicatat dan tenaga yang mencatat. Dengan demikian dapat menimbulkan perbedaan pada reliabilitas dan validitas datanya. Untuk itu pada penyelidikan epidemiologi KLB kadang diperlukan pencatatan ulang agar data yang digunakan valid dan reliabel.2. Validitas dan reliabilitas pengumpulan data. Pada penyelidikan epidemiologi KLB sering tak cukup waktu untuk mengadakan pelatihan kepada petugas pengumpul data maupun uji coba kuestioner.3. Kekuatan penelitian. Jumlah sampel kadang hanya sedikit sehingga tidak dapat diperoleh kekuatan penelitian seperti yang diharapkan.4. Pengumpulan specimen.Penyelidikan epidemiologi KLB kadang baru dilaksanakan beberapa hari sesuadah kejadian sehingga sering specimen (bahan makanan atau makanan) yang diperlukan sudah tidak didapat

3. Puskesmas Maju belum memiliki fasilitas untuk rawat inap.a. Apa saja fasilitas standar yang dibutuhkan oleh Puskesmas dalam menghadapi peristiwa KLB? Jawab ;Beberapakriteria Puskesmas Rawat Inap, sebagai sebuah Pusat Rujukan Antara bagi penderita gawat darurat sebelum dibawa ke RS, antara lain sebagai berikut :1. Puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari Rumah Sakit2. Puskesmas mudah dicapai dengan kendaraan bermotor3. Puskesmas dipimpin oleh dokter dan telah mempunyai tenaga yang memadai4. Jumlah kunjungan Puskesmas minimal 100 orang per hari5. Penduduk wilayah kerja Puskesmas dan penduduk wilayah 3 Pus kesmas di sekitarnya minimal 20.000 jiwa per Puskesmas6. Pemerintah Daerah bersedia menyediakan dana rutin yang memadai.

Sementarakegiatan puskesmas rawat inap, antara lain meliputi :1. Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat, antara lain: Kecelakaan lalu lintas, Persalinan denngan penyulit, dan Penyakit lain yang mendadak dan gawat.2. Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata 3-7 hari perawatan.3. Melakukan pertolongan sementara untuk pengiriman penderita ke Rumah Sakit. Memberi pertolongan persalinan bagi kehamilan denngan resiko tinggi dan persalinan dengan penyulit4. Melakukan metode operasi pria dan metode operasi wanita ( MOP dan MOW ) untuk Keluarga Berencana.

Standar ketenagaanyang dibutuhkan dalam pengembangan Puskesmas Rawat Inap menurut Pedoman Kerja Puskesmas (Depkes RI, 2002):1. Dokter kedua di Puskesmas yang telah mendapatkan latihan klinis di Rumah sakit selama 6 bulan dalam bidang bedah, obstetri-gynekologi, pediatri dan interne.2. Seorang perawat yang telah dilatih selama 6 bulan dalam bidang perawatan bedah, kebidanan, pediatri dan penyakit dalam.3. 3 orang perawat / bidan yang diberi tugas bergilir4. 1 orang pekarya kesehatan (SMA atau lebih)

Sedangkanstandar sarana prasaranayang dibutuhkan dalam pengembangan Puskesmas Rawat Inap:1. Ruangan rawat tinggal yang memadai ( nyaman, luas dan terpisah antara anak, wanita dan pria untuk menjaga privacy )2. Ruangan operasi dan ruang post operasi3. Ruangan persalinan (dan ruang menyusui sekaligus sebagai ruang recovery)4. Kamar perawat jaga5. Kamar linen dan cuci

Sementarastandar peralatan Medisyang dibutuhkan dalam pengembangan Puskesmas Rawat Inap, antara lain:1. Peralatan operasi terbatas2. Peralatan obstetri patologis, peralatan vasektomi dan tubektomi3. Peralatan resusitasi4. Minimal 10 tempat tidur dengan peralatan perawatan5. AlatKomunikasidan Transportasi:6. Telepon atau Radio Komunikasi jarak sedang7. Satu buah ambulance (minimal)

Standar diatas merupakan syarat minimal, karena untuk menuju peningkatan kualitas pelayanan, diperlukan inovasi seorang kepala Puskesmas, baik terkait obat-obatan, penunjang medis, protap perawatan medis dengan referensi yang uptodate, juga adanya medical review secara berkala maupun pengembangan kegiatan non medis dan lainnya.

Cakupan rawat inapSesuai Standard Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2003), cakupan rawat inap merupakan cakupan kunjungan rawat inap baru di sarana pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Jumlah kunjungan rawat inap baru adalah jumlah kunjungan rawat inap baru yang mendapatkan pelayanan kesehatan di Poli Umum, baik dalam dan luar gedung di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dan penyebut adalah jumlah penduduk di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. Sementara untuk mencapai tujuan cakupan layanan, beberapa langkah kegiatan yang dilakukan antara lain :1. Pendataan penduduk, sarana kesehatan, dan kunjungan ke sarana kesehatan2. Peningkatan prasarana dan sarana kesehatan3. Analisa kebutuhan pelayanan4. Penyuluhan5. Pelatihan Sumber Daya manusaia6. Pencatatan dan pelaporan

Depkes RI. 2003. Standard Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota; Depkes RI. 2002. Pedoman Kerja Puskesmas

4. dr. Bagus melakukan evaluasi setelah mengalami peristiwa KLB dan menyadari bahwa stafnya belum memiliki pemahaman dan keterampilan mengenai surveilans.

5. dr. Bagus mulai menyusun perencanaan supaya kegiatan surveilans bisa dilakukan secara rutin, dan melatih tenaga perawat dan bidannya memahami keterampilan penyelidikan wabah, studi epidemiologi, dan kegiatan statistika yang terkait dengan surveilans dan penyelidikan wabah.

IV. HIPOTESISTerjadi peningkatan kasus DBD Puskesmas Maju akibat tidak melakukan surveilans epidemiologi secara rutin sehingga dibutuhkan evaluasi dan pelatihan staf Puskesmas tentang keterampilan penyelidikan wabah, studi epidemiologi, dan kegiatan statistika.

V. LEARNING ISSUE1. Riwayat alamiah perjalanan penyakit Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik (CDC, 2010c). Riwayat alamiah penyakit merupakan salah satu elemen utama epidemiologi deskriptif (Bhopal, 2002, dikutip Wikipedia, 2010).Riwayat alamiah penyakit perlu dipelajari. Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit sama pentingnya dengan kausa penyakit untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit. Dengan mengetahui perilaku dan karakteristik masing-masing penyakit maka bisa dikembangkan intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi maupun mengatasi problem penyakit tersebut (Gordis, 2000; Wikipedia, 2010). Gambar 4.1 menyajikan kerangka umum riwayat alamiah penyakit.

Tahapan Riwayat Alamiah PenyakitTahapan perjalanan penyakit secara umum ada 3, yaitu :1. Tahap PrepatogenesisPada tahap ini telah terjadi interaksi antara penjamu (host) dengan bibit penyakit (agent). Tetapi interaksi ini masih di luar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk ke dalam tubuh penjamu. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda tanda penyakit dan daya tahan tubuh penjamu masih kuat dan dapat menolak penyakit.Keadaan ini disebut sehat.Jika interaksi host, agent dan environment (lingkungan) berubah, maka host jadi lebih rentan atau agent jadi lebih virulen, kemudian agent masuk ke host (memasuki tahap patogenesis).

2. Tahap PatogenesisPada tahap patogenesis ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu :1. Tahap InkubasiTahap inkubasi adalah masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh penjamu (host), tetapi gejala- gejala penyakit belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda. Ada yang bersifat seperti influenza, penyakit kolera masa inkubasinya hanya 1- 2 hari, penyakit Polio mempunyai masa inkubasi 7 - 14 hari, tetapi ada juga yang bersifat menahun misalnya kanker paru-paru, AIDS dan sebagainya.Jika daya tahan tubuh tidak kuat, tentu penyakit akan berjalan terus yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh. Pada suatu saatpenyakit makin bertambah hebat, sehingga timbul gejalanya.

2. Tahap Penyakit DiniTahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada tahap ini penjamu (host) sudah jatuh sakit tetapi sifatnya masih ringan. Umumnya penderita masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dan karena itu sering tidak berobat. Selanjutnya, bagi yang datang berobat umumnya tidak memerlukan perawatan, karena penyakit masih dapat diatasi dengan berobat jalan.Tahap penyakit dini ini sering menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat, terutama jika tingkat pendidikan penduduk rendah, karena tubuh masih kuat mereka tidak datang berobat, yang akan mendatangkan masalah lanjutan, yaitu telah parahnya penyakit yang di derita, sehingga saat datang berobat sering sudah terlambat.3. Tahap Penyakit LanjutApabila penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk dalam tahap penyakit lanjut. Pada tahap ini penderita telah tidak dapat lagi melakukan pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya telah memerlukan perawatan.Bila penyakit penjamu (host) bertambah parah, karena tidak diobati atau tidak tertangani serta tidak memperhatikan anjuran-anjuran yang diberikan pada penyakit dini, maka penyakit masuk pada tahap lanjut. Penjamu (host) terlihat tak berdaya dan tidak sanggup lagi melakukan aktifitas. Tahap ini penjamu (host) memerlukan perawatan dan pengobatan yang intensif.Tahap penyakit telah berkembang pesat dan menimbulkan kelainan patologis dan gejalanya.

3. Tahap PostpatogenesisPerjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir.Berakhirnya perjalanan penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :1. Sembuh SempurnaPenyakit berakhir karena penjamu (host) sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh penjamu (host) kembali kepada keadaan sebelum menderita penyakit. Agent hilang, host pulih, dan sehat kembali.

2. Sembuh Tetapi CacatPenyakit yang diderita berakhir dan penderita sembuh. Sayangnya kesembuhantersebut tidak sempurna, karena ditemukan cacat pada penjamu. Adapun yang dimaksudkan dengan cacat, tidak hanya berupa cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata, tetapi juga cacat mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan cacat sosial.

3. KarierPada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti, karena gejala penyakit memangtidak tampak lagi. Padahal dalam diri penjamu (host) masih ditemukan bibit penyakit yangpada suatu saat, misalnya jika daya tahan tubuh berkurang, penyakit akan timbul kembali. Keadaan karier ini tidak hanya membahayakan diri penjamu (host) sendiri, tetapi juga masyarakat sekitarnya, karena dapat menjadi sumber penularan.

4. KronisPerjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala penyakit tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak bertambah ringan. Keadaan yangseperti tentu saja tidak menggembirakan, karena pada dasarnya penjamu (host) tetap beradadalam keadaan sakit.

5. Meninggal DuniaBerhentinya perjalanan penyakit di sini, bukan karena sembuh, tetapi karena penjamu (host)meninggal dunia. Keadaan seperti ini bukanlah tujuan dari setiap tindakan kedokteran dan keperawatan.

Faktor faktor yang Mempengaruhi Riwayat Alamiah PenyakitFaktor faktor yang mempengaruhi riwayat alamiah penyakit, yaitu :1. Tingkat Kerentanan (Imunitas) Penjamu (host)Individu sebagai penjamu yang terpapar oleh agen kausal dapat tetap sehat, atau mengalami infeksi (jika penyakit infeksi) dan mengalami perubahan patologi yang ireversibel.

2. Kemampuan Agen PenyakitUkuran yang menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk mempengaruhi riwayat alamiah penyakit, yaitu :1. InfektivitasInfektivitas adalah kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya infeksi. Dihitung dari jumlah individu yang terinfeksi dibagi dengan jumlah individu yang terpapar.2. PatogenesitasPatogenesitas adalah kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan penyakit klinis. Dihitung dari jumlah kasus klinis dibagi dengan jumlah individu yang terinfeksi.3. VirulensiVirulensi adalah kemampuan penyakit untuk menyebabkan kematian. Indikator ini menunjukkan kemampuan agen infeksi menyebabkan keparahan (severety) penyakit. Dihitung dari jumlah kasus yang mati dibagi dengan jumlah kasus klinis.

3. Environment (Lingkungan)Semua faktor luar atau lingkungan dari individu. Bentuk lingkungan bisa berupa : Lingkungan fisik, misalnya geologi, geografi, dan iklim. Lingkungan biologis, misalnya kepadatan penduduk dan flora fauna. Lingkungan sosial, misalnya migrasi / urbanisasi, lingkungan kerja / perumahan, masyarakat, dan bencana alam.

4. MasaInkubasiMasainkubasiadalah tenggang waktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala penyakit.Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda. Misalnya, masa inkubasi penyakit Disentri Basiler 2 hari, Herpes Simplek mempunyai masa inkubasisekitar 5 hariatauberkisar antara 2-12 hari (Mandal, 2006), dan kusta atau lepra dengan masa inkubasi 3 10 tahun.

Manfaat Riwayat Alamiah PenyakitManfaat mempelajari riwayat alamiah penyakit, yaitu :a. Untuk diagnosticMasa inkubasi dapat dipakai pedoman penentuan jenis penyakit, misal masalah dalam KLB (Kejadian Luar Biasa)b. Untuk PencegahanDengan mengetahui rantai perjalanan penyakit dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam upaya pencegahan penyakit.c. Untuk terapiTerapi biasanya diarahkan ke fase paling awal. Pada tahap perjalanan awal penyakit, adalah waktu yang tepat untuk pemberian terapi, awal terapi akan lebih baik hasilnya yang diharapkan.

Pola Perkembangan dan Spektrum PenyakitSpektrum penyakit adalah berbagai variasi tingkatan simptom dan gejala penyakit menurut intensitas infeksi atau penyakit pada penderitanya, dari yang ringan, sedang sampai yang berat dengan komplikasi pada organ-organ vital.Intensitas infeksi dan derajat penyakit bergantung kepada:1. Agent jenis kuman, jumlah kuman, kualitas (virulensi kuman, toksisitas), kemampuan biologis, dsb.2. Host manusia umur, jenis kelamin, kondisi fisiologis (hormonal), daya tahan tubuh, genetik, faktor gizi, lingkungan yang melemahkan, dsbSuatu penyakit (menular) tidak hanya selesai sampai pada jatuh sakitnya seseorang, tetapi cenderung untuk menyebar. Beberapa komponen dalam proses terinfeksinya penyakit ialah sebagai berikut:1. Agent2. Reservoir3. Portals of entry and exit4. Mode of transmission5. ImmunityDalam proses perjalanan penyakit, perpindahan agen dari pejamu ke reservoir atau sebaliknya, harus melalui pintu masuk tertentu (portal of entry) calon penderita baru dan kemudian untuk berpindah ke penderita baru lainnya, kuman akan melalui pintu keluar(portal of exit).Portal of entry/portal of exit, ialah: Melalui konjungtiva, yang biasanya hanya dijumpai pada beberapa penyakit mata tertentu. Melalui saluran nafas (hidung & tenggorokan): melalui droplet sewaktu reservoir/ penderita bicara, bersin, atau batuk atau melalui udara pernapasan. Melalui Pencernaan: baik bersama ludah, muntah maupun bersama tinja. Melalui saluran urogenitalia: biasanya bersama-sama dengan urine atau zat lain yang keluar melalui saluran tersebut. Melalui lukapada kulit ataupun mukosa. Secara mekanik: seperti suntikan atau gigitan pada beberapa penyakit tertentu.Setelah unsur penyebab telah meninggalkan reservoir maka untuk mendapatkan potensial yang baru, harus berjalan melalui suatu lingkaran perjalanan khusus atau suatu jalur khusus yang disebut jalur penularan (Mode of Transmission). Secara garis besarnya, jalur penularan (Mode of Transimission)dapat dibagi menjadi dua, yaitu:1. Penularan langsung: yakni penularan yang terjadi secara langsung dari penderita atau reservoir, ke pejamu potensial yang baru, sedangkan,2. Penularan tidak langsung: adalah penularan yang terjadi melalui media tertentu; seperti media udara (air borne), melalui benda tertentu (vechicle borne), dan melalui vektor (vector borne).Epidemiological IcebergFenomena gunung es (iceberg phenomenon) merupakan sebuah metafora (perumpamaan) yang menekankan bahwa bagian yang tak terlihat dari gunung es jauh lebih besar daripada bagian yang terlihat di atas air. Artinya, pada kebanyakan masalah kesehatan populasi, jumlah kasus penyakit yang belum diketahui jauh lebih banyak daripada jumlah kasus penyakit yang telah diketahui. Fenomena gunung es menghalangi penilaian yang tepat tentang besarnya beban penyakit (disease burden) dan kebutuhan pelayanan kesehatan yang sesungguhnya, serta pemilihan kasus yang representatif untuk suatu studi. Mempelajari hanya sebagian dari kasus penyakit yang diketahui memberikan gambaran yang tidak akurat tentang sifat dan kausa penyakit tersebut.(Morris, 1975; Duncan, 1987, dikutip Wikipedia, 2010).

Konsep Tingkat Pencegahan Penyakit (Level of Prevention)Konsep tingkat pencegahan penyakit ialah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian dengan menggunakan langkahlangkah yang didasarkan padadata/ keterangan bersumber hasil analisis/ pengamatan/ penelitian epidemiologi.Tingkatan pencegahan penyakit:a. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)seperti promosi kesehatan dan pencegahan khusus. Sasarannya ialah faktor penyebab, lingkungan & pejamu.Langkah pencegahaan di faktor penyebab misalnya,menurunkan pengaruh serendah mungkin (desinfeksi, pasteurisasi, strerilisasi, penyemprotan insektisida) agarmemutus rantai penularan. Langkah pencegahan di faktor lingkungan misalnya,perbaikan lingkungan fisik agarair, sanitasi lingkungan & perumahan menjadi bersih. Langkah pencegahan di faktor pejamu misalnyaperbaikan status gizi, status kesehatan, pemberian imunisasi.b. Pencegahan tingkat kedua (secondaryprevention)seperti diagnosis dini serta pengobatan tepat. Sasarannya ialahpada penderita / seseorang yang dianggap menderita (suspect)& terancam menderita.Tujuannya adalah untuk diagnosis dini & pengobatan tepat (mencegah meluasnya penyakit/ timbulnya wabah & proses penyakit lebih lanjut/ akibat samping & komplikasi). Beberapa usaha pencegahannya ialah seperti pencarian penderita, pemberianchemoprophylaxis (Prepatogenesis /patogenesis penyakit tertentu).c. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)seperti pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Sasarannya adalah penderita penyakit tertentu. Tujuannya ialah mencegah jangan sampai mengalami cacat & bertambah parahnya penyakit juga kematian dan rehabilitasi (pengembalian kondisi fisik/ medis, mental/ psikologis & sosialManfaat RAP dalam epidemiologiStudi tentang RAP merupakan bagian dari studi epidemiologi, dikarenakan terdapat:a) Studietiologi menemukan penyebabb) Studiprognostik mempelajari faktor risiko dan perkiraan akhir penyakitc) Studiintervensi mengetahuieffectiveness, danefficiencyprogram pemberantasan dan pencegahan penyakit.Dari RAP diperoleh beberapa informasi penting: Masa inkubasi atau masa latent. Kelengkapan keluhan (symptom) sebagai bahan onformasi dama menegakkan diagnosis Lama dan beratnya keluhan yang dialami oleh penderita kejadian penyakit menurut musim (season) kapan penyakit itu lebih frekuen kejadiannya Kecenderungan lokasi geografis serangan penyakit sehingga dapat dengan mudah dideteksi lokasi kejadian penyakit. Untuk diagnostik: masa inkubasi dapat dipakai sebagai pedoman penentuan jenis penyakit. Sifat-sifat biologis kuman patogen sehingga menjadi bahan informasi untuk pencegahan penyakit. Untuk pencegahan: dengan mengetahui kuman patogen penyebab dan rantai perjalanan penyakit dapat dengan mudah ditemukan titik potong yang penting dalam upaya pencegahan penyakit. Untuk terapi: intervensi atau terapi hendaknya diarahkan pada fase paling awal. Lebih awal terapi akan lebih baik hasil yang diharapkan. Keterlambatan diagnosis akan berkaitan dengan keterlambatan terapi.

Jadi, studi RAP merupakan bagian dari ilmu epidemiologi. RAP atau Riwayat Alamiah Penyakit menjelaskan bagaimana suatu penyakit dapat terinfeksi dan tersebar dalam tubuh manusia, dengan adanya masa inkubasi yang berbeda dari berbagai macam penyakit maka kita dapat memprediksi pencegahan penyakit tersebut agar tidak terlampau parah dan tersebar luas. Memperhatikan beberapa faktor baik faktor penyebab dan risiko maka kami penyusun melihat adanya hubungan sebab akibat yang terjadi di antara keduanya. Kita dapat melakukan tahap pencegahan penyakit ataulevel of preventionjika kita mengetahui dengan jelas bagaimana riwayat suatu penyakit tercebut dapat terjadi, dan kita bisa mengetahui teknik atau pengobatan apa yang sesuai bagi penyakit tersebut.

DAFTAR PUSTAKA1. Bustan mn. 2002.Pengantar epidemiologi.Jakarta: Rineka Cipta.2. Gerstman. 2003.Epidemiology Kept Simple.California: Willey Liss.3. Juwono, Sugeng.Riwayat Alamiah, Spektrum, Rantai Infeksi dan Kejadian Epidemik Penyakit.20114. Lalusu, Yusnita Erni.Pengantar epidemiologi.20115. 5.Murti, Bisma.Modul Perkuliahan Fakultas Kedoketran UNS.6. UU Nomor 4 tahun 1948 tentang Wabah Penyakit Menular

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO DBLOK 25

disusun oleh:Catri Dwi Utari Pramasari04111001133

Kelompok IVTutor: dr.Asmarani, M.Kes.

PENDIDIKAN DOKTER UMUMFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA2014