laporan tutorial skenario 2

47
LAPORAN TUTORIAL MODUL X HAEMATOLOGI LTURAL SKENARIO II : 4-L 1. M. Furqan : Ketua 2. Ayatullah K : Sekretaris 3. Yuni Kartika : Notulen 4. Ikhsan : Anggota 5. M. Iskandar : Anggota 6. Tia Handayani : Anggota 7. Maizal Nudin : Anggota 8. Meutia Ilona : Anggota 9. Maya Sari : Anggota 10. M. Baqir : Anggota 11. Yunika H M : Anggota 12. Hermasari : Anggota 13. Septi Cut Malina : Anggota 1

Upload: ayatkompeten

Post on 14-Jun-2015

1.982 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 2

LAPORAN TUTORIAL

MODUL X HAEMATOLOGI

LTURAL

SKENARIO II :

4-L

1. M. Furqan : Ketua

2. Ayatullah K : Sekretaris

3. Yuni Kartika : Notulen

4. Ikhsan : Anggota

5. M. Iskandar : Anggota

6. Tia Handayani : Anggota

7. Maizal Nudin : Anggota

8. Meutia Ilona : Anggota

9. Maya Sari : Anggota

10. M. Baqir : Anggota

11. Yunika H M : Anggota

12. Hermasari : Anggota

13. Septi Cut Malina : Anggota

TUTOR: dr. Fachrizal

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ABULYATAMA

2009

1

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 2

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN TUTORIAL FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ABULYATAMA

1. Judul Skenario : 4-L

2. Modul : Haematologi

3. Tutor : dr. Fachrizal

4. Ketua : M. Furqan

5. Sekretaris : Ayatullah K

6. Notulen : Yuni Kartika

7. Anggota : 1. Maizal Nudin

2. Tia Handayani

3. M. Iskandar

4. Ikhsan

5. Meutia Ilona

6. M. Baqir

7. Yunika H M

8. Hermasari

9. Mayasari

10. Septi Cut Malina

Telah diperiksa oleh Lampoh Keude, 07 Desember 2009

Tutor kelompok B3 Ketua Kelompok B3

(dr. Fachrizal) (M. Purqan)

2

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 2

DAFTAR ISI

1. Halaman Pengesahan ……………………………… 2

2. Halaman isi ……………………………… 3

3. Pendahuluan …………………………….... 4

4. Skenario ……………………………… 6

5. Tahap I. Identifikasi Istilah ……………………………… 7

6. Tahap II. Identifikasi Masalah ……………………………… 8

7. Tahap III. Analisis Masalah ……………………………… 9

8. Tahap IV.Strukturisasi ……………………………… 10

9. Tahap V. Learning Objective ……………………………… 11

10. Bagian VI. Hasil Belajar Mandiri ……………………………… 12

11. Kesimpulan ……………………………… 32

12. Daftar Pustaka ……………………………… 33

3

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 2

PENDAHULUAN

Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah

SDM, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100

ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan

perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang

seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium.

Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbilkan

manifestasi klinis yang luas, bergantung pada :

1. kecepatan timbulnya anemia.

2. usia individu.

3. mekanisme kompensasi.

4. tingkat aktivitasnya.

5. keadaan penyakit yang mendasarinya.

6. beratnya anemia.

Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 ke jaringan menurun.

Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan,

mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia dan hipoksemia, termasuk kegelisahan,

diaforesis (keringan dingin), takikardia, napas pendek, dan berkembang cepat

menjadi kolaps sirkulasi atau syok. Namun, berkurangnya massa SDM dalam waktu

beberapa bulan (bahkan pengurangan sebanyak 50%) memungkinkan mekanisme

kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien biasanya asimtomatik, kecuali pada

kerja fisik berat.

Tubuh beradaptasi dengan:

1. meningkatkan curah jantung dan pernapasan, oleh karena itu meningkatkan

pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh SDM.

2. meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin.

3. mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan.

4. redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.

4

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 2

Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.

Keadaan ini umunya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hb,

dan vasokontriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna

kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi

pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan

kuku, telapak tangan, dan membrane mukosa mulut serta konjungtiva merupakan

indikator yang lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna

merah muda, hb biasanya kurang dari 8 gram.

Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan

aliran darah) mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina

(nyeri dada), khususnya pada orang tua dengan stenosis koroner, dapat disebabkan

oleh iskemia miokardium. Pada anemia berat, gagal jantung kongestif dapat terjadi

karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja

jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernapas), napas pendek, dan cepat lelah

waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman

O2. Sakit kepala, pusing, pingsan, dan tinnitus (telinga berdengung) dapat

mencerminkan berkurangnya oksigenisasi pada sistem saraf pusat. Pada anemia yang

berat dapat juga timbul gejala-gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, konstipasi

atau diare, dan stomatitis (nyeri pada lidah dan membran mukosa mulut); gejala-

gejala umumnya disebabkan oleh keadaan defisiensi, seperti defisiensi zat besi.

5

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 2

SKENARIO II

4-L

Seorang wanita, berumur 30 tahun, ke poliklinik dengan keluhan, letih, lelah, lesu dan

lemah. Disaat bersepeda pernah mau pingsan. Menurut keluarganya dia terlihat lebih

pucat dari biasanya.

6

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 2

TAHAP I

IDENTIFIKASI ISTILAH

1. Poliklinik:

Balai pengobatan umum.

2. Pucat:

Putih pudar, indikator berkurangnya nutrisi dan kekurangan zat besi.

3. Pingsan:

Keadaan tidak sadarkan diri.

7

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 2

TAHAP II

IDENTIFIKASI MASALAH

Masalah inti : Anemia

Masalah tambahan : Gangguan pada eritrosit (polisitemia, thalasemia)

8

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 2

TAHAP III

ANALISA MASALAH

Anemia adalah defisiensi sel darah merah yang dapat disebabkan karena kehilangan

sel darah merah terlalu banyak sehingga darah tidak dapat mengangkut O2 dalam

jumlah yang sesuai dengan keperluan tubuh.

Beberapa penyebab anemia yang lazim, sebagai berikut:

1. Perdarahan

2. Aplasi sumsung tulang

3. Kegagalan pematangan

4. Hemolisis sel darah merah

Berbagai kemungkinannya seperti:

1. Keracunan obat

2. Penyakit herediter

3. Eritoblatosis

Pada pemeriksaan lab, penderita anemia ditemukan kadar Hb lebih rendah dari kadar

Hb terendah dilihat dari umur, berat badan dan jenis kelamin.

9

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 2

TAHAP IV

STRUKTURISASI

10

Anemia

Faktor morfologik Etiologi

↑(-) SDMA. hipokrom mikrositik

A. makrositikA. normokrom

normositik

Kelainan bentukan sel

MCV, MCH normal MCV ↑ MCV, MCH ↓Perdarahan,

penghancuran sel Hb abnormal

A. hemolitik A. megaloblastik Thalasemia Menstruasi Sel Sabit

Penatalaksanaan

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 2

TAHAP V

LEARNING OBJECTIVE (LO)

1. Anemia

1.1. Pengertian

1.2. Etiologi

1.3. Patofisiologi Dan Gejala

1.4. Klasifikasi

1.5. Jenis Kelainan Berdasarkan Penyebabnya

1.6. Pemeriksaan Laboratorium

2. Gangguan Pada Eritrosit (Thalasemia Dan Polisitemia)

11

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 2

TAHAP VI

BELAJAR MANDIRI

1. Anemia

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering di jumpai pada klinik di seluruh dunia,

di samping sebagai masalah kesehatan utma masyarakat , terutama di negara berkembang.

Kelalaian ini merupakan masalah debilitas kronik (chronic debility) yang mempunyai

dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh karena

frekuensinya yang demikian sering anemia, terutama anemia ringan seringkali tidak

mendapat perhatian dan dilewati oleh para dokter di prakter klinik.

Anemia secara fungsional di definisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell

mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah

yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia

di tunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hemetokrit atau hitung eritrosit (red cell

count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit.

Harus di ingat bahwa terdapat keadaan-keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut

tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, pendarahan akut dan kehamilan.

Permasalahan yang timbul adalah berapa kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit

paling rendah yang dianggap anemia. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi

tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologi tertentu

seperti misalnya kehamilan.

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri ( disease entity ), tetapi merupakan

gejala berbagai macam penyakit dasar ( underlying disease ). Oleh karena itu dalam

diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat di

tetapkan penyakit dasar t ersebut tersembunyi, sehingga apabila hal ini dapat diungkap akan

menuntun para klinisi kearah penyakit berbahaya yang tersembunyi. Penuntun penyakit dasar

juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang

mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut.

12

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 2

Pendekatan terhadap pasien anemia memerlukan pemahaman tentang patogenesis dan

patofiologi anemia, serta ketrampilan dalam memilih, menganalisis serta merangkum hasil

analisis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainya.

1.1. Pengertian

Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin

(protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal.

Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka mengangkut

oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.

Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin

dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam

jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.

1.2. Etiologi

Anemia hanyalah kumpulan gejala yang di sebabkan oleh bermacam penyebab. Pada

dasarnya anemia disebabkan oleh karena :

1. Perdarahan hebat

a. Akut (mendadak)

- Kecelakaan

- Pembedahan

- Persalinan

- Pecah pembuluh darah

b. Kronik (menahun)

- Perdarahan hidung

- Wasir (hemoroid)

- Ulkus peptikum

- Kanker atau polip di saluran pencernaan

- Tumor ginjal atau kandung kemih

- Perdarahan menstruasi yang sangat banyak

13

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 2

2. Berkurangnya pembentukan sel darah merah

- Kekurangan zat besi

- Kekurangan vitamin B12

- Kekurangan asam folat

- Kekurangan vitamin C

- Penyakit kronik

3. Meningkatnya penghancuran sel darah merah

- Pembesaran limpa

- Kerusakan mekanik pada sel darah merah

- Reaksi autoimun terhadap sel darah merah

- Hemoglobinuria nokturnal paroksismal

- Sferositosis herediter

- Elliptositosis herediter

- Kekurangan G6PD

- Penyakit sel sabit

- Penyakit hemoglobin C

- Penyakit hemoglobin S-C

- Penyakit hemoglobin E

- Thalasemia

Parameter yang paling umum di pakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah

kadar hemoglobin di susul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Pada umumnya ketiga

parameter tersebut saling bersesuaian. Yang menjadi masalah adalah berapakah jumlah kadar

hemoglobin yang di anggap abnormal. Harga nomal hemoglobin sangat bervariasi secara

fisiologik tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat

tinggal. Olh karena itu, perlu ditentukan titik pemilah (cut off point ) dibawah kadar mana

kita anggap terdapat anemia. Di Negara barat kadar hemoglobin paling rendah untuk laki-laki

adalah 14 g/dl dan 12 g/dl pada perempuan dewasa pada permukaan laut. Peneliti lain

memberikan angka yang berbeda yaitu 12 g/dl (hematokrit 38%) untuk perempuan dewasa,

11g/dl (hematokrit 36%) untuk perempuan hamil, dan 13 g/dl untuk laki-laki dewasa. WHO

menetapkan cut off point anemia untuk keperluan lapangan seperti terlihat pada tabel 1.

14

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 2

Tabel 1. Kriteria Anemia

Kelompok Kriteria Anemia (Hb)

Laki-laki dewasa < 13g/dl

Wanita dewasa tidak hamil < 12g/dl

Wanita dewasa hamil < 11g/dl

Untuk keperluan klinik (rumah sakit atau praktek dokter) Indonesia dan Negara berkembang

lainya, kriteria WHO sulit di laksanakn karena tidak praktis. Apabila kriteria WHO

dipergunakan maka sebagian besar pasien yang mengunjungi poliklinik atau di rawat di

rumah sakitakan memerlukan pemeriksaam work up anemia lebih lama. Oleh karena itu

beberapa peneliti di Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai kriteria hemoglobin

kurang dari 10 g/dl sebagai awal dari work anemia, atau di India di pakai angka 10-11 g/dl.

1.3. Patofisologi Dan Gejala

Anemia sindrom anemia atau anemic syndrome adalah gejala yang timbul pada setiap

kasus anemia. Apapun penyebabnya apabila hemoglobin turun di bawah harga

tertentu. Gejala umum anemia ini berupa :

1. Anoksia organ

2. Mekanisme kompensasi tubuh berkurang daya angkut oksigen.

Pada umum nya anemia menjadi jelas (anemia sistomatik) apabila kadar hemoglobin

turun di bawah 7 g/dl.

Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada :

a. derajat penurunan hemoglobin.

b. kecepatan penurunan hemoglobin.

c. usia.

d. adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya.

Gejala anemia dapat di golongkan menjadi 3 jenis gejala, yaitu :

1. Gejala umum anemia.

Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul kerena iskemia

organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubah terhadap penurunan kadar

15

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 2

hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan

hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa

lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki

terasa dingin, sesk nafas dan dyspepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang

mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah

kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit

diluar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang

berat (Hb <7g/dl).

2. Gejala khas masing-masing anemia.

Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh :

a. Anemia difisiensikan besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan

kuku sendok (koilonychia).

b. Anemia megaloblastik : glostis, gangguan neorologik, pada defisiensi, vitamin B12

c. Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali.

d. Anemia aplastik : pendarahan dan tanda-tanda infeksi.

3. Gejala penyakit dasar.

Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat

bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi

cacing tambang; sakit perut, pembekakan parotis dan warna kuning pada telapak

tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar dominan, seperti misalnya

anemia pada akibat penyakit kronik oleh karena atritis rheumatoid. Meskipun tidak

spesifik, anamnesa dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus anemia untuk

mengarah diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia memerlukan

pemeriksaan laboratorium.

1.4. Klasifikasi

16

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 2

Anemia dapat diklasifikasikan menurut:

1. Faktor-faktor morfologik SDM (Sel Darah Merah) dan indeks-indeksnya atau,

2. Etiologi.

Pada klasifikasi morfologik anemia, mikro- atau makro- menunjukkan ukuran SDM

dan kromik untuk menunjukkan warnanya.

Sudah dikenal 3 kategori besar:

1. Anemia normokromik normositik, SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta

mengandung jumlah hb normal (mean corpuscular volume (MCV) dan mean

corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) normal atau normal rendah).

2. Anemia normokromik makrositik, yang memiliki SDM lebih besar dari normal

tetapi normokromik karena kosentrasi hb norma (MCV meningkat; MCHC

normal).

3. Anemia hipokromik mikrositik. Mikrositik berarti sel kecil, dan hipokromik

berarti pewarnaan yang kurang. Karena warna berasal dari hb, sel-sel ini

mengandung hb dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MCV;

penurunan MCHC).

Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologi. Penyebab utama yang

dipikirkan adalah:

1. peningkatan hilangnya SDM.

2. penurunan atau kelainan pembentukan sel.

Meningkatnya kehilangan SDM dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh

penghancuran sel. Perdarahan dapat diakibatkan dari trauma atau ulkus atau akibat

perdarahan kronis karena polip di kolon, keganasan, hemoroid atau menstruasi.

Penghancuran SDM di dalam sirkulasi dikenal sebagai hemolisis, terjadi jika

gangguan pada SDM itu sendiri memperpedek siklus hidupnya (kelainan intrinsik)

atau perubahan lingkungan yang menyebabkan penghancuran SDM (kelainan

ekstrinsik).

Keadaan-keadaan yang SDM-nya itu sendiri mengalami kelainan adalah:

17

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 2

1. Hemoglobinopati atau Hb abnomal yang diwariskan, seperti, penyakit sel sabit.

2. Gangguan sintesis globin, seperti thalasemia.

3. Kelainan membrane SDM, seperti sferositosis herediter dan eliptositosis.

4. Defisiensi enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD) dan

defisiensi piruvat kinase.

1.5. Kelainan Berdasarkan Penyebabnya

1.5.1. Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam jiwa pada sel induk di

sumsum tulang, yang sel-sel darahnya diproduksi dalam jumlah yang tidak

mencukupi.

Anemia aplastik dapat kongenital, idiopatik (penyebabnya tidak diketahui), atau

sekunder akibat penyebab-penyebab industri atau virus. Individu dengan anemia

aplastik mengalami pansitopenia (kekurangan semua jenis sel-sel darah).

Secara morfologis, SDM terlihat normositik dan normokromik, jumlah retikulosit

rendah atau tidak ada, dan biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut

“pungsi kering” dengan hipoplasia nyata dan penggantian dengan jaringan lemak.

Pada sumsum tulang tidak dijumpai sel-sel abnormal. Anemia aplastik idiopatik

diyakini dimediasi secara imunologis, dengan T limfosit pasien menekan sel-sel

induk hematopoietik.

Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau permanent) meliputi

berikut ini:

1. Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun.

2. Agen antineoplastik atau sitotoksik.

3. Terapi radiasi.

4. Antibiotik tertentu.

5. Berbagai obat seperti antikonvulsan, obat-obat tiroid, senyawa emas, dan

fenilbutazon.

18

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 2

6. Zat-zat kimia seperti benzena, pelarut organik, dan insektisida (agen yang

diyakini merusak sumsum tulang secara langsung).

7. Penyakit-penyakit virus seperti mononucleosis infeksiosa dan human

immunodeficiency virus (HIV); anemia aplastik setelah hepatitis virus terutama

berat dan cenderung fatal.

Kompleks gejala anemia aplastik disebabkan oleh derajat pansitopenia. Tanda-tanda

dan gejala-gejala meliputi anemia, disertai kelelahan, kelemahan, dan napas pendek

saat latihan fisik. Tanda-tanda dan gejala-gejala lain diakibatkan oleh defisiensi

trombosit dan sel-sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat menyebabkan:

1. ekimosis dan petekie (perdarahan di dalam kulit)

2. epistaksis (perdarahan hidung)

3. perdarahan saluran cerna

4. perdarahan saluran kemih dan kelamin

5. perdarahan sistem saraf pusat.

Defisiensi sel darah putih meningkatkan kerentanan dan keparahan infeksi, termasuk

infeksi bakteri, virus, dan jamur.

Aplasia berat disertai penurunan (kurang dari 1%) atau tidak adanya retikulosit,

jumlah granulosit kurang dari500 per mm kubik dan jumlah trombosit kurang dari

20.000 menyebabkan kematian akibat infeksi dan atau perdarahan dalam beberapa

minggu atau beberapa bulan.

1.5.2. Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik (SDM besar) diklasifikasikan secara morfologis sebagai

anemia makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh

defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA,

disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti.

Defisiensi-defisiensi ini dapat sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat,

malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti pada anemia pernisiosa dan pasca

gastrektomi), infestasi parasit, penyakit usus, dan keganasan, serta sebagai akibat

agens-agens kemoterapeutik. Pada individu dengan infeksi cacing pita

19

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 2

(Diphyllobothrium latum) yang disebabkan oleh ingesti ikan segar yang terinfeksi,

cacing pita berkompetisi dengan pejamunya untuk mendapatkan vitamin B12 di dalam

makanan yang diingesti, yang menyebabkan anemia megaloblastik.

Walaupun anemia pernisiosa khas pada anemia megaloblastik, defisiensi folat lebih

sering ditemukan dalam praktis klinis. Anemia megaloblastik sering terlihat sebagai

malnutrisi pada orang yang lebih tua, pecandu alcohol, atau remaja, dan pada

perempuan selam kehamilan, saat permintaan untuk mencukupi kebutuhan janin dan

laktasi meningkat. Permintaan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan,

dan hipertiroidisme. Penyakit seliak dan stomatitis tropik (tropical sprue) juga

menyebabkan malabsorpsi, dan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat

juga mempengaruhi.

1.5.2.1 Defisiensi Besi

Secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik

hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis Hb. Defisiensi besi merupakan

penyebab utama anemia di dunia dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia

subur, disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan

kebutuhan besi selama kehamilan.

Penyebab-penyebab lain defisiensi besi adalah:

1. Asupan besi yang tidak cukup, pada bayi-bayi yang hanya diberi diet susu saja

selama 12-24 bulan dan pada individu-individu tertentu yang vegetarian ketat

2. Gangguan absorpsi setelah gastrektomi

3. Kehilangan darah menetap, seperti pada perdarahan saluran cerna lambat akibat

polip, neoplasma, gastritis, varises esophagus, ingesti aspirin, dan hemoroid.

1.5.2.2. Kekurangan Vitamin B12

Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia

megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi, sumsum

tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah.

Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik.

20

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 2

Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan

abnormal (megaloblas). Sel darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal.

Anemia megaloblastik paling sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan

asam folat dalam makanan atau ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut.

Kadang anemia ini disebabkan oleh obat-obat tertentu yang digunakan untuk

mengobati kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).

Penyebab

Penyerapan yang tidak adekuat dari vitamin B12 (kobalamin) menyebabkan anemia

pernisiosa. Vitamin B12 banyak terdapat di dalam daging dan dalam keadaan normal

telah diserap di bagian akhir usus halus yang menuju ke usus besar (ilium).

Supaya dapat diserap, vitamin B12 harus bergabung dengan faktor intrinsik (suatu

protein yang dibuat di lambung), yang kemudian mengangkut vitamin ini ke ilium,

menembus dindingnya dan masuk ke dalam aliran darah. Tanpa faktor intrinsik,

vitamin B12 akan tetap berada dalam usus dan dibuang melalui tinja.

Pada anemia pernisiosa, lambung tidak dapat membentuk faktor intrinsik, sehingga

vitamin B12 tidak dapat diserap dan terjadilah anemia, meskipun sejumlah besar

vitamin dikonsumsi dalam makanan sehari-hari. Tetapi karena hati menyimpan

sejumla besar vitamin B12, maka anemia biasanya tidak akan muncul sampai sekitar

2-4 tahun setelah tubuh berhenti menyerap vitamin B12. Selain karena kekurangan

faktor intrinsik, penyebab lainnya dari kekurangan vitamin B12 adalah:

a. Pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus halus yang menghalangi penyerapan

vitamin B12

b. Penyakit tertentu (misalnya penyakit Crohn)

c. Pengangkatan lambung atau sebagian dari usus halus dimana vitamin B12 diserap

vegetarian.

Gejala

Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 juga

mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan:

- kesemutan di tangan dan kaki

21

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 2

- hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan

- pergerakan yang kaku.

Gejala lainnya adalah:

- buta warna tertentu, termasuk warna kuning dan biru

- luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar

- penurunan berat badan

- warna kulit menjadi lebih gelap

- linglung

- depresi

- penurunan fungsi intelektual.

Pengobatan

Pengobatan kekurangan vitamin B12 atau anemia pernisiosa adalah pemberian

vitamin B12. Sebagian besar penderita tidak dapat menyerap vitamin B12 per-oral

(ditelan), karena itu diberikan melalui suntikan. Pada awalnya suntikan diberikan

setiap hari atau setiap minggu, selama beberapa minggu sampai kadar vitamin B12

dalam darah kembali normal. Selanjutnya suntikan diberikan 1 kali/bulan. Penderita

harus mengkonsumsi tambahan vitamin B12 sepanjang hidupnya.

1.5.2.3. Kekurangan Asam Folat

Anemia Karena Kekurangan Asam Folat adalah sukatu anemia megaloblastik yang

disebabkan kekurangan asam folat.

Asam folat adalah vitamin yang terdapat pada sayuran mentah, buah segar dan

daging; tetapi proses memasak biasanya dapat merusak vitamin ini.

Karena tubuh hanya menyimpan asam folat dalam jumlah kecil, maka suatu makanan

yang sedikit mengandung asam folat, akan menyebabkan kekurangan asam folat

dalam waktu beberapa bulan.

22

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 2

Penyebab

Kekurangan asam folat terjadi pada:

1. Kekurangan asam folat lebih sering terjadi dunia Barat dibandingkan dengan

kekurangan vitamin B12, karena disana orang tidak cukup memakan sayuran

berdaun yang mentah

2. Penderita penyakit usus halus tertentu, terutama penyakit Crohn dan sprue, karena

terjadi gangguan penyerapan asam folat

3. Obat anti-kejang tertentu dan pil KB, karena mengurangi penyerapan asam folat

4. Wanita hamil dan wanita menyusui, serta penderita penyakit ginjal yang

menjalani hemodialisa, karena kebutuhan akan asam folat meningkat

5. Peminum alkohol, karena alkohol mempengaruhi penyerapan dan metabolisme

asam folat.

Gejala

Orang yang mengalami kekurangan asam folat akan menderita anemia. Bayi, tetapi

bukan orang dewasa, bisa memiliki kelainan neurologis. Kekurangan asam folat pada

wanita hamil bisa menyebabkan terjadinya cacat tulang belakang (korda spinalis) dan

kelainan bentuk lainnya pada janin.

Pengobatan

Diberikan tablet asam folat 1 kali/hari. Penderita yang mengalami gangguan

penyerapan asam folat, harus mengkonsumsi tablet asam folat sepanjang hidupnya.

1.5.3. Anemia Hemolitik

Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran

sel darah merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup

120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat

mengetahuinya dan merusaknya. Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah

sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan

mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan

23

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 2

normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan

terjadi anemia hemolitik.

1.5.3.1. Pembesaran Limpa

Banyak penyakit yang dapat menyebabkan pembesaran limpa. Jika membesar, limpa

cenderung menangkap dan menghancurkan sel darah merah; membentuk suatu

lingkaran setan, yaitu semakin banyak sel yang terjebak, limpa semakin membesar

dan semakin membesar limpa, semakin banyak sel yang terjebak. Anemia yang

disebabkan oleh pembesaran limpa biasanya berkembang secara perlahan dan

gejalanya cenderung ringan. Pembesaran limpa juga seringkali menyebabkan

berkurangnya jumlah trombosit dan sel darah putih.

Pengobatan biasanya ditujukan kepada penyakit yang menyebabkan limpa membesar.

Kadang anemianya cukup berat sehingga perlu dilakukan pengangkatan limpa

(splenektomi).

1.5.3.2. Kerusakan Mekanik Pada Sel Darah Merah

Dalam keadaan normal, sel darah merah berjalan di sepanjang pembuluh darah tanpa

mengalami gangguan. Tetapi secara mekanik sel darah merah bisa mengalami

kerusakan karena adanya kelainan pada pembuluh darah (misalnya suatu aneurisma),

katup jantung buatan atau karena tekanan darah yang sangat tinggi. Kelainan tersebut

bisa menghancurkan sel darah merah dan menyebabkan sel darah merah

mengeluarkan isinya ke dalam darah. Pada akhirnya ginjal akan menyaring bahan-

bahan tersebut keluar dari darah, tetapi mungkin saja ginjal mengalami kerusakan

oleh bahan-bahan tersebut. Jika sejumlah sel darah merah mengalami kerusakan,

maka akan terjadi anemia hemolitik mikroangiopati.

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan pecahan dari sel darah merah pada pemeriksaan

contoh darah dibawah mikroskop.

1.5.3.3. Reaksi Autoimun

Kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan

menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing

24

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 2

(reaksi autoimun). Jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan

terjadi anemia hemolitik autoimun. Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak

penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).

Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi

(autoantibodi) dalam darah, yang terikat dan bereaksi terhadap sel darah merah

sendiri.

Anemia hemolitik autoimun dibedakan dalam dua jenis utama, yaitu anemia

hemolitik antibodi hangat (paling sering terjadi) dan anemia hemolitik antibodi

dingin.

Anemia Hemolitik Antibodi Hangat.

Anemia Hemolitik Antibodi Hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk

autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh.

Autoantibodi ini melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda

asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan

sumsum tulang. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita.

Sepertiga penderita anemia jenis ini menderita suatu penyakit tertentu (misalnya

limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat, terutama lupus eritematosus sistemik)

atau telah mendapatkan obat tertentu, terutama metildopa.

Gejalanya seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan, mungkin karena

anemianya berkembang sangat cepat. Limpa biasanya membesar, sehingga bagian

perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman.

Pengobatan tergantung dari penyebabnya. Jika penyebabnya tidak diketahui,

diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi, awalnya melalui intravena

selanjutnya per-oral (ditelan). Sekitar sepertiga penderita memberikan respon yang

baik terhadap pengaobatan tersebut. Penderita lainnya mungkin memerlukan

pembedahan untuk mengangkat limpa, agar limpa berhenti menghancurkan sel darah

merah yang terbungkus oleh autoantibodi.

25

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 2

Pengangkatan limpa berhasil mengendalikan anemia pada sekitar 50% penderita.

Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan sistem kekebalan (misalnya

siklosporin dan siklofosfamid).

Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita anemia hemolitik

autoimun. Bank darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah yang tidak

bereaksi terhadap antibodi, dan transfusinya sendiri dapat merangsang pembentukan

lebih banyak lagi antibodi.

Anemia Hemolitik Antibodi Dingin.

Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk

autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah dalam suhu ruangan atau dalam

suhu yang dingin.

Anemia jenis ini dapat berbentuk akut atau kronik. Bentuk yang akut sering terjadi

pada penderita infeksi akut, terutama pneumonia tertentu atau mononukleosis

infeksiosa. Bentuk akut biasanya tidak berlangsung lama, relatif ringan dan

menghilang tanpa pengobatan. Bentuk yang kronik lebih sering terjadi pada wanita,

terutama penderita rematik atau artritis yang berusia diatas 40 tahun.

Bentuk yang kronik biasanya menetap sepanjang hidup penderita, tetapi sifatnya

ringan dan kalaupun ada, hanya menimbulan sedikit gejala. Cuaca dingin akan

meningkatkan penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa

menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.

Penderita yang tinggal di daerah bercuaca dingin memiliki gejala yang lebih berat

dibandingkan dengan penderita yang tinggal di iklim hangat. Tidak ada pengobatan

khusus, pengobatan ditujukan untuk mengurangi gejala-gejalanya. Bentuk akut yang

berhubungan dengan infeksi akan membaik degnan sendirinya dan jarang

menyebabkan gejala yang serius. Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan

bentuk yang kronik.

1.6. Pemeriksaan Laboratorium

26

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 2

Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis

anemia.

Pemeriksaan ini terdiri dari :

1. Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar Hb, indeks

eritrosit dan hapus darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis

morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih

lanjut.

2. Pemeriksaan Darah Seri Anemia

Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit

dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer

yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.

3. Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai

keadaan sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif

pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk

diagnosis anemia aplastik, anemia megoblastik, serta pada kelainan hematologik yang

dapat mensupresi sistem eritroid.

4. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada :

a. Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC (total iron binding capacity),

saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor tranferin dan

pengecatan besi pada sumsum tulang (Perl’s stain).

b. Anemia megaloblastik : folat serum, vit. B12 serum, tes supresi deoksiuridin

dan tes Schiling.

c. Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis Hb, dll.

d. Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang.

27

Page 28: Laporan Tutorial Skenario 2

Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti, misalnya pemeriksaan

faal hati, faal ginjal, atau faal tiroid.

2. Gangguan Pada Eritrosit (Thalasemia Dan Polisetermia)

a. Thalasemia

Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari

ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang

membentuk hemoglobin.

Penyebab

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam

pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.

Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang

tuanya.

Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa

tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.

Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena. 2 jenis yang

utama adalah Alfa-thalassemia (melibatkan rantai alfa) dan Beta-thalassemia

(melibatkan rantai beta).

Thalassemia juga digolongkan berdasarkan apakah seseorang memiliki 1 gen cacat

(Thalassemia minor) atau 2 gen cacat (Thalassemia mayor).

Alfa-thalassemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal

membawa 1 gen), dan beta-thalassemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia

Tenggara. 1 gen untuk beta-thalassemia menyebabkan anemia ringan sampai sedang

tanpa menimbulkan gejala; 2 gen menyebabkan anemia berat disertai gejala-gejala.

Sekitar 10% orang yang memiliki paling tidak 1 gen untuk alfa-thalassemia juga

menderita anemia ringan.

Gejala

Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi.

28

Page 29: Laporan Tutorial Skenario 2

Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih

berat, misalnya beta-thalassemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka

terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang

yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama

tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.

Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai

masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.

Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka

kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada

akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.

Pengobatan

Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan

asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi

dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang

berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin

diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap

penelitian.

b. Polisitemia Vera

Polisitemia Vera adalah suatu kelainan dari sel prekursor darah, yang menyebabkan

sel darah merah terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Kelainan ini jarang terjadi,

hanya mengenai lima dari sejuta orang. Rata-rata terdiagnosis pada usia 60 tahun,

tetapi bisa terjadi pada usia yang lebih muda.

Gejala

Sel darah merah yang berlebihan akan menambah volume darah dan menyebabkan

darah menjadi lebih kental sehingga lebih sulit mengalir melalui pembuluh darah

yang kecil (hiperviskositas). Jumlah sel darah merah bisa meningkat jauh sebelum

timbulnya gejala.

Gejala awalnya seringkali berupa lemah, lelah, sakit kepala, pusing dan sesak nafas.

Bisa terjadi gangguan penglihatan dan penderita bisa memiliki bintik buta atau bisa

29

Page 30: Laporan Tutorial Skenario 2

melihat kilatan cahaya. Perdarahan pada gusi dan sayatan kecil sering terjadi, dan

kulit (terutama kulit wajah) tampak kemerahan. Penderita bisa merasakan gatal di

seluruh tubuh, terutama setelah mandi air hangat. Kaki dan panas terasa panas

(seperti terbakar) dan kadang tulang terasa nyeri. Bisa terjadi pembesaran hati dan

limpa, yang menyebabkan sakit perut tumpul yang hilang timbul.

Komplikasi

Kelebihan sel darah merah bisa berhubungan degnan komplikasi lainnya:

- ulkus gastrikum

- batu ginjal

- bekuan darah di dalam vena dan arteri yang bisa menyebabkan serangan jantung dan

stroke dan bisa menyumbat aliran darah ke lengan dan tungkai.

Kadang polisitemia vera berkembang menjadi leukemia.

Diagnosa

Polisitemia vera dapat terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin yang dilakukan

untuk alasan lain, bahkan sebelum penderita menunjukkan gejala-gejalanya.

Kadar hemoglobin (protein pembawa oksigen di dalam sel darah merah) dan

hematokrit (persentase sel darah merah dalam volume darah total) tinggi. Hematokrit

lebih dari 54% pada pria dan lebih dari 49% pada wanita bisa menunjukkan

polisitemia, tetapi diagnosis tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan nilai hematokrit

saja.

Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan sel darah merah yang telah

diberi label zat radioaktif, yang bisa menentukan jumlah sel darah merah total di

dalam tubuh.

Kadang dilakukan biopsi sumsum tulang. Nilai hematokrit yang tinggi juga bisa

menunjukkan polisitemia relatif, dimana jumlah sel darah merahnya normal tetapi

jumlah ciaran di dalam darah adalah rendah. Kelebihan sel darah merah karena

keadaaan lainnya selain polisitemia vera disebut polisitemia sekunder; seperti yang

terjadi pada rendahnya kadar oksigen dalam darah yang merangsang sumsum tulang

untuk menghasilkan lebih banyak sel darah merah.

30

Page 31: Laporan Tutorial Skenario 2

Karena itu peningkatan jumlah sel darah merah bisa terjadi pada:

- penderita penyakit paru-paru menahun atau penyakit jantung

- perokok

- orang yang tinggal di daerah pegunungan.

Untuk membedakan polisitemia vera dari polisitemia sekunder, dilakukan

pengukuran kadar oksigen di dalam contoh darah arteri. Jika kadar oksigen rendah,

berarti itu adalah suatu polisitemia sekunder.

Kadar eritripoietin (hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah oleh

sumsum tulang) dalam darah juga bisa diukur. Kadar yang sangat rendah ditemukan

pada penderita polisitemia vera, sedangkan pada polisitemia vera kadarnya normal

atau tinggi. Kadang kista di hati atau ginjal dan tumor di ginjal atau otak

menghasilkan eritropoietin, sehingga penderitanya bisa memiliki kadar eritropoietin

yang tinggi dan bisa menderita polisitemia sekunder.

Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat pembentukan sel darah merah dan

mengurangi jumlah sel darah merah. Biasanya darah diambil dari tubuh dengan

prosedur yang disebut flebotomi. Sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai

nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka

darh diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Pada beberapa

penderita, pembentukan sel darah merah di sumsum tulang bertambah cepat, sehingga

jumlah trombosit di dalam darah meningkat atau limpa dan hatinya membesar.

Obat bisa mengendalikan beberapa gejala:

- antihistamin bisa membantu mengurangi gatal

- aspirin bisa mengurangi rasa panas di tangan dan kaki, juga mengurangi nyeri

tulang.

Prognosis

Tanpa pengobatan, sekitar 50% penderita dengan gejala akan meninggal dalam waktu

kurang dari 2 tahun. Dengan pengobatan, mereka hidup sampai 15-20 tahun

kemudian.

31

Page 32: Laporan Tutorial Skenario 2

KESIMPULAN

Dari uraian di atas kami menyimpulkan bahwa anemia merupakan suatu sindrom

(gejala), bukanlah suatu penyakit. Gejala anemia dapat timbul apabila kadar

hemoglobin (Hb) turun di bawah 7 g/dl (Menurut WHO, Hb < 10 g/dl) dan biasanya

gejala ini dapat timbul karena: 1). Anoksia organ; 2). Mekanisme kompensasi tubuh

terhadap berkurangnya daya angkut oksigen (O2).

Selanjutnya anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi.

Pendekatan diagnosis terhadap pasien anemia dapat dilakukan secara klinis, yakni

dengan melakukan pemeriksaan laboratorium dan klinik.

32

Page 33: Laporan Tutorial Skenario 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo W. Aru DR. dr. Sp. PD, KHOM, dkk : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II Edisi IV. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006.

2. Prince A. Sylvia, dkk : Buku Ajar Patofisiologi Volume 1. EGC. 2005.

3. http://medicastore.com/penyakit/152/AnemiaKurangdarah.html

4. http://medicastore.com/penyakit/167/Thalassemia.html

5. http://medicastore.com/penyakit/314/PolisitemiaVera.html

33