laporan tutorial skenario 3 blok tht

46
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK THT SKENARIO 3 DISUSUN OLEH : KELOMPOK 9 ANINDYA TAMA TEJA DIPUTRI G0013031 BERNADETA RATNA SHANTI G0013059 BIAS HERKAWENTAR G0013061 FADHILA BALQIS NURFITRIA G0013087 LIVILIA MIFTACHUL G0013139 MARCELINA EAU SAGRIM G0013149 MAULIDA NARULITA G0013151 M. RIZKI KAMIL G0013161 NADYA PRITA MAHARANI G0013167 ROMZI HUMAM G0013205 WITRI WIDIATI NINGRUM G0013235 VARLY CHAROLINE TANAWANI G0012247 TUTOR : Istar Yuliadi, dr., MSi PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: marcelina

Post on 10-Dec-2015

392 views

Category:

Documents


63 download

DESCRIPTION

diskusi tutorial

TRANSCRIPT

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK THT SKENARIO 3

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9

ANINDYA TAMA TEJA DIPUTRI G0013031

BERNADETA RATNA SHANTI G0013059

BIAS HERKAWENTAR G0013061

FADHILA BALQIS NURFITRIA G0013087

LIVILIA MIFTACHUL G0013139

MARCELINA EAU SAGRIM G0013149

MAULIDA NARULITA G0013151

M. RIZKI KAMIL G0013161

NADYA PRITA MAHARANI G0013167

ROMZI HUMAM G0013205

WITRI WIDIATI NINGRUM G0013235

VARLY CHAROLINE TANAWANI G0012247

TUTOR : Istar Yuliadi, dr., MSi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2015

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO 3

SUARAKU HILANG !

Seorang laki-laki, usia 40 tahun, pekerjaan penyanyi kafe, datang ke

Poliklinik THT dengan keluhan suara serak dan makin lama makin hilang.keluhan

sudah dirasakan sejak 4 bulan terakhir.Keluhan disertai dengan tenggorokan

terasa kering terutama pada pagi hari, kadang disertai nyeri telan, kadang disertai

batuk. Tidak didapatkan keluhan sulit menelan. Pasien mempunyai hobi menyanyi

dan sejak timbul keluhan tersebut pasien sudah tidak dapat bernyanyi lagi. Pasien

merokok, setiap hari menghabiskan ± ½ bungkus rokok. Pasien juga mempunyai

kebiasaan mengkonsumsi goreng-gorengan, es dan makanan instant.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan : kesadaran compos mentis, tekanan

darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, respiratio rate 18 x/menit, suhu

36ºC. Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan : tonsil T1-T1, granulasi (+) di

dinding posterior, hiperemis (+). Pada pemeriksaan laringoskopi indirek

didapatkan epiglottis edema (-), plika aryepiglottica edema (-), aritenoid edema

(+), mukosa hiperemis, plica vocalis edema (+), gerakan plica vocalis sulit di

evaluasi. Pada pemeriksaan hidung dan telinga tidak didapatkan kelainan.

Pemeriksaan kelenjar getah bening leher tidak didapatkan lymphadeopathy.

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Seven Jump

1. Langkah 1: Klarifikasi istilah dan konsep

a. Laringoskopi Indirek : Pemeriksaan laringoskopi dengan cara

memasukkan cermin ke tenggorok dan disinari sehngga terlihat adanya

pita suara.

b. Granulasi : Permukaan tidak rata, jaringan fibrosa dari bekuan darah,

sebelum terbentuknya jaringan baru.

c. Plica aryepliglotika : Lipatan di aditus larynges di batas lateral.

d. Arytenoid : Batas posterior aditus larynges yang merupakan tempat

melekatnya plica vestibularis dan plica vocalis, yang bagian atasya dilekati

kartilago corniculata.

2. Langkah 2: Menetapkan/mendefinisikan masalah

a. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi dari laring ?

b. Mengapa perlu ditanyakan terdapat kesulitan menelan atau tidak pada

pasien ?

c. Mengapa perlu diperiksa kelenjar getah bening di leher ?

d. Mengapa tenggorokan kering di pagi hari disertai dengan nyeri menelan

dan kadang batuk ?

e. Bagaimana hubungan keluhan pasien dengan kebiasaan dan hobi pasien

seperti merokok, makan gorengan, makan makanan instan, minum es, dan

suka bernyanyi ?

f. Mengapa suara pasien serak dan makin lama makin menghilang ?

g. Diagnosis dan diagnosis banding dari kasus pada skenario ?

h. Bagaimana Interpretasi pemeriksaan fisik ?

i. Apa saja kontraindikasi dan indikasi dari pemeriksaan laringoskopi

indirek?

j. Bagaimana (i, ii, iii, iv, v, vi, vii) dari kasus dalam skenario ?

i. Patofisiologi

ii. Epidemiologi

iii. Etiologi

iv. Tatalaksana

v. Prognosis

vi. Faktor resiko

vii. Komplikasi

k. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laringoskopi indirek ?

l. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada kasus dalam

skenario ?

3. Langkah 3: Analisa masalah

a. Anatomi, fisiologi, dan histologi larynx.

ANATOMI LARYNX.

Larynx merupakan pipa fibrokartilago yang berada sepanjang trachea

hingga radix linguae. Struktur larynx tersusun atas cartilagines yang

menyokong struktur larynx, membrana dan ligamenta yang menghubungkan

antar cartilagines laryngis atau antar cartilago larynx dengan struktur diluar

larynx, musculi laryngis yang berperan dalam respirasi dan fonasi, serta

innervasi, vaskularisasi, sistem limfatik yang menyokong kelangsungan

fungsi larynx.

Cartilagines laryngis

1. Cartilago thyroidea

Merupakan cartilago terbesar di larynx. Bagian anterior akan

ditempati oleh glandula thyroidea di lamina dextra et sinistra. Di

superoanterior, terdapat incisura thyroidea superior yang dibawahnya

terdapat prominentia laryngea, atau secara awam dikenal sebagai

jakun/Adam’s apple, sementara di inferoanterior terdapat incisura

thyroidea inferior. Cartilago thyroidea memiliki sepasang cornu superius

dan cornu inferius. Cornu superius akan berhubungan dengan os hyoideum

melalui ligamentum thyroideum laterale sementara cornu inferius akan

bersendi dengan facies articularis thyroidea dari cartilago cricoidea. Secara

histologis, cartilago thyroidea berjenis cartilago hyalin.

2. Cartilago cricoidea

Cartilago ini secara histologis berjenis cartilago hyalin. Cartilago

ini di bagian posteriornya akan berhubungan dengan cartilago arytenoidea

melalui ligamentum cricoarytenoideum posterius. Di sebelah lateral

terdapat facies articularis thyroidea yang akan berhubungan dengan cornu

inferius cartilago thyroidea. Bagian tengah cartilago cricoidea membentuk

lubang yang akan ditempati oleh perangkat pita suara.

3. Cartilago arytenoidea

Bagian basisnya merupakan cartilago hyalin sedangkan bagian

apexnya merupakan cartilago elastis.

4. Cartilago corniculata

Cartilago corniculata melekat pada apex cartilago arytenoidea dan

berjenis cartilago elastis.

5. Carilago cuneiforme

Cartilago ini terletak dalam plica aryepiglottica dan berjenis

cartilago elastis.

Membrana et ligamenti laryngis

Membrana et ligamenti laryngisdikategorikan menjadi

membrana/ligamenti ekstrinsik atau intrinsik. Membrana/ligamenti ekstrinsik

menghubungkan struktur cartilago laryngis dengan struktur diluar larynx.

Membrana et ligamenti ekstrinsik:

- Membrana thyroidea menghubungkan cartilago thyroidea dengan os

hyoideum.

- Ligamentum hyoepiglotticum menghubungkan cartilago epiglottica

dengan os hyoideum

- Ligamentum cricotracheale menghubungkan cartilago cricoidea dengan

trachea.

Membrana/ligamenti intrinsik menghubungkan antarcartilagines laryngis.

Membrana et ligamenti intrinsik:

- Membrana quadringularis

Membrana ini merupakan jaringan ikat submukosa antara cartilago

arythenoidea dan cartilago epiglottica. Tepi inferior membentuk lig.

Vestibulare yang diisi oleh plica vestibularis. Tepi superior membentuk

lig. Aryepiglotticum yang akan diidi oleh plica aryepiglottica.

- Conus elasticus/membrana cricothyroidea

Bagian anterior merupakan ligamentum cricothytoideum medianus,

secara klinis merupakan tempat dilakukannya cricothyroidectomi. Di

bagian lateral, ligamentum ini membentuk sepasang conus elasticus yang

membentang dari cartilago thyroidea ke tepi inferior ligamentum vocalis.

Berkas serat elastis paralel (conus elasticus) dan berkas otot (m. vocalis)

berjalan berdampingan dan membentuk plica vocalis.

- Ligamentum cricoarythyroideum posterius

Ligamentum ini menghubungkan cartilago cricoidea dengan cartilago

arytenoidea.

- Ligamentum thyroepiglottica

Ligamentum ini menghubungkan cartilago epiglottica dengan cartilago

thyroideum.

Musculi laryngis

Musculi laryngis terdiri atas musculi ekstrinsik (salah satu perlekatannya

pada larynx dan lainnya di luar larynx) dan musculi intrinsik (origo dan

insersio di dalam larynx).

Musculi ekstrinsik

Depressiones Larynx Levatores Larynx

m. sternohyoideus m. thyroideus

m. sternothyroideus m. digastricus

m. omohyoideus m. stylopharyngeus

m. palatopharyngeus

Musculi intrinsik merupakan derivat arcuss pharyngus IV dan VI dan dikategorikan

berdasarkan fungsinya.

Fungsi Musculi

Membuka rima glottidis m. cricoarytenoideus posterior

Menutup glottis m. cricothyroideus lateralis

m. arytenoideus transversus

m. thyroarytenoideum

Menegangkan ligamentum vocalis m. cricothyroideus

Mengendurkan ligamentum vocalis m. thyroarytenoideum

m. vocalis

Membuka aditus laryngis m. thyroepiglottica

Menutup aditus laryngis m. arytenoudeus transversus

m. rytenoideus obliquus

Cavum laryngis

Dari atas ke bawah, urutan bangunan pada cavum laryngis adalah sebagai

berikut.

1. Aditus laryngis

2. Vestibulum laryngis

3. Plica vestibularis

4. Rima vestibuli

5. Ventriculus laryngis

6. Plica vocalis

7. Rima glottidis

8. Cavitas inferoglottica

Innervasi

Larynx diinervasi oleh rami internus dan externus n. Laryngeus superior dan

n. Laryngeus recurrens.

Vaskularisasi

Arteri

Pasokan darah ke larinx disalurkan melalui A. Laryngea superior cab. A.

Thyroidea superior, yang bersama dengan n. Laryngeus internus, menembus

membrana thyroidea.

Vena

Aliran darah balik dari larynx ke jantung disalurkan oleh v. Laryngea superior

yang akan bermuara ke v. Thyroidea superior lalu ke v. jugularis interna dan

v. Laryngea inferior yang akan bermuara ke v. Thyroidea inferior lalu ke v.

Brachiocephalica sinistra.

Limfe

Di bagian atas plica vocalis, drainase cairan limfe diperantarai oleh pembuluh

yang mengalir menuju nodi limfoidei cervicales posteriores sedangkan di

bagia bawah plica vocalis menuju nodi limfoidei cervicales profunda

inferiores.

HISTOLOGI LARYNX

Terdapat dua jenis cartilagines yang menyusun struktur larynx, yaitu

cartilago hyalin dan elastis. Yang termasuk dalam cartilago hyalin adalah cartilago

thyroidea, cricoidea, dan arytenoidea inferior, sedangkan cartilagi elastis adalah

cartilago epiglottis, cuneiformis, corniculata, dan arytenoid superior.

Epitel pada epiglottis terbagi menjadi dua macam. Di permukaan lingual

dan apikal permukaan laryngeus, epitel yang penyusun permukaan epiglottis

adalah epitel squamous kompleks non kornifikasi. Sementara itu, di permukaan

laryngealnya, permukaan epiglottis disusun oleh spitel pseudokompleks kolumner

bersilia. Lamina propria epiglottis terdiri atas kelenjar mukosa dan serosa.

Plica vestibularis dilapisi oleh epitel pseudokompleks kolumner bersilia

dan lapisan submukosanya banyak diisi oleh kelenjar seromukosa. Plica vocalis

dilapisi oleh epitel squamous kompleks non kornifikasi.

FISIOLOGI LARYNX

Suara dihasilkan melalui getaran plica vocalis yang dilalui oleh udara. Plica

vocalis merupakan jaringan otot yang fleksibel yang dapat mengatur buka tutup

rima glottidis, termasuk dalam hal seberapa lebar/sempit rima glottidis terbuka

atau seberapa tegang ligamentum focalis teregang. Bermacam-macam posisi dan

ketegangan plica vocalis diatur oleh muskuli ekstrinsik larinx yang fungsinya

telah dijelaskan di subbagian anatomi. Keberagaman posisi dan ketegangan plica

vocalis menyebabkan dihasilkannya beragam jenis suara yang selanjutnya akan

dimodifikasi oleh bibir, lidah dan palatum mole. Plica vocalis sempurna menutup

saat proses penelanan untuk mencegah aspirasi makanan ke traktus respiratorius.

b. Mengapa perlu ditanyakan terdapat kesulitan menelan atau tidak pada

pasien?

Kesulitan menelan, atau disfagia, perlu ditanyakan untuk menyingkirkan

diagnosis banding kelainan pada pharynx dan perangkat trakus digetivus lain yang

berperan dalam proses penelanan, misalnya esophagitis.

c. Mengapa perlu diperiksa kelenjar getah bening di leher?

Pembesaran kelenja getah bening biasanya merupakan akibat dari aparan

teradap bakteri atau virus, biasanya disebut limfadenitis. Terkadang, pembesaran

kelenjar getah bening diakibatkan oleh proses keganasan. Pemeriksaan kelenjar

getah bening di leher dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi atau

keganasan sebagai penyebab terjadinya keluhan.

d. Mengapa tenggorokan kering di pagi hari disertai dengan nyeri menelan dan

kadang batuk ?

Zat-zat yang terkandung dalam rokok dapat secara kronis mengiritasi

mukosa laring yang kemudian menjadi inflamasi. proses inflamasi karena iritan

yang terus menerus itu dapat merusak epitel pada laring terutama di dinding

posterior. Epitel yang terdapat pada laring sebagian besar adalah epitel kolumner

bersilia, karena iritan, silia dari epitel rusak, maka pengeluaran mucus dari

cabang-cabang tracheabronchial dan laring terganggu. Resultan mucus statis di

dinding posterior laring dan disekitar plica vocalis yang memicu terjadinya batuk.

Dimana pada skenario batuk dan tenggorokan kering biasanya terjadi pada pagi

hari karena pada posisi tidur, mucus semakin tertumpuk di dinding posterior

laring, dan silia yang rusak membuat tenggorokan akan terasa kering saat bangun

tidur dan merangsang batuk untuk mengeluarkan mucus dan membasahi laring.

e. Bagaimana hubungan keluhan pasien dengan kebiasaan dan hobi pasien

seperti merokok, makan gorengan, makan makanan instan, minum es, dan

suka bernyanyi ?

Pada skenario disebutkan bahwa pekerjaan pasien adalah seorang penyanyi

kafe. Dimana pekerjaan sebagai seorang penyanyi sangat dekat dengan risiko

vocal abuse. Vocal abuse merupakan salah satu etiologi dari vocal polyp yang

salah satu gejala klinis nya adalah suara serak dan hilang. Merokok pula dapat

mengiritasi laring, menyebabkan pembengkakan dan inflamasi yang menebalkan

pita suara. Penebalan dapat menurunkan nada suara dan hingga terdengar serak

dan kasar.

f. Mengapa suara pasien serak dan makin lama makin menghilang ?

Suara serak (disfonia) hanya merupakan gejala, tetapi bila prosesnya

berlangsung lama (kronik) keadaan ini dapat merupakan tanda awal dari penyakit

yang serius di daerah tenggorok, khususnya laring.

Penyebab disfonia dapat bermacam-macam yang prinsipnya menimpa

laring dan sekitarnya. Etiologinya dapat berupa :

1) Radang

Radang akut

Biasanya disertai gejala lain seperti malaise, demam, nyeri

menelan atau berbicara, batuk, disamping gangguan suara. Kadang-

kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta

cekungan di suprasternal, epigastrium, dan sela iga.

Radang kronik non spesifik

Dapat disebabkan oleh sinusitis kronis, bronkitis kronis, atau

karena penggunaan suara yang salah dan berlebihan (vocal abuse;

penyalahgunaan suara) seperti sering berteriak-teriak atau berbicara

keras. Vocal abuse juga sering terjadi pada pengguna suara profesional

seperti penyanyi, aktor, dosen, guru, penceramah, salesman, pelatih

olahraga, operator telepon, dll.

Radang kronik spesifik

Misalnya tuberkulosa dan lues. Gejalanya selain gangguan suara,

terdapat juga gejala penyakit penyebab atau penyakit yang menyertainya.

2) Tumor (neoplasma)

Tumor laring dapat jinak atau ganas. Gejala yang muncul tergantung dari

lokasi tumor tersebut

Tumor pada pita suara

Gejala gangguan suara akan segera timbul dan bila tumor telah

tumbuh menjadi besar dapat menimbulkan sumbatan jalan nafas.

Tumor jinak laring

Contohnya adalah papiloma yang sering ditemukan pada anak

dimana disfonia merupakan gejala dini yang harus diwaspadai.

Tumor ganas pita suara (karsinoma laring)

Sering didapatkan pada orang tua, perokok, dengan gangguan

suara yang menetap. Tumor ganas sering disertai gejala lain, misalnya

batuk (kadang-kadang batuk darah), berat badan menurun, dan keadaan

umum memburuk.

Tumor pita suara non neoplastik

Dapat berupa nodul, kista, polip, atau edema submukosa (Reinke’s

edema).

Lesi jinak yang lain dapat berupa sikatrik, keratosis, fisura, mixedem,

amiloidosis, sarkoidosis, dan lain-lain

3) Paralisis otot-otot laring

Dapat disebabkan oleh gangguan persarafan, baik sentral maupun

perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama dengan paralisis sensorik.

Karena saraf laring superior dan inferior bersifat motorik dan sensorik,

sehingga jika terdapat paralisis motorik pasti bersamaan dengan paralisis

sensorik.

Gangguan persarafan

Sentral/lesi intrakranial

Biasanya mempunyai gejala lain dan muncul sebagai kelainan

neurologik selain dari gangguan suaranya. Penyebabnya : paralisis

bulbar, siringomelia, tabes dorsalis, dan multiple sclerosis.

Perifer

Penyebab : tumor tiroid, struma, pasca strumektomi, trauma leher,

tumor esofagus dan mediastinum, penyakit jantung dengan

hipertensi pulmonal, kardiomegali, ateletasis paru, aneurisma aorta

dan arteri subclavia kanan.

Paralisis motorik laring

Gambaran posisi pita suara dapat bermacam-macam tergantung

dari otot mana yang terkena. Dalam menilai tingkat pembukaan rima

glotidis dibedakan dalam 5 posisi pita suara :

1) Posisi median : kedua pita suara terdapat di garis tengah

2) Para median : pembukaan pita suara berkisar 3-5 mm

3) Posisi intermedia : pembukaan 7 mm

4) Posisi abduksi ringan : pembukaan ±14 mm

5) Posisi abduksi penuh : pembukaan 18-19 mm

Paralisis motorik otot laring dapat digolongkan menurut lokasi

(paralisis unilateral atau bilateral), jenis otot yang terkena (paralisis

abduktor, atau paralisis aduktor, atau paralisis tensor), jumlah otot yang

terkena (paralisis sempurna atau paralisis tidak sempurna)

Ada suatu keadaan yang disebut sebagai “disfonia ventrikular”, yaitu

keadaan plika ventrikular yang mengambil alih fungsi fonasi dari pita suara,

misalnya sebagai akibat pemakaian suara yang terus menerus pada pasien

laringitis akut. Inilah penyebabnya istirahat berbicara (vocal rest) pada pasien

laringitis akut, disamping pemberian obat (Soepardi, 2007)

4. Langkah 4: Menginventarisasi secara sistematis berbagai informasi

Pemeriksaann

Pasien

Keluhan

Kebiasaan/faktor resiko

Etiologi

Merokok

Gorengan

Es

Makanan instant

Bernyanyi

Patofisiologi

Komplikasi

Epidemiologi

Prognosis

Penunjang

Differential diagnosis

Diagnosis kerja

Tatalaksana

Medikamentosa Non medikamentosa

Fisik

Laringoskopi

Tenggorokan

KGB

Telinga & Hidung

Serak

Nyeri telan

Batuk

Suara hilang

Tenggorokan kering

5. Langkah 5: Merumuskan tujuan pembelajaran

a. Mengetahui penyakit yang biasa muncul pada laring

b. Mengetahui diagnosis banding serta diagnosis keluhan pasien

c. Mengetahui patofisiologi, etiologi, epidemiologi, komplikasi, prognosis

dan tatalaksana keluhan pasien

d. Mengetahui pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan organ yang terjadi

keluhan

e. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang berkaitan dengan organ yang

terjadi keluhan

6. Langkah 6: Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi

kelompok

7. Langkah 7: Melakukan sintesa dan pengujian informasi - informasi

yang telah terkumpul

a. Mengetahui penyakit yang biasa muncul pada laring

i. LARINGITIS AKUT

Umumnya merupakan lanjutan dari rinofaringitis (common cold).

Etiologi : virus dan bakteri.

Manifestasi klinis : demam, malaise, suara serak sampai afonia,

odinofagia, odinofonia, batuk kering.

Pada anak-anak, dapat terjadi obstruksi jalan nafas.

Pemeriksaan laring : mukosa laring hiperemis, edema supra dan

subglottis.

Pemeriksaan penunjang : throat swab.

Terapi : istirahatkan suara, menghirup udara lembab, konsumsi

cukup cairan, antibiotik, obat-obat simptomatik dan trakeostomi /

intubasi endotrakeal.

II. EPIGLOTTITIS

Disebut sebagai supraglottitis, merupakan infeksi akut supraglottis

yang disebabkan oleh H. Influenzae B, S. Pyogenes, S.

Pneumoniae, K. pneumoniae dan S. Aureus.

Insidensi pada orang dewasa sebanyak 1-9 kasus/100.000 dan 6-23

kasus/100.000 pada anak-anak.

Pada anak, penyakit ini berjalan dengan sangat cepat, sehingga

dapat menjadi obstruksi jalan nafas.

Manifestasi klinis : demam, sakit tenggorok akut yang sangat nyeri,

muffled voice / hot potato, drooling dan stridor inspirasi.

Pada pemeriksaan tampak edema pada epiglottis dan berwarna

merah cerah. Dapat pula ditemukan limfadenopati servikalis,

edema pada arkus faring dan uvula.

Pemeriksaan penunjang : kultur darah, swab tenggorok dan foto

rontgen (thumb sign).

Terapi : opname segera, lakukan intubasi atau trakeostomi jika

dikhawatirkan terjadi obstruksi jalan nafas, antibiotik intravena

(sefalosporin generasi ke 2 atau ke 3) dan oksigen.

III. LARINGITIS DIFTERI

Suatu penyakit infeksi akut yang dapat mengenai sebagian atau

seluruh bagian saluran nafas atas.

Disebabkan oleh C. diphteriae, ditularkan melalui droplet.

Patologi : infeksi pada sal.nafas menyebabkan nekrosis epitel yang

nantinya akan terjadi pseudomembran.

Masa inkubasi : 1-7 hari

Manifestasi klinis : rasa sakit di tenggorakan yang berat, malaise,

demam dan takikardia, pseudomembran pada tonsil, dinding faring

dan laring → suara serak, batuk dan stridor → sumbatan jalan

nafas, membran kalau dilepas akan berdarah dan bull neck.

Diagnosa : swab tenggorok

Terapi :

antitoxin 20.000-100.000 unit

penisilin selama 10 hari

trakeostomi

iv. LARINGITIS KRONIS

Etiologi : sinusitis kronis, septum deviasi yang berat, polip hidung,

bronkitis kronis, infeksi jamur dan infeksi spesifik oleh M.

tuberculosis dan T. pallidum.

Manifestasi klinis : suara serak menetap, rasa tersangkut di

tenggorok.

Pemeriksaan laring : mukosa hiperemis dan menebal tidak rata

Terapi : istirahatkan suara, pengobatan terhadap penyebab yang

mendasari terjadinya laringitis kronis, antibiotik dan steroid short-

term.

v. GERD / LPR

LPR → suara serak / parau, globus pharyngeus, disfagia dan batuk.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan edema dan atau eritema yang

terlokalisir di sekitar cartilago arytenoid hingga edema dan

hiperemis difus pada laring dengan granuloma dan obstruksi jalan

nafas.

Monitoring pH 24 jam dapat dilakukan untuk memastikan

diagnosis.

vi. VOCAL NODULE

Lesi jinak pada laring ini timbul dari proses peradangan pada plica

vocalis.

Etiologi : vocal abuse → singer's nodule.

Gejala klinis : suara serak, kadang disertai batuk, suara terputus

(hilang) pada nada tinggi.

Pemeriksaan : nodul pada pinggiran tengah plica vocalis, biasanya

simetris. Nodul akut berwarna merah dan edema, kronis biasanya

pucat dan kecil.

vii. LARINGITIS e.c C. albicans

Faktor resiko : penggunaan kortikosteroid dan antibiotik spektrum

luas, diabetes, alcoholism, intubasi endotrakeal dan infeksi laring

sebelumnya.

Tampak eritema difus yang hebat pada laring + pseudomembran

putih atau plak eksudat putih yang rapuh dan irregular

Terapi : antijamur sistemik, terutama untuk pasien immunocompromised,

seperti flukonazol selama 3-4 minggu.

amfoterisin B dan pertahankan jalan nafas pada kandidiasis

invasif.

viii. LARINGITIS TUBERKULOSIS

Disebabkan oleh M. tuberculosis, biasanya sekunder dari TBC

paru.

Kelainan sering menetap walaupun TBC paru sudah sembuh ←

mukosa lengket ke kartilago laring dan vaskularisasi tidak sebaik di

paru.

Patogenesis : penyebaran ke laring melalui sekret yang

terkontaminasi, udara pernafasan, hematogen, limfogen.

Manifestasi klinis : demam, keringat malam, penurunan berat

badan, disfonia, odinofonia, rasa kering, panas dan tertekan di

daerah laring dan odinofagia yang hebat serta hemoptisis.

Memiliki 4 stadium, yakni :

Stadium infiltrasi : mukosa laring 1/3 posterior membengkak,

hiperemis, terbentuk tuberkel yang tampak sebagai bintik

kebiruan di daerah submukosa yang bila pecah akan timbul

ulkus.

Stadium ulserasi : ulkus membesar, dangkal dan dasarnya

ditutupi perkijuan.

Stadium perikondritis : ulkus mengenai kartilago laring →

nanah yang berbau → sekuester. Keadaan umum pasien sangat

buruk. Dapat terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior,

pita suara dan subglotik (stadium fibrotuberkulosis).

Pemeriksaan laring : hiperemis, edema dan eksudat kuning pada

posterior plica vocalis dan interaritenoid, epiglottis edema dan

hiperemis.

Pemeriksaan penunjang : cek sputum, foto thorax dan biopsi

jaringan laring, di mana akan tampak granuloma dengan nekrosis

sentral, sel Langhans dan batang tahan asam pada pemeriksaan

histologik.

Diagnosis banding : laringitis leutika, karsinoma laring dan

aktinomikosis laring.

Terapi : OAT, istirahatkan pita suara dan trakeostomi

Prognosis : tergantung sosial ekonomi, sanitasi dan kepatuhan

berobat. Stadium dini → prognosis lebih baik.

ix. LARINGITIS LUETIKA

Etiologi : Treponema pallidum melalui kontak seksual dan

kehamilan.

Lesi di laring terdapat pada stadium 3 perjalanan penyakit lues,

yaitu pada stadium pembentukan guma.

Guma pecah → ulkus yang sangat dalam, dasarnya keras, berwarna

merah tua, mengeluarkan eksudat berwarna kekuningan, tidak nyeri

→ perikondritis.

Mikroskopik : gambaran pseudoepitelium → hiperplasia → sulit

dibedakan dengan Ca.

Manifestasi klinis : suara serak, batuk kronis, disfagia (bila guma

dekat introitus esofagus).

Pemeriksaan laring : mukosa epiglottis hiperemis difus, fibrosis

atau paralise pada plica vocalis dan kartilago arytenoid.

Pemeriksaan penunjang : biopsi dan serologi.

Terapi :

penisilin dosis tinggi

pengangkatan sekuester

trakeostomi

x. TRAUMA LARING

Dapat disebabkan oleh trauma mekanik eksternal / internal, luka

bakar, radiasi ataupun trauma otogen.

Trauma laring → edema atau hematom pada plica vocalis dan plica

vestibularis → obstruksi laring akut.

Gejala klinis : stridor, disfonia, emfisema subkutis di daerah leher,

hemoptisis, disfagia dan odinofagia.

xi. VOCAL POLYP

Etiologi : vocal abuse dan post-ISPA.

Manifestasi klinis : suara serak hingga afonia, merasa seperti ada

sesuatu di tenggorokan.

Pemeriksaan : unilateral pada pinggir tengah vocal cord, warna

ungu kemerahan sampai pucat translusen.

Polip besar → dispnea dan stridor.

xii. Tumor Laring

Disfonia merupakan gejala utama dan gejala dini adanya suatu

tumor laring.

Gejala klinis lain : sesak nafas, stridor, nyeri tenggorok, disfagia,

batuk dan hemoptisis, penurunan berat badan dan pembesaran

KGB leher.

b. Mengetahui diagnosis banding serta diagnosis keluhan pasien

Diagnosis kerja dari keluhan pasien adalah : Laringitis kronis

Diagnosis banding dari keluhan pasien adalah :

Laringitis akutt

Epiglottitis

GERD / LPR

Vocal Nodule

c. Mengetahui patofisiologi, etiologi, epidemiologi, komplikasi, prognosis

dan tatalaksana keluhan pasien

1) Patofisiologi

Merupakan lanjutan dari laringitis akut. Merupakan suatu proses

inflamasi yang menunjukkan adanya peradangan pada mukosa laring yang

berlangsung lama.

Proses peradangan dapat tetap terjadi meskipun faktor

penyebabnya sudah tidak ada. Proses inflamasi akan menyebabkan

kerusakan pada epitel bersilia pada laring. Terutama pada dinding

posterior laring. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam pengeluaran

sekret dari traktus trakheobronkhial. Bila hal ini terjadi, sekret akan tetap

berada pada dinding posterior laring dan sekitar pita suara. Adanya sekret

pada pita suara dapat menimbulkan laringospasme dan reaksi batuk.

Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada epitel dari pita suara berupa

hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis, dan akantosis.

2) Etiologi

Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut

berulang, terpapar debu, atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak

tepat dalam konteks neuromuskular. Merokok dapat menyebabkan edema

dan eritema laring.

Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan

tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan

dengan pemajanan rekuren dari iritan. Asap rokok merupakan iritan

inhalasi yang paling sering memicu laringitis kronis. Pada kasus ini, pasien

sebaiknya dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan

kebiasaan merokok.

3) Epidemiologi

Frekuensi : Belum ada data yang menggambarkan frekuensi.

Laringitis kronis biasanya adalah bagian dari penyakit kompleks

lainnya, sehingga tidak terlaporkan.

Mortalitas/morbiditas : Komplikasi yang biasanya terjadi adalah

obstruksi jalan napas, batuk kronis dan suara hilang. Mortalitasnya

berhubungan dengan penyakit utama yang berkaitan dengan

laringitis kronis.

Suku : kondisi ini mempengaruhi semua suku secara merata.

Jenis kelamin : Pada awalnya, laki-laki lebih sering terkena.

Perbandingan jumlah laki-laki dengan perempuan adalah 2:1,

namun masih dapat berubah karena jumlah perempuan yang

merokok atau bekerja pada lingkungan yang toksik mulai

bertambah.

Umur : Orang dewasa terutama pada usia dekade ke-enam.

Neonatus dan bayi juga memiliki faktor resiko yang sama dengan

orang dewasa.

4) Komplikasi

Penyebaran sistemik / systemic spread

Kerusakan pita suara

Laryngeal stenosis karena superinfeksi

Bisa berkembang menjadi kanker

5) Prognosis

Prognosis tergantung kausa.

6) Tatalaksana

a) Terapi medis

Terapi ditujukan untuk melawan agen kausatif. Pasien dengan

GERD, obat yang digunakan adalah antagonis reseptor H2,

inhibitor pompa proton dan prokinetik.

Hidrasi dengan 2 liter air perhari

Steam inhalation

Mengidentifikasi dan menghindari polutan atau zat yang iritatif

b) Terapi operasi

Reduksi stenosis di indikasikan bila ada proses infiltrasi atau

kondisi lain yang mempersempit lumen laring. Intervensi

agresif mungkin diperlukan.

Pengangkatan massa exophytic dengan operasi

Laser vaporization

Operasi laparoskopi antirefluks, menggunakan teknik Nissen

fundoplikasi untuk GERD

c) Diet

Jika ada kesulitan menelan, pasien makan sesuai rekomendasi dari

dokter setelah evaluasi menelan.

Pasien dengan GERD, sebaiknya menghindari alkohol, lemak,

dan kafein

Makanan yang berperan dalam patogenesis alergi laringitis

kronis harus dihindari

d) Aktivitas

Bila ada GERD, semua kebiasaan atau aktivitas yang

berhubungan dengan refluks asam dari lambung ke esofagus

(misalnya berbaring setelah makan, atau gerakan yang

meningkatkan tekanan intra abdomen) harus dihindari.

Rehabilitasi suara bisa dilakukan setelah pengobatan medis

maupun operasi.

d. Mengetahui pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan organ yang

terjadi keluhan

Pemeriksaan fisik pada laringitis kronis

1) Anamnesis

Tanda dan gejala berasal dari perubahan fungsional anatomi laring

dan dari keterlibatan struktur yang berdekatan. Ketika laringitis kronis

adalah manifestasi dari penyakit sistemik, maka stigmata dari proses

patologis utama mendominasi.

Suara serak dan disfonia sering dijelaskan. Kualitas dan kuantitas

suara dapat berfluktuasi, meskipun pemulihan lengkap tidak pernah

terjadi.

Batuk kronis dilaporkan paling sering di malam hari. Jika penyakit

gastroesophageal reflux (GERD) adalah faktor penyebab, batuk

dapat digambarkan sebagai baik kering atau produktif dalam jumlah

kecil lendir, tergantung pada derajat keterlibatan dinding posterior

laring.

Stridor karena laringospasme dapat terjadi jika helai mukosa

menyeberangi pita suara.

Disfagia dan otalgia diidentifikasi ketika faring terlibat karena

persarafan bersama antara tenggorokan dan faring.

- Riwayat penyakit

Waktu onset gejala dan kualitas gejala dan variasi, bersama dengan

pengendapan atau menghilangkan faktor-faktor.

Keadaan umum kesehatan, gejala dan tanda penyakit tiroid atau

kanker paru-paru, dan kondisi medis yang dapat menimbulkan atau

meniru laringitis kronis.

Riwayat pekerjaan, termasuk kontak dengan zat beracun, asap, debu,

dan / atau perubahan suhu yang cepat.

Penyalahgunaan vokal.

Mulas, regurgitasi, disfagia, batuk, mengi, suara serak, nyeri dada,

atau otalgia, yang menimbulkan kecurigaan untuk GERD. Menurut

survei baru-baru ini diterbitkan, dokter THT yang didiagnosis radang

tenggorokan GERD terkait sering mengandalkan kehadiran globus

dan tenggorokan kliring.

Kehadiran asma, yang harus waspada dokter untuk kemungkinan

disfungsi pita suara (yaitu, sejarah tenggorokan tapi tidak sesak dada,

fonasi sulit, laring stridor dan mengi yang lebih buruk pada

inspirasi), alergi GERD, atau proses yang melibatkan pohon

trakeobronkial.

Resep atau over-the-counter obat (misalnya, diuretik, antihipertensi,

obat psikotropika, antihistamin, dekongestan) yang dapat

menyebabkan predisposisi atau menentukan timbulnya radang

tenggorokan kronis.

Agen-agen ini dapat menyebabkan pengeringan lokal, cedera

mukosa, atau keduanya.

Jika seorang pasien memberikan sejarah imunosupresan atau dihirup

penggunaan steroid, maka laringitis kandida harus dicurigai.

Obat (misalnya, calcium channel blockers, nitrat, beta-blocker,

progesteron) yang dapat menyebabkan kecenderungan untuk GERD

dengan mengurangi nada rendah esophageal sphincter (LES) (Fuchs

dan Bucheler dijelaskan kasus laringitis hiperplastik kronis setelah

penggunaan jangka panjang Cibacen 10, angiotensin converting

enzyme inhibitor.

Perawatan inhalasi, seperti di pemandian air panas.

Sejarah bedah, terutama jika terjadi intubasi.

Dada dan titik operasi perut untuk kemungkinan kerusakan

iatrogenik pada saraf laring berulang dan disfonia yang dihasilkan.

Operasi ini dapat menyebabkan perubahan anatomi konsekuen yang

dapat mempengaruhi pasien untuk GERD.

Riwayat trauma leher

Konsumsi zat kaustik

Riwayat perjalanan (untuk kemungkinan infeksi parasit)

- Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga penting ketika penyakit autoimun (misalnya,

amiloidosis, lupus eritematosus sistemik, Wegener granulomatosis,

rheumatoid arthritis) yang diduga.

Gejala yang sama pada anggota keluarga lainnya dapat membantu

mengidentifikasi kemungkinan polutan lingkungan yang

bertanggung jawab untuk laringitis kronis.

Anggota keluarga harus diperiksa untuk penyakit menular dengan

kecenderungan untuk menyebar (misalnya, tuberkulosis).

- Riwayat Sosioekonomi

Merokok, narkoba, dan penyalahgunaan alkohol.

Setiap praktek-praktek yang dapat menimbulkan risiko untuk

penyakit menular (misalnya, pergaulan bebas, faktor risiko HIV /

AIDS, sifilis).

Kebiasaan makan, dengan perhatian khusus pada konsumsi cokelat

dan kafein yang dapat menentukan relaksasi LES dan akhirnya

menyebabkan radang tenggorokan iritasi dan GERD.

2) Pemeriksaan Fisik

Penampilan umum dan tanda-tanda vital dapat memberikan petunjuk

yang bermanfaat.

Penggunaan otot aksesori selama respirasi harus dideteksi, jika ada.

Auskultasi dari saluran udara dan pengukuran oksimetri pulsa dapat

dilakukan, jika diindikasikan.

Dalam kasus infeksi, demam atau parameter yang menunjukkan

toksisitas dapat hadir. Temuan yang mengarah ke suatu kondisi

sistemik sebagai faktor etiologi dapat dideteksi.

Pemeriksaan kepala dan leher menyeluruh adalah alat awal yang

mendasar. Perhatian khusus untuk massa dan lymphadenopathies

dapat membantu melokalisasi keganasan.

Kelenjar tiroid dan laring dan trakea kartilago harus dievaluasi.

Laringoskopi tidak langsung dapat dilakukan selama pemeriksaan

fisik rutin. Teknik langsung memungkinkan pemeriksaan yang lebih

menyeluruh dari laring, menggunakan endoskopi fleksibel pada

pasien yang terjaga atau laringoskop kaku pada pasien di bawah

anestesi umum.

Jarang, proses inflamasi terlokalisir ke laring. Struktur sekitarnya

mungkin terlibat. Menurut literatur terbaru, beberapa dokter THT

paling sering mengandalkan temuan nonspesifik dari laring eritema

dan edema untuk mendiagnosa dan mengobati-GERD terkait

laryngitis.

Perhatian khusus harus dibayar ke dasar lidah, tonsil, nasofaring, dan

sinus untuk menemukan sumber utama akhirnya infeksi.

Pohon tracheobronchial dan paru-paru harus dipertimbangkan

sebagai sumber potensial infeksi.

Mukus (terutama di dinding posterior laring), eritema, dan bengkak

adalah temuan yang paling umum dalam bentuk nonspesifik

laringitis. Pus mungkin ada dalam kasus infeksi bakteri.

Banyak kondisi mungkin terlihat mirip, seperti histoplasmosis dan

blastomycosis, yang 2 infeksi jamur yang mungkin meniru TBC atau

kanker sel skuamosa laring.

Epiglotis dan pita suara harus diperiksa. Yang terakhir ini harus

dinilai selama fonasi.

Pemeriksaan stroboskopik membantu menentukan apakah kekakuan

mukosa adalah sekunder untuk hiperplasia epitel atau peradangan

kronis.

e. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang berkaitan dengan organ

yang terjadi keluhan

1) Pemeriksaan laboratorium

Hitung sel darah lengkap bila dicurigai adanya infeksi

Kultur dan uji sensitivitas sputum untuk bakteri, jamur, dan virus

Usap mukosa laring, kultur dan uji sensitivitas untuk bakteri, jamur,

dan virus

Pemeriksaan untuk tuberkulosis dan sifilis bila kondisi tersebut telah

ditetapkan

2) Pemeriksaan Pencitraan

Lateral plain neck radiograph, untuk menvisualisasi pembengkakan

di supraglottis dan retropharingeal dan densitas dari jaringan lunak di

subglottic airway

Radiografi dada

CT scan dan MRI untuk melihat perubahan jaringan lunak dan

memberi informasi terkait struktur laring

Pemeriksaan dengan kontras barium dan manometri biasanya

digunakan untuk mengevaluasi manifestasi otolaringologik dari

GERD

Videostrobe merupakan pemeriksaan paling penting, kecuali untuk

tumor. Memberikan informasi yang signifikan tentang vibrasi pita

suara yang di tayangkan di monitor.

3) Pemeriksaan lainnya

Tes cukit kulit, bila dicurigai adanya alergi

Monitoring pH selama 24 jam bila GERD merupakan diagnosis

banding

BAB III

KESIMPULAN

Dalam tutorial scenario 3,seorang laki-laki, usia 40 tahun, pekerjaan penyanyi

kafe, datang ke Poliklinik THT dengan keluhan suara serak dan makin lama

makin hilang. Keluhan sudah dirasakan 4 bulan terakhir. Keluhan disertai dengan

tenggorokan terasa kering terutama pada pagi hari, kadang disertai nyeri telan,

kadang disertai batuk.

Menurut diagnosis bandingnya antara lain Laringitis ,Epiglottitis ,GERD / LPR,

Vocal Nodule.Setelah dilakukan pemeriksaan yang meliputi anamnesis,

pemeriksaan tanda vital sign, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

diagnosis kerja nya mengarah ke laryngitis kronis yang sudah dikeluhkan pasien

sejak 4 bulan terakhir.

BAB IV

SARAN

Pada diskusi tutorial di skenario 3 blok THT ini kelompok kami masih

memiliki kekurangan, pertama kami kurang aktif bertanya apabila ada informasi

yang tidak jelas atau membuat bingung dan kadang kurang lengkap. Kedua,

kurangnya penelusuran dalam literature yang valid. Namun tutor kali ini sudah

baik dalam menjaga situasi diskusi dan juga mengarahkan mahasiswa sehingga

tujuan pebelajaran yang ada dapat tercapai.

Oleh karena itu, saran untuk diskusi ini dan kedepannya adalah harus lebih

aktif bertanya bila ada informasi yang belum jelas, bila informasi dianggap kurang

lengkap seharusnya bisa lebih aktif untuk melengkapi atau bahkan menggalinya

lebih dalam (dengan catatan masih dalam topik dan tidak meluas kemana-mana).

Yang kedua, kami harus benar-benar memahami dan mengerti maksud dari

sumber yang dibaca sehingga ketika disampaikan ke anggota lain tidak membuat

bingung dan akhirnya semua bisa paham dan mengerti. Kami juga harus melatih

diri menyampaikan materi dengan lebih terstruktur dan dapat menghubungkan

antara Learning Objective satu dengan Learning objective lain agar berhubungan

dan menemukan titik terang. Diharapkan dalam diskusi selanjutnya kami bisa

lebih sistematis dan terstruktur dalam menjalani diskusi tutorial.

DAFTAR PUSTAKA

Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES Fundamental of Otolaryngology. Jakarta: Penerbit EGC.

Ballenger JJ. Ballenger's Otorhinolaryngology, 16thedition. Ontario : BC Decker Inc, 2003.

Berliti, S. (2015). Infectious or Allergic Chronic Laryngitis. Medscape dalam http://emedicine.medscape.com/article/864767 di akses pada September 2015.

Flint PW, Haughey BH et al. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery, 5thedition, Volume 1. Philadelphia: Elsevier Mosby, 2010.

Gleeson M. Scott-Brown's Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 7thedition, Volume 2. London: Hodder Arnold, 2008.

Snell, Richard S. Clinical Anatomy for Medical Student. 6 thed. USA: Lippincott Williams & Wilkins Inc, 2000.

Soepardi, EA dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Tanto, Chirs et all.2012. Kapita Selekta Kedoteran edisi IV jilid II. Jakarta: Media Aesculapius.