tutorial skenario 2
DESCRIPTION
Tutorial Skenario 2TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
limpahan berkah dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial
berdasarkan hasil diskusi kami ini dengan tepat waktu.
Di dalam laporan hasil diskusi tutorial kedua pada blok tiga belas ini, kami akan
membahas skenario mengenai seorang laki-laki yang mengeluhkan berkemih tidak lancar,
sering tidak lampias, dan pasien juga sering mengalami nokturia.
Demikian skenario beserta learning objectives-nya yang telah kami diskusikan pada
pertemuan-pertemuan tutorial minggu kedua blok urologi. Semoga hasil diskusi tutorial ini
dapat bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
untuk lebih memahami mengenai penyakit-penyakit yang dapat menganggu sistem urologi
khususnya pada laki-laki. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
dan turut membantu dalam penyelesaian laporan ini, masukan sangat kami harapkan untuk
perbaikan dalam pembuatan laporan tutorial selanjutnya.
Jumat, 11 September 2015
Kelompok Tutorial VI Semester IV
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... 1
Daftar Isi.......................................................................................................... 2
I. Pendahuluan
1.1 Skenario 2 Blok 13............................................................................... 3
1.2 Keywords.............................................................................................. 3
1.3 Learning Objectives.............................................................................. 3
1.4 Mind Map............................................................................................. 3
II. Pembahasan
2.1 Hiperplasia Prostat Benigna................................................................. 4
2.2 Karsinoma Prostat................................................................................. 14
2.3 Analisis Skenario.................................................................................. 24
III.Penutup
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 26
IV. Daftar Pustaka.......................................................................................... 27
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Skenario 1 Blok 10
Seorang laki-laki berusia 54 tahun datang ke poliklinik RS dengan keluhan berkemih
tidak lancar sejak 2 pekan yang lalu, keluhan memberat sejak 1 hari yang lalu. Pasien merasa
sering kencing tidak lampias dan sering kencing malam hari.
1.2 Keywords
- Laki-laki usia 54 tahun
- Nokturia (sering kencing malam hari)
- Kencing tidak lampias
1.3 Learning Objectives
Definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi, dan prognosis dari penyakit Hiperplasia Prostat Benigna dan Karsinoma Prostat
yang menjadi diagnosis hipotesis dari kasus serta, analisis kasus di skenario.
1.4 Mind Map
3
Laki-laki berusia 54 tahun
Hasil anamnesa:
- Berkemih tidak lancar
- Kencing tidak lampias
- Nokturia
Hipotesis:
- Hiperplasia prostat benigna
- Karsinoma prostat
- Striktur uretra
- Batu uretra
Diagnosis banding yang dipilih:
- Hiperplasia prostat benigna
- Karsinoma prostat
II. PEMBAHASAN
2.1 Hiperplasia Prostat Benigna
2.1.1 Definisi
Pembersaran kelenjar prostat yang merupakan salah satu organ genitalia laki-laki,
yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Pembesaran
organ ini akan dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya
aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat terbagi menjadi zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra. Sebagian besar
hyperplasia prostat terjadi pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan karsinoma
prostat bersala dari zona perifer.
2.1.2 Etiologi
Etiologi BPH masih belum diketahui secara pasti hingga sekarang, tetapi beberapa
hipotesis diduga sebagai penyebab timbulnya BPH antara lain:
- Teori DTH (dihidrotestosteron hormone)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh
enzim 5-α reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk
berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel
dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
protat. Pada BPH, kadar DTH tidak jauh berbeda dengan orang normal. Tapi, didapatkan
aktivitas enzim 5-α reduktase yang lebih tinggi dan jumlah reseptor yang lebih banyak
sehingga sensitifitas jaringan prostat terhadap DHT lebih besar. Hal ini menyebabkan
efek kerja DHT pada kelenjar prostat lebih tinggi dan memicu hiperplasia prostat.
- Ketidakseimbangan estrogen-testosteron
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron dan
estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Meningkatnya estrogen menyebabkan
munculnya efek dominansi estrogen, terutama pada kelenjar prostat. Hormon ini memicu
hiperplasia melalui dua mekanisme. Pertama, meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap
hormon androgen dengan cara meningkatkan reseptor androgen sel. Kedua, menurukan
angka apoptosis sel-sel prostat akibat efeknya dalam memperpanjang usia sel.
4
- Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
Teori ini menjelaskan mengenai efek DHT bersama estradiol pada sel stroma. Teori ini
membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.
DHT bersama estradiol pada sel stroma menstimulasi sel stroma untuk mensekresikan
GF (growth factor). GF ini akan bekerja intakrin dan outokrin pada sel stroma itu sendiri
dan bekerja parakrin pada sel epitel. Pada keduanya menimbulkan efek hiperplasia
jaringan.
- Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Diduga apoptosis sel dihambat oleh hormon androgen, salah satunya estrogen yang
memiliki efek memperpanjang usia sel. Sedang efek TGF-β malah memicu apoptosis.
- Teori Stem sel
Stem sel adalah sel induk pluripoten yang memiliki kemampuan proliferasi yang sangat
ekstensif. BPH diduga dapat terjadi akibat ketidaktepatan aktifitas stem sel sehingga
terjadi proliferasi berlebihan sel-sel prostat.
2.1.3 Epidemiologi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan sebagai
pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Hiperplasia
prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan
berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. BPH sangat jelas terjadi secara
histologi hingga 90% pria dengan usia 85 tahun.
Sebanyak 14 juta pria di Amerika Serikat memiliki gejala BPH. Di dunia,
diperkirakan jumlah penderita BPH sebesar 30 juta, jumlah ini hanya pada kaum pria
karena wanita tidak mempunyai kalenjar prostat. Amerika Serikat, terdapat lebih dari
setengah (50%) pada laki laki usia 60-70 th mengalami gejala BPH dan antara usia 70-90
th sebanyak 90% mengalami gejala gejala BPH
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan
luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan
pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada
golongan umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat
5
sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang
kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan
kemudian baru manifes dengan gejala klinik.7
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang
akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya
sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas
akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.
2.1.4 Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan ini. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-
buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan
daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke
dalam kandung kemih dengan sitoskopi (akan terlihat seperti balok yang disebut
trabekulasi buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar di antara serat detrusor.
Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar disebut
divertikulum. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila
keadaan ini berlanjut, detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi,
sehingga terjadi retensi urin. Pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin dalam kandung
kemih, dan menimbulkan perasaan tidak puas sehabis miksi.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter, tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan menyebabkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya bisa jatuh kepada gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat dengan
adanya infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama-lama
akan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat
terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu dapat menambah keluhan iritasi
6
dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistisis dan bila
terjadi refluks, dapat terjadi pielobnefritis.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh
adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh
tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher
buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus
pudensus.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih.
- Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala voiding (gejala
pengeluaran urin), storage (gejala penyimpanan urin) , dan pasca miksi. Keluhan saluran
kemih bawah (LUTS) dapat dibagi menjadi keluahan obstruksi dan keluhan iritasi:
Obstruksi Iritasi
- Penderita haus menunggu
keluarnya kemih pertama
- Pancaran miksi lemah
- Miksi terputus
- Miksi tidak puas
- Menetes setelah miksi
- Frekuensi
- Nokturia
- Urgensi
- Disuria
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,
beberapa ahli/organisasai urologi membuat system scoring yang scara subyektig dapat
diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem scoring yang dianjurkan oleh WHO adalah
Skor Internasional Gejala Prostat atau IPSS (International Prostatic Symptom Score)
(Lampiran 1).
7
Sistem scoring IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan
miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien
(Quality of Life/QoL). Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi
nilai dari 0-5, sedangkan pertanyaan yang menyangkut QoL diberi nilai dari 1-7. Dari
skor IPSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu :
8
1. Ringan : skor 0-7
2. Sedang : skor 8-19
3. Berat : 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk
mengeluarkan urin. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatique)
sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin
akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus,
antara lain :
1. volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh, yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing
terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang megandung diuretikum
(alcohol, kopi), dan minum air dalam jumlah yang berlebihan,
2. massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau
mengalami infeksi prostat akut, dan
3. setelah mengkonsumsi obat-obatan yang meurunkan kontraksi otot detrusor atau yang
dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain : golongan antikolinergik atau adrenergic
alfa.
- Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
gejala obstruktif, antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan
tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
9
- Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya ke dua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra-abdominal.
2.1.6 Diagnosis
Anamnesis:
Bertanya ada tidaknya gejala LUTS dan pertanyaan menggunakan IPSS:
- Gejala obstruksi: hesistansi, pandaran miksi melemah, intermitensi, miksi tidak
puas, urin menetes setelah miksi.
- Gejala iritatif: frekuensi, urgensi, nokturia, dysuria
- Gejala pada saluran kemih atas: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (berupa
tanda hidronefrosis) dan demam
- Sistem skoring berupa IPSS yang terdiri dari 7 pertanyaan yang berhubungan
dengan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
Dari skor tersebut dikelompokkan menjadi 3 derajat, yaitu ringan (0-7), sedang
(8-19), berat (20-35).
Pemeriksaan Fisik
- Buli-buli yang penuh dapat teraba di daerah suprapubic akibat adanya tanda dari
retensi urin
- Melakukan pemeriksaan DRE/RT. Pemeriksaan ini dapat menilai tonus sfingter ani,
pembesaran ukuran prostat dan kecurigaan adanya keganasan dari prostat seperti
adanya perabaan keras atau nodul
Pemeriksaan Penunjang
- Urinalisis
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi, hematuria, atau kristal pada
urin.
- Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kumanterhadap beberapa antimikroba yang diujikan. b. Pencitraan1).
Foto polos abdomenMencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau
kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin
yang merupakan tanda dari retensi urin.10
- IVP ( Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis,memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
- Ultrasonografi ( trans abdominal dan trans rektal )
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin
dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
- Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan
melihat penonjolan prostat ke dalam rektum
2.1.7 Penatalaksanaan
A. Watchful waiting
Pilihan ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan
ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi
apapun dan hanya diberikan penjelasan mengenani sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya;
- Jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam
- Kurangi konsusmsi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau
coklat)
- Batasi penggunaan obat-obatn influenza yang mengandung fenilpropanolamin
- Kurangi makanan yang pedas dan asin
- Jangan menahan kencing terlalu lama
B. Terapi medikamentosa
a. Penghambat reseptor adrenergic-α
Penghambat alfa bekerja dengan menghambat efek pelepasan noradrenalin endogen pada
otot polos sel prostat, sehingga menurunkan tonus prostat dan mengurangi obstruksi
saluran keluar kandung kemih. Ada empat jenis obat penghambat reseptor adrenergic-α,
yaitu alfuzosin, doxasozin, tamsulosin dan terazosin.
b. Penghambat 5 α-reduktase
Penghambat 5 α-reduktase bekerja dengan menghambat 5 α-reduktase yang merupakan
enzim untuk mengubah testosterone menjadi DHT, sehingga diharapkan dapat
mengecilkan kelenjar prostat. Ada 2 tipe, yaitu;
11
1) Tipe – 1 : memiliki aktivitas predominan diluar kelenjar prostat (misal : kulit dan hati)
2) Tipe – 2 : memiliki ekspresi domianan pada kelenjar prostat
Dua jenis penghambat 5 α-reduktase yang direkomendasikan, yaitu Dutasteride dengan
dosis 1 kali 0,5 mg/hari dan finasteride dengan dosis 1 kali 5 mg/hari.
c. Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuhan tertentu dapat digunakan untuk memperbaiki gejala akibat
obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang
mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Fitoterapi kemungkinan bekerja sebagai :
Anti-esterogen
Anti-androgen
Menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG)
Inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF)
Mengacaukan metabolism prostaglandin
Efek anti inflamasi
Menurunkan outflow resistance, dan
Memperkecil volume prostat
Diantara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah : pygeum africanum, Serenoa repens,
Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya. Dari bermacam fitofarmaka
tersebut yang paling banyak digunakan untuk terapi hyperplasia prostat adalah Serenoa
repens.
C. Pembedahan
Penyelesaian masalah pasien hyperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat
ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non-invasif lainnya
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk melihat hasilnya. Beberapa tindakan
pembedahan yang dilakukan untuk terapi hieprplasia prostat antara lain :
Transurethral resection of the prostat (TURP)
Transurethral incision of the prostat
Open simple prostatectomy
Laser therapy
Transurethral electrovaporization of the prostat
12
Hyperthermy
Transurethral needle ablation of the prostat
High-intensity focused ultrasound
Intraurethral stent
Transurethral balloon dilation of the prostat
Algoritma Penatalaksanaan BPH
: dokter umum dan spesialis non urologi
: spesialis urologi
13
2.1.8 Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
- Inkontinensia Paradoks
- Batu Kandung Kemih
- Hematuria
- Sistitis
- Pielonefritis
- Retensi Urin Akut Atau Kronik
- Refluks Vesiko-Ureter
- Hidroureter
- Hidronefrosis
- Gagal Ginjal
2.1.9 Prognosis
Prognosis hiperplasia prostat benigna tergantung dari lokasi, lama dan kerapatan
retensi. Keparahan obstruksi yang lamanya 7 hari dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
Jika keparahan obstruksi diperiksa dalam dua minggu, maka akan diketahui sejauh mana
tingkat keparahannya. Jika obstruksi keparahannya lebih dari tiga minggu maka akan
lebih dari 50% fungsi ginjal hilang. Prognosis yang lebih buruk ketika obstruksi
komplikasi disertai dengan infeksi. Umumnya prognosis lebih bagus dengan pengobatan
untuk retensi urine.
2.2 Karsinoma Prostat
2.2.1 Definisi
Karsinoma prostat merupakan suatu fenomena keganasan atau pertumbuhan sel yang
tidak terkontrol pada kelenjar prostat. Karsinoma prostat merupakan keganasan yang
terbanyak di antara keganasan sistem urogenitalia laki-laki. Kanker ini paling sering
ditemukan pada laki-laki berusia di atas 50 tahun, dan jarang dialami laki-laki yang
belum berusia 45.
14
2.2.2 Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya adenokarsinoma
prostat, antara lain:
1. Predisposisi genetik
2. Pengaruh hormonal
3. Diet
4. Pengaruh lingkungan
5. Infeksi
Pengaruh lingkungan dan kehidupan sehari-hari memiliki peranan dalam patogenesis
kanker prostat, hal ini dapat dilihat dari kanker prostat lebih banyak dijumpai oleh
bangsa Afro-Amerika yang berkulit hitam daripada bansa kulit putih. Pada penelitian lain
didapatkan bahwa bangsa Asia (Cina dan Jepang) lebih sedikit menderita kanker prostat.
Akan tetapi, pada orang yang pindah ke Amerika kemungkinan menderita penyakit ini
lebih besar daripada mereka yang tetap tinggal di negara asalnya.
Pada laki-laki, memiliki kemungkinan dua kali lipat menderita kanker prostat dan
akan meningkat menjadi lima kali lipat jika terdapat keluarga yang menderita penyakit
ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa genetika melandasi terjadinya penyakit kanker
prostat.
Diet yang banyak mengandung lemak, susu yang berasal dari binatang , daging
merah, dan hati diduga dapat meningkatkan insidensi kanker prostat. Sedangkan,
beberapa nutri diduga dapat menurunkan insidensi penyakit ini, seperti:
- Vitamin A
- Beta karoten
- Isoflavon atau fitoesterogen; banyak terdapat pada kedelai
- Likofen (antioksidan karatenoid yang banyak terdapat pada tomat)
- Selenium; terdapat pada ikan laut, daging, biji-bijian
- Vitamin E
15
2.2.3 Epidemiologi
Kanker prostat adalah keganasan pada prostat yang diderita pria berusia lanjut
dengan kejadian puncak pada usai 65 - 75 tahun. Penyebab kanker prostat tidak
diketahui secara tepat, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan adanya
hubungan antara diet tinggi lemak dan peningkatan kadar hormon testosteron.
Selain itu, pada usia lanjut juga terjadi penurunan beberapa unsur esensial tubuh
seperti kalsium dan vitamin D. Penurunan kandungan kalsium tubuh mengakibatkan
berbagai penyakit, diantaranya adalah osteoporosis, sehingga timbul paradigma
bahwa pada usia lanjut untuk mengkonsumsi kalsium dalam jumlah banyak. Tetapi
pola makan dengan kalsium tinggi secara berlebihan dapat meningkatkan resiko kanker
prostat pada usia lanjut hingga lebih dari 95 % kanker prostat bersifat
adenokarsinoma, selebihnya didominasi transisional sel karsinoma. Suatu penelitian juga
menunjukkan bahwa 60 - 70% kasus kanker prostat terjadi pada zona perifer
sehingga dapat diraba sebagai nodul – nodul keras irregular. Fenomena ini nyata
pada saat pemeriksaan rectal touche. Sebanyak 10 – 20 % kanker prostat terjadi
pada zona transisional, dan 5 – 10 % terjadi pada zona sentral. Faktor resiko kanker
prostat secara umum antara lain:
- Usia: Resiko menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun pada pria kulit
putih, dengan tidak ada riwayat keluarga menderita kanker prostat, sedangkan pada
pria kulit hitam pada usia 40 tahun dengan riwayat keluarga satu generasi
sebelumnya menderita kanker prostat. Data yang diperoleh melalui autopsi di
berbagai negara menunjukkan sekitar 15 – 30% pria berusia 50 tahun menderita
kanker prostat secara samar. Pada usia 80 tahun sebanyak 60 – 70% pria memiliki
gambaran histologi kanker prostat.
- Ras dan tempat tinggal: Penderita kanker prostat tertinggi ditemukan pada pria
dengan ras Afrika – Amerika. Pria kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih besar
untuk menderita kanker prostat dibandingkan dengan pria kulit putih.
- Riwayat keluarga menunjukkan bahwa kanker prostat didiagnosa pada 15% pria
yang memiliki ayah atau saudara lelaki yang menderita kanker prostat, bila
dibandingkan dengan 8% populasi kontrol yang tidak memiliki kerabat yang terkena
kanker prostat. Pria yang satu generasi sebelumnya menderita kanker prostat
16
memiliki resiko 2 - 3 kali lipat lebih besar menderita kanker prostat dibandingkan
dengan populasi umum.
- Faktor hormonal: Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh sel
Leydig pada testis yang akan ditukar menjadi bentuk metabolit, berupa
dihidrotestosteron (DHT) di organ prostat oleh enzim 5 - α reduktase. Beberapa
teori menyimpulkan bahwa kanker prostat terjadi karena adanya peningkatan kadar
testosteron pada pria, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Selain
itu, juga ditemukan peningkatan kadar DHT pada penderita prostat, tanpa diikuti
dengan meningkatnya kadar testosteron.
- Pola makan: Pola makan diduga memiliki pengaruh dalam perkembangan
berbagai jenis kanker atau keganasan. Pengaruh makanan dalam terjadinya kanker
prostat belum dapat dijelaskan secara rinci karena adanya perbedaan konsumsi
makanan pada rasa atau suku yang berbeda, bangsa, tempat tinggal, status ekonomi
dan lain sebagainya.
2.2.4 Patofisiologi
Kanker prostat terjadi ketika tingkat kematian sel dan pembelahan sel tidak lagi sama,
menyebabkan pertumbuhan tumor yang tidak terkendali. Setelah transformasi awal,
terjadi mutasi banyak gen, termasuk gen p53 dan retinoblastoma dapat menyebabkan
perkembangan tumor dan metastasis. Sebagian besar (95%) kanker prostat adalah
adenokarsinoma.
Sekitar 40% kanker prostat memiliki morfologi sel transisional dan diperkirakan
berasal dari lapisan urothelial dari uretra prostat. Hanya sedikit kasus morfologi
neuroendokrin. Saat ini, mereka diyakini berasal dari sel-sel induk neuroendokrin
biasanya terdapat di prostat atau dari program diferensiasi menyimpang selama
transformasi sel.
Dari kasus kanker prostat, 70% muncul di daerah tepi (zona perifer), 15-20% muncul
di zona pusat, dan 10-15% muncul di zona transisi. Sebagian besar kanker prostat
multifokal, dengan keterlibatan sinkron dari beberapa zona prostat, yang mungkin
disebabkan tumor klonal dan nonklonal.
17
2.2.5 Manifestasi Klinis
Pada kanker prostat stadium dini, sering kali tidak menunjukkan gejala atau tanda
klinis. Tanda itu biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium yang lebih lanjut,
kanker prostat stadium dini biasanya diketemukan pada saat pemeriksaan colok dubur
berupa nodul keras pada prostat atau secara kebetulan diketemukan adanya peningkatan
kadar penanda tumor PSA (prostate specific antigens) pada saat pemeriksaan
laboratorium. Kurang lebih 10% pasien yang datang berobat ke dokter mengeluh adanya
gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi, nyeri kencing, atau hematuria yang
menandakan bahwa kanker telah menekan uretra.
Meskipun jarang, kanker dapat menekan rektum dan menyebabkan keluhan buang air
besar. Kanker prostat yang sudah mengadakan metastasis ke tulang memberikan gejala
nyeri tulang, fraktur pada tempat metastasis, atau kelainan neurologis jika metastasis
pada tulang vertebra.
Pemeriksaan fisis yang penting adalah melakukan colok dubur. Pada stadium dini
seringkali sulit untuk mendeteksi kanker prostat melalui colok dubur sehingga harus
dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS). Kemampuan TRUS
dalam mendeteksi kanker prostat dua kali lebih baik daripada colok dubur. Jika dicurigai
ada area hipoekoik selanjutnya dilakukan biopsi transektal pada area tersebut dengan
bimbingan TRUS.
Penilaian stadium TNM:
Tingkat infiltrasi dan penyebaran tumor berdasarkan sistem TNM adalah seperti yang
terlihat pada tabel dibawah ini :
18
Organ confined
(tumor terbatas pada
prostat)
T1
Secara kebetulan karsinoma prostat
diketemukan pada hasil pemeriksaan
histopatologi setelah TURP pada BPH
T2
Pada colok dubur teraba nodul keras yang
masih terbatas intrakapsular (prostat)
Invasi lokal T3
Tumor mengadakan invasi ke vesikula
seminalis
T4
Tumor mengadakan invasi ke organ lain
selain ke vesikula seminalis (leher buli-buli,
sfingter eksterna dan rektum)
Diseminasi Tumor sudah mengadakan infiltrasi limfogen
(N) maupun hematogen (M)
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis dari kanker prostat ditemukan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Pada anamnesis hal-hal yang perlu ditanyakan adalah segala hal yang terkait
dengan gejala yang sering ditimbulkan pada kanker prostat. Gejala yang ditimbulkan dan
perlu untuk ditanyakan saat anamnesis antara lain:
- Riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik (termasuk DRE)
- Sering buang air kecil, terutama pada malam hari
- Buang air kecil harus mengejan
- Sulit menahan buang air kecil
19
- Tidak dapat buang air kecil sama sekali
- Buang air kecil terasa sakit atau panas
- Terdapat darah dalam air seni dan air mani
- Terasa sakit saat ejakulasi
- Timbul rasa nyeri atau kaku di daerah bokong, panggul, dan pangkal paha
Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan:
- Rasa nyeri atau kaku didaerah bokong, panggul dan pangkal paha
- Pemeriksaan DRE pada dubur pasien
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis kanker prostat:
a. Lab Darah Pemeriksaan PSA
PSA adalah enzim yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat yang berfungsi untuk
mengencerkan karsinom dan dalam ejakulasi untuk memudahkan pergerakan sperma.
Pada keadaan normal, hanya sedikit PSA yang masuk ke dalam aliran darah tetapi bila
terjadi peradangan atau kerusakan jaringan prostat maka kadar PSA dalam darah
meningkat. Jadi peningkatan kadar PSA bukan hanya disebabkan oleh kanker prostat
tetapi dapat juga disebabkan oleh BPH dan peradangan prostat karena sebab lain. Dalam
darah, PSA ditemukan dalam keadaan bebas (free-PSA) dan sebagian besar diikat oleh
protein (disebut c-PSA atau complexed-PSA). Dari hasil penelitian, ternyata pada BPH
peningkatan free-PSA lebih dominan, sedangkan pada kanker prostat peningkatan c-PSA
lebih dominan. Untuk membedakan apakah peningkatan kadar PSA disebabkan oleh
BPH atau kanker prostat maka dianjurkan pemeriksaan rasio free-PSA/PSA total atau
rasio c-PSA/PSA total terutama bagi mereka yang kadar PSA totalnya antara 2.6-10
ng/ml.
b. Urinalisis: Terdapat hematuria makroskopik maupun mikroskopik
c. USG transrektal (TRUS): pada pemeriksaan ultrasonografi trasrektal dapat diketahui
adanya area hipo-ekoik (60%) yang merupakan salah satu tanda adanya kanker prostat
dan sekaligus mengetahui kemungkinan adanya ekstensi tumor ke ekstrakapsuler. Selain
20
itu dengan tuntunan USG dapat diambil contoh jaringan pada area yang dicurigai
keganasan melalui biopsi aspirasi dengan jarum halus.
d. CT scan dan MRI: CT scan diperiksa jika dicurigai adanya metastasis pada limfonudi
(N), yaitu pada pasien yang menunjukkan skor Gleason tinggi (>7) atau kadar PSA
tinggi. Dibndingkan dengan ultrasonografi transrektal, MRI lebih akurat dalam
menentukan luas ekstensi tumor ke ekstrakapsuler atau ke vesikula seminalis.
2.2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan kanker prostat ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu grading tumor,
staging, ko-morbiditas, preferensi penderita, usia harapan hidup saat diagnosis.
Mengingat data untuk menentukkan usia harapan hidup saat diagnosis belum ada di
Indonesia, maka digunakan batasan usia sebagai salah satu parameter untuk menentukan
pilihan terapi.
21
Penatalaksanaan kanker yang telah metastasis
Androgen Deprivation Therapy (ADT) merupakan baku emas terapi kanker prostat
lanjut setelah penemuan Huggins dan Hodges di tahun 1941.Terapi ini dapat berupa
kastrasi dengan obat atau pembedahan (orkhidektomi). Tingkat kastrasi yang diinginkan
adalah kadar testosteron < 20ng/dL.
Pemberian Lutenising Hormone Releasing-Hormone (LHRH) agonis seharusnya
disertai pemberian anti-androgen untuk mencegah flare-up sedikitnya 14 hari.
Bermacam-macam strategi yang digunakan dalam penggunaan ADT ini, menurut jenis
blokadenya dapat komplit (Complete Androgen Blokade/CAB) LHRH agonis ditambah 22
anti-androgen ataupun tunggal (hanya LHRH agonis saja). Menurut lama waktu
pemberian terbagi atas: kontinyu dan intermiten. Menurut awal waktu pemberian: segera
(immediate) atau ditunda (deferred). Berdasarkan hasil studi review maupun meta-
analisis keuntungan blokade komplit
(CAB) terhadap terapi tunggal hanya < 5%. Pemberian CAB jangka panjang akan
menginduksi terjadinya sel independen androgen, dalam jangka waktu rata-rata 2 tahun.
Oleh karena itu disarankan penghentian pemberian obat secara berkala (intermiten) yang
dibuktikan dari beberapa penelitian penting bahwa hasilnya tidak berbeda. Pemberian
ADT segera akan menurunkan progresi penyakit dan komplikasi secara bermakna
dibandingkan ditunda. Tetapi hal ini tidak meningkatkan cancer-specific survival
Kanker Prostat dengan Kastrasi dan Hormon Refrakter (Castration and Hormone
Refractory Prostate Cancer / CRPC-HRPC)
Timbulnya resistensi terhadap terapi hormonal merupakan isu yang penting pada
pemberian terapi hormonal. Mekanisme resistensi terhadap terapi hormonal masih belum
diketahui secara pasti. Kanker prostat saat ini memiliki sel-sel yang bersifat heterogen
(androgen dependen dan androgen independen).
Berbagai istilah yang berbeda telah digunakan untuk menggambarkan Kanker prostat
yang kambuh setelah terapi ablasi hormonal awal, termasuk HRPC, androgen-
independen kanker dan hormon-independen kanker. Adalah penting untuk membedakan
CRPC dari HRPC. CRPC masih responsif terhadap terapi hormon lini kedua, termasuk
penghentian anti-androgen, estrogen dan kortikosteroid. Sedangkan HRPC adalah
resisten terhadap semua tindakan hormonal.
Untuk menegakkan diagnosis kanker prostat refrakter hormon, harus memenuhi
kriteria di bawah ini: Peningkatan PSA atau peningkatan lesi tulang atau jaringan lunak
walaupun sudah diberikan terapi hormonal sekunder dan Antiandrogen withdrawal
minimal 4 minggu dimana kadar testosteron serum telah mencapai ambang kastrasi (<
20ng/dL).
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada karsinoma prostat yaitu refluks vesiko-ureter
karena adanya retensi urin kronik, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal, sistitis,
pielonefritis. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi,
23
hernia dan/atau hemoroid karena selalu terdapat sisa urin sehingga memudahkan
terbentuknya batu saluran kemih.
2.2.9 Prognosis
Prognosis untuk kanker prostat tergantung pada jangkauan penyakit, kondisi
kesehatan individu serta respon terhadap pengobatan. Selain itu indicator terpenting
dalam menentukan prognosis kanker prostat berdasarkan derajat diferensiasi sel, ukuran
tumor, dan timbulnya penetrasi kapsul. Untuk stadium A berdiferensiasi baik, tanpa
metastasis dapat hidup lama, bila lesi luas surviver 5 tahun dapat mencapai sekitar 85%.
Pasien stadium B 20-25% dengan metastasis kelenjar limfe, surviver 5 tahun menurun.
Stadium C dan D terapi esterogen kastrasi efektifitas sekitar 60-80%.
2.3 Analisis Skenario
Pasien laki-laki berusia 54 tahun datang dengan keluhan berkemih tidak lancar. Dari
epidemiologi berdasarkan usia dan jenis kelamin, hal pertama yang dapat dicurigai pada
pasien tersebut adalah adanya batu saluran kemih (BSK) yang memiliki prevalensi tertinggi
di dunia, dan hiperplasia prostat benigna (BPH) yang memiliki angka prevalensi ke-2 di
dunia.
Pasien merasa kencing tidak lampias, hal ini terjadi karena urin yang tidak
dikeluarkan semua pada saat miksi atau terjadi retensi buli-buli, yaitu ketidak mampuan
seseorang untuk mengosongkan kantung kemih.
Kencing di malam hari atau disebut dengan nokturia terjadi karena dua hal, produksi
urin yang berlebih, atau kapasitas volume buli-buli yang menurun, yang biasanya terjadi di
usia tua.
Dari hal tersebut didapatkan diferensial diagnosis BPH dan Ca Prostat. Pada
anamnesis dapat ditanya tentang manifestasi klinis BPH maupun Ca prostat, apakah terjadi
retensi urin maupun LUTS (Lower Urinary Tract Symptom) pada pasien. Selain itu dapat
juga ditanyakan riwayat penyakit dahulu untuk menyingkirkan penyakit penyerta lain yang
memiliki manifestasi klinis yang mirip. Seperti pernahkah terjadi kecelakaan atau trauma
khususnya daerah genitalia dan penggunaan kateter, ataupun riwayat pengobatan penyakit
kelamin? Hal tersebut ditanyakan untuk menyingkirkan diagnosis banding striktur uretra
yang terjadi karena terbentuknya jaringan parut di saluran uretra. Apakah memiliki riwayat
24
DM (Diabetes Melitus) atau stroke? Hal tersebut ditanyakan untuk menyingkirkan diagnosis
banding neurogenic bladder.
Pada pemeriksaan fisik akan dilakukan pemeriksaan vital sign, hipertensi bila
didapatkan kegagalan ginjal yang terjadi karena obstruksi di buli-buli yang menyebabkan
hidroureter yang berkomplikasi pada gagal ginjal. Inspeksi daerah abdomen apakah ada
trauma dan lain-lain. Palpasi daerah supra pubis untuk melihat apakah buli-buli penuh atau
tidak. Palpasi ginjal dan ketok ginjal bila curiga terjadi kelainan pada ginjal.
Scoring IPSS juga dilakukan bila kita curiga benar BPH, dan kateter urin sebelum
melakukan Rectal Touche (RT). Dan bila masih ragu dapat dilakukan pemeriksaan lab seperti
USG, CT-Scan maupun MRI.
Pengobatan pada pasien tergantung Grade dari IPSS itu sendiri, dapat dilakukan
konseling untuk memperbaiki gaya hidup, atau diberikan medikamentosa, maupun operasi
bila medikamentosa tidak berhasil.
25
III. Penutup
3.1 Kesimpulan
Dalam diskusi tutorial ini, kita telah mempelajari beberapa jenis penyakit yang secara
khusus menyerang sistem urogenitalia laki-laki. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti
apa yang menjadi penyebab dari hiperplasia maupun karsinoma prostat pada laki-laki,
meskipun beberapa penelitian telah menyimpulkan beberapa faktor seperti diet, usia, genetik,
dan lingkungan sebagai kemungkinan penyebab. Untuk dapat menegakkan diagnosis secara
pasti pada kasus di skenario, minimal harus dilakukan pemeriksaan fisik, dan bila
memungkinkan ditambah dengan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan dari penyakit
tergantung dari hasil diagnosis yang diperoleh. Prognosis penyakit akan menjadi lebih baik
apabila penatalaksanaan secara farmakologis maupun non-farmakologis dilakukan sedini
mungkin.
26
IV. Daftar Pustaka
Aru W. Sudoyo dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar-dasar Urologi, Edisi 3. Jakarta: CV Sagung Seto
Fauci, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. Boston: Mcgraw
Hill Companies, Inc.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th Edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders
Kumar, Vinay. Ramzi S. Robbin Cotran, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed. 7,
Vol. 2. Jakarta: EGC.
Price and Wilson. 2004. Patofisiologi: Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
27