laporan tutorial skenario 2 blok mata

68

Click here to load reader

Upload: artrinda-anggita

Post on 20-Dec-2015

421 views

Category:

Documents


78 download

DESCRIPTION

mata sken 2

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

LAPORAN TUTORIAL BLOK XVIII MATA

SKENARIO II

MATA SAYA MERAH TAPI KOK TIDAK KABUR?

KELOMPOK A2

YAASIN RACHMAN NOOR G0012231

MAHARDHIKA K G0012123

PARADA JIWANGGANA G0012159

FADHLI RAHMAN G0012073

DENATA SIENVIOLINCIA G0012055

PRATIWI RETNANINGSIH G0012163

RIFAATUL MAHMUDAH G0012183

BERLIAN MAYA DEWI G0012043

DITA MAYASARI G0012063

NELSI MARINTAN TAMPUBOLON G0012147

DEVITA MAHAJANA G0012057

TUTOR :

Dr. Yulia Lanti RD, dr., M. Si

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2014

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

BAB I

PENDAHULUAN

Pada diskusi tutorial kali ini, kami mendapat skenario sebagai berikut?

Mata Saya Merah tapi kok Tidak Kabur?

Seorang pasien laki-laki, 30 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan

mata kanan merah sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mata kanan

terasa gatal dan berair, serta kelopak mata bengkak dan lengket ketika bangun

tidur di pagi hari. Pasien tidak mengeluh pandangan mata kanannya kabur ataupun

silau.

Pada pemeriksaan didapatkkan: VOD 6/6, pada konjungtiva bulbi dan

konjungtiva palpebra hiperemi, didapatkan sekrete, kornea jernih.

Setelah melapor kepada staf, dokter muda Andi disuruh melengkapi

pemeriksaan dan memberi usulan pemeriksaan/ terapi untuk pasien tersebut.

Selanjutnya pasien diperbolehkan rawat jalan.

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Seven Jump

1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah

dalam skenario.

Mahasiswa sudah memahami istilah-istilah di skenario 2 karena banyak

kemiripan di scenario 1.

2. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan

Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:

1. Mengapa mata kanan pasien merah sejak 3 hari yang lalu dan

bagaimana mekanisame mata merah ?

2. Mengapa keluhan pada pasien hanya pada mata kanan ?

3. Apa hubungan mata merah denga keluhan gatal dan berair ?

4. Mengapa pasien tidak ada keluhan mata kabur atau silau ?

5. Mengapa ketika bangun pagi didapatkan keadaan mata bengkak dan

lengket ?

6. Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada

mata merah ?

7. Mengapa visus tidak turun padahal ada ganguan mata ?

8. Interpretasi pemeriksaan pada mata ?

9. Hubungan keluhan dengan jenis kelamin serta usia pada pasien ?

10. Pemeriksaan lain apakah yang dilakukan untuk pasien ?

11. Atas dasar apakah pasien diperbolehkan rawat jalan ?

12. Terapi apakah yang diberikan dokter untuk pasien ?

3. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan

sementara mengenai permasalahan.

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

a. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Struktur Accesoria pada Mata

b. Patofisiologi keluhan pasien :

- Mata kanan pasien merah sejak 3 hari yang lalu.

- Pasien juga mengeluhkan mata kanan terasa gatal dan berair.

- Kelopak mata bengkak dan lengket ketika bangun tidur di pagi

hari. Tidak ada keluhan mata kabur atau silau.

c. Pemeriksaan :

- Visus : 6/6

- Konjungtiva bulbi dan konjungtiva palpebral hiperemis

- Secret (+)

- Kornea jernih

- Pemeriksaan tambahan dimasukkan ke Diagnosis banding.

d. Diagnosis Banding

e. Diagnosis Kerja

1. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Struktur Accesoria pada Mata

A. Palpebra

Palpebra atau kelopak mata mempunyai fungsi melindungi bola mata,

serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di

depan komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk

melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola

mata. Dapat membuka diri untuk memberi jalan masuk sinar kedalam bola

mata yang dibutuhkan untuk penglihatan.

Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena

pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka

tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu

yang masuk.

Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di

bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata

sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos. Pada kelopak terdapat bagian-bagian:

Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar

keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom

pada tarsus.

Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam

kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada

dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut

sebagai M. Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata yang

dipersarafi N. facial M. levator palpebra, yang berorigo pada anulus

foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian

menembus M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah.

Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus

(lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh N. III, yang berfungsi

untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.

Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan

kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo

palpebra.

Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima

orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.

Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada

seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas

jaringan ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan

kelenjar Meibom (40 bush di kelopak atas dan 20 pada kelopak

bawah).

Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra.

Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal

N.V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat

dilihat dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang

mempunyai sel Goblet yang menghasilkan musin. Konjungtiva merupakan

membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva

mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat

membasahi bola mata terutama kornea (Sidarta Ilyas, 2010).

Lapisan terluar palpebra adalah kulit tipis. Epidermis terdiri atas epitel

berlapis gepeng dengan papilla. Di dalam dermis di bawahnya terdapat folikel-

folikel rambut dengan kelenjar sebasea terkait. Di dalam dermis juga terdapat

kelenjar keringat.

Lapisan terdalam palpebra adalah membrane mukosa, disebut

konjungtiva palpebra; lapisan ini terletak bersebelahan dengan bola mata.

Epitel pelapis konjungtiva palpebra adalah epitel berlapis silindris rendah

dengan sedikit sel goblet. Epitel berlapis gepeng kulit berlanjut ke atas tepi

palpebra, kemudian ditransformasi menjadi jenis berlapis silindris konjungtiva

palpebra, lamina propria tipis konjungtiva palpebra mengandung serat-serat

kolagen dan elastin. Di bawah lamina propria terdapat lempeng jaringan ikat

kolagen, yaitu tarsus. Daerah ini mengandung kelenjar sebacea khusus (besar),

yaitu kelenjar tarsalis meibom. Asini sekretoris kelenjar ini ke dalam sebuah

duktus sentral panjang yang berjalan paralel dengan konjungtiva palpebra dan

bermuara di tepi palpebra.

Ujung bebas palpebra mengandung bulu mata yang muncul dari folikel

rambut besar dan panjang. Terdapat kelenjar sebasea kecil yang berkaitan

dengan bulu mata. Di antara folikel rambut bulu mata terdapat kelenjar

keringat moll.

Palpebra mengandung tiga set otot: bagian terbesar palpebra adalah

otot rangka, orbikularis okuli; muskulus siliaris (Roilan) di daerah folikel

rambut bulu mata dan kelenjar tarsal; dan di bagian atas palpebra terdapat

berkas-berkas otot polos, yaitu muskulus tarsalis superior (Muller).

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Jaringan ikat palpebra juga mengandung jaringan lemak, pembuluh

darah, dan jaringan limfatik (Eroschenko, 2003).

B. Konjungtiva

Konjungtiva terdiri atas 3 bagian yaitu:

1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus

2. Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera

3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat

peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva selain

konjungtiva tarsal, berhubungan longgar dengan jaringan dibawahnya,

oleh karenanya bola mata mudah digerakkan.

Lapisan epitel konjungtiva tediri dari dua hingga lima lapisan sel epitel

silinder bertingkat,superfisial dan basal. Sel epitel superfisial mengandung sel

goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus yang mendorong inti

sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata

diseluruh prekornea. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid

(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundal). Lapisan adenoid

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

mengandung jaringan limfoid  dan dibeberapa tempat dapat mengandung

struktur semacam folikel tanpa stratum germativum.

Hipertrofi papilar adalah reaksi konjungtiva non-spesifik berupa

eksudat radang yang berkumpul di antara serabut-serabut konjungtiva yang

membentuk tonjolan pada konjungtiva. Kemosis yang hebat sangat mengarah

pada konjungtivitis alergika. Folikel tampak pada sebagian besar kasus

konjungtivitis viral. Folikel sendiri merupakan hiperplasi limfoid lokal di

dalam lapisan limfoid konjungtiva dan biasanya mempunyai pusat germinal.

Pseudomembran dan membran merupakan hasil dari proses eksudatif hanya

berbeda derajat. Pada psedomembran epitel tetap utuh sedangkan pada

membran melibatkan koagulasi epitel juga.

C. Apparatus Lakrimalis

Aparatus lakrimalis dibagi menjadi dua bagian secara fisiologis yaitu

sistem sekresi dan sistem ekskresi air mata.

Sistem Sekresi Air Mata

Air mata disekresikan oleh glandula lakrimal yang berada di superior

temporal tulang orbital pada fossa lacrimal os frontale. Glandula ini tidak

terlihat dan tidak dapat dipalpasi. Glandula lacrimal yang terpalpasi

menandakan keadaan patologis seperti dacryoadenitis. Glandula lacrimal

accesoria berada pada fornix superior yang berfungsi untuk menghasilkan

sekret air mata tambahan yang sifatnya serous. Glandula lacrimal menerima

persarafan dari nervus lacrimalis. Nervus lacrimalis merupakan saraf

secretomotorik parasimpatik yang berasal dari n.intermedius. Serat saraf

simpatik pada glandula lacrimal berasal dari ganglion cervicalis superior

Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi

basal air mata perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung

menurun seiring dengan pertambahan usia. Volume terbesar air mata

dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis pada

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

kuadran temporal di atas orbita. Kelenjar yang berbentuk seperti buah kenari

ini terletak didalam palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu

lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus

palpebra yang lebih kecil. Setiap lobus memiliki saluran pembuangannya

tersendiri yang terdiri dari tiga sampai dua belas duktus yang bermuara di

forniks konjungtiva superior. Sekresi dari kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi

atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati

tepian palpebra (epiphora). Persarafan pada kelenjar utama berasal nukleus

lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan menempuh jalur kompleks

dari cabang maksilaris nervus trigeminus.

Kelenjar lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa

utama, mempunya peranan penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik

dengan kelenjar utama yang menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki

sistem saluran. Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama

forniks superior. Sel goblet uniseluler yang tersebar di konjungtiva

menghasilkan glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea

Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi substansi lipid pada air mata.

Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk

film prekorneal

Sistem Ekskresi Air Mata

Musculus orbicularis occuli yang diinervasi oleh nervus facialis

menyebabkan mata tertutup. Proses menutup mata ini berfungsi sebagai sistem

penyapu air mata yang menggerakan air mata ke arah medial menuju canthus

medialis. Puncta lacrimal superior et inferior mengumpulkan air mata, yang

kemudian di drainasekan melalui canaliculi lacrimalis superior et inferior ke

arah saccus lacrimalis. Kemudian air mata akan mengalir ke ductus

nasolacrimalis yang bermuara ke concha nasalis inferior

Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan

duktus nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan

risleting – mulai di lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea,

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

dan menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra.

Setiap kali mengedip, muskulus orbicularis okuli akan menekan ampula

sehingga memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air

mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya

hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus

konjungtiva, air mata akan masuk ke punkta sebagian karena hisapan kapiler.

Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang

mengelilingi ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara

bersamaan, palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi

fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan

menimbulkan tekanan negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan

air mata ke dalam sakus, yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis

– karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan – ke dalam meatus

inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip-katup dari epitel pelapis sakus

cenderung menghambat aliran balik air mata dan udara. Yang paling

berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di ujung distal duktus

nasolakrimalis.

Lapisan Air Mata (Tear Film)

Tear film yang berfungsi untuk membasasi conjunctiva dan cornea

terdiri dari tiga lapisan:

1. Lapisan terluar, minyak (ketebalan mendekati 0.1 μm) merupakan produk

glandula meiboiman dan glandula sebaceous dan sweat glands pada tepi

kelopak mata. Fungsi utama lapisan ini adalah menstabilkan tear film.

Melalui komponen hidropobiknya membantu mencegah evaporasi.

2. Lapisan tengah, air (ketebalan mendekati 8 μm) disekresikan oleh glandula

lacrimal dan glandula lacrimalis accesoria (glandula krause dan wolfring).

Fungsinya untuk membersihkan cornea dan mendukung pergerakan

palpebra conjungtiva terhadap permukaan cornea, menjaga permukaan

cornea agar tetap rata.

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

3. Lapisan dalam, musin (ketebalan mendekati 0.8 μm) disekresikan sel

goblet pada conjungtiva dan glandula lacrimalis. Berfungsi membantu

stabilisasi tear film. Lapisan ini menjaga kelembapan pada seluruh lapisan

kornea dan konjungtiva

2. Patofisiologi Keluhan Pasien

A. Mata merah

Mata merah disebabkan oleh melebarnya pembuluh darah di

konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut. Untuk pembagiannya

adalah sebagai berikut (yang sesuai dengan kasus di skenario) :

Injeksi Konjungtival

Merupakan melebarnya pembuluh darah a.konjungtiva posterior

dan dapat terjadi akibat penaruh mekanis, alergi atau infeksi pada jaringan

konjungtiva. Injeksi konjungtival mempunyai sifat :

Mudah digerakkan dari dasarnya.

Terutama didapatkan pada daerah forniks.

Ukuran pembuluh darah makin besar ke arah perifer karena asalnya

dari a.silliar anterior.

Berwarna merah segar.

Dengan tetes adrienalin 1:1000 akan lenyap sementara.

Gatal

Fotofobia tidak ada.

Pupil ukuran normal dengan reaksi normal.

Injeksi Siliar

Merupakan melebarnya pembuluh darah perikornea (a.siliar

anterior) yang terjadi akibat radang kornea, tukak kornea, benda asing

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

pada kornea, radang jaringan uvea, glaukoma, endoftalmitis ataupun

panoftalmitis. Injeksi siliar mempunyai sifat :

Berwarna lebih ungu

Pembuluh darah tidak tampak

Tidak ikut serta apabila konjungtiva digerakkan, karena menempel erat

dengan jaringan perikonea.

Ukuran sangat halus, paling oadat disekitar kornea berkurang kearah

forniks.

Tifak menciut apabila diberi epinefrin atau adrenalin 1:1000

Fotofobia

Sakit tekan disekitar kornea

Pupil ireguler kecil dan lebar.

(Sidarta Ilyas, 2010).

B. Mata Gatal dan Berair

Mata gatal pada pasien scenario di atas terjadi karena adanya

rangsangan yang dangkal terhadap system persarafan yang ada di mata.

Rangsangan ini terjadi karena adanya suatu keadaan yang tidak biasa pada

mata. Meskipun rangsangan gatal dapat dikatakan sebagai suatu bentuk

gejala yang bukan patologis (Guyton, 2010), namun pada keadaan ini rasa

gatal menjadi suatu tanda dari terjadinya keadaan patologis yang mengarah

ke reaksi radang. Mata berair adalah suatu bentuk keadaan system

lakrimasi yang berlebihan yang dipicu oleh suatu factor, bias karena flora

yang berlebihan pada mata, sehingga sebagai bentuk kompensasinya maka

mata harus membersihkannya. Sehingga air mata digunakan untuk hal

tersebut maka pada pasien ditemukan mata berair (Sidarta Ilyas, 2010).

C. Kelopak Mata Bengkak dan Lengket ketika Bangun Tidur di Pagi

Hari

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Mata bengkak terjadi karena ada reaksi peradangan di daerah

sekitar mata, pada scenario mengarah ke konjungtiva. Sehingga pada

konjungtiva palpebral yang hiperemis pada bagian dalamnya membuat

kelopak mata yang bengkak pada bagian luarnya. Mata lengket saat

bangun tidur di pagi hari terjadi karena penumpukan cairan yang

dihasilkan oleh glandula lakrimalis pada mata. Penumpukan ini adalah

hasil akumulasi ketika memejamkan mata di malam hari. Namun, rasa

lengket ini bisa menjadi suatu tanda patologis karena menandakan air mata

yang dihasilkan tidak bersifat seperti air lagi, karena adanya suatu keadaan

yang pathologist air mata ini dihasilkan berlebihan dan bersifat mucus

karena terdapat debris bakteri-bekteri yang telah mati oleh system

pertahanan pada mata.

4. Langkah IV: Mengeinventarisir permasalahan secara sistematis dan

pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3

Setelah berdiskusi, kami telah mengetahui dasar dari permasalahan

skenerio, seperti anatomi, fisiologi, dan histologi dari organ accesoria pada

organon visus. Kami juga menyimpulkan hipothesis bahwa pasien mengalami

reaksi peradangan yang akut jika dilihat pada onset penyakitnya. Reaksi

peradangan ini bias terjadi pada penyakit-panyakit yang nanti akan dibahas di

langkah yang ke VI.

5. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran

1. Pemeriksaan

2. Diagnosis banding

3. Diagnosis kerja

4. Penatalaksanaan

6. Langkah VI: Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi

kelompok

7. Langkah VII: melakukan sistesa dan pengujian informasi-informasi yang

sudah terkumpul

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

1. Konjungtivitis

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini

adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,

konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor

lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi

mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat

dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).

Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada

mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan

topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien

dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan

menjalani terapi imunosupresif (Therese, 2002).

Konjungtivitis Bakteri

A. Definisi

Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang

disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang

dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata (James,

2005).

B. Etiologi dan faktor risiko

Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu

hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut

biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N

meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus

pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering

pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan

Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada

konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus

nasolakrimalis (Jatla, 2009).

Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian

mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak

dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).

C. Patofisiologi

Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal

seperti streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan

pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora

normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora

normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari

organ sekitar ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008).

Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah

satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi

terhadap antibiotik (Visscher, 2009).

Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan

epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan

sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan

konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air

mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya

gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat

menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).

D. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya

dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain

itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada

konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai

edema pada kelopak mata (AOA, 2010).

Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada

konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret

dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal.

Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada

pagi hari sewaktu bangun tidur. (James, 2005).

E. Komplikasi

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Komplikasi Blefaritis marginal kronik sering menyertai

konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan

sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat

merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus

kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film

air mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena

kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk

palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu

mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan

parut pada kornea (Vaughan, 2010).

F. Penatalaksanaan

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen

mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal

spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai

disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi

topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus

konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan

sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).

Konjungtivitis Virus

A. Definisi

Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan

oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat

menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan

dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri (Vaughan,

2010).

B. Etiologi dan faktor risiko

Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi

adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini,

dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit

ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

(enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency

virus (Scott, 2010).

Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan

penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan

benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam

renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).

C. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada

setiap jenis konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya

(Hurwitz, 2009). Mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit ini

dijelaskan pada etiologi.

D. Gejala Klinis

Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan

etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh

adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata

berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai

infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan

bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan & Asbury, 2010). Pada

konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran

pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan

demam (Senaratne & Gilbert, 2005).

Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes

simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi

unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai

keratitis herpes.

Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh

enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia,

sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan

perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis

(Scott, 2010).

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

E. Komplikasi

Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti

blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya

pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan

keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan, 2010).

F. Penatalaksanaan

Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada

orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan

terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk

mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien konjungtivitis juga

diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi

(James, 2005). G. Penatalaksanaan

Konjungtivitis Alergi

A. Definisi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing

sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang

diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al, 2009). Reaksi

hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva

adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).

Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis

alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya

dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal,

keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan,

2010).

B. Etiologi dan faktor risiko

Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda

sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman

dan tumbuh-tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari,

rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada

waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi

pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis

papilar rak pada pengguna lensa-kontak atau mata buatan dari plastik

(Asokan, 2007).

C. Gejala Klinis

Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-

kategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-

tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan

konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan

keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan

kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak

papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.

Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia

merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik.

Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak

putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun,

sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala

yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan, 2010).

D. Komplikasi

Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada

kornea dan infeksi sekunder (Jatla, 2009).

E. Penatalaksanaan

Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-

antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan

steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya (Vaughan,

2010).

2. Skleritis

A. Definisi

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Skleritis adalah radang kronis granulomatosa pada sclera yang

ditandai dengan destruksi kolagen, infiltrasi sel dan vaskulitis. Skleritis

disebabkan oleh berbagai macam penyakit baik penyakit autoimun

ataupun penyakit sistemik.

B. Epidemiologi

Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat

insidensi kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-

pasien yang ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior,

sedangkan 6%nya adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum ada

penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau

bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung

sekali atau kambuh-kambuhan. Peningkatan insiden skleritis tidak

bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak terkena

daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis terutama

terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.

C. Etiologi

Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai

oleh proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe

lambat) dan tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada

beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada

sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-

proses lokal, misalnya bedah katarak.

D. Patofisiologi

Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang

meliputi sel T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting

terjadinya skleritis. Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia

dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi

dari bola mata. Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

dengan penyakit imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular.

Disregulasi pada penyakit auto imun secara umum merupakan faktor

predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks

imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular (reaksi

hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi

hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun

aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi

kompleks imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan

perforasi kapiler dan venula post kapiler dan respon imun sel perantara.

E. Manifestasi klinik

Rasa sakit berat yang menyebar ke dahi, alis, dan dagu secara

terus-menerus, mata merah berair, fotofobia, dan penglihatan menurun.

Terlihat sclera bengkak, konjungtiva kemosis, injeksi sclera profunda, dan

terdapat benjolan berwarna sedikit lebih jingga. Sering terjadi bersama

iritis atau siklitis dan koroiditis anterior.

F. Klasifikasi

Skleritis diklasifikasikan menjadi tiga:

1. Episkleritis

a. Simple

Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi

pada usia muda yang berpotensi mengalami rekurensi. Gejala

klinis yang muncul berupa rasa tidak nyaman pada mata, disertai

berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat pelebaran

pembuluh darah baik difus maupun segmental. Wanita lebih

banyak terkena daripada pria dan sering mengenai usia dekade 40-

an.

b. Nodular

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama dengan

bentuk simple scleritis. Sekitar 30% penyebab skleritis nodular

dihubungkan dengan dengan penyakit sistemik, 5% dihubungkan

dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis rematoid, 7%

dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus dan 3%

dihubungkan dengan gout.

2. Skleritis Anterior

95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi

skleritis anterior sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi

sekitar 45% setiap tahunnya. Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14%

yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik dari skleritis biasanya tidak

dihubungkan dengan penyebab penyakit khusus, walaupun penyebab

klinis dan prognosis diperkirakan berasal dari suatu inflamasi.

Berbagai varian skleritis anterior kebanyakan jinak dimana tipe

nodular lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih bahaya dan sulit diobati.

a. Difus

Bentuk ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster

oftalmikus dan gout.

b. Nodular

Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus.

c. Necrotizing

Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi

sistemik atau komplikasi okular pada sebagian pasien. 40%

menunjukkan penurunan visus. 29% pasien dengan skleritis

nekrotik meninggal dalam 5 tahun.

Bentuk skleritis nekrotik terbagi 2 yaitu:

i. Dengan inflamasi

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

ii. Tanpa inflamasi (scleromalacia perforans)

3. Skleritis Posterior

Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama

dengan skleritis anterior. Biasanya skleritis posterior ditandai dengan

rasa nyeri dan penurunan kemampuan melihat. Dari pemeriksaan

objektif didapatkan adanya perubahan fundus, adanya perlengketan

massa eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin koroid, massa di

retina, udem nervus optikus dan udem makular. Inflamasi skleritis

posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli anterior dangkal,

proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi kelopak

mata bawah.

G. Pemeriksaan Penunjang

Dengan penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 10% tidak akan

terjadi vasokontriksi. Pemeriksaan foto rontgenorbita dilakukan untuk

menghilangkan kemungkinan adanya benda asing, juga dapat dilakukan

pemeriksaan imunologi serum.

H. Komplikasi

Keratitis perifer,glaucoma,granuloma subretina,uveitis,ablasi retina

eksudatif,proptosis katarak,hipermetropia,keratitis sklerotikan.

I. Penatalaksanaan

Dengan antiinflamasi non-steroid sistemik berupa indometasin 50-

100mg/hari atau ibuprofen 300mg/hari, biasanya terjadi penurunan gejala

dengan cepat. Bila tidak ada reaksi dalam 1-2 minggu, harus diberikan

terapi steroid sistemik dosis tinggi, misalnya prednisolon 80mg/hari, dan

diturunkan dalam 2 minggu sampai dosis pemeliharaaan 10mg/hari. Dapat

pula dipakai obat-obatan imunosupresif. Steroid topical tidak efektif tetapi

mungkim berguna untuk edema dan nyeri. Jika penyebabnya infeksi, harus

diberikan antibiotic yang sesuai. Pembedahan diperlukan bila terjadi

perforasi kornea.

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

3. Hematoma Subkonjungtiva

A. Definisi

Hematoma subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rupturnya

pembuluh darah dibawah lapisan konjungtiva yaitu pembuluh darah

konjungtivalis atau episklera. Dapat terjadi secara spontan atau akibat

trauma. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok

umur. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).

B. Etiologi dan faktor risiko

Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana

pembuluh darah rapuh. (umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis

hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan). Perdarahan

juga dapat terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung yang

kadang-kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

(Sidarta, 2012)

C. Gejala Klinis

Pasien datang dengan keluhan adanya darah pada sklera atau mata

berwarna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal). Sebagian besar tidak

ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan

subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera. Perdarahan akan

terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang

perlahan ukurannya karena diabsorpsi. Selain itu warna merah akan

berubah menjadi hitam setelah beberapa lama.

D. Penatalaksanaan

Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2

minggu tanpa diobati. Namun perdarahan subkonjungtiva harus segera

dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan penurunan visus.

4. Pteregium

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

A. Definisi

Pteregium merupakan pertumbuhan jaringan ikat pada

fibrovaskuler konjungtiva bulbar intrapalpebra dengan ektensi ke kornea

yang bersifat degeneratif. Pteregium berbentuk segi tiga dengan

puncaknya di bagian sentral kornea dan dasarnya di bagian perifer kornea,

biasanya terletak di celah kelopak mata bagian nasal ataupun temporal

konjungtiva yang meluas ke kornea.

B. Epidemiologi

Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah

iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan

kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator,

yakni daerah yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari

ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang

dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden pterygium

cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.4

Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium.

Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan

ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian

berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-

laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok,

pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.

C. Faktor Resiko

Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan

yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di

udara dan faktor herediter.

1. Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya

pterygium adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi

kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

sel. Letak lintang, waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi

juga merupakan faktor penting.

2. Faktor Genetik

Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan

pterygium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan

riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan autosom

dominan.

3. Faktor lain

Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer

kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan

terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru

patogenesis dari pterygium. Wong juga menunjukkan adanya

pterygium angiogenesis factor dan penggunaan pharmacotherapy

antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah, dan

trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma

juga penyebab dari pterygium.

D. Etiologi

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini

lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena

itu gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon

terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari

(ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau

faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang

disebabkan kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru

merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada daerah

dingin, iklim kering mendukung teori ini.

E. Patogenesis

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-

kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea

menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat

degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang

penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta

merusak membran bauman dan stoma kornea bagian atas.

F. Gejala Klinis

Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisme,

kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea

(Zona Optic).

Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar

rumah. Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah

nasal. Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara

bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan.

Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan pterygium

dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu

penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.

Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga

pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura

interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada

bagian temporal. Pterygium dapat diserati keratitis Pungtata, delen

(penipisan kornea akibat kering) dan garis besi yang terletak di ujung

pteregium.

G. Komplikasi

Komplikasi pterygium termasuk ; merah, iritasi, skar kronis pada

konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan

penglihatan sentral berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat

menyebabkan diplopia. Komplikasi yang jarang adalah malignan

degenerasi pada jaringan epitel di atas pterygium yang ada.

Page 28: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera,

graft oedem, graft hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar,

korneoskleral dellen, granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts,

skar konjungtiva, skar kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus.

Komplikasi yang terbanyak adalah rekuren pterygium post operasi.

H. Penatalaksanaan

1. Tidak ada pengobatan yang spesifik

2. Pembedahan :

Pengangkatan secara bedah transplantasi kornea,ketebalan

parsial diperlukan bila pteregium menarik sumbu pandangan dan

mengganggu kenyamanan. 30 – 50 % pasien pteregium kambuh lagi

setelah pembedahan

3. Bersifat rekuren

4. Operasi dilakukan bila terjadi kemunduran tajam penglihatan atau

gangguan kosmetik (Estetika)

5. Bila meradang dapat diberikan steroid atau obat tetes mata

dekongestan

6. Pada keadaan residif (kemungkinan tumbuh kembali) dapat dilakukan

(Beta) (stronsium - 90), atau eksterpasi danpenyinaran sinar

transplantasi mukosa mulut. Radiasi Beta pasca operasi menurunkan

angka kekambuhan namun bukannya tanpa komplikasi

7. Tetes mata Mitomycin (Bahan anti metabolik) efektif mencegah

kekambuhan. Mitomycin C adalah bahan anti myoplastik yang

mempunyai efek samping seperti infalamasi, photo phobia,

pengeluaran air mata dan nyeri.

Page 29: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

8. Perawatan yang penting lindungi mata dari sinar matahari langsung,

debu atau udara panas. Gunakan juga kaca mata pelidung untuk

menghindari pajanan sinar matahari debu dan udara.

5. Blefaritis

A. Definisi

Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering

terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang

bertukak atau tidak pada tepi kelopak bisanya melibatkan folikel dan

kelenjar rambut. Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak

berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan

lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal

ditemukan di kulit.

B. Etiologi

Infeksi atau alergi yang biasanya berjalan kronik atau akibat

disfungsi kelenjar Meibom, alergi dapat disebabkan debu atau asap. Bahan

kimia iritatif atau bahan kosmetik. Infeksi oleh bakteri disebabkan

Stafilokok, Streptococcus alpha atau beta hemoloyticus, Pneumokok,

Pseudomonas, hingga Pityrosporum ovale yang menyebabkan blefaritis

seboroik. Infeksi oleh virus disebabkan Herpes zoster, Herpes simpleks,

dan sebagainya, sedangkan oleh jamur dapat menyebabkan infeksi

superfisial atau sistemik.

Terdapat 2 jenis blefaritis, yaitu : 1. Blefaritis anterior : mengenai

kelopak mata bagian luar depan (tempat melekatnya bulu mata).

Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan seborrheik. Blefaritis

stafilokok dapat disebabkan infeksi dengan Staphylococcus aureus, yang

sering ulseratif, atau Staphylococcus epidermidis atau stafilokok

koagulase-negatif. Blefaritis seboroik(non-ulseratif) umumnya bersamaan

dengan adanya Pityrosporum ovale. 2. Blefaritis posterior : mengenai

Page 30: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

kelopak mata bagian dalam (bagian kelopak mata yang lembab, yang

bersentuhan dengan mata). Penyebabnya adalah kelainan pada kelenjar

minyak. Dua penyakit kulit yang bisa menyebabkan blefaritis posterior

adalah rosasea dan ketombe pada kulit kepala (dermatitis seboreik).

C. Patofisiologi

Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada

mata. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada

jaringan ,kerusakan sistem imun atau kerusakan yang disebabkan oleh

produksi toksin bakteri , sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi

kelopak mata dapat ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik dan

kelainan fungsi kelenjar meibom.

D. Gejala Klinis

Kelopak mata merah, bengkak, sakit, gatal, eksudat lengket

bergantunga pada bulu mata, dan epifora. Serta disertai konjungtivitis,

keratitis, hordeolum, dan kalazoin. Pada laki laki lanjut usia biasanya

terjadi blefaritis seboroik dengan keluhan mata kotor, panas, eksudat,

berminyak dan rasa kelilipan.

E. Klasifikasi

1. Blefaritis superfisial

Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus

maka pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti

sulfasetamid dan sulfisolksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta

diangkat dengan kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka

dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan

nanah dari kelenjar Meibom (Meibormianitis), yang biasanya

menyertai.

2. Blefaritis Seboroik

Page 31: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Blefaritis sebore biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50

Tahun), dengan keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan.

Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar Meiborn, air mata

berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada

konjungtiva. Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum,

madarosis, poliosis dan jaringan keropeng. Blefaritis seboroik

merupakan peradangan menahun yang sukar penanganannya.

Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan

membersihkan kelopak dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan

kapas lidi hangat. Kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar

Meibom ditekan dan dibersihkan dengan shampoo bayi. Penyulit yang

dapat timbul berupa flikten, keratitis marginal, tukak kornea,

vaskularisasi, hordeolum dan madarosis.

3. Blefaritis Skuamosa

Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya

skuama atau krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak

mengakibatkan terjadinya luka kulit. Merupakan peradangan tepi

kelopak terutama yang mengenai kulit di daerah akar bulu mata dan

sering terdapat pada orang yang berambut minyak. Blefaritis ini

berjalan bersama dermatitik seboroik. Penyebab blefaritis skuamosa

adalah kelainan metabolik ataupun oleh jamur. Pasien dengan blefaritis

skuamosa akan terasa panas dan gatal. Pada blefaritis skuamosa

terdapat sisik berwarna halus-halus dan penebalan margo palpebra

disertai madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari dasarnya

mengakibatkan perdarahan. Pengobatan blefaritis skuamosa ialah

dengan membersihkan tepi kelopak dengan shampoo bayi, salep mata,

dan steroid setempat disertai dengan memperbaiki metabolisme pasien.

Penyulit yang dapat terjadi pada blefaritis skuamosa adalah keratitis,

konjungtivitis.

Page 32: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

4. Blefaritis Ulseratif

Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan

tukak akibat infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat

keropeng berwarna kekunung-kuningan yang bila diangkat akan

terlihat ulkus yang yang kecil dan mengeluarkan dfarah di sekitar bulu

mata. Pada blewfaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering

dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai perdarahan.

Penyakit bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih lanjut dan

lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan

rontok (madarosis). Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang

baik. Pengobatan pada blefaritis ulseratif dapat dengan sulfasetamid,

gentamisin atau basitrasin. Biasanya disebabkan stafilokok maka diberi

obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas pengobatan harus ditambah

antibiotik sistemik dan diberi roboransia. Penyulit adalah madarosis

akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel rambut, trikiasis,

keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan kalazion. Bila

ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan parut

yang juga dapat berakibat trikiasis.

5. Blefaritis angularis

Blefaritis angularis merupakan infeksi staphylococcus pada tepi

kelopak di sudut kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai

sudut kelopak mata (kantus eksternus dan internus) sehingga dapat

mengakibatkan gangguan pada fungsi puntum lakrimal. Blefariris

angularis disebabkan Staphylococcus aureus. Biasanya kelainan ini

bersifat rekuren. Blefaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan

Sengsulfat. Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial sudut mata

yang akan menyumbat duktus lakrimal.

6. Meibomianitis

Page 33: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan

mengakibatkan tanda peradangan lokal pada kelenjar tersebut.

Meibomianitis menahun perlu pengobatan kompres hangat, penekanan

dan pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai antibiotik

lokal.

F. Komplikasi

Trikiasis, hordeolum, kalazion, keratitis, madarosis, dan

konjungtivitis.

G. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan mikrobiologi untuk mengetahuin penyebabnya.

H. Penatalaksanaan

Bersihkan dengan garam fisiologis hangat kemudian diberikan

antibiotic yang sesuai. Pada blefaritis sering diperlukan kompres hangat.

Pada infeksi ringan, diberikan antibiotic local sekali sehari oada kelopak

dan kompres basah dengan asam borat. Bila terjadi blefaritis menahun,

maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan

nanah.

Pada blefaritis seboroik, kelopak harus dibersihkan dengan kapas

lidi hangat, soda bikarbonat, atau nitras argentu 1%. Dapat digunakan

salep sulfonamide untuk aksi keratolitiknya. Kompres hangat selama 5-10

menit, tekan kelenjar Meibom dan bersihkan dengan sampo bayi. Berikan

juga antibiotic local, prednisolone 0.125% dua kali sehari, dan antibiotic

sistemik, tetrasiklin 2 x 250 mg atay eritromisin 3 x 250 mg atau sesuaikan

dengan hasil kultur.

Pengobatan pada infeksi virus bersifat simtomatik, antibiotic

diberikan bila terdapat infeksi sekunder.

Bila disebabkan jamur, infeksi superfisial diobati dengan

griseofulvin 0.5-1 gram sehari dengan dosisi tunggal atau dibagi dan

Page 34: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

diteruskan 1-2 minggu setelah gejala menurun. Bila disebabkan Kandida

diberikan nistatin topical 100.000 unit per gram. Pada infeksi jamur

sistemik, bila disebabkan Aktinomises atau Nokardia diobati dengan

sulfonamid, penisilin, atau antibiotic spectrum luas. Amfoterisin B

diberikan untuk histoplasmosis, sporotrikosis, aspergilosis, dan lainnya,

dimulai dengan 0.50-0.1 mg/kg BB secara intravena lambat 6-8 jam dalam

dekstrosa 5%. Dosis dinaikkan sampai 1mg/kg BB, namun total tidak

boleh lebih dari 2 gram. Pengobatan diberikan setiap hari selama 2-3

minggu atau sampai gejala berkurang. Hati-hati karena toksisk terhadap

ginjal.

Pada blefaritis akibat alergi dapat diberikan steroid local atau

sistemik, namun harus dicegah pemakaian lama. Untuk mengurangi gatak,

berikan antihistamin.

6. Chalazion

A. Definisi

Pembesaran pada palpebrae akibat infeksi/ obstruksi glandula

sebacea. Pada mata, terdapat 2 modifikasi glandula sebacea:

1. Meibomian Pembesaran pada bagian konjungtiva

(conjunctival portion)

2. Zeiss Pembesaran pada margin palpebrae

B. Etiologi

Pembesaran disebabkan karena hasil dari lipid breakdown yang

dapat disebabkan karena enzim bakteri maupun penumpuka secret

glandula yang keluar ke dalam jaringan interstitial (Granulomatous

inflammatory response), painless, preauricular nodes (pembesaran

menandakan adanya infeksi).

Page 35: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

C. Gejala Klinis

Awalnya gejala kalazion hampir sama dengan hordeolum, yakni

Kelopak mata bengkak

Nyeri

Iritasi

Kemudian setelah beberapa hari gejala menghilang namun kelopak

mata tetap bengkak membentuk bundaran tanpa rasa nyeri dan tumbuh

secara perlahan. Di bawah kelopak mata terbentuk daerah kemerahan atau

abu-abu.

D. Penatalaksanaan

Bila kalazion mulai menunjukkan gejala segeralah kompres

kelopak mata dengan air hangat selama 10-15 menit, lakukan minimal 4

kali tiap hari. Pengompresan hangat bisa melunakkan minyak yang

mengeras dan menyumbat saluran sehingga dapat mempermudah

pengaliran dan penyembuhan.

Kalazion juga bisa menghilang tanpa pengobatan dalam waktu 1

bulan, namun bila kalazion makin membesar mungkin diperlukan

pembedahan. Biasanya pembedahan dilakukan di bawah kelopak mata

agar tidak membentuk jaringan parut di kulit. Selain itu, obat tetes mata

yang mengandung antibiotik biasanya digunakan beberapa hari sebelum

dan sesudah pengangkatan kalazion.

7. Pinguekula

Pinguekula adalah benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan

pada orang tua, terutama yang matanya sering teriritasi oleh sinar matahari,

debu, dan angina panas. Biasanya bercak ini terlihat terutama pada bagian

nasal

Page 36: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa

konjungtiva. Pembuluh darah tidak masuk kedalam pinguekula akan tetapi

meradang dan terjadi iritasi, maka pada sekitar pinguekula ini akan terlihat

pembuluh darah yang melebar.

Pada pinguekula tidak perlu diberikan pengobatan, akan tetapi bila

terlihat adanya tanda peradangan atau pinguekulitis, dapat diberikan obat anti

radang.

8. Trauma Mata

Trauma mata adalah rusaknya jaringan pada bola mata, kelopak mata,

saraf mata dan atau rongga orbita karena adanya benda tajam atau tumpul

yang mengenai mata dengan keras/cepat ataupun lambat.

Trauma mata dapat dibagi maenjadi:

I. Trauma Mekanik:

1. Trauma tumpul (contusio oculi)

2. Trauma tajam (perforasi trauma)

II. Trauma Fisika

1. Trauma radiasi sinar inframerah

2. Trauma radiasi sinar ultraviolet

3. Trauma radiasi sinar X dan sinart terionisasi

III. Trauma Kimia

1. Trauma asam

2. Trauma basa

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata,

konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita secara

terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.

Page 37: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

I. Trauma Mekanik

1. Trauma tumpul

Trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau

benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat

mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakn

pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.

Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari

ataupun karena olah raga. Biasanya benda-benda yang sering

menyebabkan trauma tumpul berupa bola tenis, bola sepak, bola tenis

meja, shuttlecock dan lain sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat

Counter Coupe, yaitu terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada

arah horisontal di sisi yang bersebrangan sehingga jika tekanan benda

mengenai bola mata akan diteruskan sampai dengan makula. Contoh:

hematoma kelopak, edema konjungtiva, hematoma subkonjungtiva,

edema kornea, erosi kornea,erosi kornea rekuren, iridoplegia, hifema.

2. Trauma Tembus

Trauma tembus pada mata dapat diakibatkan oleh benda tajam

atau benda asing lainya yang mengakibatkan terjadinya robekan

jaringan-jarinagan mata secara berurutan, misalnya mulai dari

palpebra,kornea, uvea sampai mengenai lensa..

A. Gambaran klinis

Bila trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing

lainya masuk kedalam bola mata maka akan mengakibatkan tanda-

tanda bola mata tembus seperti :

- Tajam penglihatan yang menurun

- Tekanan bola mata yang rendah

- Bilik mata dangkal

- Bentuk dan letak pupil yang berubah

Page 38: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

- Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera

- Terdapat jaringan yang prolaps, seperti cairan mata, iris, lensa,

badan kaca atau retina

- Konjungtivis kemotis

B. Penatalaksanaan

Bila terlihat salah satu atau beberapa tanda diatas maka

dicurigai adanya trauma tembus bola mata maka secepatnya

dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup tetapi

jangan terlalu kencang dan segera dikirim ke dokter mata untuk

dilakukan pembedahan dan penanganan lebih lanjut.

Pembuatan foto bisa dilakukan untuk melihat adanya benda

asing dalam bola mata. Benda asing yang bersifat magnetik dapat

dikeluarkan dengan magnet raksasa, dan benda asing yang tidak

bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan vitrektomi.

C. Komplikasi

Adanya benda asing intraokuler dapat mengakibatkan

endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahn intraokuler

dan ptisis bulbi.

II. Trauma Fisika

1. Trauma Sinar Inframerah

Sinar inframerah dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa,

iris dan kapsul disekitar lensa. Hal ini terjadi karena sinar yang

terkumpul dan ditanglap oleh mata selama satu menit tanpa henti akan

menagkibatkan pupil melebar dan terjadi kenaikan suhu lensa

sebanyak 9 derajat selsius, sehingga mengakibatkan katarak dan

eksfoliasi pada kapsul lensa. Sinar inframerah yang sering didapatkan

adalah dari sinar matahari dan dari tempat pekerjaan pemanggangan.

A. Gambaran klinis

Page 39: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Seseorang yang sering terpejan dengan sinar ini dapat

terkena keratitis superfisial, katarak kortikal anterior posterior dan

koagulasi pada koroid. Biasanya terjadi penurunan tajam

penglihatan, penglihatan kabur dan mata terasa panas.

B. Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang telah

terjadi, kecuali mencegah sering terpapar oleh sinar infra merah ini.

Pemberian steroid sistemik dimaksudkan untuk mencegah

terbentuknya jaringn parut pada makula dan untuk mengurangi

gejala radang yang timbul.

2. Trauma Sinar Ultra Violet

Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang

tidak terlihat, mempunyai panjang gelombang antara 350 – 295 nM.

Sinar ultra violet banyak dipakai pada saat bekerja las dan menatap

sinar matahari. Sinar ultra violet akan segera merusak sel epitel kornea,

kerusakan iniakan segera baik kembali setelah beberapa waktu dan

tidak memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.

Gambaran klinis

Biasanya pasien akan memberikan keluhan 4 – 6 jam post

trauma, pasien akan merasakn mata sangat sakit, terasa seperti ada

pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik. Korne akan

menunjukan adanya infiltrat pada permukaanyayang kadang-kadang

disetai dengan kornea yang keruh. Pupil akan terlihat miosis.

Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika

lokal, analgetika dan mata ditutup selama 2 – 3 hari. Biasanya sembuh

setelah 48 jam.

Page 40: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

3. Trauma Sinar Ionisasi dan Sinar X

Sinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk:

- Sinar alfa yang dapat diabaikan

- Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan

- Sinar gamma

- Sinar X

Gambaran Klinis

Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan kerusakan pada

kornea yang dapat bersifat permanen. Katarak akibat pemecahan sel

epitel yang tidak normal dan rusaknya retina dengan gambarandilatasi

kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata dan eksudat. Atrofi sel goblet

pada konjungtiva juga dapat terjadi dan mengganggu fungsi air mata.

Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal, steroid

sistemik dan sikloplegik. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva

dilakukan tindakan pembedahan.

III. Trauma Kimiawi

Trauma Kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di

laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan

pertanian dan peperangan yang memakai bahan kimia. Taruma kimia pada

mata memerlukan tindakan segera, irigasi pada daerah mata yang terkena

bahan kimia harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya penyulit

yang berat.Pembilasan dapat dilakukan dengan memakai garam fisiologik

atau air bersih lainya selama 15 – 30 menit

1. Trauma Asam

Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi

pengendapan ataupun penggumpalan bahan protein permukaan.

Biasanya akan terjadi kerusakan pada bagian superfisisal saja, tetapi

Page 41: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

bahan asam kuat dapat bereaksi yang mengakibatkan trauma menjadi

lebih dalam.

Gambaran klinis

Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering,

seperti ada pasir dan ketajaman mata biasanya menurun.

Penatalaksanaan

Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena

secara perlahan-lahan dan selama mungkin dengan air bersih atau

garam fisiologik minimal selama 15 menit. Antibiotika topikal untuk

mencegah infeksi Sikloplegik bila terjadi ulkus kornea atau kerusakan

lebih dalam. EDTA bisa diberikan satu minggu post trauma.

Prognosis

Baik bila konsentrasi asam tidak nterlalu tinggi dan hanya

terjadi kerusakan superfisisal saja.

2. Trauma Basa

Trauma basa pada mata akan memberikan reaksi yang gawat

pada mata. Alkali dengan mudah dan cepat dapat menembus jaringan

kornea, bilik mata depan dan bagian retina. Hal ini terjadi akibat

terjadinya penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa

bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan disertai dangan

dehidrasi.

Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan

menjadi :

Derajat 1: heperimi konjungtiva diikuti dengan keratitis pungtata.

Derajat 2: hiperemi konjungtiva dengan disertai hilangnya epitel

kornea.

Derajat 3: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya

epitel kornea.

Page 42: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50 %.

Menurut klasifikasi Hughes maka trauma mata diklasifikasikan

menjadi:

a. Ringan

- Terdapat erosi epitel dan kekeruhan ringan kornea

- Tidak terdapat iskemi dan nekrosis kornea atau konjungtiva

- Prognosis baik

b. Sedang

- Terdapat kekeruhan kornea sehingga sukar melihat iris dan pupil

secara detail

- Terdapat nekrosis dan iskemi ringan konjungtiva dan kornea

- Prognosis sedang

c. Berat

- terdapat kekeruhan kornea, sehingga pupil tidak dapat dilihat

- terdapat iskemia konjungtiva dan sklera, sehingga tampak pucat

- prognosis buruk

Gambaran klinis

Pasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering,

seperti ada pasir dan ketajaman mata biasanya menurun. Pengujian

dengan kertas lakmus saat pertama kali datang adalah menunjukan

suasana alkalis.

Penatalaksanaan

Tindakan yang dilakukan adalah dengan irigasi dengan garam

fisiologik sekitar 60 menit segera setelah trauma. Penderita diberikan

sikloplegia, antibiotika, EDTA diberikan segera setelah trauma 1 tetes

tiap 5 menit selama 2 jam dengan maksud untuk mengikat sisa basa

dan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh

post trauma. Diberikan antiiatik lokal untuk mencegah infeksi

Page 43: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Analgetik dan anestesik topikal dapat diberikan untuk mengurangi rasa

nyeri.

Komplikasi

Penyulit yang dapat timbul adalah simblefaron, kekeruhan

kornea, katarak disertai dengan terjadinya ftisis bola mata.

Pencegahan

Trauma mata dapat dicegah dengan menghindarkan terjadinya

trauma seperti:

- Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadnya

trauma tajam akabiat alat pekerjaannya

- Setiap pekerja yang bekerja di tempat bahan kimia sebaiknya

mengerti bahan kimai apa yang dipakainya, asam atau basa.

- Pada pekerja las sebaiknya melindungi matanya dari sinar dan

percikan las.

- Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk

matanya.

- Pada olah ragawan seperti tinju ataupun bela diri lainya, harus

melindungi bagian matanya dan daerah sekitarnya dengan alat

pelindung.

Page 44: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada skenario,

kami menarik kesimpulan bahwa pasien dalam skenario ini mengalammi

tanda-tanda konjungtivitis bakterial, seperti mata merah, terasa gatal, berair,

kelopak mata bengkak dan lengket ketika bangun tidur di pagi hari. Pasien

tidak mengeluhkan pandangan kabur menunjukkan tidak ada kelainan pada

media refrakta maupun pada nervus optikus. Untuk menentukan diagnosis

pasti perlu dilakukan pemeriksaan biakan kuman dari sekret mata.

Penatalaksanaan secara umum dengan menggunakan antibiotika.

B. SARAN

1. Keaktifan setiap anggota kelompok dalam menyampaikan materi sudah

baikdan ini perlu dipertahankan agar diskusi bisa berjalan memenuhi

Learning objective yang ada

2. Mahasiswa perlu mendalami lagi jenis-jenis penyakit pada skenario ini.

DAFTAR PUSTAKA

Page 45: Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Mata

Eroschenko, Victor P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional

Edisi 9. Jakarta: EGC

Ilyas, Sidharta. 2004. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesulapius

Fakultas Kedoketran Universitas Indonesia.

Tortora, Gerard J. Derrickson, Bryan. 2009. Principle of Anatomy dan Physiology

12th Edition. USA: Wiley & Sons Inc.

Riordan-Eva, Paul dan John P. Whitcher. 2012. Vaughan & Asbury Oftalmologi

Umum. Jakarta: EGC.

Hall, Guyton. 2012. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC