laporan tutorial skenario e blok 27 l7

105
SKENARIO E BLOK 27 Tn. A 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasan olahraga jarang, kadang-kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit pasien menderita Diabetes Melitus. Dia takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan menderita penyakit jantung koroner. Pemeriksaan Fisik Umum: Didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80 x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18 x/menit, JVP tidak meningkat. Pada Pemeriksaan Fisik Khusus Thorax: Inspeksi menunjukan apeks tidak ada heaving, nampak di linea medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi janutng I intensitas normal, bunyi jantung II 1

Upload: samuelhilda

Post on 16-Jul-2016

92 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

SKENARIO E BLOK 27

Tn. A 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada

anamnesis, tidak didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-

debar. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasan olahraga jarang, kadang-

kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit pasien menderita Diabetes Melitus.

Dia takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada,

dirawat inap, dan dinyatakan menderita penyakit jantung koroner.

Pemeriksaan Fisik Umum:

Didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut

nadi 80 x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18 x/menit, JVP tidak

meningkat.

Pada Pemeriksaan Fisik Khusus Thorax:

Inspeksi menunjukan apeks tidak ada heaving, nampak di linea medioclavicularis

sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis

sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks

di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi janutng I

intensitas normal, bunyi jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada

murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada ronchi.

Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto

thorax CTR= 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang

jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral bawah. Pemeriksaan exercise

stress test (treadmill test) normal. Pemeriksaan echocardiography menunjukan

jantung dalam batas normal.

I. Klarifikasi istilah

1. Berdebar-debar : Denyut jantung tidak teratur yang sifatnya

subjektif.

2. Diabetes melitus : Penyakit metabolik dengan manifestasi

1

Page 2: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

2

hiperglikemia, akibat gangguan kerja

insulin, penurunan sekresi insulin, maupun

keduanya.

3. Nyeri dada : rasa tidak nyaman pada daerah dada, dapat

berupa seperti tertekan, tertindih beban

berat, terbakar, tertusuk benda tajam.

4. Sesak napas : pernafasan yang sukar atau sesak.

5. Apeks : Ujung lancip suatu struktur kerucut;

puncak tubuh,organ atau bagian

6. Heaving : Rigth Ventricular Lift, gerakan naik turun

di daerah linea sternalis kiri yang

ditimbulkan akibat terdapat Hipertrofi

Ventrikel Kanan.

7. SIC : Interval antar costa dimana terdapat otot,

arteri, vena, dan saraf interkosta.

8. Murmur : Bunyi auskultasi, terutama periodik

berdurasi singkat dan berasal dari jantung

atau pembuluh darah.

9. Gallop : Kelainan bunyi jantung yang ditandai bila

pengisian darah ventrikel terhambat selama

diastolik.

10. Ronchi : Bunyi koninyu seperti mengorok pada

tenggorokan atau tabung bronchial, terjadi

karena obstruksi partial.

11. CTR (Cardio Thoraks Ratio) : Suatu cara pengukuran besarnya jantung

dengan mengukur perbanding antara ukuran

jantung dengan lebarnya rongga dada pada

foto thoraks proyeksi PA.

12. Echo Cardiography : Perekaman posisi dan gerakan dinding

jantung atau struktur internal jantung

melalui gema yang diperoleh dari pancaran

Page 3: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

3

gelombang ultrasonik yang diarahkan lewat

dinding toraks.

II. Identifikasi Masalah

1. Tn. A 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada

anamnesis, tidak didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada

berdebar-debar.

2. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasan olahraga jarang,

kadang-kadang seminggu sekali.

3. Riwayat penyakit pasien menderita Diabetes Melitus. Dia takut terkena

penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat

inap, dan dinyatakan menderita penyakit jantung koroner.

4. Pemeriksaan Fisik Umum:

Didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg,

denyut nadi 80 x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18

x/menit, JVP tidak meningkat.

5. Pada Pemeriksaan Fisik Khusus Thorax:

Inspeksi menunjukan apeks tidak ada heaving, nampak di linea

medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC

IV linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi

didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea

medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi janutng I intensitas

normal, bunyi jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada

murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada ronchi.

6. Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal.

Pada foto thorax CTR= 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak

menonjol, pinggang jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral

bawah. Pemeriksaan exercise stress test (treadmill test) normal.

Pemeriksaan echocardiography menunjukan jantung dalam batas normal.

Page 4: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

4

III. Analisis Masalah

1. Tn. A 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada

anamnesis, tidak didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada

berdebar-debar.

a. Bagaiaman hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keluhan Tn. A?

Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian

akibat PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur

35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Juga

diadapatkan hubungan enters umur dan kadar kolesterol yaitu kadar

kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya umur. Di

Amerika Serikat kadar kolesterol pada laki-laki maupun perempuan

mulai meningkat pada umur 20 tahun. Pada laki-laki kadar kolesterol

akan meningkat sampai umur 50 tahun.

Selain itu, faktor penuaan berhubungan dengan integritas dan

elastisitas pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya disfungsi

endotel. Penuaan juga berhubungan dengan peningkatan stress oksidatif

yang juga mempengaruhi disfungsi endotel.

Laki-laki mempunyai risiko PJK 2-3x lebih besar daripada

perempuan. Pada beberapa perempuan pemakaian oral kontrasepsi dan

selama kehamilan akan meningkatkan kadar kolesterol. Pada wanita

hamil kadar kolesterolnya akan kembali normal 20 minggu setelah

melahirkan. Angka kematian pada laki-laki didapatkan lebih tinggi

daripada perempuan dimana ketinggalan waktu l0 tahun kebelakang

seperti terlihat pada gambar di bawah akan tetapi setelah menopause

hampir tidak didapatkan perbedaan dengan laki-laki. Perbedaan risiko

laki-laki dan perempuan sebelum menopause berhubungan dengan

kadar hormon estrogen. Hormon estrogen diketahui bersifat protektif

terhadap pembuluh darah.

Page 5: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

5

b. Apa saja kemungkinan etiologi nyeri dada berdasarkan karakteristik

nyeri dada?

− Angina Pektoris

Kualitas nyeri biasanya nyeri yang tumpul seperti rasa

tertindih/berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari

bawah diafragma, seperti diremas-remas atau dada mau pecah. Tidak

jarang pasien mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak di

dadanya.

Nyeri biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya dengan

penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-

jari bagian ulnar, punggung/pundak kiri.

Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi

tidak berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke

kiri dan ke kanan. Nyeri dapat juga dipresipitasi oleh stres fisik

ataupun emosional.

Kuantitas nyeri biasanya dari beberapa menit sampai kurang dari

20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat makan dipertimbangkan

sebagai angina tak stabil (unstable angina).

Nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari, bahkan

sampai berhari-hari biasanya bukanlah nyeri angina pektoris.

− Perikarditis

Kualitas nyeri dada pada perikarditis biasanya nyeri yang tajam,

retrosternal sebelah kiri, bertambah sakit bila bernapas batuk atau

menelan.

− Infark miokard

o Infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang di

epigastrium dengan ciri seperti diperas. Perasaan seperti diikat,

perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan.

Page 6: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

6

o Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI)

Sifat nyeri dada STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina)

yang lebih lama dan berat. Nyeri dada terjadi saat istirahat dan

tidak membaik dengan pemberian nitroglycerine.

− Pneumonia dan pleuritis

Biasanya nyeri yang dirasakan nyeri yang tajam.

− Keadaan emosional/psikiatrik

Biasanya gejalanya rasa penuh di dada, nyeri berlangsung dalam

30 menit, dapat menusuk, tajam dan terlokalisir (biasanya tidak

khas).

Perbedaan sifat sakit dada

Jantung Non Jantung

Tegang tidak enak Tajam

Tertekan Seperti pisau

Berat Ditusuk

Mengencangkan/diperas Dijahit

Nyeri/pegal Ditimbulkan tekanan/posisi

Menekan/menghancurkan Terus-menerus seharian

c. Bagaimana perbedaan gejala nyeri dada pada penyakit jantung dan

paru?

Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia

miokard (nyeri dada nonkardiak) :

1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi

atau batuk)

2. Nyeri abdomen tengah atau bawah

3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah

apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.

4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi

5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik

Page 7: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

7

6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah

Page 8: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

8

− Nyeri dada pleuritik

Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya

tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas

dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit

digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura

perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf

interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh : Difusi

pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang

subdiafragmatik ; pneumotoraks dan penumomediastinum.

− Nyeri dada non pleuritik

Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau

dapat menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh

kelainan di luar paru.

o Kardial

Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau

nyeri substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke

bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa

nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah,

gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal.

Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan

terangsang selama iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral

tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard.

Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang

juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem

somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02

miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pda

penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang

karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.

o Perikardikal

Page 9: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

9

Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium

parietalis diatas diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah

sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke

epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti

ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan,

miring atau bergerak.

Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan.

Gerakan tertentu dapat menambah rasa nyeri yang

membedakannya dengan rasa nyeri angina.

Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan

nyeri epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau

kolesistesis.

o Aortal

Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada

merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa

dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba

atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark

miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke

daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan

luasnya pendesakan.

o Gastrointestinal

Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat

menyebabkan nyeri esofageal. Neri esofageal lokasinya

ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang –

kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat

menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis

akut distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri

substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri

seperti terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan

regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang

dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto

Page 10: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

10

gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam,

esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat

membantu menegakan diagnosa.

o Mulkuloskletal

Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang

kartilago sering menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri

biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri

angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik.

Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot

juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri

pleuritik biasanya tidak demikian.

o Fungsional

Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau

prekordinal, rasa tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using

dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan

objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional

dengan nyeri iskemik miokard.

o Pulmonal

Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi

laring kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi

pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada

menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai

dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi

pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri

prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada

merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke

pleura, organ medianal atau dinding dada.

d. Bagaimana mekanisme nyeri dada pada kasus?

Pada kasus ini Tn. A mempunyai faktor risiko yang mana Ia adalah

seorang laki-laki dengan kebiasaan merokok dua bungkus sehari, jarang

berolahraga, riwayat penyakit diabetes melitus dan memiliki riwayat

Page 11: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

11

penyakit jantung koroner dalam keluarga (ayah). Beberapa hal diatas

dapat meningkatnya atherosklerosis, peningkatan trombogenesis,

peningkatan tekanan darah dan denyut jantung dan penurunan kapasitas

pengangkutan oksigen.

Merokok menyebabkan meningkatnya atherosklerosis dengan

mekanisme injury endotel secara langsung akibat agent pada rokok

(karbon monoksida dan nikotin) yang menyebabkan timbulnya plak

pada permukaan lumen, formasi mikrofili dan lepasnya sel endotel

(endotel damage), perubahan trombosit, meningkatnya kadar fibrinogen

dan C-reactive protein dan menginduksi sitokin proinflamasi.

Disamping itu meningkatkan level produk oksidasi termasuk LDL-

oksidasi dan menurunkan kolesterol HDL. Atherosklerosis pembuluh

koroner merupakan penyabab penyakit arteria koronaria yang paling

sering ditemukan.

Atherosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan

fibrosa dalam arteria koronaria, sehingga secara progresif

mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit, maka

Page 12: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

12

resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan

aliran darah miokardium. Bila keadaan ini berlanjut, maka penyempitan

lumen akan diikuti dengan perubahan vaskular yang mengurangi

kemampuan pembuluh darah untuk melebar. Dengan demikian

keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardium

menjadi tidak seimbang, sehingga dapat menyebabkan nyeri dada,

penurunan cardiac output, dan infark miokardium. Nyeri berlangsung

terus menerus oleh stimulus noxious (inflamasi).

e. Apa makna klinis tidak didapatnya sesak napas, lekas lelah dan dada

berdebar-debar?

Untuk menyingkirkan DD infark miokard. Untuk membedakan

antara infark miokard dengan angina pectoris dilihat dari perekaman

EKG, gejala nyeri yang ditimbulkan pada infark miokard hampir sama

dengan angina pectoris prizmental. Lama nyeri berlangsung dari 35

sampai 45 menit atau lebih (terjadi dalm kurun waktu beberapa jam)

disertai dengan sesak nafas (dypsnea), diaporesis, gugup, nausea.

Kompleks Atherosklerosis (atheroma)

Penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteria koronaria

Lumen pembuluh darah menyempit

Resistensi terhadap aliran darah

Penurunan kemampuan pembuluh vaskular untuk melebar

Ketidakseimbang-an antara suplai dan kebutuhan O2

miokardium

Infark Miokardium

Nyeri dadaPenurunan cardiac output

Page 13: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

13

f. Bagaimana tatalaksana awal nyeri dada?

Dokter perlu segera menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi

dasar strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi

awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja

kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat

darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung.

Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat,

Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau

bersamaan.

1. Tirah baring (Kelas I-C)

2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan

saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi (Kelas

I-C)

3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6

jam

4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak

diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak

bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah

lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C)

5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)

a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan

dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien

STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen

fibrinolitik (Kelas I-B) atau

b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis

pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk

terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat

reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel) (Kelas I-C).

6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri

dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas

Page 14: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

14

I-C). jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat

diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin

intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi

tiga dosis NTG sublingual (kelas I-C). dalam keadaan tidak tersedia

NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti .

7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit,

bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG

sublingual (kelas IIa-B).

2. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasan olahraga jarang,

kadang-kadang seminggu sekali.

a. Bagaimana hubungan kebiasaan dengan keluhan nyeri dada?

Merokok memiliki peran yang kompleks dalam meningkatkan

risiko terjadinya PJK. Merokok mempermudah terjadinya

aterosklerosis, memicu trombogenesis dan vasokonstriksi,

meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan myocard demand.

(Gray, 2005).

Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena

rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat

inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan tahikardi,

vasokonstruksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding

pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb menjadi carboksi-Hb. Di

samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi

mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap,

kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok

penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki

perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan

hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada diabetes

disertai obesitas dan hipertensi ; sehingga orang yang perokok

cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan

perokok.

Page 15: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

15

Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan

memperbaiki kolateral koroner sehingga risiko PJK dapat dikurangi.

Exercise bermanfaat karena .

a. Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard.

b. Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang

bersama-sama dengan menurunnya LDL kolesterol.

c. Menurunkan kolesterol, trigliserid dan kadar gula darah pada

penderita DM.

d. Menurunkan tekanan darah.

e. Meningkatkan kesegaran jasmani.

b. Bagaimana intensitas, frekuensi, durasi dan jenis olahraga yang untuk

jantung berdasarkan ACSM?

Menurut American College of Sport Medicines ‘Cardiorespiratory

Fitness and Body Composition’:

- Frekuensi latihan : 3-5 hari dalam seminggu

- Intensitas latihan: 55/65%-90% dari denyut jantung maksimum, atau

40/50%-80% dari ambilan oksigen cadangan (VO2R) atau HRmax

cadangan.

- Durasi latihan : 20-60 menit secara kontinu atau intermiten.

- Model aktivitas : menggunakan otot-otot besar seperti berjalan-

mendaki, berlari-jogging,bersepeda dll.

3. Riwayat penyakit pasien menderita Diabetes Melitus. Dia takut terkena

penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat

inap, dan dinyatakan menderita penyakit jantung koroner.

a. Bagaimana hubungan penyakit DM dengan Keluhan nyeri dada?

Diabetes melitus meningkatkan risiko dua hingga empat kali untuk

menderita PJK. Iskemia dan infark miokard yang terjadi pada

penyandang DM kadang-kadang tidak disertai gejala khas berupa nyeri

dada setelah aktivitas fisik dan menghilang setelah istirahat. Keadaan

ini disebut Silent Myocardial Ischaemia (SMI). Terjadinya SMI pada

penyandang DM berhubungan dengan komplikasi kronis DM seperti

Page 16: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

16

gangguan sensitivitas sentral terhadap sensasi nyeri, penurunan

konsentrasi beta endorphin, dan neuropati perifer yang mengganggu

hantaran impuls saraf sensorik.

Pada penyandang DM yang mengalami SMI, gejala yang timbul

biasanya tidak khas, tanpa nyeri dada dan sesak seperti penderita angina

atau MI tanpa DM. Keluhan yang biasanya dirasakan hanya berupa

mudah lelah, dyspnoe d’effort, atau dispepsia.

b. Bagaimana hubungan riwayat ayah PJK dengan Keluhan nyeri dada?

Menurut World Heart Federation, riwayat penyakit jantung dalam

keluarga berhubungan secara signifikan sebagai risiko terjadinya

kembali penyakit jantung. Namun, mekanisme hubungan tersebut masih

belum diketahui secara jelas. Didapatkan bahwa jika ayah dan saudara

laki-laki menderita serangan jantung sebelum usia 55 tahun atau ibu dan

saudara perempuan menderita serangan jantung sebelum usia 65 tahun,

maka akan timbul risiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit

jantung.

Jika kedua orang tua menderita penyakit jantung sebelum usia 55

tahun, maka risiko untuk terjadi penyakit jantung dapat meningkat

sampai 50% dibandingkan dengan populasi pada umumnya.

c. Apa hubungan DM dengan PJK?

Pembentukan advanced glycation end products (AGEs) terjadi

akibat glikasi pada protein dan DNA pada keadaan hiperglikemia.

AGEs bersifat toksik karena dapat menyebabkan ekspresi molekul

adhesin, hipertrofi sel, dan inhibisi nitrat oksida (NO). Gangguan pada

NO menyebabkan terjadinya perubahan tekanan intravaskular dan

vasokonstriksi. Hipertrofi sel endotel dan otot polos disebabkan karena

ekspresi berlebihan growth factors yang selanjutnya akan menyebabkan

neovaskularisasi. Selain itu, AGEs juga akan mengaktivasi nuclear

factor kappa B (NF-kB) dan activator protein-1 (AP-1) yang

meningkatkan sintesis kemokin, sitokin, dan migrasi monosit, serta

peningkatan matriks metaloproteinase yang berhubungan dengan

Page 17: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

17

percepatan aterosklerosis dan ruptur plak aterosklerosis (Shahab,

2014).

Hiperglikemia akan meningkatkan stres oksidatif akibat

peningkatan reactive oxygen species (ROS), peningkatan lipoprotein

teroksidasi, terutama LDL yang bersifat aterogenik, dan peningkatan

konsentrasi asam lemak bebas. Hiperglikemia juga menyebabkan

gangguan pada sistem pembekuan darah akibat penurunan konsentrasi

NO. Selain itu, aktivitas koagulasi juga dipengaruhi oleh pembentukan

AGEs akibat peningkatan tissue factor (TF) dan penurunan sintesis

heparin sulfat (Shahab, 2014).

Gambar Patofisiologi Komplikasi Vaskular pada Penyandang

Diabetes Melitus Tipe 2.

Jalur reduktase aldosa menyebabkan terbentuknya sorbitol dan

fruktosa yang dapat menyebabkan stress oksidatif. Selain itu sorbitol

dan fruktosa akan terakumulasi di dalam sel sehingga terjadi

peningkatan tekanan osmotik dan edema sel. Hiperglikemia dan

Diabetes Melitus

Hiperglikemia Resistensi Insulin↑Asam Lemak bebas (FFA)

Stress OksidatifAktivasi PKC

Aktivasi RAGE

↓NO↑ ET-1↑ AT-II

↑NF-kB↑AP-1

↑TF↑PAI-1↓NO

VasokonstriksiHipertensi↑ VSMC

InflamasiKemokin (MCP-1)

Sitokin ( IL-1)CAM (ICAM-1)

TrombosisHiperkoagulasi

Aktivasi Platelet

Page 18: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

18

peningkatan asam lemak bebas akan meningkatkan sintesis

diacylglycerol (DAG) yang kemudian meningkatkan aktivasi Protein

Kinase-C (PKC). Peningkatan aktivasi PKC ini akan menurunkan

endothelin nitric oxide synthase (eNOS), peningkatan endotelin-1, dan

proliferasi sel otot polos yang akan memicu terjadinya vasokonstriksi.

Selain itu peningkatan aktivasi PKC juga akan menyebabkan penurunan

fibrinolisis akibat peningkatan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-

1).

4. Pemeriksaan Fisik Umum:

Didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg,

denyut nadi 80 x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18

x/menit, JVP tidak meningkat.

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan fisik

umum di atas?

NORMAL SEMUA.

5. Pada Pemeriksaan Fisik Khusus Thorax:

Inspeksi menunjukan apeks tidak ada heaving, nampak di linea

medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC

IV linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi

didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea

medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi janutng I intensitas

normal, bunyi jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada

murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada ronchi.

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan fisik

thoraks di atas?

NORMAL SEMUA.

6. Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal.

Pada foto thorax CTR= 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak

menonjol, pinggang jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral

Page 19: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

19

bawah. Pemeriksaan exercise stress test (treadmill test) normal.

Pemeriksaan echocardiography menunjukan jantung dalam batas normal.

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan

penunjang di atas?

NORMAL SEMUA.

Page 20: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

20

b. Apa pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan untuk penegakan

diagnosis pada kasus ini?

Sudah lengkap.

c. Apakah EKG abnormal hanya ditemukan pada pasien penyakit jantung

saja?

Tidak, karena kegunaan EKG adalah:

− Mengetahui kelainan-kelainan irama jantung (aritmia)

− Mengetahui kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial

dan ventrikel)

− Mengetahui adanya pengaruh atau efek obat-obat jantung

− Mengetahui adanya gangguan elektrolit

− Mengetahui adanya gangguan perikarditis

Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui :

aritmia, fungsi alat pacu jantung, gangguan konduksi

interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung, IMA,

iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh

obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan

lain seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru,

mixedema.

d. Apa GOLD STANDARD penyakit jantung?

Angiografi koroner Adalah suatu tindakan pemeriksaan (test) yang

paling akurat (gold standard) untuk mendiagnosa penyakit jantung

koroner. Angiografi koroner (kateterisasi jantung). Pemeriksaan ini

menggunakan sinar X dan zat kontras yang diinjeksikan ke dalam

pembuluh darah arteri koroner / jantung untuk melihat adanya

penyempitan / sumbatan.

Angiografi koroner juga digunakan sebagai gold standard

penentuan Acute Coronary Syndrom.

Page 21: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

21

e. Bagaiamana menilai CTR?

Cara menilai CTR adalah dengan menghitung rasio antara nilai

maksimum dari transverse diameter dari jantung (MD) dengan nilai

maksimum dari transverse diameter dari rongga dada (ID). Nilai rasio

ini dikenal dengan cardio-thoracic ratio (CTR) dengan rumus a+b:c.

Pemeriksaan CTR dilakukan pada rontgen dengan posisi PA

(posterior-anterior) karena jika melakukan penilaian dengan posisi AP

(anterior-posterior) jantung tidak dikatakan membesar bahkan jika CTR

>50% karena posisi AP membesarkan ukuran jantung. Jika pada posisi

AP CTR <50% maka sudah pasti ukuran jantung normal.

Page 22: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

22

Page 23: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

23

IV. Hipotesis

Tn. A 40 tahun mengalami Angina Pectoris

1. Diagnosis banding

Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan keluhan nyeri dada

selain dari penyakit jantung koroner adalah :

a. Keluhan pada lambung seperi GERD atau adanya tukak lambung

b. Nyeri yang berasal dari otot dinding thorax (neuromusculardisorders)

c. Costo chondritis pada dinding dada (sindroma Tietze)

d. Splenic-flexure syndrome

e. Fraktur tulang rusuk

f. Herpes zoster

g. Aneurysma aorta disectans

h. Pleuro pneumonia

i. Etelectosis

j. Pneumo thorax spontan

k. Emboli paru-paru

l. Malignancy pada paru-paru

m. Pericarditis

n. Prolaps katup mitral

o. Hypertensi pulmonal

p. Cardiomyopathia

2. Penegakan diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, EKG.

a. Anamnesis

− Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan

anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung

atau non jantung.

− Tanyakan bagaimana kualitas nyeri, lokasi nyeri, lama terjadinya

nyeri, apakah nyeri menjalar atau tidak, pencetus dan penghilang

Page 24: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

24

nyeri (istirahat, berkegiatan, stres, makan), serta gejala yang

menyertai.

− Sakit dada yang timbul mempunyai ciri khas yaitu :

o Timbul pada waktu aktivitas dan menghilang dengan istirahat.

o Kualitas rasa sakit dada seperti ditekan benda berat, perasaan

tercekik, rasa panas di dada atau kadang-kadang perasaan tak

enak di perut yang menyerupai sakit epigastrium.

o Lokalisasi rasa sakit dada biasanya substernal atau pada dada kiri

dan rasa sakit ini tak dapat ditunjuk dengan jari. Penjalaran rasa

sakit meliputi persarafan segmen C7 -Th4, dan paling sering ke

bahu kiri, lengan atas, bagian voler lengan bawah dan jari ke 4-5.

o Lama serangan biasanya sekitar L sampai 5 menit. Apabila

serangan setelah marah atau setelah makan kenyang serangan

dapat terjadi lebih lama (sekitar 75 - n menit). Bilamana lama

serangan lebih dari 20 menit harus dipikirkan kemungkinan infark

miokard akut

− Tanyakan kebiasaan (merokok, berolahraga, konsumsi alkohol,

makanan)

− Tanyakan riwayat penyakit terdahulu

− Tanyakan riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan

penyakit sekarang

b. Permeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita angina pektoris sering masih

dalam batas-batas normal. Biasanya yang ditemukan pada pemeriksaan

fisik adalah penyakit yang merupakan faktor predisposisi dari angina

pektoris. Pada waktu serangan dapat didengar bising sistolik, bunyi

jantung ketiga atau keempat dalam posisi lateral dekubitus kiri.

c. Pemeriksaan penunjang

− Laboratorium

Beberapa pemeriksaan lab yang dibutuhkan yaitu: hemoglobin,

hematokrit, trombosit, dan pemeriksaan terhadap faktor risiko

Page 25: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

25

koroner seperti gula darah, profil lipid, dan penanda inflamasi akut

bila diperlukan, yaitu bila nyeri dada cukup berat dan lama, seperti

enzim CK/CK-MB, CRP/hs CRP, dan troponin. Bila nyeri dada

tidak mirip suatu UAP maka tidak semuanya pemeriksaan dilakukan.

− Elektrokardiogram (EKG)

Di luar serangan, gambaran EKG pada 25 % penderita masih

normal. Pada waktu serangan, dijumpai depresi atau elevasi segmen

ST dan gelombang T negatif. Kelainan lain yang mungkin

ditemukan adalah tanda-tanda infark lama, pembesaran ventrikel kiri

atau gangguan hantaran.

− Exercise Test

Pemeriksaan ini dilakukan bila pada pemeriksaan EKG tidak

ditemukan kelainan. Dikenal beberapa jenis tes yaituTreadmill test

dan Bicycle ergometer. Tes ini dianggap positif bila pada waktu

menjalani tes timbul rasa nyeri di dada dan gambaran EKG

menunjukkan depresi segmen ST lebih dari 1. mm. Resiko mendapat

kematian atau serangan infark dalam tes ini sekitar 1 : 1000.

Tes ini tidak dikerjakan pada beberapa keadaan, yaitu:

o Sebelumnya pernah ada kecurigaan riwayat infark miokard.

o Kemungkinan adanya angina tak stabil.

o Kegagalan jantung.

o Stenosis aorta.

Tes ini dihentikan kalau selama menjalani tes timbul:

o Hipotensi atau hipertensi

o Keluhan angina

o Aritmia

o Sesak napas

o Kelelahan berlebihan

− Thalium Exercise Myocardial lmaging

Page 26: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

26

Zat radioaktif Thalium merupakan zat yang mudah diserap oleh

jaringan miokard normal. Pada tes ini dilakukan penyuntikan

Thalium intravena pada waktu puncak tes. Kemudian dilakukan

scanning jantung segera dan setelah istirahat. Miokard yang iskemik

hanya mengandung sedikit Thalium dibanding miokard normal,

sehingga pada waktu menjalani tes di daerah iskemia akan tampak

cold spot dan cold spot ini akan menghilang dengan istirahat.

Apabila cold spot menetap sampai 4 jam, hal ini menunjukkan

adanya iskemia berat atau kemungkinan adanya infark miokard.

Indikasi pemeriksaan:

o Angina berat

o Angina pektoris tidak stabil

o Prinzmetal angina

o Kemungkinan penyempitan pembuluh darah utama kiri atau

adanya Three vessels disease.

o Angina atau infark pada penderita di bawah umur 40 tahun

3. Definisi

Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari

suatu iskemik miokard tanpa adanya infark.

Angina pektoris adalah jenis nyeri dada yang perlu diperhatikan

karena merupakan petunjuk ke arah penyakit jantung koroner dan indikasi

untuk mengirim penderita ke Rumah Sakit guna pemeriksaan lebih lanjut.

Untuk mengenal indikasi yang tepat pada penatalaksanaan angina

selanjutnya yaitu kapan silakukan arteriografi koroner, angioplasti koroner

ataupun cedah koroner maka perlu diketahui lebih dulu mengenai jenis

angina, prevalensi angina, patogenesis dan perjalanan penyakitnya serta

pemeriksaan yang perlu dilakukan.

4. Epidemiologi

Di AS kurang lebih 50% dari penderita jantung koroner (PJK)

mempunyai manifestasi angina pectoris, jumlah angina pectoris sulit

Page 27: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

27

diketahui. Dilaporkan bahwa insiden angina pectoris pertahun pada

penderita di atas 3 th sebesar 213 penderita/100.000 penduduk.

5. Etiologi

Angina pektoris dapat terjadi bila otot jantung memerlukan asupan

oksigen yang lebih pada waktu tertentu, misalnya pada saat bekerja,

makan, atau saat sedang mengalami stress. Jika pada jantung mengalami

penambahan beban kerja, tetapi supplai oksigen yang diterima sedikit,

maka akan menyebabkan rasa sakit pada jantung. Oksigen sangatlah

diperlukan oleh sel miokard untuk dapat mempertahankan fungsinya.

Oksigen yang didapat dari proses koroner untuk sel miokard ini, telah

terpakai sebanyak 70-80%, sehingga wajar bila aliran koroner menjadi

meningkat. Aliran darah koroner terutama terjadi sewaktu diastole pada

saat otot ventrikel dalam keadaan istirahat.

Faktor- faktor yang mempengaruhi pemakaian oksigen pada

jantung, adalah :

a. Denyut Jantung

Apabila denyut jantung bertambah cepat, maka kebutuhan oksigen tiap

menitnya akan bertambah.

b. Kontraktilitas

Dengan bekerja, maka akan banyak mengeluarkan katekolamin

(adrenalin dan nor adrenalin) sehingga dapat meningkatkan kontraksi

pada jantung.

c. Tekanan Sistolik Ventrikel Kiri

Makin tinggi tekanan, maka akan semakin banyak pemakaian oksigen.

d. Ukuran Jantung

Jantung yang besar, akan memerlukan oksigen yang banyak.

Faktor-faktor penyebab lainnya, antara lain adalah:

a. Aterosklerosis.

b. Denyut jantung yang terlalu cepat.

c. Anemia berat.

Page 28: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

28

d. Kelainan pada katup jantung, terutama aortic stenosis yang disebabkan

oleh sedikitnya aliran darah ke katup jantung.

e. Penebalan pada di dinding otot jantung - hipertropi- dimana dapat

terjadi pada penderita tekanan darah tinggi sepanjang tahun.

f. Spasme arteri coroner.

Page 29: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

29

6. Faktor risiko

Yang tidak dapat diubah

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Riwayat keluarga

d. Ras

Yang dapat diubah

Mayor :

a. Peningkatan lipid serum

b. Hipertensi

c. Merokok 

d. Gangguan toleransi glukosa

e. Diet tinggi lemak jenuh,kolesterol dan kalor

Minor  :

a. Gaya hidup yang kurang bergerak 

b. Stress psikologik 

c. Tipe kepribadian

Page 30: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

30

7. Klasifikasi

Klasifikasi angina berdasarkan pada klasifikasi CCS

(Canadian Cardiovascular Society) yakni:

Kelas I Angina tidak timbul pada aktivitas sehari-hari, seperti

berjalan, dan menaiki tangga. Angina timbul pada saat latihan

berat, tergesa-gesa, dan berkepanjangan

Kelas II Dijumpai pembatasan aktivitas sehari-hari, seperti jalan cepat

atau menaiki tangga, jalan mendaki, aktivitas setelah makan,

hawa dingin, dalam keadaan stress emosional, atau hanya

timbul beberapa jam setelah bangun tidur

Kelas III adanya tanda-tanda keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari,

angina timbul jika berjalan sekitar 100-200 meter, menaiki

tangga satu tingkat pada kecepatan dan kondisi yang normal

Kelas IV ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik apapun tanpa

keluhan rasa nyaman atau angina saat istirahat

Klasifikasi angina pektoris:

a. Stable Angina Pectoris (angina pectoris stabil)

Keluhan nyeri dada timbul bila melakukan suatu pekerjaan, sesuai

dengan berat ringannya pencetus, dibagi atas beberapa tingkatan:

− Selalu timbul sesudah latihan berat.

− Timbul sesudah latihan sedang ( jalan cepat 1/2 km)

− Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)

− Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)

b. Unstable Angina Pectoris (angina pectoris tidak stabil/ATS)

Di masyarakat biasa disebut Angin Duduk. Bentuk ini merupakan

kelompok suatu keadaan yang dapat berubah seperti keluhan yang

bertambah progresif, sebelumnya dengan angina stabil atau angina pada

pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat istirahat maupun bekerja.

Page 31: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

31

Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard yang

mempunyai ciri tersendiri.

c. Angina prinzmetal (Variant angina)

Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada

kenyataannya sering timbul pada waktu beristirahat atau tidur. Pada

angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner yang menimbulkan

iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan

dengan arterosklerosis.

8. Patofisiologi

Aterosklerosis merupakan suatu proses yang kompleks yang

dimulai dari pembentukan “fatty streak” hingga terbentuknya plak

aterosklerotik. Aterosklerosis diyakini berawal dari disfungsi pada endotel.

Endotel berfungsi menjaga homeostasis vaskular dengan menjaga

keseimbangan faktor vasoaktif, permeabelitas vaskular, adhesi, dan

intergritas vaskular (Forbes, 2013).

Lipoprotein yang beredar dalam sirkulasi darah akan masuk ke

dalam tunika intima dari endotel yang mengalami kerusakan dan terjadilah

akumulasi lemak. Di dalam tunika intima, LDL akan berikatan dengan

proteoglikans di matriks ekstraseluler sehingga akumulasi lipoprotein

tersebut terlindung dari antioksidan yang ada di dalam plasma. Kemudian

lipoprotein di dalam tunika intima teroksidasi dan menicu terjadinya reaksi

inflamasi. Pelepasan sitokin-sitokin dari endotel berupa interleukin-1 (IL-

1) dan TNF-α akan merangsang migrasi leukosit (monosit dan limfosit) ke

dalam tunika intima. Monosit dari pembuluh darah akan masuk ke dalam

tunika intima dan berubah menjadi makrofag yang dapat memakan lipid.

Makrofag yang telah menelan lipid ini disebut foam cell atau lipid-laden

foam cell (Libby, 2008).

Apabila terjadi apoptosis pada banyak foam cell, maka akan

terbentuk necrotic core. Sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan

TNF-α akan merangsang produksi growth factor seperti platelet-derived

growth factor (PDGF) dan fibroblast growth factor. Produksi growth

Page 32: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

32

factor dan sitokin ini memicu terjadinya proliferasi jaringan fibroblas oleh

matriks ekstraseluler dan proliferasi sel otot polos pembuluh darah (Libby,

2008).

Apabila terjadi gangguan fisik pada plak aterosklerotik, maka

dapat terjadi ruptur plak. Ruptur ini dapat menyebabkan faktor koagulasi

yang ada di dalam lumen pembuluh darah mengalami kontak dengan

kolagen trombogenik sehingga dapat terbentuk trombus. Trombus yang

besar dapat menyumbat keseluruhan lumen pembuluh darah sehingga

terjadi gangguan aliran darah. Bila proses ini terjadi di dalam pembuluh

darah koroner, maka aliran darah ke otot jantung akan terganggu dan

menyebabkan iskemia hingga kematian otot jantung (infark miokard)

(Libby, 2008).

Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma

pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan

perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi

plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan

aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white

thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner,

baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang

menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi

pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga

memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah

koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang

berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium

mengalami nekrosis (infark miokard).

9. Manifestasi klinis

a. Angina pectoris stabil.

− Muncul ketika melakukan aktifitas berat

− Biasanya dapat diperkirakan dan rasa nyeri yang muncul biasanya

sama dengan rasa nyeri yang datang sebelumnya

− Hilang dalam waktu yang pendek sekitar 5 menit atau kurang

Page 33: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

33

− Hilang dengan segera ketika anda beristirahat atau menggunakan

pengobatan terhadap angina

− Rasa sakitnya dapat menyebar ke lengan, punggung atau area lain

− Dapat dipicu oleh tekanan mental atau stres.

b. Angina pectoris tidak stabil.

− Angina yang baru pertama kali atau angina stabil dengan

karakteristik frekuensi berat dan lamanya meningkat.

− Timbul waktu istirahat/kerja ringan.

− Tidak dapat diperkirakan

− Biasanya lebih parah dan hilang dalam waktu yang lebih lama

− Dapat tidak akan hilang saat beristirahat ataupun pengobatan

angina

− EKG: Deviasi segment ST depresi atau elevasi.

c. Angina variant.

− Angina yang terjadi spontan umumnya waktu istirahat dan pada

waktu aktifitas ringan. Biasanya terjadi karena spasme arteri

koroner

− EKG deviasi segment ST depresi atau elevasi yang timbul pada

waktu serangan yang kemudian normal setelah serangan selesai.

10. Komplikasi

a. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik merupakan ketidakmampuan jantung untuk

memompakan darah keseluruh tubuh, pada penyakit jantung koroner

disebabkan karena adanya kematian jaringan miokard sehingga jantung

tidak dapat memompakan darah secara optimal hal ini mengakibatkan

terjadinya penurunan perfusi jaringan.

b. Disritmia

Disritmia sering menyertai infark akut sering kali disebabkan oleh

kegagalan entrikel kanan dari pada sebagai akibat langsung dari

iskemik system konduksi. Disritmia setelah infark miokard akut sering

terjadi dan bervariasi jenisnya yang sering ditemukan adalah kontraksi

Page 34: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

34

ventrikel premature, bradikardi, fibrilasi atrium, Atrio Ventrikular blok,

Ventrikel takhikardi, aritmia letal yang disebabkan karena ventrikel

fibrilasi dan gangguan yang terjadi pada disritmia yang sangat

berbahaya adalah asistole. Asistole merupakan berhentinya kerja

jantung ( jantung tidak dapat berfungsi kembali ) hal ini mengakibatkan

terjadinya kematian disaat serangan.

c. Perikarditis

Perikarditis merupakan peradangan pada lapisan jantung (Perikardium),

perikarditis terjadi beberapa saat setelah jantung mengalami serangan.

Pada perikarditis diketemukan adanya tanda nyeri yang semakin berat

dengan nafas dalam dan friction rub.

d. Ruptur jaringan jantung

Akibat dari penyakit jantung koroner yang berbahaya adalah apabila

terjadi rupture jaringan, adapun rupture jaringan pada penyakit jantung

koroner diantaranya : rupture septal interventrikuler, rupture otot

papilaris dan rupture jantung. Rupture diawali dengan terjadinya

kematian jaringan yang mengakibatkan jaringan menjadi keras (tidak

elastis lagi) karena jantung terus berdenyut sehingga jaringan yang

mengera tadi tertarik sehingga terjadi robek.

e. Kematian mendadak

Kematian mendadak pada penyakit jantung koroner disebabkan karena

ketidakmampuan kerja jantung dan gangguan konduksi / irama jantung

(Asistole).

11. Tatalaksana

Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu

segera menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi

penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi

yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA

atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada

hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang

Page 35: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

35

dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA),

yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.

a. Tirah baring

b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi

O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi

c. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6

jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri

d. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak

diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak

bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah)

yang lebih cepat

e. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)

− Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan

dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI

yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agenfibrinolitik, atau,

− Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis

pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi

reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP

yang dianjurkan adalah clopidogrel)

f. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri

dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat jika nyeri

dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima

menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada

pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual

dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat dapat dipakai

sebagai pengganti

g. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi

pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual

Page 36: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

36

Page 37: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

37

12. Prognosis

Dubia ad bonam.

13. SKDI

3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau

mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter

mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien

selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali

dari rujukan.

Page 38: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

38

V. Learning Issue

1. Angina Pectoris

a. Pengertian

Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri

dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang

sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut biasanya timbul

pada saat melakukan aktivitas dan segera hilang bila aktivitas

dihentikan. Merupakan kompleks gejala tanpa kelainan morfologik

permanen miokardium yang disebabkan oleh insufisiensi relatif yang

sementara di pembuluh darah koroner.

b. Patofisiologi

Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada

ketidakadekuatansuplai oksigen ke sel-sel miokardium yang

diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri

koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahuisecara pasti apa

penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal

yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis.

Ateriosklerosis merupakan penyakit arteri koroner yang paling

seringditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka

kebutuhanoksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang

sehatmaka arteri koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah

dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami

kekauan atau menyempitakibat ateriosklerosis dan tidak dapat

berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan

oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplaidarah) miokardium.

Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi

NO (nitratOksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang

reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos

berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan

lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok

Page 39: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

39

ini belum menimbulkan gejala yang begitunampak bila belum mencapai

75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicudengan aktifitas

berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang.

Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi

kebutuhan energimereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang

menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila

kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen

menjadi adekuat dan sel-sel otot kembalifosforilasi oksidatif untuk

membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asamlaktat. Dengan

hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektorismereda.

Dengan demikian, angina pektoris merupakan suatu keadaan

yang berlangsung singkat.

c. Faktor-faktor Risiko

Yang tidak dapat diubah :

− Usia.

− Jenis kelamin.

− Riwayat keluarga.

− Ras.

Yang dapat diubah :

− Mayor :

o Peningkatan lipid serum.

o Hipertensi.

o Merokok .

o Gangguan toleransi glukosa.

o Diet tinggi lemak jenuh,kolesterol dan kalor.

− Minor : 

o Gaya hidup yang kurang bergerak 

o Stress psikologik 

o Tipe kepribadian

Page 40: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

40

Ateroma bisa menonjol ke dalam arteri dan menyebabkan arteri

menjadisempit. Jika ateroma terus membesar, bagian dari ateroma bisa

pecah dan masuk ke dalam aliran darah atau bisa terbentuk bekuan

darah di permukaan ateromatersebut. Supaya bisa berkontraksi dan

memompa secara normal, otot jantung (miokardium) memerlukan

pasokan darah yang kaya akan oksigen dari arterikoroner. Jika

penyumbatan arteri koroner semakin memburuk, bisa terjadi iskemi

(berkurangnya pasokan darah) pada otot jantung sehingga

menyebabkankerusakan jantung. Penyebab utama dari iskemi

miokardial  adalah penyakit arterikoroner.Komplikasi utama dari

penyakit arteri koroner adalah angina dan serangan jantung (infark

miokardial)

d. Jenis Angina

− Stable Angina Pectoris

Kebutuhan metabolik otot jantung dan energi tak dapat dipenuhi

karena terdapat stenosis menetap arteri koroner yang disebabkan

oleh proses aterosklerosis. Keluhan nyeri dada timbul bila

melakukan suatu pekerjaan. sesuai dengan berat ringannya pencetus

dibagi atas beberapa tingkatan :

o Selalu timbul sesudah latihan berat.

o Timbul sesudah latihan sedang ( jalan cepat 1/2 km)

o Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)

o Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa) .

Terapi

o Menghilangkan faktor pemberat

o Mengurangi faktor resiko

o Sewaktu serangan dapat dipakai

o Penghambat Beta

o Antagonis kalsium

o Kombinasi

Page 41: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

41

− Unstable Angina Pectoris

Disebabkam primer oleh kontraksi otot poles pembuluh koroner

sehingga mengakibatkan iskeia miokard. patogenesis spasme

tersebut hingga kini belum diketahui, kemungkinan tonus

alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin

Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner juga disebut

peranan dari agregasi trobosit. penderita ini mengalami nyeri dada

terutama waktu istirahat, sehingga terbangun pada waktu menjelang

subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh koroner

ialah variant (prinzmental).

Elektrokardiografi tanpa serangan nyeri dada biasanya normal saja.

Pada waktu serangan didapati segmen ST elevasi. Jangan dilakukan

uji latihan fisik pada penderita ini oleh karena dapat mencetuskan

aritmia yang berbahaya. Dengan cara pemeriksaan teknik nuklir kita

dapat melihat adanya iskemia saja ataupun sudah terjadi infark.

Terapi

o Nitrogliserin subligual dosis tinggi.

o Untuk frokfikaksis dapat dipakai pasta nitrogliserin, nitrat dosis

tinggi ataupun antagonis kalsium.

o Bila terdapat bersama aterosklerosis berat, maka diberikan

kombinasi nitrat, antagonis kalsium dan penghambat Beta.

o Percutanous Transluminal coronary angioplasty (PTCA) atau

coronary by Pass Graff Surgery (CBGS)

Page 42: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

42

− Angina prinzmetal

Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan

padakenyataannya sering timbul pada waktu beristirahat atau tidur.

Pada angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner yang

menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat

spasme berkaitan dengan arterosklerosis.

e. Diagnosis

Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang

mempunyai cirikhas sebagai berikut :

− Letak

Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di

bawahsternum (substernal), atau dada sebelah kiri dan kadang-

kadang menjalar kelengan kiri, dapat menjalar ke punggung, rahang,

leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat

lain seperti di daerah epigastrium, leher,rahang, gigi, bahu.

− Kualitas

Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau

sepertidi peras atau terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh

perasaan tidak enak didada karena pasien tidak dapat menjelaskan dengan

baik, lebih-lebih jika pendidikan pasien kurang.

− Hubungan dengan aktivitas 

Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat

melakukanaktivitas, misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-gesa,

atau sedang berjalanmendaki atau naik tangga. Pada kasus yang

berat aktivitas ringan seperti mandiatau menggosok gigi, makan

terlalu kenyang, emosi, sudah dapat menimbulkannyeri dada. Nyeri

dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya.

Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat atau pada

waktutidur malam.

− Lamanya serangan

Page 43: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

43

Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-

kadang perasaan tidak enak di dada masih terasa setelah nyeri hilang.

Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin pasien

mendapat serangan infark miokard akut dan bukan angina pektoris

biasa. Pada angina pektoris dapat timbulkeluhan lain seperti sesak

napas, perasaan lelah, kadang-kadang nyeri dadadisertai keringat

dingin.

f. Pemeriksaan penunjang

− Elektrokardiogram (EKG)

Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina

seringmasih normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa

pasien pernahmendapat infark miokard di masa lampau. Kadang-

kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien

hipertensi dan angina; dapat pulamenunjukkan perubahan segmen

ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada saatserangan angina, EKG

akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T dapat

menjadi negatif.

− Foto rontgen dada

Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung yang normal;

pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-

kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.

− Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis

angina pektoris. Walaupun demikian untuk menyingkirkan diagnosis

infark jantung akutsering dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT

atau LDH. Enzim tersebut akanmeningkat kadarnya pada infark

jantung akut sedangkan pada angina kadarnyamasih normal.

Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, HDL, LDL,

trigliseridadan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk

mencari faktor risiko sepertihiperlipidemia dan/atau diabetes melitus

g. Penatalaksanaan

Page 44: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

44

− Terapi non-farmakologis

Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan mengontrol

emosi, mengurangikerja yang berat dimana membutuhkan banyak

oksigen dalam aktivitasnya, mengurangikonsumsi makanan

berlemak, dan istirahat yang cukup. Disarankan untuk mengubahgaya

hidup antara lain menghentikan konsumsi rokok, menjaga berat badan

ideal,mengatur pola makan, melakukan olah raga ringan secara

teratur; jika memilikiriwayat diabetes tetap melakukan pengobatan

diabetes secara teratur; danmelakukan kontrol terhadap kadar serum

lipid.

Untuk pasien dengan gejala angina yang tidak dapat lagi diatasi

denganterapi obat, pasien dengan stenosis arteri koroner kiri lebih

besar dari 50% denganatau tanpa gejala, pasien dengan penyakit di

tiga pembuluh darah dengandisfungsi ventrikel kiri jantung, pasien

dengan angina tidak stabil, dan pasiendengan post-infark miokard

dengan lanjutan angina atau iskemik lebih parah,dapat dilakukan

revaskularisasi, yang dilakukan dengan prosedur yang disebut

coronary artery bypass grafting  (CABG) dan percutaneous

transluminal coronary angioplasty (PTCA).

− Terapi farmakologis meliputi:

o Nitrat Organik 

Obat golongan nitrat merupakan lini (pilihan)pertama

dalam pengobatanangina pectoris. Mekanisme kerja obat

golongan nitrat dimulai ketikametabolisme obat pertama kali

melepaskan ion nitrit (NO2). Di dalam sel, NO2 diubah menjadi nitrat

oksida (NO) yang kemudian mengaktivasi guanilat siklase,terjadi

peningkatan konsentrasi guanosin monofosfat siklik (cGMP)

intraseluler  pada sel otot polos vaskular sehingga terjadi relaksasi

otot polos, termasuk arteridan vena. Nitrat organik menurunkan

kerja jantung melalui efek dilatasi pembuluhdarah sistemik.

Venodilatasi menyebabkan penurunan aliran darah balik

Page 45: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

45

ke jantung, sehingga tekanan akhir diastolik ventrikel (beban

hulu) dan volumeventrikel menurun. Beban hulu yang menurun

juga memperbaiki perfusi subendokard. Vasodilatasi

menyebabkan penurunan resistensi perifer sehinggategangan

dinding ventrikel sewaktu sistole (beban hilir )berkurang.

Akibatnya,kerja jantung dan konsumsi oksigen menjadi berkurang.

o B bloker

Memiliki mekanisme kerja mengurangi kebutuhan oksigen

jantung dengancara mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard.

o Calcium antagonist 

Obat antagonis kalsium menyebabkan melebarnya

pembuluh darah denganmenghambat masuknya ion kalsium melewati

slow channel yang terdapat padamembran sel (sarkolema) pada otot

polos jantung, dan pembuluh darah koroner dan perifer sehingga

terjadinya relaksasi. Obat antagonis kalsium menjadi obat terpilih

terutama bila :

1. Beta bloker merupakan kontra indikasi, misalnya pada gagal

jantung, sick sinus syndrome, blok AV derajat 2 atau lebih

(untuk keadaan-keadaan inisebaiknya dipilih nifedipin),

penyakit paru obstruktif, penyakit vaskular  perifer atau diabetes

melitus yang berat.

2. Penderita tidak dapat mentoleransi efek samping beta

bloker.Pada penangan angina tidak stabil, obat antagonis

kalsium biasanya digunakanuntuk kombinasi dengan golongan

nitrat bila hasil pengobatan dengan nitratkurang memuaskan.

o Antipletelet dan antikoagulan

Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian

antipletelet dan antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan

penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama lebih dari 2

tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens

infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina tidak stabil.

Page 46: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

46

Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan

daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan

keadaan penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan

pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan

rutin selama fase akut maupun sesudahnya. Pada penderita

yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat

pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak

ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-

bloker dengan ca-antagonis diberikan sekaligus pada

permulaan pengobatan.

2. Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-

bloker dapat ditambah dengan nifedipin.

3. Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan

2. Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner (PJK) ialah penyakit jantung akibat

perubahan obstruktif pada pembuluh darah koroner yang menyebabkan

fungsi jantung terganggu. Sebab utama dari PJK adalah proses

aterosklerosis, dimana prosesnya sudah mulai sejak saat lahir dan

merupakan suatu proses yang progresif dengan terbentuknya plaque pada

dinding arteri dan menyebabkan sirkulasi koroner terganggu. Gangguan

pada aliran darah koroner mengakibatkan ketidakseimbangan antara

penyediaan oksigen dalam darah dengan kebutuhan miokard, sehingga

menimbulkan gejala-gejala klinik.

Page 47: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

47

a. Sirkulasi koroner

Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan

oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan

jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-

cabang intramiokardial yang kecil-kecil.

Arteria koronaria Arteria koronaria adalah cabang pertama dari

sirkulasi sistemik. Muara arteria koronaria ini terdapat di dalam sinus

valsava dalam aorta, tepat di atas katup aorta. Sirkulasi koroner terdiri

dari: arteria koronaria kanan dan kiri. Arteria koronaria kiri mempunyai

dua cabang besar, arteria desendens anterior kiri dan arteria

sirkumfleksa kiri.

Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial dan

intramiokardial yang khas. Arteria desendens anterior kiri membentuk

percabangan septum yang memasok dua pertiga bagian anterior septum,

dan cabang-cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan

anterolateral dari ventrikel kiri, permukaan posterolateral dari ventrikel

kiri diperdarahi oleh cabang-cabang marginal dari arteria sirkumfleksa.

Page 48: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

48

Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu korelasi antara arteria

koronaria dan penyediaan nutrisi otot jantung. Pada dasarnya arteria

koronaria dekstra memberikan darah ke atrium kanan, ventrikel kanan

dan dinding inferior ventrikel kiri. Arteria sirkumfleksa sinistra

memberikan darah pada atrium kiri dan dinding posterolateral ventrikel

kiri. Arteria desendens anterior kiri memberikan darah ke dinding

depan ventrikel kiri yang masif.

b. Patogenesis

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit

arteri koronaria paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan

penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga

mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka

resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan

aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka

penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang

mengurangi kemampuannya untuk melebar. Dan kebutuhan oksigen

menjadi tidak stabil sehingga akan membahayakan miokardium yang

terletak di sebelah distal dari daerah lesi. Aterosklerosis pada arteri

besar dan kecil ditandai dengan penimbunan endapan lemak, trombosit,

neutrofil, monosit, dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima

(lapisan sel endothel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos).

Berbagai teori telah dilontarkan untuk menerangkan patogenesis

aterosklerosis ini. Seperti teori infiltrasi/incrustation, dan teori

pertumbuhan klonal/clonal growth yang dikemukakan oleh Benditt.

Pada tahun 1976, Russel Ross mengemukakan aterosklerosis bukan

merupakan suatu proses degeneratif, tetapi merupakan proses inflamasi

kronik yang diikuti oleh suatu proses reparasi di dinding arteri. Hal

inilah yang mendasari hipotesis response to injury yang dikemukakan

olehnya. Hipotesis ini menyatakan bahwa lesi aterosklerosis terjadi

sebagai respons platelet karena kerusakan sel endothel oleh

hiperkolesterolemi. Hipotesis ini telah mengalami banyak perubahan

Page 49: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

49

seiring dengan perkembangan jaman. Ketidakseimbangan antara

penyediaan dan kebutuhan oksigen menyebabkan PJK atau infark

miokardium. Terdapat suatu keseimbangan kritis antara penyediaan dan

kebutuhan oksigen miokardium. Berkurangnya penyediaan oksigen atau

meningkatnya kebutuhan oksigen ini dapat mengganggu keseimbangan

ini dan membahayakan fungsi miokardium. Bila kebutuhan oksigen

meningkat maka penyediaan oksigen juga meningkat. Sehingga aliran

pembuluh koroner harus ditingkatkan, karena ekstraksi oksigen

miokardium dari darah arteri hamper maksimal pada keadaan istirahat.

Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteria koronaria dan

meningkatkan aliran pembuluh darah koroner adalah hipoksia jaringan

lokal.

Pembuluh koroner normal dapat melebar dan meningkatkan aliran

darah sekitar lima sampai enam kali di atas tingkat istirahat. Namun,

pembuluh darah yang mengalami stenosis atau gangguan tidak dapat

melebar, sehingga terjadi kekurangan oksigen apabila kebutuhan

oksigen meningkat melebihi kapasitas pembuluh untuk meningkatkan

aliran. Iskemia adalah kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan

reversible. Iskemia yang lama akan menyebabkan kematian otot atau

nekrosis. Secara klinis, nekrosis miokardium dikenal dengan nama

infark miokardium. Dalam beberapa dekade terakhir telah dilakukan

penelitian yang intensif dari proses aterosklesrosis, terutama yang

berhubungan dengan pathogenesis dan epidemiologinya, serta tindakan

prevensi dengan memperhatikan faktor-faktor predisposisinya.

Pada proses aterosklerosis ada 3 tahap dan ketiga tahap ini dapat

dijumpai pada satu penderita :

− Tahap I – Lapisan berlemak (fatty streak)

Intima arteri di infiltrasi oleh lipid dan terdapat fibrosis yang

minimal. Lapisan berlemak yang memanjang atau berkerut-kerut

terdapat pada permukaan sel otot polos. Kelainan ini sudah dijumpai

di aorta pada bayi yang baru lahir dan akan dijumpai dalam jumlah

Page 50: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

50

yang lebih banyak pada anak-anak berumur 8 – 10 tahun pada

aterosklerosis aorta di negara-negara barat. Lapisan berlemak pada

arteri koronaria mulai terlihat pada umur 15 dan jumlahnya akan

bertambah sampai pada dekade ke-3 dari umur manusia. Lapisan

berlemak ini berwarna agak kekuning-kuningan dan belum atau

sedikit menyebabkan penyumbatan dari arteri koronaria. Sel

endothelial yang dilapisi oleh fatty streak akan memberikan

gambaran histologi dan fungsi yang abnormal.

Fatty streak biasanya berkembang pada lokasi dimana terjadi sel

endothel yang luka, sehingga menyebabkan molekulmolekul besar

seperti LDL dan dapat masuk ke dalam jaringan subendothelium.

Jika LDL sudah masuk ke dalam jaringan subendothelium, maka

akan terjebak dan akan tetap berada di dalam jaringan

subendothelium hal ini disebabkan karena terikatnya LDL dengan

glikomynoglikan. LDL yang terjebak ini lama kelamaan akan

mengalami modifikasi karena adanya radikal oksigen yang bebas di

sel endothelial, yang merupakan inhibisi dari aterosklerosis.

Modifikasi LDL in akan mengalami 3 proses penting yaitu:

o Mereka akan dimakan oleh monosit menjadi makrofag,

o makrofag ini akan menetap pada jaringan subendothelium

o Modifikasi LDL ini akan membantu sel mengambil lipid dalam

jumlah yang besar.

− Tahap II – Fibrous plaque

Lapisan berlemak menjadi satu dan membentuk lapisan yang lebih

tebal, yang berkomposisi lemak atau jaringan ikat. Plak ini kemudian

mengalami perkapuran. Tahap ini sering dijumpai mulai umur 25

tahun di aorta dan arteri koronaria di negara – negara dimana ada

insidens yang tinggi dari aterosklerosis. Plak yang fibrous ini

berwarna agak keputih-putihan. Karena plak yang fibrous ini agak

tebal, ia dapat menonjol ke dalam lumen, dan menyebabkan

penyumbatan parsial dari arteri koronaria. Salah satu penyebab

Page 51: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

51

terjadinya perubahan dari fatty streak ke lesi fibrotik adalah adanya

lesi fokal yaitu hilangnya jaringan endothelial yang melapisi fatty

streak. Hilangnya lapisan tersebut disebabkan oleh adanya

peregangan dari sel-sel yang mengalami gangguan fungsi pada

deformasi dinding arteri atau karena toksin oleh sel busa. Pada lokasi

sel yang hilang ini, platelet akan melekat dan akan terjadi

pengeluaran faktor-faktor yang akan menyebabkan perkembangan

dari lesi.

Heparinase, merupakan salah satu enzim yang memecah heparin

sulfat (sebuah polisakarida pada matriks ekstraselular) yang

menghambat migrasi dan proliferasi dari sel otot polos. Kombinasi

dari penurunan kadar heparin dan kurangnya PGI2 dan EDRF-NO

karena sel endothelial yang luka menyebabkan sel otot polos berubah

dari sel yang dapat berkontraksi menjadi sel tidak dapat berkontraksi

lagi sehingga terjadi pengeluaran sekresi enzim-enzim pada matriks

ekstraselular, yang membuat mereka dapat bermigrasi ke dalam

intima dan berproliferasi. Migrasi sel otot polos ke dalam intima

dibantu oleh PDGF yang mengalami mitosis.

− Tahap III – Plak yang mengalami komplikasi

Tahap ke – 3 ini terdapat dalam jumlah banyak dengan

meningkatnya umur. Bagian inti dari plak yang mengalami

komplikasi ini akan bertambah besar dan dapat mengalami

perkapuran. Ulserasi dan perdarahan menyebabkan trombosis,

pembentukan aneurisma, dan diseksi dari dinding pembuluh darah

yang menimbulkan gejala penyakit.

Faktor-faktor yang menyebabkan pecahnya plak adalah adanya

aliran turbulensi atau mekanisme stress peregangan, perdarahan

intraplak karena rupturnya vasa vasorum, peningkatan stress pada

dinding sirkumferensial dinding arteri pada penutup fibrotik karena

adanya penimbunan lipid, dan adanya pengeluaran enzim-enzim

yang dikeluarkan oleh makrofag untuk memecah matriks.

Page 52: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

52

Sejalan dengan pecahnya plak maka proses lainnya seperti

thrombosis, adhesi platelet, agregasi platelet dan koagulasi akan

terjadi. Koagulasi akan dimulai oleh karena bercampurnya darah

dengan kolagen di dalam plak dan faktor jaringan tromboplastin

yang diproduksi oleh sel endothelial dan makrofag di dalam lesi

fibrotik. Faktor jaringan akan membuat faktor VII mengaktifkan

faktor X, yang akan mengkatalisasi konversi dari protrombin

menjadi thrombin, yang akhirnya mengalami polimerasi untuk

menstabilkan thrombus. Trombin akan menstimulasi terjadinya

proliferasi selular pada lesi dengan mengeluarkan deposisi platelet

tambahan dan pengeluaran PDGF dan menstimulasi sel-sel lain

untuk mengeluarkan PDGF.

Trombosis dapat terjadi karena adanya lipoprotein yang

menghambat trombolisis dengan menghambat konversi dari

plasminogen menjadi plasmin. Tergantung pada keseimbangan

antara trombotik dan proses trombolitik, thrombus dapat mengalami

beberapa kejadian yang berbeda. Trombus dapat mengalami disolusi

(hilang) sehingga pasien tidak mengalami gejala atau dapat

menempel pada proses aterosklerotik sehingga penyumbatan lumen

arteri bertambah besar dan menyebabkan gejala klinik. Pecahnya

plak juga akan menyebabkan gejala klinik, karena pecahan plak akan

berjalan bersama aliran darah dan menyumbat pembuluh darah distal

yang ukurannya lebih kecil. Jika pecahannya sangat besar maka akan

memungkinkan untuk menyumbat pembuluh darah besar.

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit

arteria koronaria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis

menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteria

koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh

darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah

akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila

penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti

Page 53: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

53

dengan perubahan vascular yang mengurangi kemampuan pembuluh

untuk melebar. Dengan demikian keseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen menjadi genting, membahayakan miokardium distal

dari daereh lesi.

Terhalang atau tersumbatnya pembuluh arteri dapat disebabkan

oleh pengendapan kalsium, kolesterol lemak dan lain-lain substansi,

yang dikenal sebagai plak. Dalam periode tersebut deposit ini tertimbun

secara perlahan-lahan yang akhirnya diameter di arteri koroner yang

masih dapat dilalui darah makin lama semakin sempit, sampai

pembuluh tersebut tidak dapat dilewati darah sesuai dengan kebutuhan

otot jantung. Terhalangnya aliran darah seperti di atas disebut sebagai

fixed blockage. Plak sering timbul pada tempat-tempat dimana terjadi

turbulensi maksimum seperti pada percabangan, daerah dengan tekanan

tinggi, daerah yang pernah terkena trauma dimana terjadi deskuamasi

endothel yang menyebabkan adesi trombosit.

c. Gejala Klinis

Gejala umum dari PJK adalah angina. Angina adalah nyeri atau

ketidaknyamanan di dada jika pada daerah otot jantung tidak

mendapatkan cukup darah yang kaya oksigen. Angina mungkin terasa

seperti tertekan atau seperti diremas di daerah dada. Dapat juga

dirasakan di bahu, lengan, leher, rahang, atau punggung. Nyeri

cenderung memburuk saat aktivitas dan hilang saat istirahat. Stress

emosional juga dapat memicu rasa sakit. Gejala umum lain PJK adalah

sesak napas. Gejala ini terjadi jika PJK menyebabkan gagal jantung.

Bila memiliki gagal jantung, jantung tidak dapat memompa cukup

darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sehingga terbentuk cairan

didalam paru-paru, yang mengakibatkan sulit untuk bernapas.

Tingkat keparahan gejala ini bervariasi. Mungkin bisa lebih parah

jika penumpukan plak terus menerus yang mempersempit arteri

koroner. Beberapa orang yang memiliki PJK, mereka biasanya tidak

memiliki tanda-tanda atau gejala, suatu kondisi yang disebut “Silent

Page 54: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

54

CHD”. Penyakit ini tidak dapat didiagnosis sampai seseorang tersebut

memiliki tanda-tanda atau gejala serangan jantung, gagal jantung, atau

aritmia (detak jantung tidak teratur).

d. Diagnosis

Pengumpulan keterangan dilakukan melalui anamnesa

(wawancara), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Ini

berlaku untuk semua keadaan, termasuk PJK. Awal mula yaitu

anamnesis mulai dari keluhan sampai semua hal yang berkaitan dengan

PJK. Keluhan yang terpenting adalah nyeri dada. Seperti apakah

nyerinya, kapan dirasakan, berapa lama, di dada sebelah mana, apakah

menjalar. Nyeri dada yang dirasakan seperti ditindih beban berat,

ditusuk-tusuk, diremas, rasa terbakar adalah yang paling sering

dilaporkan. Walaupun bisa saja dirasakan berbeda. Biasanya nyeri

dirasakan di dada kiri dan menjalar ke lengan kiri. Setelah itu

mengumpulkan keterangan semua faktor risiko PJK, antara lain: apakah

merokok, menderita darah tinggi atau penyakit gula (diabetes),

pernahkah memeriksakan kadar kolesterol dalam darah, dan adakah

keluarga yang menderita PJK dan faktor resikonya.

Lalu melakukan pemeriksaan fisik, dimaksudkan untuk

mengetahui kelainan jantung lain yang mungkin ada. Hal ini dilakukan

terutama dengan menggunakan stetoskop. Terdapat banyak jenis

Page 55: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

55

penyakit jantung dan pembuluh darah. Diantara yang sering dijumpai

adalah penyakit arteri koroner, gagal jantung, penyakit jantung bawaan,

penyakit jantung rematik, hipertensi dan lain-lain. Untuk mengetahui

penyakit tersebut maka dilakukan pemeriksaan di antaranya sebagai

berikut : wawancara, pemeriksaan fisik dengan alat. Wawancara ini

merupakan langkah awal atau pendahuluan. Tes-tes lebih lanjut

kemudian dikerjakan untuk mempertegas diagnosis atau mengevaluasi

tingkat parahnya penyakit.

Pemeriksaan penunjang pada PJK dibagi menjadi tes non- invasif

dan invasif. Tes non-invasive yaitu melakukan tes tanpa memasukkan

alat ke dalam tubuh atau melukai tubuh, seperti tes tekanan darah,

mendengarkan laju, irama jantung dan suara nafas, pemeriksaan dan tes

darah, EKG, Penggunaan alat Hotler, stress test dan treadmill, sinar – X

dada, pemeriksaan sengan isotop radio aktif, pemeriksaan dengan

kardiografi Gema-Doppler, MRI, dan PET. Berbeda dengan tes

invasive yaitu dengan cara penetrasi kedalam tubuh, contohnya

kateterisasi jantung.

Kriteria diagnostik PJK Kriteria klasik diagnostik infark miokard

akut (IMA) yang direkomendasikan oleh WHO memerlukan sekurang-

kurangnya dua dari tiga hal berikut, yaitu :

− Riwayat ketidaknyamanan (nyeri) dada jenis iskemik,

− Perubahan evolusioner pada EKG serial, dan

− Peningkatan petanda jantung serum.

Creatine kinase (CK) serum meningkat dalam 4-8 jam sesudah

onset IMA dan menurun kembali ke kadar normal dalam 2-3 hari.

Meskipun kadar tertinggi terjadi pada rata-rata sekitar 24 jam, tetapi

dapat juga timbul lebih awal pada pasien yang telah mengalami

reperfusi sebagai akibat pemberian terapi trombolitik atau rekanalisasi

mekanikal. Meskipun peningkatan CK serum merupakan suatu

petunjuk enzimatis yang sensitif terhadap IMA, hasil positifpalsu dapat

ditemukan pada pasien dengan penyakit otot, intoksikasi alkohol, DM,

Page 56: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

56

trauma otot skeletal, latihan berat, konvulsi, injeksi intramuskularis, dan

emboli paru.

Peningkatan penggunaan biomarkers IMA yang lebih sensitif

dikombinasikan dengan teknik imaging yang lebih teliti menghasilkan

kriteria baru untuk diagnosis IMA.

e. Faktor risiko PJK

Faktor risiko mayor yang tidak dapat diubah (non modifiable) :

− Umur.

− Gender.

− Keturunan (termasuk ras).

Faktor risiko mayor yang dapat diubah (modifiable) :

− Merokok.

− Tinggi kolesterol dalam darah.

− Hipertensi.

− Kurang aktifitas fisik.

− Obesitas dan berat badan lebih.

− Diabetes.

Faktor lainnya yang dapat menyebabkan PJK :

− Stress

− Alkohol

− Diet dan nutrisi.

3. Pemeriksaan fisik jantung

a. Inspeksi

Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring

terlentang atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek

kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral. dan pemeriksa

berdiri disebelah kanan penderita.

Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami

depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran

jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan

dapat terjadi akibat kelainan kongenital.

Page 57: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

57

Garis anatomis pada permukaan badan yang penting dalam

melakukan pemeriksaan dada adalah :

− Garis tengah sternal (mid sternal line/MSL)

− Garis tengah klavikula (mid clavicular line/MCL)

− Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL)

− Garis parasternal kiri dan kanan (para sternal line/PSL)

Mencari pungtum maksimum, Inspirasi dalam dapat

mengakibatkan paru-paru menutupi jantung, sehingga pungtum

maksimimnya menghilang, suatu variasi yang khususnya ditemukan

pada penderita emfisema paru. Oleh kerena itu menghilangnya pungtum

maksimum pada inspirasi tidak berarti bahwa jantung tidak bergerak

bebas.

Pembesaran ventrikel kiri akan menggeser pungtum maksimum

kearah kiri, sehingga akan berada diluar garis midklavikula dan

kebawah. Efusi pleura kanan akan memindahkan pungtum maksimum

ke aksila kiri sedangkan efusi pleura kiri akan menggeser kekanan.

Perlekatan pleura, tumor mediastinum, atelektasis dan pneumotoraks

akan menyebabkan terjadi pemindahan yang sama.

Kecepatan denyut jantung juga diperhatikan, meningkat pada

berbagai keadaan seperti hipertiroidisme, anemia, demam.

b. Palpasi

Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium

dan dilakukan perabaan diatas iktus kordis (apical impulse).

Lokasi point of masksimal impulse , normal terletak pada ruang

sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis midklavikular (medial

dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus

kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedang

pada bentuk dada yang lebih pendek lebar, letak iktus kordis agak ke

lateral. Pada keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2

cm2.

Page 58: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

58

Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi

systolic lift, systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis

akan teraba lebih melebar.

Getaranan bising yang ditimbulkan dapat teraba misalnya pada

Duktus Arteriosis Persisten (DAP) kecil berupa getaran bising di sela

iga kiri sternum.

− Pulsasi ventrikel kiri

Pulsasi apeks dapat direkam dengan apikokardiograf. Pulsasi apeks

yang melebar teraba seperti menggelombang (apical heaving).

Apical heaving tanpa perubahan tempat ke lateral, terjadi misalnya

pada beban sistolik ventrikel kiri yang meningkat akibat stenosis

aorta. Apical heaving yang disertai peranjakan tempat ke lateral

bawah, terjadi misalnya pada beban diastolik ventrikel kiri yang

meningkat akibat insufisiensi katub aorta. Pembesaran ventrikel kiri

dapat menyebabkan iktus kordis beranjak ke lateral bawah. Pulsasi

apeks kembar terdapat pada aneurisme apikal atau pada

kardiomiopati hipertrofi obstruktif.

− Pulsasi ventrikel kanan

Area dibawah iga ke III/IV medial dari impuls apikal dekat garis

sternal kiri, normal tidak ada pulsasi. Bila ada pulsasi pada area ini,

kemungkinan disebabkan oleh kelebihan beban sistolik ventrikel

kanan, misalnya pada stenosis pulmonal atau hipertensi pulmonal.

Pulsasi yang kuat di daerah epigastrium dibawah prosesus sifoideus

menunjukkan kemungkinan adanya hipertropi dan dilatasi ventrikel

kanan. Pulsasi abnormal diatas iga ke III kanan menunjukkan

kemungkinan adanya aneurisma aorta asendens. Pulsasi sistolik pada

interkostal II sebelah kiri pada batas sternum menunjukkan adanya

dilatasi arteri pulmonal.

− Getar jantung ( Cardiac Trill)

Getar jantung ialah terabanya getaran yang diakibatkan oleh desir

aliran darah. Bising jantung adalah desiaran yang terdengar karena

Page 59: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

59

aliran darah. Getar jantung di daerah prekordial adalah getaran atau

vibrasi yang teraba di daerah prekordial. Getar sistolik (systolic

thrill) timbul pada fase sistolik dan teraba bertepatan dengan

terabanya impuls apikal. Getar diastolic (diastolic thrill) timbul pada

fase diastolik dan teraba sesudah impuls apikal.

Getar sistolik yang panjang pada area mitral yang melebar ke

lateral menunjukkan insufisiensi katup mitral. Getar sistolik yang

pendek dengan lokasi di daerh mitral dan bersambung kearah aorta

menunjukkan adanya stenosis katup aorta. Getar diastolik yang

pendek di daerah apeks menunjukkan adanya stenosis mitral. Getar

sistolik yang panjang pada area trikuspid menunjukkan adanya

insufisiensi tricuspid. Getar sistolik pada area aorta pada lokasi

didaerah cekungan suprasternal dan daerah karotis menunjukkan

adanya stenosis katup aorta, sedangkan getar diastolik di daerah

tersebut menunjukkan adanya insufisiensi aorta yang berat, biasanya

getar tersebut lebih keras teraba pada waktu ekspirasi. Getar sistolik

pada area pulmonal menunjukkan adanya stenosis katup pulmonal.

Pada gagal jantung kanan getar sistolik pada spatium interkostal ke 3

atau ke 4 linea para sternalis kiri.

c. Perkusi jantung

Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang

interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan

pekak jantung absolut perlu dicari untuk menentukan gambaran

besarnya jantung.

Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan ke

kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke

lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada

RSI III pada garis parasternal kiri.

Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi,

penyakit jantung koroner, infark miokard akut, perikarditis,

kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi tricuspid, insufisiensi aorta,

Page 60: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

60

ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri

menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral.

Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke

lateral kanan dan/atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantung

absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru, pekak

jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang

berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan.

d. Auskultasi Jantung

Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendengar

bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian

dan kegiatan jantung dan kejadian hemodemanik darah dalam jantung.

Alat yang digunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing

dan chespiece.

Macam-macam ches piece yaitu bowel type dengan membran,

digunakan terutama untuk mendengar bunyi dengan frekuensi nada

yang tinggi; bel type, digunakan untuk mendengar bunyi-bunyi dengan

frekuensi yang lebih rendah.

Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan :

− Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran.

− Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombang

suara.

− Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar

dengan bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi

komponen-komponen bunyi yang terdengar.

Selain bunyi jantung pada auskultasi dapat juga terdengar bunyi

akibat kejadian hemodemanik darah yang dikenal sebagai desiran atau

bising jantung (cardiac murmur).

− Bunyi jantung

Bunyi jantung utama: BJ, BJ II, BJ III, BJ IV

Bunyi jantung tambahan, dapat berupa bunyi detik ejeksi (ejection

click) yaitu bunyi yang terdengar bila ejeksi ventrikel terjadi dengan

Page 61: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

61

kekuatan yang lebih besar misalnya pada beban sistolik ventrikel kiri

yang meninggi. Bunyi detak pembukaan katub (opening snap)

terdengar bila pembukaan katup mitral terjadi dengan kekuatan yang

lebih besar dari normal dan terbukanya sedikit melambat dari biasa,

misalnya pada stenosis mitral.

o Bunyi jantung utama

Bunyi jantung I ditimbulkan karena kontraksi yang

mendadak terjadi pada awal sistolik, meregangnya daun-daun

katup mitral dan trikuspid yang mendadak akibat tekanan dalam

ventrikel yang meningkat dengan cepat, meregangnya dengan

tiba-tiba chordae tendinea yang memfiksasi daun-daun katup

yang telah menutup dengan sempurna, dan getaran kolom darah

dalam outflow track (jalur keluar) ventrikel kiri dan di dinding

pangkal aorta dengan sejumlah darah yang ada didalamnya.

Bunyi jantung I terdiri dari komponen mitral dan trikuspidal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I yaitu:

1. Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, Makin kuat

dan cepat makin keras bunyinya.

2. Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi

ventrikel. Makin dekat terhadap posisi tertutup makin kecil

kesempatan akselerasi darah yang keluar dari ventrikel, dan

makin pelan terdengarnya BJ I dan sebaliknya makin lebar

terbukanya katup atrioventrikuler sebelum kontraksi, makin

keras BJ I, karena akselerasi darah dan gerakan katup lebih

cepat.

3. Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada

kurus BJ lebih keras terdengar dibandingkan pasien gemuk

dengan BJ yang terdengar lebih lemah. Demikian juga pada

pasien emfisema pulmonum BJ terdengar lebih lemah.

Bunyi jantung I yang mengeras dapat terjadi pada stenosisis

mitral, BJ II ditimbulkan karena vibrasi akibat penutupan katup

Page 62: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

62

aorta (komponen aorta), penutupan katup pulmonal (komponen

pulmonal), perlambatan aliran yang mendadak dari darah pada

akhir ejaksi sistolik, dan benturan balik dari kolom darah pada

pangkal aorta yang baru tertutup rapat.

Bunyi jantung II dapat dijumpai pada Duktus Arteriosus Persisten

besar, Tetralogi Fallot, stenosis pulmonalis.

Pada gagal jantung kanan suara jantung II pecah dengan

lemahnya komponen pulmonal. Pada infark miokard akut bunyi

jantung II pecah paradoksal, pada atrial septal depect bunyi

jantung II terbelah.

BJ III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (fase

rapid filling). Vibrasi yang ditimbulkan adalah akibat percepatan

aliran yang mendadak pada pengisisan ventrikel karena relaksasi

aktif ventrikel kiri dan kanan dan segera disusul oleh perlambatan

aliran pengisian.

Bunyi jantung III dapat dijumpai pada syok kardiogenik,

kardiomiopati, gagal jantung, hipertensi.

Bunyi jantung IV dapat terdengar bila kontraksi atrium

terjadi dengan kekuatan yang lebih besar, misalnya pada keadaan

tekanan akhir diastole ventrikel yang meninggi sehingga

memerlukan dorongan pengisian yang lebih keras dengan bantuan

kontraksi atrium yang lebih kuat.

Bunyi jantung IV dapat dijumpai pada penyakit jantung

hipertensif, hipertropi ventrikel kanan, kardiomiopati, angina

pectoris, gagal jantung, hipertensi.

Irama derap dapat dijumpai pada penyakit jantung koroner,

infark miokard akut, miokarditis, kor pulmonal, kardiomiopati

dalatasi, gagal jantung, hipertensi, regurgitasi aorta.

o Bunyi jantung tambahan

Bunyi detek ejeksi pada awal sistolik (early sisitolic click).

Bunyi ejeksi adalah bunyi dengan nada tinggi yang terdengar

Page 63: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

63

karena detak. Hal ini disebabkan karena akselerasi aliran darh

yang mendadak pada awal ejeksi ventrikel kiri dan berbarengan

dengan terbukanya katup aorta yang terjadi lebih lambat.. keadaan

inisering disebabkan karena stenosis aorta atau karena beban

sistolik ventrikel kiri yang berlebihan dimana katup aorta terbuka

lebih lambat.

Bunyi detak ejeksi pada pertengahan atau akhir sistolik

(mid-late systolick klick) adalah bunyi dengan nada tinggi pada

fase pertengahan atau akhir sistolik yang disebabkan karena daun-

daun katup mitral dan chordae tendinea meregang lebih lambat

dan lebih keras. Keadaan ini dapat terjadi pada prolaps katup

mitral karena gangguan fungsi muskulus papilaris atau chordae

tendinea.

Detak pembukaan katup (opening snap) adalah bunyi yang

terdengar sesudah BJ II pada awal fase diastolik karena

terbukanya katup mitral yang terlambat dengan kekuatan yang

lebih besar yang disebabkan hambatan pada pembukaan katup

mitral. Keadaan ini dapat terjadi pada stenosis katup mitral.

o Bunyi ekstra kardial

Gerakan perikard (pericardial friction rub) terdengar pada

fase sistolik dan diastolik akibat gesekan perikardium viseral dan

parietal. Bunyi ini dapat ditemukan pada perikarditis.

o Bising (desir) jantung (cardiac murmure)

Bising jantung adalah bunyi desiran yang terdengar

memanjang yang timbul akibat vibrasi aliran darah turbulen yang

abnormal.

Evaluasi desir jantung dilihat dari:

1. Waktu terdengar: pada fase sistolik atau diastolik.

Terlebih dahulu tentukan fase siklus jantung pada saat

terdengar bising (sistolik atau diastolik) dengan patokan BJ I

Page 64: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

64

dan BJ II atau dengan palapasi denyut karotis yang teraba pada

awal sistolik.

Bising diastolik dapat dijumpai pada stenosis mitral,

regurgitasi aorta, insufisiensi aorta, gagal jantung kanan,

stenosis tricuspid yang terdengar pada garis sternal kiri sampai

xipoideus, endokarditis infektif, penyakit jantung anemis

Bising sistolik dapat dijumpai pada stenosis aorta, insufisiensi

mitral, endokarditis infektif, angina pectoris, stenosis

pulmonalis yang terdengar di garis sternal kiri bagian atas,

tatralogi fallot.

Bising jantung sistolik terdengar pada fase sistolik,

dibedakan :

a. Bising jantung awal sistolik: Terdengar mulai pada saat

sesudah BJ I dan menempati pase awal sistolik dan berakhir

pada pertengahan pase sistilik.

b. Bising jantung pertengahan sistolik: Terdengar sesudah BJ I

dan pada pertengahan fase sisitolik dan berakhir sebelum

terdengar BJ II.

Bising ini dapat dijumpai pada Duktus Arteriosus Persisten

(DAP) sedang.

c. Bising jantung akhir sistolik: Terdengar pada fase akhir

sistolik dan berakhir pada saat terdengar BJ II.

Bising ini dapat dijumpai pada sindrom marfan.

d. Bising jantung pan-sistolik: Mulai terdengar pada saat BJ I

dan menempati seluruh fase sisitolik dan berakhir pada saat

terdengar BJ II.

Bising ini dapat dijumpai pada ventrikel septal defect ,

regurgitasi trikuspid.

Bising jantung diastolik terdengar pada fase diastolik,

dibedakan :

Page 65: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

65

a. Bising jantung awal: terdengar mulai saat BJ II menempati

fase awal diastolik dan biasanya menghilang pada

pertengahan diastolik.

Bising ini dapat dijumpai pada ventrikel septal depect.

b. Bising jantung pertengahan: terdengar sesaat sesudah

terdengar BJ II dan biasanya berakhir sebelum BJ I

Bising ini dapat dijumpai pada ventrikel septal depect,

stenosis mitral, Duktus Arteriosus Persisten (DAP) yang

berat.

c. Bising jantung akhir diastolik atau presistolik: terdengar

pada fase akhir diastolik dan berakhir pada saat terdengar

BJ I

Bising ini dapat dijumpai pada stenosis mitral.

d. Bising jantung bersambungan: mulai terdengar paada fase

sistolik dan tanpa interupsi melampai BJ II terdengar

kedalam fase diastolic.

Bising ini dapat ditemukan pada patent dutus srteriosus

2. Intensitas bunyi

Intensitas bunyi yang ditimbulkan berbeda-beda dari yang

ringan sanpai yang keras. Pada insufisiensi mitral intensitas

bising sedang sampai tinggi. Pada gagal janntung kanan dapat

terdengar bising Graham Steel yang merupakan bising yang

terdengar dengan nada tinggi yang terjadi akibat hipertensi

pulmonal.

3. Tipe (konfigurasi): timbul karena penyempitan atau aliran

balik, dibedakan:

a. Bising tipe kresendo: mulai terdengar dari pelan kemudian

mengeras. Bising kresendo diastolik dapat terdengar pada

stenosis mitral.

b. Bising tipe dekresendo: bunyi dari keras kemudian menjadi

pelan.

Page 66: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

66

c. Bising tipe kresendo-dekresendo: bunyi pelan lalu keras lalu

pelan kembali.

d. Bising tipe plateau: keras suara bising lebih menetap

sepanjang pase sistolik, keras jarang berbunyi kasar. Bising

ini dapat dijumpai pada insufisiensi mitral.

4. Lokasi dan penyebaran

Daerah bising terdengar paling keras dan mungkin

menyebar kearah tertentu. Pada stenosis aorta bising diastolik

di sela iga 2 kiri atau kanan dapat menjalar ke leher atau aorta.

Page 67: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

67

VI. Kerangka Konsep

VII. Kesimpulan

Tn. A 40 tahun mengalami nyeri dada et causa Angina Pectoris.

Tn. A Nyeri Dada

Merokok

2 bungkus/hari

Olahraga

kurangDM

Riwayat

keluarga PJK

Laki-laki

40 tahun

Angina Pectoris

Page 68: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

68

Daftar Pustaka

ACSM. 2011. ACSM Issues New Recommendations on Quantitiy and

Quality of Exercise.

http://www.acsm.org/about-acsm/media-room/news-releases/2011/08/

01/acsm-issues-new-recommendations-on-quantity-and-quality-of-

exercise . Diakses pada 12 Oktober 2015.

Anonim. Chets X-ray Anatomy. http://radiologymasterclass.co.uk/. Diakses

pada 12 Oktober 2015.

Anonim. Heart Disease. http://www.webmd.com/. Diakses pada 12 Oktober

2015.

American College of Sport Medicines. 2014. The Recommended Quantity

and Quality of Exercise for Developing and Maintaining Fitness in

Healthy Adults.

Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Ahli Bahasa Pendit, B.U. Editor

Endah, P. Jakarta: EGC.

Djohan, T.B.A. 2004. Patofisiologi Dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung

Koroner. Fakultas Kedokteran Sumatera Utara. Diakses tanggal 27

Februari 2012.

Guyton and Hall. 2000. Medical Physiology. W.B.Saunders Company : New

York.

Katzung, B.G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi Pertama.

Salemba: Jakarta.

Kullo, Iftikhar J dan Keyue Ding. 2007. The Genetic Basis of Coronary

Heart Disease: The Current State of Knowledge.

http://www.medscape.org/viewarticle/562790_2. Diakses pada 12

Oktober 2015.

Libby, P., R.O Bonow, D.L Mann, and Z.P Zipes. 2007. Braunwald's Heart

Disease: “A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed”. Saunders

Elsevier, Philadelphia, USA.

Page 69: Laporan Tutorial Skenario E Blok 27 L7

69

Moehadsjah, O. K. dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid I.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Perki. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Perhimpunan

Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.

Rahardja, D. S. 2014. Angina Pektoris Patofisiologi, Diagnosis dan

Pengobatannya. Meditek.

Santoso, Djoko. 2014. Angina Pektoris (Nyeri Dada). (online)

http://www.download.portalgaruda.org. Diakses 12 Oktober 2015.

Seftiani, Vina. 2012. Pengkajian Klien dengan Gangguan Fungsi

Kardiovaskuler http://vinaseftiani.blogspot.co.id diakses pada 12

Oktober 2015.

Setiawati, A. dan Suyatna. 2005. Obat Anti Angina. Farmakologi dan Terapi

Edisi keempat. Jakarta: Penerbit Bagian Farmakologi FKUI.

Setiono, Wiwing. 2013. Angina Pectoris.

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/. Diakses pada 12 Oktober 2015.

Sudoyo, A.W., B. Setiyohadi., I. Alwi., M. Simadibrata dan S. Setiati. 2009.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: Interna Publishing

World Heart Federation. 2015. Cardiovascular Disease Risk Factor. (online)

http://www.world-heart-federation.org. Diakses tanggal 12 Oktober

2015.