laporan tutorial skenario 5

37
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 5 BLOK XIII (UROGENITAL) PEMBIMBING : dr. E. Hagni Wardoyo, SpMK Kelompok 1 1. Arina Windri Rivarti (H1A011009) 2. Baiq Annisa Pratiwi (H1A011010) 3. Baiq Rizky Arfianti (H1A011011) 4. Dede Taruna K. M. (H1A011016) 5. Fitri Amalia Zubaidi (H1A011023) 6. Faridatun Hasanah (H1A011021) 7. I Gede Sumartana J. (H1A011030) 8. I Gusti Putu Yoga K. (H1A011069) 9. Moh. Yusuf Aditya (H1A011045) 10. Sakinah Mari’e Sanad (H1A011060) 11. Sinta Dwi saraswati (H1A011061)

Upload: lalumuhammadsabarsetiawan

Post on 17-Jan-2016

267 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Tutorial skenario 5

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 5

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 5

BLOK XIII (UROGENITAL)

PEMBIMBING : dr. E. Hagni Wardoyo, SpMK

Kelompok 1

1. Arina Windri Rivarti (H1A011009)

2. Baiq Annisa Pratiwi (H1A011010)

3. Baiq Rizky Arfianti (H1A011011)

4. Dede Taruna K. M. (H1A011016)

5. Fitri Amalia Zubaidi (H1A011023)

6. Faridatun Hasanah (H1A011021)

7. I Gede Sumartana J. (H1A011030)

8. I Gusti Putu Yoga K. (H1A011069)

9. Moh. Yusuf Aditya (H1A011045)

10. Sakinah Mari’e Sanad (H1A011060)

11. Sinta Dwi saraswati (H1A011061)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2013

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 5

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan

hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario 5 ini atas hasil diskusi

kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XIII semester V ini. Pada skenario

yang ada, di sini kami membahas tentang penyakit menular seksual yang mungkin terjadi

pada skenario.

Selanjutnya, kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan

dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan

skenario ini baik pada Learning Objective yang kami cari atau diagnosa yang kami sepakati.

Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap

laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.

Mataram, 05 Oktober 2013

Penyusun

Scenario 5 kelompok 1 Page ii

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 5

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

SKENARIO........................................................................................................................ 1

MIND MAPPING.............................................................................................................. 2

LEARNING OBJECTIVES ............................................................................................ 3

BAB I PEMBAHASAN

Herpes Genitalia...................................................................................................... 4

Chancroid ............................................................................................................... 6

Sifilis........................................................................................................................ 11

BAB II PENUTUP

Kesimpulan.............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 21

Scenario 5 kelompok 1 Page ii

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 SKENARIO 5

Sariawan Nakal.....

Seorang mahasiswa laki-laki, berusia 20 tahun, datang berobat ke Puskesmas dengan keluhan

terdapat luka seperti sariawan pada alat kelaminnya sejak 2 hari yang lalu. Sebelum muncul

sariawan tersebut pasien mengaku terdapat rasa panas di sekitar kulit tempat munculnya luka.

Terdapat juga benjolan pada di lipatan paha kiri pasien. Pasien merasa sejak beberapa hari

sebelumnya badannya lemah dan demam. Dari keterangan pasien diketahui sepuluh hari yang

lalu saat mabuk berat pasien sempat berhubungan seks tanpa pengaman. Pasien memiliki

riwayat kencing nanah 1 tahun yang lalu dan sudah berobat tuntas. Dokter kemudian

melakukan pemeriksaan fisik dan menyarankan melakukan pemeriksaan penunjang.

Scenario 5 kelompok 3 Page 1

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 5

1.2 MIND MAPPING

Scenario 5 kelompok 3 Page 2

Laki-laki usia 2O tahunKU : luka sariawan di alat kelamin

RPS: rasa panas sekitar lukabenjolan di lipatan paha kiribadan lemah dan demamhubungan seksual tanpa pengaman

RPD :kencing nanah 1 tahun yg lalu dan berobat tuntas

Penegakan diagnosa :

Gejala klinisPemeriksaan fisikPemeriksaan penunjang

DD :SIFILISHERPES GENITALCHANCROID

epidemiologi etiologi Patogenesis penegakan diagnosa terapi prognosis

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 5

1.3 LEARNING OBJECTIVE

1. Diagnosis banding: Herpes Genitalia

Chancroid

Sifilis

Scenario 5 kelompok 3 Page 3

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Herpes Genitalia

1. Epidemiologi

Untuk herpes genitalis, alam beberapa tahun terakhir, herpes genital telah menjadi

infeksi menular seksual meningkat. Sejak tahun 1970, prevalensi HSV-2 di Amerika Serikat

telah meningkat sebesar 30% sebagai hasilnya satu dari lima orang dewasa terinfeksi.

Perbandingan negara-negara berkembang, telah ada jauh lebih tinggi tingkat HSV-2 di

Afrika, di mana prevalensi orang dewasa bervariasi dari 30% sampai 80% pada wanita dan

10% sampai 50% pada pria akhirnya lebih dari 80 % dari pekerja seks perempuan yang

terinfeksi. Di Amerika Selatan, data yang tersedia terutama bagi perempuan, di antaranya

prevalensi HSV-2 berkisar antara 20% dan 40%. Prevalensi pada populasi umum negara-

negara Asia menunjukkan nilai yang lebih rendah dari 10% sampai 30%.

Prevalensi HSV-2 umumnya lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan di

negara maju dan di perkotaan daripada di pedesaan. Prevalensi lebih tinggi di Amerika

Serikat (22% pada orang dewasa) [Krone et al, 2000.] Dibandingkan dengan Eropa

(umumnya kurang dari 15%). Namun, tingkat substansial lebih tinggi terlihat di Sub-Sahara

Afrika dan Karibia, dengan prevalensi pada orang dewasa sekitar 50% di banyak negara

(Tabel 1). Secara keseluruhan, prevalensi lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki-

laki, terutama di kalangan orang muda [Kamali et al, 1999;. Fleming et al, 1997; .. Obasi et

al, 1999], dan hampir 40% adalah di kalangan wanita usia 15-19 tahun di Kisumu, Kenya

[Weiss et al, 2001]. Infeksi telah dikaitkan dengan usia yang lebih muda pada seks pertama

[Austin et al., 1999], peningkatan aktivitas seksual [Cowan et al., 1994], meningkatkan

jumlah mitra seumur hidup [Austin et al, 1999, Cowan et al. . , 1994; Fleming et al, 1997;.

Kamali et al, 1999;. Obasi et al, 1999; .. Wald et al, 1997], kurangnya sunat (pada pria).

Pusat Pengendalian Penyakit dan (CDC) Pencegahan statistik menunjukkan sekitar

17% dari segala usia Amerika 14 49 memiliki virus herpes simpleks 2 (HSV-2, biasanya

dikaitkan dengan herpes kelamin), tapi di kalangan Afrika Amerika, rate dua kali lipat.

Perempuan kulit hitam sangat keras, dengan hampir setengah dalam penelitian ini

menemukan bahwa HSV-24.

Scenario 5 kelompok 3 Page 4

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 5

Data tren Nasional Prevalensi HSV-2 di antara mereka berusia 14-49 tahun dari The

National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 2005-2008 dibandingkan

dengan survei NHANES di Amerika serikat tahun 1988-1994 dan 1999-2004. Prevalensi

menurun dari 21% (95% CI: 19,1-23,1) pada tahun 1988-1994 menjadi 17,0% (95% CI: 15,8-

18,3) pada 1999-2004 dan 16,2% (95% CI: 14,6-17,9) tahun 2005-2008 . Data ini, bersama

dengan data dari survei NHANES tahun 1976-1980, menunjukkan bahwa orang kulit hitam

memiliki prevalensi lebih tinggi dari kulit putih untuk setiap periode survei dan kelompok

umur (Gambar 52). Selama 2005-2008, persentase dari peserta survei NHANES berusia 20-

49 tahun yang melaporkan diagnosis herpes kelamin adalah 18,9%. Meskipun HSV-2

prevalensi menurun, sebagian besar orang dengan HSV-2 belum menerima diagnosis.

Peningkatan jumlah kunjungan untuk herpes genital, seperti yang disarankan oleh NDTI data,

dapat menunjukkan infeksi pengakuan meningkat5.

Sebuah studi laboratorium pada insiden herpes simpleks okular infeksi virus

dilakukan di Jakarta pada tahun 1997. Sebanyak 479 spesimen yang dikumpulkan dari pasien

secara klinis didiagnosis dengan herpes simpleks okular infeksi virus diperiksa di

Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. Sejumlah

409 (85,39%) dari jumlah total 479 spesimen menunjukkan herpes simpleks positif infeksi

virus. Pasien tertua beumur 18 tahun, sedangkan pasien tertua berusia 62 tahun. Jumlah

terbesar pasien herpes okular diteliti jatuh di bawah usia 18 dan 30 tahun dari 332 pasien.

Verifikasi distribusi jenis kelamin dari semua pasien yang diteliti, yang menderita herpes

simpleks okular infeksi virus menunjukkan bahwa pasien laki-laki yang lebih umum daripada

perempuan.

2. Etiologi

Herpes Simpleks Virus merupakan virus yang berukuran besar dibandingkan virus

yang lain. Struktur virus herpes dan arah dalam ke luar terdiri atas genom DNA untai ganda

linier, kapsid, lapisan tegumen dan selubung.

3. Patogenesis

Herpes genital disebabkan oleh HSV baik tipe 1 maupun 2. HSV terdistribusi di

seluruh dunia. Manusia adalah satu-satunya reservoir naturalnya, dan tidak ada vektor yang

terlibat dalam transmisinya. HSV ditularkan melalui kontak dekat dan infeksinya terjadi

Scenario 5 kelompok 3 Page 5

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 5

melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa yg rentan (orofaring, serviks, konjungtiva) atau

melalui lesi pada kulit. Masa inkubasi virus ini adalah 3-7 hari dengan rentang waktu 1 hari

sampai 3 minggu. Virus ini mudah dinonaktifkan pada suhu kamar dan dengan pengeringan.

Infeksi HSV terjadi dalam 3 tingkat yaitu infeksi primer, fase laten, dan infeksi rekurens.

4. Penegakan Diagnosis

Dibedakan antara infeksi HSV genital dengan penyebab lain ulkus genital baik infeksi

atau bukan. Didiagnosis suatu HSV bila ditemukan kelompok vesikel multipel berukuran

sama, timbulnya lama, sifatnya sama, dan nyeri. Hal ini harus dibedakan dengan ulkus yang

disebabkan oleh Treponema pallidum walaupun dapat terjadi koinfeksin antara keduanya.

Diagnosis laboratorium :

Isolasi virus

Deteksi DNA HSV dengan polymerase chain reaction (PCR)

Deteksi antigen HSV secara enzyme immunoassay (EIA)

Peningkatan titer antibodi anti-HSV pada serum yang diambil segera dan setelah satu

episode memiliki keterbatasan. Bermanfaat bila pada episode pertama infeksi

5. Komplikasi

Komplikasi herpes simpleks genitalis dapat berupa perluasan lesi lokal dan

penyebaran virus ke lokasi ekstragenital, susunan saraf pusat dan bahkan bisa juga terjadi

super infeksi jamur. Pada pria dapat terjadi impotensi. Infeksi menyeluruh dapat terjadi pada

toraks dan ekstremitas, penyebaran mukokutan pada pasien dengan dermatitis atopik atau

kehamilan.

6. Prognosis

Meskipun secara fisik dan emosional penderita merasa nyeri namun herpes genitalis

bukan suatu penyakit yang serius. Infeksi primer dapat menjadi berat dan kadang seseorang

memerlukan opname untuk pengobatannya. Komplikasi infeksi primer dapat mengenai

serviks, sistem urinaria, dan sistem saraf.

Scenario 5 kelompok 3 Page 6

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 5

Kematian yang disebabkan oleh infeksi HSV2 jarang dilaporkan, akan tetapi selama

ini belum ada pengobatan yang efektif sehingga perkembangan penyakit sulit diramalkan.

Infeksi primer dini yang segera diobati mempunyai prognosis lebih baik sedangkan infeksi

rekurens hanya dibatasi frekuensi kekambuhannya.

2.2 Chancroid

1. Epidemiologi

Dengan perkembangan zaman, tindakan seksual di luar nikah semakin sering

dilakukan dan lebih parahnya lagi para pelaku berganti-ganti pasangan. Bahkan daerah untuk

bermukimnya WTS (wanita tuna susila) semakin banyak dibangun. Hal ini menjadi pemacu

kuat dalam meningkatnya penyakit menular seksual (PMS). Selain itu, kurangnya higienitas

dan kurangnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan juga menjadi faktor pemicu dalam

meningkatnya PMS. Penyakit-penyakit kelamin tersebut salah satunya adalah chancroid

(ulkusmole).

Chancroid adalah penyakit menular seksual (PMS) yang akut, ulseratif dan biasanya

terlokalisasi di genetalia atau anus dan sering disertai pembesaran kelenjar di daerah inguinal.

Chancroid diketahui menyebar dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual.

Penyebaran infeksi chancroid (ulkus mole) dari kontak seksual dengan wanita pekerja seks

yang memiliki ulkus genital, kemungkinan chancroid setelah seseorang berhubungan seksual

adalah 0,35%.

Chancroid termasuk golongan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual,

ditetapkan sesuai dengan postulat KOCH pada tahun 1889. Penyakit ini lebih banyak terdapat

pada daerah-daerah dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Laporan-laporan hanya datang

dari beberapa negara yang sudah berkembang karena kesukaran menemukan

penyebabnya.Kemudian penyakit ini juga banyak ditemukan di negara berkembang,

khususnya di negara tropis dan subtropis. Chancried paling banyak terjadi dibagian dunia

yang memiliki sarana kesehatan yang kurang misalnya di afrika, asia dan karibia.Untuk

mencegah perkembangan chancroid yang disebabkan oleh hemophilus Ducrey, maka harus

pahami lebih jauh tentang penyakit chancroid (ulkus mole).

Penyakit ini bersifat endemik dan tersebar di daerah tropik dan subtropik, terutama

dikota dan pelabuhan.Selain itu dapat terjadi di daerah yang memiliki sarana kesehatan

Scenario 5 kelompok 3 Page 7

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 5

yangkurang misalnya di Afrika, Asia, dan Karibia. Di Afrika bagian selatan dan timur,

dimana yangmelakukan sirkumsisi agak rendah dan prevalensi HIV yang tinggi,

menyebabkan daerah iniendemik terhadap ulkus mole.

2. Etiologi

Chancroid disebabkan oleh Haemophilus ducreyi yang merupakan basil gram negatif,

bersifat faakultatif anaerobik yang membutuhkan hemin (faktor X) untuk pertumbuhannya.

Bakteri ini juga dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan mengandung 0,38 mol DNA

guanosin plus cytosine. Mikroorganisme ini kecil, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan

memperlihatkan rantai streptobasilaris yang khas pada pewarnaan gram, terutama kultur.

3. Patogenesis

Chancroid disebabkan oleh Haemophilus ducreyi, bakteri gram negatif yang sangat

infeksius. Patogenesisnya belum diselidiki secara mendalam. Bakteri ini masuk ke dalam

kulit melalui mukosa yang mengalami trauma atau abrasi dan menyebabkan reaksi inflamasi

lokal. H. Ducreyi menghasilkan toksin yang menyebabkan destruksi pada kulit. Bakteri ini

disebarkan melalui hibungan seksual dan masa inkubasinya adalah 1 hari-2 minggu.

Chancroid dimulai dengan munculnya papul kecil kemudian mengalami erosi sehingga

terbentuk ulkus dalam yang sangat nyeri.

4. Penegakan Diagnosis

Gambaran klinis

Dalam 1 hari - 2 minggu setelah menderita ulkus mole, maka akan di dapatkan

benjolan kecil di alat kelamin. Benjolan menjadi ulkus dalam beberapa hari. Ulkusnya

itu sendiri berukuran 1/8 inci sampai 2 inci. Sekitar setengah dari pria yang terinfeksi

hanya memiliki ulkus tunggal. Perempuan sering memiliki empat atau lebih bisul. Para

bisul muncul di lokasi tertentu. Lokasi sering terjadi pada pria adalah:

1. Kulup

2. Groove di belakang kepala penis

3. Batang penis

4. Kepala penis

5. Pembukaan penis

Scenario 5 kelompok 3 Page 8

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 5

6. Kantung kemaluan

Pemeriksaan penunjang

Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis chancroid adalah:

Pemeriksaan gram (Gram stain). Spesimen diambil dari apusan eksudat ulkus.

Eksudat diperoleh dari dasar ulkus dengan cotton swab. dapat memperlihatkan  basil

gram negatif, pendek, berantai, yang disebut dengan tampilan “school of fish”,

namun, H. ducreyi sulit dilihat pada apusan gram dan spesimennya sering mengalami

kontaminasi polimikrobial. Sensitivitas metode ini < 50%.

Metode kultur. Ini merupakan metode diagnostik yang paling baik. H. ducreyi tidak

dapat dibiakkan pada medium rutin. Akan tetapi, dapat dibiakkan pada media khusus

yakni media yang diperkaya gonococcal agar dan Mueller-Hinton chocolate agar

atau  Mueller-Hinton agar dibagian dasar, kemudian dibagian atasnya ditambah

dengan chocolate horse blood and isovitale X (MH-HBC). Selain itu, pada media ini

ditambahkan vancomycin hydrochlorida untuk menghambat pertumbuhan yang

berlebihan dari bakteri kontaminan. Organisme ini paling baik tumbuh pada suhu 33

oC – 35 oC dengan kelembaban tinggi. Koloni-koloninya berwarna kuning keabu-

abuan dan nonmukoid. Sensitivitas metode kultur adalah < 80 %.

PCR. Ini adalah tes diagnostik yang mempunyai sensibilitas dan spesifisitas paling

tinggi. Teknik PCR ini disebut juga dengan M-PCR (multiplex polymerase chain

reaction) yang melibatkan penambahan pasangan primer multipel ke campuan reaksi

dalam rangka memperbanyak sekuans DNA dari bahan lesi. PCR dianggap

merupakan tes gold-standar untuk diagnosis chancroid, hanya saja harganya mahal

dan tidak tersedia secara komersil.

Antigen detection assay (Immunofluorescence)

a.    Deteksi antibodi monoklonal (MAb) terhadap outer membrane protein (OMP) 29

kDa dari H. ducreyi. Metode ini sederhana, cepat, dan sensitif tapi tidak kurang

tersedia pada negara-negara berkembang.

b.    Indirect IF, dengan menggunakan MAb terhadap lipooligosakarida (LOS) H.

ducreyi, dan lebih superior dari kultur bakteri. Ini merupakan metode yang baik yang

digunakan pada populasi dengan prevalensi chancroid yang tinggi.

Scenario 5 kelompok 3 Page 9

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 5

Tes serologis 

a.    Enzyme immuno assay (EIA) : Dengan menggunakan seluruh antigen sel, LOS

yang telah dimurnikan atau OMP H. ducreyi sebagai antigen.

b.    DOT Immunoblot

c.    Compliment fixation test

Biopsi jaringan

Biposi jaringan yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologis mungkin

membantu dalam mendiagnosis ulkus-ulkus atipik atau ulkus yang tidak sembuh-

sembuh.

Pada pemeriksaan histolopatologis pada ulkus menunjukkan tampilan 3 zona yang

berbeda :

a.    Zona A : Atau daerah superfisial pada dasar ulkus, merupakan suatu zona sempit

yang mengandung jaringan nekrotik, fibrin, dan neutrofil.

b.    Zona B : Atau daerah tengah, merupakan zona luas yang mengandung banyak

kapiler yang berproliferasi, sel-sel plasma, dan neutrofil, beberapa pembuluh darah

ini mungkin menunjukkan trombi.

c.    Zona C : Atau daerah sebelah dalam, terdiri dari pita padat yang meruipakan sel-

sel plasma dan limfosit. 

5. Terapi

a. Obat sistemik

i. Azitromycin 1 gr, oral, single dose.

ii. Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM.

iii. Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari.

iv. Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari.

v. Amoksisilin + asam klavunat 3x125 mg selama 7 hari.

vi. Streptomisin 1 gr sehari selama 10 hari.

vii. Kotrimoksasol 2x2 tablet selama 7 hari.

b. Obat local

Kompres dengan larutan normal salin (NaCl 0,9%) 2 kali sehari selama 15

menit.

c. Aspirasi abses transkutaneus dianjurkan untuk bubo yang berukuran 5 cm atau

lebih dengan fluktuasi ditengahnya.

Scenario 5 kelompok 3 Page 10

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 5

6. Komplikasi

Adenitis Inguinal

Kelainan ini muncul beberapa hari sampai 3 minggu setelah munculnya lesi primer.

Terasa nyeri, dan 50% pasien akan terbentu abses. Jika abses tersebut pecah akan

terbentuk sinus tunggal

Fimosis atau Parafimosis

Kelainan ini diakibatkan oleh terbentuknya jaringan sikatrik pada lesi yang mengenai

preputium

Fistel uretra

Kelainan ini terjadi akibat ulkus pada glans penis yang bersifat destruktif. Jika

mengenai uretra akan terasa nyeri saat berkemih dan dapat menyebabkan striktur

uretra

Kombinasi dengan infeksi virus Herpes Simpleks atau Limfogranuloma Venereum

dan Granuloma Inguinal

7. Prognosis

Penyakit ini tidak menyebar secara sistemik. Tanpa pengobatan ulkus genital dan abses

inguinal kadang akan menetap selama bertahun-tahun. Infeksi tidak menimbulkan imunitas

dan dapat terjadi infeksi ulang. Pada penderita yang tidak disirkumsisi ataupun penderita

yang terinfeksi HIV, kemungkinan terjadi relaps setelah diterapi dengan antibiotik adalah

sebesar 5%. Namun jika penderita tersebut berstatus HIV seronegatif dan mengalami relaps,

maka dengan terapi yang sebelumnya pernah diberikan masih tetap efektif. Pasien dianjurkan

menggunakan kondom untuk menghindari infeksi ulang.

2.3 Sifilis

1. Epidemilogi

Sifilis diyakini telah menginfeksi 12 juta orang pada 1999, dengan lebih dari 90% kasus

terjadi di negara berkembang. Penyakit ini memengaruhi 700.000 hingga 1,6 juta kehamilan

setiap tahunnya, mengakibatkan aborsi mendadak, kematian janin dalam kandungan, dan

sifilis kongenital. Pada Afrika sub-Sahara, sifilis berkontribusi pada kira-kira 20% dari

kematian perinatal. Angkanya rata-rata lebih tinggi pada pengguna narkoba suntik, mereka

Scenario 5 kelompok 3 Page 11

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 5

yang terinfeksi HIV, dan laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki. Di Amerika

Serikat, angka sifilis sejak 2007 enam kali lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan,

dan hampir sama pada 1997. Hampir setengah dari kasus pada 2010 terdiri dari Warga

Amerika keturunan Afrika.

Sifilis banyak terjadi di Eropa selama abad ke-18 hingga abad ke-19. Di negara maju

selama abad ke-20, infeksinya menurun secara cepat dengan semakin menyebarnya

penggunaan antibiotik, hingga 1980an dan 1990an. Sejak tahun 2000, angka sifilis meningkat

di AS, Kanada, Inggris, Australia dan Eropa, terutama di antara laki-laki yang berhubungan

seksual dengan laki-laki. Namun, angka sifilis di antara perempuan Amerika, tetap stabil

selama periode ini, dan angka di antara perempuan Inggris meningkat, namun masih di

bawah angka kasus pada laki-laki. Angka yang meningkat di antara heteroseksual terjadi di

Cina dan Rusia sejak 1990an. Ini dikaitkan dengan praktik seks yang tidak aman, seperti

bergonta-ganti pasangan seks, prostitusi, dan menurunnya penggunaan proteksi.

Jika tidak diobati, angka mortalitas mencapai 8% hingga 58%, dengan angka kematian

lebih tinggi ada laki-laki. Keparahan gejala sifilis berkurang selama abag ke-19 dan 20,

sebagian karena semakin banyaknya ketersediaan pengobatan efektif dan karena penurunan

virulens dari spirochaete. Dengan pengobatan dini, komplikasi lebih sedikit. Sifilis

meningkatkan risiko penularan HIV dua hingga lima kali, dan infeksi lainnya juga banyak

terjadi (30–60% jumlahnya di pusat kota).

2. Etiologi

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum dan mempunyai

beberapa sifat yaitu perjalanan penyakitnya sangat kronis, dalam perjalanannya dapat

menyerang semua organ tubuh, dapat menyerupai macam-macam penyakit, mempunyai masa

laten, dapat kembali kambuh (rekuren), dan dapat ditularkan dari ibu ke janinnya sehingga

menimbulkan kelainan kongenital. Selain itu sifilis juga dapat ditularkan melalui hubungan

seksual.

Scenario 5 kelompok 3 Page 12

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 5

3. Patogenesis

Scenario 5 kelompok 3 Page 13

T. pallidum masuk ke kulit melalui mikrolesi/ selaput lendir

membiak

Jaringan bereaksi dengan kuman membentuk infiltrat (tdd sel-sel limfosit dan sel-sel plasma di pembuluh darah kecil)

Perubahan hipertrofik endotelium Kuman menuju KGB

Sembuh berupa sikatrik

Obliterasi lumen

Stadium laten

Multiplikasi reaksi jaringan

Kehilangan perdarahan shg menyebabkan erosi

Terbentuk fibroblast- fibroblas

Berlangsung bertahun-tahun

Ketidak seimbangan treponema dengan jaringan

Muncul SIII berbentuk guma

Reaksi hebat bersifat destruktif

Guma muncul di tempat lain (kardiovaskuler, system saraf dll)

Stadium Dini

Stadium Laten

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 5

4. Penegakan Diagnosis

a. Gambaran klinis

Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre), tetapi

bisa juga terdapat tukak lebih dari satu. Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah

genitalia eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang

mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup

krusta dan terjadi ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 1-

2 cm. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi

bakteri lain, maka akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan

tersebut dinamakan afek primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus

koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di

ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus. Pada pria selalu disertai pembesaran

kelenjar limfe inguinal medial unilateral/bilateral.

Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah

bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer.

Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak

supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda-

tanda radang akut.

Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu.

Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek primer. Kuman masuk ke

jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transfuse darah atau suntikan.

Sifilis sekunder (SII)

Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan

sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai sembilan bulan.

Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai

gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat,

berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak

tinggi, dan artralgia.

Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit,

selaput lendir, dan organ tubuh. Dapat disertai demam, malaise. Juga adanya kelainan

Scenario 5 kelompok 3 Page 14

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 5

kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis sekunder, bila ternyata pemeriksaan

serologis reaktif. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papul, folikulitis,

papulaskuomosa, dan pustul. Jarang dijumpai keluhan gatal. Lesi vesikobulosa dapat

ditemukan pada sifilis kongenital.

Gejala dan tanda sifilis sekunder dapat hilang tanpa pengobatan, tetapi bila

tidak diobati, infeksi akan berkembang menjadi sifilis laten atau sifilis stadium lanjut.

Sifilis laten

Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi

pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalanan penyakit sifilis selalu melalui tingkat

laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit

akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk

gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler. Tes serologik darah

positif, sedangkan tes likuor serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL

dan TPHA.

Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau

bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius

kembali muncul.

Sifilis lanjut

Sifilis laten lanjut

Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes

serologik. Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat

seumur hidup. Likuor serebrospinalis hendaknya diperiksa untuk menyingkirkan

neurosifilis asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada

aorititis.

Sifilis tersier (S III)

Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah S I.

Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak,

dan destruktif.

Scenario 5 kelompok 3 Page 15

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 5

Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit di

atasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan.

setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda

radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat terhadap guma

tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang

sanguinolen; pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik.

Sifilis kardiovaskuler

Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada S III, dengan masa laten 15-30

tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun. Insidens pada pria lebih banyak tiga

kali daripada wanita.

Biasanya disebabkan karena nekrosis aorta yang berlanjut ke arch katup.

Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisms, berbentuk

kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan sangat mudah

dikenal. Secara teliti harus diperiksa kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis,

penyakit jantung rematik sebelumnya. Aneurisms aorta torakales merupakan tanda

sifilis kardiovaskuler. Bila ada insufisiensi aorta tanpa kelainan katup pada seseorang

yang setengah umur disertai pemeriksaan serologis darah reaktif, pada tahap pertama

hares diduga sifilis kardiovaskuler, sampai dapat dibuktikan lebih lanjut. Pemeriksaan

serologis umumnya menunjukkan reaktif.

Neurosifilis

Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimtomatik dan sangat jarang

terjadi dalam bentuk murni. Pada semua jenis neurosifilis terjadi perubahan berupa

endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa

yang mungkin sudah atau belum menunjukkan gejala pada saat pemeriksaan.

Pemeriksaan penunjang

Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasikan

dengan pemeriksaan laboratorium berupa:

1. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)

Scenario 5 kelompok 3 Page 16

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 5

Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum

diperoleh dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan

keluar. Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi. T.

pallidum berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Hares hati-hati

membedakannya dengan Treponema lain yang ada di daerah genitalia. Karena di

dalam mulut banyak dijumpai Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari

rongga mulut tidak dapat digunakan.

2. Mikroskop fluoresensi

Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton,

sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein, kemudian diperiksa dengan

mikroskop fluoresensi. Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat

memberi hasil nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan

lapangan gelap. 3

3. Penentuan antibodi di dalam serum.

Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan sifilis,

frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa tes yang

dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi nonspesifik, akan tetapi dapat

menunjukkan reaksi dengan IgM dan juga IgG.

5. Tata Laksana

Pilihan obat untuk sifilis adalah penisilin. Menurut lama kerjanya, terdapat 3 macam

penisilin, yaitu :

a. Penisilin G prokain dalam akua, bersifat kerja singkat dengan lama kerja 24

jam.

b. Penisilin G prokain dalam minyak, dengan aluminium monostearat (PAM),

bersifat kerja sedang dengan lama kerja 72 jam.

c. Penisilin G benzatin, dengan dosis 2.4 juta unit akan bertahan dalam serum 2-

3 minggu, jadi bersifat kerja lama.

Scenario 5 kelompok 3 Page 17

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 5

Selain penisilin, ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai pengobatan

sifilis. Apabila alergi terhadap penisilin, dapat diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau

eritromisin 4 x 500 mg/hari, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi

S I dan S II serta 30 hari bagi stadium laten. Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya

sefaliksin 4 x 500 mg sehari selama 15 hari, juga seftriakson setiap hari 2 gr dosis tunggal

intramuskular atau intravena selama 15 hari.

Scenario 5 kelompok 3 Page 18

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 5

6. Komplikasi

Neurosifilis

Pada saat ini, neurosifilis jarang ditemukan karena adanya pengobatan dengan

penisilin. Neurosifilis lebih ssering terjadi pada orang kulit putih daripada orang

dengan kulit berwarna, juga lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.

Infeksi terjadi pada stadium dini. Sebagian besar kasus tidak memberikan gejala,

setelah bertahun-tahun baru menimbulkan gejala. Gejala klinis neurosifilis terjadi

setelah 5-25 tahun dari afek primer atau infeksi awal. Pada 20-37% kasus terdapat

kelainan pada liquor serebrospinalis, sebagian kecil kelainan meningeal

Sifilis kardiovaskuler

Sifilis kardiovaskuler timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat

sekitar 10% kasus lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis.

7. Prognosis

Prognosis sifilis stadium primer dan sekunder baik sedangkan stadium tersier buruk. Pada

stadium primer, sekunder, laten dini dapat diobati dengan antibiotik. Fase laten lanjut sulit

untuk diobati. Stadium tersier memiliki angka kematian sangat tinggi akibat efek luas dari

penyakit sistem saraf pusat.

Neurosifilis (bakteri menyerang sistem saraf) dapat terjadi pada individu yang tidak

diobati. Hal ini mengakibatkan meningitis, kelumpuhan, penyakit mental, dan degenerasi dari

saraf tulang belakang. Jika pembuluh darah terkena, serangan stroke mungkin terjadi.

Scenario 5 kelompok 3 Page 19

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 5

BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Adanya discharge pada pasien di scenario menandakan bahwa pasien mengalami

uretritis. Dimana munculnya discharge diikuti dengan gejala disuria. Penyebab dari uretritis

secara garis besar dibagi menjadi dua gonorrhea dan non gonorrhea. Dari riwayat pekerjaan

pasien sebagai supir truk dicurigai pasien mengalami uretritis gonorrhea. Tetapi untuk

menegakkan diagnosis pasti kita harus melengkapi hasil anamnesis seperti riwayat hubungan

seksual pasien dan riwayat higienitas pasien. Dan kita juga harus melengkapi hasil

pemeriksaan fisik pada pasien.

Selain itu kita memerlukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis pasti yaitu pewarnaan

gram dari specimen discharge pasien atau jika diperlukan kita dapat melakukan kultur. Untuk

tata laksana pada pasien yang dicurigai gonorrhea sambil menunggu hasil pemeriksaan

penunjang, kita dapat memberikan antibiotik. Misalnya Cifexim 400 mg. Setelah keluar hasil

pemeriksaan pewarnaan gram dan/atau kultur maka dilakukan pengobatan sesuai etiologi.

Scenario 5 kelompok 3 Page 20

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 5

Daftar Pustaka

Collins, R. Douglas. 2008. Differential Diagnosis in Primary Care, 4th Edition. Lippincott

Williams & Wilkins.

Djuanda A. 2007 Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: FKUI.

Sudoyo W, et all. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed. IV, Jilid I. Jakarta: Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sylvia A. Price dkk. 2006. Sylvia A. Price dkk. 2006. Patofisiologi:konsep klinis proses-proses penyakitPatofisiologi:konsep klinis proses-proses penyakit: edisi 6-: edisi 6-

Jakarta:EGCJakarta:EGC

Tanagho, Emil A., MD & McAninch, Jack W., MD, FACS, 2008, Smith’s General Urology

17th Edition, New York : McGraw Hills.

Scenario 5 kelompok 3 Page 21