laporan tutorial skenario 1 blok traumato

59
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 BLOK TRAUMATOLOGI SESAK NAFAS DAN PATAH TULANG SETELAH KECELAKAAN Disusun oleh: Anton Giri Mahendra G0012022 Nadira As’ad G0012144 Prima Canina G0012164 Mahardika Frityatama G0012124 Reza Satria H.S. G0012178 Rima Aghnia P.S. G0012186 Febimilany Riadloh G0012078 Ika Mar’atul Kumala G0012094 Farrah Putri Amalia G0012026 Atika Iffa Syakira G0012034 Syayma Karimah G0012218 TUTOR: Zulaika Nur Afifah, dr., M.Kes FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: aghnia-rima

Post on 07-Dec-2015

552 views

Category:

Documents


153 download

DESCRIPTION

Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1 BLOK TRAUMATOLOGI

SESAK NAFAS DAN PATAH TULANG SETELAH KECELAKAAN

Disusun oleh:

Anton Giri Mahendra G0012022

Nadira As’ad G0012144

Prima Canina G0012164

Mahardika Frityatama G0012124

Reza Satria H.S. G0012178

Rima Aghnia P.S. G0012186

Febimilany Riadloh G0012078

Ika Mar’atul Kumala G0012094

Farrah Putri Amalia G0012026

Atika Iffa Syakira G0012034

Syayma Karimah G0012218

TUTOR: Zulaika Nur Afifah, dr., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2015

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

BAB I

PENDAHULUAN

Skenario

SESAK NAFAS DAN PATAH TULANG SETELAH KECELAKAAN

Saat sedang bertugas jaga IGD, dokter jaga TRIAGE medapat pasien korban

kecelakaan lalu-lintas seorang laki-laki berusia 35 tahun diantar oleh patrol polisi lalu

lintas. Pasien sadar, mengeluh nyeri dada, sesak nafas yang semakin bertambah, dan

bahu kiri terasa nyeri. Dokter dibantu perawat segera melakukan primary survey dan

secondary survey.

Menurut keterangan pengantar, 3 jam SMRS pasien membonceng sepeda motor

dengan kecepatan tinggi, menabrak pohon ketika menghindari hewan yang melintas.

Penderita terjungkal dan jatuh dari motor, dada terbentur stang motor dan nyeri pada

bahu sebelah kiri.

Dari pemeriksaan fisik, kesadaran GCS 15. Nafas cepat dan dangkal, suara

tambahan tidak didapatkan (gurgling -, snoring -). Vital sign : nadi 120x/menit, tekanan

darah 90/70 mmHg, suhu 37,0°, RR 32x/menit.

Terdapat jejas pada hemithorax kanan, pergerakan dada kanan tertinggal,

perkusi hipersonor, auskultasi vesicular menurun, emfisema subkutis (+).

Regio bahu kiri terdapat jejas (+), perdarah aktif (-), oedem (+), deformitas (+),

nyeri tekan (+), dan krepitasi (+). Dokter melakukan pemeriksaan klinis dan

imobilisasi.

Dokter IGD menduga adanya pneumothorax ventil kanan dan berencana untuk

melakukan thorakosintesis segera. Keluarga pasien belum ada yang datang. Sambil

menunggu keluarga, dokter melakukan informed consent, permintaan cek lab darah dan

radiologi.

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

BAB II

STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI

JUMP 1 : KLARIFIKASI ISTILAH DAN KONSEP

1. TRIAGE :

Pengurutan korban bencana untuk menentukan prioritas keperluan dan tempat

terapi yang tepat. Dilakukan dengan klasifikasi 4 warna : hijau, kuning, merah,

hitam.

Pada bencana alam, pertolongan diprioritaskan untuk pasien dengan harapan

hidup tinggi.

2. Primary survey :

Penilaian pertama terhadap keadaan umum pasien gawat darurat dengan

menggunakan prisip CAB (Compression-Airway-Breathing).

3. Secondary survey :

Penilaian terhadap keadaan umum pasien gawat darurat setelah dilakukan

primary survey untuk melakukan klasifikasi. Dilakukan dari atas ke bawah

(Head to toe).

4. Gurgling :

Suara nafas tambahan akibat adanya obstruksi oleh cairan.

5. Snoring :

Suara nafas tambahan seperti mendengkur. Biasanya akibat obstruksi saluran

nafas oleh benda padat seperti gigi patah. Bisa juga diakibatkan karena jatuhnya

lidah ke belakang sehingga menutupi jalan nafas.

6. Jejas :

Luka pada kulit berupa goresan seperti lecet.

7. Pneumothorax ventil :

Pneumothorax adalah suatu kondisi di mana cavum interpleura terisi udara.

Ventil adalah keadaan di mana udara dapat diinspirasi ke dalam paru namun

tidak dapat diekspirasi.

8. Hemithorax :

Salah satu rongg thorax lateral ke arah mediastinum.

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

9. Emfisema subkutis :

Terdapatnya udara bebas pada jaringan subkutis akibat trauma tumpul, trauma

tajam, atau komplikasi dari penyakit asma.

10. Krepitasi :

Suara gemeretak yang dihasilkan dari gesekan jaringan. Terdapat bermacam-

macam krepitasi, di antaranya krepitasi tulang, krepitasi subkutis, krepitasi paru,

dan krepitasi pada osteoarthritis.

11. Thorakosintesis :

Pengambilan udara atau cairan pada thorax melaui jarum suntik.

12. Deformitas :

Perubahan bentuk anatomis yang abnormal.

13. Perkusi hipersonor :

Suara yang terdengar pada perkusi apabila udara dalam paru bertambah,

misalnya pada kondisi emfisema atau pneumothorax.

JUMP 2 : MENETAPKAN / MENETAPKAN MASALAH

1. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan pada primary survey dan secondary

survey?

2. Bagaimana klasifikasi TRIAGE?

3. Apa saja macam-macam trauma?

4. Apa saja jenis-jenis fraktur? Apakah terdapat golden period untuk mengatasi

kondisi fraktur?

5. Mengapa pasien mengeluh nyeri dada, sesak nafas yang semakin berat, dan

nyeri pada bahu kiri?

6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien di skenario?

7. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi apa yang dapat dilakukan dokter pada

skenario?

8. Bagaimana patofisiologi pneumothorax dan emfisema subkutis pada pasien di

skenario?

9. Bagaimana tata laksana awal dan lanjutan pada kasus pasien di skenario?

10. Bagaimana prosedur thorakosintesis? Apa saja indikasi dan kontraindikasinya?

11. Apa diagnosis banding penyakit pada pasien?

12. Apa yang harus dilakukan seorang dokter bedah jika harus melakukan tindakan

invasive pada pasien tidak sadar dan keluarganya belum ada yang datang?

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

JUMP 3 : ANALISIS MASALAH

1. LANGKAH-LANGKAH UMUM ASSESMENT PADA TRAUMA

a. Preparation

Tahap preparation dibagi lagi menjadi 2, yaitu pre hospital dan hospital

phase. Pada pre hospital phase yang harus diperhatikan adalah

pemeliharaan jalan napas, kontrol perdarahan luar dan syok, imobilisasi

pasien, dan transport segera ke fasilitas kesehatan terdekat yang memadai.

Koordinasi yang baik harus terjalin antara petugas lapangan dengan petugas

rumah sakit. Petugas lapangan harus melaporkan dengan jelas keadaan

pasien kepada paetugas triase di rumah sakit agar pasien mendapatkan

penanganan yang sesuai dengan tingkat keparahan luka yang diderita.

Pada hospital phase petugas kesehatan harus melakukan perencanaan yang

baik sebelum kedatangan pasien. Fasilitas kesehatan tersebut harus

menyediakan ruang resusitasi, alat – alat untuk membuka jalan napas dan

kristaloid harus sudah tersedia dan dapat langsung dipakai. Alat – alat untuk

pemeriksaan tambahan juga harus tersedia secara portabel. Seluruh petugas

kesehatan yang menangani pasien harus menggunakan alat perlindungan

diri yang memadai.

b. TRIAGE

1) Definisi

Triage awalnya terbentuk dari system Simple Triage and Rapid

Treatment (START) yang mana START berkembang pada tahun

1980an sebagai alur penanggulangan pada suatu bencana. Banyak versi

dari START hanya mengidentifikasi pasien tanpa memberikan

tatalaksana apapun sampai transportasi datang. TRIAGE dalam bahasa

Perancis berarti ‘memilih’ atau ‘mengelompokkan’. TRIAGE adalah

proses menentukan prioritas untuk melakukan terapi atau tatalaksana

pada pasien atau grup pasien. Pengelompokkan pasien berdasarkan

kategori tertentu dilakukan oleh ahli yang sudah berpengalaman.

Kebanyakan memakai metode sistemik dan ilmiah untuk pencapaian

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

kondisi pasien untuk menginterpretasi keadaan klinis dan

mengintervensi pada fase awal untuk mencegah kematian.

2) Klasifikasi TRIAGE berdasarkan warna

a) Black/ Expectant

Pasien tidak bisa bertahan hidup, dilihat dari beratnya luka,

tingkat ketersediaan penanganan, atau keduanya.

Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski

mendapat pertolongan. Misalnya:

Cedera kepala berat

Luka bakar derajat 3 hampir di seluruh tubuh

Kerusakan organ vital

b) Red/ Immediate

Bisa diselamatkan dengan intervensi cepat dan transport

Perbaikan ABC ketika penanganan

Membutuhkan perhatian medis dalam menit kelangsungan hidup

(±60menit), misalnya :

- Tension pneumothorax

- Distress pernapasan (RR >30x/menit)

- Perdarahan internal vasa besar

- Perdarahan hebat

- Cedera jalan nafas

- Cardiac arrest

- Syok – nadi radial tidak teraba, akral dingin, CRT >2 detik

- Luka terbuka di abdomen atau thoraks

- Trauma kepala berat

- Komplikas diabetes

- Keracunan

- Persalinan patologis

- Tidak sadar

- Luka bakar, termasuk luka bakar inhalasi

- Fraktur terbuka

c) Yellow/ Delayed

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

Transport pasien bisa ditunda

Termasuk yang luka serius dan mengancam jiwa, tapi status

tidak memburuk pada beberapa jam, misalnya :

Fraktur tertutup pada ekstremitas (perdarahan terkontrol)

Perdarahan laserasi terkontrol

Luka bakar <25% luas permukaan tubuh

Trauma tulang belakang

Perdarahan sedang

Trauma kepala tanpa gangguan kesadaran

d) Green/ Minor

Luka-luka ringan, misalnya :

Laserasi minor

Memar dan lecet

Luka bakar superficial

Status tidak memburuk walau beberapa hari

Masih bisa mengurus diri sendiri (contoh: bisa berjalan walau

terluka)

3) Klasifikasi TRIAGE berdasarkan tempat

Triage di UGD

Diterapkan sehari-hari untuk assessment prioritas penanganan

pasien di UGD. Prioritas diberikan pada pasien yang paling

membutuhkan. Sumber daya tersedia dalam kualitas dan kuantitas

yang cukup baik.

Prosedur Triage di UGD :

Menilai adakah tanda emergency (ABCD).

Penatalaksanaan segera diberikan begitu teridentifikasi satu

tanda emergency

- Jika terdapat tanda A, atasi. Jika tidak terdapat, teruskan

mencari tanda B.

- Jika terdapat tanda B, atasi. Jika tidak terdapat, teruskan

mencari tanda C.

- Jika terdapat tanda C, atasi. Jika tidak terdapat, teruskan

mencari tanda D.

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

- Jika terdapat tanda D, atasi.

Bila tidak terdapat tanda emergency, dilanjutkan dengan

penilaian adakah tanda prioritas.

Tempatkan pasien sesuai prioritasnya. Bila pasien mempunyai

tanda prioritas maka pasien ditempatkan di urutan depan

penanganan. Sementara menunggu, pasien dapat diberikan

terapi suportif.

Pasien yang tidak mempunyai tanda emergency atau tanda

prioritas kembali ke antrian untuk menunggu perawatan.

Berpindah ke pasien berikutnya.

Triage in-patient

Diterapkan sehari-hari di setting unit perawatan, misalnya ICU,

kamar bedah, dan unit rawat jalan. Prioritas diberikan pada pasien

yang paling membutuhkan pertolongan berdasarkan kriteria medis.

Sumber daya tersedia dengan baik.

Triage incident

Diterapkan pada setting kecelakaan dengan jumlah korban cukup

banyak, misalnya kecelakaan bus atau pesawat dan kebakaran.

Triage diprioritaskan untuk evakuasi dan penanganan pasien.

Biasanya terdapat keterbatasan sumber daya lokal, meskipun

demikian pasien tetap dapat memperoleh penatalaksanaan maksimal

di fasilitas kesehatan.

Triage militer

Diterapkan pada setting medan pertempuran. Terdapat keterbatasan

sumber daya, terutama bila suplai sumber daya terganggu.

Triage bencana/ masal

Diterapkan pada setting bencana dengan korban masal yang

melebihi kemampuan sistem pelayanan kesehatan lokal dan

regional. Protokol triage bencana memprioritaskan pada

penyelamatan sebagian besar korban dan mengoptimalkan sumber

daya yang tersedia.

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

4) Alur TRIAGE

5) Contoh kasus pengelompokan pasien sesuai klasifikasi warna

1) Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru

untuk sangat berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu

resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup

yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu

gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya

sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan

III > 25%

2) Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa

atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu

singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat.

Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III

< 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.

3) Prioritas III(rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti

pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan

bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan

4) Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil,

luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung

kritis, trauma kepala kritis.

c. Primary Survey

Petugas kesehatan menilai tanda vital pasien, luka yang diderita pasien, dan

mekanisme terjadinya luka pada pasien. Penilaian didasarkan pada patokan

ABCDE yaitu :

1) Airway maintenance with cervical spine protection (pemeliharaan jalan

napas dengan perlindungan tulang belakang bagian leher)

2) Breathing and ventilation (pernapasan dan pertukaran udara)

3) Circulation with hemorrhage control (sirkulasi dan kontrol perdarahan)

4) Disability : Neurologic status (status neurologis pasien)

Penilaian status neurologis pasien menggunakan sistem Glasgow

Comma Scale

5) Exposure / Environmental control : compeletely undress the patient, but

prevent hypothermia ( Menanggalkan seluruh pakaian pasien tetapi

harus menghindari terjadinya hipotermia)

d. Resusitasi sesuai Primary Survey

Petugas kesehatan melakukan resusitasi sesuai dengan penemuan dari

penilaian primary survey, apabila pasien mengalami gagal napas harus

dilihat apakah ada sumbatan jalan napas, bila ada harus segera dikeluarkan

dari jalan napas. Setelah itu dilihat kembali apa pasien dapat bernapas

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

normal. Bila belum dilakukan bantuan napas minimal 20x dalam waktu 3

menit. Bila pasien mengalami gagal jantung maka dilakukan resusitasi

jantung paru dengan perbandingan 30 : 2 selama 5 siklus. Paling lambat 100

x pompa jantung per menit. Kedalaman tidak boleh lebih dari 5 cm dan

harus bisa recoil sempurna.

e. Adjunct Primary Survey

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan apabila pasien sudah stabil

atau sudah ditangani kegawatdaruratannya. Pemeriksaan yang biasa

dilakukan adalah foto roentgen, analisa gas darah, kateter urin, pulse

oximetry dan tekanan darah.

f. Memeriksa kebutuhan transportasi

Apabila di sebuah rumah sakit tidak memiliki alat yang lengkap untuk

melakukan penanganan maka petugas kesehatan harus segera mengetahui

apakah pasien tersebut memang membutuhkan transportasi untuk dibawa ke

rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya.

g. Secondary Survey

Merupakan pemeriksaan dari kepala sampai kaki yang dilakukan setelah

tahap primary survey dilakukan secara tuntas. Selain itu riwayat dari

penderita juga digali secara menyeluruh menggunakan sistem AMPLE,

yaitu : Alergi, Medikasi, Past illness/ Pregnancy (Riwayat penyakit dahulu/

kehamilan), Last meal (makanan yg terakhir dimakan), dan Events/

Environtment related to injury ( kejadian atau lingkungan terkait luka yg

diderita pasien).

h. Adjunct Secondary Survey

Pemeriksaan tambahan ulang yang dapat dilakukan apabila pasien sudah

stabil atau sudah ditangani kegawatdaruratannya. Pemeriksaan yang biasa

dilakukan adalah foto rontgen, analisa gas darah, kateter urin, pulse

oximetry dan tekanan darah.

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

i. Re-evaluasi

Pasien harus di evaluasi secara berkesinambungan untuk mencegah

terjadinya efek sekunder yang disebabkan oleh luka pada pasien.

j. Definitive care

Apabila ada permasalahan yang dialami pasien, pasien yang sudah stabil

akan diberikan penanganan sesuai dengan kondisi yang dialami pasien.

2. MACAM-MACAM TRAUMA

Trauma terjadi akibat adanya perpindahan energi yang berlebihan dari suatu

benda ke tubuh manusia, oleh karena itu trauma bisa disebabkan oleh semua

energi yang berlebihan.

Berikut ini adalah macam-macam trauma :

a. Trauma tumpul

Suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh

oleh benda-benda tumpul.Hal ini disebabkan oleh benda-benda yang

mempunyai permukaan tumpul, seperti, batu, kayu, martil, bola, ditinju,

jatuh dari tempat tinggi, kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya.Trauma

tumpul dapat menyebabkan tiga macam luka yaitu luka memar (contusio),

luka lecet (abrasio), dan luka robek (vulnus laceratum).

Penyebab terbanyak dari trauma tumpul adalah kecelakaan lalu

lintas. Pada suatu kecelakaan lalu lintas, misalnya tabrakan mobil, maka

penderita yang berada didalam mobil akan mengalami beberapa benturan

(collision) berturut-turut sebagai berikut :

1) Primary Collision

Terjadi pada saat mobil baru menabrak, dan penderita masih berada

pada posisi masing-masing. Tabrakan dapat terjadi dengan cara:

tabrakan depan (frontal), tabrakan samping (t-bone), tabrakan dari

belakang dan terbalik (roll over).

2) Secondary Collision

Setelah terjadi tabrakan penderita menabrak bagian dalam mobil

(atau sabuk pengaman). Perlukaan yang mungkin timbul akibat

benturan akan sangat tergantung dari arah tabrakan.

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

3) Tertiary Collision

Setelah penderita menabrak bagian dalam mobil, organ yang berada

dalam rongga tubuh akan melaju kearah depan dan mungkin akan

mengalami perlukaan langsung ataupun terlepas (robek) dari alat

pengikatnya dalam rongga tubuh tersebut.

4) Subsidary Collision

Kejadian berikutnya adalah kemungkinan penumpang mobil yang

mengalami tabrakan terpental kedepan atau keluar dari mobil.

Selain itu barang-barang yang berada dalam mobil turut terpentan

dan menambah cedera pada penderita.

Adapun jenis luka yang diakibatkan trauma tumpul :

1) Luka memar

Memar adalah cedera yang disebabkan benturan dengan benda tumpul

yang mengakibatkan pembengkakan pada baian tubuh tertentu karena

keluarnya darah dari kapiler yang rusak ke jaringan sekitarnya tanpa

ada kerusakan kulit.

Tanda-tanda luka memar adalah:

a) Kulit kelihatan merah kebiru-biruan dan lama kelamaan

kehijauan kemudian coklat dan akhirnya kuning lalu hilang

setelah sembuh.

b) Proses penyembuhan 1-4 minggu

2) Luka Lecet (Abrasio)

Luka lecet adalah luka pada kulit yang superficial dimana epidermis

bersentuhan dengan benda yang kasar permukaannya.

Tanda-tanda dari luka lecet adalah:

a) Kerusakan hanya sebatas epidermis

b) Warna coklat kemerahan

c) Permukaan tidak rata

d) Sebagian atau seluruh epidermis hilang

Sesuai dengan mekanisme terjadinya luka lecet dapat diklasifikasikan

sebagai:

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

Luka Lecet Gores

Luka jenis ini diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser

lapisan permukaan kulit yang menyebabkan lapisan tersebut

terangkatsehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi

Luka Lecet Serut

Merupakan variasi dari luka lecet gores yang daerah

persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar

Luka Lecet Tekan

Luka yang disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit

3) Luka robek

Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang

menyebabkan kulit teregang kesatu arah dan bila batas elastisitas kulit

terlampaui, maka akan terjadi robekan pada kulit.

4) Patah tulang

Pada trauma tumpul yang kaut dapat terjadi patah tulang. Pecahnya

tulang dapat menunjukkan arah trauma. Patah tulang dapat

menimbulkan perdarahan luar dan perdarahan dalam. Yang paling

bahaya adalah trauma tumpul pada tulang kepala, karena dapat terjadi

perdarahan epidural, subdural, subarachnoid, dan intraserebral. Akibat

yang ditimbulkan oleh patah tulang:

Menimbulkan rasa nyeri dan gangguan fungsi

Emboli pulmonal atau emboli otak oleh karena sel-sel lemak

memasuki sirkulsi darah, biasanya terjadi pada fraktur tulang-

tulang panjang

Perdarahan ekstradural terjadi karena robeknya arteri meningea

media yang berada pada bagian dalam tempurung kepala

b. Trauma tajam

Suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh

oleh benda-benda tajam.Trauma tajam dikenal dalam tiga bentuk pula yaitu

luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum),

dan luka bacok (vulnus caesum).

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

1) Luka iris (inciseal wound)

Luka iris adalah luka yang diakibatkan karena alat untuk memotong

dengan mata tajam dengan cara menekan dan menggeser pada

permukaan kulit, tenaga menggeser lebih besar daripada tenaga

menekan.

Ciri-ciri luka iris yaitu:

- Panjang luka lebih besar daripada dalamnya luka

- Tepi luka tajam dan rata, pada lipatan kulit tepi luka tajam dan

berliku-liku

- Ujing luka runcing

- Rambut ikut teriris

- Tidak ada jembatan jaringan

Luka sayat tidak begitu berbahaya, kecuali luka sayat mengenai

pembuluh darah yang dekat ke permukaan seperti dileher, siku bagian

dalam, pergelangan tangan dan lipat paha.

2) Luka tusuk (puncture wound)

Luka tusuk adalah luka yang disebabkan oleh karena alat dengan

ujung-ujung runcing, mata tajam atau tumpul atau alat dengan ujung

runcing dengan penampang bulat, segitiga dengan cara menusukkan

sehingga masuk ke dalam jaringan tubuh.

Luka tusuk ada 2 jenis yaitu :

Penetrasi

Pada luka ini benda menyebabkan penetrasi yang merobek

kulit dan jaringan yang lebih dalam, lalu masuk ke rongga

tubuh, seperti pada rongga thorax, abdomen,dll. Dengan

denikian bahwa luka hanya merupakan tempat masuk

Perforasi

Jika luka merobek jaringan tubuh manusia sampai menembus

dari satu sisi ke sisi yang lainnya.

Ciri-ciri luka tusuk:

- Kedalaman luka lebih besar dibandingkan panjang antara

lebarnya

- Tepi luka tajam atau rata

- Rambut terpotong pada sisi tajam

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

- Sekitar luka terkadang ada luka memar (contussion),

ekimosis karena tusukan sampai mengenai tangkai pisau

- Sudut luka tajam namun kurang jtajam pada sisi tumpul

3) Luka bacok (chopped wound)

Luka bacok adalah luka yang diakibatkan senjata tajam yang berat

dan diayunkan dengan tenaga akan menimbulkan luka menganga.

bentuknya hampirsama dengan luka sayat tetapi dengan derajat luka

yang lebih berat dalam. Luka terlihat terbuka lebar atau ternganga

pedarahan sangat banyak dansering mematikan.

Ciri-ciri luka bacok:

- Ukuran luka bacok baiasanya besar

- Tapi luka bacok tergantung pada mata senjatanya

- Sudut luka bacok tergantung pada mata senjata

- Hampir selalu mengakibatkan kerusakan pada tulang

- Kadang-kadang memutuskan tubuh yang terkena bacokan

- Disekitar luka dapat ditemukan luka memar (contusio) atau luka

lecet (abrasio)

Perbedaan antara trauma tumpul dan trauma tajam :

Trauma Tumpul Tajam

Bentuk luka Tidak teratur Teratur

Tepi luka Tidak rata Rata

Jembatan jaringan Ada Tidak ada

Rambut Tidak ikut terpotong Ikut terpotong

Dasar luka Tidak teratur Berupa garis / titik

Sekitar luka Ada luka lecet atau memar Tak ada luka lain

(Satyo, 2006)

c. Trauma tembus (penetrating injury)

1) Senjata dengan energi rendah (Low Energy)

Contoh senjata dengan energi rendah adalah pisau dan alat pemecah

es. Alat ini menyebabkan kerusakan hanya karena ujung tajamnya.

Karena energi rendah, biasanya hanya sedikit menyebabkan cidera

sekunder.

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

2) Senjata dengan energi menengah dan tinggi (medium and high

energy)

Senjata dengan energi menengah contohnya adalah pistol, sedangkan

senjata dengan energi tinggi seperti senjata militer dan senjata untuk

berburu. Kerusakan jaringan tidak hanya daerah yang dilalui peluru

tetapi juga pada daerah disekitar alurnya akibat tekanan dan

regangan jaringanyang dilalui peluru.

d. Trauma ledakan (Blast Injury)

Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang sangat cepat dari suatu

bahan dengan volume yang relatif kecil, baik padat, cairan atau gas,

menjadi produk-produk gas.

Trauma ledakan dapat diklasifikasikan dalam 3 mekanisme kejadian

trauma yaitu primer, sekunder dan tersier.

1) Trauma ledak primer

Merupakan hasil dari efek langsung gelombang tekanan dan paling

peka terhadap organ–organ yang berisi gas.

2) Trauma ledak sekunder

Merupakan hasil dari objek-objek yang melayang dan kemudian

menmbentur orang disekitarnya

3) Trauma ledak tersier

Terjadi bila orang disekitar ledakan terlempar dan kemudian

membentur suatu objek atau tanah. Trauma ledak sekuder dan

tertier dapat mengakibatkan trauma baik tembus maupun tumpul

secara bersamaan (Simangunsong, 2011)

JUMP 4 : INVENTARISASI SECARA SISTEMATIS BERBAGAI PENJELASAN

YANG DIDAPATKAN PADA LANGKAH III

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

JUMP 5 : MERUMUSKAN SASARAN / TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Apa saja jenis-jenis fraktur? Apakah terdapat golden period untuk mengatasi

kondisi fraktur?

2. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien di skenario?

3. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi apa yang dapat dilakukan dokter pada

skenario?

4. Bagaimana patofisiologi, macam-macam, serta tata laksana (termasuk

thorakosintesis) kasus pneumothorax?

5. Bagaimana patofisiologi dan tata laksana pada emfisema subkutis?

6. Apa saja diagnosis banding pada kasus sesak nafas pasien di skenario?

JUMP 6 : BELAJAR MANDIRI

JUMP 7 : MENJAWAB TUJUAN PEMBELAJARAN YANG TELAH

DIRUMUSKAN SEBELUMNYA

3. JENIS-JENIS FRAKTUR

P asien ke ce lakaan

In iti a l a ssesm en t

M asu k ru m ah sak it

K lasifi kasi o le h d o kter TR IA G E

P rim a ry Su rvey : G C S, C A B D E R esu sitasi

A d ju n ct P rim a ry Su rvey : EK G ,

o xim e try , p u lse

Seco n da ry su rvey : h ea d to toe

R e-eva lu asi D efi n iti ve ca re

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

a. Definisi dan tanda-tanda fraktur

Trauma pada tulang menimbulkan fraktur. Fraktur adalah terputusnya

kontinuitas tulang, rawan sendi serta epifise pada anak. Kerusakan tulang ini

biasa disertai kerusakan jaringan lunak dan pembuluh darah, ada kalanya

menimbulkan lesi saraf.

b. Manifestasi klinis

1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar

fragmen tulang.

2) Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.

Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas

normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi

normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya

obat.

3) Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan

dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama

lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm

4) Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba

adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen

satu dengan lainnya.

5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi

setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

6) Kurang / hilang sensasi.

7) Pergerakan abnormal.

(Smeltzer, Suzanne C. 2001)

c. Jenis-jenis fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis,

dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) :

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit

masih utuh) tanpa komplikasi.

b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya

perlukaan kulit.

Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur :

a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang

atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

b) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang

tulang seperti:

Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks

dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi

korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme

trauma :

a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi.

d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain.

e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau

traksi otot pada insersinya pada tulang.

Berdasarkan jumlah garis patah.

1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

pada tulang yang sama.

Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.

2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang

juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah

sumbu dan overlapping).

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling

menjauh).

Berdasarkan posisi fraktur :

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :

1) 1/3 proksimal

2) 1/3 medial

3) 1/3 distal

Berdasarkan kontak dengan udara luar :

1) Fraktur terbuka (open/compound). Bila terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.

Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:

Derajat I :

a) Luka <1 cm

b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk

c) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan

d) Kontaminasi minimal

Derajat II :

a) Laserasi >1 cm

b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi

c) Fraktur kominutif sedang

d) Kontaminasi sedang

Derajat III :

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,

dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka

derajat III terbagi atas:

Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun

terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat

kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa

melihat besarnya ukuran luka.

Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau

kontaminasi masif.

Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa

melihat kerusakan jaringan lunak.

Fraktur terbuka tergolong dalam kegawatan bedah sehingga memerlukan

operasi secepatnya untuk mengurangi risiko infeksi yang sebaiknya

dilakukan dalam 6-8 jam pertama. Dikatakan dalam 2 jam pertama

sesudah terjadi cedera, sistem pertahanan tubuh berusaha mengurangi

pertumbuhan bakteri yang berlangsung dalam jumlah besar. Dalam 4

jam berikutnya, jumlah bakteri relatif konstan oleh karena jumlah

pertumbuhan bakteri baru sama dengan jumlah bakteri yang dimatikan

oleh tubuh. Enam jam pertama ini disebut sebagai golden period,

dimana sesudah periode ini, dengan adanya jaringan nekrotik yang luas,

mikroorganisme akan bereplikasi sampai tercapai kondisi infeksi secara

klinis.

2) Fraktur tertutup. Ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan

jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan

lunak sekitarnya.

b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan.

c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata

ddan ancaman sindroma kompartement (Iwan, 2012).

d. Penatalaksanaan Fraktur

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

1) Penatalaksanaan secara umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk

melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses

pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok

atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya

kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di

RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi

infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara

cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis.

Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah

terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain

memudahkan proses pembuatan foto.

2) Penatalaksanaan kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak

menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang

patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk

mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila

pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan

sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas

dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun

angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri,

kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi

dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.

Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan

jaringan lunak oleh fragmen tulang

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara

dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan

kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga

dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas

yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada

cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera

harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk

mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali

melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar

melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian

dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan

kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada

sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk

mencegah kerusakan lebih lanjut.

3) Penatalaksanaan bedah ortopedi

4. INTERPRETASI PEMERIKSAAN FISIK

a. Kesadaran GCS 15 grading GCS juga

Grading GCS menurut tingkat kesadaran antara lain meliputi:

1) Compos mentis, bila GCS = 14-15

2) Apatis, bila GCS = 12-13

3) Somnolen, bila GCS = 10-11

4) Delirium, bila GCS = 7-9

5) Sporo coma/Stupor, bila GCS = 4-6

6) Coma, bila GCS ≤ 3

Sedangkan grading GCS menurut Head InjuryClassification meliputi:

1) Severe head injury, bila GCS ≤ 8

2) Moderate head injury, bila GCS = 9-12

3) Mild head injury, bila GCS = 1-15

b. Nafas cepat dan dangkal

Nafas cepat dan dangkal pada skenario disebabkan oleh keadaan tension

pneumothorax yang mengakibatkan pasien kesulitan bernapas karena paru-

paru yang bersangkutan tidak bisa mengembang.

c. Gurgling (-)

Suara gurgling didapatkan bila terdapat sumbatan cairan pada jalan napas.

Gurgling (-) menandakan tidak adanya sumbatan cairan di jalan napas.

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

d. Snoring (-)

Suara snoring menandakan adanya sumbatan benda padat di jalan napas.

Snoring (-) menandakan tidak adanya sumbatan benda padat di jalan napas.

e. Vital sign

Pada skenario didapatkan tekanan darah 90/70 mmHg atau tergolong

hipotensi. Hal ini diduga karena pasien dalam skenario mengalami blood

loss yang tak terlihat atau perdarahan dalam yang belum diketahui. Bisa

juga disebabkan oleh hipoksia yang dikarenakan oleh keadaan

pneumothoraks yang didapatkan pada pasien pasca trauma. Karena terdapat

tension pneumothorax, akibatnya adalah asupan oksigen berkurang dan

semakin lama terjadi penekanan yang semakin besar pada pembuluh-

pembuluh besar di rongga dada. Kedua hal ini kemudian bermanifestasi ke

keadaan hipoksia sehingga cardiac output juga menurun.

f. Jejas pada region bahu kiri

Hal ini terjadi karena pada skenario pasien mengalami benturan bahu kiri

dengan stang motor.

g. Oedema

Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh

atau di dalam berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering dijumpai pada

praktek klinik sehari-hari yang terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan

faktor-faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain

gangguan hemodinamik system kapiler yang menyebabkan retensi natrium

dan air, penyakit ginjal serta perpindahannya air dari intravascular ke

intestinum.

Edema yang bersifat lokal seperti terjadi hanya di dalam rongga perut

(hydroperitoneum atau ascites), rongga dada (hydrothorax), di bawah kulit

(edema subkutis atau hidops anasarca), pericardium jantung

(hydropericardium) atau di dalam paru-paru (edema pulmonum). Sedangkan

edema yang ditandai dengan terjadinya pengumpulan cairan edema di

banyak tempat dinamakan edema umum (general edema).

 Cairan edema diberi istilah transudat, memiliki berat jenis dan kadar

protein rendah, jernih tidak berwarna atau jernih kekuningan dan merupakan

cairan yang encer atau mirip gelatin bila mengandung di dalamnya sejumlah

fibrinogen plasma.

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

h. Perdarahan Aktif

Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah akibat kerusakan

(robekan) pembuluh darah. Kehilangan darah bisa disebabkan perdarahan

internal dan eksternal. Perdarahan internal lebih sulit diidentifikasi. Jika

pembuluh darah terluka maka akan segera terjadi kontriksi dinding

pembuluh darah sehingga hilangnya darah dapat berkurang. Platelet mulai

menempel pada tepi yang kasar sampai terbentuk sumbatan.

i. Deformitas

Deformitas musculoskeletal adalah kelainan dan trauma pada sistem

muskuloskeletal yang bermanifestasi dari bentuk yang abnormal dari

ekstremitas atau batang tubuh.

j. Krepitasi

Krepitasi adalah suara-suara yang dihasilkan oleh gesekan-gesekan dari

segmen-segmen tulang. Krepitasi dapat dipakai untuk menentukan diagnosa

suatu fraktura.

k. Nyeri Tekan

Nyeri yang timbul bila ditekan didaerah yang terjadi kerusakan jaringan

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG TRAUMA THORAX

Bila terdapat kecurigaan adanya trauma thorax, dapat dilakukan pemeriksaan

untuk mengkonfrimasi, diantaranya :

- Foto thorax

- CT scan

- Angiografi

- Bronchoscopi

- Tube trakheostomi

- Perikardiosintesis

- USG transesofagus

6. PNEUMOTHORAX

a. Definisi

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapatnya udara pada

rongga potensial diantara pleura visceral dan pleura parietal. Pada keadaan

normal rongga pleura dipenuhi oleh paru – paru yang mengembang pada

saat inspirasi disebabkan karena adanya tegangan permukaaan (tekanan

negatif) antara kedua permukaan pleura, adanya udara pada rongga potensial

di antara pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru

terdesak sesuai dengan jumlah udara yang masuk kedalam rongga pleura

tersebut, semakin banyak udara yang masuk kedalam rongga pleura akan

menyebabkan paru –paru menjadi kolaps karena terdesak akibat udara yang

masuk meningkat tekanan pada intrapleura.

Secara otomatis terjadi juga gangguan pada proses perfusi oksigen

kejaringan atau organ, akibat darah yang menuju kedalam paru yang kolaps

tidak mengalami proses ventilasi, sehingga proses oksigenasi tidak terjadi.

b. Patofisiologi

Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan

untuk melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang,

tulang – tulang yang menyusun struktur pernapasan seperti tulang klafikula,

sternum, scapula. Kemudian yang kedua adalah otot-otot pernapasan yang

sangat berperan pada proses inspirasi dan ekspirasi. Jika salah satu dari dua

struktur tersebut mengalami kerusakan, akan berpengaruh pada proses

ventilasi dan oksigenasi. contoh kasusnya, adanya fraktur pada tulang iga

atau tulang rangka akibat kecelakaan, sehingga bisa terjadi keadaaan flail

chest atau kerusakan pada otot pernapasan akibat trauma tumpul, serta

adanya kerusakan pada organ viseral pernapasan seperti, paru-paru, jantung,

pembuluh darah dan organ lainnya di abdominal bagian atas, baik itu

disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapan atau gunshot.

Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara

tidak akan dapat masuk kedalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan

tekanan parsial dari udara pada kapiler pembuluh darah rata-rata (706

mmHg). Pergerakan udara dari kapiler pembuluh darah ke rongga pleura,

memerlukan tekanan pleura lebih rendah dari -54 mmHg (-36 cmH2O) yang

sangat sulit terjadi pada keadaan normal. Jadi yang menyebabkan masuknya

udara pada rongga pleura adalah akibat trauma yang mengenai dinding dada

Page 28: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

dan merobek pleura parietal atau visceral, atau disebabkan kelainan

konginetal adanya bula pada subpleura yang akan pecah jika terjadi

peningkatan tekanan pleura.

c. Klasifikasi

1) Primary pneumothorax

Terjadi pada pasien tanpa penyakit paru yang telah ada sebelumnya

dan dengan tidak ditemukannya “inciting event” pada gambaran

radiografi. Dengan kata lain, udara memasuki ruangan interpleural

tanpa ditemukannya trauma dan penyakit paru yang menyertai pasien.

2). Secondary pneumothorax

Terjadi pada pasien yang disertai dengan berbagai macam penyakit

paru parenkimal. Pasien-pasien tersebut memiliki keadaan patologis

pada paru yang menggantikan struktur normal paru. Udara memasuki

ruangan interpleural dan mengalami penggembungan, kerusakan, dan

membahayakan paru. Manifestasi klinis dari pasien-pasien tersebut

akan lebih serius dan akan disertai dengan gejala komorbid

3). Iatrogenic pneumothorax

Merupakan pneumothorax yang disebabkan karena adanya trauma

pada pleura, udara memasuki ruangan interpleural sebagai akibat dari

tindakan diagnostik ataupun intervensi medis.

Terdapat pula klasifikasi seperti berikut :

1). Ventil pneumothorax

Merupakan suatu keadaan pneumothorax yang disebabkan oleh trauma

yang mengakibatkan terbentuknya sebuah lubang pada pleura

visceralis atau pada pleura parietalis (salah satu saja). Hal ini

mengakibatkan udara dapat masuk melalui lubang tersebut tetapi tidak

dapat keluar lagi, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan

intrapleura. Akibat meningkatnya tekanan intrapleura paru – paru

dapat terdesak dan kolaps sehingga mengganggu pengambilan oksigen

oleh darah yang menyebabkan pasokan oksigen ke dalam tubuh

berkurang. Meningkatnya tekanan intrapleura juga menyebabkan

terdesaknya saraf – saraf di sekitar dinding dada sehingga

menimbulkan rasa nyeri. Karena tekanan intrapleura yang tinggi udara

Page 29: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

dapat menerobos sampai ke lapisan subkutis sehingga menyebabkan

emfisema subkutis.

2). Open pneumothorax

Pneumothorax yang terjadi apabila luka yang disebabkan oleh trauma

berukuran lebih dari sama dengan ¾ ukuran trakhea sehingga udara

lebih memilih untuk masuk melalui lubang akibat trauma tersebut

daripada melalui trakhea. Sehingga proses bernapas dan pertukaran

udara terganggu.

d. Identifikasi awal

Identifikasi awal tentang gejala pneumotorak sangat diperlukan

untuk memberikan bantuan hidup dasar pada pasien pneumotoraks. Karena

penanganan awal yang tepat pada penderita pneumotoraks sangatlah penting

untuk mencegah terjadi kematian. Dikatakan pada sebuah penelitian

penanganan awal pada 85 % penderita pneumotorak dapat ditangani dengan

menggunakan manover bantuan hidup dasar tanpa memerlukan tindakan

pembedahan. Untuk mengidentifikasi gejala pnemutoraks, terlebih dahulu

kita harus mengetahui manifestasi klinis dan kriteria diagnosis dari

pneumotoraks. Pertama kita melihat penyebab dari terjadinya pneumotoraks

untuk mengetahui tipe-tipe pneumotoraks apa yang kemungkinan terjadi ada

penderita. Diluar rumah sakit mungkin kita akan menemukan lebih banyak

kejadian pneumotoraks yang diakibatkan oleh terjadinya trauma, trauma

yang terjadi bisa secara langsung melukai dinding dada atau pun secara

tidak langsung. Penyebab tersering dari pneumotoraks yang bisa didapatkan

akibat kecelakaan lalu lintas, akibat tingginya kecepatan kendaraan

bermotor mengakibatkan resiko terjadinya kecelakaan semakin, sehingga

trauma yang terjadi akan semakin parah. Jika kita menemukan penderita

ditempat kejadian, identifikasi terlebih dahulu. Akibat benturan yang keras

terhadap dinding dada penderita akan mengeluhkan nyeri pada dinding

dadanya. Disamping itu dilihat juga apakah ada atau tidak perlukaan yang

terjadi pada dinding dada, untuk mengetahui apakah terdapat luka terbuka

pada dinding dada penderita yang bisa menimbulkan pneumotoraks terbuka.

Sesak napas akan terjadi pada penderita pneumotoraks akibat udara yang

mulai masuk mengisi rongga pleura. Jika terus berlanjut penderita akan

Page 30: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

terlihat gelisah akibat kesulitan bernapas. Usaha dari tubuh untuk

mengkompensasi akibat sesak napas yang terjadi adalah bernapas yang

cepat (takipneu) dan denyut nadi yang meningkat (takikardia). Udara yang

masuk kedalam rongga pleura ini akan menyebakan terjadi pendesakan pada

parenkim paru-paru hingga menjadi kolaps, jadi yang mengisi rongga dada

yang mengalami pneumotoraks adalah udara, pada saat diperiksa dengan

mengetuk dinding dada akan terdengar suara hipersonor, akibat akumulasi

udara pada rongga pleura. Kolapsnya paru-paru yang terdesak oleh udara

yang berada di rongga pleura ini menyebabkan proses ventilasi dan

oksigenasi berkurang atau malah tidak terjadi, sehingga jika didengarkan

dengan stetoskop suara napas tidak terdengar.

Keadaan diatas akan bertambah parah jika tidak ditangani secara

cepat dan tepat. Penurunan kesadaran akan terjadi akibat perfusi oksigen ke

otak yang menurun (hipoksia). Penumpukan udara yang semakin banyak

disana menyebabkan terjadinya pendorongan pada mediastinum dan trakea

kearah kontra lateral dari paru-paru yang kolaps. Terjadinya pendesakan

pada mediastinum juga menyebabkan hambatan pada aliran vena balik,

sehingga terjadi distensi pada vena dileher, dan hipotensi. Semakin lama

gejala ini berlangsung penderita akan jatuh fase sianosis.

e. Tata laksana

Tata laksana dari pneumothorax yakni Thoracocentesis, merupakan

tatalaksana untuk mengeluarkan akumulasi udara atau cairan di dalam

cavum pleura dengan aspirasi jarum suntik.

Persiapan Alat :

- Alat pelindung diri (masker, handscoen)

- Jarum IV line No. 14

- Betadine

- Kassa

- Handscoen

- Plester

Persiapan pasien :

- Inform consent

- Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

Page 31: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

- Pasien tidur terlentang / sesuai kebutuhan

Prosedur Pemakaian:

a) Posisi - pasien telentang.

b) Identifikasi vena jugularis, dan garis mid-klavikularis di sisi pasien

yang terkena

c) Tentukan tempat pemasangan di sela iga 2.

d) Bersihkan tempat yang akan dipasang dengan cairan antiseptik.

e) Pasang kateter IV 10-16 gauge 2-4 inci ke 3-10 cc jarum suntik.

Pasang katup flapper.

f) Masukkan jarum ke dalam sela iga 2.

g) Lepaskan jarum dan alat suntik, tinggalkan kateter dan katup flapper

di tempat.

h) Pasang balutan kecil di sekitar kateter.

i) Letakkan pasien dalam posisi tegak lurus untuk membantu

memudahkan respirasi.

j) Monitoring respon pasien (respiratory rate, suara pernapasan, warna

kulit pasien.

k) Terus memonitor pasien dan meninjau kembali diperlukan.

Indikasi thoracocentesis:

- Efusi parapneumonik yang mengalami komplikasi atau empiema

- Mengurangi rasa sesak nafas

- Evaluasi dasar penyakit paru kronik

Kontraindikasi thoracocentesis:

- Kelainan pembekuan darah

- Hematom lokal

- Infeksi pleura, empiema

- Pneumothorax simple

f. Komplikasi

Insufisiensi pada sistem respiratori, kolaps kardiovaskuler, dan dapat

mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan tepat.

7. EMFISEMA SUBKUTIS

Page 32: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

a. Etiologi

Emfisema subkutis disebabkan oleh trauma tumpul maupun trauma

tajam pada dindingthorax. Ketika lapisan pleura berlubang akibat trauma

tajam, udara dapat berpindah dari paru-paru menuju otot dan jaringan

subkutan pada dinding dada. Ketikan terjadi ruptur pada alveoli,misalkan

pada laserasi jaringan paru, udara dapat berpindah sepanjang pleura

visceralis menuju hilum paru-paru, kemudian menuju trachea, leher dan

dindingdada. Hal tersebut di atas bisa pula terjadi pada fraktur costae yang

melukai jaringan paru. Sebab fraktur costa dapat merobek pleura parietalis

yang bisa menyebabkan udara berpindah dari paru ke jaringan subkutis

dinding dada.

b. Patofisiologi

Terdapatnya udara di lemak subkutan dinamakan emfisema

subkutan. Udara dapat dari luar,dari paru menembus pleura visceralis dan

parietalis masuk ke subkutis atau udara dari paru kemediastinum dan ke

subkutis tanpa ada kerusakan pleura. Harus diingat bahwa pnumothorax

sering disertai emfisema subkutan, dan emfisemaseringkali disertai

pneumothorax. Emfisema subkutan perlu tidakan bila emfisema sifatnya

progresif atau adanya tanda-tanda penekanan pembuluh darah balik dada ke

atas.Progresif biasanya karena adanya kerusakan bronchus atau trachea,

suatu keadaan yang memerlukan tindakan pembedahan segera untuk repair

kerusakan yang terjadi,olehkarena itu dicari penyebab bila progresif.

Penekanan pembuluh darah balik karena udaramasuk ke rongga perikardium

atau di sarung pembuluh darah di leher sehingga menghambat darah yang

kembali ke jantung, suatu keadaan yang sama seperti pada tamponade

jantung.

c. Tanda dan gejala

Gelembung udara di jaringan subcutan, berupa nodul yang mobil

yang dapat denganmudah digerakkan. Terkadang disertai dengan

pembekakan leher,nyeri dada,kesulitan menelan, wheezing dan kesulitan

bernafas. Dari foto thorax bisa diketahui adanya udara di cavum

mediastinum. Pada kasus-kasus tertentu, emfisema subkutan dapat dideteksi

Page 33: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

dengan meraba kulit di daerah tersebut. Pada perabaan tersebut akan terasa

seperti kertas tisu. Saat diraba gelembung tersebut dapat berpindah dan

terkadang menimbulkan suara. Emfisema subkutan biasanya disertai

pembengkakan jaringan di sekitarnya. Begitu pula dengan wajah pasien.

d. Tata laksana

Emfisema subkutis tidak memerlukan terapi khusus. Tindakan

dilakukan apabila jumlahudara dalam jaringan subkutis sangat banyak dan

mempengaruhi pernafasan pasien. Hal pertama yang harus dilakukan adalah

memasang chest tube dan memastikan chest tubetersebut berfungsi baik

(bila penyebabnya dalah pneumothorax). Pemasangan kateter atau insisi

kecil pada kulit dapat membantu mengeluarkan udara dari jaringan

subkutan.

8. DIAGNOSIS BANDING PADA KASUS THORAX PADA SKENARIO

a. Kontusio

Kontusio paru didefinisikan sebagai cedera fokal dengan edema,

perdarahan alveolar dan interstisial. Ini adalah cedera yang paling umum

yang berpotensi mematikan. Kegagalan pernafasan mungkin lambat dan

berkembang dari waktu daripada yang terjadi seketika.

Kontusio paru adalah memar atau peradangan pada paru yang dapat

terjadi  pada cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau

tertimpa benda berat, misalnya pada kasus kecelakaan lalu lintas, trauma

tumpul dengan fraktur iga yg multiple, cedera ledakan atau gelombang

kejut yang terkait dengan trauma penetrasi, flail chest, dan luka tembak.

Tidak ada perawatan yang dikenal untuk mempercepat penyembuhan

luka memar paru. Perawatan utama adalah mendukung upaya yang

dilakukan untuk menemukan luka memar yang menyertai, untuk

mencegah cedera tambahan, dan untuk memberikan perawatan suportif

sambil menunggu luka memar pada tahap proses penyembuhan.

b. Laserasi

Page 34: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul

atau runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda

bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek

adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah

kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya

pada proses penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat

menimbulkan jaringan parut.

c. Tamponade cordis

Tamponade cordis keadaan gawat darurat di mana cairan terakumulasi

di pericardium. Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya

merasakan nyeri samar-samar atau tekanan di dada, yang akan

bertambah buruk jika berbaring dan akan membaik jika duduk tegak.

Penderita mengalami gangguan pernapasan yang berat selama

menghirup udara, vena-vena di leher membengkak.

Tamponade jantung dapat terjadi secara mendadak jika begitu banyak

cairan yang terkumpul secara cepat sehingga jantung tidak dapat

berdenyut secara normal. Keadaan ini menyebabkan peningkatan

tekanan dalam jantung, dan menyebabkan ventrikel jantung tidak terisi

dengan sempurna, sehingga hasilnya adalaH pemompaan darah menjadi

tidak efektif, syok, dan dapat juga menyebabkan kematian.

Tatalaksana tamponade jantung dilakukan dengan perikardiosentesis.

Page 35: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berupa learning objectives dari diskusi pertama dan

kedua yang berupa:

1. Keluhan pada pasien berupa sesak nafas yang semakin lama semakin

bertambah dan bahu kiri terasa nyeri

2. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik

3. Langkah-langkah assessment umum pada pasien trauma, termasuk

mengklasifikasikannya berdasarkan TRIAGE dan mendeskripsikan primary

survey dan secondary survey.

4. Macam-macam trauma

5. Jenis-jenis fraktur

6. Pneumothorax : definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, tata laksana,

komplikasi

7. Emfisema subkutis : etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, terapi

8. Indikasi dan kontraindikasi thoracocentesis

9. Differential diagnosis : kontusio paru, laserasi, tamponade jantung

 

B. Saran

1. Sebaiknya dalam setiap diskusi sumber informasi harus jelas dan selalu

disebutkan agar dapat memilah dan memilih informasi yang paling benar.

2. Dalam diskusi sebaiknya setiap anggota ikut berpartisipasi aktif baik pertemuan

satu maupun dua.

Page 36: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. 1997. Advanced Trauma Life Support (ATLS).

FirstImpression: USA.

Amin, Zulkifli, Asril Bahar, dkk. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas

Kedokteran UI. Jakarta

Bruner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah,Ed. 8 Vol. 1. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta; EGC.

Delahay JN, Sauer S. Skeletal Trauma. In: Wiesel S, Delahay JN, editor. Essentials of

orthopedic surgery. 3rd ed.. Washington: Springer; 2007. p.40-83

Ediyono (2008).Pneumothorax. Elib.fk.uwks.ac.id – Diakses 20 April 2014

Ganveer, Rajnarayan R, Tiwari. Injury pattern among non-fatal road traffic accident

cases: a cross-sectional study in central India. Indian J Med Sci Jan 2005;59:9-

12

Halim Hadi. 2007. Penyakit-Penyakit Pleura dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II Edisi 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Iwan. 2012. Asuhan Keperawatan Kline dengan Frktur. Medical Bedah III. Stikes

Kusuma Husada

Navin, M and Waddell, R. Triage is Broken. EMS Magazine August 2005 pp.1–3

http://www.ha.org.hk/visitor/ha_visitor_index.asp?

Content_ID=10051&Lang=ENG&Dimension=100&Parent_ID=10042

Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta:Media AesculapiusFakultas Kedokteran UI, 1995,

Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Jakarta:Binarupa Aksara

Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.

Jakarta; EGC.

Satyo AC. 2006. Aspek medikolegal luka pada forensik klinik.Majalah Kedokteran

Nusantara, 39 (4): 430-432.

Schaller. 2014. Open Fracture. http://www.emedicine.medscape.com/article/1269242-

overview (diakses pada 29 April 2014)

Simangunsong LRS .2011. Traumatologi. Fakultas Kedokteran UHN.

Skinner H, Smith W, Shank J, Diao E, Lowenberg D. Musculoskeletal Trauma

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan

Suddarth. Jakarta; EGC.

Page 37: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Traumato

Sudoyo, Aru W, dkk. 2005. Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi Ke Empat Jilid I. Jakarta :

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. http://web.ipb.ac.id/~bedahradiologi/images/pdf/Fraktura

%20Os%20Femur.pdf

Surgery. In: Skinner H, editor. Current diagnosis and treatment in orthopedics. 3rd ed.

New York: McGraw-Hill; 2003. p.76-150.

Tim Skills Lab FK UNS Surakarta. 2014.. Buku pedoman keterampilan klinis.

Surakarta: FK UNS.

http://chemm.nlm.nih.gov/startadult.htm diakses 6 Mei 2015 jam 5:46