laporan tutorial blok kulit

59
LAPORAN TUTORIAL BLOK KULIT SKENARIO 2 KELOMPOK XX Ajeng Oktavia Griselda G0013014 Annisa Julia Nahuway G0013034 Arifah Qudsiyah G0013036 Avicena Hafsah P G0013050 Ayu Luh Ratri Wening G0013052 Faris Muwaffaq Akmal G0013092 Hepy Hardiyanti K G0013112 Irma Kurniawati G0013120 Novia Hartanti G0013180 Reza Satria Nugraha G0013198 Wakhid Ryan Cahyadi G0013232 Widati Hikmatul Fitri G0013234 Yasmin Zahirah G0013238

Upload: irma-kurniawati

Post on 02-Feb-2016

178 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

tutorial blok kulit

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Blok Kulit

LAPORAN TUTORIAL

BLOK KULIT

SKENARIO 2

KELOMPOK XX

Ajeng Oktavia Griselda G0013014

Annisa Julia Nahuway G0013034

Arifah Qudsiyah G0013036

Avicena Hafsah P G0013050

Ayu Luh Ratri Wening G0013052

Faris Muwaffaq Akmal G0013092

Hepy Hardiyanti K G0013112

Irma Kurniawati G0013120

Novia Hartanti G0013180

Reza Satria Nugraha G0013198

Wakhid Ryan Cahyadi G0013232

Widati Hikmatul Fitri G0013234

Yasmin Zahirah G0013238

TUTOR : Dwi Rahayu, dr.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2015

Page 2: Laporan Tutorial Blok Kulit

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO II

BERCAK MERAH DI PIPI

Seorang bayi perempuan berusia satu tahun datang berobat diantar ibunya berobat ke

pliklinik kulit dengan keluhan bercak merah pada wajah. Berdasarkan aloanamnesis, keluhan itu

mulai diperhatikan oleh ibunya sejak dua minggu yang lalu. Bercak kemeraham muncul di pipi

kanan dan kiri disertai sedikit sisik halus. Penyakit ini sering kambuh. Anggota keluarga lainnya

belum pernah menderita keluhan seperti ini tetapi kakaknya menderita asma yang berat dan

sering dirawat di RS. Sejak muncul bercak tersebut si anak sering rewel dan suka mengusap

pipinya dengan tangannya.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai bercak eritem dengan skuama halus pada pipi kanan dan

kiri. Oleh dokter kemudian diberikan obat berupa krim yg dioleskan 2 kali per hari.

Page 3: Laporan Tutorial Blok Kulit

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Seven Jumps

1. Langkah I : Klarifikasi Istilah

a. Alloanamnesis adalah anamnesis yang diungkapkan secara tidak langsung oleh pasien

b. Bercak eritem yaitu bercak berwarna kemerahan.

2. Langkah II : Menentukan / mendefinisikan permasalahan

a. Apakah kaitan usia dengan keluhan pasien?

b. Bagaimana mekanisme timbulnya bercak merah?

c. Bagaimana hubungan keluhan bayi dan yang diderita kakaknya?

d. Mengapa sering kambuhan?

e. Mengapa bayi tersebut sering mengusap pipi ?

f. Mengapa bisa dipipi apakah bisa ditempat lain ?

g. Apakah tujuan diberikan krim, dan kandungan apa yg terkandung di dalamnya?

h. Bagaimana Diagnosis Banding pada kasus tersebut beserta penjelasannya?

3. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara mengenai

permasalahan

a. Penyebab anak sering rewel pada kasus tersebutSi anak sering rewel dan suka mengusap pipinya hal ini menandakan anak merasa gatal dan tidak nyaman sehingga melakukan hal tersebut. Pada kasus scenario anak masih berusia satu tahun sehingga belum mengkomunikasikan rasa gatalnya secara verbal.

b. Bercak Merah

Bercak merah karena reaksi inflamasi juga menimbulkan tanda-tanda inflmasi yang lain

seperti nyeri. Rasa nyeri memiliki ambang batas yang berbeda-beda tiap individu, salah

satunya yang kita kenal dengan gatal. Gatal adalah ambang terendah dari nyeri.

Page 4: Laporan Tutorial Blok Kulit

Kemerahan terjadi karena proses inflamasi. Proses inflamasi berkaitan dengan sistem

imunitas tubuh. Secara garis besar sistem imun tubuh dibagi atas sistem imunitas bawaan

(non spesifik) dan sistem imunitas yang didapat (spesifik). Pada sistem imunitas non

spesifik akan menyerang semua antigen yang masuk, ketika antigen masuk kedalam

tubuh maka spealis fagostik (makrofag dan netrofil) akan memfagosit antigen tersebut.

Hal tersebut bersamaan dengan terjadinya pelepasan histamin oleh sel mast pada daerah

jaringan yang masuk. Histamin yang dilepaskan akan membuat pembuluh darah,

bervasodilitasi untuk menaikkan aliran darah pada daerah yang terinfeksi. Selain itu

histamin yang membuat permeabilitas kapiler meningkat, sehingga protein plasma yang

seharusnya tetap di pembuluh darah akan masuk ke jaringan yang bisa membuat

kemerahan.

c. Mekanisme terbentuknya skuama

Sel-sel hidup pada stratun basalis mengalami deferensiasi. Kemudian bergerak keatas ke

stratum korneum menjadi sel-sel mati yang berisi keratin. Pada stratum korneum, sel-sel

tanduk menghasilkan keratosit yang mengalami keratinisasi. Tetapi karena adanya proses

inflamasi yng menyebabkan kemerahan pada wajah menimbulkan proses keratinisasi

menjadi terganggu. Sel-sel tanduk yang telah mati akan mengalami penumpukan yang

kemudian menyebabkan terbentuknya skuama.

d. Bagaimana hubungan keluhan bayi dengan penyakit yang diderita kakaknya?

Saalah satu diagnosis banding yang mungkin adalah dermatitis atopi. Dermatitis atopi

cenderung diturunkan. Oleh karena itu, adanya anggota keluarga yang menderita penyakit

alergi seperti dermatitis alergi atau asma meningkatkan faktor risiko anggota keluarga

lain menderita dermatitis alergi. Pada kasus tersebut, kakak dari pasien menderita asma.

Kemungkinan yang terjadi adalah orangtua dari pasien menurunkan penyakit alergi

kepada kedua anaknya. Manifestasi alergi yang timbul pada balita biasanya adalah

dermatitis alergi

4. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan

sementara mengenai permasalahan pada langkah 3

Page 5: Laporan Tutorial Blok Kulit

5. Jump V: Merumuskan sasaran pembelajaran

Apa saja diagnosis banding dari kasus pada skenario?

6. Jump VI: Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi kelompok

Langkah ini dilakukan mahasiswa diluar diskusi tutorial untuk mendapatkan informasi baru

terkait skenario. Sumber dapat diperoleh dari penelusuran pustaka, konsultasi pakar dan

pengamatan lapangan.

7. Jump VII: Melakukan sintesa dan pengujian informasi-informasi yang telah terkumpul

1. Diagnosis banding:

a. Dermatitis Atopi

Riwayat Keluarga : Asma

Bayi perempuan

Bercak merah 1th

UKK

Patch,eritem, skuama halus

Keluhan Penyerta

Rewel dan mengusap pipi

Diagnosis

Banding

Dermatitis Atopi

Dermatitis Kontak iritan

Dermatitis Kontak alergi

Ptiriasis rosea

Eritoderma

Psoriasis

Page 6: Laporan Tutorial Blok Kulit

Dermatitis atopik (DA) adalah inflamasi kulit dengan etiologi yang belum

diketahui, timbul biasanya pada masa bayi atau anak, selanjutnya dapat terjadi

pada usia dewasa dan berhubungan dengan keadaan atopi. Gejala atau tanda

utama adalah rasa gatal, serta predileksi lesi yang sangat khas tergantung umur

penderita. Terminologi DA berasal dari kata “dermatitis” yang artinya inflamasi

kulit dan “atopi” yang berarti satu penyakit aneh (a strange disease). Etiologi dan

patogenesis DA sampai sekarang belum jelas benar sehingga pengobatannya

masih bersifat simptomatis. Kortikosteroid merupakan obat yang banyak

digunakan dalam penatalaksaan DA, baik pemakaian topikal maupun sistemik.

Semua steroid yang digunakan dalam pengobatan berasal dari derivat hormon

hidrokortison endogen (kortisol).

Pendapat yang banyak diterima saat ini, DA merupakan penyakit inflamasi kulit

yang berdasarkan mekanisme atopi, paralel dengan asma dan rinitis atopi. Teori

imunologik untuk menjelaskan patogenesis DA berdasarkan kulit merupakan

organ yang tidak saja sebagai sasaran atau target tetapi juga mampu mengawali

(inisiasi) respon imun, sesuai dengan konsep sistem imun pada kulit (Djuanda,

2011). Berbagai bukti dan hasil penelitian menunjukkan respon imun memberi

kontribusi pada terjadinya lesi DA, antara lain meningkatnya produksi IL-5, dan

menurunnya sintesis IL-2 dari sel mononuklear darah perifer anak yang menderita

DA. Keadaan ini mencerminkan aktivasi eosinofil dan IgE dalam serum yang

tinggi pada DA. Ganguan respon imun baik humoral maupun selular pada

penderita DA telah dibuktikan dengan percobaan uji tusuk yang memberikan

reaksi segera ataupun uji tempel menggunakan alergen tungau debu rumah.

Penelitian dengan uji temple dapat dijelaskan timbulnya lesi kulit pada DA yang

menyerupai lesi dermatitis kontak alergi yang merupakan hasil interaksi antara

berbagai sel imunokompeten di jaringan kulit. Teori imunologis yang

menjelaskan patogenesis DA didukung oleh beberapa bukti antara lain perubahan

pada variabel imunitas humoral dan seluler. (Daili, 2005).

Page 7: Laporan Tutorial Blok Kulit

Gambar 1. Plak erimatosa difuse dan kering pada pipi

Penatalaksanaan Umun

Kulit penderita DA lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu penting

mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang memperberat dan memicu.

Misalnya sabun, detergen, kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar, pajanan

terhadap panas dan dingin yang ekstrim.

Lebih baik menggunakan sabun yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan

yang punya pH netral. Pakaian baru sebaiknya dicuci sebelum dipakai untuk

membersihkan formaldehid/bahan kimia tambahan. Mencuci pakaian dengan

detergen harus dibilas dengan baik, sebab sisa detergen dapat bersifat iritan.

Penatalaksanaan Topikal

1. Hidrasi kulit

Kulit pada penderita DA memiliki karakter yang kering dan fungsi sawar

berkurang, mudah retak, sehingga memudahkan masuknya mikroorganisme

Page 8: Laporan Tutorial Blok Kulit

patogen, bahan iritan, dan alergen. Sehingga perlu diberikan pelembab, misal

krim hidrofilik urea 10% dan hidrokortison 1%.

2. Kortikosteroid Topikal

Fungsinya sebagai anti-inflamasi. Pada bayi diberikan salep steroid berpotensi

rendah misalnya hidrokortison 1%-2,5%. Pada anak dan dewasa diberi salep

steroid berpotensi menengah, misal triamsinolon, kecuali pada muka di pakai

yang berpotensi lebih rendah. Bila aktivitas penyakit telah terkontrol, salep steroid

tetap dipakai secara intermitten, yaitu setiap 2 x seminggu untuk menjaga agar

tidak cepat kambuh.

Pengobatan Sistemik

1. Kortikosteroid sistemik

Hanya digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dosis rendah. Kemudian

segera diganti dengan kortikosteroid topikal.

2. Anti histamin

Untuk mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama malam hari.

3. Antiinfeksi / antibiotik

Hanya diindikasikan jika sudah ada gejala sekunder. Pada DA biasanya

ditemukan peningkatan koloni Staphylococcus aureus.

4. Interferon

INF-alfa diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi

sel TH2.

Prognosis

Prognosis dari DA sulit diramalkan. Lebih buruk jika kedua orang tua penderia

juga DA.

Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan prognosis DA :

1. DA yang luas pada anak

2. Menderita rinitis alergi dan asma bronkial

3. Riwayat DA pada ortu atau saudara kandung

Page 9: Laporan Tutorial Blok Kulit

4. Awitan DA pada usia muda

5. Anak tunggal

6. Kadar IgE serum tinggi

b. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon

terhadap faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis

berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, linefikasi)

dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin

hanya beberapa (oligomorfik). dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.

Sinonim dermatitis adalah eksem. Ada yang membedakan antara dermatitis dan

eksem, tetapi pada umumnya menganggap sama.

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia, fisik

(contoh: sinar), mikroorganisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam

(endogen), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui pasti.

Banyak macam dermatitis yang belum diketahui patogenesisnya, terutama yang

penyebabnya faktor endogen. Yang telah banyak dipelajari adalah tentang

dermatitis kontak, baik yang tipe alergik maupun iritan primer.

Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung

pada stadium penyakit, batasnya dapat tegas dapat pula tidak tegas,

penyebarannya dapat setempat, generalisata, bahkan universalis.

Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi

dan eksudasi, sehingga tampak basah (medidans). Stadium subakut, eritema

berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis

tampak lesi kronis, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, dan papul, mungkin

juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu

berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa

Page 10: Laporan Tutorial Blok Kulit

kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensinya tidak selalu

harus polimorfi, mungkin hanya oligomorfi.

Hingga kini belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanama dan

klasifikasi dermatitis, tidak hanya karena penyebabnya yang multi faktor, tetapi

juga karena seseorang dapat menderita lebih dari satu jenis dermatitis pada waktu

yang bersamaan atau bergantian.

Ada yang memberi nama berdasarkan etiologi (contoh: dermatitis kontak,

radiodermatitis, dermatitis medikamentosa), morfologi (contoh: dermatitis

papulosa, dermatitis vesikulosa, dermatitis eksfoliativa), bentuk (contoh:

dermatitis numularis), lokalisasi (contoh: dermatitis interdigitalis, dermatitis

intertriginosa, dermatitis manus, dermatitis generalisata), dan ada pula yang

berdasarkan lama atau stadium penyakit (contoh: dermatitis akut, dermatitis

subakut, dermatitis kronis)

Perubahan histopatologi dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung

pada stadiumnya.

Pada stadium akut kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis,

edema intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuklear. Dermis sembab,

pembuluh darah melebar, ditemukan sebukan terutama sel mononuklear; eosinofil

kadang ditemukan, bergantung pada penyebab dermatitis.

Kelainan pada stadium subakut hampir seperti stadium akut, jumlah vesikel di

epidermis berkurang, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan

parakeratosis; edema di dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas,

demikian pula sebukan sel radang.

Epidermis pada stadium kronis, hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete

ridges memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan; vesikel tidak ada lagi.

Papila dermis memanjang (papilamatosis), dinding pembuluh darah menebal,

dermis terutama di bagian atas bersebukan sel radang m

Page 11: Laporan Tutorial Blok Kulit

ononuklear, jumlah fibroblas dan kolagen bertambah.

Pengobatan yang tepat didasarkan atas kausa, yaitu menyingkirkan penyebabnya.

Tetapi, seperti diketahui penyebab dermatitis multi faktor, kadang juga tidak

diketahui pasti, maka pengobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan

menghilangkan/mengurangi keluhan dan menekan peradangan.

Pada kasus ringan dapat diberikan antihistamin, atau antihistamin dikombinasi

dengan antiserotonin, antibradikinin, anti-SRA, dan sebagainya. Pada kasus akut

dan berat dapat diberi kortikosteroid.

Prinsip umum terapi topikal diuraikan di bawah ini:

1. Dermatitis akut/basah (medidans) harus diobati secara basah (kompres

terbuka). Bila subakut, diberi losio (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentum

(pasta pendingin). Krim diberikan pada daerah yang berambut, sedang pasta pada

daerah yang tidak berambut. Bila kronik, diberi salap.

2. Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah persentase obat spesifik.

(Djuanda, Djuanda, Hamzah, 1993)

DERMATITIS KONTAK IRITAN

EPIDEMIOLOGI

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan

umur, ras, dan jenis kelamin.

Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun

angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak

penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat. (Arnold, Odom, James,

1990)

Page 12: Laporan Tutorial Blok Kulit

Berdasar survey tahunan The Bureau of Labor Statistics, insiden penyakit akibat

kerja pada pekerja Amerika, maka dermatitis kontak meliputi 90% - 95% dari

semua penyakit kulit akibat kerja dan DKI mencakup 80% dari dermatitis kontak

akibat kerja. (Amado, Taylor, Sood, 2008)

ETIOLOGI

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,

misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.

Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,

konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh

faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu: lama kontak, kekerapan (terus-menerus

atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga

gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.

Dermatitis kontak iritan yang disebabkan karena trauma sangat jarang, bisa

dihitung dengan jari penderitanya. Etiologinya dimungkinkan karena tekanan

yang menyebabkan adanya induksi dari makrofag dan sel imun seluler untuk

mengalami peradangan.

Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya

perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan

permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit

hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak

iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami

(ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik.

(Djuanda, Djuanda, Hamzah, 1993)

PATOGENESIS

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat

kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja

kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,

Page 13: Laporan Tutorial Blok Kulit

dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan

tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak

lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel (Djuanda,

2011).

Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase

akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan

membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan

menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor

sirkulasi dari komplemen dan sistem kinin. Juga akan menarik

neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan

membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan

mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan

vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan

sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan

keratinosit dan keluarnya mediator- mediator sehingga

menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya

kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri bila iritan

kuat (Djuanda, 2011).

Empat mekanisme yang saling berkaitan pada DKI:

1. Hilangnya lipid permukaan dan substansi pengikat air

2. Kerusakan membrane sel

3. Denaturasi keratin dermis

4. Efek sitotoksik langsung

Terdapat komponen immunologic-like yang jelas terhadap respon iritan, yang

ditandai oleh pelepasan mediator proinflamatory terutama sitokin yang berasal

dari sel keratinosit sebagai repon terhadap stimulus kimiawi. Ini adalah proses

yang tidak memerlukan pre-sensitisasi. Kerusakan barier kulit menyebabkan

pelepasan sitokin IL-1α, IL-1β, dan TNF-α. Peningkatan 10x dari TNF-α dan IL-

6, dan 3x level GM-CSF dan IL-2, ditemui pada DKI. TNF-α adalah satu dari

sitokin kunci pada DKI, yang menyebabkan peningkatan ekspresi MHC II dan

ICAM-1 pada keratinosit.

Page 14: Laporan Tutorial Blok Kulit

Faktor yang Mempengaruhi

DKI adalah penyakit multifaktorial dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan

faktor endogen (host) memegang peranan.

A. Faktor eksogen

1. Sifat kimiawi iritan: pH, konsentrasi, ukuran molekul, kuantitas, polarisasi,

ionisasi, vehikulum, kelarutan

2. Karakteristik pajanan: jumlah, konsentrasi, durasi, tipe pajanan, pajanan

simultan terhadap iritan lain, interval setelah pajanan sebelumnya

3. Faktor lingkungan: regio tubuh dan temperature dan faktor mekanik:

tekanan, friksi, abrasi.

Apabila 1 atau lebih iritan dikombinasi atau digunakan secara simultan,

efek sinergis atau antagonistik dapat terjadi sebagai konsekuensi dari

interaksi seluler spesifik antar senyawa, atau perubahan dalam

pemeabilitas kulit oleh 1 atau lebih senyawa, yang tidak akan terjadi bila

iritan digunakan secara tunggal. Ini dikenal sebagai crossover

phenomenon. Ini dapat dijelaskan bahwa 1 irtitan menyebabkan

peningkatan kerentanan terhadap iritan lainnya.

. B. Faktor endogen

1. Genetik

2. Gender: Mayoritas DKI klinis mengenai tangan, dan wanita merupakan

mayoritas, karena wanita lebih banyak terpajan iritan dan kerja di kondisi yang

basah, dan barangkali lebih sering mencari pengobatan.

3. Usia: anak < 8 tahun lebih rentan terhadap absopsi perkutan bahan

kimia dan iritan.

4. Etnis: belum ada penelitian bahwa tipe kulit mempengaruhi secara

nyata perkembangan DKI.

5. Lokasi kulit: Terdapat perbedaan fungsi barier dari tiap lokasi, sehingga kulit

wajah, leher, skrotum dan punggung tangan lebih sensitif terhadap DKI.

6. Faktor atopi: atopi merupakan faktor predisposisi DKI pada tangan. Hal

tersebut karena ada gangguan fungsi barier kulit sehingga lebih rentan terhadap

DKI. (Arnold, Taylor, Sood, 2008)

Page 15: Laporan Tutorial Blok Kulit

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan

melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk,

denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat

air kulit. Keadan ini akan merusak sel epidermis.

Ada dua jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan

menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang,

sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami

kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan,

gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.

GEJALA KLINIS

Sebagaimana disebabkan diatas bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka dermatitis

kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan

dermatitis kontak iritan kronis. (Djuanda, Djuanda, Hamzah, 1993)

Dermatititis kontak iritan akut

Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau

panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang

terkena, berbatas tegas.

Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada

sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin,

antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat.

Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah

dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari

(dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada

awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

Dermatitis kontak iritan kronis

Page 16: Laporan Tutorial Blok Kulit

Nama lain ialah dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan

lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro,

kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun,

pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi

oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak

cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor

lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan,

bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak

merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan

dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal

(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus

berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit

tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada

kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga

diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat

perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya

dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan

lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.

HISTOPATOLOGI

Gambaran histopatologik dermatitis kontak iritan tidak karakteristik. Pada

dermatitis kontak iritan akut (oleh iritan primer), dalam dermatitis terjadi

vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear dan determis bagian atas. Eksositosis di

epidermis disertai spongiosis dan edema intrasel, dan akhirnya terjadi nekrosis

epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis ini dapat menimbulkan bula

subepidermal.

DIAGNOSIS

Page 17: Laporan Tutorial Blok Kulit

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan

pengamatan gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui

karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa

yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, dermatitis kontak irita kronis, timbulnya

lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya

sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi. Untuk ini diperlukan uji tempel

dengan bahan yang dicurigai.

Dermatitis kontak iritan dapat dibedakan dengan dermatitis kontak alergi selain

dari pemeriksaan penunjang seperti skin prick test, tes tempel, dan IgE. Pada

pemeriksaan IgE, pasien dengan dermatitis kontak alergi akan selalu tinggi

sebelum dan sesudah terkena pemicu, sedangkan pada dermatitis kontak iritan

tidak ada peran IgE. Selain itu kita dapat berpegangan pada analogi sebagai

berikut : Pada dermatitis kontak iritan yang kuat maka akan langsung memberikan

manifestasi klinik, sedang pada kontak iritan yang lemah maka butuh waktu

sehingga akan tampak kronis untuk menimbulkan manifestasi klinik. Pada

dermatitis kontak alergi jika pasien terpapar pemicu maka akan langsung

memberikan manifestasi klinik yang menunjang tanpa melihat akut dan

kronisnya. Sehingga jika dilakukan uji tempel, maka pada pasien dermatitis

kontak iritan, saat iritan ditempelkan dikulit, maka hanya saat itu saja uncul gatal,

merah, edema, dll setelah dilepas maka akan langsung hilang. Berbeda dengan

dermatitis kontak alergi yang diberi pemicu maka saat itu sampai dilapasnya

pemicu tersebut, manifestasi klinik akan tetap ada bahkan menyebar baru mereda.

Diagnosis banding DKI:

Dermatitis seboroik

Dermatitis stasis

Dermatitis atopik

Tinea

Asteatosis

Kriteria diagnostik DKI

Tabel 7.1. Kriteria diagnostik DKI

Page 18: Laporan Tutorial Blok Kulit

Kriteria mayor Kriteria minor

Subyektif

Awitan gejala dalam menit sampai

jam dari pajanan

Nyeri, rasa terbakar melebihi gatal

pada awal perjalanan penyakit

Awitan dermatitis dalam 2 minggu

pajanan

Banyak individu dalam lingkungan

mendapat penyakit sama

Obyektif

Macula eritem, hiperkeratosis, atau

fisur lebih dominan dari vesikulasi

Glazed, parched, or scalded

appearance of the epidermis

Proses penyembuhan mulai dengan

cepat pada penyingkiran pajanan

agen penyebab

Uji tempel negative

Dermatitis berbatas tegas

Bukti adanya pengaruh gravitasi,

seperti dripping effect

Tidak ada tendensi dermatitis

menyebar

Perbedaan konsentrasi dan waktu

pajan menghasilkan perbedaan besar

pada kerusakan kulit

PENCEGAHAN

DKI adalah faktor risiko terjadinya DKA, karena terganggunya barier kulit dapat

meningkatkan potensi fase induksi dan elisitasi DKA. Jadi, mencegah DKI

berarti secara simultan mencegah DKA. Pasien perlu diberitahu mengenai cara

pencegahan iritan. Pemakaian peralatan proteksi personal, terutama pada high-risk

jobs, sangat penting.

PENGOBATAN

Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan

pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi. Bila hal

ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka

dermatitis iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan

topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.

Page 19: Laporan Tutorial Blok Kulit

Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid

topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali

dengan kortikosteroid yang lebih kuat.

Pengobatan dengan kortikosteroid sendiri dapat berbeda – beda tergantung dari

lokasinya, semakin tebal epidermis dan luas lesi maka jenis, kandungan, dan dosis

kortikosteroid akan lebih tinggi karena dibutuhkan lebih banyak dan lebih kuat

untuk menembus epidermis ke dermis dan subkutan dan ke pembuluh darah

sehingga dapat memberikan efek sesuai keinginan kita. Sehingga pada punggung

akan memerlukan jenis, dosis, dan kandungan yang lebih tinggi dibandingkan

wajah.

Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja

dengan bahan iritan, untuk mencegah kontak dengan bahan tersebut.

PROGNOSIS

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan

sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada

dermatitis kontak iritan kronis yang penyebabnya multi faktor.

c. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

EPIDEMIOLOGI

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis

kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat

peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi

dermatitis ini di masyarakat. (Larsen, 1992)

Di seluruh dunia, antara 10% dan 20% dari anak-anak memiliki DA. Sekitar 1%

hingga 3% dari orang dewasa memiliki DA. Orang dari semua warna kulit

mendapatkan DA. Kebanyakan orang (90%) mendapatkan DA sebelum usia 5

Page 20: Laporan Tutorial Blok Kulit

tahun. DA jarang dimulai ketika seseorang sudah dewasa (AAD, 2015). (Cohen,

Jacob, 2008)

ETIOLOGI

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan

kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan

kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi

alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

PATOGENESIS

DKA adalah reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap agen kimia eksternal. Bukti

menunjukkan bahwa kemampuan untuk disensitasi terhadap agen spesifik, mempunyai

basis genetik.

Untuk menimbulkan reaksi imun terhadap alergen, individu harus rentan secara

genetik, mendapat pajanan yang cukup terhadap agen kimia pensensitasi, dan

mendapat pajanan ulang dikemudian hari. Ini adalah perbedaan DKA dengan DKI

(tidak ada reaksi imunologik).

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah

mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune

respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbulnya lambat

(delayed hypersensitivit), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan

alergen. (Larsen, 1992)

Beberapa Fase Dermatitis Kontak Alergi.

A. Fase Aferens (Sensitisasi)

1. Antigen processing and presentation. Sel Langerhans (LCs) menelan hapten

dengan cara PINOSITOSIS/ENDOSITOSIS, dilanjutkan dengan degradasi parsial

antigen secara nonlisosomal menghasilkan PEPTID ANTIGENIK (antigen komplit).

Peptid kemudian diangkut HLA-DR ke permukaan LCs, dan komplek HLA-DR-

peptid siap dipresentasikan ke sel T.

Page 21: Laporan Tutorial Blok Kulit

2. Pematangan/maturasi LCs. Selama prosesing antigen, LCs mengalami perubahan

fenotipik yang memfasilitasi migrasi LCs dari kulit ke kelenjar getah bening regional,

dan mempersiapkan interaksi dengan sel T CD4+. Perubahan tersebut berupa ekspresi

molekul adesi, ICAM1 (CD54), B7-2 (CD86), CD40, LFA3 (CD58), dan HLA-DR

(klas II). Perubahan fenotipik LCs dipengaruhi oleh IL-1β (berasal dari LCs), dan IL-

1α dan TNF-α (berasal dari keratinosit).

3. Migrasi LCs dari kulit ke kelenjar getah bening (KGB) regional. Faktor yang

mengontrol migrasi LCs adalah upregulasi sialyl Lewis X (selektin) pada LCs dan

E-selectin pada sel endotel, dilanjutkan dengan interaksi ke duanya. Selain itu, E-

cadherin pada LCs di downregulasi sehingga ikatan LCs dengan keratinosit

dilepas. Upregulasi sialyl Lewis X dan down regulasi E-cadherin dipengaruhi

oleh TNF-α dari keratinosit, dan protein kinase C (PKC) dari LCs.

4. Presentasi sentral (bagian parakortek/thymus-dependent KGB). Pada proses

sensitisasi awal, LCs matang mempresentasikan antigen kepada sel T CD4+ yang

belum pernah tersensitisasi (sel T virgin/sel Th0/sel CD45RA+). Interaksi awal

melibatkan HLA-DR-Peptid pada LCs dengan CD4/CD8-TCR-CD3 pada sel T, serta

molekul adesi pada LCs dan ligand nya pada sel T (lihat gambar). Interaksi

menyebabkan sel Th0 mengalami aktivasi dan sel Langerhans menghasilkan IL-12,

yang akan mengarahkan perkembangan sel T aktif ke arah sel Th1. IL-1 bersama IL-6

akan memicu sel T menghasilkan dan mensekresikan IL-2. Kerjasama IL-1, Il-6, dan

IL-2 akan menginduksi IL-2R pada sel T. Interaksi Il-2 dan IL-2R menyebabkan

proliferasi sel T dan produksi IFN-γ, dilanjutkan dengan diferensiasi CD45RA+

menjadi CD45RO+ memory/effector Th1 cells. Sel Th1 CD45RO+ selanjutnya

mengekspresikan newly acquired ‘homing’ antigens, CLA (common leukocyte

antigen), dan very late antigen-4 (VLA-4). Ke dua molekul tersebut (dan LFA-1)

diperlukan sel Th1 untuk ke kulit melalui pembuluh darah. Interleukin yang dihasilkan

oleh sel Th1 CD4+ akan mengaktifkan sel Tc CD8+ dan sel makrofag. IFN-γ

menstimulasi ekspresi molekul adesi sel endotel yang diperlukan untuk migrasi sel T

melalui pembuluh darah ke kulit.

Page 22: Laporan Tutorial Blok Kulit

5. Invasi sel Th1 memori yang antigen spesifik, sel Tc CD8+, sel inflamasi lain nya ke

dalam kulit, menimbulkan respon yang secara klinis dikenal sebagai DKA. Mekanisme

berbagai sel tersebut dikerahkan ke kulit, adalah melalui rolling, arrest (firmed

adhesion), and extravasation pada endotel vaskuler, dan hal tersebut dimediasi oleh

aktivasi sekuensial LFA-1, VLA-4, CLA pada sel T, dan ICAM-1, VCAM-1, E-

selectin pada sel endotel. Interaksi CLA dengan E-selectin menyebabkan sel dalam

sirkulasi melambat dan mulai rolling sepanjang dinding endotel. Perlambatan tersebut

memudahkan sel menangkap sinyal peradangan (ada pertempuran di tempat tersebut).

Sel segera mengekspresikan LFA-1 dan VLA-4 yang akan berinteraksi dengan ICAM-

1 dan VCAM-1, sehingga sel mengalami firmed adhesion, dan siap untuk ekstravasasi

di tempat yang sesuai (lokasi peradangan). Keseluruhan proses, mulai dari prosesing

Page 23: Laporan Tutorial Blok Kulit

antigen sampai terdapatnya sel Th1 memori/efektor dan sel Tc CD8+ di dalam kulit,

dinamai FASE SENSITISASI.

B. Fase Eferens (Elisitasi)

Gambaran klinik DKA terjadi apabila hapten yang sama kontak ulang ke dalam kulit

yang telah mengandung sel Th1 dan/sel Tc1 aktif. Peptid antigenik hasil prosesing

APC dipresentasikan kepada sel Th1/Tc1 aktif di dalam kulit (perifer). Sel Th,

keratinosit dan LCs menghasilkan berbagai interleukin, IL-2, IL-12, IFN-γ, TNF-α,

IL-8, yang menyebabkan pengerahan berbagai sel radang (sel Tc, NK cell, makrofag,

PMN), ekspresi molekul adesi, dan peradangan. Semuanya akan tampak sebagai DKA.

C. Fase Resolusi

Pada fase lanjut DKA, IL-10 dan TGF-β men downregulasi DKA. Stimulasi IFN-

γ terhadap sel makrofag mengakibatkan sel tersebut menghasilkan prostaglandin-

E. Prostaglandin-E menghambat produksi IL-2 dan ekspresi IL-2R, sehingga

aktivasi sel T dan NK terhambat. Proses deskuamasi, degradasi antigen dan APC

semuanya memberi andil dalam resolusi DKA. (Robert, Kupper, 1999)

GEJALA KLINIS

Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada

keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas

jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula

dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat

kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak

jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis;

mungkin penyebabnya juga campuran.

Berbagai lokalisasi terjadinya dermatitis kontak :

Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di

tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis

Page 24: Laporan Tutorial Blok Kulit

kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena

bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah

sayuran/tanaman, semen, dan pestisida.

Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan

(nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila umumnya oleh

bahan pengharum.

Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,

obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau

sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.

Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat

rambut, eyeshadows, dan obat mata.

Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak

pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat

rambut, hearing-aids.

Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),

parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.

Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna,

kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen.

Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut

wanita, dan alergen yang ada di tangan.

Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh

pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya

anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu. (Larsen, 1992)

DIAGNOSIS

Page 25: Laporan Tutorial Blok Kulit

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis

yang teliti.

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang

ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilikus

berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu

ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang

yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi

riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,

kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang

pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik,

psoriasis).

Tabel 6.1. Anamnesis pasien dengan kecurigaan DKA

Demografi dan riwayat pekerjaan Usia, jenis kelamin, ras/etnis, agama,

status perkawinan, pekerjaan dan

deskripsi pekerjaan, lokasi pekerjaan,

kegiatan di luar pekerjaan tetap,

pekerjaan sebelumnya

Riwayat medik keluarga faktor genetik, predisposisi

Riwayat medik pasien alergi obat, penyakit penyerta, obat,

operasi

Riwayat dermatitis awitan, lokasi lesi, terapi

Pendekatan morfologik

Setelah riwayat penyakit diperoleh, langkah selanjutnya adalah penilaian

pemeriksaan status dermatologic menyeluruh. Pengetahuan mengenai ukuran ,

sifat dan lokasi dermatitis meningkatkan kemungkinan pemilihan allergen untuk

uji tempel.

Diagnosis

1. in vito test: Patch test (gold standard)

Page 26: Laporan Tutorial Blok Kulit

2. in vitro test: lymphocyte transformation test, macrophage migration inhibition

test. (Cohen, Jacob, 2008)

Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola

kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di

ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki

oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit,

untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.

DIAGNOSIS BANDING

Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran

morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis,

dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan

dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu

dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak

alergi.

UJI TEMPEL

Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila

mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung,

dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain

atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan

impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi

dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan

tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil positif dapat

berupa eritema dengan urtika sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah

reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan dengan konsentrasi

bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48

jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat

(reaksi tipe cresendo).

Page 27: Laporan Tutorial Blok Kulit

PENGOBATAN

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya

pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan

kelainan kulit yang timbul.

Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi

peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema,

edema, bula atau vesikel, serta eksufatif (madidans), misalnya prednison 30

mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan

kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.

Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah

mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan

kortikosteroid topikal.

PROGNOSIS

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya

dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan

dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis,

atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.

(Larsen, 1992)

d. Pityriasis Rosea

Pityriasis rosea adalah penyakit kulit yang menimbulkan bercak merah. Biasanya

ditemukan atau diderita pada usia 10-35 tahun. Pityriasis rosea disebabkan oleh

virus, namun bercak kulit tidak menular kepada orang lain. (Anonim, 2015)

Dimulai dengan lesi inisial (herald patch) berbentuk eritema dengann skuama

halus di tepinya, namun bentuknya masih oval dan di tengahnya tampak

hipopigmentasi. Lesi selanjutnya timbul 4-10 hari berikutnya, ruam seperti lesi

pertama namun lebih kecil. Umumnya susunannya sejajar kosta punggung (seperti

Page 28: Laporan Tutorial Blok Kulit

pohon cemara terbalik), dapat timbul serentak maupun beberapa hari. Pada anak-

anak biasanya muncul sebagai urtika, vesikel, dan papul. Penyakit ini masih

belum diketahui penyebabnya, namun diperkirakan akibat virus karena bersifat

self limitting disease. Penyakit ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.

Pengobatan yang diberikan umumnya bersifat simtomatis. Untuk mengobati

gatalnya, secara sistemik pasien diberi sedativa secara topikal diberi bedak asam

salisilat yang dibubuhi mentol 0,5-1%. (Mansjoer, 2009)

e. Psoriasis

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,

ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama

yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai juga fenomena tetesan

lilin, Auspitz signs dan Koebner. Psoriasis merupakan jenis penyakit kulit yang

penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan

penyakit ini terkadang untuk jangka waktu lama atau hilang timbul, penyakit ini

secara klinis sifatnya tidak mengancam jiwa, tidak menular tetapi karena

timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan

kualitas hidup serta menggangu kekuatkan mental seseorang bila tidak dirawat

dengan baik.

Berbeda dengan pergantian kulit pada manusia normal yang biasanya berlangsung

selama tiga sampai empat minggu, proses pergantian kulit pada penderita

psoriasis berlangsung secara cepat yaitu sekitar 2–4 hari, (bahkan bisa terjadi

lebih cepat) pada psoriasis juga terjadi pergantian sel kulit yang banyak dan

menebal.

ETIOLOGI

Faktor genetik diduga ikut berperan, bila orangtuanya tidak menderita psoriasis

resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orangtuanya menderita

psoriasis resikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua

tipe yaitu psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II

Page 29: Laporan Tutorial Blok Kulit

dengan awitan lambat bersifat non familial. Hal lain yang mendukung adanya

faktor genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I

berhubungan dengan HLA-B13, B17,Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan

dengan HLA-BR7 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan

HLA-B27.

Faktor imunologik juga berperan, defek genetik pada psoriasis dapat

diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji

antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli

untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan

limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit

sebukan limfosit dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih

banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17

sitokin yang produksinya bertambah. Sel langerhans juga berperan pada

imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan

adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel langerhans.

Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat hanya 3-4 hari,

sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickoloff (1998) berkesimpulan

bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90% kasus dapat

mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif. Berbagai faktor pencetus

pada psoriasis antara lain stress psikis, infeksi local, trauma (fenomena Kobner),

endokrin, gangguan metabolik, obat, alcohol dan merokok. Stress psikis

merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan erat

dengan salah satu bentuk psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan hubunganya

dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Puncak insiden psoriasis pada waktu

pubertas dan menapouse. Pada waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan

pada masa pasca partus memburuk. Gangguan metabolisme contohnya

hipokalsemi dan dialisis telah dilaporkan sebagai faktor pencetus.

GEJALA KLINIS

Page 30: Laporan Tutorial Blok Kulit

Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi

eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada

scalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor

terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.

Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan

skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium

penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di

pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta

transparan. Besar kelainan bervariasi : lentikuler, numuler atau plakat, dapat

berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar lentikuler disebut psoriasis

gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut

oleh Streptococcus. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan

Kobner (isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas,

sedangkan yang terakhir tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati

pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis.

Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada

goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara

menggores dapat dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak

serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis, caranya

skuama yang berlapis-lapis itu dikerok, setelah skuamanya habis maka

pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak

perdarahan yang berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma

pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan dapat menyebabkan kelainan

yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut fenomena kobner yang timbul

kira-kira setelah 3 minggu. Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku,

yakni sebanyak kira-kira 50%, yang agak khas ialah yang disebut pitting nail atau

nail pit berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan yang tak khas adalah kuku yang

keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk

dibawahnya (hyperkeratosis subungual) dan onikolisis.

BENTUK KLINIS

Page 31: Laporan Tutorial Blok Kulit

Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis antara lain:

1. Psoriasis vulgaris

Bentuk ini adalah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula

tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.

2. Psoriasis gutata

Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan

diseminata, umumnya setelah infeksi streptococcus di saluran napas bagian atas

sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu

juga dapat timbul setelah infeksi yang lain, baik bakterial maupun viral.

3. Psoriasis inversa

Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai

dengan namanya. Inverse psoriasis ditemukan pada ketiak, pangkal paha,

dibawah payudara, dan di lipatan-lipatan kulit di sekitar kemaluan dan panggul

Tipe psoriasis ini pertama kali tampak sebagai bercak (lesions) yang sangat merah

dan biasanya lack the scale associated dengan psoriasis plak. Bercak itu bisa

tampak licin dan bersinar.

Psoriasis Inversa sangat menganggu karena iritasi yang disebabkan

gosokan/garukan dan keringat karena lokasinya di lipatan-lipatan kulit dan daerah

sensitif (tender). terutama sangat mengganggu bagi penderita yang gemuk dan

yang mempunyai lipatan kulit yang dalam. Pengobatan bisa sukar, karena kulit

peka pada daerah lipatan-lipatan. Krem steroid dan salep diyakini sangat efektif,

tetapi tidak boleh di tutup dengan plastic. Penggunaan berlebihan atau kesalahan

pemakaian steroid, terutama pada lipatan-lipatan kulit, dapat menimbul efek

samping, terutama penipisan pada kulit dan meninggalkan tanda. Karena pada

daerah ini cenderung timbul infeksi disebabkan yeast dan jamur, dokter akan

menguji untuk infeksi dan mungkin akan menggunakan krem cair oles steroid di

gabungkan dengan obat-obatan lain, seperti, 1% atau 2% hydrocortisone dengan

Page 32: Laporan Tutorial Blok Kulit

anti-yeast atau anti-jamur. Krem/salep lain, seperti Dovonex(daivonex), coal tar

atau anthralin, bisa juga efektif untuk pengobatan psoriasis pada lipatan kulit,

tetapi bisa menyebabkan iritasi. Obat-obatan ini harus dipergunakan secara hati-

hati dan dibawah pengawasan dokter. Penderita psoriasis inverse yang telah parah

mungkin sewaktu-waktu memerlukan obat telan/minum seperti methotrexate

(MTX), untuk mengontrol penyakit mereka. Desember 2000 yang lalu, badan

POM Amerika mensahkan (approved) obat yang disebut Protopic (dikenal juga

dengan nama generik tacrolimus) untuk eksim. banyak dokter kulit menemukan

bahwa obat ini bekerja dengan baik pada bercak-bercak psoriasis pada lipatan

kulit. Elidel (dikenal juga dengan nama generik pimecrolimus) dapat juga

dipergunakan untuk penderita psoriasis inverse. Pada umumnya Elidel tidak se-

efektif Protopic, tapi lebih tidak berminyak. Kadang-kadang sebuah obat yang

diberikan pakai resep oleh seorang dokter, pembuatannya dicampur oleh seorang

apoteker, atau dibawa keluar negeri dengan nama brand Castederm) digunakan

untuk pengobatan psoriasis inversa. Obat berbentuk cairan dapat dioleskan pada

bercak kulit dan dapat membantu mengeringkan bercak-bercak psoriasis pada

lipatan kulit, seperti penggunaan macam-macam bedak kulit. Sebagian orang akan

menggunakan krem pada malam hari dan bedak pada pagi hari, Zeasorb dan

Zeasorb AF adalah bedak yang efekfif untuk digunakan untuk psoriasis inverse.

Pengobatan dengan penyuntikan pertama kali dipelajari dan diakui untuk

penderita psoriasis plak, obat tersebut efektif juga dipergunakan untuk mengobati

psoriasis inverse.

4. Psoriasis eksudativa

Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada

bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.

5. Psoriasis seboroik

Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan

dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan

Page 33: Laporan Tutorial Blok Kulit

agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat

seboroik.

6. Psoriasis pustulosa

Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata, dan generalisata.

Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo-plantar (barber).

Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut.

7. Eritroderma psoriatic

Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topical yang terlalu kuat

atau oleh penyakit sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis

tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama yang tebal universal. Ada

kalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar yakni lebih eritematosa dan

kulitnya lebih meninggi.

DIAGNOSA BANDING

1. Dermatofitosis

Pada stadium penyembuhan dermatofitosis, eritema dapat terjadi hanya dipinggir

sehingga menyerupai dermatofitosis.

2. Sifilis psoriasiformis

Sifilis stadium II dapat menyerupai sifilis psoriasiformis

3. Dermatitis seboroik

Skuama dermatitis seboroik berminyak dan kekuning-kuningan dan bertempat

predileksi pada tempat yang seboroik.

PENGOBATAN

Page 34: Laporan Tutorial Blok Kulit

PENGOBATAN SISTEMIK

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dosisnya kira-kira ekivalen dengan

prednisone 30 mg per hari. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan,

kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan

menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosis generalisata

2. Obat sitostatik

Obat sitostatik yang biasanya digunakan adalah metotreksat. Indikasinya ialah

untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis artritis dengan lesi kulit, dan

eritroderma karena psoriasis, yang sukar terkontrol dengan obat standar.

Kontraindikasinya adalah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan

penyakit infeksi aktif, (misalnya tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis ulserosa

dan psikosis. Setiap 2 minggu diperiksa : Hb, jumlah lekosit, hitung jenis, jumlah

trombosit, dan urin lengkap. Efek sampingnya diantaranya ialah nyeri kepala,

alopesia, juga terhadap saluran cerna, sumsum tulang belakang, hepar dan lien.

Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserasi, dan diare

3. Levodopa

Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Diantara penderita

Parkinson yang sekaligus juga menderita psoriasis, ada yang membaik

psoriasisnya dengan pengobata levodopa.

4. DDS

DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe

barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. Efek sampingnya adalah anemia

hemolitik, methemoglobinemia, dan agranulositosis

5. Etretinat

Page 35: Laporan Tutorial Blok Kulit

Merupakan retinoid aromatic digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan

dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Dapat pula digunakan untuk

eritroderma psoriatika. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel

epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal

6. Siklosporin

Efeknya adalah imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kgBB sehari. Bersifat nefrotoksis

dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat

dihentikan dapat terjadi kekambuhan.

PENGOBATAN TOPIKAL

1. Preparat ter

2. Kortikosteroid

3. Ditranol (antralin)

4. Pengobatan dengan penyinaran

5. Calcipotriol

6. Tazaroten

7. Emolien

8. PUVA

Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang

sinergik. Mula-mula 10-20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian

dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, diantaranya 4 x

seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3-4 minggu, setelah

itu dilakukan terapi pemeliharaan (maintenance) seminggu sekali atau dijarangkan

untuk mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma

psoriatik dan psoriasis pustulosa.

f. Eritroderma

Eritroderma/Dermatitis eksfoliatif merupakan komplikasi dari semua penyakit

kulit dimana 90% tubuh sudah mengalami eritem, skuama, nodul, vesikel, dll

Page 36: Laporan Tutorial Blok Kulit

tergantung penyebabnya. Biasanya menyerang wanita usia diatas 50 tahun.

Pengobatan yang diberikan dapat berupa kortikosteroid sistemik karena lesi tubuh

lebih dari 20% dan tidak sembuh dengan topikal. Tetapi terapi topikal dapat

diberikan dengan emolien (vaseline album) ditambah kortikosteroid ringan.

Namun karena bahaya dari penggunaaan berkepanjangan dari kortiksteroid

sistemik, maka dapat dikombinasikan dengan obat lain. Akan tetapi jika

kortikosteroid diturunkan maupun diganti sebentar maka akan terjadi flair atau

kekambuhan seperti semula. Oleh sebab itu pasien dengan eritroderma harapan

hidupnya kecil. Ditambah dengan adanya erosi pada stratum korneum, maka

fungsi kulit tidak berguna, sehingga bisa demam, menggigil, mudah infeksi

sekunder, sepsis, dehidrasi, dll. (Indian, 2005)

Page 37: Laporan Tutorial Blok Kulit

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diskusi kami, didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Diantara diagnosis banding yang kami buat, pasien tersebut lebih mendekati ke penyakit

Dermatitis Atopi. Hal ini ditunjukkan dari keadaan fisik pasien yaitu bayi berumur satu

tahun dengan keluhan adanya bercak eritem, skuama halus, dan gatal di pipi. Selain itu

didapatkan pula riwayat bahwa kakak pasien juga menderita asma.

2. Pemilihan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis diperlukan agar efektif

dan sesuai ketepatannya.

3. Penatalaksanaan dapat dilakukan mulai dari nonmedikamentosa, medikamentosa, terapi

topikal, dan terapi sistemik seperti yang telah dijelaskan di atas.

Page 38: Laporan Tutorial Blok Kulit

BAB IV

SARAN

Dari diskusi tutorial ini kelompok kami menyarankan :

1. Dari segi fasilitas.

Hendaknya fasilitas pendukung tutorial ditingkatkan seperti AC.

2. Dari segi skenario.

Skenario sudah baik yaitu mencakup kompetensi 4A SKDI sehingga menunjang

kompetensi mahasiswa sebagai calon dokter umum.

3. Dari segi tutor

Tutor sudah memberikan bimbingan kepada mahasiswa untuk fokus pada tujuan/LO

dari blok, serta memberi masukan agar diskusi selanjutnya bisa lebih baik.

Page 39: Laporan Tutorial Blok Kulit

DAFTAR PUSTAKA

Amado A, Taylor JS, Sood A. Irritant Contact Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,

Gilchrest BA, Paller AS, David J. Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in

General Medicine, VII ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 395- 401.

Anonim (2014). Psoriasis. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37071/4/Chapter

%20II.pdf. Diakses 4 November 2015

Arnold HL., Odom RB., James WD., 1990. Andrew’s Dissease of Skin, 8th ed, London : WB

Sauders Co., 89-114

Cohen DE, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,

Gilchrest BA, Paller AS, David J. Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in

General Medicine, VII ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 135-146.

Daili, ES. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Jakarta: PT Medical Multimedia

Indonesia

Dermatitis atopi, dermatitis kontak alergi.

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/dermatitis-atopik/ Diakses pada 5

November 2015

Djuanda A., Djuanda S., Hamzah M., Aisah S., editor. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,

Edisi Kedua, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Djuanda, Adhi, 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 6. Jakarta: FKUI.

Indian J Dermatol Venerol Leprol.2010 Jul-Aug;76(4):341-7.doi:10.4103/0378-6323.66576.

Erytroderma in children by Sarkar R, Garg VK

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20657113 Diakses pada 5 November 2015

Larsen WG, 1992. Allergic Contact Dermatitis, In : Moschella SL., Hurley HJ, Dermatology, 3rd

ed, London : WB Sauders Co., 391-400

Page 40: Laporan Tutorial Blok Kulit

Mansjoer, Arief. (2009). Kapita Selekta Kedokteran FK UI Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapicus FK UI.

Robert C, Kupper TS. Inflammatory Skin Diseases, T cells, and Immune Surveillance. N Engl J

Med. 1999;341(24):1817-1828.