laporan tutorial blok 17

51
LAPORAN TUTORIAL BLOK 17 MODUL 5 “TEMPOROMANDIBULAR DISORDER” Oleh, Kelompok 3 Ketua : Yossy Juliarni (1210342024) Sekretaris Meja : Aulina Refri Rahmi (1210342010) Sekretaris Papan : Nadya Permata Yusdhi (1210342041) Anggota : Risa Widia (1210341004) Hilmiy Mefida Darfi (1210341009) Melani Puspita Sari (1210342017) Rezy Kurnia (1210342029) Riri Gustiawarman (1210342036) Venesha Sonia (1210343004) Natasya Lola Dwi P (1210343007) Tutor : drg. Ridha Syahri

Upload: aulina-refri-rahmi

Post on 26-Sep-2015

121 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

Laporan Tutorial Blok 17

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL BLOK 17MODUL 5TEMPOROMANDIBULAR DISORDER

Oleh,Kelompok 3

Ketua: Yossy Juliarni (1210342024)Sekretaris Meja: Aulina Refri Rahmi (1210342010)Sekretaris Papan: Nadya Permata Yusdhi (1210342041)Anggota: Risa Widia (1210341004)Hilmiy Mefida Darfi (1210341009)Melani Puspita Sari (1210342017)Rezy Kurnia (1210342029)Riri Gustiawarman (1210342036)Venesha Sonia (1210343004)Natasya Lola Dwi P (1210343007)

Tutor : drg. Ridha Syahri

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS ANDALASMODUL 5TEMPOROMANDIBULAR DISORDER

SKENARIO 5

Pororo mahasiswa FKG UNJITU datang ke praktek drg. Kliki karena merasakan kliking pada kedua TMJ nya saat buka mulut. Pororo mulai mengenal kliking sejak mengikuti kuliah system stomatognati. Ia cemas karena sekarang ini sudah mulai terasa nyeri pada kedua sendi dan susah buka mulut lebar.Dari anamnesis diketahui Pororo ternyata memiliki kebiasaan bruksism dan postur tubuh yang agak membungkuk. Drg. Kliki melakukan pemeriksaan klinis dan radiologis terhadap Pororo untuk menegakkan diagnosis gangguan TMJ yang dialami Pororo. Drg. Kliki menjelaskan bahwa perawatan yang akan dilakukan terdiri dari beberapa fase.Bagaimanakah anda menjelaskan gangguan TMJ yang dialami Pororo dan penatalaksanaannya?

I. Mengklarifikasi Terminologi1. Temporomandibular disorderAdalah suatu kelainan pada sendi temporomandibular (sendi yang berfungsi menggerakan rahang bawah) yang di akibatkan oleh hiperfungi, malfungsi dari musculoskeletal (otot-otot pada tulang tengkorak) ataupun proses degeneratif pada sendi itu sendiri.

II. Menentukan Masalah1. Apa etiologi dari gangguan TMJ?2. Apa saja factor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya TMD?3. Bagaimana hubungan antara bruksism dan postur tubuh yang bungkuk terhadap TMD?4. Apa saja tanda dan gejala pada TMD selain dari skenario?5. Bagaimana pemeriksaan klinis dan radiologis untuk menegakkan diagnosa TMD?6. Bagaimana perawatan untuk gangguan TMJ yang dialami oleh Pororo?7. Bagaimana cara mencegah TMD?8. Apa saja dampak TMD terhadap rongga mulut dan fungsi tubuh lainnya?

III. Menganalisa Masalah dengan Prior Knowledge

1. Apa etiologi dari gangguan TMJ?1. Kondisi oklusi.Dulu oklusi selalu dianggap sebagai penyebab utama terjadinya TMD, namun akhir-akhir ini banyak diperdebatkan

2. TraumaTrauma dapat dibagi menjadi dua :Macrotrauma : Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan struktural, seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan.Microtrauma : Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu yang lama, seperti bruxism dan clenching. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan microtrauma pada jaringan yang terlibat seperti gigi, sendi rahang, atau otot.

3. Stress emosionalKeadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan adalah peningkatan stres emosional. Pusat emosi dari otak mempengaruhi fungsi otot. Hipotalamus, sistem retikula, dan sistem limbik adalah yang paling bertanggung jawab terhadap tingkat emosional individu. Stres sering memiliki peran yang sangat penting pada TMD.Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang timbul akan disalurkan ke seluruh tubuh. Pelepasan secara internal dapat mengakibatkan terjadinya gangguan psikotropik seperti hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan tonus otot kepala dan leher. Dapat juga terjadi peningkatan aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau clenching yang merupakan salah satu etiologi TMD.

4. Aktivitas parafungsionalAktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar fungsi normal (seperti mengunyah, bicara, dan menelan), dan tidak mempunyai tujuan fungsional. Contohnya adalah bruxism, dan kebiasaan-kebiasaan lain seperti menggigit-gigit kuku, pensil, bibir, mengunyah satu sisi, tongue thrust, dan bertopang dagu. Aktivitas yang paling berat dan sering menimbulkan masalah adalah bruxism, termasuk clenching dan grinding. Beberapa literatur membedakan antara bruxism dan clenching. Bruxism adalah mengerat gigi atau grinding terutama pada malam hari, sedangkan clenching adalah mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras yang dapat dilakukan pada siang ataupun malam hari.Pasien yang melakukan clenching atau grinding pada saat tidur sering melaporkan adanya rasa nyeri pada sendi rahang dan kelelahan pada otot-otot wajah saat bangun tidur.2. Apa saja faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya TMD?Gejala TMD paling banyak diderita oleh populasi yang berusia antara 20-40 tahun, dengan jumlah penderita wanita lebih banyak daripada pria.Faktor Resiko :a. Tooth grindingb. Fibro Myalgiac. Kelainan kongenital pada wajahd. Jaw Clenchinge. Rheumatoid Arthritis

3. Bagaimana hubungan antara bruksism dan postur tubuh yang bungkuk terhadap TMD?Gangguan pada sendi TMJ disebabkan oleh multifactor. Salah satunya pada saat individu dalam keadaan stress dapat memicu terjadinya bad habitual seperti bruksism yang lama-kelamaan akan menyebabkan temporomandibular disorder.

4. Apa saja tanda dan gejala pada TMD selain dari skenario?1.Nyeri pada otot muka dan sendi rahang yang menjalar ke leher dan bahu. Nyeri jelas terasa saat bicara, mengunyah, atau menguap. Akhirnya dapat mencetuskan sakit kepala, migrain, dan vertigo serta muntah.2.Nyeri pada telinga. Dapat juga disertai oleh tinnitus bahkan penurunan pendengaran. Sehingga sering disalahartikan sebagai suatu masalah pada telinga.3.Terdengar suara saat menggerakkan rahang. Suara dapat berupa click, gesekan, atau popping. Orang lain pun terkadang dapat mendengarkan suaranya.4.Bengkak di muka dan mulut pada bagian yang sakit.5.Saat membuka rahang bawah, terjadi gerakan membuka ke samping.6.Gigi tidak dapat tertutup rapat sempurna dan bahkan bila parah, rahang bawah sudah tidak dapat tertutup dan terjadi dislokasi.

5. Bagaimana pemeriksaan klinis dan radiologis untuk menegakkan diagnosa TMD?Pemeriksaan klinis untuk pasien dengan kemungkinan gangguan fungsi pada sendi Temporomandibula.1. Pemeriksaan SubjektifDalam mendiagnosis pasien diperlukan riwayat yang menyeluruh. Keluhan utama yang paling sering dirasakan pada penyakit/gangguan fungsi sendi temporomandibula adalah rasa nyeri dan rasa tidak enak, yang disertai dengan kliking atau keluhan sendi lainnya.1. Rasa sakit/nyeri. Bila pasien merasakan adanya rasa nyeri, maka yang paling penting untuk diketahui adalah lokasi, sifat, dan lama terjadinya rasa nyeri/sakit tersebut.2. Bunyi sendi. Jika pasien mengeluh adanya bunyi sendi atau kliking (suara berkeretak), maka saat timbulnya dan perubahan pada suara sendi tersebut merupakan informasi yang perlu diketahui.3. Perubahan luas pergerakan. Penyembuhan kliking seringkali diikuti oleh keluhan baru, yaitu nyeri akut dan berkurangnya luas pergerakan yang nyata, khususnya pada jarak antar insisal, dimana penemuan inimerupakan petunjuk utama terjadinya closed lock.4. Perubahan oklusi. Beberapa penderita mengeluhkan perubahan gigitan. Keluhan ini dapat merupakan tanda terjadinya perubahan degenerative tingkat lanjut atau spasme otot akut.5. Informasi keadaan kolateral. Setelah riwayat utama diperiksa secara menyeluruh, selanjutnya dapat dikumpulkan informasi keadaan kolateral. Kondisi-kondisi lain yang mengenai kepala dan leher, seperti sinusitis akut atau kronis, sakit pada telinga, dll.6. Perawatan sebelumnya. Kronologi perawatan sebelumnya baik pemberian obat, mekanis, maupun secara bedah juga dicatat.7. Stress. Untuk menentukan dengan tepat keadaan emosional pasien biasanya dibutuhkan beberapa kunjungan dengan kemungkinan pengiriman/rujukan untuk evaluasi psikologis, dan terapi control stress selanjutnya.2. Pemeriksaan Objektif Palpasi otot. Perabaan dengan jari satu dan disisi pada otot penguyahan dan leher dapat menghasilkan nyeri otot yang berlebihan. Nyeri setempat pada otot dapat menunjukkan titik pencetus. Otot yang harus diraba ; masseter, temporal, pterigoid medial, pterigoid lateral, sternokleidomastoideus, servikal posterior dan suprahioid.Kombinasi palpasi bidigital atau bimanual ekstraoral dan intraoral pada musculus suprahyoideus dan sublingualis bisa dilakukan langsung. Palpasi otot yang berhubungan dengan sendi juga bisa dilakukan dengan mudah, kecuali untuk m.pterygoideus lateralis yang sulit dijangkau. Musculus masseter dan temporalis berada di superficial dan bisa langsung di palpasi di wajah. Auskultasi. Auskultasi stetoskop pada sendi memungkinkan penentuan sifaat dan waktu timbulnya bunyi abnormal secara lebih tepat. Penentuan kliking dan besar pembukaan insisal dipermudah dengan auskultasi. Kliking yang terjadi pada awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi discus anterior ringan, sementara kliking yang terjadi atau timbul lebih lambat berkaitan dengan kelaianan meniscus.pada kasus resiprokal, terjadinya bunyi klik pada saat membuka dan memendekkan jarak antara kliking seringkali menunjukkan suatu pergeseran discus yang kronis dan sudah berlangsung lama, yang dapat berkurang dengan sendirinya.Jika diperkirakan terdapat suatu kelainan sendi intraartikular berdasar pemeriksaan klinis dan riwayat penyakit, maka diindikasikan untuk melakukan pemeriksaan sinar-X. Pemeriksaan ini meliputi pembuatan foto panoramik, modifikasi Towne dan teknik transkranial. Gambaran panoramik memperlihatkan regio processus condylaris dan subcondylaris dua sisi (bilateral), sehingga bisa langsung dilakukan perbandingan antara keduanya. Ini sangat bermanfaat dalam diagnosis fraktur, terapi perbandingan sendi penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan abnormal, seperti yang diperlihatkan pada agenesis condylaris, hyperplasia atau hipoplasia dan ankilosis oseus.

6. Bagaimana perawatan untuk gangguan TMJ yang dialami oleh Pororo?Dukungan utama dari perawatan untuk sakit sendi rahang akut adalah panas dan es, makanan lunak (soft diet) dan obat-obatan anti peradangan ( Suryonegoro H, 2009 ).1. Jaw Rest (Istirahat Rahang) Sangat menguntungkan jika membiarkan gigi-gigi terpisah sebanyak mungkin. Adalah juga sangat penting mengenali jika kertak gigi (grinding) terjadi dan menggunakan metode-metode untuk mengakhiri aktivitas-aktivitas ini. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengunyah permen karet atau makan makanan yang keras, kenyal (chewy) dan garing (crunchy), seperti sayuran mentah, permen-permen atau kacang-kacangan. Makanan-makanan yang memerlukan pembukaan mulut yang lebar, seperti hamburger, tidak dianjurkan ( Suryonegoro H, 2009 ).2. Terapi Panas dan Dingin Terapi ini membantu mengurangi tegangan dan spasme otot-otot. Bagaimanapun, segera setelah suatu luka pada sendi rahang, perawatan dengan penggunaan dingin adalah yang terbaik. Bungkusan dingin (cold packs) dapat membantu meringankan sakit (Suryonegoro H, 2009 ).3. Obat-obatan Obat-obatan anti peradangan seperti aspirin, ibuprofen (Advil dan lainnya), naproxen (Aleve dan lainnya), atau steroids dapat membantu mengontrol peradangan. Perelaksasi otot seperti diazepam (Valium), membantu dalam mengurangi spasme-spasme otot ( Suryonegoro H, 2009 ).4. Terapi Fisik Pembukaan dan penutupan rahang secara pasiv, urut (massage) dan stimulasi listrik membantu mengurangi sakit dan meningkatkan batasan pergerakan dan kekuatan dari rahang ( Suryonegoro H, 2009 ).5. Managemen stres Kelompok-kelompok penunjang stres, konsultasi psikologi, dan obat-obatan juga dapat membantu mengurangi tegangan otot. Umpanbalikbio (biofeedback) membantu pasien mengenali waktu-waktu dari aktivitas otot yang meningkat dan spasme dan menyediakan metode-metode untuk membantu mengontrol mereka ( Suryonegoro H, 2009 ).6. Terapi Occlusal Pada umumnya suatu alat acrylic yang dibuat sesuai pesanan dipasang pada gigi-gigi, ditetapkan untuk malam hari namun mungkin diperlukan sepanjang hari. Ia bertindak untuk mengimbangi gigitan dan mengurangi atau mengeliminasi kertakan gigi (grinding) atau bruxism ( Suryonegoro H, 2009 ).7. Koreksi Kelainan Gigitan Terapi koreksi gigi, seperti orthodontics, mungkin diperlukan untuk mengkoreksi gigitan yang abnormal. Restorasi gigi membantu menciptakan suatu gigitan yang lebih stabil. Penyesuaian dari bridges atau crowns bertindak untuk memastikan kesejajaran yang tepat dari gigi-gigi ( Suryonegoro H, 2009 ).8. Operasi Operasi diindikasikan pada kasus-kasus dimana terapi medis gagal. Ini dilakukan sebagai jalan terakhir. TMJ arthroscopy, ligament tightening, restrukturisasi rahang (joint restructuring), dan penggantian rahang (joint replacement) dipertimbangkan pada kebanyakan kasus yang berat dari kerusakan rahang atau perburukan rahang (Suryonegoro H, 2009 ).

7. Bagaimana cara mencegah TMD? Apabila pasien menderita bruksism, hilangkan etiologi dengan meminta dokter gigi membuatkan splint Menghindari terjadinya bad habit Tidak membuka mulut terlalu lebar (seperti menguap atau tertawa terlalu lebar) Apabila sudah terasa nyeri pada sendi, usahakan untuk tidak memakan makanan yang keras seperti permen karet.

8. Apa saja dampak TMD terhadap rongga mulut dan fungsi tubuh lainnya?Berkurangnya kemampuan membuka mulut menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi penderita trismus. Penderita tidak sanggup memakan makanan dalam porsi yang biasa. Penderita biasanya akan mengalami penurunan berat badan dan mengalami kekurangan gizi. Hal ini perlu diperhatikan bila penderita tersebut membutuhkan suatu proses penyembuhan setelah menjalani proses pembedahan, khemoterapi, atau radiasi. Kehilangan berat badan sebesar 10 % dari berat badan awal memiliki indikasi terjadi intake gizi dan kalori yang kurang pada penderita.Masalah di atas juga timbul akibat gangguan menelan pada penderita trismus, hal tersebut berhubungan dengan pembentukan bolus makanan yang terganggu akibat proses salivasi dan pergerakan lidah yang tidak sempurna. Selain itu akan banyak ditemukan sisa makanan yang tidak seluruhnya ditelan. Kombinasi dari gangguan pada otot mastikasi, pembentukan bolus yang tidak sempurna dan peningkatan dari sisa makanan akan menyebabkan aspirasi dari sisa makanan tersebut.

IV. Pembuatan Skema

PORORO

Ke Praktek drg. Kliki

Keluhan : Kliking pada kedua TMJ Rasa nyeri pada kedua sendi Susah buka mulut lebar Kebiasaan bruksism Postur tubuh agak membungkuk

Diagnosa TMD

Dampak gangguanPencegahanPenatalaksanaanPenegakanDiagnosaPemeriksaan KlinisAnamnesaTanda & gejalaEtiologiTMD

V. Menentukan Tujuan Pembelajaran1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi dari temporo mandibular disorder2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tanda dan gejala TMD3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang anamnesa dari pemeriksaan TMD4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan klinis TMD5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang penegakan diagnose TMD6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang penatalaksanaan TMD7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pencegahan TMD8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang dampak dari gangguan temporo mandibular joint.

VI. Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain lain.

VII. Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi TMDFaktor-faktor etiologi disfungsi sendi dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu : Faktor predisposisi Merupakan factor yang meningkatkan resiko terjadinya dsifungsi sendi. Terdiri dari :a. Keadaan sistemik. Penyakit sistemik yang sering menimbulkan gangguan sendi temporomandibula adalah rematikb. Keadaan structural. Keadaan structural yang mempengaruhi sendi temporomandibular adalah oklusi dan anatomi sendi, meliputi :1) Hilangnya gigi posterior openbite anterior2) Impaksi molar 33) Overbite yang lebih dari 6-7 mm, dll Faktor inisiasi (presipitasi) Merupakan factor yang memicu terjadinya gejala-gejala disfungsi sendi temporomandibula misalnya kebiasaan parafungsi oral dan trauma yang diterima sendi temporomandibula. Trauma pada dagu dapat menimbulkan traumatic atritis sendi temporomandibula.Beberapa tipe parafungsi oral seperti kebiasaan menggigit pipi, bibir, dan kuku dapat menimbulkan kelelahan otot, nyeri wajah, dan keausan pada gigi-gigi. Kebiasaan menerima telepon dengan gagang telepon disimpan antara telinga dan bahu, posisi duduk atau berdiri/berjalan dengan kepala lebih ke depan dapat mengakibatkan kelainan fungsi fascia otot, karena seluruh fascia dalam tubuh saling memiliki keterkaitan maka adanya kelainan pada salah satu organ tubuh mengakibatkan kelainan pada organ lainnya Factor PerpetuasiMerupakan factor etiologi dalam gangguan sendi temporomandibula yang menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan sehingga gangguan ini bersifat menetap, meliputi tingkah laku sosial, kondisi emosional, dan pengaruh lingkungan sekitar.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tanda dan gejala TMDKelainan-kelainan sakit sendi rahang umumnya terjadi karena aktivitas yang tidak berimbang dari otot-otot rahang dan/atau spasme otot rahang dan pemakaian berlebihan. Gejala-gejala bertendensi menjadi kronis dan perawatan ditujukan pada eliminasi faktor-faktor yang mempercepatnya. Banyak gejala-gejala mungkin terlihat tidak berhubungan dengan TMJ sendiri. Berikut adalah gejala-gejala yang umum:1.Sakit Telinga: Kira-kira 50% pasien dengan gangguan sendi rahang merasakan sakit telinga namun tidak ada tanda-tanda infeksi. Sakit telinganya umumnya digambarkan sepertinya berada di muka atau bawah telinga. Seringkali, pasien-pasien dirawat berulangkali untuk penyakit yang dikirakan infeksi telinga, yang seringkali dapat dibedakan dari TMJ oleh suatu yang berhubungan dengan kehilangan pendengaran (hearing loss) atau drainase telinga (yang dapat diharapkan jika memang ada infeksi telinga). Karena sakit telinga terjadi begitu umum, spesialis-spesialis kuping sering diminta bantuannya untuk membuat diagnosis dari gangguan sendi rahang.2.Kepenuhan Telinga: Kira-kira 30% pasien dengan gangguan sendi rahang menggambarkan telinga-telinga yang teredam (muffled), tersumbat (clogged) atau penuh (full). Mereka dapat merasakan kepenuhan telinga dan sakit sewaktu pesawat terbang berangkat (takeoffs) dan mendarat (landings). Gejala-gejala ini umumnya disebabkan oleh kelainan fungsi dari tabung Eustachian (Eustachian tube), struktur yang bertanggung jawab untuk pengaturan tekanan ditelinga tengah. Diperkirakan pasien dengan gangguan sendi rahang mempunyai aktivitas hiper (spasme) dari otot-otot yang bertanggung jawab untuk pengaturan pembukaan dan penutupan tabung eustachian.3.Dengung Dalam Telinga (Tinnitus): Untuk penyebab-penyebab yang tidak diketahui, 33% pasien dengan gangguan sendi rahang mengalami suara bising (noise) atau dengung (tinnitus). Dari pasien-pasien itu, separuhnya akan hilang tinnitusnya setelah perawatan TMJnya yang sukses.4.Bunyi-Bunyi: Bunyi-bunyi kertakan (grinding), klik ( clicking) dan meletus (popping), secara medis diistilahkan crepitus, adalah umum pada pasien-pasien dengan gangguan sendi rahang. Bunyi-bunyi ini dapat atau tidak disertai dengan sakit yang meningkat.5. Sakit Kepala: Hampir 80% pasien dengan gangguan sendi rahang mengeluh tentang sakit kepala, dan 40% melaporkan sakit muka. Sakitnya seringkal menjadi lebih ketika membuka dan menutup rahang. Paparan kepada udara dingin atau udara AC dapat meningkatkan kontraksi otot dan sakit muka.6.Pusing: Dari pasien-pasien dengan gangguan sendi rahang, 40% melaporkan pusing yang samar atau ketidakseimbangan (umumnya bukan suatu spinning type vertigo). Penyebab dari tipe pusing ini belum diketahui.7.Penelanan : Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan8.Rahang Terkunci : Rahang terasa terkunci atau kaku, sehingga sulit membuka atau menutup mulut9.Gigi: Gigi-gigi tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada sebagian gigi yang mengalami kontak prematur dan bisa d sebabkan karena maloklusi atau merasa gigitan tidak pas.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang anamnesa dari TMDDalam mendiagnosis pasien diperlukan riwayat yang menyeluruh. Keluhan utama yang paling sering dirasakan pada penyakit/gangguan fungsi sendi temporomandibula adalah rasa nyeri dan rasa tidak enak, yang disertai dengan kliking atau keluhan sendi lainnya.-Gejala yang ada. Nyeri, kekakuan, tegangan otot sendi, masalah sendi, kepekaan atau kenyerian geligi, kehebatan gejala nyeri, lama dan permulaan gejala. Hal yang perlu diketahui saat menganamnesa gejala yang ada :1. Rasa sakit/nyeri. Bila pasien merasakan adanya rasa nyeri, maka yang paling penting untuk diketahui adalah lokasi, sifat, dan lama terjadinya rasa nyeri/sakit tersebut.2. Bunyi sendi. Jika pasien mengeluh adanya bunyi sendi atau kliking (suara berkeretak), maka saat timbulnya dan perubahan pada suara sendi tersebut merupakan informasi yang perlu diketahui.3. Perubahan luas pergerakan. Penyembuhan kliking seringkali diikuti oleh keluhan baru, yaitu nyeri akut dan berkurangnya luas pergerakan yang nyata, khususnya pada jarak antar insisal, dimana penemuan inimerupakan petunjuk utama terjadinya closed lock.4. Perubahan oklusi. Beberapa penderita mengeluhkan perubahan gigitan. Keluhan ini dapat merupakan tanda terjadinya perubahan degenerative tingkat lanjut atau spasme otot akut.5. Informasi keadaan kolateral. Setelah riwayat utama diperiksa secara menyeluruh, selanjutnya dapat dikumpulkan informasi keadaan kolateral. Kondisi-kondisi lain yang mengenai kepala dan leher, seperti sinusitis akut atau kronis, sakit pada telinga, dll.6. Perawatan sebelumnya. Kronologi perawatan sebelumnya baik pemberian obat, mekanis, maupun secara bedah juga dicatat.7. Stress. Untuk menentukan dengan tepat keadaan emosional pasien biasanya dibutuhkan beberapa kunjungan dengan kemungkinan pengiriman/rujukan untuk evaluasi psikologis, dan terapi control stress selanjutnya.-Gejala yang LaluApakah penderita menderita gejala yang sama pada masa lalu; apakah sifat dasarnya sama; apa penyebabnya.-Riwayat sakit gigi terdahulu Riwayat tatacara perawatan gigi menyebabkan perubahan oklusi; apakah perubahan tersebut berkaitan dengan gejala disfungsi; riwayat penyesuaian oklusal yang dicoba; atau perawatn oklusal lain . -Riwayat bruxisme Apakah hal ini terjadi malam atau siang hari; apakah bruxissme terdengar oleh istri atau suaminya; berapa lama penderita menyadari perilaku bruxisme; apa yang disangka penderita penyebab bruxisme tersebut; apakah penderita menyadari bahwa keausan geliginya disebabkan oleh bruxisme.

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan klinis dari TMDPemeriksaan Objektif1. Inspeksi Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu diperhatikan gigi, sendi rahang dan otot pada wajah serta kepala dan wajah. Apakah pasien menggerakan mulutnya dengan nyaman selama berbicara atau pasien seperti menjaga gerakan dari rahang bawahnya. Terkadang pasien memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik selama interview seperti bruxism.Pemeriksaan mulut yang meyelurh dilakukan untuk mengetahui kapasitas fungsional dari gigi geligi. Pemeriksaan tersebut harus termasuk pemeriksaan keadaan patologi yang mungkin merupakan penyebab dari gejala, baik sifat maupun pengaruhnya pada fungsi mandibula. Contoh yang sering ditemukan adalah peradangan gusi pada geraham besar ketiga yang sedang bererupsi sebagian. Rahang menyimpang untuk menghindari daerah yang sakit ini. Gigi yang terserang periodontitis atau tambalan yang terlalu tinggi juga dapat menimbulakan gejala yang sama1.

Faktor faktor berikut harus diperhatikan : 1. Hubungan Oklusi. 2. Freeway space. 3. Overjet dan overbite. 4. Gigi yang tanggal. 5. Protesa, bila ada. 6. Atrisi dan bekas abrasi. 7. Kontak gigi prematur

2. Palpasi a. Masticatory muscle examination: Pemeriksaan dengan cara palpasi sisi kanan dan kiri pada dilakukan pada sendi dan otot pada wajah dan daerah kepala.b. Temporalis muscle, yang terbagi atas 3 segmen yaitu anterior, media, dan posterior.c. Zygomatic arch (arkus zigomatikus).d. Masseter musclee. Digastric musclef. Sternocleidomastoid muscleg. Cervical spineh. Trapezeus muscle, merupakan Muscular trigger point serta menjalarkan nyeri ke dasar tengkorang dan bagian temporali. Lateral pterygoid musclej. Medial pterygoid musclek. Coronoid processl. Muscular Resistance Testing: Tes ini penting dalam membantu mencari lokasi nyeri dan tes terbagi atas 5, yaitu :1. Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada ruang inferior m.pterigoideus lateral)2. Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. temporalis, m. masseter, dan m. pterigoideus medial)3. Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral dan medial yang kontralateral)4. Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral)5. Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada bagian posterior m. temporalis)

ABGambar A. Palpasi pada region prearicular dapat menunjukkan rasa sakit pada kutub lateral processus condylaris atau musculus masseter.Gambar B. Pendekatan endaural memungkinkan pa;pasi langsung dari processus condylaris tanpa terganggu otot

3. Pemeriksaan tulang belakang dan cervical Dornan dkk memperkirakan bahwa pasien dengan masalah TMJ juga memperlihatkan gejala pada cervikal. Pada kecelakaan kendaraan bermotor kenyataannya menunjukkan kelainan pada cervikal maupun TMJ. Evaluasi pada cervikal dilakukan dengan cara :a. Menyuruh pasien berdiri pada posisi yang relaks, kemudian dokter menilai apakah terdapat asimetris kedua bahu atau deviasi leherb. Menyuruh pasien untuk menghadap kesamping untuk melihat postur leher yang terlalu ke depanc. Menyuruh pasien untuk memutar (rotasi) kepalanya ke setiap sisi, dimana pasien seharusnya mampu untuk memutar kepala sekitar 80 derajat ke setiap sisi.d. Menyuruh pasien mengangkat kepala ke atas (ekstensi) dan ke bawah (fleksi), normalnya pergerakan ini sekitar 60 derajate. Menyuruh pasien menekuk kepala kesamping kiri dan kanan, normalnya pergerakan ini 45 derajat

4. Auskultasi : Joint soundsBunyi sendi TMJ terdiri dari clicking dan krepitus. Clicking adalah bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau menutup mulut, bahkan keduanya. Krepitus adalah bersifat difus, yang biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau menutup mulut bahkan keduanya. Krepitus menandakan perubahan dari kontur tulang seperti pada osteoartrosis. Clicking dapat terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan menutup mulut. Bunyi click yang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan adanya suatu pergeseran yang berat. TMJ clicking sulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar dengan menggunakan stetoskop.5. Range of motionRentang Pergerakan Pasien diminta untuk mebuka mulut lebar lebar dan dengan bantuan sepasang kaliper atau jangka, jarak antara tepi gigi seri atas dan bawah diukur. Nevakari (1960) melaporkan bahwa jarak rata rata pada pria 57,5 mm sedang pada wanita 54 mm. Dengan berdasar pada pendapat ini, jarak lebih dari 40 mm pada orang dewasa dapat dianggap tidak normal. Agerberg (1974) juga menemukan angka yang sama.jarak rata rata pada pria 58,6 mm dan pada wanita 53,3 mm. Batas terendah adalah 42 mm dan 38 mm. Tetapi penting untuk mempertimbangkan juga kedalaman overbite yang ada. Pergerakan pada bidang horizontal dapat diukur dengan pergeseran garis tengah insisal pada pergerakan lateral mandibula yang eksterm ke salah satu sisi. Agerberg menemukan bahwa batas terendah dari jarak normal adalah 5mm pada kedua jenis kelamin. Penyimpangan mandibula selama gerak membuka mulut juga terlihat. Mungkin terjadi penyimpangan ke arah atau menjauhi sisi yang terserang dengan disertai locking dan rasa sakit. Sebagai contoh misalnya, rahang menyimpang ke arah sisi sendi yang terkunci menunjukkan bahwa condyle yang terserang hanya merupakan komponen gerak membuka mulut saja. Gerak meluncur ke depan tidak dapat terjadi. Sebaliknya, ada beberapa pasien yang dapat menghasilkan bunyi dengan menggerakkan rahang menjauhi sisi yang terserang dan kembali ke bagian tengah secara zig zag ketika mulut dibuka lebih lebarPemeriksaan pergerakan Range of Motion dilakukan dengan pembukaan mulut secara maksimal, pergerakan dari TMJ normalnya lembut tanpa bunyi atau nyeri. Mandibular range of motion diukur dengan :a. Maximal interticisal opening (active and passive range of motion)b. Lateral movementc. Protrusio movement

2. Pemeriksaan Penunjang1. Transcranial radiografi : Menggunakan sinar X, untuk dapat menilai kelainan, yang harus diperhatikan antara lain:a. Condyle pada TMJ dan bagian pinggir kortex harus diperhatikanb. Garis kortex dari fossa glenoid dan sendi harus dilihat.c. Struktur condyle mulus, rata, dan bulat, pinggiran kortex rata.d. Persendian tidak terlihat karena bersifat radiolusen.e. Perubahan patologis yang dapat terlihat pada condyle diantaranya flattening, lipping.

2. Panoramik Radiografi : Menggunakan sinar X, dapat digunakan untuk melihat hampir seluruh regio maxilomandibular dan TMJ. Kelemahan dari pemeriksaan ini antara lain :a. Terdapatnya bayangan atau struktur lain pada foto X ray.b. Fenomena distorsi, dimana terjadi penyimpangan bentuk yang sebenarnya yang terjadi akibat goyang saat pengambilan gambar.c. Gambar yang kurang tajam. Kelainan yang dapat dilihat antara lain fraktur, dislokasi, osteoatritis, neoplasma, kelainan pertumbuhan pada TMJ.3. CT Scan : Menggunakan sinar X, merupakan pemeriksaan yang akurat untuk melihat kelainan tulang pada TMJ.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosa temporo mandibular disorder0. Disfungsi dan Nyeri Miofasial (DNM/MPD)1. Merupakan penyebab paling umum dari nyeri dan terbatasnya fungsi mastikasi pada pasien.1. Sumber nyeri dan disfungsinya berasal dari otot, dengan otot mastikasi mengalami tenderness dan nyeri sebagai hasil dari fungsi otot yang abnormal atau hiperaktivitas. Fungsi otot abnormal tersebut seringkali berhubungan dengan clenching atau bruxism.1. Penyebabnya diperkirakan multifaktorial. Namun, yang paling sering menyebabkan DNM adalah bruxism akibat stress dan cemas, dengan oklusi sebagai faktor modifikasi atau yang memperburuk. DNM juga dapat terjadi akibat masalah internal dari sendi, seperti kelainan pergeseran discus atau penyakit sendi degeneratif.1. Keluhan pasien: 0. Nyeri preaurikular yang sulit dilokalisasi dan menyebar, seta dapat melibatkan otot mastikasi lain, seperti otot temporal dan pterygoid lateral.0. Pasien dengan bruxism, nyerinya akan lebih hebat pada pagi hari.0. Terdapat reduksi pembukaan rahang, serta nyeri ketika melakukan fungsi, misalnya mengunyah.0. Sakit kepala di daerah hitemporal berhubungan dengan penyakit ini.0. Nyeri bertambah parah ketika dalam kondisi stress dan cemas.1. Pemeriksaan pada pasien menghasilkan:0. Tenderness yang difus pada otot mastikasi.0. Umumnya TMJ tidak terasa nyeri ketika palpasi0. Pergerakan mandibula yang terbatas, berhubungan dengan penyimpangan mandibula menuju sisi yang terlibat.0. Gigi umumnya terlihat aus. Namun, jika tidak terlihat keausan, bukan berarti mengeliminasi bruxism sebagai etiologi.0. Radiograf TMJ biasanya normal. Beberapa pasien menunjukkan perubahan degeneratif, seperti kontur permukaan, erosi, atau osteophytes (daerah dengan densitas lebih tinggi di sekitar sendi) yang terjadi secara sekunder ataupun terjadinya tidak berhubungan dengan masalah DNM ini.

0. Disk Displacement DisordersDalam fungsi TMJ yang normal, fungsi pergerakkan kondil adalah rotasi dan sliding (glidimg joint). Selama pembukaan mulut yang maksimal, kondil tidak hanya berotasi pada sumbu sendi tetapi juga bertranslasi kedepan, ke posisi di dekat bagian articular eminence yang paling inferior (Fig. 30-11).

Selama berfungsi , posisi articulating disc terletak diantara kondil dan fossa mandibularis, dengan kondil terletak pada intermediate zone pada disc selama posisi membuka dan menutup mulut.1. Anterior Disk Displacement dengan Reduksi1. pada kelainan ini, articulating disc terletak di anterior dan medial dari kondil pada posisi menutup mulut.1. Saat membuka mulut, kondil bergerak melewati posterior band dari disc, dan kembali ke posisi normal (terletak pada intermediate zone dari disc). Sedangkan saat menutup mulut, kondil bergerak kembali ke posterior dan bersandar pada retrodiscal tissue, dengan disc yang bergerak kembali ke posisi displace anterior dan medial dari kondil (gambar 30.12)

1. Pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, terdapat rasa nyeri sendi dan otot. Suara sendi (clicking) juga biasanya terdengar sewaktu membuka mulut, ketika kondil bergerak dari daerah posterior disc ke daerah konkaf yang tebal di tengah-tengah disc. Pada beberapa kasus, clicking dapat terdengar atau terpalpasi selama gerakan menutup. Pembukaan mulut maksimal dapat terjadi secara normal atau sedikit terbatasi, dengan diikuti suara clicking saat pergerakan membuka.1. Secara anatomis, clicking pada saat membuka mulut berhubungan dengan usaha disc untuk kembali kepada posisi normalnya, sedangkan clicking pada saat gerakan menutup (reciprocal click), berhubungan dnegan kegagalan disc untuk kembali ke posisi normalnya, diantara kepala kondil dan articular eminence, melainkan tergelincir ke anterior (displaced position). Krepitus dapat terdeteksi dan biasanya merupakan hasil dari pergerakan disc melewati permukaan yang irregular1. Gambaran yang terlihat pada foto radioraf TMJ sederhana pasien dengan kelainan ini dapat terlihat normal ataupun terdpat sedikit abnormalitas tulang. Radiograf MRI dapat digunakan untuk melihat anterior displacement yang terjadi.

1. Anterior Disk Displacement tanpa Reduksi1. pada jenis ini , displacement dari disc tidak dapat direduksi, menyebabkan kondil tidak dapat bertanslasi penuh ke anterior, yang mencegah pembukaan maksimal dari mulut dan menyebabkan deviasi mandibula ke sisi yang terkena (gambar 30.13)

1. pada pasien ini tidak terdapat clicking, karena ketidakmampuan kondil untuk bertanslasi ke bagian posterior disc. Ketidakmampuan translasi ini dapat menyebabkan pembukaan yang terbatas, deviasi pada sisi yang terkena dan mengurangi lateral excursions ke sisi kontralateralnya. 1. Pada evaluasi radiograf, terdapat kemiripan dengan anterior disk displacement with reduction. Dengan menggunakan radiograf TMJ sederhana, kelainan dapat tampak normal, sedangkan dengan CT Scan atau MRI memperlihatkan displacement anteromedial.

c. Penyakit Sendi Degeneratif (Arthrosis, Osteoarthritis)2. DJD terdiri dari banyak jenis temuan antomis, seperti disc yang irregular, perforasi dalam hubungannya dengan abnormalitas permukaan artikular, seperti flattening, erosi dan formasi osteophyte. (gambar 3.14).

2. mekanisme terjadinya degenerasi TMJ tidak terlalu jelas dimengerti tetapi memiliki 3 kemungkinan penyebab yang berasal dari trauma : trauma mekanis langsung, trauma hypoksia reperfusion dan inflamasi neurogenik.2. Trauma mekanis dapt merupakan hasil dari trauma yang signifikan pada sendi atau microtrauma seperti tekanan mekanis yang berlebihan. Stress/tekanan berlebihan yang dihasilkan pada sendi dapat menghasilkan disrupsi molekuler dan radikal bebas menghasilkan stress oksidatif dan kerusakan intraseluler. Tekanan berlebihan juga dapat mempengaruhi populasi local sel dan mengurangi kemampuan reparative dari sendi2. Teori hypoxia-reperfusion mengira bahwa tekanan hidrostatis intrakapsular yang berlebihan pada TMJ dapat meningkatkan tekanan perfusi pembuluh darah menghasilkan hipoksia. Teori ini terlihat pada pasien yang mengalami clenching dan bruksism. Ketika tekanan pada sendi dikurangi dan perfusi terjadi lagi, terbentuklah radikal bebas. Radikal bebas ini dapat berinteraksi dengan substansi lain pada sendi (mis. Hemoglobin) untuk menghasilkan kerusakan yang lebih besar lagi2. Inflamasi neurogenik dihasilkan ketika berbagai jenis substansi dilepaskan dari neuron perifer. Pada kasus disk displacement , terdapat hipotesa bahwa kompresi/meregangnya retrodiscal tissue yang kaya saraf dapat menghasilkan terlepasnya neuropeptid proinflamasi. Terlepasnya sitokin menghasilkan pelepasan dan akivasi berbagai substansi lainnya, seperti prostaglandin, leukotriens, dan enzim degradasi matriks. Substansi ini tidak hanya memegang peranan dalam proses penyakit tetapi juga sebagai biologic markers untuk membantu diagnosis dan perawatannya, dan harus dimengerti bahwa tidak mungkin untuk memprediksi progress dari penyakit sendi.2. Pasien dengan DJD biasanya merasakan sakit yang berhubungan dengan clicking/ krepitasi pada TMJ. Biasanya, terdapat keterbatasan pembukaan mulut dan gejala-gejala lain. Temuan radiografis secara umum memperlihatkan adanya berkurangnya luas rongga sendi, erosi permukaan, osteophytes dan meratanya kepala kondil. Selin itu, iregularitas fossa mandibula dan articular eminence juga dapat terlihat.

1. Kondisi Arthritik Sistemik1. Berbagai macam kondisi arthritis sistemis diketahui mempengaruhi TMJ. Bentuk yang paling umum adalah Rheumatid Arthritis (RA), sedangkan contoh yang lain adalah penyakit lupuys. Pada kasus ini, gejala tidak hanya terjadi pada daerah TMJ, tetapi pada daerah tubuh yang lain juga terdapat gejala dan tanda dari RA. Pada RA, proses inflamasi menghasilkan proliferasi abnormal dari jaringan membrane synovial disebut pannus formation (gambar 30.15)

1. Gejala TMJ yang dihasilkan dari RA dapat terjadi pada usia dini dibandingkan pada DJD. Berlainan dengan DJD, yang biasanya terjadi unilateral, RA dan kondisi sistemis lainnya biasa terjadi dan mempengaruhi TMJ secara bilateral.1. Temuan radiograf TMJ pada awalnya memperlihatkan perubahan erosive pada aspek anterior dan posterior kepala kondil. Perubahan ini dapat berkembang menjadi daerah erosi yang luas dan nantinya meninggalkan tampakan kondil yang kecil, yang terletak pada fossa yang besar. Kadang-kadang, tampak keseluruhan kondil dan leher kondil mengalami kerusakan total. Tes laboratorium, seperti rheumatid factor dan laju sedimentasi eritrosit dapat membantu dalam mendiagnosa RA.1. Dislokasi Rekuren Kronis1. Dislokasi TMJ sering terjadi dan disebabkan oleh hipermobilitas mandibula. Subluksasi adalah displacement dari kondil, yang sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan perawatan medis. Kondisi yang lebih serius terjadi ketika kondil bertranslasi ke anterior di depan articular eminence dan terkunci pada posisi tersebut (gambar 30.16).

1. dislokasi dapat terjadi unilateral atau bilateral dan dapat terjadi secara spontan setelah membuka mulut lebar-lebar, seperti saat menguap, makan dan selama prosedur dental. Dislokasi kondil dapat persisten selama lebih dari beberapa detik dan menjadi sangat sakit yang berhubungan dengan spasme otot yang parah1. dislokasi harus dihilangkan secepatnya. Reduksinya dilakukan dengan memberikan tekanan kea rah bawah pada gigi posterior dan tekanan ke atas pada dagu, diikuti dengan displacement posterior pada mandibula. Biasanay reduksi tidak sulit dilakukan. Bagaimanapun, spasme otot dapat mencegah dilakukannya reduksi, terutama bila dislokasi tidak dapat direduksi secepatnnya. Pada kasus ini, dibutuhkan anestesi pada saraf auricular temporal dan pada otot mastikasi. Sedasi intuk mengurangi ketakutan pasien dan menghasilkan relaksasi otot dapat juga dilakukan. Setelah reduksi, pasien diinstruksikan untuk membatasi membuka rahang selama 2-4 minggu. Untuk mengontrol rasa sakit dan inflamasi dapat diberikan obat-obatan NSaids.1. Ankilosis1. Ankilosis intrakapsular. Ankilosis intrakapsular atau berfusinnya sendi, dapat mengurangi pembukaan mandibula, yang berkisar dari reduksi parsial fungsi sampai immobilitas dari rahang. Ankilosis intrakapsular dihasilkan dari berfusinya kondil, disc dan fossa mandibula, sebagai hasil dari formasi jaringan fibrosa, berfusinya tulang atau kombinasi dari keduanya. 1. penyebab paling umum ankilosis adalah trauma makro, biasanya berhubungan dengan fraktur kondil. Penyebab lainnya adalah perawatan bedah sebelumnya yang menghasilkan scar dan pada kasus-kasus tertentu menghasilkan infeksi.1. Pemeriksaan pasien memperlihatkan pembukaan yang terbatas pada saat membuka mulut lebar-lebar, deviasi pada sisi yang terkena dan menurunnya lateral excursions pada sisi kontralateral. Jika ankilosis dihasilkan dari jaringan fibrosa, pergerakan rahang terjadi lebih baik daripada jika ankilosis dihasilkan oleh berfusinya tulang.1. Dalam foto radiograf, memperlihatkan adanya permukaan articular yang irregular dari kondil dan fossa mandibularis, dengan derajat kalsifikasi yang berbeda-beda diantara permukaan artikular1. Ankilosis ekstrakapsular. Tipe ankilosis ini biasanya melibatkan prosesus koronoid dan otot temporalis. Biasanya penyebab dari kelainan ini adalah pembesaran koronoid, atau hyperplasia dan trauma pada daerah lengkung zigomatik. Infeksi di sekitar otot temporal dapat juga menghasilkan kelainan ini. 1. Awalnya pasien memiliki keterbatasan dari pembukaan mulut dan deviasi pada sisi yang terkena. Pada kasus ini, keterbatasan pembukaan rahang secara penuh biasanya jarang dan bila terjadi pergerakan protrusi dan lateral yang terbatas berarti bukan indikasi ankilosis intrakapsular. 1. Foto radiograf panoramik umumnya menunjukkan elongasi dari prosesu koronoid. Radiograf submental vertex dapat berguna dalam menunjukkan impingement yang disebabkan oleh fraktur lengkung zigomatik atau kompleks zygomaticomaksilaris1. Infeksi NeoplasiaNeoplasma pada TMJ jarang terjadi. Biasanya terjadi dari hasil keterbatasan pembukaan rahang dan nyeri sendi. Tumor pada TMJ dapat menghasilkan hubungan fossa dan kondil yang abnormal dan juga ankilosis intrakapsular. Infeksi pada daerah TMJ biasanya juga jarang, bahkan pada trauma dan intervensi surgical pada TMJ. Biasanya terjadi karena tidak adanya antibiotik untuk pengobatan daerah aurikular.7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang penatalaksanaan TMDPerawatan untuk gangguan sendi temporomandibula adalah rumit yang disebabkan berbagai faktor, seperti salah diagnosa, salah pengertian terhadap etiologi, dan respon yang tidak spesifik. Gejala -gejala berhubungan dengan faktor psiko fisiologis sehingga perawatannya juga harus secara fisik dan psikologis dan menggunakan dulu metode reversible sebelum yang irreversible, dan perawatannya harus multidisipliner antara dokter gigi (ahli prostodonsia, ahli bedah mulut, dan ahli ortodonsia), ahli farmasi, ahli psikologi, ahli terapi fisik, ahli psikiatri, dan ahli neurologi. Berbagai terminologi dalam melakukan perawatan gangguan sendi temporomandibula, antara lain terapi Fase I dan fase II. 1. Fase I yaitu perawatan simptomatik Disebut juga sebagai perawatan yang reversible seperti perawatan dengan obat, terapi fisik, psikologik, dan perawatan dengan splin. Fase ini terdiri dari : Komunikasi dengan pasien. Dijelaskan kepada pasien bahwa gejala-gejalanya bukan disebabkan oleh kelainan struktur atau penyakit organik tetapi suatu kelainan yang reversible yang mungkin berhubungan dengan pola hidup pasien, sehingga pasien lebih percaya diri dan timbul kerjasama yang baik antara dokter dengan pasien. Setelah mendapat informasi dari dokter yang merawatnya diharapkan pasien dapat menghilangkan kebiasaan-kebiasaan seperti clenching atau parafungsi. Perawatan sendiri/fisioterapi/terapi fisik: Pasien dapat melakukan sendiri kompres dengan lap panas. Caranya: di atas lap diletakan botol berisi air panas, lama terapi 10-15 menit dilakukan terus. menerus sekurang-kurangnya 3 minggu.11 Pemijatan sekitar sendi, sebelumnya dengan krim mengandung metil salisilat. Latihan membuka-menutup mulut secara perlahan tanpa terjadi deviasi, dilakukan di depan cermin. Caranya: garis median pasien ditandai, lalu pasien disuruh membuka-menutup mulut di depan cermin tanpa terjadi penyimpangan garis median. Fisioterapi dengan alat.a. Infrared: berguna untuk menghilangkan nyeri, relaksasi otot superfisial, menaikan aliran darah superfisial. b. TENTS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation], untuk mengurangi nyeri.c. EGS (Electro Galvanie Stimulation]', mencegah perlekatan jaringan, menaikan sirkulasi darah, stimulasi saraf sensorik dan motorik, serta mengurangi spasme. d. Ultra Sound: menghilangkan oedema, vasodilatasi pembuluh darah, mengurangi nyeri, memobilitasi jaringan ikat kolagen, dan relaksasi otot. Perawatan dengan Obat Analgetik: Aspirin, Asetaminophen, Ibuprofen. Anti inflamasi: NSAID (Non SteroidAntiInflamasi Drugs), yaitu Naproxen dan Ibuprofen. Antianxiety: Diazepam. Muscle Relaxants: Cyclobenzaprine (Flexeril). Lokal Anastetik: Lidokain dan Mapivakain. Memakai alat di dalam mulut berupa Splin oklusal atau Michigan splin. Splin ini terpasang dengan cekat pada seluruh permukaan oklusal gigi gigi rahang atas atau rahang bawah. Permukaan yang berkontak dengan gigi lawan datar dan halus.14 Permukaan oklusal splin sesuai dengan gigi lawan, dengan maksud untuk menghindari hipermobilitas rahang bawah. Fungsi splin oklusal adalah sebagai berikut:0. Menghilangkan gangguan oklusi; b. Menstabilkan hubungan gigi dan sendi; c. Merelaksasi otot; d. Menghilangkan kebiasaan parafungsi; e. Melindungi abrasi terhadap gigi; f. Mengurangi beban sendi temporomandibula; g.Menghilangkan rasa nyeri akibat disfungsi sendi temporomandibula berikut otot-ototnya; h. Sebagai alat diagnostik untuk memastikan bahwa oklusi lah yang menyebabkan rasa nyeri dan gejala-gejala yang sulit diketahui sumbernya. Ada 2 tipe splin oklusal, yaitu: 1. Splin Stabilisasi. Pembuatan splin dengan hubungan rahang atas dan rahang bawah pada posisi sentrik. Kriteria untuk pemakaian splin ini apabila masalahnya murni dari otot tapi sendi dalam keadaan normal, maka dibuat splin ini, juga pada keadaan dimana untuk mencapai keadaan treatment position pada kasus internal derangement menyebabkan nyeri, adanya degeneratif sendi, keadaan nyeri sendi dan otot tanpa dapat didiagnosa dengan tepat. Splin ini dipakai 4-6 bulan dipakai setiap waktu kecuali makan. 2. Splin Reposisi (Repositioning splint atau MORA: Mandibular Orthopaedic Repositioning Appliance}. Bila gejala yang diderita pasien diantaranya ada deviasi (rahang yang menyimpang), adanya kliking sendi yang diindikasikan adanya inkoordinasi diskus-kondilus (interkoral derangement) maka diperlukan splin reposisi dengan maksud mereposisi rahang bawah ke posisi normal dan mengembalikan keseimbangan tonus otot-otot pengunyahan, juga menghilangkan kliking. Hubungan antara diskus, kondilus, dan fossa glenoidalis menjadi 9 bagian, dan ia menganjurkan mengembalikan kondilus ke posisi 4/7 dapat mengurangi dan menghilangkan berbagai keluhan dan gejala disfungsi sendi temporomandibula, dan dibuat pada rahang bawah.Splin reposisi bertujuan untuk menghilangkan gejala pergeseran diskus dengan reduksi kliking resiprokal, kliking waktu membuka mulut terjadi saat gerak translasi kondilus dimulai, dan kliking waktu menutup mulut terjadi sebelum mencapai oklusi maksimal. Splin dipasang sesaat sebelum kliking resiprokal ketebalannya tidak boleh melewati Freeway Space.

1. Fase II yaitu perawatan irreversible Termasuk perawatan ortodontik, pemakaian gigi tiruan cekat, penyesuaian oklusal, dan pembedahan. Bila gejala-gejala gangguan sendi temporomandibula sudah hilang pada pasien dan posisi kondilus sudah stabil pada tempatnya, otot-otot pengunyahan sudah normal, kondisi psikologik pasien sudah stabil, postur tubuh sudah normal maka dapat dilakukan perawatan fase kedua, yaitu a. Perawatan ortodontikb. Pembuatan gigi tiruan cekatc. Pembuatan gigi tiruan lepasan (overlap, penyesuaian oklusal, pencabutan) dan d. Terapi PembedahanTerapi pembedahan pada tata laksana dislokasi temporomandibular merupakan cara terakhir yang dipilih setelah terapi non pembedahan lainnya. Terapi pembedahan bersifat ireversibel dan terkadang menimbulkan rasa sakit bahkan kerusakan rahang. Tujuan utama dari terapi pembedahan adalah: Menghilangkan nyeri dan membatasi progresivitas penyakit degeneratif Memperbaiki range of motion dari rahang Restorasi oklusi fungsional dan anatomiTerdapat tiga tipe pembedahan pada kelainan temporomandibular:1. ArtosentesisArtrosentesis meliputi pencucian sendi dengan cairan yang diinjeksikan ke dalam ruang sendi dengan spuit. Tindakan ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal secara intravena.2. ArtroskopiArtroskopi membutuhkan anestesi umum. Ketika pasien sudah dalam kondisi tidak sadar, dokter bedah akan melakukan insisi kecil pada depan telinga. Setelah itu, dimasukkan alat melalui lubang ini sehingga bisa terlihat area sekitar temporomandibular.3. Pembedahan sendi terbukaPembedahan ini baru dilakukan jika ada indikasi seperti:a. Degenerasi sendi temporomandibularb. TumorSebelum terapi pembedahan dilakukan, terapi dental splint atau terapi non bedah lain dapat dilakukan agar otot lebih relaksasi.

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pencegahan dari TMDa. Mengubah kebiasaan buruk. Dokter gigi anda hanya akan mengingatkan untuk lebih memperhatikan kebiasaan-kebiasaan sehari-hari. Misalnya kebiasaan menggertakkan gigi, bruxism, atau menggigit-gigit benda lain. Kebiasaan ini harus digantikan dengan kebiasaan baik seperti membiarkan otot mulut dalam kondisi rilex dengan gigi atas dan bawah tidak terlalu rapat, lidah menyentuh langit-langit dan berada tepat di belakang gigi atas anda.b. Mengurangi kelelahan otot rahang. Dokter gigi anda akan meminta anda tidak membuka mulut terlalu lebar dalam berbagai kesempatan. Contohnya ketika tertawa dan menguap tidak berlebihan. c. Peregangan dan pijatan. Dokter gigi akan memberikan latihan bagaimana caranya meregangkan atau memijat otot rahang apabila terasa nyeri. Sebagai tambahan juga mungkin akan diberikan petunjuk bagaimana posisi kepala, leher, dan bahu yang tepat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.d. Kompres panas atau dinginDengan mengompress kedua sisi wajah anda baik dengan kompres panas atau dingin akan membantu relaksasi otot rahang.e. Penggunaan night guardAlat ini berguna untuk mengatasi kebiasaan bruxism di malam hari.f. Terapi kognitif. Jika TMJ mengalami gangguan karena stress atau anxietas, dokter gigi anda akan menyarankan untuk menemui psikiater untuk mengatasinya.

9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang dampak dari TMD1. Permasalahan dalam proses makanBerkurangnya kemampuan membuka mulut menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi penderita trismus. Penderita tidak sanggup memakan makanan dalam porsi yang biasa. Penderita biasanya akan mengalami penurunan berat badan dan mengalami kekurangan gizi. Hal ini perlu diperhatikan bila penderita tersebut membutuhkan suatu proses penyembuhan setelah menjalani proses pembedahan, khemoterapi, atau radiasi. Kehilangan berat badan sebesar 10 % dari berat badan awal memiliki indikasi terjadi intake gizi dan kalori yang kurang pada penderita.Masalah di atas juga timbul akibat gangguan menelan pada penderita trismus, hal tersebut berhubungan dengan pembentukan bolus makanan yang terganggu akibat proses salivasi dan pergerakan lidah yang tidak sempurna. Selain itu akan banyak ditemukan sisa makanan yang tidak seluruhnya ditelan. Kombinasi dari gangguan pada otot mastikasi, pembentukan bolus yang tidak sempurna dan peningkatan dari sisa makanan akan menyebabkan aspirasi dari sisa makanan tersebut.2. Permasalahan dalam kesehatan gigi dan mulutGangguan dalam membuka mulut akan dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut yang jelek akan dapat menimbulkan karies yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Infeksi yang lebih lanjut terutama pada mandibula akan menyebabkan terjadinya osteoradionekrosis. Osteoradionekrosis ini terdapat pada penderita kanker yang menjalani terapi pada mandibula. Meskipun jarang terjadi, gangguan ini dapat mengganggu fungsi rahang dan menjadi fatal. Hal ini terjadi akibat matinya jaringan tulang mandibula oleh radiasi. Pada keadaan ini terapi yang dibutuhkan adalah oksigen hiperbarik.3. Permasalahan dalam proses menelan dan berbicara.Kebanyakan dari penderita trismus akan mengalami gangguan menelan dan berbicara. Berbicara akan terganggu jika mulut tidak dapat terbuka secara normal sehingga bunyi yang dihasilkan tidak akan sempurna. Proses menelan akan terganggu jika otot mengalami kerusakan, laring tidak akan sanggup dielevasikan secara sempurna saat bolus makanan melaluinya.4. Permasalahan akibat immobilasi sambungan rahangMeskipun gejala utama trismus adalah ketidakmampuan dalam membuka mulut, hal lain yang sangat perlu mendapat perhatian adalah permasalahan pada temporomadibular joint. Saat temporomadibular joint mengalami immobilisasi, proses degeneratif akan timbul pada sambungan tersebut, perubahan ini hampir mirip dengan perubahan yang terjadi pada proses artritis, dan biasanya akan diikuti oleh nyeri dan proses inflamasi. Jika tidak ditangani segera proses ini akan terus berlanjut dan kerusakan akan menjadi permanen. Dan juga akan dapat timbul proses degenarasi pada otot-otot pengunyah sehingga jika terus berlanjut akan menimbulkan atropi pada otot tersebut.

Daftar Pustaka1. Jubhari, Eri.H (2002) Proses Menua Sendi Temporomandibula pada Pemakai Gigitiruan Lengkap.Cermin Dunia Kedokteran 137, 42-45.2. Shulman DH, Shipman B, Willis FB (2009) Treating trismus with dynamic splinting: a case report. Journal of Oral Science 51, 141-144.3. Dhanrajani PJ, Jonaidel O (2002) Trismus: Aetiology, Differential Diagnosis and Treatment. Dental Update 29, 88-94.4. Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC. 1996. p. 306-309.5. Kurnikasari, Erna, Perawatan Disfungsi Sendi Temporomandibula Secara Paripurna. FKG Unpad.

1