laporan tutorial blok 18 b6

112
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 18 Disusun Oleh: KELOMPOK 6 Mutia Arnisa Putri 04121401004 Desiyanti 04121401006 Dwi Andari Maharani 04121401014 Kms.M.Temidtya.K.R 04121401017 Novalia Arisandy 04121401042 Intan Fajrin Karimah 04121401046 Ihsan Rasyid Yuldi 04121401074 Elsa Tamara Saragih 04121401075 Stefen Agustinus 04121401081 Inthan Atika 04121401085 Rika Dayanti 04121401100 Sangeethaa 04121401101 Karthik Sekaran 04111401097 Daniela Selvam 04101401027 Tutor: dr. Nursanti 1

Upload: nabilla-faradilla

Post on 12-Dec-2015

317 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

1234

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Blok 18 B6

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 18

Disusun Oleh: KELOMPOK 6

Mutia Arnisa Putri 04121401004

Desiyanti 04121401006

Dwi Andari Maharani 04121401014

Kms.M.Temidtya.K.R 04121401017

Novalia Arisandy 04121401042

Intan Fajrin Karimah 04121401046

Ihsan Rasyid Yuldi 04121401074

Elsa Tamara Saragih 04121401075

Stefen Agustinus 04121401081

Inthan Atika 04121401085

Rika Dayanti 04121401100

Sangeethaa 04121401101

Karthik Sekaran 04111401097

Daniela Selvam 04101401027

Tutor: dr. Nursanti

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN AJARAN 2013/20141

Page 2: Laporan Tutorial Blok 18 B6

DAFTAR ISI

Halaman Judul 1

Daftar Isi 2

Kata Pengantar 3

Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri

I. Skenario 5

II. Klarifikasi Istilah 5

III. Identifikasi Masalah 6

IV. Hipotesis 7

V. Analisis Masalah 7

VI. Kerangka Konsep 62

VII. Sintesis 62

VIII. Kesimpulan 75

Daftar Pustaka 76

2

Page 3: Laporan Tutorial Blok 18 B6

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B Blok 18” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,2. dr Nursanti selaku tutor kelompok 6,3. Teman-teman sejawat FK Unsri,4. Semua pihak yang telah membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 27 Mei 2014

Kelompok 6

3

Page 4: Laporan Tutorial Blok 18 B6

KEGIATAN TUTORIALTutor : dr. Nursanti

Moderator : Rika Dayanti

Sekretaris Meja 1 : Novalia Arisandy

Sekretaris Meja 2 : Sangeetha

Pelaksanaan : 26 Mei 2014 dan 28 Mei 2014

13.0 – 15.00 WIB

Peraturan selama tutorial :

1. Sebelum nyampaikan pendapat harus mengacungkan tangan

2. Alat komunikasi dan gadget hanya boleh digunakan untuk keperluan diskusi, namun dalam mode silent dan tidak mengganggu berlangsungnya diskusi

3. Minum diperbolehkan, namun tidak untuk makan

4. Bila ingin izin keluar, diharapkan melalui moderator.

4

Page 5: Laporan Tutorial Blok 18 B6

A. SKENARIO

Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, dibawa orang tuanya ke klinik anak RSMH dengan keluhan sembab.

Dari aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab berlangsung sejak 5 hari yang lalu. Sembab

mula-mula muncul di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan telapak kaki.

Orang tuanya juga mengatakan kencing anaknya berwarna merah seperti air cucian daging, jumlahnya

sekitar setengah gelas sehari.

Dua minggu sebelum timbul sembab, Dendi pernah menderita panas dan sakit tenggorokan. Setelah

beroba, panas hilang dan sakit tenggorokan mereda.

Gejala penyakit ini baru pertama kali dialami, keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.

Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, suhu tubuh 37o C, TD 120/90 mmHg,

denyut nadi 96 kali/menit, pernafasan 32 kali/menit, BB 20 kg, TB 136 cm.

Keadaan spesifik : edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai, dan telapak kaki. Tenggorokan tidak

hiperemis, tonsil tidak membesar. Paru dan jantung dalam batas normal. Abdomen cembung, shifting

dullness (+), hepar dan lien tidak teraba.

Pemeriksaan penunjang :

Darah tepi : Hb 8,5 g/dl, leukosit 14.500/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 100 mm/jam.

Kimia darah : protein total 6,0 g/dl, albumin 3,0 g/dl, globulin 3 gr/dl, ureum 59 mg/dl, kreatinin 1,5

mg/dl, kolesterol 180 mg/dl.

Urinalisis : urin berwarna seperti air cucian daging, proteinuria (+2), eritrosit 10-15 sel/LPB, leukosit 5-10

sel/LPB, torak hialin, dan noktaj (+)

Biakan apusan tenggorok : streptococcus β hemolitikus (+)

Imunoserologi : ASTO 200 IU, C3 35 IU, CRP 12 IU.

B. KLARIFIKASI ISTILAH

No. Istilah Klarifikasi

1. Sembab Edema pada bagian muka terutama sekitar mata.

2. Alloanamnesis Anamnesis terhadap keluarga/relasi terdekat atau yang

membawapasien tersebut ke rumah sakit

4. Sakit tenggorokan berat yang terjadi karena edema pyogens dengan hiperemial local

5

Page 6: Laporan Tutorial Blok 18 B6

yang hebat dengan/tanpa eksudat keabu-abuan dengan

pembesaran kelenjar limfa dan hepar

5. Edema Kumpulan cairan secara abnormal di ruang interseluler tubuh.

6. Kompos mentis kejernihan pikiran, sadar akan diri dan lingkungannya

7. ASTO anti streptolising titer O, alat tes imunologi untuk mengetahui

adanya antibody terhadap Streptococcus Beta Hemolitikus.

8. Noktah Titik kecil atau bintik (biasanya berwarna hitam atau warna gelap

lainnya)

9. Proteinuria Adanya protein serum yang berlebihan dalam urin seperti pada

penyakit ginjal atau setelah latihan fisik yang berat.

10. Torak hialin Terbentuknya torak/cast/silinder hialin dari pengendapan protein atau pengumpulan bahan lain didalam lumen tubulus yang larut dalam air, dan akan lebih mudah larut lagi bila urine bersifat alkalis

11. C3 salah satu glikoprotein dengan panjang 1663 asam amino yang

berperan di dalam sistem komplemen[1] yang terkodikasi

pada kromosom 19 pada gen C3.

C. IDETIFIKASI MASALAH

1. Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, dibawa orang tuaya ke klinik anak RSMH dengan keluhan

sembab. Dari aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab berlangsung sejak 5 hari

yang lalu. Sembab mula-mula muncul di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua

tungkai dan telapak kaki. Gejala penyakit ini baru pertama kali dialami, keluarga tidak ada yang

sakit seperti ini.

2. Orang tuanya juga mengatakan kencing anaknya berwarna merah seperti air cucian daging,

jumlahnya sekitar setengah gelas sehari.

3. Dua minggu sebelum timbul sembab, Dendi pernah menderita panas dan sakit tenggorokan.

Setelah berobat, panas hilang dan sakit tenggorokan mereda.

4. Pemeriksaan fisik

5. Pemeriksaan penunjang

6

Page 7: Laporan Tutorial Blok 18 B6

D. HIPOTESIS

Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, diduga menderita sindroma nefritik akut pasca infeksi

Streptococcus B-hemoliticus ( GNA et causa Streptococcus B-hemoliticus) dengan manifestasi klinis

hipertensi stage 1 dan gangguan ginjal akut.

E. ANALISIS MASALAH

1. Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, dibawa orang tuaya ke klinik anak RSMH dengan keluhan

sembab. Dari aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab berlangsung sejak 5 hari

yang lalu. Sembab mula-mula muncul di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua

tungkai dan telapak kaki. Gejala penyakit ini baru pertama kali dialami, keluarga tidak ada yang

sakit seperti ini.

a. Bagaimana etiologi sembab yang dialami Dendi?

Desi :

1) Penurunan tekanan osmotik Sindrom nefrotik Sirosis hepatis Malnutrisi

2) Peningkatan permeabilitas vaskular terhadap protein Angioneurotik edema

3) Peningkatan tekanan hidrostatik Gagal jantung kongestif Sirosis hepatis

4) Obstruksi aliran limfe Gagal jantung kongestif

5) Retensi air dan natrium Gagal ginjal Sindrom nefrotik1

Mutia

- Hipoalbuminemia : penurunan tekanan onkotik plasma cairan bergeser dari intravascular ke jaringan interstisium-> edema/sembab

- Retensi Natrium : peningkatan cairan ekstraseluleredema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjalmenambah retensi natrium dan H20edema2

Karhtik :

7

Page 8: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Penyebab utama GNA PS adalah Streptokokus yang bersifat nefritogenik yaitu Streptokokus

grup A. Pada pyodermatitis : Streptokokus M tipe 47,49,55,2,60, dan 57. Pada infeksi

tenggorokan : Streptokokus M tipe 1,2,4,3, 25, 49 dan 12.1 Bagian luar streptokokus grup A

dibungkus oleh kapsul asam hyaluronat untuk bertahan terhadap fagositosis dan sebagai

alat untuk melekatkan diri pada sel epitel. Selain itu pada permukaan kuman juga terdapat

polimer karbohirat grup A, mukopeptide, dan protein M. Protein M adalah suatu alpha-

helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut-rambut pada permukaan kuman.

Protein M menentukan apakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau

nefritogenik.

b. Bagaimana mekanisme sembab di kedua kelompak mata?

Dwi Andari :

Bila protein plasma di dalam darah menipis, kekuatan ke dalam menurun, yang

memungkinkan gerakan ke dalam jaringan. Ini menimbulkan akumulasi cairan ke dalam

jaringan dengan penurunan volume plasma sentral. Ginjal berespon terhadap penurunan

volume sirkulasi melalui melalui aktivasi sistem aldosteron renin-angiotensin, yang

mengakibatkan reabsorpsi tambahan terhadap natrium dan air. Volume intravaskular

meningkat sementara. Namun karen defisit protein plasma belum diperbaiki, penurunan

terhadap tekanan tekanan hidrostatik kapiler. Akibatnya, cairan intravaskuler bergerak ke

dalam jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata, tekanan sangat

rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.3

Desi :

Dendi terinfeksi streptococcus β hemolitikus. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan

terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal-spesifik.

Terbentuk kompleks antigen – antibodi dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus

tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.

Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik

leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan

pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membrana basalis glomerulus. Semakin

meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah

8

Page 9: Laporan Tutorial Blok 18 B6

dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria

dan hematuria.4

Hipoalbuminemia berhubungan dengan kehilangan protein sehingga terjadi penurunan

tekanan osmotik menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke interstitium, akibatnya

volume darah yang beredar akan berkurang yang selanjutnya mengakibatkan perangsangan

sistem renin-angiotensin-aldosteron yang meretensi air dan natrium pada tubulus distalis

dan terjadilah edema.5

Mutia Arnisa :

Penurunan laju filtrasi glomerulus karena kerusakan ginjal peningkatan retensi natrium

dan H20 Edema Periorbita. 4,6

c. Apa hubungan usia,jenis kelamin, dan riwayat keluarga dengan keluhan yang dialami Dendi?

Desi :

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus paling sering menyerang anak usia 3 sampai 7

tahun, meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang. Perbandingan

penyakit ini pada laki – laki dan perempuan adalah sekitar 2:1.4

Temid :

Rasio terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama

menyerang kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari

5%. Biasanya kasus terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene

yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan.7

Dwi Andari :

Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada anak adalah

glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS dapat terjadi pada semua usia,

tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun. Penelitian multisenter di Indonesia

memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan

rasio ♂ : ♀ = 1, 34 : 1.1

Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih banyak

dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat

sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang

9

Page 10: Laporan Tutorial Blok 18 B6

berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai.2 Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih

banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9%1 & 66,9%.

Biasanya kasus terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang

kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan.8

d. Mengapa sembab bisa menjalar sampai ke tungkai dan telapak kaki?

Dwi Andari :

Sebagian besar natrium klorida yang ditambahkan ke dalam darah tetap berada di

kompartemen ekstrasel, dan hanya sejumlah kecil saja yang yang memasuki sel. Karenanya

pada penyakit ginjal yang menurunkan eksresi natrium klorida dan air dalam urin, sejumlah

besar natrium klorida dan air akan ditambahkan ke cairan ekstrasel. Sebagian besar garam

dan air ini bocor dari darah masuk ke dalam rongga interstitial, tapi sebagian masih tetap

berada dalam darah. Efek utama kejadian ini ialah menyebabkan (1) peningkatan volume

cairan interstitial yang besar (edema ekstrasel) dan (2) hipertensi akibat peningkatan

volume darah. Misalnya, anak yang menderita glomerulonefritis akut, dengan cedera

glomerulus ginjal akibat inflamasi yang berakibat gagalnya penyaringan cairan dalam jumlah

cukup, juga akan mengalami edema cairan ekstrasel yang serius diseluruh tubuh; bersama

dengan edema, anak – anak ini biasanya akan menderita hipertensi berat. 9

Temid :

Sembab pada kelopak mata : Glomerulus rusak → laju filtrasi glomerulus turun →

berpengaruh terhadap aktifasi sistem renin angiotensin → aldosteron ++ → retensi Na dan

H2O → edema dan oligouria

Sembab yang menjalar ke kedua tungkai dan telapak kaki : Edema menyebar → karena

pengaruh gaya gravitasi, pada siang hari telah bertaktifitas (berdiri) sehingga cairan turun

dan berkumpul pada daerah tungkai dan telapak kaki.10

Nova :

Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri

streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus

selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu

(rata-rata 2 minggu) setelah infeksi. Akibatnya terjadi kerusakan membrane basal yang

berfungsi untuk menahan sebagian besar protein besar (>100 kDa) dan slit diaphragm yang

berfungsi melewatkan molekul-molekul kecil zat terlarut dan air tapi tidak protein. Hal ini

10

Page 11: Laporan Tutorial Blok 18 B6

menyebabkan keluarnya albumin dan protein plasma lain, sehingga terjadi hipoalbumin

yang menyebabkan tekanan onkotik plasma menurun dan mendorong perpindahan cairan

dari kapiler ke interstitium sehingga terjadi sembab (edema). Pada sebagian pasien

mekanisme yang dirancang untuk mengoreksi penurunan volume intraseluler efektif ikut

menimbulkan edema,misalnya pengaktifan RAAS, hormone diuretic, dan system saraf

simpatis yang mendorong reabsorpsi garam dan air berlebihan di ginjal. Awalnya, edema

akan mengisi jaringan ikat longgar di tubuh salah satunya di kelopak mata, tetapi lama

kelamaan akibat gravitasi bumi edemanya juga bisa menjalar ke tungkai dan telapak kaki.11

2. Orang tuanya juga mengatakan kencing anaknya berwarna merah seperti air cucian daging,

jumlahnya sekitar setengah gelas sehari.

a. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ yang terlibat?

Temid :

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian

atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi

ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik,

sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.

Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta

ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal

orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya

bervariasi antara 120 - 170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.

Struktur di sekitar ginjal

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true

capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial

ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal / supra-renal yang berwarna

kuning. Kelenjar adrenal bersamasama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh

fasia Gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan

dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal.

Selain itu fasia Gerota dapat pula berfungsi sebagi barier dalam meng-hambat penyebaran

infeksi atau meng-hambat metastasis tumor ginjal ke organ di sekitarnya. Di luar fasia

Gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal.

11

Page 12: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang

rusuk ke XI dan XII sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ-organ

intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan ginjal

kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejeunum, dan kolon.

Struktur Ginjal

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Di dalam

korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli

ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus

proksimalis, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes.

Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam

glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami

reabsobsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk

urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan

menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui

piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.

Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan

pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan

dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine

sampai ke ureter.

Vaskularisasi GinjalGinjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari

aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke

dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak

mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat

kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada

daerah yang dilayaninya.

Fungsi Ginjal

Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urine, ginjal berfungsi juga dalam:

a. Mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) dalam mengatur jumlah cairan tubuh

b. Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D

12

Page 13: Laporan Tutorial Blok 18 B6

c. Menghasilkan beberapa hormon, antara lain: eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormon prostaglandin.12

Nova :

Lokasi dan Deskripsi Ren

Kedua ren berwarna coklat kemerahan dan terletak di belakang peritoneum, pada dinding

posterior abdomen di samping kanan dan kiri columna vertebralis; sebagian besar tertutup

oleh arcus costalis. Ren dexter terletak sedikit lebih rendah dibandingkan ren sinister,

karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. Bila diagphragma berkontraksi pada waktu

respirasi, kedua ren turun dengan arah vertical sampai sejauh 1 inci. Pada margo medialis

masing-masing ren yang cekung terdapat celah vertical yang dibatasi oleh pinggir-pinggir

substansi ren yang tebal dan disebut hilus renalis. Hilus renalis meluas ke rongga yang

besar disebut sinus renalis. Hilus renalis dilalui dari depan ke belakang oleh vena renalis,

dua cabang arteria renalis, ureter,dan cabang ketiga arteria renalis (V.A.U.A). Pembuluh-

pembuluh limfatik dan serabut simpatik juga melalui hilus ini.

Selubung Ren

Capsula fibrosa : melekat pada permukaan luar ren.

Capsula adipose : meliputi capsula fibrosa

Fascia renalis : kondensasi dari jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa, dan

meliputi ren serta glandula suprarenalis.

Corpus adiposum pararenale : terletak diluar fascia renalis.

Struktur Ren

Masing-masing ren mempunyai korteks renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap,

dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna lebih terang. Medula renalis terdiri 13

Page 14: Laporan Tutorial Blok 18 B6

atas kira-kira selusin pyramis medullae renalis, yang masing-masing mempunyai basis

menghadap korteks renalis dan apex, papilla renalis yang menonjol ke medial. Bagian

cortex yang menonjol ke medulla diantara pyramis medullae yang berdekatan disebut

columna renalis. Bagian bergaris yang membentang dari basis pyramidis renalis menuju ke

cortex disebut radii medullares.

Sinus renalis merupakan ruangan di dalam hilus renalis, berisi pelebaran ke atas dari ureter,

disebut pelvis renalis. Pelvis renalis terbagi menjadi dua atau tiga calices renales majors,

yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renales minors. Setiap

calyx minor diinvaginasi oleh apex piramidis renalis yang disebut papilla renalis.

Perdarahan

Arteri : Arteria renalis berasal dari aorta setinggi vertebra lumbalis II. Masing-masing

arteri renalis bercabang menjadi lima Arteria segmentalis yang masuk ke dalam hilus

renalis. Arteriae lobares berasal dari masing-masing arteria segmentalis, masing-masing

satu buah untuk satu pyramis medullae renalis.

Vena : Vena renalis keluar dari hilus di depan arteria renalis dan bermuara ke vena cava

inferior.

Aliran Limfe

Nodi aortic laterals di sekitar pangkal arteria renalis.

Persarafan

Plexus sympathicus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan melalui plexus renalis

masuk medulla spinalis melalui nervus thoracicus X, XI,dan XII.13,14

14

Page 15: Laporan Tutorial Blok 18 B6

FISIOLOGI

Kedua ren berfungsi mensekresikan sebagian besar produk sisa metabolism, Ren

mempunyai peran penting mengatur keseimbangan air dan elektrolit di dalam tubuh dan

mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Produk sisa meninggalkan ren sebagai

urin, yang mengalir ke ureter menuju vesica urinaria. Urin keluar melalui urethra.13

Nefron sebagai unit fungsional ginjal. Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang

lebih 1 juta nefron, masing-masing mampu membentuk urin. Ginjal tidak dapat

membentuk nefron baru, artinya akan terjadi penurunan nefron secara bertahap.

Berkurangnya fungsi ini tidak mengancam jiwa karena adanya perubahan adaptif dari sisa

nefron tersebut dapat mengeksresikan air, elektrolit, dan produk sisa dalam jumlah yang

tepat. Setiap nefron terdiri dari: (1). glomerulus (sekumpulan kapiler glomerulus) yang

dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah, dan (2). Tubulus yang panjang

tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.15

Intan :

Anatomi

Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan dua iga

terakhir, dan tiga otot besar-transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas

mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal.

Kelenjar adrenal terletak diatas kutub masing-masing ginjal.

15

Page 16: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm, tebalnya

2,5 cm, dan beratnya sekitar 150 gram. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan

ukuran tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal (dibandingkan dengan

pasangannya) yang lebih 1,5 cm atau perubahan bentuk merupakan tanda yang penting

karena sebagian besar manifestasi penyakit ginjal adalah perubahan struktur.

Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk

cembung sedangkan tepi medialnya berbentuk cekung karena adanya hillus. Beberapa

struktur yang masuk atau keluar hilus adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembilih

limfatik dan ureter. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan

longgar dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan

ginjal.

Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan daerah yang berbeda, korteks dibagian luar

dan medula di bagian dalam. Medula terbagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid.

Piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna Bertini. Papila

(apeks) dari tiap piramid membentuk duktus Bellini yang terbentuk dari persatuan bagian

terminal dari banyak duktus pengumpul. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu

perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti cawan yang disebut kaliks minor. Beberapa

kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor, yang selanjutnya bersatu sehingga

membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan reservoar utama sistem pengumpul

ginjal. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan vesika urinaria.

Vaskularisasi

16

Page 17: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Aorta

terletak di sebelah kiri garis tengah sehingga arteri renali kanan lebih panjang dari arteri

renalis kiri. Setiap arteri renali bercabang sewaktu masuk ke dalam hilus ginjal. Vena renalis

menyalurkan darah dari masung-masing ginjal ke dalam vena kava inferior yang terletak di

sebelah kanan dari garis tengah. Saat arteri renalis masuk ke dalam hilus, areteria

bercabang menjadi arteria interlobaris yang berjalan diantara piramid, selanjutnya

membentuk percabangan arkuata yang melengkung melintasi basis-basis piramid tersebut.

Arteria arkuata kemudian membentuk arteriol-arteriol interlobaris yang tersusun paralel

dalam korteks. Arteriola interlobaris ini selanjutnya membentuk arteriola aferen. Masing-

masing arteriola aferen akan menyuplai darah ke rumbai-rumbai kapiler yang disebut

glomerulus. Kapiler glomerulus bersatu membentuk arteriol eferen yang kemudian

bercabang-cabang membentuk sistem jaringan portal yang mengelilingi tubulus.16

Fisiologi

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi CES dalam batas-batas

normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus,

reabsorpsi, dan sekresi tubulus. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar

cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula bowman. Kebanyakan

zat dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada

filtrat glomerulus dalam kapsula Bowman hampir sama dengan dalam plasma.

Dalam pembentukan urin, reabsorbsi tubulus secara kuantitatif lebih penting dari sekresi

tubulus, tetapi sekresi berperan penting dalam menentukan jumlah ion kalium dan

hidrogen serta beberapa zat lain yang dieksresikan dalam urin. Sebagian zat yang harus

dibersihkan dari darah, terutama produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam

urat, dan garam-garam asam urat, direabsorbsi sedikit dan karena itu, dieksresikan dalam

jumlah besar ke dalam urin. Zat asing dan obat-obatan tertentu juga dureabsorbsi sedikit,

tetapi selain itu, disekresi dari darah ke dalam tubulus, sehingga laju eksresinya tinggi.

Sebailiknya ion natrium, klorida, dan bikarbonat direabsorpsi dalam jumlah yang besar,

sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urin. Zat nutrisi tertentu, seperti

asam amino dan glukosa, direabsorpsi secara lengkap dari tubulus tidak muncul dalam urin

meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerus.

17

Page 18: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Setiap proses, filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus, diatur menurut

kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam tubuh, laju filtrasi

natrium meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan direabsorpsi, menghasilkan

eksresi natrium urin. Untuk sebagian besar zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relatif sangat

tinggi terhadap laju eksresi. Oleh karena itu, sedikit perubahan pada proses filtrasi atau

reabsorpsi dapat menyebabkan perubahan yang relatif besar dalam eksresi ginjal. Pada

kenyataannya, perubahan filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubulus selalu bekerja dengan

cara yang terkoordinasi untuk menghasilkan perubahan eksresi ginjal yang sesuai.17

b. Bagaimana etiologi kencing berwarna merah seperti daging?

Intan Fajrin :

Etiologi bak seperti warna daging : karena adanya peradangan di glomerulus.18

Nova :

Akibat infeksi streptococcus terbentuk kompleks antigen – antibodi dalam darah dan

bersirkulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap

dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan

peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat

lesi. Sebagai respons terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel – sel endotel yang

diikuti sel – sel mesangium dan selanjutnya sel – sel epitel. Semakin meningkatnya

kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke

dalam urine.19

Ihsan :

Pada kasus ini, etiologinya adalah infeksi dari bakteri streptokokus grup A.

c. Bagaimana mekanisme kencing berwarna merah seperti daging?

Ihsan :

Infeksi streptokokus menyebabkan tubuh membentuk antibodi terhadap antigen

streptokokus. Selama beberapa minggu, antibodi dan antigen bereaksi satu sama lain

membentuk kompleks imun tak larut yang kemudian terperangkap di glomeruli.

Begitu kompleks imun tertimbun di glomeruli, banyak sel glomeruli mulai berproliferasi,

terutama sel mesangial yang terletak di antara endotel dan epitel. Selain itu, sejumlah

besar sel darah putih menjadi terperangkap di glomeruli. Banyak glomeruli menjadi

18

Page 19: Laporan Tutorial Blok 18 B6

tersumbat oleh reaksi inflamasi ini, dan glomeruli yang tidak tersumbat biasanya menjadi

sangat permeabel, yang memungkinkan protein dan sel-sel darah merah bocor dari darah

kapiler glomerulus masuk ke dalam filtrat glomerulus. Pada kasus yang parah, seluruh atau

hampir seluruh fungsi ginjal dapat terhenti.9

Elsa :

Terpapar streptococcus (faringitis)

Streptococcus menghasilkan neuro amidase

Mengubah Ig G endogen sehingga menjadi autoantigen( nefrotogenik streptococcal antigen)

Terbentuklah antibody terhadap Ig G yang telah berubahtersebut ( kompleks antigen– antibodi )

Terbentuk kompleks imun bersirkulasi( sirculating immune complex )

Terfiksasi di dalam ginjal, terperangkap dalam membrane basalis ginjal

Timbul lesi peradangan yang kemudian yang kemudian memanggil leukositPMN dan trombosit, aktivasi system komplemen → memanggil komplemenC5a dan platelet sebagai mediator inflamasi dan sitokon lain

Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi di glomerulus, sel-sel endotel proliferasi yang diikuti sel-sel messangium dan selanjutnya sel-sel epitel

Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus

Protein dan sel darah merah dapat keluar bersama urine 19

Intan Fajrin :streptococcus tipe 12&25 bersifat nefritogen sehingga akan membuat peradangan pada

glomerulus. Peradangan akan membuat LFG menurun sehingga fungsi filtrasi glomerulus

menurun dan sel darah merah yg seharusny tidak difiltrasi menjadi lolos dan urin menjadi

seperti daging.18

d. Berapa volume ekskresi urin normal pada anak?

Stefen :

Volume urine menentukan beberapa jumlah urine yang di keluarkan dalam waktu 24

jam.Berdasarkan usia,volume urine normal dapat di tentukan sebagai berikut:

19

Page 20: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Usia 1-2 hari : 15-60 ml/hari

Usia 3-10 hari : 100-300 ml/hari

Usia 10-12 bulan : 250-400 ml/hari

Usia 12 Bln-1 Th : 400-500 ml/hari

Usia 1-3 Tahun : 500-600 ml/hari

Usia 3-5 Tahun : 600-700 ml/hari

Usia 5-8 Tahun : 700-1000 ml/hari

Usia 8-14 Tahun : 800-1400 ml/hari

Usia 14 Th- Dewasa : 1500 ml/hari

Dewasa tua : <1500 ml/hari

Elsa :

Urin normal umumnya berwarna kuning. Urin encer warna kuning pucat (kuning

jernih),urin ketal berwarna kuning pekat. PH urin normal berkisar 4,8-7,5 urin akan berpH

asam jika mengonsumsi banyak protein dan bersifat basa jika banyak mengonsumsi sayura

n. 87Berat Jenis urin normal ialah 1,002-1,030. Vol urin normal 900-1200ml/hari. Volume

urin dipengaruhi suhu, zat-zat diuretic (the, alcohol, kopi, obat diuertik), jumlah air

yangdiminum, hormone ADH dan emosi. Volume urin normal bervariasi :

1 – 3 tahun : 500 – 600 ml 3 – 5 tahun : 600 – 700 ml 5 – 8 tahun : 700 – 1000 ml 8 – 14 tahun : 800 – 1400 ml 14 tahun – dewasa : 1500 ml.20

Ihsan :Volume urine menentukan beberapa jumlah urine yang di keluarkan dalam waktu 24

jam.Berdasarkan usia,volume urine normal dapat di tentukan sebagai berikut:

Ø Usia 1-2 hari : 15-60 ml/hari

Ø Usia 3-10 hari : 100-300 ml/hari

Ø Usia 10-12 bulan : 250-400 ml/hari

Ø Usia 12 Bln-1 Th : 400-500 ml/hari

Ø Usia 1-3 Tahun : 500-600 ml/hariØ Usia 3-5 Tahun : 600-700 ml/hariØ Usia 5-8 Tahun : 700-1000 ml/hariØ Usia 8-14 Tahun : 800-1400 ml/hariØ Usia 14 Th- Dwsa : 1500 ml/hari

20

Page 21: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Ø Dewasa tua : <1500 ml/hari.9

e. Apa makna jumlah urin sekitar setengah gelas sehari?

Stefen :

Makna jumlah urine setengah gelas sehari : OU < 0,3 ml/kg/jam (selama 24 jam), atau

anuria dalam 12 jam. Pada kasus = 0,3 x 20 x 24 jam = 148

Anak mengeluarkan urine hanya setengah gelas per hari = 120 ,OU <148 = oligouria

Elsa:

Etiologi dari urin yang sedikit dari normal adalah Obstruksi, infeksi, oklusi.

Mekanisme : Ag streptokokkus terbawa dalam sirkulasi yang akhirnya mengundang

antibody dankomplemen serta system imun non spesifik lain dan membentuk kompleks

imun yang kemudian terjebak dalam glomerulus (karena ukuran kompleks imun yang lebih

besar dibandingkan dengan membrane basalis glomerulus) yang akhirnya mengakibatkan

terjadinya proses inflamasi sehingga mengganggu proses filtrasi glomerulus yang berakibat

pada hematuria dikarenakan eritrosit tidak dapat difiltrasikan dengan benar pada MBG. Hal

ini menyebabkan ginjal mengalami iskemik jaringan dikarenakan jumlah eritrosit yang

berkurang pada arteri renalis. Hal ini berakibat pada vasokontriksi pembuluh darah yang

dipengaruhi oleh system renin angiotensin-aldosteron dan menyebabkan tretensi cairan

dan natrium ke jaringan interstisial dan berakhir pada edema generalisata sehingga kadar

cairan dalam tubuh tidak dapat dieksresikan dengan baik melalui ginjal karena pada tahap

ini telah terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus.20

Inthan atika :

Keadaan yang menurunkan aliran darah keginjal secara akut biasanya akan menyebabkan

oligouria, yang berarti menurunnya keluaran urin dibawah tingkat asupan air dan zat

terlarut.9

Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriole glomerulus yang mengakibatkan tekanan

filtrasi glomerulus menjadi kurang. Filtrasi air garam, ureum, dan zat-zat lainnya berkurang

dan sebagai akibatnya kadar kretainin dan ureum dalam darah meningkat. Ion natrium dan

air di resorbsi kembali sehingga timbul oligouria.21

3. Dua minggu sebelum timbul sembab, Dendi pernah menderita panas dan sakit tenggorokan.

Setelah berobat, panas hilang dan sakit tenggorokan mereda.

21

Page 22: Laporan Tutorial Blok 18 B6

a. Bagaimana etiologi dari panas dan sakit tenggorokan?

Inthan Atika :

Demam yang berarti suhu tubuh diatas batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri

atau oleh bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat pengaturan suhu . beberapa penyebab demam

dapat meliputi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, tumor otak. 22

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus,

bakteri, alergi, trauma, toksin dan lain-lain. Penyebab terbanyak radang ini adalah

kuman golongan Streptokokus Beta Hemolitikus, Streptokokus viridians dan

Streptokokus piogenes. Penyakit ini juga dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus

influenza dan adenovirus. 23

Rika Dayanti :

Etiologi demam

Definisi demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu tubuh di

atas 38oC. Demam merupakan tanda adanya kenaikan set point di hipothalamus akibat

infeksi, atau ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Pada

keadaan lain, misalnya pada tumor, keganasan dan penyakit darah, penyakit kolagen,

penyakit metabolik.24

Etiologi sakit tenggorokan

Infeksi saluran nafas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan

mortalitas pada anak terutama usia 6 – 23 bulan. Beberapa faktor dianggap

berhubungan ISPA antara lain :

Karakteristik Subjek

o Jenis kelamin (laki-laki > perempuan)

o Usia (bulan) : balita (37-59) > bayi (6-12) dan balita (13-36)

o Status gizi

o Berat lahir : BBLR > BBLN

o Riwayat imunisasi : apabila tidak imunisasi mempunyai resiko 2,7 kali untuk

mengalami ISPA.

Karakteristik Pendidikan dan Status Ekonomi

o Tingkat pendidikan : rendah > menengah

o Pendapatan keluarga

22

Page 23: Laporan Tutorial Blok 18 B6

o Crowding : jumlah orang yang tinggal di dalam rumah terlalu banyak tanpa

menghiraukan berapa luas rumah tersebut.

o Pajanan asap rokok. 25

Stefen :

Etiologi nyeri tenggorokan : ISPA ( pharyngitis,laryngitis,epiglottitis,rinorrhea ), virus seperti

parainfluenza virus, adenovirus.26

Etiologi demam : Infeksi virus, bakteri,parasit ,peningkatan metabolisme, autoimun,

neoplasma.27

b. Bagaimana patofisiologi dari panas dan sakit tenggorokan?

Inthan Atika :

Patofisiologi demam

Adanya bakteri streptococcus beta hemoliticus group A didalam jaringan atau dalam darah akan di

fagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini

selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin 1 yang juga disebut leukosit

pirogen atau pirogen endogen kedalam cairan tubuh. Saat mencapai hipotalamus, IL1 menginduksi

pembentukan salah satu prostaglandin terutama prostalandin E2, kemudian akan mempengaruhi kerja

thermostat hipotalamus, set point dipusat pengaturan suhu hipotalamus menjadi lebih tinggi dari normal

menyebabkan demam. 22

Bakteri masuk kemudian melekat pada sel-sel epitel pada organ yang palingdekat dengan

dunia luar contoh : mulut masuk aliran darah sehingga terjadi bakteriemia kemudian

bakteri sampai pada organ yang cocok untuk memperbanyak diri

i n f e k s i ( d a l a m k a s u s i n i t e n g g o r o k a n ) faringitis.23

Rika Dayanti :

Patofisiologi demam

Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau adanya

ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada infeksi

terjadi akibat mikro organisme (faktor pirogen eksogen) merangsang makrofag atau

PMN membentuk PE (faktor pirogen endogen) seperti IL1, IL6, TNF-a, dan IFN. Zat inilah

yang akan membentuk prostaglandin yang akan meningkatkan set point di

hipothalamus.

23

Page 24: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Kemampuan anak untuk bereaksi terhadap infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis

demam sangat tergantung pada umur. Semakin muda usia bayi, semakin kecil

kemampuan untuk merubah set point dan memproduksi panas.24

Patofisiologi sakit tenggorokan

Inflamasi merupakan suatu proses yang dapat membantu membersihkan infeksi. Respon

radang merupakan suatu perangkat yang kompleks yakni sebagai berikut :

a. Rubor (kemerahan) dan Kalor (panas)

Ketika terjadi jejas, maka hal pertama yang terlihat didaerah peradangan ialah

perubahan vaskular, yakni terjadi vasodilatasi arteriole yang mengakibatkan

peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (hiperemia) pada aliran selanjutnya.

Pelebaran pembuluh darah ininakan menyebabkan timbulnya warna merah (eritema)

dan hangat (kalor) yang khas pada daerah inflamasi.

b. Dolor (nyeri)

Hal ini ditimbulkan dengan berbagai cara, perubahan pH lokal atau konsentrasi ion-ion

yang dapat merangsang ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan zat kimia tertentu,

seperti histamin dan zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu,

pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang

dapat menyebabkan rasa nyeri saat menelan. 19,28

Sangeetha :

Demam ditimbulkan oleh peningkatan thermostat di otak yang bermula dari tubuh terpajan

pirogen eksogen (antigen) sehingga direspon oleh sel fagosit (PMN & MN) dengan

memfagositosisnya, yang kemudian dihasilkan IL-1, IL-6, dan TNF-α yang merupakan

mediator inflamasi. IL-1 kemudian dibawa menuju sel endotel hipotalamus yang berperan

untuk mengaktivasi asam arakhidonat. Asam arakhidonat kemudian diubah menjadi

prostaglandin E2 dengan bantuan enzim siklooksigenase (COX). PGE2 kemudian mengatur

thermostat di otak supaya meningkat. Keadaan ini direspon tubuh dalam bentuk demam.

Bakteri Streptococcus masuk ke tubuh → menempel di kerongkongan melalui pili-pili di

kerongkongan → GAS mengeluarkan pyrogenik exotoxin → infeksi dan peradangan pada

tenggorokan → tenggorokan berwarna lebih merah, menebal/bengkak, dan ada bintik-bintik

putih.29

24

Page 25: Laporan Tutorial Blok 18 B6

c. Bagaimana hubungan antara riwayat panas dan sakit tenggorokan yang dialami Dendi

dengan penyakit yang dideritanya sekarang?

Rika Dayanti :

SNA (Sindrom Nefritik Akut) adalah kumpulan gejala-gejala nefritis yang timbul secara

mendadak (akut), ditandai dengan 3 hal utama yakni hematuria, proteinuria dan

silinderuria, akibat dari suatu proses peradangan yang ditimbulkan oleh reaksi imunologi

yang terkena pada glomeruli.

Salah satu klasifikasi SNA adalah SNA dengan hipokomplemenemia, dapat asimptomatis

atau simptomatis. Termasuk kelompok ini salah satunya adalah glomerulonefritis akut

pasca infeksi streptokokus beta hemoliticus (GNAPS). Dari sisi etiologi, salah satu

penyebab SNA adalah faktor infeksi, dominannya nefritis timbul setelah infeksi

streptokokus beta hemolitikus.

Riwayat perjalanan penyakit, dua minggu sebelum sembab, Dendi menderita panas dan

sakit tenggorokan. Kuman Streptokokus Beta Hemolitikus cenderung menyerang traktus

respiratorius bagian atas (tonsilitis dan faringitis) dan kulit (piodermi). Ketika kuman SGA

(Streptokokus Grup A) masuk ke dalam tubuh, maka MO merupakan benda asing yang

dianggap sebagai faktor pirogen eksogen, sehingga memicu faktor pirogen endogen

seperti IL 1, IL6, TNF-a sebagai pitogen endogen mengeluarkan prostaglandin yang

mengubah set point di hipothalamus untuk meningkatkan suhu tubuh, dan terjadilah

respon demam. Kemudian manifestasi klinis ISPA pasca teinfeksi SGA menjadi SNA

sekitar 10 hari.

Radang pada glomerulus disebabkan karena adanya reaksi imunologi atau anti

glomerular basement membrane (GBM) antibodi yang mengendap pada glomeruli

aktivasi komplemen dan sistem koagulasi

Reaksi radang pada glomerulus menyebabkan filtrasi glomeruli berkurang oliguria

retensi air dan garam edema, hipervolemia, kongesti vaskuler (hipertensi, edema

paru dengan gejala sesak nafas, ronki dan kardiomegali)

Hipoperfusi sistem renin-angiotensin angiotensin 2 bersifat vasokontriksi perifer

perfusi ginjal makin menurun LFG semakin menurun disamping timbulnya

hipertensi. Angiotensin 2 merangsang korteks adrenal untuk melepaskan aldosteron

retensi garam dan air hipervolemia hipertensi.30,31,32

25

Page 26: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Sangeetha :

Keluhan yang timbul saat ini adalah akibat dari infeksi saluran napas bagian atas yang

dialami oleh Dendi 2 minggu yang lalu. Infeksi dari bakteri Streptococcus β – hemoliticus

(dari hasil pemeriksaan biakan) yang merupaakn flora normal kulit dan tenggorokan ini akan

menyebabkan terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe III (kompleks Ag-Ab). Kompleks Ag-Ab

inilah yang nantinya akan mengendap di ginjal dan menyebabkan lesi pada ginjal, sehingga

timbul gejala-gejala yang dialami Dendi sekarang ini. Namun untuk menyebabkan reaksi

tersebut ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti Status gizi yang buruk dan

lingkungan yang tidak sehat.33

Daniela

2 minggu yang lalu dendi mengalami panas dan sakit tenggorokan, yang mana itu adalah

penanda terjadinya inflamasi di daerah tersebut. Kelompok bakteri yang dapat

menyebabkan sakit tenggorok adalah streptococcus β hemolitikus (+)

Bakteri masuk melekat pada sel-sel epitel pada organ yang paling dekat dengan dunia

luar contoh : mulut dll masuk aliran darah bakteriemia sampai pada organ yang

cocok untuk memperbanyak diri infeksi (dalam kasus ini tenggorokan) faringitis

pengeluaran interleukin dan mediator-mediator lain merangsang hipotalamus

peningkatan suhu tubuh panas/demam

Selain mekanisme di atas, demam atau panas yang dirasakan juga dapat merupakan

mekanisme kompensasi tubuh untuk melawan infeksi bakteri streptococcus.34

4. Pemeriksaan fisik

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik?

Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, suhu tubuh 37o C, TD

120/90 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit, pernafasan 32 kali/menit, BB 20 kg, TB 136

cm.

Sangeetha :

Keadaan umum : sakit sedang sakit sedang

Kesadaran : compos mentis normal (kesadaran penuh)

TD : 120/90 mmHg hipertensi (normal pada anak,sistolik : 80-110mmHg dan

diastolik : 50-80mmHg)

26

Page 27: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Nadi : 96x/menit normal

RR : 32x/menit tachypneu (normal pada anak 18-26x/menit)

Temperatur : 37°C normal

BMI 10,8 (BB 20kg,TB136cm) underweight

Edema sekitar kedua kelopak mata, tungkai, telapak kaki tidak normal,

menandakan adanya retensi cairan

Tenggorok tidak hiperemis normal, tidak ada inflamasi

Tonsil tidak membesar normal, tidak ada inflamasi

Paru dan jantung dalam batas normal normal, tidak ada pembesaran

Diawali reaksi inflamasi di glomerulus oleh Glomerulonefritis poststreptokokkus akut

banyak glomeruli tersumbat dan laju filtrasi darah ke ginjal menurun pengaktivan

sistem RAA berlebihan hipertensi , retens air & garam pada jaringan ikat longgar

dimata dan tungkai bawah edema, fungsi ginjal menurun eritropoetin menurun

anemia --->kurang darah kurang O2 tacypnea

Faktor ekonomi dan sosial underweigth asupan nutrisi kurang mudah terinfeksi

Daniela :

Keadaan umum : sakit sedang sakit sedang

Kesadaran : compos mentis normal (kesadaran penuh)

Temperatur : 37°C normal

TD : 120/90 mmHg hipertensi (normal pada anak,sistolik : 80-110mmHg dan

diastolik : 50-80mmHg)

Nadi : 96x/menit normal

RR : 32x/menit tachypneu (normal pada anak 18-26x/menit)

BMI 10,8 (BB 20kg,TB136cm) underweight

Karthik :

Keadaan umum : sakit sedang sakit sedang

Kesadaran : compos mentis normal (kesadaran penuh)

TD : 120/90 mmHg hipertensi (normal pada anak,sistolik : 80-110mmHg dan

diastolik : 50-80mmHg)

Nadi : 96x/menit normal

RR : 28x/menit tachypneu (normal pada anak 18-26x/menit)

27

Page 28: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Temperatur : 37°C normal

BMI 10,8 (BB 20kg,TB136cm) underweight

Edema sekitar kedua kelopak mata, tungkai, telapak kaki tidak normal,

menandakan adanya retensi cairan

Tenggorok tidak hiperemis normal, tidak ada inflamasi

Tonsil tidak membesar normal, tidak ada inflamasi

Paru dan jantung dalam batas normal normal, tidak ada pembesaran

Abdomen datar,lemas,hepar dan lien tidak teraba normal, tidak ada pembesaran

(ascites) atau massa (tumor atau kanker)

Diawali reaksi inflamasi di glomerulus oleh Glomerulonefritis poststreptokokkus akut

banyak glomeruli tersumbat dan laju filtrasi darah ke ginjal menurun pengaktivan

sistem RAA berlebihan hipertensi , retens air & garam pada jaringan ikat longgar

dimata dan tungkai bawah edema, fungsi ginjal menurun eritropoetin menurun

anemia --->kurang darah kurang O2 tacypnea

Faktor ekonomi dan sosial underweigth asupan nutrisi kurang mudah

terinfeksi. (Peremeriksaan fisik penyakit dalam dan Davidson)

Keadaan spesifik : edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai, dan telapak kaki.

Tenggorokan tidak hiperemis, tonsil tidak membesar. Paru dan jantung dalam batas

normal. Abdomen cembung, shifting dullness (+), hepar dan lien tidak teraba.

Mutia Arnisa :

edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai, dan telapak kaki. Interpretasi :

Abnormal , akibat adanya mekanisme hipoalbuminemia dan retensi natrium oleh

ginjal.35

Tenggorokan tidak hiperemis, NORMAL

tonsil tidak membesar. NORMAL

Paru dan jantung dalam batas normal.--> NORMAL

Abdomen cembung, ABNORMAL akibat terjadinya hipoalbuminemia

penurunan tekanan onkotik plasmahati mempertahankan tekanan

onkotikpeningkatan sintesis

shifting dullness (+), ABNORMAL adanya cairan didalem rongga abdomen

hepar dan lien tidak teraba. NORMAL28

Page 29: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Daniela :

Edema sekitar kedua kelopak mata, tungkai, telapak kaki tidak normal,

menandakan adanya retensi cairan ( terjadi akibat retensi Na dan H2O )

Tenggorok tidak hiperemis normal, tidak ada inflamasi

Tonsil tidak membesar normal, tidak ada inflamasi

Paru dan jantung dalam batas normal normal, tidak ada pembesaran

Abdomen datar,lemas,hepar dan lien tidak teraba normal, tidak ada pembesaran

(ascites) atau massa (tumor atau kanker)

5. Pemeriksaan penunjang

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan penunjang?

Darah tepi : Hb 8,5 g/dl, leukosit 14.500/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 100

mm/jam.

Kimia darah : protein total 6,0 g/dl, albumin 3,0 g/dl, globulin 3 gr/dl, ureum 59 mg/dl,

kreatinin 1,5 mg/dl, kolesterol 180 mg/dl. 1,2,3

Desi :

Pemeriksaan Nilai Normal Pada Kasus Interpretasi

Hb 10 – 16 g/dl 8,5 g/dl Anemia

Leukosit 9000 – 12000 14.500/mm3 Leukositosis

Trombosit 150.000 – 350.000 400.000/mm3 Trombositosis

LED 0 – 15 mm/jam 100 mm/jam Meningkat

Protein Total 6,0 – 8,0 g/dl 6,0 g/dl Normal

Albumin 3,8 – 5,4 3,0 g/dl Hipoalbumin

Globulin 1,5 – 3,0 gr/dl 3 gr/dl Normal

Ureum 20 – 40 mg/dl 59 mg/dl Meningkat

Kreatinin 0,4 – 1,2 mg/dl 1,5 mg/dl Meningkat

Kolesterol <200 mg/dl 180 mg/dl Normal

Hb menurun29

Page 30: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal sehingga terjadi anemia

Trombositosis dan leukositosisInfeksi streptococcus β hemolitikus → Terbentuk kompleks antigen – antibodi dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis → komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi → peningkatan trombosit dan leukosit

LED meningkat menandakan adanya inflamasi akut dan infeksi bakteriHipoalbuminKebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan tubuh banyak kehilangan albumin

Ureum dan kreatinin meningkat menunjukkan adanya penurunan laju filtrasi glomerulus akibat proses inflamasi.36

Karthik:a. Darahtepi :

Hb 8,5 g/dl : anemia (11,5-14,5 g/dl) ,

leukosit 14.500/mm³ : normal (10.000-15.000),

Trombosit 400.000/mm³ : normal (150.000-450.000/mm³)

LED 100mm/ jam : meningkat (0-20mm/jam)

b. Kimia darah :

protein total 6,5 g/dl : menurun ( 6,6 -8,7g/dl)

albumin 3,5 gr/dl : normal (3,5 -5,0 gr/dl)

globulin 3gr/dl : menurun (3,2 -3,9 gr/dl)

ureum 59mg / dl : normal (10-50mg/dl)

creatinin serum 1,5 mg/dl : normal tinggi (0,5-1,5 mg/dl)

kolesterol 180mg/dl

Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria, kelainan sedimen

urin dengan eritrosit dismorfik, leukositoria serta torak selular, granular dan eritrosit.

Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal

seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia. Kadang-kadang

tampak adanya protein massif dengan gejala sindrom nefrotik. (Pemeriksaan fisik

penyakit dalam dan Davidson)30

Page 31: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Mutia Arnisa :

Protein Total 6,0g/dl

Nilai Normal : 6,7-8,7 g/dl

Interpretasi: abnormal -> hipoproteinuria

albumin 3,0 g/dl

Nilai Normal: 4-5,8g/dl

Interpretasi: hipoalbuminemia

globulin 3 gr/dl

Nilai Normal: 1,5-3 gr/dl

Interpretasi: Normal

ureum 59 mg/dl,

Nilai Normal: 22-40 mg/dl

Interpretasi: Abnormal, peningkatan

kreatinin 1,5 mg/dl

Nilai Normal: 0,5-0,9 mg/dl

Interpretasi: meningkat

kolesterol 180 mg/dl.

Nilai Normal: < 200 mg/dl

Interpretasi: normal

Urinalisis : urin berwarna seperti air cucian daging, proteinuria (+2), eritrosit 10-15

sel/LPB, leukosit 5-10 sel/LPB, torak hialin, dan noktah (+)

Biakan apusan tenggorok : streptococcus β hemolitikus (+)

Imunoserologi : ASTO 200 IU, C3 35 IU, CRP 12 IU. 2,3,4

Desi :

Pemeriksaan Nilai Normal Pada Kasus Interpretasi

31

Page 32: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Urinalisis

Warna Kuning jernih Seperti air cucian daging

Adanya eritrosit yang keluar bersama dengan urine akibat kebocoran kapiler glomerulus

Protein 0 (+2) Proteinuria

Eritrosit 0 10-15 sel/LPB Hematuria

Leukosit 2 – 4 sel/LPB 5-10 sel/LPB Piuria, tanda dari inflamasi saluran kemih

Torak hialin Tidak ada Ada Torak hialin merupakan mukoprotein dan elemen yang berasal dari parenkim ginjal yang tercetak di tubulus ginjal. Jika ditemukan dalam pemeriksaan sedimen urine menandakan adanya kerusakan parenkim ginjal

Noktah (-) (+) Noktah merupakan deposit imun karena kompleks imun akibat infeksi streptococcus β hemolitikus

Apusan tenggorok

(-) streptococcus β hemolitikus (+)

Terjadi infeksi streptococcus β hemolitikus

ASTO <200 IU 200 IU Infeksi streptococcus β hemoliticus sehingga terjadinya peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO). Peningkatan ini terjadi 10- 14 hari setelah infeksi streptokokus

C3 83 – 177 IU 35 IU Menurun, karena adanya pengaktifan komplemen selama terjadi kompleks imun

CRP <10 IU 12 IU CRP adalah penanda peradangan, peningkatannya

32

Page 33: Laporan Tutorial Blok 18 B6

mengindikasikan keadaan peradangan yang meningkat didalam tubuh

Infeksi streptococcus terbentuk kompleks antigen antibodi di dalam darah beredar di sirkulasi masuk ke sirkulasi glomerulus dan membran basalis komplemen teraktifasi peradangan fagositosis dan pelepasan lisosom kerusakan endotel dan membran basalis kebocoran kapiler glomerulus kerusakan glomerulus laju filtrasi glomerulus menurun protein dan sel eritrosit banyak keluar hematuri dan proteinuria.12

Mutia Arnisa :Apusan Tenggorok : Streptococcus B-hemolitikusNormal : (-)Interpretasi : Terjadi infeksi streptococcus β hemolitikusImunoserologi : ASTO 200 IU: Nilai Normal: <200 IUInterpretasi: Meningkat,menunjukkan adanya infeksiC3 35 IU:Nilai Normal: 40 IUInterpretasi: Menurun komplemen berkurang menunjukkan adanya inflamasiCRP 12 IU:Nilai Normal: <10 IUInterpretasi: Abnormal menunjukkan keadaan peradangan yang meningkat didalam tubuh

Dwi Andari :Pemeriksaan lab Kasus Nilai normal Interpretasi

Warna urin Seperti air cucian daging

Kekuning – kuningan, kuning, jernih

Terdapat eritrosit

Proteinuria +2 (-)

Eritrosit 10 – 15 sel/LPB - Timbul pada glomerulonefritis akut

Leukosit 5 – 10 sel/LPB -

Torak hialin (-) keadaan abnormal pada parenkim ginjal yang biasanya berhubungan

33

Page 34: Laporan Tutorial Blok 18 B6

dengan proteinuria

Noktah (+) (-)

Biakann apusan tenggorok

Streptococcus β hemolitikus (+)

Tanda adanya inflamasi kerusakan pada glomerulus

ASTO 200 IU <166 unit Todd Infeksi streptoccocus β hemoliticus

C3 35 IU 50 – 140 mg/dl Inflamasi

CRP 12 IU <0,8 mg/dl Adanya proses peradangan/infeksi

SUMBER : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data Klinik. 2011. 27 Mei 2014

Mekanisme hematuria dan proteinuria :Sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal – spesifik. Terbentuk kompleks antigen – antibodi dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secra mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisososom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus (GBM). Sebagai respons terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel – sel endotel yang diikuti sel – sel mesangium dan selanjutnya sel – sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.19

Proteinuria ialah akibat kehilangan muatan anion dinding kapiler (defek muatan – selektif) atau munculnya kapiler glomerulus dengan radius yang lebih besar daripada pori – pori normal, memungkinkan molekul protein plamsa yang besar untuk melewati filter glomerulus. 37

Mekanisme C3Penurunan C3 sangat mencolok pada penderita GNAPS kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan kesembuhan. Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka kemungkinan glomerulonefritisnya disebabkan oleh yang lain atau berkembang menjadi glomerulonefritis kronik atau glomerulonefritis progresif cepat. (jurnal unpad)18

34

Page 35: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Dalam keadaan normal komplemen berperan sebagai mekanisme pertahanan humoral. Pada GN komplemen berfungsi mencegah masuknya Ag, tetapi dapat menginduksi reaksi inflamasi. Kerusakan glomerulus terjadi akibat terbentuknya fragmen komplemen aktif yang berasal dari aktivasi sistem komplemen. Fragmen komplemen C3a, C4a, C5a bersifat anafilatoksin sedangkan C5a mempunyai efek kemotaktik terhadap leukosit. 2

Mekanisme ASTO :

Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk-produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO merupakan reaksi serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASO bisa normal atau tidak meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid atau pemeriksaan dini titer ASO. Sebaliknya titer ASO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus sehingga infeksi streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASO meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah infeksi melalui kulit.38

Mekanisme torak hialin :Silinder/Torak/Cast: Silinder terbentuk pada tubulus ginjal dengan matriks glikoprotein yang berasal dari sel epitel ginjal. Silinder pada urin menunjukkan adanya keadaan abnormal pada parenkim ginjal yang biasanya berhubungan dengan proteinuria. Tetapi pada urin yang normal mungkin saja ditemui sejumlah kecil silinder hialin. Macam- macam silinder yang dapat dijumpai adalah:a. Silinder hialin/ hyaline cast; Tidak berwarna, homogen dan transparan dengan ujung

membulat, meningkat pada setelah latihan fisik dan keadaan dehidrasi.b. Silinder sel/ cellular cast, yang dapat berupa;c. Silinder eritrosit/ erythrocyte cast: ditemukan pada glomerulonefritis akut (GNA), lupus

nefritis, goodpasture’s syndrome, subakut bacterial endokarditis, trauma ginjal, infark ginjal, pielonefritis, gagal jantung kongestif, thrombosis renalis dan periarteritis nodosa.

d. Silinder leukosit/ leucocyte cast: menunjukkan adanya infeksi saluran kemih, pielonefritis akut, nefritis interstisial, lupus nefritis dan pada penyakit glomerolus

e. Silinder epitel/ epithelial cast: menunjukkan adanya infeksi akut tubulus ginjal.f. Silinder berbutir/granular cast, bias berbutir halus atau kasar :g. Berisi sel-sel yang mengalami degenerasi, mula- mula berbentuk granula kasar kemudian

menjadi halus.39

35

Page 36: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Mekanisme CRPC Reactive Protein merupakan protein fase akut yang dibentuk di hati (oleh sel hepatosit) akibat adanya proses peradangan atau infeksi. Setelah terjadi peradangan, pembentukan CRP akan meningkat dalam 4 sampai 6 jam, jumlahnya bahkan berlipat dua dalam 8 jam setelah peradangan. Konsentrasi puncak akan tercapai dalam 36 jam sampai 50 jam setelah inflamasi. Kadar CRP akan terus meningkat seiring dengan proses inflamasi yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Apabila terjadi penyembuhan akan terjadi penurunan kadar CRP secara cepat oleh karena CRP memiliki masa paruh 4 sampai 7 jam. 2,3 Kinetik metabolisme CRP sejalan dengan derajat peradangan dan derajat penyembuhan yang terjadi. Oleh karena itu CRP sangat baik untuk menilai aktivitas penyakit dalam keadaan akut. Pemeriksaan ini relatif tidak mahal dan dapat diperoleh hasilnya dalam waktu cepat serta tidak memerlukan volume darah yang banyak.40

6. Template

1. How to diagnose

Desi :

Anamnesis

Sembab mula-mula di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan

telapak kaki.

Kencing berwarna merah seperti air cucian daging, jumlahnya sekitar setengah gelas sehari.

Dendi pernah menderita panas dan sakit tenggorokan.

Pemeriksaan Fisik

Hipertensi stage I

Edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai dan telapak kaki

Pemeriksaan Penunjang

Urinalisis : urin berwarna seperti air cucian daging, proteinuria, torak hialin

Serum, terdapat peningkatan kadar ureum dan kreatinin

Biakan apusan tenggorok : streptococcus β hemolitikus (+)

Imunoserologi : ASTO meningkat.18

Temid:

1. Anamnesisa. Gejala klinis, seperti ; edema di muka atau periorbital, oliguria, hipertensi, kadang-

kadang sakit kepala dan juga gejala kongesti vaskuler (sesak, edema paru, kardiomegali)

b. Riwayat penyakit ISPA atau infeksi kulit

36

Page 37: Laporan Tutorial Blok 18 B6

c. Riwayat GN dalam keluarga2. Pemeriksaan Fisik

a. edema periorbitalb. peningkatan tekanan darah

3. Pemeriksaan Penunjanga. Urinalisis, berupa urin berwarna cokelat gelap atau hematuria, proteinuria, kelainan

sedimen urine (eritrosit dismorfik, leukosituria, granular dan hyaline)b. Serum, terdapat peningkatan kadar ureum, kreatinin dan blood ureum nitrogen, C3

rendah pada minggu pertama, C4 normalc. Biakan di tenggorokan dan kulit, bisa negatif jika diberikan antibioticd. Uji serologi, berupa ASTO (biasanya meningkat 75-80 % pasien) dan anti DNAse B.18

Dwi Andari :

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria nyata

yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus.Tanda

glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara

laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan

diagnosis. Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti :

Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut

Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal Hematuria idiopatik

Nefritis herediter (sindrom Alport )

Lupus eritematosus sistemik.40

Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya

kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gejala-gejala klinik :

Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan

gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas

GNAPS.

Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO

(meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit,

hematuria & proteinuria.

Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup A.

Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria

mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS. 38

37

Page 38: Laporan Tutorial Blok 18 B6

2. DD

Temid :

1. Sind. Nefrotik

2. CHF

3. Sirosis hati

4. Malnutrisi – kwasiokhor

5. Ig A nefropati

Sindrom Nefrotik dan IgA Glomerulopati

Pada diagnosis banding antara Sindrom Nefrotik dan Glomerulopati IgA. Pada sindroma

nefrotik edema yang terjadi generalisata juga, namun tidak ada riwayat infeksi streptokokus

sebelumnya. Sedangkan pada pasien terdapat riwayat infeksi streptokokus. Pada

glomerulopati IgA, klinis sangat mirip dengan GNAPS, perbedaananya adalah infeksi

terdapatnya periode laten antara infeksi dan munculnya onset seperti edema maupun BAK

yang keruh. Pada glomerulopati IgA, infeksi dan timbulnya edema atau BAK keruh terjadi

pada waktu yang bersamaan.

Sindrom Nefrotik dan GNAPS

Sindrom Nefrotik :

- Umumnya pada anak-anak

- Edem

- Pitting edema (oleh karena resistensi cairan/garam)

- Riwayat demam (tidak ada/tidak berhubungan)

- Riwayat infeksi (tidak ada/tidak berhubungan)

- Bengkak pada kelopak mata

- BAK jarang, sedikit, berbusa

- Sesak nafas

- Asites

- Urin mengandung banyak protein (berbusa)

Glomeronefritis Akut

- Umumnya pada anak-anak

- Edema

- Pitting edema (oleh karena resistensi cairan/garam)

38

Page 39: Laporan Tutorial Blok 18 B6

- Riwayat demam (ada)

- Riwayat infeksi (ada)

- Bengkak pada kelopak mata

- BAK jarang, sedikit, berbusa

- Sesak nafas

- Asites

- Urin mengandung banyak protein (berbusa)

- Edema biasanya tidak separah SN.18

Nova :

a. Hematuria idiopatik

b. Nefropati Ig A

c. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut

d. Nefritis herediter

e. Henoch-Scholein Purpura.41

Dwi Andari :

1. Penyakit ginjal :

a. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut

b. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria. Penyakit-penyakit ini dapat berupa

glomerulonefritis fokal, nefritis herediter (sindrom Alport), IgA-IgG nefropati

(Maladie de Berger) dan benign recurrent haematuria.

c. Rapidly progressive glomerulonefritis (RPGN). Kelainan ini sering sulit dibedakan

dengan GNAPS terutama pada fase akut dengan adanya oliguria atau anuria. Titer

ASO, AH ase AD Nase B meninggi pada GNAPS, sedangkan pada RPGN biasanya

normal. Komplemen C3 yang menurun pada GNAPS, jarang terjadi pada RPGN.

Prognosis GNAPS umumnya baik, sedangkan prognosis RPGN jelek dan penderita

biasanya meninggal karena gagal ginjal.

2. Penyakit-penyakit sistemik.

Beberapa penyakit yang perlu didiagnosis banding adalah purpura Henoch-Schöenlein,

eritematosus dan endokarditis bakterial subakut. Ketiga penyakit ini dapat menunjukkan

gejala-gejala sindrom nefritik akut, seperti hematuria, proteinuria dan kelainan sedimen

yang lain, tetapi pada apusan tenggorok negatif dan titer ASO normal.

39

Page 40: Laporan Tutorial Blok 18 B6

3. Penyakit-penyakit infeksi :

GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi bakteri atau virus tertentu selain oleh Group A β-

hemolytic streptococci. Beberapa kepustakaan melaporkan gejala GNA yang timbul

sesudah infeksi virus morbili, parotitis, varicella, dan virus ECHO. Diagnosis banding

dengan GNAPS adalah dengan melihat penyakit dasarnya.38

3. Working Diagnose

Temid :

Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, diduga menderita sindroma nefritik akut pasca infeksi Streptococcus B-hemoliticus (GNA et causa Streptococcus B-hemoliticus) dengan manifestasi klinis hipertensi stage 1 dan gangguan ginjal akut.Nova :

Sindroma nefritik akut pasca infeksi Streptococcus B-hemoliticus ( GNA et causa

Streptococcus B-hemoliticus)41

Intan Fajrin :

Sindroma nefritik akut pasca infeksi Streptococcus B-hemoliticus ( GNA et causa

Streptococcus B-hemoliticus)

4. Epidemiologi

Nova :

Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang anak dan orang

dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin berkurang. Paling sering

ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki

dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2

: 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Lebih sering pada musim dingin dan

puncaknya pada musim semi. Paling sering pada anak-anak usia sekolah.42

Intan :

Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus dengan gejala klinis yang jelas termasuk

penyakit dengan insiden yang tidak terlalu tinggi, sekitar 1 : 10.000. Sindrom nefritik akut

pasca infeksi streptokokus tanpa gejala insidennya mencapai jumlah 4 -5 kali lebih banyak.

Umumnya menyerang semua usia, namun terutama laki-laki usia 3 - 7 tahun.

GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus terjadi pada

kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari 40

Page 41: Laporan Tutorial Blok 18 B6

tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis 5% dari infeksi kuman streptokokus

beta hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit

(pioderma),2 sedangkan tanpa melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%. Rasio

terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang

kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%.

Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada negara maju,

namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan kejadian GNAPS

berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan infeksi streptokokus lebih awal dan lebih

mudah oleh pelayanan kesehatan yang kompeten.2 Di beberapa negara berkembang,

glomerulonefritis pasca streptokokus tetap menjadi bentuk sindroma nefritik yang paling

sering ditemui. Attack rate dari glomerulonefritis akut terlihat memiliki pola siklus, yaitu

sekitar setiap 10 tahun.18

Ihsan :

GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus terjadi pada

kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari

tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis 5% dari infeksi kuman streptokokus

beta hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit

(pioderma),2 sedangkan tanpa melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%. Rasio

terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang

kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%.

Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada negara maju,

namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan kejadian GNAPS

berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan infeksi streptokokus lebih awal dan lebih

mudah oleh pelayanan kesehatan yang kompeten. Di beberapa negara berkembang,

glomerulonefritis pasca streptokokus tetap menjadi bentuk sindroma nefritik yang paling

sering ditemui. Attack rate dari glomerulonefritis akut terlihat memiliki pola siklus, yaitu

sekitar setiap 10 tahun.18

5. Etiologi

Ihsan :

Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus (Glomerulonefritis Akut

Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh

41

Page 42: Laporan Tutorial Blok 18 B6

streptokokus, misalnya strep throat (radang tenggorokan). Kasus seperti ini disebut

glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan

antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya.

Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul

dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah

mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif.9

Intan :

Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak

pria dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra-renal, terutama

trakturs respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus

golongan A, tiper 12,4,16,25,49. Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa

laten selama lebih kurang 10 hari. Daripada tiper tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih

bersifat nefritogen daripada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat nefritogen

daripada yang lain belum diketahui.

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi

terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcus. GNA juga dapat disebabkan

sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura

anafilaktoid, dan SLE.43

Elsa :

Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai

macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu

proses imunologis. Istilah glomerulonefritis akut pasca infeksi termasuk grup yang besar dari

dari glomerulonefritis akut sebagai akibat dari bermacam-macam agen infeksi. Pada

glomerulonefritis pasca infeksi, proses inflamasi terjadi dalam glomerulus yang dipicu oleh

adanya reaksi antigen antibodi, selanjutnya menyebabkan aktifasi lokal dari sistem

komplemen dan kaskade koagulasi. Kompleks imun dapat terjadi dalam sirkulasi atau in situ

pada membrane basalis glomerulus.

Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara berkembang adalah

setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, yaitu Glomerulonefritis Akut

Pasca infeksi Streptokokus (GNAPS). Manifestasi klinis yang paling sering dari GNAPS berupa

sindrom nefritik akut, manifestasi klinis lainnya dapat berupa sindrom nefrotik, atau

42

Page 43: Laporan Tutorial Blok 18 B6

glomerulonefritis progresif cepat. Sindrom nefritis akut merupakan kumpulan gejala klinis

akibat penurunan secara tiba-tiba dari laju filtrasi glomerulus dengan disertai retensi air dan

garam, pada analisis urin ditemukan eritrosit, cast eritrosit dan albumin. Meskipun

penyebab umum (80%) dari sindrom nefris akut adalah GNAPS, tetapi karena penyebabnya

beragam, maka perlu difikirkan diagnosa diferensial yang lain. Pada penderita sindrom

nefritik akut yang mempunyai gambaran klinis klasik GNAPS harus dibedakan dengan

penderita yang mempunyai gambaran klinis unusual GNAPS3 Gambaran klinis unusual

tersebut adalah: riwayat keluarga dengan glomerulonefritis, umur < 4 tahun dan > 15 tahun,

mempunyai riwayat gejala yang sama sebelumnya, ditemukan penyakit ekstrarenal (seperti

arthritis, rash, kelainan hematologi), ditemukan bukti bukan infeksi kuman streptokokus dan

adanya gejala klinis yang mengarah ke penyakit ginjal kronis/CKD (anemia, perawakan

pendek, osteodistrofi, ginjal yang mengecil, atau hipertrofi ventrikel kiri).44,45,46

6. Patofisiologi

Stefen :

Meningkatanya kadar complement (C3) menunjukkan bahwa poststreptococcal

glomerulonephritis dimediasi oleh reaksi imun, dimana kompleks imun yang ada di sirkulasi

darah terperangkap dalam mebran glomerulus ketika sedang difiltrasi, dan mengakibatkan

proliferasi dari sel endotel penyusun kapiler glomerulus dan sel mesangial, membran kapiler

membengkak dan permeabilitas terhadap plasma protein dan sel darah merah meningkat,

terjadilah proteinuria dan hematuria.aktivasi komplemen ,proliferasi sel mesangial,infiltrasi

glomerulus oleh sel – sel inflamasi,pembengkakan membran kapiler tersebut juga

mengakibatkan GFR menurun yang berakibat oliguria. Retensi garam dan air dikarenakan

kompensasi GFR yang menurun, juga karena hipoalbuminemia mengakibatkan terjadinya

edema dan hipertensi.47

43

Page 44: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Ihsan :

Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius

bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12, 4, 16,

25, dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan

pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut

setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A,

dan meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama

kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat

nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor

iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya

glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.

Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan pasti.

Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah suatu

glomerulonefritis yang bermediakan imunologis. Pembentukan kompleks-imun in situ

diduga sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokokus.

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus,

merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang

telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang

kemudian mengendap di ginjal.

44

Page 45: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.

Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini

diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem

komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada

glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan

terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada

antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.

Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3

dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta

normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen

melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan monosit

dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan selanjutnya

terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang

mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial.

Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya

kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli

mengajukan hipotesis sebagai berikut :

Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus

dan kemudian merusaknya.

Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan

auto-imun yang merusak glomerulus.

Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen

antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis

ginjal.

Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang

mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau

alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan

terjadinya :

Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)

Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga

menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat

45

Page 46: Laporan Tutorial Blok 18 B6

kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti

vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali),

azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia

semakin nyata, bila LFG sangat menurun.

Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang

bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal

semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi.

Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan

aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi

hipervolemia dan hipertensi.19

Elsa :

Mekanisme dari pathogenesis terjadinya jejas glomerulus pada GNAPS sampai sekarang

belum diketahui, meskipun telah diduga terdapat sejumlah faktor host dan faktor kuman

streptokokus yang berhubungan dalam terjadinya GNAPS.

Faktor host

Penderita yang terserang infeksi kuman streptokokus grup A strain nefritogenik, hanya 10-

15% yang berkembang menjadi GNAPS, mengapa hal ini demikian masih belum dapat

diterangkan, tetapi diduga beberapa faktor ikut berperan

Faktor kuman streptokokus

Proses GNAPS dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk kedalam tubuh

penderita,yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan membentuk antibodi.

Bagianmana dari kuman streptokokus yang bersifat antigen masih belum diketahui.

Beberapa penelitian pada model binatang dan penderita GNAPS menduga yang bersifat

antigenik adalah: M protein, endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-

binding protein dan streptokinase. Kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang terlibat

dalam proses ini, barangkali pada stadium jejas ginjal yang berbeda dimungkinkan akibat

antigen M protein dan streptokinase.

Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut-rambut

pada permukaan kumanrematogenik atau nefritogenik. Strain nefritogenik dibagi menjadi

serotype yang berkaitan dengan faringitis (M 1, 4, 12, 25) dan serotipe infeksi kulit (M 2, 42,

49, 56, 57, 60). Streptokinase adalah protein yang disekresikan oleh kuman streptokokus,

46

Page 47: Laporan Tutorial Blok 18 B6

terlibat dalam penyebaran kuman dalam jaringan karena mempunyai kemampuan

memecah plasminogen menjadi plasmin. Streptokinase merupakan prasarat terjadinya

nefritis pada GNAPS.

Saat ini penelitian lebih menitikberatkan terhadap protein M yang terdapat pada

streptokokus sebagai tipe nefritogenik yang dapat menyebabkan kerusakan glomerulus.

Selain itu penelitian-penelitian terahir menemukan adanya dua fraksi antigen, yaitu

nephritis associated plasmin receptor (NAPlr) yang diidentifikasi sebagal glyceraldehide 3-

phosphate dehydrogenase (GAPDH) dan streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB) sebagai

fraksi yang menyebabkan infeksi nefritogenik. NAPlr dan SPEB didapatkan pada biopsi ginjal

dini dan menyebabkanterjadinya respon antibodi di glomerulus. Penelitian terbaru pada

pasien GNAPS memperlihatkan deposit SPEB di glomerulus lebih sering terjadi daripada

deposit NAPlr.

Mekanisme terjadinya jejas renal pada GNAPS

GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam

sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Mekanisme terjadinya inflamasi yang mengakibatkan

terjadinya jejas renal didahului oleh proses sebagai berikut:

Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh streptokinase yang

akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.

Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam

glomerulus.

Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul

tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus (jaringan

glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen)

Hasil penelitian-penelitian pada binatang dan penderita GNAPS menunjukkan adanya

kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab, diantaranya sebagai berikut:

Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi dalam glomerulus yang kemudian akan

merusaknya.

Proses auto-imun kuman Streptokokus yang bersifat nefritogenik dalam tubuh

menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus. Streptokokus nefritogen dan

membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga

dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis glomerulus. 46,48,49,50

47

Page 48: Laporan Tutorial Blok 18 B6

7. Faktor resiko

Inthan Atika :

a. riwayat GN dalam keluarga

b. penggunaan antiinflamsi non steroid, heroin,

c. penggunaan imunosupresif seperti siklosporin, takrolimus

d. riwayat infeksi streptococcus, endokarditis, atau virus.2

Stefen :

Pasien SLE

Pasien DM (diabetes melitus) dengan komplikasi diabetic nephropati

Pasien dengan infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A

Pasien dengan immunoglobulin A nephropathy

Subacute bacterial endocarditis

Goodpasture syndrome

Henoch – schonlein purpura

Hemolitic uremic syndrome

Glomerulonephritis with visceral abcess.47

Elsa :

Faktor hostGNAPS menyerang semua kelompok umur dimana kelompok umur 5-15 tahun (di Indonesia antara umur 2.5 – 15 tahun, dengan puncak umur 8.4 tahun) merupakan kelompok umur tersering dan paling jarang pada bayi. Anak laki-laki menderita 2 kali lebih sering dibandingkan anak wanita GNAPS lebih sering dijumpai di daerah tropis dan biasanya menyerang anak-anak dari golongan ekonomi rendah. Keadaan lingkungan yang padat, higiene sanitasi yang jelek, malnutrisi, anemia, dan infestasi parasit, merupakan faktor risiko untuk GNAPS. Faktor genetik juga berperan, Faktor kuman streptokokusProses GNAPS dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk kedalam tubuh penderita,yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan membentuk antibodi. Bagianmana dari kuman streptokokus yang bersifat antigen masih belum diketahui. Beberapa penelitian pada model binatang dan penderita GNAPS menduga yang bersifat antigenik adalah: M protein, endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-binding protein dan streptokinase.46

8. Manifestasi klinis

Inhan Atika :48

Page 49: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Gambaran APSGN yang paling sering ditemukan adalah : hematuria, proteinuria, oligouria,

edema, dan hipertensi. Gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah

rasa lelah, anoreksia, dan kadang-kadang demam, sakit kepala, mual dan muntah.52

Stefen :

Hipoalbuminemia

Hipertensi

Hematuria

Proteinuria

Oliguria

Penurunan GFR.53

Rika :

GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 thaun dan jarang pada usia dibawah

2 tahun. GNAPS didahului oleh ISPA (faringitis atau tonsilitis) dan infeksi kulit (piodermi)

dengan periode laten 1 – 2 minggu pada ISPA. Penelitian di Indonesia menunjukan bahwa

infeksi melalui ISPA terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.

Manifestasi klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimptomatik sampai simptomatik.

GNAPS simptomatik

a. Periode laten

Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus

dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar antara 1 – 2 minggu pada GNAPS oyang

didahului oleh ISPA. Bila periode laten kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan

kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomeluronefritis kronik, SLE, dan

Benign recurrent haematuria.

b. Edema

Merupakan gejala yang paling sering, dan umumnya pertama kali timbul, dan menghilang

pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi didaerah periorbital (edema

palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul

didaerah perut (asites), dan genetalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom

nefrotik.

49

Page 50: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yakni gravitasi dan tahanan lokal. Oleh sebab itu

edema palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longar pada

daerah tersebut dan menghilang atau berkurang saat siang atau sore hari.

c. Hematuria

Hematuria makroskopik ditemukan pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan hematuria

mikroskopik diteukan pada hampir semua kasus. Urin tampak kemerahan seperti air cucian

daging. Hematuria makroskopik timbul pada minggu pertama dan berlangsung beberapa

hari. Hematuria mikroskopik berlangsung lebih lama, umumnya menghilang selama 6 bulan.

Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari 1 tahun, sedangkan proteinuria

sudah menghilang. Keadaan ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi, karena

kemungkinan adanya glomeluronefritis kronik.

d. Hipertensi

Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Umumnya terjadi

pada minggu pertama dan menghilang seiring dengan menghilangnya gejala klinik lainnya.

Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan TD sistolik dan diastolik >95. Adakalanya

hipertensi berat dapat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi disertai

dengan gejala serebral. Penelitian di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi berkisar

4-50%.

e. Oliguria

Keadaan ini jarang dijumpai, didapati pada 5 – 10% kasus GNAPS dengan produksi urin

kurang dari 240 ml/mm/24 jam. Oliguria terjadi apabila fungsi ginjal menurun atau timbul

kegagalan ginjal akut.

Jumlah urin pada anak per-24 jam

Umur Jumlah urin

Hari ke 1 – 2 30 – 60 ml

Hari ke 3 – 10 100 – 300 ml

Hari ke 10 – 2 bulan 250 – 450 ml

2 bulan – 1 tahun 200 – 500 ml

50

Page 51: Laporan Tutorial Blok 18 B6

1 – 3 tahun 500 – 600 ml

3 – 5 tahun 600 – 700 ml

5 – 8 tahun 650 – 700ml

8 – 14 tahun 800 – 1400 ml

f. Gejala kardiovaskular

Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-

70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi terjadi akibat hipertensi atau miokarditis dan bisa

juga karena retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.

Edema paru

Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan sirkulasi.

Kelainan ini bisa bersifat asimptomatik, artinya terlihat hanya secacra radiologis. Gejala

klinik adalah batuk, sesak nafas da sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki basah,

kasar atau halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang kadang-kadang bersifat

fatal.

g. Gejala lain

Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia.

Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat

hematuria makroskopik yang berlangsung lama.54,55,56

9. Tatalaksana ( farmakologi dan nonfarmakologi )

Inthan Atika :

a. Istirahat total selama 3-4 minggu

b. Pemberian penisilin selama 10 hari pada fase akut untuk mengurangi menyebarnya

infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.

c. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein ( 1g/kgBB/hari) dan rendah garam

(1g/hari).

d. Pengobatan terhadap hipertensi, pemberian cairan dikurangi, dan pemberian

antihipertensif : Captopril

e. Pemberian diuretik (furosemid) secara intravena (1mg/kgBB/kali) dalam 5-10 menit.57

51

Page 52: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Rika

Semua SNA simtomatik perlu mendapat perawatan. Pengobatan ditujukan terhadap

penyakit yang mendasari dan komplikasi yang ditimbulkannya.

a. Tindakan umum

Istirahat ditempat tidur sampai gejala-gejala edema, kongesti vaskular (dispnu,

edema paru, kardiomegali, hipertensi) menghilang.

Diet : Masukan garam (0,5-1 g/hari) dan cairan dibatasi selama edema, oliguria atau

gejala kongesti vaskular dijumpai. Protein dibatasi (0,5/kg BB/hari) bila kadar ureum

diatas 50 gram/dl.

b. Pengobatan terhadap penyakit penyebab

GNAPS tanpa komplikasi berat

a. Diuretik. Untuk penanggulangan edema dan hipertensi ringan disamping diet rendah

garam, diberikan furosemide 1-2 mg/kg BB/hari oral dibagi atas 2 dosis sampai edema

dan tekanan darah turun.

b. Atihipertensif. Bila hipertensi dalam derajat sedang sampai berat disamping pemberian

diuretik ditambahkan obat antihipertensif oral propanolol (0,5-1 mg/kg BB/hari) atau

kaptopril (0,3-0,5 mg/kg BB/hari).

c. Antibiotik. Eritromisin oral 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk

eradikasi kuman.

GNAPS dengan komplikasi berat

Kongesti vaskular (edema paru, kardiomegali, hipertensi)

Pemberian oksigen

Diuretika furosemide parenteral (1-2 mg/kgBB/kali)

Antihipertensi oral (kaptoril 0,3-0,5 mg/kg BB/hari) 2 – 3x perhari. Bila disertai CHF

yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian digitalis.

Gagal ginjal akut

o Retriksi cairan

o Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan insensible water loss + jumlah

urine 1 hari sebelumnya – jumlah cairan yang keluar bersama dengan

52

Page 53: Laporan Tutorial Blok 18 B6

muntah, berak, NGT, dll + kenaikan suhu setiap 1oC diatas 37,5oC sebanyak

12% BB.

o Perhitungan IWL berdasarkan BB :

o 0-10 kg : 100kal/kgBB

o 10-20 kg : 1000 kal+ 50 kal/kg/hari diatas 10 kg

o >20 kg : 1500 – 20 kal/kg/hari diatas 20 kg

o Jumlah IWL yiati 25ml/100 kal.

o Secara praktis perhitungan menggunakan umur anak, jika umur anak <5

tahun = 30 ml/kgBB/hari, ank umur 5 tahun = 20 ml/kg/hari. Cairan

sebaiknya diberikan peroral, kecuali bila anak muntah. Bila anuria glukosa

10% bila oliguria glukosa 10% 3:1.

Ensefalopati hipertensi

Glomeluronefritis progresif cepat (GN kresentik). Merupakan bentuk GNAPS berat

yang ditandai serangan hematuria makroskopik, perburukan fungsi ginjal yang

berlangsung cepat dan progresif, dan pada biopsi ginjal dijumpai gambaran

glomelural crescent.

Disamping penanggulangan hipertensi dan gagal ginjal diberikan pula pulse

methylprednisolon tidak boleh melebihi 1 gram dan perlu dipantau tanda fungsi

vital (denyut nadi, TD, dan pernafasan) serta kadar elektolit.

Tindakan lanjut

Timbang berat badan 2 kali seminggu

Ukur masukan cairan dan diuresis setiap hari

Ukur tekanan darah 3 kali sehari selama hipertensi masih ada, kemudian 1 kali

sehari bila tekanan darah sudah normal.

Pemeriksaan darah tepi dilakukan pada saat penderita mulai dirawat, diulangi 1 kali

seminggu dan saat penderita mau dipulangkan. Urinalisis minimal 2 kali seminggu

selama perawatan.

Pada penderita dengan komplikasi berat pemeriksaan darah terutama ureum dan

kreatinin serta elektrolit lebih sering dilakukan. Pemeriksaan EKG, foto thorax perlu

dilakukan dengan segala gejala kongestif vaskular.

Indikasi pulang

53

Page 54: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Keadaan penderita baik. Gejala-gejala SNA menghilang. Pengamatan lebih lanjut

perlu dilakukan di poli khusus ginjal anak minumal 1 kali 1 bulan selama 1 tahun.

Bila pada pengamatan ASTO (+) dn C3 masih rendah setelah 8 minggu dari onset,

proteinuria masih + setelah 6 bulan dan hematuria mikroskopis masih dijumpai

setelah 1 tahun, atau fungsi ginjal menurun secara progresif dalam beberapa

minggu atau bulan kemungkinan penyakit menjadi kronik perlu dilakukan biopsi

ginjal.58

Sangeetha :

Sampai sekarang belum ditemukan obat-obatan khusus seperti : steroid, antibiotika,

maupun imunosupresif yang dapat mempengaruhi perjalanan GNAPS. Pengobatan

sementara simptomatis untuk mencegah komplikasi yang fatal.

a. Peranan istirahat

Istirahat total di tempat tidur dianjurkan selama fase akut klinik (sembab, hipertensi,

bendungan paru, oliguria atau anuria) dan fase akut laboratorium (penurunan LFG

digambarkan dengan oliguria atau anuria, kenaikan serum BUN, kreatinin dan

proteinuria berat). Fase akut klinik dan laboratorium tidak lebih dari 3 bulan, walaupun

kelainan-kelainan sedimen urin seperti hematuria mikroskopik dapat berlangsung

beberapa bulan atau tahun.

b. Diet selama fase oliguria / anuria

Protein hewani

Selama fase oliguria atau anuria, pembatasan protein hewani sangat penting untuk

mengurangi beban ginjal dan mengurangi hasil metabolisme protein seperti NPN,

kreatinin, fosfat, sulfat dan kalium. Pembatasan tidak boleh terlalu lama dan ketat

karena dapat menyebabkan malnutrisi yang memperlambat penyembuhan.

Dianjurkan pemberian protein hewani 0,5-0,75 gram / kg BB/ hari. Macam protein

yang diberikan terutama protein hewani dan mempunyai nilai biologik tinggi seperti

telur,susu,daging.

Karbohidrat

Bila jumlah kalori yang diberikan harus cukup adekuat, pembatasan protein ini harus

disertai penambahan kalori dari sumber lain misalnya karbohidrat untuk mencegah

katabolisme protein. Jumlah kalori yang diberikan minimal 35 kalori / kg BB.

54

Page 55: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Lemak

Lemak harus bebas dari elektrolit dan jumlahnya dibatasi. Lemak yang dianjurkan

terutama lemak tidak jenuh.

Elektrolit

Pemberian garam natrium harus dibatasi sampai 20mEq / hari untuk mencegah dan

mengobati bendungan paru akut dan hipertensi.

pasien dengan penjernihan kreatinin, 5ml/menit, harus dibatasi ion kalium baik dari

buah maupun obat yang merupakan sumber kalium. Jumlah kalium dalam diet yang

dianjurkan kurang dari 70-90 mEq/ hari.

untuk mempertahankan keseimbangan kalsium, jumlah kalsium yang diberikan

harus kurang dari 600-1000 mg/hari. Pemberian kalsium kurang dari 400mg/hari

dapat menyebabkan keseimbangan negatif.

Kebutuhan jumlah cairan

Jumlah cairan harus dibatasi, hanya untuk mempertahankan keseimbangan cairan

tubuh terutama pada pasien berat yang terjun menjadi RPDN.

c. Pengobatan simptomatis

bendungan paru akut. Pembatasan garam natrium kurang dari 20mEq/hari, diuretik

kuat misalnya furosemide 40-80 mg atau ethacrinic acid 50-100 mg IV, dialisis

gastrointestinal, dialisis peritoneal atau hemodialisis. Pemberian preparat digitalis

kontra indikasi, karena tidak efektif dan sering menyebabkan keracunan.

hipertensi diastolik kurang dari 100mmHg tidak memerlukan obat antihipertensi,

cukup istirahat dan pembatasan garam natrium. Indikasi pemberian , bila tekanan

diastolik >110mmHg dengan atau tanpa komplikasi hipertensi lain. Obat

antihipertensi yang dianjurkan tidak boleh mengurangi aliran darah ke ginjal.

Golongan obat ACEI, blokade AT dan ARB dengan/ tanpa diuretik merupakan obat

pilihan utama.

d. Antibiotik

Bila kuman sreptokok berhasil diisolasi dari tenggorokan atau pus dari impetigo, dapat

dilakukan eradikasi dengan antibiotik penisilin prokain 2x600.000 IU selama 7 hari, dan

dilanjutkan per oral 2x200.000 IU selama fase konvalesen.2

10. Pencegahan dan edukasi

55

Page 56: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Rika Dayanti :

Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung

1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua, gejala seperti demam, hematuria,

hipertensi dan oliguria mulai menghilang, dan gejala laboratorium mulai menghilang

dalam waktu 1 -12 bulan.

Pada kasus GNAPS edukasi kepada keluarga pasien lebih ditekankan mengenai

pemantauan pengobatan, hal ini ditujukan agar progresivitas penyakit tidak

berkembang menjadi kronik. Keluarga pasien dijelaskan mengenai penyakit yang

diderita oleh pasien dengan menjelaskan progresivitas penyakit jika tidak diberikan

terapi yang adekuat.59

Sangeetha :

a. Pengaturan minum

Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan cairan dan

elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal.

b. Pengendalian hipertensiTekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan tertentu, tekanan darah data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya dengan betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur pemasukan garam.

c. Pengendalian darah

Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak, ini dapat

dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit buah-buahan,

hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG, bila hiperkalemia

sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake kalium, pemberian natrium

bicarbonate secara intra vena, pemberian cairan parental (glukosa), dan pemberian

insulin.

d. Penanggulangan anemia

Anemia merupakan keadaan yang sulit ditanggulangi pada gagal ginjal kronis, usaha

pertama dengan mengatasi faktor defisiensi, untuk anemia normakrom trikositik dapat

diberikan supplemen zat besi oral, tranfusi darah hanya diberikan pada keadaan

mendesak misalnya insufisiensi karena anemia dan payah jantung.

e. Penanggulangan Asidosis

56

Page 57: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik sindrom. Sebelum

memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus diatasi dulu misalnya rehidrasi.

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Pengobatan

natrium bikarbonat dapat diberikan melalui peroral dan parenteral, pada permulaan

diberi 100 mg natrium bicarbonate, diberikan melalui intravena secara perlahan-lahan.

Tetapi lain dengan dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.

f. Pengobatan dan pencegahan infeksi

Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami infeksi, hal ini dapat memperburuk

faal ginjal.Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada bakteriuria dengan

memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi harus sedapat mungkin dihindari

karena dapat mempermudah terjadinya infeksi.

g. Pengaturan diet dan makanan

Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan syarat kebutuhan energi

dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan sebaiknya mengandung asam

amino yang esensial, diet yang hanya mengandung 20 gram protein yang dapat

menurunkan nitrogen darah, kalori diberikan sekitar 30 kal/kgBB dapat dikurangi

apabila didapati obesitas.60

Daniela

a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu.

b. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi

beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus

yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,

sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap

kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Pemberian

penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10

hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg

BB/hari dibagi 3 dosis.

c. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah

garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan

makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka

diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.

57

Page 58: Laporan Tutorial Blok 18 B6

d. Pengobatan terhadap hipertensi.

e. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah

dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan

usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar).

f. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini

pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak

berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus

g. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.61

11. Komplikasi

Sangeetha :

a. Oliguria sampai anuria

dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi

glomerolus.Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia,

hiperfosfatemia dan hidremia.Bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum diperlukan.

b. Ensefalopati hipertensi

merupakan gejala serebrum karena hipertensi seperti gangguan penglihatan, pusing,

muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan

anoksia dan edema otak.

c. Gangguan sirkulasi

berupa dispnea, ortopnea, ronki basah, pembesaran jantung dan meningkatnya tekanan

darah yang bukan saja disebabkan oleh spasme pembuluh darah juga karena

bertambahnya vulome plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung

akibat hipertensi yang enetap dan kelianan miokardium.

d. Anemia

karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritopoetik yang menurun.62

Karthik:

b. Oliguria sampai anuria

Dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerolus.

Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia

dan hidremia.

58

Page 59: Laporan Tutorial Blok 18 B6

c. Ensefalopatihipertensi

Merupakan gejala serebrum karena hipertensi seperti gangguan penglihatan, pusing,

muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan

anoksia dan edema otak.

d. Gangguansirkulasi

Berupa dispnea, ortopnea, ronki basah, pembesaran jantung dan meningkatnya tekanan

darah yang bukan saja disebabkan oleh spasme pembuluh darah juga karena

bertambahnya vulome plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung

akibat hipertensi yang menetap dan kelianan miokardium.

d. Anemia

Karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritopoetik yang menurun.62

Daniela

a. Fase akut: Hipertensi (Ensefalopati, kejang, perdarahan serebral), Payah jantung

kongestif., Gagal ginjal akut.

b. Jangka panjang: Gagal ginjal kronik.61

12. Prognosis

Mutia Arnisa :

Diperkirakan 95% akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini ,

dan 2% menjadi glomerulonephritis kronis.63

Karthik :

Bonam : Sebagian besar pasien akan sembuh sempurna (95 % kasus), tetapi 5% diantaranya

mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat dengan pembentukan kresen

pada epitel glomerolus.(urology in childhood by dr. Williams)

Daniela :

Bonam. Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan

penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus.

Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan

menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi

ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4

minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan

59

Page 60: Laporan Tutorial Blok 18 B6

sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada

sebagian besar pasien. Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut

pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi

sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami

proteinuria ringan yang persisten.Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pasca

streptokokus pada dewasa kurang baik. 34,61

13. KDU

Mutia Arnisa :

3A : Bukan Gawat Darurat. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan

memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter

mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.

Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.64

Desi :

3A

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium

sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta

merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).64

Karthik :

Tingkat Kemampuan 3

3a.Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik danpemeriksaan-

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaanlaboratorium

sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta

merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).64

60

Page 61: Laporan Tutorial Blok 18 B6

F. KERANGKA KONSEP

G. SINTESIS

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL

Anatomi

Lokasi dan Deskripsi Ren

Kedua ren berwarna coklat kemerahan dan terletak di belakang peritoneum, pada dinding posterior

abdomen di samping kanan dan kiri columna vertebralis; sebagian besar tertutup oleh arcus costalis.

61

Page 62: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Ren dexter terletak sedikit lebih rendah dibandingkan ren sinister, karena adanya lobus hepatis dexter

yang besar. Bila diagphragma berkontraksi pada waktu respirasi, kedua ren turun dengan arah vertical

sampai sejauh 1 inci. Pada margo medialis masing-masing ren yang cekung terdapat celah vertical yang

dibatasi oleh pinggir-pinggir substansi ren yang tebal dan disebut hilus renalis. Hilus renalis meluas ke

rongga yang besar disebut sinus renalis. Hilus renalis dilalui dari depan ke belakang oleh vena renalis,

dua cabang arteria renalis, ureter,dan cabang ketiga arteria renalis (V.A.U.A). Pembuluh-pembuluh

limfatik dan serabut simpatik juga melalui hilus ini.

Selubung Ren

Capsula fibrosa : melekat pada permukaan luar ren.

Capsula adipose : meliputi capsula fibrosa

Fascia renalis : kondensasi dari jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa, dan meliputi ren

serta glandula suprarenalis.

Corpus adiposum pararenale : terletak diluar fascia renalis.

62

Page 63: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Struktur Ren

Masing-masing ren mempunyai korteks renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan

medulla renalis di bagian dalam yang berwarna lebih terang. Medula renalis terdiri atas kira-kira selusin

pyramis medullae renalis, yang masing-masing mempunyai basis menghadap korteks renalis dan apex,

papilla renalis yang menonjol ke medial. Bagian cortex yang menonjol ke medulla diantara pyramis

medullae yang berdekatan disebut columna renalis. Bagian bergaris yang membentang dari basis

pyramidis renalis menuju ke cortex disebut radii medullares.

Sinus renalis merupakan ruangan di dalam hilus renalis, berisi pelebaran ke atas dari ureter,

disebut pelvis renalis. Pelvis renalis terbagi menjadi dua atau tiga calices renales majors, yang masing-

masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renales minors. Setiap calyx minor diinvaginasi

oleh apex piramidis renalis yang disebut papilla renalis.

Perdarahan

Arteri : Arteria renalis berasal dari aorta setinggi vertebra lumbalis II. Masing-masing arteri renalis

bercabang menjadi lima Arteria segmentalis yang masuk ke dalam hilus renalis. Arteriae lobares

berasal dari masing-masing arteria segmentalis, masing-masing satu buah untuk satu pyramis

medullae renalis.

Vena : Vena renalis keluar dari hilus di depan arteria renalis dan bermuara ke vena cava inferior.

Aliran Limfe

Nodi aortic laterals di sekitar pangkal arteria renalis.

Persarafan

Plexus sympathicus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan melalui plexus renalis masuk medulla

spinalis melalui nervus thoracicus X, XI,dan XII.13,14

63

Page 64: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Fisiologi

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi CES dalam batas-batas

normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi, dan

sekresi tubulus. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas

protein dari kapiler glomerulus ke kapsula bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein,

difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula Bowman hampir

sama dengan dalam plasma.

Dalam pembentukan urin, reabsorbsi tubulus secara kuantitatif lebih penting dari sekresi

tubulus, tetapi sekresi berperan penting dalam menentukan jumlah ion kalium dan hidrogen serta

beberapa zat lain yang dieksresikan dalam urin. Sebagian zat yang harus dibersihkan dari darah,

terutama produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat, dan garam-garam asam urat,

direabsorbsi sedikit dan karena itu, dieksresikan dalam jumlah besar ke dalam urin. Zat asing dan obat-

obatan tertentu juga dureabsorbsi sedikit, tetapi selain itu, disekresi dari darah ke dalam tubulus,

sehingga laju eksresinya tinggi. Sebailiknya ion natrium, klorida, dan bikarbonat direabsorpsi dalam

jumlah yang besar, sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urin. Zat nutrisi tertentu,

seperti asam amino dan glukosa, direabsorpsi secara lengkap dari tubulus tidak muncul dalam urin

meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerus.

Setiap proses, filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus, diatur menurut

kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam tubuh, laju filtrasi natrium

meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan direabsorpsi, menghasilkan eksresi natrium urin.

Untuk sebagian besar zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relatif sangat tinggi terhadap laju eksresi. Oleh

karena itu, sedikit perubahan pada proses filtrasi atau reabsorpsi dapat menyebabkan perubahan yang

relatif besar dalam eksresi ginjal. Pada kenyataannya, perubahan filtrasi glomerulus dan reabsorpsi

tubulus selalu bekerja dengan cara yang terkoordinasi untuk menghasilkan perubahan eksresi ginjal

yang sesuai.17

2. SINDROMA NEFRITIK AKUT ( SNA )

Sindrom Nefritik Akut (Glomerulonefritis Akut, Glomerulonefritis Pasca Infeksi) adalah suatu

peradangan pada glomeruli yang menyebabkan hematuria (darah dalam air kemih), dengan gumpalan

sel darah merah dan proteinuria (protein dalam air kemih) yang jumlahnya bervariasi.

Streptokokus nefritogenik dipercaya dapat mengelaborasi antigen yang megikat dinding kapiler

glomerulus dan membentuk nidus untuk membentuk kompleks imun unsitu. Streptokokus mungkin juga

64

Page 65: Laporan Tutorial Blok 18 B6

dapat memproduksi trauma glomerulus secara langsung, membentuk fase untuk perubahan menjadi

inflamasi, ataupun menginduksi kompleks autologus IgG/anti IgG melalui desialasi neuriamidase dari

host IgG dan membentuk resultan neoantigen. Patomekanisme pasti belum diketahui. Penyakit ini

muncul pada usia sekolah, dengan Laki-laki dua kali lebih banyakdaripada wanita.

A. DEFINISI

sindrom nefritik merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi akibat berbagai penyakit yang

mempengaruhi ginjal yang menyebabkan:

Proteinuria

Penurunan tingkat albumin dalam darah

akumulasi garam dan air

Sindrom ini dapat terjadi pada semua usia. Pada anak-anak paling sering mempengaruhi usia 18

bulan sampai 4 tahun, dan serangan lebih pada pria muda. Sindrom nefritik akut (SNA) merupakan

penyakit pada glomerulus yang ditandai oleh edema, hematuria, hipertensi dan insufisiensi ginjal.

Penyebab tersering sindrom nefritik akut di Indonesia adalah infeksi streptokokus b hemolitikus grup A.

Tidak semua penderita sindrom nefritik akut menunjukkan hematuria makroskopik.

Nefritis Glomerulus atau Radang Ginjal adalah radang yang terjadi karena adanya kerusakan nefron,

khususnya pada bagian glomerulus ginjal akibat infeksi kuman umumnya bakteri streptococus. Akibat

nefritis ini seseorang akan menderita uremia atau edema. Uremia adalah masuknya kembali urine

(C5H4N4O3) dan urea ke dalam pembuluh darah sedangkan edema adalah penimbunan air di kaki karena

terganggunya reabsorpsi air. Penderita nefritis bisa disembuhkan dengan cangkokan ginjal atau cuci

darah secara rutin. Cuci darah biasanya dilakukan sampai penderita mendapatkan donor ginjal yang

memiliki kesesuaian jaringan dengan organ penderita.

B. ETIOLOGI

Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat.

Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli mengalami kerusakan akibat

penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya.

Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya.

Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri

streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif. Glomerulonefritis pasca

streptokokus paling sering terjadi pada anak-anak di atas 3 tahun dan dewasa muda. Sekitar 50% kasus

terjadi pada usia diatas 50 tahun.

65

Page 66: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran

pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4,

12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi

streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai

resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina

2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A

3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA

setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi

yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:

1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,

Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll

2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl

3. Parasit : malaria dan toksoplasma

Streptokokus

Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan

atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90%

infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini

diberi spesies nama S. pyogenes. S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:

1. Sterptolisin O

adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai

gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk

beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam

biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu

antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan

sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan

dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit

dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau

adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9

66

Page 67: Laporan Tutorial Blok 18 B6

2. Sterptolisin S

Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada

permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh

penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung

pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan

dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan

glomerulonefritis.

C. MANIFESTASI KLINIS

Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala. Gejala yang muncul sekitar 1-2 minggu setelah

infeksi faringeal oleh streptokokus ataupun 4-6 minggu setelah pioderma karena streptokokkus. Jika ada

gejala, yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema),

berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah. Edema

muncul dari retensi garam dan air dan nefrotik sindrom bisa muncul pada 10-20% kasus. Edeme

subglotis akut dan membahayakan jalan napas juga telah dilaporkan.

Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya

lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat. Tekanan darah tinggi dan pembengkakan otak bisa

menimbulkan sakit kepala, gangguan penglihatan dan gangguan fungsi hati yang lebih serius.

Gejala spesifik seperti malaise, letargi, nyeri abdomen, dan demam kadang muncul. Abnormalitas

akut secara general akan selesai pada 2-3 minggu; C3 komplemen dapat normal pada 3 hari awal atau

paling lambat 30 hari setelah onset. Walaupun mikroskopik hematuri dapat muncul selama setahun,

kebanyakan anak sembuh sempurna. Keadaan ginjal yang memburuk secara persisten, abnormalitas

urin selama 18 bulan, Hipokomplementemia persisten, dan sindrom nefrotik adalah tanda berbahaya.

Jika salah satu muncul, maka merupakan indikasi untuk biopsi renal. Sekitar 50% penderita tidak

menunjukkan gejala. Jika ada gejala, yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai

pembengkakan jaringan (edema), berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena

mengandung darah.

Sindrom nefritik akut mengikuti infeksi saluran pernapasan atau infeksi pada kulit yang disebabkan

oleh strain “nefritogenik” dari streptokokus ß-hemolitikus group A. Faktor yang menyebabkan hanya

strain “nefritogenik” dari streptokokus ß-hemolitikus group A ini belum diketahui secara pasti. Sindrom

nefritik akut biasnaya mengikuti streptokokus faringeal, selama musim hujan dan infeksi streptokokus

pada kulit atau pioderma selama musim panas. Walaupun epidemik dari nefritis telah dijelaskan dalam

67

Page 68: Laporan Tutorial Blok 18 B6

hubungannya dengan infeksi tenggorokan (serotipe 12) dan infeksi kulit (serotipe 49), pneyakit ini secara

umum bersifat sporadis.

D. PATOFISILOGI

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu

antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma

sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam

glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya

komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear

(PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak

endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu

proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin

meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke

dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya

kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada

mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop

imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai

invasi PMN.

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi

hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di

membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis

glomerulus.

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada

cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium,

dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan

terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan

imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks

imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel,

dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular

serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti

68

Page 69: Laporan Tutorial Blok 18 B6

C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh

imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus,

merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah

berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian

mengendap di ginjal.

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.

Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat

mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila

terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik

berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran

basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau

subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan

sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan

proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan

masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam

glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya

merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai

kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara

kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi

masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri

dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan

demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan

danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya

kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai

berikut :

69

Page 70: Laporan Tutorial Blok 18 B6

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan

kemudian merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan

autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang

sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.

E. PEMERIKASAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah menunjukan adanya anemia(kadang sifatnya berat) dan peningkatan jumlah sel

darh putih. Pemeriksaan darah untuk menilai fungsi ginjal menunjukkan adanya penimbunan limbah

metabolik yang bersifat racun. Pada usg atau ronsen, pada awalnya ginjal tampak membesar tetapi

kemudianakan mengisut untuk memperkuat diagnosis seringkali diadakan biopsi ( pengambilan contoh

jaringan ginjal untuk diperiksa dengan mikroskop. Juga dilakukan periksaan darah untuk antibodi dan

infeksi. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :

1. Laju endap darah meninggi

2. Kadar Hb turun karena hipervolemia ( retensi garam dan lendir)

Pada pemeriksaan urin didapatkan :

1. Jumlah urin mengurang

2. Berat jenis meninggi

3. Hematoria mikroskopik sel darah merah dan sedimen protein

4. Albumin dalam urin (+) proteinuria

5. Eritrosit (++)

6. Leukosit (+)

7. Silinder leukosit

8. Eritrosit healin

9. Ureum dan kretinin darah meningkat

10. Albumin serum dan complemen serum ( globulin beta- IC ) sedikit menurun

11. Titer anti-streptolisin umumnya meningkat kecuali kalau infeksi sterptococus yang

mendahuluinya hanya mengenai kulit saja.

12. Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita

13. Kadar BUN dan kreatinin serum meningkat

70

Page 71: Laporan Tutorial Blok 18 B6

F. PENATALAKSANAAN

1. Istirahat selama 2 minggu

2. Berikan penisilin pada fase akut

3. Makanan pada fase akut berikan makanan rendah protein (1g / BB kg / hari) dan rendah garam ( 1

g/ hari)

4. Obati hipertensi

5. Bila anuria berlangsung lama ( 5-7 hari) maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan

beberapa cara misalnya, peritoneum dan hemodialisis

6. Diuretik furosemid inttravena ( 1 mg /BB kg / hari) dalm 5-10 menit tidak berakibat pada

hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

7. Bila timbul gagal jantung, berikan digitalis, sedatifum dan oksigen.

8. Tirah baring sela

Penatalaksanaan pasien GNAPS meliputi eradikasi kuman dan pengobatan terhadap gagal ginjal akut

dan akibatnya.

Antibiotik

Pengobatan antibiotik untuk infeksi kuman streptokokus yang menyerang tenggorokan atau kulit

sebelumnya, tidak mempengaruhi perjalanan atau beratnya penyakit. Meskipun demikian, pengobatan

antibiotik dapat mencegah penyebaran kuman di masyarakat sehingga akan mengurangi kejadian

GNAPS dan mencegah wabah. Pemberian penisilin pada fase akut dianjurkan hanya untuk 10 hari,

sedangkan pemberian profilaksis yang lama tidak dianjurkan. Secara teoritis seorang anak dapat

terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Jika alergi

terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari.

Beberapa klinisi memberikan antibiotik hanya bila terbukti ada infeksi yang masih aktif, namun sebagian

ahli lainnya tetap menyarankan pemberian antibiotik untuk menghindarkan terjadinya penularan dan

wabah yang meluas. Pemberian terapi penisilin 10 hari sekarang sudah bukan merupakan terapi baku

emas lagi, sebab resistensi yang makin meningkat, dan sebaiknya digantikan oleh antibiotik golongan

sefalosporin yang lebih sensitif dengan lama terapi yang lebih singkat.

Suportif

71

Page 72: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Tidak ada pengobatan spesifik untuk GNAPS, pengobatan hanya merupakan simptomatik. Pada

kasus ringan, dapat dilakukan tirah baring, mengatasi sembab kalau perlu dengan diuretik, atau

mengatasi hipertensi yang timbul dengan vasodilator atau obat-obat anti hipertensi yang sesuai. Pada

gagal ginjal akut harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi dengan pemberian diet yang

mengandung kalori yang adekuat, rendah protein, rendah natrium, serta restriksi kalium dan fosfat.

Kontrol tekanan darah dengan hidralazin, calcium channel blocker, beta blocker, atau diuretik. Pada

keadaan sembab paru atau gagal jantung kongestif akibat overload cairan perlu dilakukan restriksi

cairan, diuretik, kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti ginjal. Pembatasan aktivitas

dilakukan selama fase awal, terutama bila ada hipertensi. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan

durasi hematuria gross, tetapi tidak mempengaruhi perjalanan penyakit atau prognosis jangka panjang.

Edukasi penderita

Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai perjalanan dan prognosis penyakitnya.

Keluarga perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan yang sempurna diharapkan (95%), masih ada

kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan memburuk (5%). Perlu dielaskan

rencana pemantauan selanjutnya, pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk protein dan

hematuria dilakukan dengan interval 4-6 minggu untuk 6 bulan pertama, kemudian tiap 3-6 bulan

sampai hematuria dan proteinuria menghilang dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun. Kadar

C3 yang telah kembali normal setelah 8-10 minggu menggambarkan prognosis yang baik.

G. PROGNOSIS

Prognosis tergantung kepada beratnya gejala. Jika tidak menjalani dialisa, penderita yang mengalami

gagal ginjal akan meninggal dalam waktu beberapa minggu. Prognosis juga tergantung kepada penyebab

dan usia penderita. Jika penyebabnya adalah penyakit autoimun (tubuh membentuk antibodi untuk

menyerang sel-selnya sendiri), maka biasanya pengobatan akan mampu memperbaiki keadaan

penderita.Jika penyebabnya tidak diketahui atau usia penderita telah lanjut maka prognosisnya lebih

buruk. Sebagian besar penderita yang tidak menjalani pengobatan akan menderita gagal ginjal dalam

waktu 2 tahun.

KomplikasiOliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi

glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan

72

Page 73: Laporan Tutorial Blok 18 B6

hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.

1. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala

berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme

pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

2. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan

meningginya tekanan arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga

disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal

jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

3. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang

menurun.10,19,43

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Urinalisis

Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis (gros),

proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara ± sampai 2+ (100

mg/dL). Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan gejala sindrom

nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS. Pemeriksaan

mikroskopis sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini

merupakan tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk

pemeriksaan sedimen urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.

Darah

Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti

hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Komplemen C3 rendah pada hampir semua

pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar

properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif

komplomen. Penurunan C3 sangat mencolok pada penderita GNAPS kadar antara 20-40 mg/dl (harga

normal 50-140 mg.dl). Penurunan komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan

kesembuhan. Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila

setelah waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka kemungkinan glomerulonefritisnya

disebabkan oleh yang lain atau berkembang menjadi

73

Page 74: Laporan Tutorial Blok 18 B6

Glomerulonefritis kronik atau glomerulonefritis progresif cepat. Anemia biasanya berupa

normokromik normositer, terjadi karena hemodilusi akibat retensi cairan. Di Indonesia 61%

menunjukkan Hb < 10 g/dL. Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah efek hipervolemiknya

menghilang atau sembabnya menghilang.

Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan

mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba sebelumnya. Beberapa uji serologis terhadap antigen

streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antistreptozim, ASTO,

antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu

mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus.

Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis,

meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O, sebaiknya serum diuji

terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan lebih dari 90% kasus

menunjukkan adanya infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus. Pada awal

penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara serial.

Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.

Pencitraan

Gambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak spesifik. Foto toraks umumnya

menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus, dengan derajat yang sesuai dengan

meningkatnya volume cairan ekstraseluler. Sering terlihat adanya tanda-tanda sembab paru (di

Indonesia 11.5%), efusi pleura (di Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di Indonesia 80.2%), dan efusi

perikardial (di Indonesia 81.6%). Foto abdomen dapat melihat adanya asites. Pada USG ginjal terlihat

besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila terlihat ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut,

kemungkinannya adalah penyakit ginjal kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada

USG menunjukkan peningkatan echogenisitas yang setara dengan echogenisitas parenkhim hepar.

Gambaran tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan pada penyakit ginjal lainnya.18

H. KESIMPULAN

Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, menderita sindroma nefritik akut pasca infeksi Streptococcus B-

hemoliticus ( GNA et causa Streptococcus B-hemoliticus) dengan manifestasi klinis hipertensi stage 1

dan gangguan ginjal akut.

74

Page 75: Laporan Tutorial Blok 18 B6

DAFTAR PUSTAKA

1. Ian Effendi, Restu Pasaribu. 2009. Edema Patofisiologi dan Penanganan dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II Edisi V hal 946. Jakarta : Interna Publishing

2. Prodjosudjadi,Wiguno.2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5, Hal 999. Interna Publishing

3. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi. Jakarta : EGC

4. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2012. Glomerulonefritis dalam Patofisiologi, konsep klinis

proses-proses penyakit Edisi 6 Volume 2 hal 925-933. Jakarta: EGC

5. Ian Effendi, Restu Pasaribu. 2009. Edema Patofisiologi dan Penanganan dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II Edisi V hal 946-951. Jakarta : Interna Publishing

6. Prodjosudjadi,Wiguno.2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5, Hal 999. Interna Publishing

7. Rachmadi, Dedi. 2010. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut, h. 1-2. Bandung:

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK. UNPAD-RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung.

8. Rauf, Syafruddin, dkk. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Badan Penerbit

Ikatan Dokter Anak Indonesia : 2012. 27 Mei 2014

9. Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Glomerulonefritis Akut, h.835-839. Jakarta: FK-

UI.

11. Jameson, J Larry.,Joseph,Loscalzo. (2013),. HARRISON : Nefrologi dan Gangguan Asam-Basa.

Jakarta : EGC. Hal.25-26

12. Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-dasar Urologi, h.2-5. Jakarta: Sagung Seto

13. Snell,Richard.2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem.EGC : Jakarta (hal.749-754)

14. Putz R & R. Pabst. 2005. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21 jilid 2. EGC : Jakarta (hal. 181)

15. Guyton A.C.,J.E. Hall.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. Hal.329

16. Price&Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, E/6, Vol.2. Jakarta :

EGC. Halaman 868-890

17. Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC. Halaman 331-333

18. Rachmadi, Dedi. Desember 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut.

Pustaka.unpad.ac.id. 27 Mei 2014

19. Price, Slyvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis proses – proses penyakit. Jakarta : EGC

75

Page 76: Laporan Tutorial Blok 18 B6

20. Rusdidjas, Ramayati R, 2002. Infeksisalurankemih. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede

SO. Buku ajar Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 142-

163

21. Rusepno Hasan, Husein Alatas. 2002. IlmuKesehatanAnak.Jakarta: Infomedika. Halaman : 836

22. Guyton,Hall. 2012.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC Halaman : 945

23. Rusmarjono & Efiaty Arsyad Soepardi. 2007. Penyakit Serta Kelainan Faring & Tonsil dalam Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

24. dr. Ismoedijanto, Sp.A(K). Demam Pada Anak. Jurnal Pediatrik Ikatan Dokter Anak Indonesia. Vol.

2, No. 2, Agustus 2008: 103 – 108.

25. dr. Bernie Endyarni, Sp.A. ISPA Pada Balita. Jurnal Pediatrik Ikatan Dokter Anak Indonesia. Vol.

11, No. 4, Desember 2009

26. Harrison’s principles of internal medicine ,17th edition, chapter 17 Fever and hyperthermia

27. Harrison’s principles of internal medicine ,17th edition, chapter 31

28. Robbins Kumar. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007

29. Nachman PH, Jennette JC, Falk RJ. Primary glomerular disease. In: Brenner BM, ed. Brenner and

Rector's The Kidney. 8th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007:chap 30.

30. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. RSMH 2013.

Halaman 488 – 489.

31. UKK Nefrologi-Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI 2012. Halaman 8 – 10.

32. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Bagian IKA FKUI. Jakarta. Cetakan 2007. Halaman 835 – 837.

33. Sukandar E, Sulaeman R. Sindroma nefrotik. Dalam : Soeparman, Soekaton U, Waspadji S et al

(eds). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1990. p. 282-305.

34. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca

streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.

35. Prodjosudjadi,Wiguno.2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5, Hal 999. Interna Publishing

36. Sacher RA, MCPherson RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta:

Penerbit buku kedokteran EGC, 2004

37. Isselbacher, Kurt J. 2000. Harrison Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

38. Rauf, Syafruddin, dkk. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Badan Penerbit

Ikatan Dokter Anak Indonesia : 2012. 27 Mei 2014

76

Page 77: Laporan Tutorial Blok 18 B6

39. Gandasoebrata R. 1985. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

40. Lumbanbatu, Sondang Maniur. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak. Sari

Pediatri, Vol. 5, No. 2, september 2003 : 58 – 63. 27 Mei 2014

41. Jameson, J Larry.,Joseph,Loscalzo. (2013),. HARRISON : Nefrologi dan Gangguan Asam-Basa.

Jakarta : EGC. Hal.152

42. Konsensus IDAI Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. 2012. Jakarta

43. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Buku

Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika

44. Madaio MP, Harrington JT. The diagnosis of glomerular diseases: acute glomerulonephritis and

the nephrotic syndrome. Arch Intern Med. 2001;161(1):25-34.

45. Harmon WE, Niaudet P, Yashikawa N, penyunting. Pediatric nephrology. edisi ke-6. Berlin:

Springer; 2009. h. 743-55.

46. Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. The child with acute nephritis syndrome. Dalam: Webb N,

Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric nephrology. edisi ke-3. New York: Oxford; 2003.

h. 367-80.

47. Lippincott – pathophysiology concepts of altered health state ,page 436

48. Rodriguez B, Mezzano S. Acute postinfectious glomerulonephritis. Dalam: Avner ED,

49. Harmon WE, Niaudet P, Yashikawa N, penyunting. Pediatric nephrology. edisi ke-6. Berlin:

Springer; 2009. h. 743-55.

50. Male D. Cell migration and inflammation. Dalam: Roitt I, Brostoff J, Male D,penyunting.

51. Immunology. 6th edition. Edinburgh: Mosby, 2002. h. 47-64.

52. Sylvia A.Price, Lorraine M.Wilson. 2012. PATOFISIOLOGI (konsep klinis proses-proses penyakit).

Jakarta:EGC Halaman :924

53. Lippincott – Pathophysiology Concept of Altered Helath States, page 435

54. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. RSMH 2013.

Halaman 488 – 491.

55. UKK Nefrologi-Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI 2012. Halaman 3 – 6.

56. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Bagian IKA FKUI. Jakarta. Cetakan 2007. Halaman 809

57. Rusepno Hasan, Husein Alatas. 2002. IlmuKesehatanAnak.Jakarta: Infomedika Halaman: 837

58. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. RSMH 2013.

Halaman 492 – 493

77

Page 78: Laporan Tutorial Blok 18 B6

59. UKK Nefrologi-Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI 2012. Halaman 15.

60. Depkes RI. (1992) Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas, Jakarta, Depkes RI.

61. Davidson’s, Principles & Practice of Medicine, 21st Edition, 2010

62. Sidabutar, R.P. (1992) Penyakit Ginjal dan Hipertensi, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

63. Buku Ajar Ilmu Anak Jilid 2 , Glomerulonefritis Akut, Hal 839.

Konsil Kedokteran Indonesia.2012.Standar Kompetensi Dokter Indonesia, Hal 31.

78