laporan tutorial blok 18 b6
DESCRIPTION
1234TRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO B BLOK 18
Disusun Oleh: KELOMPOK 6
Mutia Arnisa Putri 04121401004
Desiyanti 04121401006
Dwi Andari Maharani 04121401014
Kms.M.Temidtya.K.R 04121401017
Novalia Arisandy 04121401042
Intan Fajrin Karimah 04121401046
Ihsan Rasyid Yuldi 04121401074
Elsa Tamara Saragih 04121401075
Stefen Agustinus 04121401081
Inthan Atika 04121401085
Rika Dayanti 04121401100
Sangeethaa 04121401101
Karthik Sekaran 04111401097
Daniela Selvam 04101401027
Tutor: dr. Nursanti
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2013/20141
DAFTAR ISI
Halaman Judul 1
Daftar Isi 2
Kata Pengantar 3
Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri
I. Skenario 5
II. Klarifikasi Istilah 5
III. Identifikasi Masalah 6
IV. Hipotesis 7
V. Analisis Masalah 7
VI. Kerangka Konsep 62
VII. Sintesis 62
VIII. Kesimpulan 75
Daftar Pustaka 76
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B Blok 18” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,2. dr Nursanti selaku tutor kelompok 6,3. Teman-teman sejawat FK Unsri,4. Semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Palembang, 27 Mei 2014
Kelompok 6
3
KEGIATAN TUTORIALTutor : dr. Nursanti
Moderator : Rika Dayanti
Sekretaris Meja 1 : Novalia Arisandy
Sekretaris Meja 2 : Sangeetha
Pelaksanaan : 26 Mei 2014 dan 28 Mei 2014
13.0 – 15.00 WIB
Peraturan selama tutorial :
1. Sebelum nyampaikan pendapat harus mengacungkan tangan
2. Alat komunikasi dan gadget hanya boleh digunakan untuk keperluan diskusi, namun dalam mode silent dan tidak mengganggu berlangsungnya diskusi
3. Minum diperbolehkan, namun tidak untuk makan
4. Bila ingin izin keluar, diharapkan melalui moderator.
4
A. SKENARIO
Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, dibawa orang tuanya ke klinik anak RSMH dengan keluhan sembab.
Dari aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab berlangsung sejak 5 hari yang lalu. Sembab
mula-mula muncul di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan telapak kaki.
Orang tuanya juga mengatakan kencing anaknya berwarna merah seperti air cucian daging, jumlahnya
sekitar setengah gelas sehari.
Dua minggu sebelum timbul sembab, Dendi pernah menderita panas dan sakit tenggorokan. Setelah
beroba, panas hilang dan sakit tenggorokan mereda.
Gejala penyakit ini baru pertama kali dialami, keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, suhu tubuh 37o C, TD 120/90 mmHg,
denyut nadi 96 kali/menit, pernafasan 32 kali/menit, BB 20 kg, TB 136 cm.
Keadaan spesifik : edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai, dan telapak kaki. Tenggorokan tidak
hiperemis, tonsil tidak membesar. Paru dan jantung dalam batas normal. Abdomen cembung, shifting
dullness (+), hepar dan lien tidak teraba.
Pemeriksaan penunjang :
Darah tepi : Hb 8,5 g/dl, leukosit 14.500/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 100 mm/jam.
Kimia darah : protein total 6,0 g/dl, albumin 3,0 g/dl, globulin 3 gr/dl, ureum 59 mg/dl, kreatinin 1,5
mg/dl, kolesterol 180 mg/dl.
Urinalisis : urin berwarna seperti air cucian daging, proteinuria (+2), eritrosit 10-15 sel/LPB, leukosit 5-10
sel/LPB, torak hialin, dan noktaj (+)
Biakan apusan tenggorok : streptococcus β hemolitikus (+)
Imunoserologi : ASTO 200 IU, C3 35 IU, CRP 12 IU.
B. KLARIFIKASI ISTILAH
No. Istilah Klarifikasi
1. Sembab Edema pada bagian muka terutama sekitar mata.
2. Alloanamnesis Anamnesis terhadap keluarga/relasi terdekat atau yang
membawapasien tersebut ke rumah sakit
4. Sakit tenggorokan berat yang terjadi karena edema pyogens dengan hiperemial local
5
yang hebat dengan/tanpa eksudat keabu-abuan dengan
pembesaran kelenjar limfa dan hepar
5. Edema Kumpulan cairan secara abnormal di ruang interseluler tubuh.
6. Kompos mentis kejernihan pikiran, sadar akan diri dan lingkungannya
7. ASTO anti streptolising titer O, alat tes imunologi untuk mengetahui
adanya antibody terhadap Streptococcus Beta Hemolitikus.
8. Noktah Titik kecil atau bintik (biasanya berwarna hitam atau warna gelap
lainnya)
9. Proteinuria Adanya protein serum yang berlebihan dalam urin seperti pada
penyakit ginjal atau setelah latihan fisik yang berat.
10. Torak hialin Terbentuknya torak/cast/silinder hialin dari pengendapan protein atau pengumpulan bahan lain didalam lumen tubulus yang larut dalam air, dan akan lebih mudah larut lagi bila urine bersifat alkalis
11. C3 salah satu glikoprotein dengan panjang 1663 asam amino yang
berperan di dalam sistem komplemen[1] yang terkodikasi
pada kromosom 19 pada gen C3.
C. IDETIFIKASI MASALAH
1. Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, dibawa orang tuaya ke klinik anak RSMH dengan keluhan
sembab. Dari aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab berlangsung sejak 5 hari
yang lalu. Sembab mula-mula muncul di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua
tungkai dan telapak kaki. Gejala penyakit ini baru pertama kali dialami, keluarga tidak ada yang
sakit seperti ini.
2. Orang tuanya juga mengatakan kencing anaknya berwarna merah seperti air cucian daging,
jumlahnya sekitar setengah gelas sehari.
3. Dua minggu sebelum timbul sembab, Dendi pernah menderita panas dan sakit tenggorokan.
Setelah berobat, panas hilang dan sakit tenggorokan mereda.
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan penunjang
6
D. HIPOTESIS
Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, diduga menderita sindroma nefritik akut pasca infeksi
Streptococcus B-hemoliticus ( GNA et causa Streptococcus B-hemoliticus) dengan manifestasi klinis
hipertensi stage 1 dan gangguan ginjal akut.
E. ANALISIS MASALAH
1. Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, dibawa orang tuaya ke klinik anak RSMH dengan keluhan
sembab. Dari aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab berlangsung sejak 5 hari
yang lalu. Sembab mula-mula muncul di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua
tungkai dan telapak kaki. Gejala penyakit ini baru pertama kali dialami, keluarga tidak ada yang
sakit seperti ini.
a. Bagaimana etiologi sembab yang dialami Dendi?
Desi :
1) Penurunan tekanan osmotik Sindrom nefrotik Sirosis hepatis Malnutrisi
2) Peningkatan permeabilitas vaskular terhadap protein Angioneurotik edema
3) Peningkatan tekanan hidrostatik Gagal jantung kongestif Sirosis hepatis
4) Obstruksi aliran limfe Gagal jantung kongestif
5) Retensi air dan natrium Gagal ginjal Sindrom nefrotik1
Mutia
- Hipoalbuminemia : penurunan tekanan onkotik plasma cairan bergeser dari intravascular ke jaringan interstisium-> edema/sembab
- Retensi Natrium : peningkatan cairan ekstraseluleredema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjalmenambah retensi natrium dan H20edema2
Karhtik :
7
Penyebab utama GNA PS adalah Streptokokus yang bersifat nefritogenik yaitu Streptokokus
grup A. Pada pyodermatitis : Streptokokus M tipe 47,49,55,2,60, dan 57. Pada infeksi
tenggorokan : Streptokokus M tipe 1,2,4,3, 25, 49 dan 12.1 Bagian luar streptokokus grup A
dibungkus oleh kapsul asam hyaluronat untuk bertahan terhadap fagositosis dan sebagai
alat untuk melekatkan diri pada sel epitel. Selain itu pada permukaan kuman juga terdapat
polimer karbohirat grup A, mukopeptide, dan protein M. Protein M adalah suatu alpha-
helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut-rambut pada permukaan kuman.
Protein M menentukan apakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau
nefritogenik.
b. Bagaimana mekanisme sembab di kedua kelompak mata?
Dwi Andari :
Bila protein plasma di dalam darah menipis, kekuatan ke dalam menurun, yang
memungkinkan gerakan ke dalam jaringan. Ini menimbulkan akumulasi cairan ke dalam
jaringan dengan penurunan volume plasma sentral. Ginjal berespon terhadap penurunan
volume sirkulasi melalui melalui aktivasi sistem aldosteron renin-angiotensin, yang
mengakibatkan reabsorpsi tambahan terhadap natrium dan air. Volume intravaskular
meningkat sementara. Namun karen defisit protein plasma belum diperbaiki, penurunan
terhadap tekanan tekanan hidrostatik kapiler. Akibatnya, cairan intravaskuler bergerak ke
dalam jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata, tekanan sangat
rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.3
Desi :
Dendi terinfeksi streptococcus β hemolitikus. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan
terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal-spesifik.
Terbentuk kompleks antigen – antibodi dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus
tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.
Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan
pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membrana basalis glomerulus. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah
8
dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria
dan hematuria.4
Hipoalbuminemia berhubungan dengan kehilangan protein sehingga terjadi penurunan
tekanan osmotik menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke interstitium, akibatnya
volume darah yang beredar akan berkurang yang selanjutnya mengakibatkan perangsangan
sistem renin-angiotensin-aldosteron yang meretensi air dan natrium pada tubulus distalis
dan terjadilah edema.5
Mutia Arnisa :
Penurunan laju filtrasi glomerulus karena kerusakan ginjal peningkatan retensi natrium
dan H20 Edema Periorbita. 4,6
c. Apa hubungan usia,jenis kelamin, dan riwayat keluarga dengan keluhan yang dialami Dendi?
Desi :
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus paling sering menyerang anak usia 3 sampai 7
tahun, meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang. Perbandingan
penyakit ini pada laki – laki dan perempuan adalah sekitar 2:1.4
Temid :
Rasio terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama
menyerang kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari
5%. Biasanya kasus terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene
yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan.7
Dwi Andari :
Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada anak adalah
glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS dapat terjadi pada semua usia,
tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun. Penelitian multisenter di Indonesia
memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan
rasio ♂ : ♀ = 1, 34 : 1.1
Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih banyak
dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat
sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang
9
berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai.2 Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih
banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9%1 & 66,9%.
Biasanya kasus terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang
kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan.8
d. Mengapa sembab bisa menjalar sampai ke tungkai dan telapak kaki?
Dwi Andari :
Sebagian besar natrium klorida yang ditambahkan ke dalam darah tetap berada di
kompartemen ekstrasel, dan hanya sejumlah kecil saja yang yang memasuki sel. Karenanya
pada penyakit ginjal yang menurunkan eksresi natrium klorida dan air dalam urin, sejumlah
besar natrium klorida dan air akan ditambahkan ke cairan ekstrasel. Sebagian besar garam
dan air ini bocor dari darah masuk ke dalam rongga interstitial, tapi sebagian masih tetap
berada dalam darah. Efek utama kejadian ini ialah menyebabkan (1) peningkatan volume
cairan interstitial yang besar (edema ekstrasel) dan (2) hipertensi akibat peningkatan
volume darah. Misalnya, anak yang menderita glomerulonefritis akut, dengan cedera
glomerulus ginjal akibat inflamasi yang berakibat gagalnya penyaringan cairan dalam jumlah
cukup, juga akan mengalami edema cairan ekstrasel yang serius diseluruh tubuh; bersama
dengan edema, anak – anak ini biasanya akan menderita hipertensi berat. 9
Temid :
Sembab pada kelopak mata : Glomerulus rusak → laju filtrasi glomerulus turun →
berpengaruh terhadap aktifasi sistem renin angiotensin → aldosteron ++ → retensi Na dan
H2O → edema dan oligouria
Sembab yang menjalar ke kedua tungkai dan telapak kaki : Edema menyebar → karena
pengaruh gaya gravitasi, pada siang hari telah bertaktifitas (berdiri) sehingga cairan turun
dan berkumpul pada daerah tungkai dan telapak kaki.10
Nova :
Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri
streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus
selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu
(rata-rata 2 minggu) setelah infeksi. Akibatnya terjadi kerusakan membrane basal yang
berfungsi untuk menahan sebagian besar protein besar (>100 kDa) dan slit diaphragm yang
berfungsi melewatkan molekul-molekul kecil zat terlarut dan air tapi tidak protein. Hal ini
10
menyebabkan keluarnya albumin dan protein plasma lain, sehingga terjadi hipoalbumin
yang menyebabkan tekanan onkotik plasma menurun dan mendorong perpindahan cairan
dari kapiler ke interstitium sehingga terjadi sembab (edema). Pada sebagian pasien
mekanisme yang dirancang untuk mengoreksi penurunan volume intraseluler efektif ikut
menimbulkan edema,misalnya pengaktifan RAAS, hormone diuretic, dan system saraf
simpatis yang mendorong reabsorpsi garam dan air berlebihan di ginjal. Awalnya, edema
akan mengisi jaringan ikat longgar di tubuh salah satunya di kelopak mata, tetapi lama
kelamaan akibat gravitasi bumi edemanya juga bisa menjalar ke tungkai dan telapak kaki.11
2. Orang tuanya juga mengatakan kencing anaknya berwarna merah seperti air cucian daging,
jumlahnya sekitar setengah gelas sehari.
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ yang terlibat?
Temid :
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian
atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi
ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik,
sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta
ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal
orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya
bervariasi antara 120 - 170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.
Struktur di sekitar ginjal
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true
capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial
ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal / supra-renal yang berwarna
kuning. Kelenjar adrenal bersamasama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh
fasia Gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan
dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal.
Selain itu fasia Gerota dapat pula berfungsi sebagi barier dalam meng-hambat penyebaran
infeksi atau meng-hambat metastasis tumor ginjal ke organ di sekitarnya. Di luar fasia
Gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal.
11
Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang
rusuk ke XI dan XII sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ-organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan ginjal
kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejeunum, dan kolon.
Struktur Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Di dalam
korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli
ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus
proksimalis, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes.
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam
glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami
reabsobsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk
urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan
menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui
piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan
pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan
dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine
sampai ke ureter.
Vaskularisasi GinjalGinjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari
aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke
dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak
mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat
kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada
daerah yang dilayaninya.
Fungsi Ginjal
Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urine, ginjal berfungsi juga dalam:
a. Mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) dalam mengatur jumlah cairan tubuh
b. Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D
12
c. Menghasilkan beberapa hormon, antara lain: eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormon prostaglandin.12
Nova :
Lokasi dan Deskripsi Ren
Kedua ren berwarna coklat kemerahan dan terletak di belakang peritoneum, pada dinding
posterior abdomen di samping kanan dan kiri columna vertebralis; sebagian besar tertutup
oleh arcus costalis. Ren dexter terletak sedikit lebih rendah dibandingkan ren sinister,
karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. Bila diagphragma berkontraksi pada waktu
respirasi, kedua ren turun dengan arah vertical sampai sejauh 1 inci. Pada margo medialis
masing-masing ren yang cekung terdapat celah vertical yang dibatasi oleh pinggir-pinggir
substansi ren yang tebal dan disebut hilus renalis. Hilus renalis meluas ke rongga yang
besar disebut sinus renalis. Hilus renalis dilalui dari depan ke belakang oleh vena renalis,
dua cabang arteria renalis, ureter,dan cabang ketiga arteria renalis (V.A.U.A). Pembuluh-
pembuluh limfatik dan serabut simpatik juga melalui hilus ini.
Selubung Ren
Capsula fibrosa : melekat pada permukaan luar ren.
Capsula adipose : meliputi capsula fibrosa
Fascia renalis : kondensasi dari jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa, dan
meliputi ren serta glandula suprarenalis.
Corpus adiposum pararenale : terletak diluar fascia renalis.
Struktur Ren
Masing-masing ren mempunyai korteks renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap,
dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna lebih terang. Medula renalis terdiri 13
atas kira-kira selusin pyramis medullae renalis, yang masing-masing mempunyai basis
menghadap korteks renalis dan apex, papilla renalis yang menonjol ke medial. Bagian
cortex yang menonjol ke medulla diantara pyramis medullae yang berdekatan disebut
columna renalis. Bagian bergaris yang membentang dari basis pyramidis renalis menuju ke
cortex disebut radii medullares.
Sinus renalis merupakan ruangan di dalam hilus renalis, berisi pelebaran ke atas dari ureter,
disebut pelvis renalis. Pelvis renalis terbagi menjadi dua atau tiga calices renales majors,
yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renales minors. Setiap
calyx minor diinvaginasi oleh apex piramidis renalis yang disebut papilla renalis.
Perdarahan
Arteri : Arteria renalis berasal dari aorta setinggi vertebra lumbalis II. Masing-masing
arteri renalis bercabang menjadi lima Arteria segmentalis yang masuk ke dalam hilus
renalis. Arteriae lobares berasal dari masing-masing arteria segmentalis, masing-masing
satu buah untuk satu pyramis medullae renalis.
Vena : Vena renalis keluar dari hilus di depan arteria renalis dan bermuara ke vena cava
inferior.
Aliran Limfe
Nodi aortic laterals di sekitar pangkal arteria renalis.
Persarafan
Plexus sympathicus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan melalui plexus renalis
masuk medulla spinalis melalui nervus thoracicus X, XI,dan XII.13,14
14
FISIOLOGI
Kedua ren berfungsi mensekresikan sebagian besar produk sisa metabolism, Ren
mempunyai peran penting mengatur keseimbangan air dan elektrolit di dalam tubuh dan
mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Produk sisa meninggalkan ren sebagai
urin, yang mengalir ke ureter menuju vesica urinaria. Urin keluar melalui urethra.13
Nefron sebagai unit fungsional ginjal. Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang
lebih 1 juta nefron, masing-masing mampu membentuk urin. Ginjal tidak dapat
membentuk nefron baru, artinya akan terjadi penurunan nefron secara bertahap.
Berkurangnya fungsi ini tidak mengancam jiwa karena adanya perubahan adaptif dari sisa
nefron tersebut dapat mengeksresikan air, elektrolit, dan produk sisa dalam jumlah yang
tepat. Setiap nefron terdiri dari: (1). glomerulus (sekumpulan kapiler glomerulus) yang
dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah, dan (2). Tubulus yang panjang
tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.15
Intan :
Anatomi
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan dua iga
terakhir, dan tiga otot besar-transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas
mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal.
Kelenjar adrenal terletak diatas kutub masing-masing ginjal.
15
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm, tebalnya
2,5 cm, dan beratnya sekitar 150 gram. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan
ukuran tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal (dibandingkan dengan
pasangannya) yang lebih 1,5 cm atau perubahan bentuk merupakan tanda yang penting
karena sebagian besar manifestasi penyakit ginjal adalah perubahan struktur.
Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk
cembung sedangkan tepi medialnya berbentuk cekung karena adanya hillus. Beberapa
struktur yang masuk atau keluar hilus adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembilih
limfatik dan ureter. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan
longgar dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan
ginjal.
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan daerah yang berbeda, korteks dibagian luar
dan medula di bagian dalam. Medula terbagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid.
Piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna Bertini. Papila
(apeks) dari tiap piramid membentuk duktus Bellini yang terbentuk dari persatuan bagian
terminal dari banyak duktus pengumpul. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu
perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti cawan yang disebut kaliks minor. Beberapa
kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor, yang selanjutnya bersatu sehingga
membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan reservoar utama sistem pengumpul
ginjal. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan vesika urinaria.
Vaskularisasi
16
Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Aorta
terletak di sebelah kiri garis tengah sehingga arteri renali kanan lebih panjang dari arteri
renalis kiri. Setiap arteri renali bercabang sewaktu masuk ke dalam hilus ginjal. Vena renalis
menyalurkan darah dari masung-masing ginjal ke dalam vena kava inferior yang terletak di
sebelah kanan dari garis tengah. Saat arteri renalis masuk ke dalam hilus, areteria
bercabang menjadi arteria interlobaris yang berjalan diantara piramid, selanjutnya
membentuk percabangan arkuata yang melengkung melintasi basis-basis piramid tersebut.
Arteria arkuata kemudian membentuk arteriol-arteriol interlobaris yang tersusun paralel
dalam korteks. Arteriola interlobaris ini selanjutnya membentuk arteriola aferen. Masing-
masing arteriola aferen akan menyuplai darah ke rumbai-rumbai kapiler yang disebut
glomerulus. Kapiler glomerulus bersatu membentuk arteriol eferen yang kemudian
bercabang-cabang membentuk sistem jaringan portal yang mengelilingi tubulus.16
Fisiologi
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi CES dalam batas-batas
normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus,
reabsorpsi, dan sekresi tubulus. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar
cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula bowman. Kebanyakan
zat dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada
filtrat glomerulus dalam kapsula Bowman hampir sama dengan dalam plasma.
Dalam pembentukan urin, reabsorbsi tubulus secara kuantitatif lebih penting dari sekresi
tubulus, tetapi sekresi berperan penting dalam menentukan jumlah ion kalium dan
hidrogen serta beberapa zat lain yang dieksresikan dalam urin. Sebagian zat yang harus
dibersihkan dari darah, terutama produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam
urat, dan garam-garam asam urat, direabsorbsi sedikit dan karena itu, dieksresikan dalam
jumlah besar ke dalam urin. Zat asing dan obat-obatan tertentu juga dureabsorbsi sedikit,
tetapi selain itu, disekresi dari darah ke dalam tubulus, sehingga laju eksresinya tinggi.
Sebailiknya ion natrium, klorida, dan bikarbonat direabsorpsi dalam jumlah yang besar,
sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urin. Zat nutrisi tertentu, seperti
asam amino dan glukosa, direabsorpsi secara lengkap dari tubulus tidak muncul dalam urin
meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerus.
17
Setiap proses, filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus, diatur menurut
kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam tubuh, laju filtrasi
natrium meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan direabsorpsi, menghasilkan
eksresi natrium urin. Untuk sebagian besar zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relatif sangat
tinggi terhadap laju eksresi. Oleh karena itu, sedikit perubahan pada proses filtrasi atau
reabsorpsi dapat menyebabkan perubahan yang relatif besar dalam eksresi ginjal. Pada
kenyataannya, perubahan filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubulus selalu bekerja dengan
cara yang terkoordinasi untuk menghasilkan perubahan eksresi ginjal yang sesuai.17
b. Bagaimana etiologi kencing berwarna merah seperti daging?
Intan Fajrin :
Etiologi bak seperti warna daging : karena adanya peradangan di glomerulus.18
Nova :
Akibat infeksi streptococcus terbentuk kompleks antigen – antibodi dalam darah dan
bersirkulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap
dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi. Sebagai respons terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel – sel endotel yang
diikuti sel – sel mesangium dan selanjutnya sel – sel epitel. Semakin meningkatnya
kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urine.19
Ihsan :
Pada kasus ini, etiologinya adalah infeksi dari bakteri streptokokus grup A.
c. Bagaimana mekanisme kencing berwarna merah seperti daging?
Ihsan :
Infeksi streptokokus menyebabkan tubuh membentuk antibodi terhadap antigen
streptokokus. Selama beberapa minggu, antibodi dan antigen bereaksi satu sama lain
membentuk kompleks imun tak larut yang kemudian terperangkap di glomeruli.
Begitu kompleks imun tertimbun di glomeruli, banyak sel glomeruli mulai berproliferasi,
terutama sel mesangial yang terletak di antara endotel dan epitel. Selain itu, sejumlah
besar sel darah putih menjadi terperangkap di glomeruli. Banyak glomeruli menjadi
18
tersumbat oleh reaksi inflamasi ini, dan glomeruli yang tidak tersumbat biasanya menjadi
sangat permeabel, yang memungkinkan protein dan sel-sel darah merah bocor dari darah
kapiler glomerulus masuk ke dalam filtrat glomerulus. Pada kasus yang parah, seluruh atau
hampir seluruh fungsi ginjal dapat terhenti.9
Elsa :
Terpapar streptococcus (faringitis)
Streptococcus menghasilkan neuro amidase
Mengubah Ig G endogen sehingga menjadi autoantigen( nefrotogenik streptococcal antigen)
Terbentuklah antibody terhadap Ig G yang telah berubahtersebut ( kompleks antigen– antibodi )
Terbentuk kompleks imun bersirkulasi( sirculating immune complex )
Terfiksasi di dalam ginjal, terperangkap dalam membrane basalis ginjal
Timbul lesi peradangan yang kemudian yang kemudian memanggil leukositPMN dan trombosit, aktivasi system komplemen → memanggil komplemenC5a dan platelet sebagai mediator inflamasi dan sitokon lain
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi di glomerulus, sel-sel endotel proliferasi yang diikuti sel-sel messangium dan selanjutnya sel-sel epitel
Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus
Protein dan sel darah merah dapat keluar bersama urine 19
Intan Fajrin :streptococcus tipe 12&25 bersifat nefritogen sehingga akan membuat peradangan pada
glomerulus. Peradangan akan membuat LFG menurun sehingga fungsi filtrasi glomerulus
menurun dan sel darah merah yg seharusny tidak difiltrasi menjadi lolos dan urin menjadi
seperti daging.18
d. Berapa volume ekskresi urin normal pada anak?
Stefen :
Volume urine menentukan beberapa jumlah urine yang di keluarkan dalam waktu 24
jam.Berdasarkan usia,volume urine normal dapat di tentukan sebagai berikut:
19
Usia 1-2 hari : 15-60 ml/hari
Usia 3-10 hari : 100-300 ml/hari
Usia 10-12 bulan : 250-400 ml/hari
Usia 12 Bln-1 Th : 400-500 ml/hari
Usia 1-3 Tahun : 500-600 ml/hari
Usia 3-5 Tahun : 600-700 ml/hari
Usia 5-8 Tahun : 700-1000 ml/hari
Usia 8-14 Tahun : 800-1400 ml/hari
Usia 14 Th- Dewasa : 1500 ml/hari
Dewasa tua : <1500 ml/hari
Elsa :
Urin normal umumnya berwarna kuning. Urin encer warna kuning pucat (kuning
jernih),urin ketal berwarna kuning pekat. PH urin normal berkisar 4,8-7,5 urin akan berpH
asam jika mengonsumsi banyak protein dan bersifat basa jika banyak mengonsumsi sayura
n. 87Berat Jenis urin normal ialah 1,002-1,030. Vol urin normal 900-1200ml/hari. Volume
urin dipengaruhi suhu, zat-zat diuretic (the, alcohol, kopi, obat diuertik), jumlah air
yangdiminum, hormone ADH dan emosi. Volume urin normal bervariasi :
1 – 3 tahun : 500 – 600 ml 3 – 5 tahun : 600 – 700 ml 5 – 8 tahun : 700 – 1000 ml 8 – 14 tahun : 800 – 1400 ml 14 tahun – dewasa : 1500 ml.20
Ihsan :Volume urine menentukan beberapa jumlah urine yang di keluarkan dalam waktu 24
jam.Berdasarkan usia,volume urine normal dapat di tentukan sebagai berikut:
Ø Usia 1-2 hari : 15-60 ml/hari
Ø Usia 3-10 hari : 100-300 ml/hari
Ø Usia 10-12 bulan : 250-400 ml/hari
Ø Usia 12 Bln-1 Th : 400-500 ml/hari
Ø Usia 1-3 Tahun : 500-600 ml/hariØ Usia 3-5 Tahun : 600-700 ml/hariØ Usia 5-8 Tahun : 700-1000 ml/hariØ Usia 8-14 Tahun : 800-1400 ml/hariØ Usia 14 Th- Dwsa : 1500 ml/hari
20
Ø Dewasa tua : <1500 ml/hari.9
e. Apa makna jumlah urin sekitar setengah gelas sehari?
Stefen :
Makna jumlah urine setengah gelas sehari : OU < 0,3 ml/kg/jam (selama 24 jam), atau
anuria dalam 12 jam. Pada kasus = 0,3 x 20 x 24 jam = 148
Anak mengeluarkan urine hanya setengah gelas per hari = 120 ,OU <148 = oligouria
Elsa:
Etiologi dari urin yang sedikit dari normal adalah Obstruksi, infeksi, oklusi.
Mekanisme : Ag streptokokkus terbawa dalam sirkulasi yang akhirnya mengundang
antibody dankomplemen serta system imun non spesifik lain dan membentuk kompleks
imun yang kemudian terjebak dalam glomerulus (karena ukuran kompleks imun yang lebih
besar dibandingkan dengan membrane basalis glomerulus) yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya proses inflamasi sehingga mengganggu proses filtrasi glomerulus yang berakibat
pada hematuria dikarenakan eritrosit tidak dapat difiltrasikan dengan benar pada MBG. Hal
ini menyebabkan ginjal mengalami iskemik jaringan dikarenakan jumlah eritrosit yang
berkurang pada arteri renalis. Hal ini berakibat pada vasokontriksi pembuluh darah yang
dipengaruhi oleh system renin angiotensin-aldosteron dan menyebabkan tretensi cairan
dan natrium ke jaringan interstisial dan berakhir pada edema generalisata sehingga kadar
cairan dalam tubuh tidak dapat dieksresikan dengan baik melalui ginjal karena pada tahap
ini telah terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus.20
Inthan atika :
Keadaan yang menurunkan aliran darah keginjal secara akut biasanya akan menyebabkan
oligouria, yang berarti menurunnya keluaran urin dibawah tingkat asupan air dan zat
terlarut.9
Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriole glomerulus yang mengakibatkan tekanan
filtrasi glomerulus menjadi kurang. Filtrasi air garam, ureum, dan zat-zat lainnya berkurang
dan sebagai akibatnya kadar kretainin dan ureum dalam darah meningkat. Ion natrium dan
air di resorbsi kembali sehingga timbul oligouria.21
3. Dua minggu sebelum timbul sembab, Dendi pernah menderita panas dan sakit tenggorokan.
Setelah berobat, panas hilang dan sakit tenggorokan mereda.
21
a. Bagaimana etiologi dari panas dan sakit tenggorokan?
Inthan Atika :
Demam yang berarti suhu tubuh diatas batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri
atau oleh bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat pengaturan suhu . beberapa penyebab demam
dapat meliputi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, tumor otak. 22
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, alergi, trauma, toksin dan lain-lain. Penyebab terbanyak radang ini adalah
kuman golongan Streptokokus Beta Hemolitikus, Streptokokus viridians dan
Streptokokus piogenes. Penyakit ini juga dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus
influenza dan adenovirus. 23
Rika Dayanti :
Etiologi demam
Definisi demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu tubuh di
atas 38oC. Demam merupakan tanda adanya kenaikan set point di hipothalamus akibat
infeksi, atau ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Pada
keadaan lain, misalnya pada tumor, keganasan dan penyakit darah, penyakit kolagen,
penyakit metabolik.24
Etiologi sakit tenggorokan
Infeksi saluran nafas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan
mortalitas pada anak terutama usia 6 – 23 bulan. Beberapa faktor dianggap
berhubungan ISPA antara lain :
Karakteristik Subjek
o Jenis kelamin (laki-laki > perempuan)
o Usia (bulan) : balita (37-59) > bayi (6-12) dan balita (13-36)
o Status gizi
o Berat lahir : BBLR > BBLN
o Riwayat imunisasi : apabila tidak imunisasi mempunyai resiko 2,7 kali untuk
mengalami ISPA.
Karakteristik Pendidikan dan Status Ekonomi
o Tingkat pendidikan : rendah > menengah
o Pendapatan keluarga
22
o Crowding : jumlah orang yang tinggal di dalam rumah terlalu banyak tanpa
menghiraukan berapa luas rumah tersebut.
o Pajanan asap rokok. 25
Stefen :
Etiologi nyeri tenggorokan : ISPA ( pharyngitis,laryngitis,epiglottitis,rinorrhea ), virus seperti
parainfluenza virus, adenovirus.26
Etiologi demam : Infeksi virus, bakteri,parasit ,peningkatan metabolisme, autoimun,
neoplasma.27
b. Bagaimana patofisiologi dari panas dan sakit tenggorokan?
Inthan Atika :
Patofisiologi demam
Adanya bakteri streptococcus beta hemoliticus group A didalam jaringan atau dalam darah akan di
fagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini
selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin 1 yang juga disebut leukosit
pirogen atau pirogen endogen kedalam cairan tubuh. Saat mencapai hipotalamus, IL1 menginduksi
pembentukan salah satu prostaglandin terutama prostalandin E2, kemudian akan mempengaruhi kerja
thermostat hipotalamus, set point dipusat pengaturan suhu hipotalamus menjadi lebih tinggi dari normal
menyebabkan demam. 22
Bakteri masuk kemudian melekat pada sel-sel epitel pada organ yang palingdekat dengan
dunia luar contoh : mulut masuk aliran darah sehingga terjadi bakteriemia kemudian
bakteri sampai pada organ yang cocok untuk memperbanyak diri
i n f e k s i ( d a l a m k a s u s i n i t e n g g o r o k a n ) faringitis.23
Rika Dayanti :
Patofisiologi demam
Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau adanya
ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada infeksi
terjadi akibat mikro organisme (faktor pirogen eksogen) merangsang makrofag atau
PMN membentuk PE (faktor pirogen endogen) seperti IL1, IL6, TNF-a, dan IFN. Zat inilah
yang akan membentuk prostaglandin yang akan meningkatkan set point di
hipothalamus.
23
Kemampuan anak untuk bereaksi terhadap infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis
demam sangat tergantung pada umur. Semakin muda usia bayi, semakin kecil
kemampuan untuk merubah set point dan memproduksi panas.24
Patofisiologi sakit tenggorokan
Inflamasi merupakan suatu proses yang dapat membantu membersihkan infeksi. Respon
radang merupakan suatu perangkat yang kompleks yakni sebagai berikut :
a. Rubor (kemerahan) dan Kalor (panas)
Ketika terjadi jejas, maka hal pertama yang terlihat didaerah peradangan ialah
perubahan vaskular, yakni terjadi vasodilatasi arteriole yang mengakibatkan
peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (hiperemia) pada aliran selanjutnya.
Pelebaran pembuluh darah ininakan menyebabkan timbulnya warna merah (eritema)
dan hangat (kalor) yang khas pada daerah inflamasi.
b. Dolor (nyeri)
Hal ini ditimbulkan dengan berbagai cara, perubahan pH lokal atau konsentrasi ion-ion
yang dapat merangsang ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan zat kimia tertentu,
seperti histamin dan zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu,
pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang
dapat menyebabkan rasa nyeri saat menelan. 19,28
Sangeetha :
Demam ditimbulkan oleh peningkatan thermostat di otak yang bermula dari tubuh terpajan
pirogen eksogen (antigen) sehingga direspon oleh sel fagosit (PMN & MN) dengan
memfagositosisnya, yang kemudian dihasilkan IL-1, IL-6, dan TNF-α yang merupakan
mediator inflamasi. IL-1 kemudian dibawa menuju sel endotel hipotalamus yang berperan
untuk mengaktivasi asam arakhidonat. Asam arakhidonat kemudian diubah menjadi
prostaglandin E2 dengan bantuan enzim siklooksigenase (COX). PGE2 kemudian mengatur
thermostat di otak supaya meningkat. Keadaan ini direspon tubuh dalam bentuk demam.
Bakteri Streptococcus masuk ke tubuh → menempel di kerongkongan melalui pili-pili di
kerongkongan → GAS mengeluarkan pyrogenik exotoxin → infeksi dan peradangan pada
tenggorokan → tenggorokan berwarna lebih merah, menebal/bengkak, dan ada bintik-bintik
putih.29
24
c. Bagaimana hubungan antara riwayat panas dan sakit tenggorokan yang dialami Dendi
dengan penyakit yang dideritanya sekarang?
Rika Dayanti :
SNA (Sindrom Nefritik Akut) adalah kumpulan gejala-gejala nefritis yang timbul secara
mendadak (akut), ditandai dengan 3 hal utama yakni hematuria, proteinuria dan
silinderuria, akibat dari suatu proses peradangan yang ditimbulkan oleh reaksi imunologi
yang terkena pada glomeruli.
Salah satu klasifikasi SNA adalah SNA dengan hipokomplemenemia, dapat asimptomatis
atau simptomatis. Termasuk kelompok ini salah satunya adalah glomerulonefritis akut
pasca infeksi streptokokus beta hemoliticus (GNAPS). Dari sisi etiologi, salah satu
penyebab SNA adalah faktor infeksi, dominannya nefritis timbul setelah infeksi
streptokokus beta hemolitikus.
Riwayat perjalanan penyakit, dua minggu sebelum sembab, Dendi menderita panas dan
sakit tenggorokan. Kuman Streptokokus Beta Hemolitikus cenderung menyerang traktus
respiratorius bagian atas (tonsilitis dan faringitis) dan kulit (piodermi). Ketika kuman SGA
(Streptokokus Grup A) masuk ke dalam tubuh, maka MO merupakan benda asing yang
dianggap sebagai faktor pirogen eksogen, sehingga memicu faktor pirogen endogen
seperti IL 1, IL6, TNF-a sebagai pitogen endogen mengeluarkan prostaglandin yang
mengubah set point di hipothalamus untuk meningkatkan suhu tubuh, dan terjadilah
respon demam. Kemudian manifestasi klinis ISPA pasca teinfeksi SGA menjadi SNA
sekitar 10 hari.
Radang pada glomerulus disebabkan karena adanya reaksi imunologi atau anti
glomerular basement membrane (GBM) antibodi yang mengendap pada glomeruli
aktivasi komplemen dan sistem koagulasi
Reaksi radang pada glomerulus menyebabkan filtrasi glomeruli berkurang oliguria
retensi air dan garam edema, hipervolemia, kongesti vaskuler (hipertensi, edema
paru dengan gejala sesak nafas, ronki dan kardiomegali)
Hipoperfusi sistem renin-angiotensin angiotensin 2 bersifat vasokontriksi perifer
perfusi ginjal makin menurun LFG semakin menurun disamping timbulnya
hipertensi. Angiotensin 2 merangsang korteks adrenal untuk melepaskan aldosteron
retensi garam dan air hipervolemia hipertensi.30,31,32
25
Sangeetha :
Keluhan yang timbul saat ini adalah akibat dari infeksi saluran napas bagian atas yang
dialami oleh Dendi 2 minggu yang lalu. Infeksi dari bakteri Streptococcus β – hemoliticus
(dari hasil pemeriksaan biakan) yang merupaakn flora normal kulit dan tenggorokan ini akan
menyebabkan terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe III (kompleks Ag-Ab). Kompleks Ag-Ab
inilah yang nantinya akan mengendap di ginjal dan menyebabkan lesi pada ginjal, sehingga
timbul gejala-gejala yang dialami Dendi sekarang ini. Namun untuk menyebabkan reaksi
tersebut ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti Status gizi yang buruk dan
lingkungan yang tidak sehat.33
Daniela
2 minggu yang lalu dendi mengalami panas dan sakit tenggorokan, yang mana itu adalah
penanda terjadinya inflamasi di daerah tersebut. Kelompok bakteri yang dapat
menyebabkan sakit tenggorok adalah streptococcus β hemolitikus (+)
Bakteri masuk melekat pada sel-sel epitel pada organ yang paling dekat dengan dunia
luar contoh : mulut dll masuk aliran darah bakteriemia sampai pada organ yang
cocok untuk memperbanyak diri infeksi (dalam kasus ini tenggorokan) faringitis
pengeluaran interleukin dan mediator-mediator lain merangsang hipotalamus
peningkatan suhu tubuh panas/demam
Selain mekanisme di atas, demam atau panas yang dirasakan juga dapat merupakan
mekanisme kompensasi tubuh untuk melawan infeksi bakteri streptococcus.34
4. Pemeriksaan fisik
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik?
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, suhu tubuh 37o C, TD
120/90 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit, pernafasan 32 kali/menit, BB 20 kg, TB 136
cm.
Sangeetha :
Keadaan umum : sakit sedang sakit sedang
Kesadaran : compos mentis normal (kesadaran penuh)
TD : 120/90 mmHg hipertensi (normal pada anak,sistolik : 80-110mmHg dan
diastolik : 50-80mmHg)
26
Nadi : 96x/menit normal
RR : 32x/menit tachypneu (normal pada anak 18-26x/menit)
Temperatur : 37°C normal
BMI 10,8 (BB 20kg,TB136cm) underweight
Edema sekitar kedua kelopak mata, tungkai, telapak kaki tidak normal,
menandakan adanya retensi cairan
Tenggorok tidak hiperemis normal, tidak ada inflamasi
Tonsil tidak membesar normal, tidak ada inflamasi
Paru dan jantung dalam batas normal normal, tidak ada pembesaran
Diawali reaksi inflamasi di glomerulus oleh Glomerulonefritis poststreptokokkus akut
banyak glomeruli tersumbat dan laju filtrasi darah ke ginjal menurun pengaktivan
sistem RAA berlebihan hipertensi , retens air & garam pada jaringan ikat longgar
dimata dan tungkai bawah edema, fungsi ginjal menurun eritropoetin menurun
anemia --->kurang darah kurang O2 tacypnea
Faktor ekonomi dan sosial underweigth asupan nutrisi kurang mudah terinfeksi
Daniela :
Keadaan umum : sakit sedang sakit sedang
Kesadaran : compos mentis normal (kesadaran penuh)
Temperatur : 37°C normal
TD : 120/90 mmHg hipertensi (normal pada anak,sistolik : 80-110mmHg dan
diastolik : 50-80mmHg)
Nadi : 96x/menit normal
RR : 32x/menit tachypneu (normal pada anak 18-26x/menit)
BMI 10,8 (BB 20kg,TB136cm) underweight
Karthik :
Keadaan umum : sakit sedang sakit sedang
Kesadaran : compos mentis normal (kesadaran penuh)
TD : 120/90 mmHg hipertensi (normal pada anak,sistolik : 80-110mmHg dan
diastolik : 50-80mmHg)
Nadi : 96x/menit normal
RR : 28x/menit tachypneu (normal pada anak 18-26x/menit)
27
Temperatur : 37°C normal
BMI 10,8 (BB 20kg,TB136cm) underweight
Edema sekitar kedua kelopak mata, tungkai, telapak kaki tidak normal,
menandakan adanya retensi cairan
Tenggorok tidak hiperemis normal, tidak ada inflamasi
Tonsil tidak membesar normal, tidak ada inflamasi
Paru dan jantung dalam batas normal normal, tidak ada pembesaran
Abdomen datar,lemas,hepar dan lien tidak teraba normal, tidak ada pembesaran
(ascites) atau massa (tumor atau kanker)
Diawali reaksi inflamasi di glomerulus oleh Glomerulonefritis poststreptokokkus akut
banyak glomeruli tersumbat dan laju filtrasi darah ke ginjal menurun pengaktivan
sistem RAA berlebihan hipertensi , retens air & garam pada jaringan ikat longgar
dimata dan tungkai bawah edema, fungsi ginjal menurun eritropoetin menurun
anemia --->kurang darah kurang O2 tacypnea
Faktor ekonomi dan sosial underweigth asupan nutrisi kurang mudah
terinfeksi. (Peremeriksaan fisik penyakit dalam dan Davidson)
Keadaan spesifik : edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai, dan telapak kaki.
Tenggorokan tidak hiperemis, tonsil tidak membesar. Paru dan jantung dalam batas
normal. Abdomen cembung, shifting dullness (+), hepar dan lien tidak teraba.
Mutia Arnisa :
edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai, dan telapak kaki. Interpretasi :
Abnormal , akibat adanya mekanisme hipoalbuminemia dan retensi natrium oleh
ginjal.35
Tenggorokan tidak hiperemis, NORMAL
tonsil tidak membesar. NORMAL
Paru dan jantung dalam batas normal.--> NORMAL
Abdomen cembung, ABNORMAL akibat terjadinya hipoalbuminemia
penurunan tekanan onkotik plasmahati mempertahankan tekanan
onkotikpeningkatan sintesis
shifting dullness (+), ABNORMAL adanya cairan didalem rongga abdomen
hepar dan lien tidak teraba. NORMAL28
Daniela :
Edema sekitar kedua kelopak mata, tungkai, telapak kaki tidak normal,
menandakan adanya retensi cairan ( terjadi akibat retensi Na dan H2O )
Tenggorok tidak hiperemis normal, tidak ada inflamasi
Tonsil tidak membesar normal, tidak ada inflamasi
Paru dan jantung dalam batas normal normal, tidak ada pembesaran
Abdomen datar,lemas,hepar dan lien tidak teraba normal, tidak ada pembesaran
(ascites) atau massa (tumor atau kanker)
5. Pemeriksaan penunjang
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan penunjang?
Darah tepi : Hb 8,5 g/dl, leukosit 14.500/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 100
mm/jam.
Kimia darah : protein total 6,0 g/dl, albumin 3,0 g/dl, globulin 3 gr/dl, ureum 59 mg/dl,
kreatinin 1,5 mg/dl, kolesterol 180 mg/dl. 1,2,3
Desi :
Pemeriksaan Nilai Normal Pada Kasus Interpretasi
Hb 10 – 16 g/dl 8,5 g/dl Anemia
Leukosit 9000 – 12000 14.500/mm3 Leukositosis
Trombosit 150.000 – 350.000 400.000/mm3 Trombositosis
LED 0 – 15 mm/jam 100 mm/jam Meningkat
Protein Total 6,0 – 8,0 g/dl 6,0 g/dl Normal
Albumin 3,8 – 5,4 3,0 g/dl Hipoalbumin
Globulin 1,5 – 3,0 gr/dl 3 gr/dl Normal
Ureum 20 – 40 mg/dl 59 mg/dl Meningkat
Kreatinin 0,4 – 1,2 mg/dl 1,5 mg/dl Meningkat
Kolesterol <200 mg/dl 180 mg/dl Normal
Hb menurun29
Kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal sehingga terjadi anemia
Trombositosis dan leukositosisInfeksi streptococcus β hemolitikus → Terbentuk kompleks antigen – antibodi dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis → komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi → peningkatan trombosit dan leukosit
LED meningkat menandakan adanya inflamasi akut dan infeksi bakteriHipoalbuminKebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan tubuh banyak kehilangan albumin
Ureum dan kreatinin meningkat menunjukkan adanya penurunan laju filtrasi glomerulus akibat proses inflamasi.36
Karthik:a. Darahtepi :
Hb 8,5 g/dl : anemia (11,5-14,5 g/dl) ,
leukosit 14.500/mm³ : normal (10.000-15.000),
Trombosit 400.000/mm³ : normal (150.000-450.000/mm³)
LED 100mm/ jam : meningkat (0-20mm/jam)
b. Kimia darah :
protein total 6,5 g/dl : menurun ( 6,6 -8,7g/dl)
albumin 3,5 gr/dl : normal (3,5 -5,0 gr/dl)
globulin 3gr/dl : menurun (3,2 -3,9 gr/dl)
ureum 59mg / dl : normal (10-50mg/dl)
creatinin serum 1,5 mg/dl : normal tinggi (0,5-1,5 mg/dl)
kolesterol 180mg/dl
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria, kelainan sedimen
urin dengan eritrosit dismorfik, leukositoria serta torak selular, granular dan eritrosit.
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia. Kadang-kadang
tampak adanya protein massif dengan gejala sindrom nefrotik. (Pemeriksaan fisik
penyakit dalam dan Davidson)30
Mutia Arnisa :
Protein Total 6,0g/dl
Nilai Normal : 6,7-8,7 g/dl
Interpretasi: abnormal -> hipoproteinuria
albumin 3,0 g/dl
Nilai Normal: 4-5,8g/dl
Interpretasi: hipoalbuminemia
globulin 3 gr/dl
Nilai Normal: 1,5-3 gr/dl
Interpretasi: Normal
ureum 59 mg/dl,
Nilai Normal: 22-40 mg/dl
Interpretasi: Abnormal, peningkatan
kreatinin 1,5 mg/dl
Nilai Normal: 0,5-0,9 mg/dl
Interpretasi: meningkat
kolesterol 180 mg/dl.
Nilai Normal: < 200 mg/dl
Interpretasi: normal
Urinalisis : urin berwarna seperti air cucian daging, proteinuria (+2), eritrosit 10-15
sel/LPB, leukosit 5-10 sel/LPB, torak hialin, dan noktah (+)
Biakan apusan tenggorok : streptococcus β hemolitikus (+)
Imunoserologi : ASTO 200 IU, C3 35 IU, CRP 12 IU. 2,3,4
Desi :
Pemeriksaan Nilai Normal Pada Kasus Interpretasi
31
Urinalisis
Warna Kuning jernih Seperti air cucian daging
Adanya eritrosit yang keluar bersama dengan urine akibat kebocoran kapiler glomerulus
Protein 0 (+2) Proteinuria
Eritrosit 0 10-15 sel/LPB Hematuria
Leukosit 2 – 4 sel/LPB 5-10 sel/LPB Piuria, tanda dari inflamasi saluran kemih
Torak hialin Tidak ada Ada Torak hialin merupakan mukoprotein dan elemen yang berasal dari parenkim ginjal yang tercetak di tubulus ginjal. Jika ditemukan dalam pemeriksaan sedimen urine menandakan adanya kerusakan parenkim ginjal
Noktah (-) (+) Noktah merupakan deposit imun karena kompleks imun akibat infeksi streptococcus β hemolitikus
Apusan tenggorok
(-) streptococcus β hemolitikus (+)
Terjadi infeksi streptococcus β hemolitikus
ASTO <200 IU 200 IU Infeksi streptococcus β hemoliticus sehingga terjadinya peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO). Peningkatan ini terjadi 10- 14 hari setelah infeksi streptokokus
C3 83 – 177 IU 35 IU Menurun, karena adanya pengaktifan komplemen selama terjadi kompleks imun
CRP <10 IU 12 IU CRP adalah penanda peradangan, peningkatannya
32
mengindikasikan keadaan peradangan yang meningkat didalam tubuh
Infeksi streptococcus terbentuk kompleks antigen antibodi di dalam darah beredar di sirkulasi masuk ke sirkulasi glomerulus dan membran basalis komplemen teraktifasi peradangan fagositosis dan pelepasan lisosom kerusakan endotel dan membran basalis kebocoran kapiler glomerulus kerusakan glomerulus laju filtrasi glomerulus menurun protein dan sel eritrosit banyak keluar hematuri dan proteinuria.12
Mutia Arnisa :Apusan Tenggorok : Streptococcus B-hemolitikusNormal : (-)Interpretasi : Terjadi infeksi streptococcus β hemolitikusImunoserologi : ASTO 200 IU: Nilai Normal: <200 IUInterpretasi: Meningkat,menunjukkan adanya infeksiC3 35 IU:Nilai Normal: 40 IUInterpretasi: Menurun komplemen berkurang menunjukkan adanya inflamasiCRP 12 IU:Nilai Normal: <10 IUInterpretasi: Abnormal menunjukkan keadaan peradangan yang meningkat didalam tubuh
Dwi Andari :Pemeriksaan lab Kasus Nilai normal Interpretasi
Warna urin Seperti air cucian daging
Kekuning – kuningan, kuning, jernih
Terdapat eritrosit
Proteinuria +2 (-)
Eritrosit 10 – 15 sel/LPB - Timbul pada glomerulonefritis akut
Leukosit 5 – 10 sel/LPB -
Torak hialin (-) keadaan abnormal pada parenkim ginjal yang biasanya berhubungan
33
dengan proteinuria
Noktah (+) (-)
Biakann apusan tenggorok
Streptococcus β hemolitikus (+)
Tanda adanya inflamasi kerusakan pada glomerulus
ASTO 200 IU <166 unit Todd Infeksi streptoccocus β hemoliticus
C3 35 IU 50 – 140 mg/dl Inflamasi
CRP 12 IU <0,8 mg/dl Adanya proses peradangan/infeksi
SUMBER : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data Klinik. 2011. 27 Mei 2014
Mekanisme hematuria dan proteinuria :Sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal – spesifik. Terbentuk kompleks antigen – antibodi dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secra mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisososom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus (GBM). Sebagai respons terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel – sel endotel yang diikuti sel – sel mesangium dan selanjutnya sel – sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.19
Proteinuria ialah akibat kehilangan muatan anion dinding kapiler (defek muatan – selektif) atau munculnya kapiler glomerulus dengan radius yang lebih besar daripada pori – pori normal, memungkinkan molekul protein plamsa yang besar untuk melewati filter glomerulus. 37
Mekanisme C3Penurunan C3 sangat mencolok pada penderita GNAPS kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan kesembuhan. Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka kemungkinan glomerulonefritisnya disebabkan oleh yang lain atau berkembang menjadi glomerulonefritis kronik atau glomerulonefritis progresif cepat. (jurnal unpad)18
34
Dalam keadaan normal komplemen berperan sebagai mekanisme pertahanan humoral. Pada GN komplemen berfungsi mencegah masuknya Ag, tetapi dapat menginduksi reaksi inflamasi. Kerusakan glomerulus terjadi akibat terbentuknya fragmen komplemen aktif yang berasal dari aktivasi sistem komplemen. Fragmen komplemen C3a, C4a, C5a bersifat anafilatoksin sedangkan C5a mempunyai efek kemotaktik terhadap leukosit. 2
Mekanisme ASTO :
Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk-produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO merupakan reaksi serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASO bisa normal atau tidak meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid atau pemeriksaan dini titer ASO. Sebaliknya titer ASO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus sehingga infeksi streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASO meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah infeksi melalui kulit.38
Mekanisme torak hialin :Silinder/Torak/Cast: Silinder terbentuk pada tubulus ginjal dengan matriks glikoprotein yang berasal dari sel epitel ginjal. Silinder pada urin menunjukkan adanya keadaan abnormal pada parenkim ginjal yang biasanya berhubungan dengan proteinuria. Tetapi pada urin yang normal mungkin saja ditemui sejumlah kecil silinder hialin. Macam- macam silinder yang dapat dijumpai adalah:a. Silinder hialin/ hyaline cast; Tidak berwarna, homogen dan transparan dengan ujung
membulat, meningkat pada setelah latihan fisik dan keadaan dehidrasi.b. Silinder sel/ cellular cast, yang dapat berupa;c. Silinder eritrosit/ erythrocyte cast: ditemukan pada glomerulonefritis akut (GNA), lupus
nefritis, goodpasture’s syndrome, subakut bacterial endokarditis, trauma ginjal, infark ginjal, pielonefritis, gagal jantung kongestif, thrombosis renalis dan periarteritis nodosa.
d. Silinder leukosit/ leucocyte cast: menunjukkan adanya infeksi saluran kemih, pielonefritis akut, nefritis interstisial, lupus nefritis dan pada penyakit glomerolus
e. Silinder epitel/ epithelial cast: menunjukkan adanya infeksi akut tubulus ginjal.f. Silinder berbutir/granular cast, bias berbutir halus atau kasar :g. Berisi sel-sel yang mengalami degenerasi, mula- mula berbentuk granula kasar kemudian
menjadi halus.39
35
Mekanisme CRPC Reactive Protein merupakan protein fase akut yang dibentuk di hati (oleh sel hepatosit) akibat adanya proses peradangan atau infeksi. Setelah terjadi peradangan, pembentukan CRP akan meningkat dalam 4 sampai 6 jam, jumlahnya bahkan berlipat dua dalam 8 jam setelah peradangan. Konsentrasi puncak akan tercapai dalam 36 jam sampai 50 jam setelah inflamasi. Kadar CRP akan terus meningkat seiring dengan proses inflamasi yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Apabila terjadi penyembuhan akan terjadi penurunan kadar CRP secara cepat oleh karena CRP memiliki masa paruh 4 sampai 7 jam. 2,3 Kinetik metabolisme CRP sejalan dengan derajat peradangan dan derajat penyembuhan yang terjadi. Oleh karena itu CRP sangat baik untuk menilai aktivitas penyakit dalam keadaan akut. Pemeriksaan ini relatif tidak mahal dan dapat diperoleh hasilnya dalam waktu cepat serta tidak memerlukan volume darah yang banyak.40
6. Template
1. How to diagnose
Desi :
Anamnesis
Sembab mula-mula di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan
telapak kaki.
Kencing berwarna merah seperti air cucian daging, jumlahnya sekitar setengah gelas sehari.
Dendi pernah menderita panas dan sakit tenggorokan.
Pemeriksaan Fisik
Hipertensi stage I
Edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai dan telapak kaki
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis : urin berwarna seperti air cucian daging, proteinuria, torak hialin
Serum, terdapat peningkatan kadar ureum dan kreatinin
Biakan apusan tenggorok : streptococcus β hemolitikus (+)
Imunoserologi : ASTO meningkat.18
Temid:
1. Anamnesisa. Gejala klinis, seperti ; edema di muka atau periorbital, oliguria, hipertensi, kadang-
kadang sakit kepala dan juga gejala kongesti vaskuler (sesak, edema paru, kardiomegali)
b. Riwayat penyakit ISPA atau infeksi kulit
36
c. Riwayat GN dalam keluarga2. Pemeriksaan Fisik
a. edema periorbitalb. peningkatan tekanan darah
3. Pemeriksaan Penunjanga. Urinalisis, berupa urin berwarna cokelat gelap atau hematuria, proteinuria, kelainan
sedimen urine (eritrosit dismorfik, leukosituria, granular dan hyaline)b. Serum, terdapat peningkatan kadar ureum, kreatinin dan blood ureum nitrogen, C3
rendah pada minggu pertama, C4 normalc. Biakan di tenggorokan dan kulit, bisa negatif jika diberikan antibioticd. Uji serologi, berupa ASTO (biasanya meningkat 75-80 % pasien) dan anti DNAse B.18
Dwi Andari :
Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria nyata
yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus.Tanda
glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara
laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan
diagnosis. Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti :
Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut
Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal Hematuria idiopatik
Nefritis herediter (sindrom Alport )
Lupus eritematosus sistemik.40
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya
kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala-gejala klinik :
Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan
gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas
GNAPS.
Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO
(meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit,
hematuria & proteinuria.
Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup A.
Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria
mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS. 38
37
2. DD
Temid :
1. Sind. Nefrotik
2. CHF
3. Sirosis hati
4. Malnutrisi – kwasiokhor
5. Ig A nefropati
Sindrom Nefrotik dan IgA Glomerulopati
Pada diagnosis banding antara Sindrom Nefrotik dan Glomerulopati IgA. Pada sindroma
nefrotik edema yang terjadi generalisata juga, namun tidak ada riwayat infeksi streptokokus
sebelumnya. Sedangkan pada pasien terdapat riwayat infeksi streptokokus. Pada
glomerulopati IgA, klinis sangat mirip dengan GNAPS, perbedaananya adalah infeksi
terdapatnya periode laten antara infeksi dan munculnya onset seperti edema maupun BAK
yang keruh. Pada glomerulopati IgA, infeksi dan timbulnya edema atau BAK keruh terjadi
pada waktu yang bersamaan.
Sindrom Nefrotik dan GNAPS
Sindrom Nefrotik :
- Umumnya pada anak-anak
- Edem
- Pitting edema (oleh karena resistensi cairan/garam)
- Riwayat demam (tidak ada/tidak berhubungan)
- Riwayat infeksi (tidak ada/tidak berhubungan)
- Bengkak pada kelopak mata
- BAK jarang, sedikit, berbusa
- Sesak nafas
- Asites
- Urin mengandung banyak protein (berbusa)
Glomeronefritis Akut
- Umumnya pada anak-anak
- Edema
- Pitting edema (oleh karena resistensi cairan/garam)
38
- Riwayat demam (ada)
- Riwayat infeksi (ada)
- Bengkak pada kelopak mata
- BAK jarang, sedikit, berbusa
- Sesak nafas
- Asites
- Urin mengandung banyak protein (berbusa)
- Edema biasanya tidak separah SN.18
Nova :
a. Hematuria idiopatik
b. Nefropati Ig A
c. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
d. Nefritis herediter
e. Henoch-Scholein Purpura.41
Dwi Andari :
1. Penyakit ginjal :
a. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
b. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria. Penyakit-penyakit ini dapat berupa
glomerulonefritis fokal, nefritis herediter (sindrom Alport), IgA-IgG nefropati
(Maladie de Berger) dan benign recurrent haematuria.
c. Rapidly progressive glomerulonefritis (RPGN). Kelainan ini sering sulit dibedakan
dengan GNAPS terutama pada fase akut dengan adanya oliguria atau anuria. Titer
ASO, AH ase AD Nase B meninggi pada GNAPS, sedangkan pada RPGN biasanya
normal. Komplemen C3 yang menurun pada GNAPS, jarang terjadi pada RPGN.
Prognosis GNAPS umumnya baik, sedangkan prognosis RPGN jelek dan penderita
biasanya meninggal karena gagal ginjal.
2. Penyakit-penyakit sistemik.
Beberapa penyakit yang perlu didiagnosis banding adalah purpura Henoch-Schöenlein,
eritematosus dan endokarditis bakterial subakut. Ketiga penyakit ini dapat menunjukkan
gejala-gejala sindrom nefritik akut, seperti hematuria, proteinuria dan kelainan sedimen
yang lain, tetapi pada apusan tenggorok negatif dan titer ASO normal.
39
3. Penyakit-penyakit infeksi :
GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi bakteri atau virus tertentu selain oleh Group A β-
hemolytic streptococci. Beberapa kepustakaan melaporkan gejala GNA yang timbul
sesudah infeksi virus morbili, parotitis, varicella, dan virus ECHO. Diagnosis banding
dengan GNAPS adalah dengan melihat penyakit dasarnya.38
3. Working Diagnose
Temid :
Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, diduga menderita sindroma nefritik akut pasca infeksi Streptococcus B-hemoliticus (GNA et causa Streptococcus B-hemoliticus) dengan manifestasi klinis hipertensi stage 1 dan gangguan ginjal akut.Nova :
Sindroma nefritik akut pasca infeksi Streptococcus B-hemoliticus ( GNA et causa
Streptococcus B-hemoliticus)41
Intan Fajrin :
Sindroma nefritik akut pasca infeksi Streptococcus B-hemoliticus ( GNA et causa
Streptococcus B-hemoliticus)
4. Epidemiologi
Nova :
Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang anak dan orang
dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin berkurang. Paling sering
ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2
: 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Lebih sering pada musim dingin dan
puncaknya pada musim semi. Paling sering pada anak-anak usia sekolah.42
Intan :
Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus dengan gejala klinis yang jelas termasuk
penyakit dengan insiden yang tidak terlalu tinggi, sekitar 1 : 10.000. Sindrom nefritik akut
pasca infeksi streptokokus tanpa gejala insidennya mencapai jumlah 4 -5 kali lebih banyak.
Umumnya menyerang semua usia, namun terutama laki-laki usia 3 - 7 tahun.
GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus terjadi pada
kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari 40
tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis 5% dari infeksi kuman streptokokus
beta hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit
(pioderma),2 sedangkan tanpa melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%. Rasio
terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang
kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%.
Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada negara maju,
namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan kejadian GNAPS
berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan infeksi streptokokus lebih awal dan lebih
mudah oleh pelayanan kesehatan yang kompeten.2 Di beberapa negara berkembang,
glomerulonefritis pasca streptokokus tetap menjadi bentuk sindroma nefritik yang paling
sering ditemui. Attack rate dari glomerulonefritis akut terlihat memiliki pola siklus, yaitu
sekitar setiap 10 tahun.18
Ihsan :
GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus terjadi pada
kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari
tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis 5% dari infeksi kuman streptokokus
beta hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit
(pioderma),2 sedangkan tanpa melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%. Rasio
terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang
kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%.
Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada negara maju,
namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan kejadian GNAPS
berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan infeksi streptokokus lebih awal dan lebih
mudah oleh pelayanan kesehatan yang kompeten. Di beberapa negara berkembang,
glomerulonefritis pasca streptokokus tetap menjadi bentuk sindroma nefritik yang paling
sering ditemui. Attack rate dari glomerulonefritis akut terlihat memiliki pola siklus, yaitu
sekitar setiap 10 tahun.18
5. Etiologi
Ihsan :
Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus (Glomerulonefritis Akut
Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh
41
streptokokus, misalnya strep throat (radang tenggorokan). Kasus seperti ini disebut
glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan
antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya.
Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul
dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah
mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif.9
Intan :
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak
pria dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra-renal, terutama
trakturs respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus
golongan A, tiper 12,4,16,25,49. Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa
laten selama lebih kurang 10 hari. Daripada tiper tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen daripada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat nefritogen
daripada yang lain belum diketahui.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcus. GNA juga dapat disebabkan
sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura
anafilaktoid, dan SLE.43
Elsa :
Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu
proses imunologis. Istilah glomerulonefritis akut pasca infeksi termasuk grup yang besar dari
dari glomerulonefritis akut sebagai akibat dari bermacam-macam agen infeksi. Pada
glomerulonefritis pasca infeksi, proses inflamasi terjadi dalam glomerulus yang dipicu oleh
adanya reaksi antigen antibodi, selanjutnya menyebabkan aktifasi lokal dari sistem
komplemen dan kaskade koagulasi. Kompleks imun dapat terjadi dalam sirkulasi atau in situ
pada membrane basalis glomerulus.
Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara berkembang adalah
setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, yaitu Glomerulonefritis Akut
Pasca infeksi Streptokokus (GNAPS). Manifestasi klinis yang paling sering dari GNAPS berupa
sindrom nefritik akut, manifestasi klinis lainnya dapat berupa sindrom nefrotik, atau
42
glomerulonefritis progresif cepat. Sindrom nefritis akut merupakan kumpulan gejala klinis
akibat penurunan secara tiba-tiba dari laju filtrasi glomerulus dengan disertai retensi air dan
garam, pada analisis urin ditemukan eritrosit, cast eritrosit dan albumin. Meskipun
penyebab umum (80%) dari sindrom nefris akut adalah GNAPS, tetapi karena penyebabnya
beragam, maka perlu difikirkan diagnosa diferensial yang lain. Pada penderita sindrom
nefritik akut yang mempunyai gambaran klinis klasik GNAPS harus dibedakan dengan
penderita yang mempunyai gambaran klinis unusual GNAPS3 Gambaran klinis unusual
tersebut adalah: riwayat keluarga dengan glomerulonefritis, umur < 4 tahun dan > 15 tahun,
mempunyai riwayat gejala yang sama sebelumnya, ditemukan penyakit ekstrarenal (seperti
arthritis, rash, kelainan hematologi), ditemukan bukti bukan infeksi kuman streptokokus dan
adanya gejala klinis yang mengarah ke penyakit ginjal kronis/CKD (anemia, perawakan
pendek, osteodistrofi, ginjal yang mengecil, atau hipertrofi ventrikel kiri).44,45,46
6. Patofisiologi
Stefen :
Meningkatanya kadar complement (C3) menunjukkan bahwa poststreptococcal
glomerulonephritis dimediasi oleh reaksi imun, dimana kompleks imun yang ada di sirkulasi
darah terperangkap dalam mebran glomerulus ketika sedang difiltrasi, dan mengakibatkan
proliferasi dari sel endotel penyusun kapiler glomerulus dan sel mesangial, membran kapiler
membengkak dan permeabilitas terhadap plasma protein dan sel darah merah meningkat,
terjadilah proteinuria dan hematuria.aktivasi komplemen ,proliferasi sel mesangial,infiltrasi
glomerulus oleh sel – sel inflamasi,pembengkakan membran kapiler tersebut juga
mengakibatkan GFR menurun yang berakibat oliguria. Retensi garam dan air dikarenakan
kompensasi GFR yang menurun, juga karena hipoalbuminemia mengakibatkan terjadinya
edema dan hipertensi.47
43
Ihsan :
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius
bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12, 4, 16,
25, dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan
pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut
setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A,
dan meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama
kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor
iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya
glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.
Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan pasti.
Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah suatu
glomerulonefritis yang bermediakan imunologis. Pembentukan kompleks-imun in situ
diduga sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokokus.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus,
merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang
telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang
kemudian mengendap di ginjal.
44
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.
Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini
diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem
komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada
glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan
terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada
antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.
Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3
dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta
normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen
melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan monosit
dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan selanjutnya
terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang
mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial.
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli
mengajukan hipotesis sebagai berikut :
Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus
dan kemudian merusaknya.
Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
auto-imun yang merusak glomerulus.
Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis
ginjal.
Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang
mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau
alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan
terjadinya :
Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)
Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga
menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat
45
kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti
vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali),
azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia
semakin nyata, bila LFG sangat menurun.
Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang
bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal
semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi.
Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan
aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi
hipervolemia dan hipertensi.19
Elsa :
Mekanisme dari pathogenesis terjadinya jejas glomerulus pada GNAPS sampai sekarang
belum diketahui, meskipun telah diduga terdapat sejumlah faktor host dan faktor kuman
streptokokus yang berhubungan dalam terjadinya GNAPS.
Faktor host
Penderita yang terserang infeksi kuman streptokokus grup A strain nefritogenik, hanya 10-
15% yang berkembang menjadi GNAPS, mengapa hal ini demikian masih belum dapat
diterangkan, tetapi diduga beberapa faktor ikut berperan
Faktor kuman streptokokus
Proses GNAPS dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk kedalam tubuh
penderita,yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan membentuk antibodi.
Bagianmana dari kuman streptokokus yang bersifat antigen masih belum diketahui.
Beberapa penelitian pada model binatang dan penderita GNAPS menduga yang bersifat
antigenik adalah: M protein, endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-
binding protein dan streptokinase. Kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang terlibat
dalam proses ini, barangkali pada stadium jejas ginjal yang berbeda dimungkinkan akibat
antigen M protein dan streptokinase.
Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut-rambut
pada permukaan kumanrematogenik atau nefritogenik. Strain nefritogenik dibagi menjadi
serotype yang berkaitan dengan faringitis (M 1, 4, 12, 25) dan serotipe infeksi kulit (M 2, 42,
49, 56, 57, 60). Streptokinase adalah protein yang disekresikan oleh kuman streptokokus,
46
terlibat dalam penyebaran kuman dalam jaringan karena mempunyai kemampuan
memecah plasminogen menjadi plasmin. Streptokinase merupakan prasarat terjadinya
nefritis pada GNAPS.
Saat ini penelitian lebih menitikberatkan terhadap protein M yang terdapat pada
streptokokus sebagai tipe nefritogenik yang dapat menyebabkan kerusakan glomerulus.
Selain itu penelitian-penelitian terahir menemukan adanya dua fraksi antigen, yaitu
nephritis associated plasmin receptor (NAPlr) yang diidentifikasi sebagal glyceraldehide 3-
phosphate dehydrogenase (GAPDH) dan streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB) sebagai
fraksi yang menyebabkan infeksi nefritogenik. NAPlr dan SPEB didapatkan pada biopsi ginjal
dini dan menyebabkanterjadinya respon antibodi di glomerulus. Penelitian terbaru pada
pasien GNAPS memperlihatkan deposit SPEB di glomerulus lebih sering terjadi daripada
deposit NAPlr.
Mekanisme terjadinya jejas renal pada GNAPS
GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam
sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Mekanisme terjadinya inflamasi yang mengakibatkan
terjadinya jejas renal didahului oleh proses sebagai berikut:
Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh streptokinase yang
akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.
Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam
glomerulus.
Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul
tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus (jaringan
glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen)
Hasil penelitian-penelitian pada binatang dan penderita GNAPS menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab, diantaranya sebagai berikut:
Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi dalam glomerulus yang kemudian akan
merusaknya.
Proses auto-imun kuman Streptokokus yang bersifat nefritogenik dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus. Streptokokus nefritogen dan
membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga
dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis glomerulus. 46,48,49,50
47
7. Faktor resiko
Inthan Atika :
a. riwayat GN dalam keluarga
b. penggunaan antiinflamsi non steroid, heroin,
c. penggunaan imunosupresif seperti siklosporin, takrolimus
d. riwayat infeksi streptococcus, endokarditis, atau virus.2
Stefen :
Pasien SLE
Pasien DM (diabetes melitus) dengan komplikasi diabetic nephropati
Pasien dengan infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A
Pasien dengan immunoglobulin A nephropathy
Subacute bacterial endocarditis
Goodpasture syndrome
Henoch – schonlein purpura
Hemolitic uremic syndrome
Glomerulonephritis with visceral abcess.47
Elsa :
Faktor hostGNAPS menyerang semua kelompok umur dimana kelompok umur 5-15 tahun (di Indonesia antara umur 2.5 – 15 tahun, dengan puncak umur 8.4 tahun) merupakan kelompok umur tersering dan paling jarang pada bayi. Anak laki-laki menderita 2 kali lebih sering dibandingkan anak wanita GNAPS lebih sering dijumpai di daerah tropis dan biasanya menyerang anak-anak dari golongan ekonomi rendah. Keadaan lingkungan yang padat, higiene sanitasi yang jelek, malnutrisi, anemia, dan infestasi parasit, merupakan faktor risiko untuk GNAPS. Faktor genetik juga berperan, Faktor kuman streptokokusProses GNAPS dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk kedalam tubuh penderita,yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan membentuk antibodi. Bagianmana dari kuman streptokokus yang bersifat antigen masih belum diketahui. Beberapa penelitian pada model binatang dan penderita GNAPS menduga yang bersifat antigenik adalah: M protein, endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-binding protein dan streptokinase.46
8. Manifestasi klinis
Inhan Atika :48
Gambaran APSGN yang paling sering ditemukan adalah : hematuria, proteinuria, oligouria,
edema, dan hipertensi. Gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah
rasa lelah, anoreksia, dan kadang-kadang demam, sakit kepala, mual dan muntah.52
Stefen :
Hipoalbuminemia
Hipertensi
Hematuria
Proteinuria
Oliguria
Penurunan GFR.53
Rika :
GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 thaun dan jarang pada usia dibawah
2 tahun. GNAPS didahului oleh ISPA (faringitis atau tonsilitis) dan infeksi kulit (piodermi)
dengan periode laten 1 – 2 minggu pada ISPA. Penelitian di Indonesia menunjukan bahwa
infeksi melalui ISPA terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.
Manifestasi klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimptomatik sampai simptomatik.
GNAPS simptomatik
a. Periode laten
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus
dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar antara 1 – 2 minggu pada GNAPS oyang
didahului oleh ISPA. Bila periode laten kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan
kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomeluronefritis kronik, SLE, dan
Benign recurrent haematuria.
b. Edema
Merupakan gejala yang paling sering, dan umumnya pertama kali timbul, dan menghilang
pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi didaerah periorbital (edema
palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul
didaerah perut (asites), dan genetalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom
nefrotik.
49
Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yakni gravitasi dan tahanan lokal. Oleh sebab itu
edema palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longar pada
daerah tersebut dan menghilang atau berkurang saat siang atau sore hari.
c. Hematuria
Hematuria makroskopik ditemukan pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan hematuria
mikroskopik diteukan pada hampir semua kasus. Urin tampak kemerahan seperti air cucian
daging. Hematuria makroskopik timbul pada minggu pertama dan berlangsung beberapa
hari. Hematuria mikroskopik berlangsung lebih lama, umumnya menghilang selama 6 bulan.
Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari 1 tahun, sedangkan proteinuria
sudah menghilang. Keadaan ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi, karena
kemungkinan adanya glomeluronefritis kronik.
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Umumnya terjadi
pada minggu pertama dan menghilang seiring dengan menghilangnya gejala klinik lainnya.
Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan TD sistolik dan diastolik >95. Adakalanya
hipertensi berat dapat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi disertai
dengan gejala serebral. Penelitian di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi berkisar
4-50%.
e. Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, didapati pada 5 – 10% kasus GNAPS dengan produksi urin
kurang dari 240 ml/mm/24 jam. Oliguria terjadi apabila fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut.
Jumlah urin pada anak per-24 jam
Umur Jumlah urin
Hari ke 1 – 2 30 – 60 ml
Hari ke 3 – 10 100 – 300 ml
Hari ke 10 – 2 bulan 250 – 450 ml
2 bulan – 1 tahun 200 – 500 ml
50
1 – 3 tahun 500 – 600 ml
3 – 5 tahun 600 – 700 ml
5 – 8 tahun 650 – 700ml
8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
f. Gejala kardiovaskular
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-
70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi terjadi akibat hipertensi atau miokarditis dan bisa
juga karena retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.
Edema paru
Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan sirkulasi.
Kelainan ini bisa bersifat asimptomatik, artinya terlihat hanya secacra radiologis. Gejala
klinik adalah batuk, sesak nafas da sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki basah,
kasar atau halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang kadang-kadang bersifat
fatal.
g. Gejala lain
Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia.
Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat
hematuria makroskopik yang berlangsung lama.54,55,56
9. Tatalaksana ( farmakologi dan nonfarmakologi )
Inthan Atika :
a. Istirahat total selama 3-4 minggu
b. Pemberian penisilin selama 10 hari pada fase akut untuk mengurangi menyebarnya
infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.
c. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein ( 1g/kgBB/hari) dan rendah garam
(1g/hari).
d. Pengobatan terhadap hipertensi, pemberian cairan dikurangi, dan pemberian
antihipertensif : Captopril
e. Pemberian diuretik (furosemid) secara intravena (1mg/kgBB/kali) dalam 5-10 menit.57
51
Rika
Semua SNA simtomatik perlu mendapat perawatan. Pengobatan ditujukan terhadap
penyakit yang mendasari dan komplikasi yang ditimbulkannya.
a. Tindakan umum
Istirahat ditempat tidur sampai gejala-gejala edema, kongesti vaskular (dispnu,
edema paru, kardiomegali, hipertensi) menghilang.
Diet : Masukan garam (0,5-1 g/hari) dan cairan dibatasi selama edema, oliguria atau
gejala kongesti vaskular dijumpai. Protein dibatasi (0,5/kg BB/hari) bila kadar ureum
diatas 50 gram/dl.
b. Pengobatan terhadap penyakit penyebab
GNAPS tanpa komplikasi berat
a. Diuretik. Untuk penanggulangan edema dan hipertensi ringan disamping diet rendah
garam, diberikan furosemide 1-2 mg/kg BB/hari oral dibagi atas 2 dosis sampai edema
dan tekanan darah turun.
b. Atihipertensif. Bila hipertensi dalam derajat sedang sampai berat disamping pemberian
diuretik ditambahkan obat antihipertensif oral propanolol (0,5-1 mg/kg BB/hari) atau
kaptopril (0,3-0,5 mg/kg BB/hari).
c. Antibiotik. Eritromisin oral 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk
eradikasi kuman.
GNAPS dengan komplikasi berat
Kongesti vaskular (edema paru, kardiomegali, hipertensi)
Pemberian oksigen
Diuretika furosemide parenteral (1-2 mg/kgBB/kali)
Antihipertensi oral (kaptoril 0,3-0,5 mg/kg BB/hari) 2 – 3x perhari. Bila disertai CHF
yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian digitalis.
Gagal ginjal akut
o Retriksi cairan
o Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan insensible water loss + jumlah
urine 1 hari sebelumnya – jumlah cairan yang keluar bersama dengan
52
muntah, berak, NGT, dll + kenaikan suhu setiap 1oC diatas 37,5oC sebanyak
12% BB.
o Perhitungan IWL berdasarkan BB :
o 0-10 kg : 100kal/kgBB
o 10-20 kg : 1000 kal+ 50 kal/kg/hari diatas 10 kg
o >20 kg : 1500 – 20 kal/kg/hari diatas 20 kg
o Jumlah IWL yiati 25ml/100 kal.
o Secara praktis perhitungan menggunakan umur anak, jika umur anak <5
tahun = 30 ml/kgBB/hari, ank umur 5 tahun = 20 ml/kg/hari. Cairan
sebaiknya diberikan peroral, kecuali bila anak muntah. Bila anuria glukosa
10% bila oliguria glukosa 10% 3:1.
Ensefalopati hipertensi
Glomeluronefritis progresif cepat (GN kresentik). Merupakan bentuk GNAPS berat
yang ditandai serangan hematuria makroskopik, perburukan fungsi ginjal yang
berlangsung cepat dan progresif, dan pada biopsi ginjal dijumpai gambaran
glomelural crescent.
Disamping penanggulangan hipertensi dan gagal ginjal diberikan pula pulse
methylprednisolon tidak boleh melebihi 1 gram dan perlu dipantau tanda fungsi
vital (denyut nadi, TD, dan pernafasan) serta kadar elektolit.
Tindakan lanjut
Timbang berat badan 2 kali seminggu
Ukur masukan cairan dan diuresis setiap hari
Ukur tekanan darah 3 kali sehari selama hipertensi masih ada, kemudian 1 kali
sehari bila tekanan darah sudah normal.
Pemeriksaan darah tepi dilakukan pada saat penderita mulai dirawat, diulangi 1 kali
seminggu dan saat penderita mau dipulangkan. Urinalisis minimal 2 kali seminggu
selama perawatan.
Pada penderita dengan komplikasi berat pemeriksaan darah terutama ureum dan
kreatinin serta elektrolit lebih sering dilakukan. Pemeriksaan EKG, foto thorax perlu
dilakukan dengan segala gejala kongestif vaskular.
Indikasi pulang
53
Keadaan penderita baik. Gejala-gejala SNA menghilang. Pengamatan lebih lanjut
perlu dilakukan di poli khusus ginjal anak minumal 1 kali 1 bulan selama 1 tahun.
Bila pada pengamatan ASTO (+) dn C3 masih rendah setelah 8 minggu dari onset,
proteinuria masih + setelah 6 bulan dan hematuria mikroskopis masih dijumpai
setelah 1 tahun, atau fungsi ginjal menurun secara progresif dalam beberapa
minggu atau bulan kemungkinan penyakit menjadi kronik perlu dilakukan biopsi
ginjal.58
Sangeetha :
Sampai sekarang belum ditemukan obat-obatan khusus seperti : steroid, antibiotika,
maupun imunosupresif yang dapat mempengaruhi perjalanan GNAPS. Pengobatan
sementara simptomatis untuk mencegah komplikasi yang fatal.
a. Peranan istirahat
Istirahat total di tempat tidur dianjurkan selama fase akut klinik (sembab, hipertensi,
bendungan paru, oliguria atau anuria) dan fase akut laboratorium (penurunan LFG
digambarkan dengan oliguria atau anuria, kenaikan serum BUN, kreatinin dan
proteinuria berat). Fase akut klinik dan laboratorium tidak lebih dari 3 bulan, walaupun
kelainan-kelainan sedimen urin seperti hematuria mikroskopik dapat berlangsung
beberapa bulan atau tahun.
b. Diet selama fase oliguria / anuria
Protein hewani
Selama fase oliguria atau anuria, pembatasan protein hewani sangat penting untuk
mengurangi beban ginjal dan mengurangi hasil metabolisme protein seperti NPN,
kreatinin, fosfat, sulfat dan kalium. Pembatasan tidak boleh terlalu lama dan ketat
karena dapat menyebabkan malnutrisi yang memperlambat penyembuhan.
Dianjurkan pemberian protein hewani 0,5-0,75 gram / kg BB/ hari. Macam protein
yang diberikan terutama protein hewani dan mempunyai nilai biologik tinggi seperti
telur,susu,daging.
Karbohidrat
Bila jumlah kalori yang diberikan harus cukup adekuat, pembatasan protein ini harus
disertai penambahan kalori dari sumber lain misalnya karbohidrat untuk mencegah
katabolisme protein. Jumlah kalori yang diberikan minimal 35 kalori / kg BB.
54
Lemak
Lemak harus bebas dari elektrolit dan jumlahnya dibatasi. Lemak yang dianjurkan
terutama lemak tidak jenuh.
Elektrolit
Pemberian garam natrium harus dibatasi sampai 20mEq / hari untuk mencegah dan
mengobati bendungan paru akut dan hipertensi.
pasien dengan penjernihan kreatinin, 5ml/menit, harus dibatasi ion kalium baik dari
buah maupun obat yang merupakan sumber kalium. Jumlah kalium dalam diet yang
dianjurkan kurang dari 70-90 mEq/ hari.
untuk mempertahankan keseimbangan kalsium, jumlah kalsium yang diberikan
harus kurang dari 600-1000 mg/hari. Pemberian kalsium kurang dari 400mg/hari
dapat menyebabkan keseimbangan negatif.
Kebutuhan jumlah cairan
Jumlah cairan harus dibatasi, hanya untuk mempertahankan keseimbangan cairan
tubuh terutama pada pasien berat yang terjun menjadi RPDN.
c. Pengobatan simptomatis
bendungan paru akut. Pembatasan garam natrium kurang dari 20mEq/hari, diuretik
kuat misalnya furosemide 40-80 mg atau ethacrinic acid 50-100 mg IV, dialisis
gastrointestinal, dialisis peritoneal atau hemodialisis. Pemberian preparat digitalis
kontra indikasi, karena tidak efektif dan sering menyebabkan keracunan.
hipertensi diastolik kurang dari 100mmHg tidak memerlukan obat antihipertensi,
cukup istirahat dan pembatasan garam natrium. Indikasi pemberian , bila tekanan
diastolik >110mmHg dengan atau tanpa komplikasi hipertensi lain. Obat
antihipertensi yang dianjurkan tidak boleh mengurangi aliran darah ke ginjal.
Golongan obat ACEI, blokade AT dan ARB dengan/ tanpa diuretik merupakan obat
pilihan utama.
d. Antibiotik
Bila kuman sreptokok berhasil diisolasi dari tenggorokan atau pus dari impetigo, dapat
dilakukan eradikasi dengan antibiotik penisilin prokain 2x600.000 IU selama 7 hari, dan
dilanjutkan per oral 2x200.000 IU selama fase konvalesen.2
10. Pencegahan dan edukasi
55
Rika Dayanti :
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung
1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua, gejala seperti demam, hematuria,
hipertensi dan oliguria mulai menghilang, dan gejala laboratorium mulai menghilang
dalam waktu 1 -12 bulan.
Pada kasus GNAPS edukasi kepada keluarga pasien lebih ditekankan mengenai
pemantauan pengobatan, hal ini ditujukan agar progresivitas penyakit tidak
berkembang menjadi kronik. Keluarga pasien dijelaskan mengenai penyakit yang
diderita oleh pasien dengan menjelaskan progresivitas penyakit jika tidak diberikan
terapi yang adekuat.59
Sangeetha :
a. Pengaturan minum
Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan cairan dan
elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal.
b. Pengendalian hipertensiTekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan tertentu, tekanan darah data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya dengan betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur pemasukan garam.
c. Pengendalian darah
Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak, ini dapat
dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit buah-buahan,
hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG, bila hiperkalemia
sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake kalium, pemberian natrium
bicarbonate secara intra vena, pemberian cairan parental (glukosa), dan pemberian
insulin.
d. Penanggulangan anemia
Anemia merupakan keadaan yang sulit ditanggulangi pada gagal ginjal kronis, usaha
pertama dengan mengatasi faktor defisiensi, untuk anemia normakrom trikositik dapat
diberikan supplemen zat besi oral, tranfusi darah hanya diberikan pada keadaan
mendesak misalnya insufisiensi karena anemia dan payah jantung.
e. Penanggulangan Asidosis
56
Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik sindrom. Sebelum
memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus diatasi dulu misalnya rehidrasi.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Pengobatan
natrium bikarbonat dapat diberikan melalui peroral dan parenteral, pada permulaan
diberi 100 mg natrium bicarbonate, diberikan melalui intravena secara perlahan-lahan.
Tetapi lain dengan dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami infeksi, hal ini dapat memperburuk
faal ginjal.Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada bakteriuria dengan
memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi harus sedapat mungkin dihindari
karena dapat mempermudah terjadinya infeksi.
g. Pengaturan diet dan makanan
Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan syarat kebutuhan energi
dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan sebaiknya mengandung asam
amino yang esensial, diet yang hanya mengandung 20 gram protein yang dapat
menurunkan nitrogen darah, kalori diberikan sekitar 30 kal/kgBB dapat dikurangi
apabila didapati obesitas.60
Daniela
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu.
b. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap
kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Pemberian
penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10
hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg
BB/hari dibagi 3 dosis.
c. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.
57
d. Pengobatan terhadap hipertensi.
e. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan
usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar).
f. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus
g. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.61
11. Komplikasi
Sangeetha :
a. Oliguria sampai anuria
dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi
glomerolus.Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia dan hidremia.Bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum diperlukan.
b. Ensefalopati hipertensi
merupakan gejala serebrum karena hipertensi seperti gangguan penglihatan, pusing,
muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.
c. Gangguan sirkulasi
berupa dispnea, ortopnea, ronki basah, pembesaran jantung dan meningkatnya tekanan
darah yang bukan saja disebabkan oleh spasme pembuluh darah juga karena
bertambahnya vulome plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung
akibat hipertensi yang enetap dan kelianan miokardium.
d. Anemia
karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritopoetik yang menurun.62
Karthik:
b. Oliguria sampai anuria
Dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerolus.
Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia
dan hidremia.
58
c. Ensefalopatihipertensi
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi seperti gangguan penglihatan, pusing,
muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan
anoksia dan edema otak.
d. Gangguansirkulasi
Berupa dispnea, ortopnea, ronki basah, pembesaran jantung dan meningkatnya tekanan
darah yang bukan saja disebabkan oleh spasme pembuluh darah juga karena
bertambahnya vulome plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung
akibat hipertensi yang menetap dan kelianan miokardium.
d. Anemia
Karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritopoetik yang menurun.62
Daniela
a. Fase akut: Hipertensi (Ensefalopati, kejang, perdarahan serebral), Payah jantung
kongestif., Gagal ginjal akut.
b. Jangka panjang: Gagal ginjal kronik.61
12. Prognosis
Mutia Arnisa :
Diperkirakan 95% akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini ,
dan 2% menjadi glomerulonephritis kronis.63
Karthik :
Bonam : Sebagian besar pasien akan sembuh sempurna (95 % kasus), tetapi 5% diantaranya
mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat dengan pembentukan kresen
pada epitel glomerolus.(urology in childhood by dr. Williams)
Daniela :
Bonam. Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus.
Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan
menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi
ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4
minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan
59
sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada
sebagian besar pasien. Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi
sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami
proteinuria ringan yang persisten.Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pasca
streptokokus pada dewasa kurang baik. 34,61
13. KDU
Mutia Arnisa :
3A : Bukan Gawat Darurat. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter
mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.64
Desi :
3A
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).64
Karthik :
Tingkat Kemampuan 3
3a.Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik danpemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaanlaboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).64
60
F. KERANGKA KONSEP
G. SINTESIS
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL
Anatomi
Lokasi dan Deskripsi Ren
Kedua ren berwarna coklat kemerahan dan terletak di belakang peritoneum, pada dinding posterior
abdomen di samping kanan dan kiri columna vertebralis; sebagian besar tertutup oleh arcus costalis.
61
Ren dexter terletak sedikit lebih rendah dibandingkan ren sinister, karena adanya lobus hepatis dexter
yang besar. Bila diagphragma berkontraksi pada waktu respirasi, kedua ren turun dengan arah vertical
sampai sejauh 1 inci. Pada margo medialis masing-masing ren yang cekung terdapat celah vertical yang
dibatasi oleh pinggir-pinggir substansi ren yang tebal dan disebut hilus renalis. Hilus renalis meluas ke
rongga yang besar disebut sinus renalis. Hilus renalis dilalui dari depan ke belakang oleh vena renalis,
dua cabang arteria renalis, ureter,dan cabang ketiga arteria renalis (V.A.U.A). Pembuluh-pembuluh
limfatik dan serabut simpatik juga melalui hilus ini.
Selubung Ren
Capsula fibrosa : melekat pada permukaan luar ren.
Capsula adipose : meliputi capsula fibrosa
Fascia renalis : kondensasi dari jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa, dan meliputi ren
serta glandula suprarenalis.
Corpus adiposum pararenale : terletak diluar fascia renalis.
62
Struktur Ren
Masing-masing ren mempunyai korteks renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan
medulla renalis di bagian dalam yang berwarna lebih terang. Medula renalis terdiri atas kira-kira selusin
pyramis medullae renalis, yang masing-masing mempunyai basis menghadap korteks renalis dan apex,
papilla renalis yang menonjol ke medial. Bagian cortex yang menonjol ke medulla diantara pyramis
medullae yang berdekatan disebut columna renalis. Bagian bergaris yang membentang dari basis
pyramidis renalis menuju ke cortex disebut radii medullares.
Sinus renalis merupakan ruangan di dalam hilus renalis, berisi pelebaran ke atas dari ureter,
disebut pelvis renalis. Pelvis renalis terbagi menjadi dua atau tiga calices renales majors, yang masing-
masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renales minors. Setiap calyx minor diinvaginasi
oleh apex piramidis renalis yang disebut papilla renalis.
Perdarahan
Arteri : Arteria renalis berasal dari aorta setinggi vertebra lumbalis II. Masing-masing arteri renalis
bercabang menjadi lima Arteria segmentalis yang masuk ke dalam hilus renalis. Arteriae lobares
berasal dari masing-masing arteria segmentalis, masing-masing satu buah untuk satu pyramis
medullae renalis.
Vena : Vena renalis keluar dari hilus di depan arteria renalis dan bermuara ke vena cava inferior.
Aliran Limfe
Nodi aortic laterals di sekitar pangkal arteria renalis.
Persarafan
Plexus sympathicus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan melalui plexus renalis masuk medulla
spinalis melalui nervus thoracicus X, XI,dan XII.13,14
63
Fisiologi
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi CES dalam batas-batas
normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi, dan
sekresi tubulus. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas
protein dari kapiler glomerulus ke kapsula bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein,
difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula Bowman hampir
sama dengan dalam plasma.
Dalam pembentukan urin, reabsorbsi tubulus secara kuantitatif lebih penting dari sekresi
tubulus, tetapi sekresi berperan penting dalam menentukan jumlah ion kalium dan hidrogen serta
beberapa zat lain yang dieksresikan dalam urin. Sebagian zat yang harus dibersihkan dari darah,
terutama produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat, dan garam-garam asam urat,
direabsorbsi sedikit dan karena itu, dieksresikan dalam jumlah besar ke dalam urin. Zat asing dan obat-
obatan tertentu juga dureabsorbsi sedikit, tetapi selain itu, disekresi dari darah ke dalam tubulus,
sehingga laju eksresinya tinggi. Sebailiknya ion natrium, klorida, dan bikarbonat direabsorpsi dalam
jumlah yang besar, sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urin. Zat nutrisi tertentu,
seperti asam amino dan glukosa, direabsorpsi secara lengkap dari tubulus tidak muncul dalam urin
meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerus.
Setiap proses, filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus, diatur menurut
kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam tubuh, laju filtrasi natrium
meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan direabsorpsi, menghasilkan eksresi natrium urin.
Untuk sebagian besar zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relatif sangat tinggi terhadap laju eksresi. Oleh
karena itu, sedikit perubahan pada proses filtrasi atau reabsorpsi dapat menyebabkan perubahan yang
relatif besar dalam eksresi ginjal. Pada kenyataannya, perubahan filtrasi glomerulus dan reabsorpsi
tubulus selalu bekerja dengan cara yang terkoordinasi untuk menghasilkan perubahan eksresi ginjal
yang sesuai.17
2. SINDROMA NEFRITIK AKUT ( SNA )
Sindrom Nefritik Akut (Glomerulonefritis Akut, Glomerulonefritis Pasca Infeksi) adalah suatu
peradangan pada glomeruli yang menyebabkan hematuria (darah dalam air kemih), dengan gumpalan
sel darah merah dan proteinuria (protein dalam air kemih) yang jumlahnya bervariasi.
Streptokokus nefritogenik dipercaya dapat mengelaborasi antigen yang megikat dinding kapiler
glomerulus dan membentuk nidus untuk membentuk kompleks imun unsitu. Streptokokus mungkin juga
64
dapat memproduksi trauma glomerulus secara langsung, membentuk fase untuk perubahan menjadi
inflamasi, ataupun menginduksi kompleks autologus IgG/anti IgG melalui desialasi neuriamidase dari
host IgG dan membentuk resultan neoantigen. Patomekanisme pasti belum diketahui. Penyakit ini
muncul pada usia sekolah, dengan Laki-laki dua kali lebih banyakdaripada wanita.
A. DEFINISI
sindrom nefritik merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi akibat berbagai penyakit yang
mempengaruhi ginjal yang menyebabkan:
Proteinuria
Penurunan tingkat albumin dalam darah
akumulasi garam dan air
Sindrom ini dapat terjadi pada semua usia. Pada anak-anak paling sering mempengaruhi usia 18
bulan sampai 4 tahun, dan serangan lebih pada pria muda. Sindrom nefritik akut (SNA) merupakan
penyakit pada glomerulus yang ditandai oleh edema, hematuria, hipertensi dan insufisiensi ginjal.
Penyebab tersering sindrom nefritik akut di Indonesia adalah infeksi streptokokus b hemolitikus grup A.
Tidak semua penderita sindrom nefritik akut menunjukkan hematuria makroskopik.
Nefritis Glomerulus atau Radang Ginjal adalah radang yang terjadi karena adanya kerusakan nefron,
khususnya pada bagian glomerulus ginjal akibat infeksi kuman umumnya bakteri streptococus. Akibat
nefritis ini seseorang akan menderita uremia atau edema. Uremia adalah masuknya kembali urine
(C5H4N4O3) dan urea ke dalam pembuluh darah sedangkan edema adalah penimbunan air di kaki karena
terganggunya reabsorpsi air. Penderita nefritis bisa disembuhkan dengan cangkokan ginjal atau cuci
darah secara rutin. Cuci darah biasanya dilakukan sampai penderita mendapatkan donor ginjal yang
memiliki kesesuaian jaringan dengan organ penderita.
B. ETIOLOGI
Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat.
Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli mengalami kerusakan akibat
penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya.
Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya.
Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri
streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif. Glomerulonefritis pasca
streptokokus paling sering terjadi pada anak-anak di atas 3 tahun dan dewasa muda. Sekitar 50% kasus
terjadi pada usia diatas 50 tahun.
65
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran
pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4,
12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi
streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai
resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA
setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi
yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,
Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl
3. Parasit : malaria dan toksoplasma
Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan
atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90%
infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini
diberi spesies nama S. pyogenes. S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
1. Sterptolisin O
adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai
gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk
beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam
biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu
antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan
sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan
dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit
dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau
adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9
66
2. Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada
permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh
penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung
pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan
dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan
glomerulonefritis.
C. MANIFESTASI KLINIS
Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala. Gejala yang muncul sekitar 1-2 minggu setelah
infeksi faringeal oleh streptokokus ataupun 4-6 minggu setelah pioderma karena streptokokkus. Jika ada
gejala, yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema),
berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah. Edema
muncul dari retensi garam dan air dan nefrotik sindrom bisa muncul pada 10-20% kasus. Edeme
subglotis akut dan membahayakan jalan napas juga telah dilaporkan.
Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya
lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat. Tekanan darah tinggi dan pembengkakan otak bisa
menimbulkan sakit kepala, gangguan penglihatan dan gangguan fungsi hati yang lebih serius.
Gejala spesifik seperti malaise, letargi, nyeri abdomen, dan demam kadang muncul. Abnormalitas
akut secara general akan selesai pada 2-3 minggu; C3 komplemen dapat normal pada 3 hari awal atau
paling lambat 30 hari setelah onset. Walaupun mikroskopik hematuri dapat muncul selama setahun,
kebanyakan anak sembuh sempurna. Keadaan ginjal yang memburuk secara persisten, abnormalitas
urin selama 18 bulan, Hipokomplementemia persisten, dan sindrom nefrotik adalah tanda berbahaya.
Jika salah satu muncul, maka merupakan indikasi untuk biopsi renal. Sekitar 50% penderita tidak
menunjukkan gejala. Jika ada gejala, yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai
pembengkakan jaringan (edema), berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena
mengandung darah.
Sindrom nefritik akut mengikuti infeksi saluran pernapasan atau infeksi pada kulit yang disebabkan
oleh strain “nefritogenik” dari streptokokus ß-hemolitikus group A. Faktor yang menyebabkan hanya
strain “nefritogenik” dari streptokokus ß-hemolitikus group A ini belum diketahui secara pasti. Sindrom
nefritik akut biasnaya mengikuti streptokokus faringeal, selama musim hujan dan infeksi streptokokus
pada kulit atau pioderma selama musim panas. Walaupun epidemik dari nefritis telah dijelaskan dalam
67
hubungannya dengan infeksi tenggorokan (serotipe 12) dan infeksi kulit (serotipe 49), pneyakit ini secara
umum bersifat sporadis.
D. PATOFISILOGI
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu
antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma
sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam
glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya
komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear
(PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak
endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya
kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada
mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop
imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai
invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di
membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis
glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada
cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium,
dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan
terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan
imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks
imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel,
dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular
serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti
68
C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh
imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus,
merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah
berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian
mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.
Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat
mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila
terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik
berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran
basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau
subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan
sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan
proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan
masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam
glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya
merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai
kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara
kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi
masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri
dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan
demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan
danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai
berikut :
69
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan
kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
E. PEMERIKASAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah menunjukan adanya anemia(kadang sifatnya berat) dan peningkatan jumlah sel
darh putih. Pemeriksaan darah untuk menilai fungsi ginjal menunjukkan adanya penimbunan limbah
metabolik yang bersifat racun. Pada usg atau ronsen, pada awalnya ginjal tampak membesar tetapi
kemudianakan mengisut untuk memperkuat diagnosis seringkali diadakan biopsi ( pengambilan contoh
jaringan ginjal untuk diperiksa dengan mikroskop. Juga dilakukan periksaan darah untuk antibodi dan
infeksi. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
1. Laju endap darah meninggi
2. Kadar Hb turun karena hipervolemia ( retensi garam dan lendir)
Pada pemeriksaan urin didapatkan :
1. Jumlah urin mengurang
2. Berat jenis meninggi
3. Hematoria mikroskopik sel darah merah dan sedimen protein
4. Albumin dalam urin (+) proteinuria
5. Eritrosit (++)
6. Leukosit (+)
7. Silinder leukosit
8. Eritrosit healin
9. Ureum dan kretinin darah meningkat
10. Albumin serum dan complemen serum ( globulin beta- IC ) sedikit menurun
11. Titer anti-streptolisin umumnya meningkat kecuali kalau infeksi sterptococus yang
mendahuluinya hanya mengenai kulit saja.
12. Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita
13. Kadar BUN dan kreatinin serum meningkat
70
F. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat selama 2 minggu
2. Berikan penisilin pada fase akut
3. Makanan pada fase akut berikan makanan rendah protein (1g / BB kg / hari) dan rendah garam ( 1
g/ hari)
4. Obati hipertensi
5. Bila anuria berlangsung lama ( 5-7 hari) maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan
beberapa cara misalnya, peritoneum dan hemodialisis
6. Diuretik furosemid inttravena ( 1 mg /BB kg / hari) dalm 5-10 menit tidak berakibat pada
hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
7. Bila timbul gagal jantung, berikan digitalis, sedatifum dan oksigen.
8. Tirah baring sela
Penatalaksanaan pasien GNAPS meliputi eradikasi kuman dan pengobatan terhadap gagal ginjal akut
dan akibatnya.
Antibiotik
Pengobatan antibiotik untuk infeksi kuman streptokokus yang menyerang tenggorokan atau kulit
sebelumnya, tidak mempengaruhi perjalanan atau beratnya penyakit. Meskipun demikian, pengobatan
antibiotik dapat mencegah penyebaran kuman di masyarakat sehingga akan mengurangi kejadian
GNAPS dan mencegah wabah. Pemberian penisilin pada fase akut dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama tidak dianjurkan. Secara teoritis seorang anak dapat
terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Jika alergi
terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari.
Beberapa klinisi memberikan antibiotik hanya bila terbukti ada infeksi yang masih aktif, namun sebagian
ahli lainnya tetap menyarankan pemberian antibiotik untuk menghindarkan terjadinya penularan dan
wabah yang meluas. Pemberian terapi penisilin 10 hari sekarang sudah bukan merupakan terapi baku
emas lagi, sebab resistensi yang makin meningkat, dan sebaiknya digantikan oleh antibiotik golongan
sefalosporin yang lebih sensitif dengan lama terapi yang lebih singkat.
Suportif
71
Tidak ada pengobatan spesifik untuk GNAPS, pengobatan hanya merupakan simptomatik. Pada
kasus ringan, dapat dilakukan tirah baring, mengatasi sembab kalau perlu dengan diuretik, atau
mengatasi hipertensi yang timbul dengan vasodilator atau obat-obat anti hipertensi yang sesuai. Pada
gagal ginjal akut harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi dengan pemberian diet yang
mengandung kalori yang adekuat, rendah protein, rendah natrium, serta restriksi kalium dan fosfat.
Kontrol tekanan darah dengan hidralazin, calcium channel blocker, beta blocker, atau diuretik. Pada
keadaan sembab paru atau gagal jantung kongestif akibat overload cairan perlu dilakukan restriksi
cairan, diuretik, kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti ginjal. Pembatasan aktivitas
dilakukan selama fase awal, terutama bila ada hipertensi. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan
durasi hematuria gross, tetapi tidak mempengaruhi perjalanan penyakit atau prognosis jangka panjang.
Edukasi penderita
Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai perjalanan dan prognosis penyakitnya.
Keluarga perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan yang sempurna diharapkan (95%), masih ada
kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan memburuk (5%). Perlu dielaskan
rencana pemantauan selanjutnya, pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk protein dan
hematuria dilakukan dengan interval 4-6 minggu untuk 6 bulan pertama, kemudian tiap 3-6 bulan
sampai hematuria dan proteinuria menghilang dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun. Kadar
C3 yang telah kembali normal setelah 8-10 minggu menggambarkan prognosis yang baik.
G. PROGNOSIS
Prognosis tergantung kepada beratnya gejala. Jika tidak menjalani dialisa, penderita yang mengalami
gagal ginjal akan meninggal dalam waktu beberapa minggu. Prognosis juga tergantung kepada penyebab
dan usia penderita. Jika penyebabnya adalah penyakit autoimun (tubuh membentuk antibodi untuk
menyerang sel-selnya sendiri), maka biasanya pengobatan akan mampu memperbaiki keadaan
penderita.Jika penyebabnya tidak diketahui atau usia penderita telah lanjut maka prognosisnya lebih
buruk. Sebagian besar penderita yang tidak menjalani pengobatan akan menderita gagal ginjal dalam
waktu 2 tahun.
KomplikasiOliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi
glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan
72
hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
1. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
2. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan
meningginya tekanan arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga
disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
3. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.10,19,43
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis (gros),
proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara ± sampai 2+ (100
mg/dL). Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan gejala sindrom
nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS. Pemeriksaan
mikroskopis sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini
merupakan tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk
pemeriksaan sedimen urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.
Darah
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti
hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Komplemen C3 rendah pada hampir semua
pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar
properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif
komplomen. Penurunan C3 sangat mencolok pada penderita GNAPS kadar antara 20-40 mg/dl (harga
normal 50-140 mg.dl). Penurunan komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan
kesembuhan. Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila
setelah waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka kemungkinan glomerulonefritisnya
disebabkan oleh yang lain atau berkembang menjadi
73
Glomerulonefritis kronik atau glomerulonefritis progresif cepat. Anemia biasanya berupa
normokromik normositer, terjadi karena hemodilusi akibat retensi cairan. Di Indonesia 61%
menunjukkan Hb < 10 g/dL. Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah efek hipervolemiknya
menghilang atau sembabnya menghilang.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan
mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba sebelumnya. Beberapa uji serologis terhadap antigen
streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antistreptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu
mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus.
Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis,
meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O, sebaiknya serum diuji
terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus. Pada awal
penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara serial.
Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Pencitraan
Gambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak spesifik. Foto toraks umumnya
menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus, dengan derajat yang sesuai dengan
meningkatnya volume cairan ekstraseluler. Sering terlihat adanya tanda-tanda sembab paru (di
Indonesia 11.5%), efusi pleura (di Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di Indonesia 80.2%), dan efusi
perikardial (di Indonesia 81.6%). Foto abdomen dapat melihat adanya asites. Pada USG ginjal terlihat
besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila terlihat ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut,
kemungkinannya adalah penyakit ginjal kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada
USG menunjukkan peningkatan echogenisitas yang setara dengan echogenisitas parenkhim hepar.
Gambaran tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan pada penyakit ginjal lainnya.18
H. KESIMPULAN
Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, menderita sindroma nefritik akut pasca infeksi Streptococcus B-
hemoliticus ( GNA et causa Streptococcus B-hemoliticus) dengan manifestasi klinis hipertensi stage 1
dan gangguan ginjal akut.
74
DAFTAR PUSTAKA
1. Ian Effendi, Restu Pasaribu. 2009. Edema Patofisiologi dan Penanganan dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi V hal 946. Jakarta : Interna Publishing
2. Prodjosudjadi,Wiguno.2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5, Hal 999. Interna Publishing
3. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi. Jakarta : EGC
4. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2012. Glomerulonefritis dalam Patofisiologi, konsep klinis
proses-proses penyakit Edisi 6 Volume 2 hal 925-933. Jakarta: EGC
5. Ian Effendi, Restu Pasaribu. 2009. Edema Patofisiologi dan Penanganan dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi V hal 946-951. Jakarta : Interna Publishing
6. Prodjosudjadi,Wiguno.2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5, Hal 999. Interna Publishing
7. Rachmadi, Dedi. 2010. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut, h. 1-2. Bandung:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK. UNPAD-RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung.
8. Rauf, Syafruddin, dkk. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia : 2012. 27 Mei 2014
9. Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Glomerulonefritis Akut, h.835-839. Jakarta: FK-
UI.
11. Jameson, J Larry.,Joseph,Loscalzo. (2013),. HARRISON : Nefrologi dan Gangguan Asam-Basa.
Jakarta : EGC. Hal.25-26
12. Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-dasar Urologi, h.2-5. Jakarta: Sagung Seto
13. Snell,Richard.2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem.EGC : Jakarta (hal.749-754)
14. Putz R & R. Pabst. 2005. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21 jilid 2. EGC : Jakarta (hal. 181)
15. Guyton A.C.,J.E. Hall.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. Hal.329
16. Price&Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, E/6, Vol.2. Jakarta :
EGC. Halaman 868-890
17. Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC. Halaman 331-333
18. Rachmadi, Dedi. Desember 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut.
Pustaka.unpad.ac.id. 27 Mei 2014
19. Price, Slyvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis proses – proses penyakit. Jakarta : EGC
75
20. Rusdidjas, Ramayati R, 2002. Infeksisalurankemih. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO. Buku ajar Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 142-
163
21. Rusepno Hasan, Husein Alatas. 2002. IlmuKesehatanAnak.Jakarta: Infomedika. Halaman : 836
22. Guyton,Hall. 2012.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC Halaman : 945
23. Rusmarjono & Efiaty Arsyad Soepardi. 2007. Penyakit Serta Kelainan Faring & Tonsil dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
24. dr. Ismoedijanto, Sp.A(K). Demam Pada Anak. Jurnal Pediatrik Ikatan Dokter Anak Indonesia. Vol.
2, No. 2, Agustus 2008: 103 – 108.
25. dr. Bernie Endyarni, Sp.A. ISPA Pada Balita. Jurnal Pediatrik Ikatan Dokter Anak Indonesia. Vol.
11, No. 4, Desember 2009
26. Harrison’s principles of internal medicine ,17th edition, chapter 17 Fever and hyperthermia
27. Harrison’s principles of internal medicine ,17th edition, chapter 31
28. Robbins Kumar. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007
29. Nachman PH, Jennette JC, Falk RJ. Primary glomerular disease. In: Brenner BM, ed. Brenner and
Rector's The Kidney. 8th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007:chap 30.
30. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. RSMH 2013.
Halaman 488 – 489.
31. UKK Nefrologi-Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI 2012. Halaman 8 – 10.
32. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Bagian IKA FKUI. Jakarta. Cetakan 2007. Halaman 835 – 837.
33. Sukandar E, Sulaeman R. Sindroma nefrotik. Dalam : Soeparman, Soekaton U, Waspadji S et al
(eds). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1990. p. 282-305.
34. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
35. Prodjosudjadi,Wiguno.2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5, Hal 999. Interna Publishing
36. Sacher RA, MCPherson RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC, 2004
37. Isselbacher, Kurt J. 2000. Harrison Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
38. Rauf, Syafruddin, dkk. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia : 2012. 27 Mei 2014
76
39. Gandasoebrata R. 1985. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat
40. Lumbanbatu, Sondang Maniur. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak. Sari
Pediatri, Vol. 5, No. 2, september 2003 : 58 – 63. 27 Mei 2014
41. Jameson, J Larry.,Joseph,Loscalzo. (2013),. HARRISON : Nefrologi dan Gangguan Asam-Basa.
Jakarta : EGC. Hal.152
42. Konsensus IDAI Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. 2012. Jakarta
43. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Buku
Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika
44. Madaio MP, Harrington JT. The diagnosis of glomerular diseases: acute glomerulonephritis and
the nephrotic syndrome. Arch Intern Med. 2001;161(1):25-34.
45. Harmon WE, Niaudet P, Yashikawa N, penyunting. Pediatric nephrology. edisi ke-6. Berlin:
Springer; 2009. h. 743-55.
46. Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. The child with acute nephritis syndrome. Dalam: Webb N,
Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric nephrology. edisi ke-3. New York: Oxford; 2003.
h. 367-80.
47. Lippincott – pathophysiology concepts of altered health state ,page 436
48. Rodriguez B, Mezzano S. Acute postinfectious glomerulonephritis. Dalam: Avner ED,
49. Harmon WE, Niaudet P, Yashikawa N, penyunting. Pediatric nephrology. edisi ke-6. Berlin:
Springer; 2009. h. 743-55.
50. Male D. Cell migration and inflammation. Dalam: Roitt I, Brostoff J, Male D,penyunting.
51. Immunology. 6th edition. Edinburgh: Mosby, 2002. h. 47-64.
52. Sylvia A.Price, Lorraine M.Wilson. 2012. PATOFISIOLOGI (konsep klinis proses-proses penyakit).
Jakarta:EGC Halaman :924
53. Lippincott – Pathophysiology Concept of Altered Helath States, page 435
54. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. RSMH 2013.
Halaman 488 – 491.
55. UKK Nefrologi-Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI 2012. Halaman 3 – 6.
56. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Bagian IKA FKUI. Jakarta. Cetakan 2007. Halaman 809
57. Rusepno Hasan, Husein Alatas. 2002. IlmuKesehatanAnak.Jakarta: Infomedika Halaman: 837
58. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. RSMH 2013.
Halaman 492 – 493
77
59. UKK Nefrologi-Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI 2012. Halaman 15.
60. Depkes RI. (1992) Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas, Jakarta, Depkes RI.
61. Davidson’s, Principles & Practice of Medicine, 21st Edition, 2010
62. Sidabutar, R.P. (1992) Penyakit Ginjal dan Hipertensi, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
63. Buku Ajar Ilmu Anak Jilid 2 , Glomerulonefritis Akut, Hal 839.
Konsil Kedokteran Indonesia.2012.Standar Kompetensi Dokter Indonesia, Hal 31.
78