laporan tutorial a blok 10
DESCRIPTION
parasitologiTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A
BLOK 10
DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 10
Siti Dwinindiya Putri 04111001017
Nuraidah 04111001030
Mary Gisca Theressi 04111001036
Neni Septria Ningsih 04111001058
Firman Oktavianus 04111001059
Audrey Witari 04111001060
Adiguna Darmanto 04111001064
Vhandy Ramadhan 04111001070
Fitri Nurrahmi 04111001077
Khumaisiyah 04111001094
Mulyati 04111001138
Pendidikan Dokter Umum
Universitas Sriwijaya
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas ridho dan
karunia-Nya laporan tutorial skenario A blok 10 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar
tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat
dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 10 tutorial,
dan juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan
ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi
revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Penyusun
SKENARIO A BLOK 10
Tn. Andi ( 30 tahun ) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar dan
kejang sejak 6 jam yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu
pasien mengalami demam yang diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien
juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut
serta diare ringan. BAK berwarna seperi kopi. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan
tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. Sebelumnya didapatkan riwayat
berpergian ke Papua tiga minggu sebelum sakit. Tidak ada riwayat transfuse darah
sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran GCS 9, TD: 100/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR: 24 x/menit, Temperatur: 38,6°C
Kepala- leher: pupil isokor, RC (+/+) N, kojungtiva palpebral anemis, sclera ikterik, kaku
kuduk (-)
Thorax dalam batas normal
Abdomen: Hepar & lien tak teraba
Ekstremitas: reflek patella (+/+) N, dan reflek Babinsky (-)
Pemeriksaan Laboratorium
Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%
Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan
parasite 13.800/µl.
Preparat darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+)
Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Kejang : keadaan otot yang rapuh, menegang dan terjadi pengerutan yang berlebihan
2. Demam : peningkatan temperature tubuh diatas normal ( 96°F/37°C)
3. Mengigik : tubuh gemetar secara involuntter seperti demam
4. Keluhan bicara pelo : ketidakmampuan atau adanya gangguan pada saat bicara
5. Lesu : keadaan meningkatnya ketidaknyamanan dan menurunya efisiensi akibat kerja
yang berkepanjangan.
6. Lemah sesisi : Ketidakmampuan menggerakkan anggota badan di salahsatu sisi
7. Kesadaran GCS : skala untuk mengukur tingkat kesadaran terutama sesudah cidera
kepala. ( Glasgow Coma Scale )
8. Pupil Isokor : ukuran pupil yang sama
9. Diare : pengeluaran tinja berair berkali kali yang tidak normal
10. RC : penutupan kelopak mata sewaktu konjungtiva disentuh ( Refleks Konjugtiva )
11. GDS : keadaan gula darah sewaktu
12. Delicate ring : cincin tipis
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn. Andi (30 tahun ) mengeluh tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu.
2. 10 hari yang lalu, pasien mengalami demam, menggigil dan berkeringat
3. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak
nyaman pada perut serta diare ringan. BAK berwarna seperti kopi.
4. Didapatkan riwayat berpergian ke Papua tiga minggu sebelum sakit dan tidak ada
riwayat transfusi darah sebelumnya.
5. Pemeriksaan Fisik
6. Pemeriksaan Laboratorium
III. ANALISIS MASALAH
Tn. Andi (30 tahun ) mengeluh tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu.
1. Bagaimana patofisiologi kejang dan tidak sadar dan mengapa kejang dan penurunan
kesadaran dirasakan sejak 6 jam yang lalu ?
Tidak sadar :
Tidak sadar terjadi akibat gangguan fungsi mitokondria. Gangguan fungsi
mitokondria akibat inflamasi timbul melalui 2 mekanisme, pertama mitokondria tidak
dapat menggunakan oksigen yang cukup tersedia, karena sitokin proinflamasi
menghambat kemampuan mitokondria untuk menggunakan oksigen. Mekanisme
kedua adalah mitokondria kekurangan oksigen, karena sitokin proinflamasi secara
tidak langsung mengurangi suplai oksigen ke sel yang selanjutnya mengurangi
kemampuan mitokondria untuk menghasilkan ATP. Gangguan suplai oksigen ke sel
terjadi karena sitokin secara tidak langsung meningkatkan sekuestrasi baik eritrosit
terinfeksi maupun leukosit dan trombosit, atau peningkatan produksi mikropartikel.
Gangguan pada mitokondria menyebabkan ensefalopati, hiperlaktatemia, dan asidosis
metabolik (Nugroho, 2009).
Kejang :
Merozoit yang menginfeksi eritrosit akan tumbuh menjadi matur dalam eritrosit.
Eritrosit yang mengandung parasit cenderung bersifat mudah melekat pada eritrosit
disekitarnya yang tidak terinfeksi, sel trombosit, dan endotel kapiler sehingga terjadi
pembentukan roset dan penggumpalan didalam pembulu darah yang dapat
memperlambat sirkulasi darah. Akibatnya terjadi hipoksia, gangguan otak, ginjal dan
syok dan akhirnya kejang.
2. Bagaimana hubungan keluhan pasein yang terjadi sejak 10 hari yang lalu dengan
keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu ?
Keluhan pasien berupa demam, menggigil dan berkeringat adalah gejala utama
malaria. Gejala ini terjadi pada awal. Apabila telah terjadi komplikasi, akibat
pertumbuhan parasit maka beberapa gejala akan tampak seperti kejang dan
tidaksadarkan diri. Keduanya adalah gejala malaria cerebral.
10 hari yang lalu, pasien mengalami demam, menggigil dan berkeringat
3. Mengapa keluhan dirasakan sejak 10 hari yang lalu ?
Keluhan pada 10 hari yang lalu yaitu demam, menggigil dan berkeringat berkaitan
erat dengan pecahnya skizon menjadi merozoit dan masuk ke aliran darah/ invasi
eritrosit. Keluhan dirasakan sejak 10 hari yang lalu karena gejala klinik malaria
biasanya terjadi 10-16 hari setelah digigit nyamuk. Dengan kata lain, fase invasi ke
sel darah merah( merozoit) terjadi pada waktu tersebut.
4. Bagaimana hubungan keluhan dengan riwayat berpergian ke Papua 3 minggu yang
lalu ?
Papua merupakan salah satu daerah dengan angka kejadian malaria yang tinggi di
Indonesia. Menurut survey oleh depkes RI (2008-2009), provinsi Papua Barat
merupakan provinsi dengan API (Annual Parasite Insidence) tertinggi di Indonesia.
Mungkin Tn. Andi mengalami gigitan nyamuk Anopheles betina saat berada di
lingkungan pedalaman Papua tersebut. Berikut adalah peta stratifikasi malaria tahun
2009 di Indonesia.
Tingginya kejadian malaria ini dapat didukung oleh kondisi lingkungan di Papua yang
masih alami (banyak hutan, perbukitan, dan perairan) dapat mendukung
perkembangan nyamuk Anopheles sebagai perantara dari Plasmodium. Selain itu,
iklim Indonesia yang tropis sangat mendukung perkembangan Plasmodium.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan di daerah terpencil seperti Papua
yang masih rendah juga dapat mempengaruhi kejadian malaria.
5. Bagaimana patofisiologi demam yang disertai perasaan menggigil dan berkeringat ?
Demam
Infeksi parasit Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen Merangsang
pirogen endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) Memacu
pelepasan asam arakidonat ↑↑ sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus
↑↑ set point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan ↑↑
pembentukan panas Suhu meningkat Demam.
Mekanisme mengigil
Jika terjadi perubahan Set-point pusat pengatur suhu hipotalamus yang tiba-tiba dari
nilai normal menjadi lebih tinggi dari normal ( akibat penghancuran jaringan, zat
pirogen, atau dehidrasi ), biasanya dibutuhkan waktu beberapa jam agar suhu tubuh
dapat mencapai set-point suhu yang baru. Pada saat ini suhu darah masih jauh lebih
rendah dari Set-point pengatur suhu hipotalamus. Oleh karena itu, akan terjadi reaksi
umum yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh. Selama periode ini, orang tersebut
akan mengigil dan merasa sangat kedinginan, walaupun suhu tubuhnya mungkin telah
diatas normal. Mengigil dapat berlanjut sampai akhirnya suhu tubuh mncapai set-
point hipotalamus.
*pengeluaran panas lebih besar daripada pemasukan termostat menyeimbangkan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka untuk berkontraksi (bergerak) guna menghasilkan panas tubuh menggigilMekanisme berkeringat
Berkeringat pada dasarnya merupakan suatu proses untuk menurunkan suhu tubuh.
Ketika tersmostat hipotalamus merasa telah cukup penaikan suhu tubuh, maka suhu
inti akan dikembalikan pada sushu normal yaitu 370C, akan tetapi baru suhu pada
hipotalamus yang kembali normal, belum pada anggota tubuh yang lain. Oleh karena
itu, tubuh akan melakukan vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga panas dapat
dikeluarkan dan suhu tubuh kembali normal.
6. Bagaimana klasifikasi demam dan hubunganya dengan kasus ?
• Demam dengan localizing signs
Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada
kategori ini (Tabel 5.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda
secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan
dengan pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.1
Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs
Kelompok Penyakit
Infeksi saluran nafas atas
ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis herpetika
Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia
Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis
Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis
Eksantem Campak, cacar air
Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Neoplasma Leukemia, lymphoma
Tropis Kala azar, cickle cell anemia
• Demam tan
Demam tanpa localizing signs
Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya
localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama
terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan
hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 6.
menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.1 Demam tanpa localizing signs
umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan
sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak
berusia kurang dari 36 bulan.6
Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)
Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1
minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi
penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever
Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis
Infeksi Bakteremia/sepsis
Sebagian besar virus (HH-6)
Infeksi saluran kemih
Malaria
Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis
Tampak baik, CRP normal, leukosit normal
Dipstik urine
Di daerah malaria
PUO (persistent pyrexia of unknown origin) atau FUO
Juvenile idiopathic arthritis
Pre-articular, ruam, splenomegali, antinuclear factor tinggi, CRP tinggi
Pasca vaksinasi
Vaksinasi triple, campak
Waktu demam terjadi berhubungan dengan waktu vaksinasi
Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis eksklusi
of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama
minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di
rumah sakit.1
7. Bagaimana pola demam ?
•Demam kontinyu atau sustained fever
Ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal
0,4°C selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi
atau tidak signifikan
•Demam remiten
Ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi
melebihi 0,5°C per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering
ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu Variasi
diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.
•Demam intermiten
Suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang
hari Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek
klinis.
•Demam septik atau hektik
Terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak
dan titik terendah suhu yang sangat besar.
•Demam quotidian
Disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap
hari.
•Demam quotidian ganda
Memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)
•Undulant fever
Menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama
beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
•Demam lama (prolonged fever)
Menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk
penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.
•Demam rekuren
Demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang
melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.
•Demam bifasik
Menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever
pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola
demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam
kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African
hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
•Relapsing fever dan demam periodik
Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau
irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau
beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana
digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari
ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.
o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).
Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba
berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang
hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6°C pada tick-borne fever dan
39,5°C pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut,
dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-
Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang umumnya
mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat
organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah
mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis,
Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue
sampai reaksi anafilaktik full-blown.
o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan
Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan
gejala merupakan petunjuk diagnosis.
o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada
1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit
pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk
LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari,
diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini
mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia
hemolitik.
Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak
nyaman pada perut serta diare ringan. BAK berwarna seperti kopi.
8. Bagaimana patofisiologi dari : a. Lesu
Adanya kekurangan oksigen jaringan yang disebabkan rusaknya eritrosit
b. Nyeri kepala
Sekresi mediator inflamasi seperti TNFά yang berlebih akibat dari
pengaktifan makrofag oleh pirogen eksogen
c. Nyeri tullang dan sendi
Pirogen eksogen dan endongen akan berinteraksi dengan endotel dari
kapiler-kapiler di circumventricular vascular organ sehingga meembuat
konsentrasi prostaglandin-E2 (PGE2) meningkat. PGE2 yang terstimulus
tidak hanya yang di pusat, tetapi juga PGE2 di perifer. Stimulus PGE2 di
pusat akan memicu hipotalamus untuk meningkatkan set point-nya dan
PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa nyeri di tubuh (Kasper, 2005).
d. Rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan
Sekuetrasi (tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler alat
dalam tubuh) paling banyak dideposit pada pembuluh darah otak akan
tetapi dari hasil autopsi ditemukan bahwa sekuestrasi tidak terjadi secara
merata di dalam tubuh, dan jumlah yang paling banyak adalah pada otak,
namun juga terjadi di jantung, mata, hati, ginjal, intestinal, dan jaringan
lemak. Dari hasil yang menuju kepada intestinal ini yang akan
menyebabkan peningkatan kontraksi pada kolon yang mengakibatkan
tidak enak perut dan diare (Dondorp, 2005)
e. BAK bewarna seperti kopi
Karena proses hemolisis intravaskuler (pemecahan eritrosit di dalam ah).
Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat jumlah hemoglobin
yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah
akan menyebabkan pembebasan Hb kedalam plasma, menyebabkan
hemoglobinuria dan membuat warna yang abnormal pada urine dari
merah, coklat sampai kehitaman
Didapatkan riwayat berpergian ke Papua tiga minggu sebelum sakit dan tidak ada
riwayat transfusi darah sebelumnya.
9. Bagaimana epidemiologi penyakit di daerah papua berhubungan dengan kasus ?
Penyakit ini sudah mulai dikenal sejak 3000 tahun lalu, dimulai dari masa Hipocrates
(400-377SM), hingga pada masa Alpohonse Laveran (1880) yang menyatakan /
menemukan bahwa malaria disebabkan oleh plasmodium, dan Ross (1897)
menemukan bahwa perantara malaria adalah nyamuk Anopheles.
Malaria sendiri masih merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia,
karena angka morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi terutama di daerah luar jawa.
Bahkan beberapa provinsi merupakan daerah endemis malaria, seperti Papua, Papua
Barat, NTT, dsb.
Hasil riskesda 2007 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit ini cukup tinggi yaitu
2,85 %. Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi Malaria di atas prevalensi
nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu,
Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua
Barat, dan Papua.
10. Bagaimana hubungan riwayat penyakit dari papua sampai pada keluhan tidak
sadarkan diri ?
Malaria dapat ditemukan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, terutama di
kawasan timur Indonesia (Parasitologi Kedokteran UI), sehingga kepergian Tn. Andi
ke Papua memungkinkan terjadinya tusukan nyamuk Anopheles betina yang
mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya. Ditambah lagi dengan keterangan
bahwa Tn. Andi tidak pernah melakukan transfusi darah sebelumnya, sehingga
menguatkan hipotesa bahwa Tn. Andi terjangkit malaria karena ditusuk nyamuk
Anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya di Papua.
Masa tunas intrinsik pada malaria adalah waktu antara sporozoit masuk dalam badan
hospes sampai timbul gejala demam, biasanya berlangsung 8-37 hari, tergantung pada
spesies parasit(terpendek untuk P. falciparum <9-14 hari>, terpanjang untuk P.
malariae), beratnya infeksi dan pengobatan sebelumnya atau derajat imunitas hospes.
Pemeriksaan Fisik
11. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik ?
a. Kesadaran
GCS 9 . Hal ini menunjukkan bahwa Tn.Andi mengalami penurunan kesadaran
karena GCS < 11dimana GCS normal itu diatas 11.
Nadi 90x/menit, normal dimana rentang tekanan darah normal : 60-100x/menit
RR 24x/menit, normal dimana RR normal : 18-24x/menit
Temperatur 38,6◦C menunjukkan bahwa TN.Andi mengalami peningkatan suhu
tubuh (demam) dimana suhu tubuh normal : 36,5 – 37,2◦C
b. Kepala-leher : pupil isokor ( pupil sama besar), normal
Reflek cahaya : normal
Konjungtiva palpebra anemis : tidak normal, kurangnya Hb dalam darah dimana
Hb Tn.Andi dibawah normal yang dikarenakan penurunan eritrosit sehingga
konjungtiva pucat
Sklera ikterik : tidak normal, banyak sel darah merah yang pecah sehingga terjadi
banyak pembentukan bilirubin. Hiperbilirubinea akan menyebabkan sclera ikterik
karena pada sclera terdapat banyak pembuluh darah
Kaku kuduk (-), normal (-)
c. Torax dalam batas normal dimana tidak terjadikomplikasi edema paru.
d. Hepar dan Lien tidak teraba : normal dimana tidak terjadi splenomegali dan
hepatomegali.
e. Reflek patella (+/+) & reflek Babinsky (-) : normal dimana tidak terjadi
gangguan tonus otot dan neurologis
Pemeriksaan Laboratorium
12. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium ?
Keadaan Normal Tn. AndiHb 12-16 mg/dl 4,6 mg/dlGDS 145 mg% 70-145 mg%Kepadatan parasit 12.000/µl 13.800/µl-Hapusan darah tebal untuk menemukan adanya parasit malaria-Hapusan darah tipis untuk menentukan jenis parasit yang menginfeksi
13. Bagaimana morfologi dari P.falciparum
a. Stadium Tropozoit
Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu hampir pada
semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini.Memeriksa SD malaria
berarti mencari tropozoit pada SD tersebut.
Morfologi (cirri-ciri khas) inti:
1. Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah bervariasi.
Semakin tua tropozoid kekompakan intinya berkurang
2. Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar), bersifat
kompak atau padat sehingga warna menjadi kontrasdan jelas.
b. Stadium Skizon
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai skizon adalah :
1. Dalam satu siklus kehidupan parasit, skizon (jam terjadinya sporulasi)singkat
sekali.
2. Bentuk skizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darahdilakukan
dekat pada jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil).Keadaan klinis berat
pada saat sporulasi menyebabkan penderita tidak mampu pergi ke unit kesehatan,
tidak dapat dibuat SD-nya. Sebab itu jarang ditemukan SD positif yang
mengandung skizon.
3. Tidak pernah ditemukan skizon Parasit falciparum SD yang berasal dari darah
organ, kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat ditemukan.
4. Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk skizon harus dicari
bentuk ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum pada lapangan
berikutnya untuk menentukan speciesnya.
c. Staduim gametosit
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :
1. Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling lambat 10
hari setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya gametosit Parasit
falciparum
pasa SD memberi pengertian pasien terlambat ditemukan. Jadi tidak semua SD
positif mengandung gametosit.
2. Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapatdibedakan
demikian juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon.
3. Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan species
Falciparum
(Biggs, 2001)
14. Bagaimana siklus hidup dari P.falciparum
Sporozoit dari liur nyamuk betina yang mengigit disebarkan ke darah atau sistem
limfa penerima melalui vector nyamuk anopheles betina.
Sporozoit berpindah kehati dan menembus hepatosit. Tahap dorman bagi sporozoit
Plasmodium dalam hati dikenal sebagai hipnozoit. Dari hepatosit, parasit berkembang
biak menjadi ribuan merozoit, yang kemudian menyerang sel darah merah.Di sini
parasit membesar dari bentuk cincin ke bentuk trofozoit dewasa. Pada tahap skizon,
parasit membelah beberapa kali untuk membentuk merozoit baru,yang meninggalkan
sel darah merah dan bergerak melalui saluran darah untuk menembus sel darah merah
baru. Kebanyakan merozoit mengulangi siklus inisecara terus-menerus, tetapi
sebagian merozoit berubah menjadi bentuk jantan atau betina (gametosit) (juga dalam
darah), yang kemudiannya diambil oleh nyamuk betina.
Dalam perut tengah nyamuk, gametosit membentuk gamet dan menyuburkan satu
sama lain, membentuk zigot motil yang dikenal sebagai ookinet. Ookinet menembus
dan lepas dari perut tengah, kemudian membenamkan diri pada membran perut luar.
Di sini mereka terbelah berkali-kali untuk menghasilkan sejumlah besar sporozoit
halus memanjang. Sporozoit ini berpindah ke kelenjar liur nyamuk, di mana ia
dicucuk masuk ke dalam darah inang kedua yang digigit nyamuk. Sporozoit bergerak
ke hati di mana mereka mengulangi siklus ini.Dalam beberapa spesies jaringan selain
hati mungkin dijangkiti. Namun hal ini tidak berlaku pada spesies yang menyerang
manusia
IV. KETERKAITAN ANTAR MASALAH
Tn. Andi mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan dan BAK berwarna seperti kopi
6 jam yang lalu mengalami keluhan tidak sadar dan kejang
Dibawa ke IGD Rumah sakit
Tn. Andi (30 tahun )pergi ke Papua selama 3 minggu
10 hari yang lalu mengalami demam, mengigil dan berkeringat
V. LEARNING ISSUE
Pokok Bahasan What I
Know
What I don’t Know What I have to
Prove
How will I
Learn
1. Plasmodium
falciparum
Defenisi a. morfologi
b. cara infeksi
Siklus hidup
plasmodium
Internet,
textbook,
jurnal
2. Malaria
Tropica
Defenisi a. Epidemologib. Etologic. Gejala klinisd. Cara diagnosise. Tata laksana
Patofisiologi
Malaria Tropica
3. Pernisiosa
manifestation
Defenisi -mekanisme
penyerangan
P.falciparum
-mutasi gen pada
P.falciparum
-siklus hidup
P.falciparum
f. 4. Imunitas Defenisi -jenis-jenis obat
antimalaria
-komposisi klorokuin
-mekanisme kerja
klorokuin
VI. KERANGKA KONSEP
Demam mengigil berkeringat
Anemia Hemolitik
Infeksi Plasmodium Falciparum Papua ( daerah endemic)
Hemoglobinuria
Malaria Tropika
Tidak sadar
Hiperparasitemia
Komplikasi Malaria( Malaria Berat )
BAK Berwarna seperti kopi
Kejang
VII. KESIMPULAN
Tn. Andi datang dengan keadaan kejang dan tidak sadar akibat mengalami malaria tropica
yang sudah mengalami komplikasi.
VIII. SINTESIS
1. Plasmodium falciparum
a. Morfologi
a. Stadium Tropozoit
Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu hampir pada
semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini.Memeriksa SD malaria berarti
mencari tropozoit pada SD tersebut.
Morfologi (cirri-ciri khas) inti:
1. Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah bervariasi. Semakin
tua tropozoid kekompakan intinya berkurang
2. Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar), bersifat
kompak atau padat sehingga warna menjadi kontrasdan jelas.
b. Stadium Skizon
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai skizon adalah :
1. Dalam satu siklus kehidupan parasit, skizon (jam terjadinya sporulasi)singkat sekali.
2. Bentuk skizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darahdilakukan dekat
pada jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil).Keadaan klinis berat pada saat
sporulasi menyebabkan penderita tidak mampu pergi ke unit kesehatan, tidak dapat dibuat
SD-nya. Sebab itu jarang ditemukan SD positif yang mengandung skizon.
3. Tidak pernah ditemukan skizon Parasit falciparum SD yang berasal dari darah organ,
kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat ditemukan.
4. Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk skizon harus dicari bentuk
ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum pada lapangan berikutnya
untuk menentukan speciesnya.
c. Staduim gametosit
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :
1. Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling lambat 10 hari
setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya gametosit Parasit falciparum
pasa SD memberi pengertian pasien terlambat ditemukan. Jadi tidak semua SD positif
mengandung gametosit.
2. Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapatdibedakan demikian
juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon.
3. Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan species
Falciparum
(Biggs, 2001)
b. Siklus Hidup
Ketika nyamuk anopheles betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit
manusia, akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah dan
jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon jaringan
dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar
merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit
(stadium eritrositer). Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang sehingga
eritrosit pecah dan keluar merozoit.
Sebagian besar Merozoit masuk kemabli ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit
jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus
hidupnya di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Didalam lambung nyamuk, terjadi
perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang
disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk
berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang
berpindah ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia.
Khusus Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati
(sizon jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke
sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati –disebut hipnosit-. Bentuk hipnosit inilah
yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila
suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk,
stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk
melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah
akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah menderita
Plasmodium vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau
stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh
nyamuk anopheles.
Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati SD positif Plasmodium vivax/ plasmodium
ovale.Pada Plasmodium falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan
menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan
terjadinya malaria berat atau komplikasi. Plasmodium Falciparum dalam jaringan yang
mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di dalam otak- peristiwa ini disebut
sekustrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah
tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral
mencapai 20-50% hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa
neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel.
c. Cara infeksi
Melalui gigitan nyamuk anopeles betina yang pada air liurnya mengandung spororoid,
jika tidak mengandung sporozoid maka tidak akan menyebarkan plasmodium
Transfusi darah dari penderita yang mengidap malaria ataupun yang mengandung hipnozoid pada darahnya.
Melalui jarum suntik yang tercemar parasit plasmodium
Dari ibu hamil penderita malaria ke janin ini jarang sebab janin biasanya mendapatkan perlindungan antibody lewat transplasenta.
Dari transplantasi organ.
2. Malaria Tropica
a. Epidemologi
a. Orang
Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 300-500 juta kasus
dengan kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun dimana lebih dari 80% adalah anak-anak
yang berusia kurang dari 5 tahun.13 Berdasarkan SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga)
tahun 2001, CSDR akibat malaria pada laki-laki 11 per 100.000 penduduk dan wanita 8 per
100.000 penduduk.18
b. Tempat
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 64o lintang utara (Rusia) sampai dengan 32o
lintang selatan (Argentina), dari daerah dengan ketinggian 2.666 m (Bolivia) sampai dengan
daerah yang letaknya 433 m di bawah permukaan laut (Laut Mati). Kini malaria banyak
dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara,
Timur Tengah, India, Asia Selatan, Asia Tenggara, Indo Cina, dan pulau-pulau di Pasifik
Selatan.
Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas mulai dari daerah yang
beriklim dingin, subtropis sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat.
Di Indonesia, spesies ini tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium falciparum terutama
menyebabkan malaria di Afrika, Asia, dan daerah-daerah tropis lainnya. Di Indonesia, parasit
ini tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium malariae meluas meliputi daerah tropis
maupun daerah subtropik. Di Indonesia spesies ini dijumpai di Indonesia Bagian Timur.
Plasmodium ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik
Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasit ini terdapat di Pulau Owi
sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur.
c. Waktu
Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1% (30.000 kematian dari 30 juta
kasus). Tahun 2005, CFR malaria 2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus). Pada tahun yang
sama CFR malaria falsiparum 1,12% (44 kematian dari 3.924 kasus).
Determinan Penyakit Malaria
Penyebaran penyakit malaria sangat ditentukan oleh faktor Host, Agent, dan Environment.
a. Host
1. Host Intermediate (Manusia)
Keadaan manusia dapat menjadi pengandung gametosit yang dapat meneruskan daur hidup
nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu yang dapat ditular malaria, tapi ada juga yang kebal
dan tidak mudah ditular malaria.14
Faktor manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit malaria yaitu :
1.1. Umur
Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria dibandingkan orang dewasa.15 Anak-anak
usia kurang dari 5 tahun adalah kelompok terbanyak yang berisiko terhadap malaria.
Pertahanan tubuh terhadap malaria yang diturunkan penting untuk melindungi anak kecil atau
bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang
biaknya parasit malaria.
1.2. Ras
Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (faktor rasial) terhadap
penyakit malaria.14 Individu yang tidak mempunyai determinan golongan darah Duffy
(termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah terhadap Plasmodium
vivax.
1.3. Jenis Kelamin
Infeksi parasit plasmodium dapat menyerang semua masyarakat dari segala golongan
termasuk golongan yang paling rentan seperti wanita hamil.13 Hasil penelitian Gomes (2001)
menyatakan bahwa ibu hamil yang anemia kemungkinan 8,56 kali menderita malaria
falsiparum dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia.
1.4. Riwayat malaria
Kekebalan residual adalah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi terdahulu
dengan strain homolog spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap hanya untuk beberapa
waktu.
1.5. Cara Hidup
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria, seperti tidur tidak memakai
kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk pada saat melakukan aktivitas di luar rumah
dan pada saat sore hari, dan penggunaan insektisida yang tidak teratur di dalam rumah.
Menurut penelitian Dasril (2005) dengan desain penelitian case control menyatakan bahwa
penderita malaria kemungkinan 3,2 kali tidak memakai repelen dibandingkan dengan tidak
penderita malaria.
1.6. Imunitas
Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria memiliki kekebalan alami terhadap
penyakit malaria.13 Di daerah endemi dengan transmisi malaria yang tinggi hampir
sepanjang tahun, penduduknya sangat kebal dan sebagian besar dalam darahnya terdapat
parasit malaria dalam jumlah kecil. Selain itu, di daerah endemis malaria terdapat kekebalan
kongenital (atau neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan tinggi.
1.7. Pekerjaan
Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi berisiko lebih besar terhadap
penyakit malaria, seperti tugas-tugas dinas di daerah endemis untuk jangka waktu yang lama
sampai bertahun-tahun misalnya petugas medis, petugas militer, misionaris, pekerja tambang,
dan lain-lain.13 Pekerjaan sebagai buruh perkebunan yang datang dari daerah yang non
endemis ke daerah yang endemiss belum mempunyai kekebalan terhadap penyakit di daerah
yang baru tersebut sehingga berisiko besar untuk menderita malaria. Begitu pula pekerja-
pekerja yang didatangkan dari daerah lain akan berisiko menderita malaria.
Menurut penelitian Dasril (2005) dengan desain penelitian case control penderita malaria
kemungkinan 4 kali bekerja di luar rumah malam hari dibandingkan dengan tidak penderita
malaria.
1.8. Status gizi
Seorang penderita malaria yang mengalami gizi buruk akan mempengaruhi kerja
farmakokinetik obat anti malaria seperti diare dan muntah menurunkan absorpsi obat. Selain
itu, disfungsi hati menyebabkan metabolism obat menurun.13 Anak yang bergizi baik dapat
mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.
2. Host Definitive (Nyamuk Anopheles)
Nyamuk Anopheles di seluruh dunia meliputi kira-kira 2.000 spesies. Yang dapat menularkan
malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut pengamatan terakhir ditemukan 80
spesies Anopheles dan yang ditemukan sebagai vektor malaria adalah 15 spesies dengan
tempat perindukan yang berbeda-beda.
Di Jawa dan Bali An. sundaicus dan An. aconitus merupakan vektor utama, sedangkan An.
subpictus dan An. maculates merupakan vektor sekunder. An. sundaicus dan An. subpictus
banyak terdapat di daerah pantai, sedangkan An. aconitus dan An. maculates ditemukan di
daerah pedalaman. Di Sumatera yang ditemukan sebagai vektor penting adalah An.
sundaicus, An. maculates, dan An. nigerrimus, sedangkan An. sinensis dan An. letifer
merupakan vektor yang kurang penting.
Di Sulawesi, An. sundaicus, An. subpictus dan An. barbirostris merupakan vektor penting,
sedangkan An. sinensis, An. nigerrimus, An. umbrosus, An. flavirostris dan An. ludlowi
merupakan vektor sekunder. Di Kalimantan yang ditemukan sebagai vektor penting adalah
An. balabacensis, sedangkan An. letifer merupakan vektor sekunder. Vektor utama di Irian
Jaya adalah An. farauti, An. punctuates, dan An. bancrofti, sedangkan An. karwari dan An.
koliensis merupakan vektor sekunder. Di NTT yang pernah ditemukan sebagai vektor utama
adalah An. sundaicus, An. subpictus, dan An. barbirostris.
Hanya nyamuk Anopheles betina yang bisa menularkan penyakit malaria pada manusia.
Kemampuan suatu spesies bertindak sebagai vektor untuk menularkan malaria ditentukan
oleh : keberadaannya di dalam atau dekat kediaman manusia, kesukaan akan darah manusia
atau hewan, dan lingkungan yang menguntungkan untuk perkembangan dalam jangka waktu
yang cukup lama sehingga Plasmodium dapat menyelesaikan daur hidupnya.
Hasil penelitian Barodj dkk (1999) menemukan nyamuk Anopheles subpictus lebih banyak
ditemukan istirahat di dalam rumah (57,4%) dibandingkan di luar rumah (43,6%).
b. Agent (Plasmodium)
Berbagai spesies dari genus plasmodium dari kelas Sporozoa merupakan parasit malaria pada
manusia. Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia ada empat jenis, yaitu :
1. Plasmodium vivax
Plasmodium vivax akan memberikan intensitas serangan dalam bentuk demam setiap 3 hari
sekali sehingga sering dikenal dengan istilah malaria tertian (malaria benigna). Jenis malaria
ini tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dan pada umumnya di daerah endemis
mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies yang lain. Eritrosit yang dihinggapi parasit P.
vivax mengalami perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus
berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama (titik Schuffner). Masa tunas intrinsik
berlangsung 12-17 hari.
2. Plasmodium malariae
Plasmodium malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana karena
serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Penyakit malaria kurtana meluas meliputi
daerah tropik maupun daerah subtropik. Frekuensi penyakit ini di beberapa daerah cenderung
menurun. Eritrosit yang dihinggapi Plasmodium malariae tidak membesar atau ukuran dan
bentuk eritrosit normal. Masa tunas intrinsik berlangsung 18 hari dan kadang-kadang sampai
30-40 hari.
3. Plasmodium ovale
Plasmodium ovale mempunyai waktu demam yang lebih pendek dan biasanya bisa sembuh
spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti Plasmodium vivax, yaitu 12-17 hari. Plasmodium
vivax dapat ditemukan di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan
beberapa lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak
Irian Jaya dan di Pulau Timor. Perubahan eritrosit yang terjadi yaitu eritrosit tampak oval
dengan tepi bergerigi. Titik Schuffner menjadi lebih banyak.
4. Plasmodium falciparum
Parasit ini ditemukan di daerah tropik terutama di Afrika dan Asia Tenggara sehingga disebut
dengan penyebab malaria tropika (malaria maligna). Di Indonesia parasit ini tersebar di
seluruh kepulauan. Spesies ini merupakan paling berbahaya karena penyakit yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat. Pada malaria falciparum, eritrosit yang terinfeksi tidak
membesar selama stadium perkembangan parasit. Namun, terjadi perubahan yang
menyerupai bentuk pisang.
c. Environment (Lingkungan)
Keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keadaan malaria di suatu
wilayah. Keadaan lingkungan ini terbagi menjadi empat macam, yaitu :
1. Lingkungan Fisik
1.1. Iklim
Pengaruh iklim penting sekali terhadap ada atau tidaknya malaria. Di daerah yang beriklim
dingin, transmisi malaria hanya mungkin terjadi pada musim panas.
1.2. Curah Hujan
Selama musim kemarau, jumlah kasus malaria umumnya menurun, sedangkan setelah hujan
beberapa minggu jumlah kasus malaria mulai menanjak sampai mencapai puncaknya. Air
hujan yang menyebabkan genangan-genangan air merupakan tempat perindukan nyamuk
sehingga dengan bertambahnya tempat perindukan populasi nyamuk juga akan bertambah
penularannya.
1.3. Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus
lebih suka tempat teduh, sebaliknya An. hyrcanus lebih menyukai tempat terbuka. An.
barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun di tempat yang terang.
1.4. Arus Air
An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir sedikit. An.
minimus menyukai tempat perindukan yang aliran airnya cukup deras dan An. sundaicus di
tempat yang airnya tergenang.
2. Lingkungan Kimiawi
Lingkungan yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan.
Jumlah nyamuk pantai mulai bertambah sewaktu genangan air meningkat kadar garamnya,
yaitu dengan tertutupnya muara sungai pada musim kemarau.21 Hasil penelitian Barodj
(2000) dengan desain penelitian cross sectional menemukan jentik An. subpictus dapat hidup
pada perairan payau dengan salinitas sampai 42‰.
3. Lingkungan Biologik
Adanya daerah perindukan yang ideal dan tersedia sepanjang tahun bagi nyamuk An.
aconitus di pedalaman, yaitu daerah persawahan di lereng bukit yang terus menerus ditanami
padi karena mendapat aliran air sepanjang tahun dari mata air, merupakan penyebab malaria
bertahan di kecamatan-kecamatan di Jawa. Selain itu juga karena kepadatan hewan ternak
besar di daerah tersebut sangat rendah sehingga vektor An.aconitus yang bersifat zoofilik
akan lebih banyak menggigit manusia.
Berdasarkan macam darah yang disenangi, nyamuk Anopheles sp dibedakan atas:
antropofilik apabila nyamuk lebih senang darah manusia, zoofilik apabila nyamuk lebih
senang menghisap darah binatang dan golongan nyamuk yang tidak punya pilihan tertentu.26
4. Lingkungan Sosial Budaya dan Ekonomi
Lingkungan sosial budaya dan ekonomi setempat sangat mempengaruhi besar kecilnya
kontak antara manusia dengan vektor. Berbagai kebiasaan seperti cara membuat rumah, cara
bertani, dan adat kebiasaan lainnya dapat menambah kontak antara manusia dengan vektor.
Di Indonesia bagian timur, orang membangun rumah dengan dinding yang dibuat dari “gaba-
gaba” yaitu batang daun sagu. Dinding rumah seperti itu biasanya tidak rapat sehingga
nyamuk dengan mudah dapat masuk ke dalam rumah. Kebiasaan menunggui ladang selama
bercocok tanam dan tidur di pondok-pondok yang sangat sederhana sangat menambah
pemaparan.21
Menurut penelitian Dasril (2005) dengan desain penelitian case control menyatakan penderita
malaria kemungkinan 5,2 kali tidak memasang kawat kasa pada rumah dibandingkan dengan
tidak penderita malaria.
b. Etologi
c. Patofisiologi
Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan hipotesis
telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama berhubungan dengan
gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit
pada endotelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup
(survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam
patogenesis terjadinya demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat
menyebabkan reaski leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak
menimbulkan perubahan patofisiologik.
Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai
berikut :
a. Penghancuran eritrosit.
Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit,
tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung
parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular
yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal
ginjal.
b. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif
endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan
patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari
rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor
(TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang
terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam,
hipoglimeia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory
distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat
juga menghancurkan plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan
eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada
anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia,
hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi.
Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk tonjolan-
tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan
bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam,
sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit
yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge)
yang membendung kapiler dalam alam-alat dalam.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel) dan
menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat
menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-
tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit
yang terinfeksi plasmodium P. falciparum.
d. Gejala klinis
Secara umum, malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan
splenomegaly (trias malaria). Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam
berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, nyeri sendi dan tulang, demam ringan,anoreksia, perut
tidak enak, dan kadang-kadang dingin. Sedangkan manifestasi klinis untuk malaria berat
adalah jika terdapat parasitemia P. falciparum fase aseksual dengan disertai satu atau lebih
gambaran klinis atau laboratories berikut ini :
a. Manifestasi klinis: kelemahan, gangguan kesadaran, respiratory distress (pernapasan
asidosis ), kejang berulang, syok, edema paru, perdarahan abnormal, ikterik,
hemoglobinuria.
b. Pemeriksaan laboratorium: anemia berat, hipoglikemia, asidosis, gangguan fungsi
ginjal, hiperlaktatemia, hiperparasitemia (Sudoya, 2006).
Pada anamnesis sangat penting untuk diperhatikan:
a. Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria
c. Riwayat tinggal di daerah endemic malaria
d. Riwayat sakit malaria
e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
f. Riwayat mendapat transfusi darah.
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
a. Temperatur rektal > 40oC
b. Nadi cepat dan lemah/kecil
c. Tekanan darah sistolik <70 mmHg
d. Frekuensi nafas > 35 kali per menit pada orang dewasa atau >40 kali per menit pada
balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit
e. Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11
f. Manifestasi pendarahan: ptekie, purpura, dan hematom
g. Tanda dehidrasi : mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,
produksi air seni berkurang
h. Tanda-tanda anemia berat: konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat.
i. Terlihat mata kuning atau ikterik
j. Adanya ronkhi pada kedua paru
k. Pembesaran limpa dan atau hepar
l. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria
m. Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.
Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun hanya terdapat 3 gejala
terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu:
a. Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik
b. Kejang umum dan sekuel neurologik
c. Koma menetap selama 24-72 jam, mula-mula dapat dibangunkan, kemudian tak dapat
dibangunkan
e. Tata laksana
Cara Pencegahan Penyakit malaria:
1. Menghindari gigitan nyamuk, Tidur memakai kelambu, menggunakan obat nyamuk,
memakai obat oles anti nyamuk, pasang kawat kasa pada ventilasi, menjauhkan
kandang ternak dari rumah, kurangi berada di luar rumah pada malam hari.
2. Pengobatan pencegahan, 2 hari sebelum berangkat ke daerah malaria, minum obat
doksisilin 1 x 1 kapsul/ hari sampai 2 minggu setelah keluar dari lokasi endemis
malaria.
3. Membersihkan lingkungan, Menimbun genangan air, membersihkan lumut, gotong
royong membersihkan lingkungan sekitar, mencegahnya dengan kentongan.
4. Menebar kan pemakan jentik, Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan
pemakan jentik. Seperti ikan kepala timah, nila merah, gupi, mujair dll.
5. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu
berinsektisida.
6. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).
7. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.
8. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
9. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
10. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
11. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
12. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan
serta genangan air.
13. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada
genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.
14. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau
sepanjang pantai.
Pengobatan Malaria berat terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Pengobatan suportif
1. Pemberian cairan dan elektrolit seta oksigenasi
2. Bila suhu 40 derajat celcius diberikan komplres dingin intensif, antipirekrik
seperti parasetamol setiap 4 jam.
3. Jika tedapat kejang diberikan diazepam 10-20mg iv diberiakan secara berlahan
atau phenoforital 100mg um/ kali diberikan 2 kali sehari.
b. Pengobatan spesifik dengan anti malaria
1. Artemisin
Golongan artemisin merupakan pilihan pertama malaria berat. Sedian yang
digunakan diantaranya Artemether dosis 3,2mg/kgbb/hari im pada hari pertama.
Kemudian dilanjutkan dengan dosis 160 mg/kgbb/hari selama 4 hari. Dilanjutkan
dengan kombinasi peroral. Selain itu, artesunate 2,4 mg/Kgbb IV pada waktu
masuk, jam ke-12, dan jam ke-24. Selanjutnya setiap hari sekali sampai penderita
dapat minum obat secara oral. Pilihan obat peroral diantanya Artesunate dengan
amodiaquin selama 3 hari atau Kuinin dengan Tetrasiklin/doksisiklin/Klindamisin
selama 7 hari.
2. Transfusi ganti
Transfusi ganti dapat menurunkan secara cepat keadaan parasitemia. Tindakan ini
berguna untuk mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan toksin hasil
parasit dan metabolismenya serta memperbaiki keadaan anemia. Indikasi transfusi
parasitemia > 30% tanpa komplikasi berat, Parasitemia >10% dengan komplikasi
berat (malaria serebral, ikterik, GGA, dan anemia berat), Parasitemia >10%
dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam setelah pemebrian antimalaria yang
optimal.
c. Pengobatan komplikasi
1. Hemodialisa dilakukan pada pasien gagal ginjal akut
2. Bila terjadi hipoglkemi berikan suntik 50 ml dekstrose 40% iv dipantau setiap 4-6
jam
3. Jaga jalan nafas pada penderita koma
4. Posisikan pasien setengah duduk, berikan oksigen, diuretic
5. Jangan menggunakan kortikostreoid, heparin, dan adrenalin pada pasien koma
Obat anti malaria
Berdasarkan jenisnya obat malaria terdiri dari 5 jenis
1. Skizontizid jaringan primer yang membasmi parasit praeritrosit: proguanil,
pirimetamin
2. Skizontizid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritrosit: primakuin
3. Skizontizid darah yang membasmi parasit fase eritrosit: kina, klorokuin, amodiakuin
4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang
ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malariae,
P.ovale adalah kina, klorokuin, dan amodiakuin
5. Sporontosid mencegah gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan
sporozoit dalam nyamuk anopheles: proguanil, primakuin.
Penggunaan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau
timbulnya gejala klinis. Penyembuhan dengan pemberian terapi jenis ini pada infeksi malaria
oleh P. falciparum karena parasit ini tidak mempunyai fase eksoreritrosit.Pengobatan
kuratif dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontizid.Pencegahan
transmisi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi sporogonik
nyamuk. Obat yang dapat digunakan jenis gametosid atau sporontosid
Plasmodium Falciparum
P. falciparum resisten pada golongan aminokuinolon (klorokuin, amodiakuin).
Tanpa komplikasi, bisa diberikan drug of choice kombinasi artemisin (artesunat-amodiakuin)
selama 3hari.Kombinasi artemisin lainnya adalah artemeterlumefantrin
dan dihidroartemisinin-piperakuin. Bila terjadi kegagalan dapat diberikan
kombinasi kina dan doksisiklin
Pada malaria berat, dapat diberikan suntikan sodium artesunat (im, iv) atau artemeter(im).
Pengobatan dengan kombinasi kina-doksisiklin dapat dipertimbangkan bila dikuatirkan terjadi
rekrudesensi
Berdasarkara cara kerjanya :
Klorokuin
Kerja anti malaria :Klorokuin merupakan skizontisid darah yang sangat efektif
dan merupakan 4-aminokuinolon yg digunakan secara meluasuntuk mencegah atau
mengakhiri serangan malaria vivax, malaria ovale, atau falciparum yang sensitive. Obat ini
cukupefektif untuk gametosit P. vivax, P. ovale, dan P. malariae tetapi tidak untuk P.
falciparum. Klorokuin tidak aktif padaplasmodium stadium preeritrositik dan tidak
mempunyai efek radikal terhadap P. vivax atau P. ovale karena obat ini tidakmengeliminasi
stadium hati yang menetap dari parasit tersebut.Mekanisme kerja antimalaria :Mekanisme
kerja antimalaria yang pasti belum diketahui.
Klorokuin dapat bekerja dengan menghambat sintesis enzimatikDNA dan RNA
pada mamalia dan sel protozoa atau dengan membentuk suatu kompleks dengan DNA yang
mencegahreplikasi atau transkripsi ke RNA. Dalam parasit, obat ini berkumpul dalam
vakuola dan meningkatkan pH organela ini, yangmempengaruhi kemampuan parasit untuk
memetabolisme dan menggunakan Hb sel darah merah. Gangguan denganmetabolism
fosfolipid dalam parasit pernah dicoba. Toksisitas selektif terhadap parasit
malaria bergantung padamekanisme yang mengumpulkan klorokuin dalam sel yang
terinfeksi. Konsentrasi klorokuin dalam eritrosit normal adalah10-20 kali dalam plasma,
dalam eritrosit yang terinfeksi, konsentrasinya kira-kira 25 kali eritrosit
normal.Resistensi :Parasit yang resisten terhadap klorokuin tampaknya mengeluarkan
klorokuin melalui suatu membrane pompa P-glikoprotein yang mirip dengan resistensi sel
kanker terhadap banyak obat. Pompa dapat dihambat dan resistensi dapatdiubah (in vitro)
oleh beberapa obat, termasuk verapamil dan desipramin.Efek samping :Gangguan saluran
cerna, sakit kepala ringan, gatal, anoreksia, lesu, pandangan kabur, dan uritikaria.Reaksi yang
terjadi : hemolisis pada pasien defisiensi G6PD, gangguan pendengaran, bingung, psikosis,
kejang, gangguandarah, reaksi kulit, dan hipotensi.
PIRIMETAMIN
Kerja antimalaria :Pirimetamin merupakan skizontisid darah, namun demikian karena obat ini
bekerja lebih lambat dari klorokuin atau kuinin,obat-obat tersebut dapat digunakan secara
tunggal profilaksis, tidak untuk terapi. Pirimetamin mempunyai afinitas tinggiuntuk dan lebih
efektif menghambat dihiddrofolat reduktase plasmodial daripada enzim manusia, sebagai
hasil penurunanasam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat (asam folinat) secara
selektif dihambat dalam parasit.Resistensi :Strain P. falciparum yang resisten tampak di
seluruh dunia. Karena itu, profilaksis terhadap malaria falsiparum dengan satuobat tidak
direkomendasikan lagi. Meskipun strain P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin juga
resisten terhadappirimetamin, tetapi kadang-kadang parasit tersebut masih rentan terhadap
obat-obat ini yang direkombinasikan dengansulfonamide atau sulfon.Efek samping :Pada
pengobatan malaria, kebanyakan penderita mentoleransi pirimetamin dengan baik. Reaksi
saluran cerna dan alergi jarang terjadi
SULFONAMID
Sulfonamide bersifat skizontisid darah terhadap beberapa strain P. falciparum dengan
mekanisme kerja yang sama sepertiterhadap bakteri yaitu menghambat sintesis asam
dihidrofolat. Namun, obat ini mempunyai efek lemah terhadap skizondarah P vivax, dan obat
ini tidak aktif terhadap gametosit atau stadium hepatic P. falciparum atau P. vivax.h
FANSIDAR
Farmakokinetik Fansidar diabsorpsi dengan baik. Komponennya memperlihatkan kadar
puncak plasma dalam waktu 2-8 jam dandiekskresikan terutama melalui ginjal. Waktu paruh
rata-rata kira-kira 170 jam untuk sulfadoksin dan 80-110 jampirimetamin.Kerja antimalaria
dan resistensiFansidar efektif terhadap strain malaria falsiparum tertentu. Namun demikian,
kuinin harus diberikan bersamaan padapengobatan penderita malaria berat, karena Fansidar
bekerja secara lambat. Fansidar tidak efektif terhadap malariavivaks, serta kegunaannya pada
malaria ovale dan malaria belum banyak diteliti.Efek samping :Efek samping dosis tunggal
fansidar jarang, biasanya berkaitan dengan alergi terhadap sulfonamide termasuk
hematologic,saluran cerna, system saraf pusat, dermatologic dan system ginjal. Fansidar tidak
lagi digunakan untuk profilaksis lanjutankarena efek reaksi berat, termasuk eritema
multiforme, sindrom Steven Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik yangtimbul secara
perlahan tetapi frekuensinya bermakna.
DOSIS
Pengobatan malaria falsiparum
Lini pertama: tablet artesunat + tablet amodiakuin + t.primakuin
Hari Jenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-2 bl 2 – 11 bl 1– 4 th 5 – 9 th 10-14 th ≥15 th
1.
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin *) *) ¾ 1½ 2 2-3
2.Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
3.Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodikuin ¼ ½ 1 2 3 4
Komposisi obat :
Artesunat: 50 mg/tablet
Amodiakuin:200 mg/tablet≈153 amodiakuin base/tablet. Primakuin 1 tablet berisi
25mg garam/tablet setara dengan 15 mg basa.
Dosis menurut berat badan :
Artesunat : 4 mg/kg BB /hari
Amodiakuin : 10 mg basa/kg BB/hari
Primakuin : 0,75 mg/kg BB/hari
Bila terjadi gagal pengobatan lini pertama maka diberikan pengobatan lini kedua sbb :
Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum
Hari Jenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-11bl 1-4th 5-9th 10-14th ≥15th
1.
Kina *) 3x½ 3x1 3x1½ 3x2
Tetrasiklin/
Doksisiklin
- - - - 4x1
Primakuin - ¾ 1½ 2 2-3
2-7
Kina *) 3x½ 3x1 3x1½ 3x2
Tetrasiklin/
Doksisiklin
- - - - 4x1
Keterangan :
1. *) Kina : 1 tablet kina sulfat mengandung 200 mg kina garam.
2. Pemberian kina pada anak usia < 1 th harus berdasarkan berat badan.Dosis kina : 30
mg/kgBB/hari (dibagi 3 dosis).
3. Doksisisiklin tidak diberikan pada anak usia<8 th.
4. Dosis Doksisiklin untuk anak usia 8-14 th :2 mg/kgBB/hari.
5. Bila tidak ada Doksisiklin dapat diberikan Tetrasiklin.
6. Dosis Tetrasiklin:25-50 mg/kgBB/4 dosis/hari atau 4x1(250 mg) selama 7
hari.Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak usia<12 bln dan ibu hamil.
7. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak usia<1 th.
8. Dosis Primakuin : 0,75 mg/kgBB,dosis tunggal.
Penggunaan pengobatan lini kedua berdasarkan kriteria sbb:
1. Penderita sudah menyelesaikan pengobatan lini pertama (3 hari).
2. Pada waktu periksa ulang hari 4 atau hari 5 sampai 28 penderita belum sembuh atau
kambuh.
Penderita dikatakan tidak sembuh bila :
1. Penderita tetap demam atau gejala klinik tidak membaik yang disertai parasitemia
aseksual.
2. Penderita tidak demam atau tanpa gejala klinis lainnya,tetapi ditemukan parasitemia
aseksual.
Bila dalam pengobatan lini pertama kemudian dijumpai tanda2 klinis darurat sbb : tidak
dapat makan/minum,tidak sadar,kejang,muntah berulang,sangat lemah(tidak
dapatduduk/berdiri) maka penderita harus dikelola sebagai malaria berat atau dirujuk dan
tidak diberikan obat lini kedua.
Penderita dikatakan kambuh bila dalam kurun waktu 14 – 28 hari :
- Penderita tetap demam atau gejala klinis tidak membaik yang disertai parasitemia aseksual.
- Penderita tidak demam atau tanpa gejala klinis lainnya,tetapi ditemukan parasitemia
aseksual.
Pengobatan Malaria Klinis
Pengobatan malaria klinis dilakukan didaerah yang belum memungkinkan untuk
pemeriksaan laboratorium baik dengan mikroskopik maupun dengan RDT.
Pengobatan malaria klinis terdiri dari 2 regimen pengobatan yaitu :
Pengobatan lini pertama yang menggunakan klorokuin dengan primakuin
pengobatan lini kedua yang menggunakan kina dan primakuin tablet.
Pengobatan lini pertama malaria klinis :
Hari Jenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1 bl 2-11bl 1-4th 5-9th 10-14th ≥ 15th
H 1Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4*)
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3**)
H 2 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4*)
H 3 Primakuin 1/8 ¼ ½ 1 1 ½ 2
Keterangan :
*) Bila perkiraan berat badan <50 kg,diberikan 3 tablet klorokuin bila >50 kg diberikan 4
tablet klorokuin.
**)Bila perkiraan berat badan <50 kg,diberikan 2 tablet primakuin bila >50 kg diberikan 3
tablet primakuin.
Pengobatan lini pertama malaria klinis berdasarkan berat badan ***)
H 1 H 2 H 3
Klorokuin
Basa
10 mg/kg bb 10 mg/kg bb 5 mg/kg bb
Primakuin 0,75 mg/kg bb - -
Keterangan :
***)Pemberian dosis obat untuk bayi harus berdasarkan B.B
Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi.
Pemantauan :
1. Apabila pada hari ke 4 setelah pengobatan lini pertama penderita tetap demam, tetapi
tidak memburuk (tidak berkembang menjadi malaria berat ), di daerah yang sulit
mendapatkan pemeriksaan laboratorium maka pengobatan malaria klinis diulangi
dengan kina selama 7 hari dan primakuin 1 hari (pengobatan lini kedua).
2. Bila ada 1 atau lebih tanda-tanda bahaya selama pengobatan, penderita segera dirujuk
untuk mendapat kepastian diagnosis dan penanganan selanjutnya (bila tempat rujukan
sulit dicapai,penderita diberikan 1 dosis kina parenteral 10 mg/kgbb im ).
3. Tanda-tanda bahaya tersebut adalah :
a. tidak dapat makan/minum
b. tidak sadar
c. kejang
d. muntah berulang
e. sangat lemah (tidak dapat duduk/berdiri).
Pengobatan lini kedua malaria klinis
Hari Jenis obatJulah Tablet Per Hari Menurut Kelompok Umur
0-1 bl 2-11bl 1-4 th 5-9 th 10-14th ≥15 th
H 1-7 Kina *) *) 3 x ½ 3 x 1 3 x 1½ 3 x 2
H 1 Primakuin - - ¾ 1 ½ 2 2-3
Keterangan :
*) Dosis untuk bayi (0-11) harus berdasarkan berat badannya.
- Satu tablet kina sulfat mengandung 200 mg kina garam.
- Dosis berdasarkan berat badan : - kina 30mg/kgbb/hari (dibagi 3 dosis).
- Primakuin 0,75 mg/kgbb, dosis tunggal.
Pemantauan : apabila pada hari ke 4 setelah pengobatan lini kedua, penderita tetap
demam,segera dirujuk untuk mendapatkan kepastian diagnosis.
Pengobatan Malaria Berat
Penatalaksanaan kasus malaria berat meliputi :
1. Tindakan umum
2. Pengobatan simptomatik
3. Pemberian obat anti malaria
4. Pengobatan komplikasi.
Pemberian Obat Anti Malaria
Obat anti malaria pilihan untuk malaria berat adalah
1. Lini pertama: derivat artemisin parenteral.
Artesunat injeksi atau artemeter injeksi. Artesunat injeksi untuk penggunaan di Rumah Sakit
atau Puskesmas perawatan. Artemeter injeksi untuk penggunaan dilapangan atau Puskesmas
yang tidak menyediakan artesunat injeksi.
Dosis dan cara pemberian Artesunat injeksi:
Sediaan : 1 ampul berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik,dilarutkan dalam 0,6 natrium
bikarbonat 5% diencerkan dalam 3 -5 cc D5%. Pemberian secara bolus
intravena selama ± 2 menit
Loading dose : 2,4 mg/kg bb IV diikuti 1,2 mg/kg bb IV pada jam ke 12 jam dan 24,
selanjutnya 1,2 mg/kg bb IV setiap hari sampai hari ke 7.
Bila penderita sudah dapat minum obat, ganti dengan artesunat oral.
Dosis dan cara pemberian Artemeter injeksi :
Sediaan : 1 ampul berisi 80 mg Artemeter. Artemeter injeksi diberikan secara intramuskuler,
selama 5 hari.
Dosis dewasa : dosis inisial 160 mg (2 ampul)im pada hari ke 1,diikuti 80 mg (1 ampul)im
pada hari ke 2 s/d ke 5.
Dosis untuk anak tergantung berat badan yaitu :
Hari pertama : 3,2 mg/kgbb/hari.
Hari II – V : 1,6 mg/kgbb/hari
2. Lini kedua: kina parenteral.
Kina per-infus
Kina perinfus masih merupakan obat pilihan untuk malaria berat. Kemasan garam kina HCl
25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.
Pemberian antimalaria prarujukan:
Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per-infus maka dapat diberikan Kinin antipirin
10 mg/kgbb intra muskular (dosis tunggal).
Cara pemberian kina perinfus :
Dosis anak-anak : Kina HCL 25 % (perinfus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6-8
mg/kgbb) diencerkan dengan Dektrosa 5% atau NaCL 0,9 % sebanyak 5-10 cc/kgbb
diberikan selama 4 jam,diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat.
Catatan :
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena karena toksik bagi jantung dan
dapat menimbulkan kematian.
Maksimum pemberian kina IV 3 hari. Apabila setelah 3 hari penderita masih belum
sadar dan pemasangan NGT memungkinkan maka diberikan tablet kina melalui NGT
sampai hari ke 7 sejak diberikan kina yang pertama.
Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral maka
dosis rumatan kina diturunkan ½ nya dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta
evaluasi klinik terhadap kemungkinan diagnosis lain
Bila sudah sadar/dapat minum obat pemberian kina IV diganti dg kina tablet peroral
dengan dosis 10 mg/kgbb/kali,pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung
sejak pemberian kina perinfus yang pertama)
Pada hari pertama pemberian kina oral, diberikan juga 1 dosis primakuin (0,75 mg/
kgbb). Anak umur < 1 th dan ibu hamil tidak boleh diberikan primakuin.
3. Pernisiosa manifestation
4. Imunitas
Malaria tropika adalah jenis malaria yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Sama
dengan jenis lainnya, malaria disebarkan melalui vector nyamuk spesies anopheles.
Plasmodium falciparum adalah infeksi yang paling serius dan yang sering memberi
komplikasi malaria berat antara lain malaria serebral dengan angka kematian tinggi.
Penyebab paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa yang
non-imun adalah malaria serebral.
DAFTAR PUSTAKA
Brust, john. Lange : Currrent Diagnosis and Treatment. Unites States of America : McGraw
Hill. 2007.
Dondorp, Arjen M. 2005. Review Articles: Pathophysiology, Clinical Presentation and
Treatment of Cerebral Malaria. Neurology Asia, Vol. 10. Pp. 67–77. Diunduh dari:
http://www.neurology-asia.org/articles/20052_067.pdf.
DHHS. 2009. Guidelines for Prevention and Treatment of Opportunistic Infections in HIV-
Infected Adults and Adolescents. Available from URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19357635. Diakses pada tanggal 28 September
2010.
Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Parasit Malaria. Dalam: Buku Ajar Parasitologi
Kedokdteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Harijanto, P.N. 2009. Presentasi Klinis Malaria Berat. Malaria : dari Molekuler ke Klinis
Edisi 2. Jakarta : EGC.
Harijanto, P.N. 2000. Malaria : epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan
Penanganan. Jakarta : EGC
Kasper, Dennis L., Anthony S Fauci, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser,
J. Larry Jameson. 2005. Alterations in Body Temperature. Dalam: Harrison's Principles
of Internal Medicine. USA: McGraw-Hill Comp.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi 2 Cetakan 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Nugroho, Agung. 2009. Patogenesis Malaria Berat. Malaria : dari Molekuler ke Klinis Edisi
2. Jakarta : EGC.
Pusat Informasi Penyakit Infeksi. Malaria. (available at www.infeksi.com , diakses tanggal 3
Oktober 2012
Sudoyo,Aru W. 2006. Malaria. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.
Widoyono, 2011. Malaria. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Zulkarnain I, Setiawan B, Harijanto PN. 2009. Malaria Berat. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : InternaPublishing.
Zulkarnain, I., Setiawan B., 2006. Malaria Berat. Dalam: Sudoyo, A. W (eds). Ilmu Penyakit
Dalam Vol III. Ed 4. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 1745-1748
Guyton, Arthur C dan John E. Hall. 2007. Suhu Tubuh, Pengaturan Suhu, dan Demam.
Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Pengaturan suhu. Dalam : Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem.
Jakarta : EGC
Kasper, Dennis L., Anthony S. Fauci, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser,
J. Larry Jameson. 2005. Alterations in Body Temperature. Dalam: Harrison’s
Principles of Internal Medicine.USA: McGraw-Hill Comp.
Kumar, Vinay, Abul Abbas, Nelson Fausto. 2007. Acute and Chronic Inflammation. Dalam:
Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease 7th Edition. Chicago: Elsevier.