laporan tutorial a blok 10

67
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 10 DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 10 Siti Dwinindiya Putri 04111001017 Nuraidah 04111001030 Mary Gisca Theressi 04111001036 Neni Septria Ningsih 04111001058 Firman Oktavianus 04111001059 Audrey Witari 04111001060 Adiguna Darmanto 04111001064 Vhandy Ramadhan 04111001070 Fitri Nurrahmi 04111001077 Khumaisiyah 04111001094 Mulyati 04111001138

Upload: nyimas-inas-mellanisa

Post on 19-Jan-2016

51 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

parasitologi

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial a Blok 10

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A

BLOK 10

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 10

Siti Dwinindiya Putri 04111001017

Nuraidah 04111001030

Mary Gisca Theressi 04111001036

Neni Septria Ningsih 04111001058

Firman Oktavianus 04111001059

Audrey Witari 04111001060

Adiguna Darmanto 04111001064

Vhandy Ramadhan 04111001070

Fitri Nurrahmi 04111001077

Khumaisiyah 04111001094

Mulyati 04111001138

Pendidikan Dokter Umum

Universitas Sriwijaya

2012/2013

Page 2: Laporan Tutorial a Blok 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas ridho dan

karunia-Nya laporan tutorial skenario A blok 10 ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar

tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya.

Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat

dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 10 tutorial,

dan juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan

ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi

revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Penyusun

Page 3: Laporan Tutorial a Blok 10

SKENARIO A BLOK 10

Tn. Andi ( 30 tahun ) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar dan

kejang sejak 6 jam yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu

pasien mengalami demam yang diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien

juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut

serta diare ringan. BAK berwarna seperi kopi. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan

tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. Sebelumnya didapatkan riwayat

berpergian ke Papua tiga minggu sebelum sakit. Tidak ada riwayat transfuse darah

sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran GCS 9, TD: 100/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR: 24 x/menit, Temperatur: 38,6°C

Kepala- leher: pupil isokor, RC (+/+) N, kojungtiva palpebral anemis, sclera ikterik, kaku

kuduk (-)

Thorax dalam batas normal

Abdomen: Hepar & lien tak teraba

Ekstremitas: reflek patella (+/+) N, dan reflek Babinsky (-)

Pemeriksaan Laboratorium

Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%

Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan

parasite 13.800/µl.

Preparat darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+)

Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Kejang : keadaan otot yang rapuh, menegang dan terjadi pengerutan yang berlebihan

2. Demam : peningkatan temperature tubuh diatas normal ( 96°F/37°C)

3. Mengigik : tubuh gemetar secara involuntter seperti demam

4. Keluhan bicara pelo : ketidakmampuan atau adanya gangguan pada saat bicara

5. Lesu : keadaan meningkatnya ketidaknyamanan dan menurunya efisiensi akibat kerja

yang berkepanjangan.

6. Lemah sesisi : Ketidakmampuan menggerakkan anggota badan di salahsatu sisi

7. Kesadaran GCS : skala untuk mengukur tingkat kesadaran terutama sesudah cidera

kepala. ( Glasgow Coma Scale )

Page 4: Laporan Tutorial a Blok 10

8. Pupil Isokor : ukuran pupil yang sama

9. Diare : pengeluaran tinja berair berkali kali yang tidak normal

10. RC : penutupan kelopak mata sewaktu konjungtiva disentuh ( Refleks Konjugtiva )

11. GDS : keadaan gula darah sewaktu

12. Delicate ring : cincin tipis

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Tn. Andi (30 tahun ) mengeluh tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu.

2. 10 hari yang lalu, pasien mengalami demam, menggigil dan berkeringat

3. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak

nyaman pada perut serta diare ringan. BAK berwarna seperti kopi.

4. Didapatkan riwayat berpergian ke Papua tiga minggu sebelum sakit dan tidak ada

riwayat transfusi darah sebelumnya.

5. Pemeriksaan Fisik

6. Pemeriksaan Laboratorium

III. ANALISIS MASALAH

Tn. Andi (30 tahun ) mengeluh tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu.

1. Bagaimana patofisiologi kejang dan tidak sadar dan mengapa kejang dan penurunan

kesadaran dirasakan sejak 6 jam yang lalu ?

Tidak sadar :

Tidak sadar terjadi akibat gangguan fungsi mitokondria. Gangguan fungsi

mitokondria akibat inflamasi timbul melalui 2 mekanisme, pertama mitokondria tidak

dapat menggunakan oksigen yang cukup tersedia, karena sitokin proinflamasi

menghambat kemampuan mitokondria untuk menggunakan oksigen. Mekanisme

kedua adalah mitokondria kekurangan oksigen, karena sitokin proinflamasi secara

tidak langsung mengurangi suplai oksigen ke sel yang selanjutnya mengurangi

kemampuan mitokondria untuk menghasilkan ATP. Gangguan suplai oksigen ke sel

terjadi karena sitokin secara tidak langsung meningkatkan sekuestrasi baik eritrosit

terinfeksi maupun leukosit dan trombosit, atau peningkatan produksi mikropartikel.

Gangguan pada mitokondria menyebabkan ensefalopati, hiperlaktatemia, dan asidosis

metabolik (Nugroho, 2009).

Page 5: Laporan Tutorial a Blok 10

Kejang :

Merozoit yang menginfeksi eritrosit akan tumbuh menjadi matur dalam eritrosit.

Eritrosit yang mengandung parasit cenderung bersifat mudah melekat pada eritrosit

disekitarnya yang tidak terinfeksi, sel trombosit, dan endotel kapiler sehingga terjadi

pembentukan roset dan penggumpalan didalam pembulu darah yang dapat

memperlambat sirkulasi darah. Akibatnya terjadi hipoksia, gangguan otak, ginjal dan

syok dan akhirnya kejang.

2. Bagaimana hubungan keluhan pasein yang terjadi sejak 10 hari yang lalu dengan

keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu ?

Keluhan pasien berupa demam, menggigil dan berkeringat adalah gejala utama

malaria. Gejala ini terjadi pada awal. Apabila telah terjadi komplikasi, akibat

pertumbuhan parasit maka beberapa gejala akan tampak seperti kejang dan

tidaksadarkan diri. Keduanya adalah gejala malaria cerebral.

10 hari yang lalu, pasien mengalami demam, menggigil dan berkeringat

3. Mengapa keluhan dirasakan sejak 10 hari yang lalu ?

Keluhan pada 10 hari yang lalu yaitu demam, menggigil dan berkeringat berkaitan

erat dengan pecahnya skizon menjadi merozoit dan masuk ke aliran darah/ invasi

eritrosit. Keluhan dirasakan sejak 10 hari yang lalu karena gejala klinik malaria

biasanya terjadi 10-16 hari setelah digigit nyamuk. Dengan kata lain, fase invasi ke

sel darah merah( merozoit) terjadi pada waktu tersebut.

4. Bagaimana hubungan keluhan dengan riwayat berpergian ke Papua 3 minggu yang

lalu ?

Papua merupakan salah satu daerah dengan angka kejadian malaria yang tinggi di

Indonesia. Menurut survey oleh depkes RI (2008-2009), provinsi Papua Barat

merupakan provinsi dengan API (Annual Parasite Insidence) tertinggi di Indonesia.

Mungkin Tn. Andi mengalami gigitan nyamuk Anopheles betina saat berada di

lingkungan pedalaman Papua tersebut. Berikut adalah peta stratifikasi malaria tahun

2009 di Indonesia.

Page 6: Laporan Tutorial a Blok 10

Tingginya kejadian malaria ini dapat didukung oleh kondisi lingkungan di Papua yang

masih alami (banyak hutan, perbukitan, dan perairan) dapat mendukung

perkembangan nyamuk Anopheles sebagai perantara dari Plasmodium. Selain itu,

iklim Indonesia yang tropis sangat mendukung perkembangan Plasmodium.

Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan di daerah terpencil seperti Papua

yang masih rendah juga dapat mempengaruhi kejadian malaria.

5. Bagaimana patofisiologi demam yang disertai perasaan menggigil dan berkeringat ?

Demam

Infeksi parasit Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen Merangsang

pirogen endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) Memacu

pelepasan asam arakidonat ↑↑ sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus

↑↑ set point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan ↑↑

pembentukan panas Suhu meningkat Demam.

Mekanisme mengigil

Jika terjadi perubahan Set-point pusat pengatur suhu hipotalamus yang tiba-tiba dari

nilai normal menjadi lebih tinggi dari normal ( akibat penghancuran jaringan, zat

pirogen, atau dehidrasi ), biasanya dibutuhkan waktu beberapa jam agar suhu tubuh

dapat mencapai set-point suhu yang baru. Pada saat ini suhu darah masih jauh lebih

rendah dari Set-point pengatur suhu hipotalamus. Oleh karena itu, akan terjadi reaksi

umum yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh. Selama periode ini, orang tersebut

akan mengigil dan merasa sangat kedinginan, walaupun suhu tubuhnya mungkin telah

diatas normal. Mengigil dapat berlanjut sampai akhirnya suhu tubuh mncapai set-

point hipotalamus.

Page 7: Laporan Tutorial a Blok 10

*pengeluaran panas lebih besar daripada pemasukan termostat menyeimbangkan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka untuk berkontraksi (bergerak) guna menghasilkan panas tubuh menggigilMekanisme berkeringat

Berkeringat pada dasarnya merupakan suatu proses untuk menurunkan suhu tubuh.

Ketika tersmostat hipotalamus merasa telah cukup penaikan suhu tubuh, maka suhu

inti akan dikembalikan pada sushu normal yaitu 370C, akan tetapi baru suhu pada

hipotalamus yang kembali normal, belum pada anggota tubuh yang lain. Oleh karena

itu, tubuh akan melakukan vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga panas dapat

dikeluarkan dan suhu tubuh kembali normal.

6. Bagaimana klasifikasi demam dan hubunganya dengan kasus ?

• Demam dengan localizing signs

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada

kategori ini (Tabel 5.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda

secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan

dengan pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.1

Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs

Kelompok Penyakit

Infeksi saluran nafas atas

ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis herpetika

Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia

Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis

Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis

Eksantem Campak, cacar air

Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki

Neoplasma Leukemia, lymphoma

Tropis Kala azar, cickle cell anemia

Page 8: Laporan Tutorial a Blok 10

• Demam tan

Demam tanpa localizing signs

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya

localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama

terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan

hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 6.

menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.1 Demam tanpa localizing signs

umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan

sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak

berusia kurang dari 36 bulan.6

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1

minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi

penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever

Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis

Sebagian besar virus (HH-6)

Infeksi saluran kemih

Malaria

Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis

Tampak baik, CRP normal, leukosit normal

Dipstik urine

Di daerah malaria

PUO (persistent pyrexia of unknown origin) atau FUO

Juvenile idiopathic arthritis

Pre-articular, ruam, splenomegali, antinuclear factor tinggi, CRP tinggi

Pasca vaksinasi

Vaksinasi triple, campak

Waktu demam terjadi berhubungan dengan waktu vaksinasi

Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis eksklusi

Page 9: Laporan Tutorial a Blok 10

of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama

minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di

rumah sakit.1

7. Bagaimana pola demam ?

•Demam kontinyu atau sustained fever

Ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal

0,4°C selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi

atau tidak signifikan

•Demam remiten

Ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi

melebihi 0,5°C per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering

ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu Variasi

diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

•Demam intermiten

Suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang

hari Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek

klinis.

•Demam septik atau hektik

Terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak

dan titik terendah suhu yang sangat besar.

•Demam quotidian

Disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap

hari.

•Demam quotidian ganda

Memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

•Undulant fever

Menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama

beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

•Demam lama (prolonged fever)

Menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk

penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

•Demam rekuren

Page 10: Laporan Tutorial a Blok 10

Demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang

melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

•Demam bifasik

Menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever

pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola

demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam

kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African

hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

•Relapsing fever dan demam periodik

Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau

irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau

beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana

digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari

ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang

disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu

(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba

berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang

hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6°C pada tick-borne fever dan

39,5°C pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut,

dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-

Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang umumnya

mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat

organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah

mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis,

Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue

sampai reaksi anafilaktik full-blown.

o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan

Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan

gejala merupakan petunjuk diagnosis.

o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada

1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit

pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk

Page 11: Laporan Tutorial a Blok 10

LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari,

diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini

mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia

hemolitik.

Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak

nyaman pada perut serta diare ringan. BAK berwarna seperti kopi.

8. Bagaimana patofisiologi dari : a. Lesu

Adanya kekurangan oksigen jaringan yang disebabkan rusaknya eritrosit

b. Nyeri kepala

Sekresi mediator inflamasi seperti TNFά yang berlebih akibat dari

pengaktifan makrofag oleh pirogen eksogen

c. Nyeri tullang dan sendi

Pirogen eksogen dan endongen akan berinteraksi dengan endotel dari

kapiler-kapiler di circumventricular vascular organ sehingga meembuat

konsentrasi prostaglandin-E2 (PGE2) meningkat. PGE2 yang terstimulus

tidak hanya yang di pusat, tetapi juga PGE2 di perifer. Stimulus PGE2 di

pusat akan memicu hipotalamus untuk meningkatkan set point-nya dan

PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa nyeri di tubuh (Kasper, 2005).

d. Rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan

Sekuetrasi (tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler alat

dalam tubuh) paling banyak dideposit pada pembuluh darah otak akan

tetapi dari hasil autopsi ditemukan bahwa sekuestrasi tidak terjadi secara

merata di dalam tubuh, dan jumlah yang paling banyak adalah pada otak,

namun juga terjadi di jantung, mata, hati, ginjal, intestinal, dan jaringan

lemak. Dari hasil yang menuju kepada intestinal ini yang akan

menyebabkan peningkatan kontraksi pada kolon yang mengakibatkan

tidak enak perut dan diare (Dondorp, 2005)

e. BAK bewarna seperti kopi

Karena proses hemolisis intravaskuler (pemecahan eritrosit di dalam ah).

Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat jumlah hemoglobin

yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah

akan menyebabkan pembebasan Hb kedalam plasma, menyebabkan

Page 12: Laporan Tutorial a Blok 10

hemoglobinuria dan membuat warna yang abnormal pada urine dari

merah, coklat sampai kehitaman

Didapatkan riwayat berpergian ke Papua tiga minggu sebelum sakit dan tidak ada

riwayat transfusi darah sebelumnya.

9. Bagaimana epidemiologi penyakit di daerah papua berhubungan dengan kasus ?

Penyakit ini sudah mulai dikenal sejak 3000 tahun lalu, dimulai dari masa Hipocrates

(400-377SM), hingga pada masa Alpohonse Laveran (1880) yang menyatakan /

menemukan bahwa malaria disebabkan oleh plasmodium, dan Ross (1897)

menemukan bahwa perantara malaria adalah nyamuk Anopheles.

Malaria sendiri masih merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia,

karena angka morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi terutama di daerah luar jawa.

Bahkan beberapa provinsi merupakan daerah endemis malaria, seperti Papua, Papua

Barat, NTT, dsb.

Hasil riskesda 2007 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit ini cukup tinggi yaitu

2,85 %. Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi Malaria di atas prevalensi

nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu,

Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat,

Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua

Barat, dan Papua.

10. Bagaimana hubungan riwayat penyakit dari papua sampai pada keluhan tidak

sadarkan diri ?

Malaria dapat ditemukan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, terutama di

kawasan timur Indonesia (Parasitologi Kedokteran UI), sehingga kepergian Tn. Andi

ke Papua memungkinkan terjadinya tusukan nyamuk Anopheles betina yang

mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya. Ditambah lagi dengan keterangan

bahwa Tn. Andi tidak pernah melakukan transfusi darah sebelumnya, sehingga

menguatkan hipotesa bahwa Tn. Andi terjangkit malaria karena ditusuk nyamuk

Anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya di Papua.

Masa tunas intrinsik pada malaria adalah waktu antara sporozoit masuk dalam badan

hospes sampai timbul gejala demam, biasanya berlangsung 8-37 hari, tergantung pada

spesies parasit(terpendek untuk P. falciparum <9-14 hari>, terpanjang untuk P.

malariae), beratnya infeksi dan pengobatan sebelumnya atau derajat imunitas hospes.

Page 13: Laporan Tutorial a Blok 10

Pemeriksaan Fisik

11. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik ?

a. Kesadaran

GCS 9 . Hal ini menunjukkan bahwa Tn.Andi mengalami penurunan kesadaran

karena GCS < 11dimana GCS normal itu diatas 11.

Nadi 90x/menit, normal dimana rentang tekanan darah normal : 60-100x/menit

RR 24x/menit, normal dimana RR normal : 18-24x/menit

Temperatur 38,6◦C menunjukkan bahwa TN.Andi mengalami peningkatan suhu

tubuh (demam) dimana suhu tubuh normal : 36,5 – 37,2◦C

b. Kepala-leher : pupil isokor ( pupil sama besar), normal

Reflek cahaya : normal

Konjungtiva palpebra anemis : tidak normal, kurangnya Hb dalam darah dimana

Hb Tn.Andi dibawah normal yang dikarenakan penurunan eritrosit sehingga

konjungtiva pucat

Sklera ikterik : tidak normal, banyak sel darah merah yang pecah sehingga terjadi

banyak pembentukan bilirubin. Hiperbilirubinea akan menyebabkan sclera ikterik

karena pada sclera terdapat banyak pembuluh darah

Kaku kuduk (-), normal (-)

c. Torax dalam batas normal dimana tidak terjadikomplikasi edema paru.

d. Hepar dan Lien tidak teraba : normal dimana tidak terjadi splenomegali dan

hepatomegali.

e. Reflek patella (+/+) & reflek Babinsky (-) : normal dimana tidak terjadi

gangguan tonus otot dan neurologis

Pemeriksaan Laboratorium

12. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium ?

Keadaan Normal Tn. AndiHb 12-16 mg/dl 4,6 mg/dlGDS 145 mg% 70-145 mg%Kepadatan parasit 12.000/µl 13.800/µl-Hapusan darah tebal untuk menemukan adanya parasit malaria-Hapusan darah tipis untuk menentukan jenis parasit yang menginfeksi

Page 14: Laporan Tutorial a Blok 10

13. Bagaimana morfologi dari P.falciparum

a. Stadium Tropozoit

Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu hampir pada

semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini.Memeriksa SD malaria

berarti mencari tropozoit pada SD tersebut.

Morfologi (cirri-ciri khas) inti:

1. Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah bervariasi.

Semakin tua tropozoid kekompakan intinya berkurang

2. Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar), bersifat

kompak atau padat sehingga warna menjadi kontrasdan jelas.

b. Stadium Skizon

Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai skizon adalah :

1. Dalam satu siklus kehidupan parasit, skizon (jam terjadinya sporulasi)singkat

sekali.

2. Bentuk skizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darahdilakukan

dekat pada jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil).Keadaan klinis berat

pada saat sporulasi menyebabkan penderita tidak mampu pergi ke unit kesehatan,

tidak dapat dibuat SD-nya. Sebab itu jarang ditemukan SD positif yang

mengandung skizon.

3. Tidak pernah ditemukan skizon Parasit falciparum SD yang berasal dari darah

organ, kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat ditemukan.

4. Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk skizon harus dicari

bentuk ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum pada lapangan

berikutnya untuk menentukan speciesnya.

c. Staduim gametosit

Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :

1. Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling lambat 10

hari setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya gametosit Parasit

falciparum

pasa SD memberi pengertian pasien terlambat ditemukan. Jadi tidak semua SD

positif mengandung gametosit.

2. Gametosit  Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapatdibedakan

demikian juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon.

3. Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan species

Page 15: Laporan Tutorial a Blok 10

  Falciparum

(Biggs, 2001)

14. Bagaimana siklus hidup dari P.falciparum

Sporozoit dari liur nyamuk betina yang mengigit disebarkan ke darah atau sistem

limfa penerima melalui vector nyamuk anopheles betina.

Sporozoit berpindah kehati dan menembus hepatosit. Tahap dorman bagi sporozoit

Plasmodium dalam hati dikenal sebagai hipnozoit. Dari hepatosit, parasit berkembang

biak menjadi ribuan merozoit, yang kemudian menyerang sel darah merah.Di sini

parasit membesar dari bentuk cincin ke bentuk trofozoit dewasa. Pada tahap skizon,

parasit membelah beberapa kali untuk membentuk merozoit baru,yang meninggalkan

sel darah merah dan bergerak melalui saluran darah untuk menembus sel darah merah

baru. Kebanyakan merozoit mengulangi siklus inisecara terus-menerus, tetapi

sebagian merozoit berubah menjadi bentuk jantan atau betina (gametosit) (juga dalam

darah), yang kemudiannya diambil oleh nyamuk betina.

Dalam perut tengah nyamuk, gametosit membentuk gamet dan menyuburkan satu

sama lain, membentuk zigot motil yang dikenal sebagai ookinet. Ookinet menembus

dan lepas dari perut tengah, kemudian membenamkan diri pada membran perut luar.

Di sini mereka terbelah berkali-kali untuk menghasilkan sejumlah besar sporozoit

halus memanjang. Sporozoit ini berpindah ke kelenjar liur nyamuk, di mana ia

dicucuk masuk ke dalam darah inang kedua yang digigit nyamuk. Sporozoit bergerak

ke hati di mana mereka mengulangi siklus ini.Dalam beberapa spesies jaringan selain

hati mungkin dijangkiti. Namun hal ini tidak berlaku pada spesies yang menyerang

manusia

Page 16: Laporan Tutorial a Blok 10

IV. KETERKAITAN ANTAR MASALAH

Tn. Andi mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan dan BAK berwarna seperti kopi

6 jam yang lalu mengalami keluhan tidak sadar dan kejang

Dibawa ke IGD Rumah sakit

Tn. Andi (30 tahun )pergi ke Papua selama 3 minggu

10 hari yang lalu mengalami demam, mengigil dan berkeringat

Page 17: Laporan Tutorial a Blok 10

V. LEARNING ISSUE

Pokok Bahasan What I

Know

What I don’t Know What I have to

Prove

How will I

Learn

1. Plasmodium

falciparum

Defenisi a. morfologi

b. cara infeksi

Siklus hidup

plasmodium

Internet,

textbook,

jurnal

2. Malaria

Tropica

Defenisi a. Epidemologib. Etologic. Gejala klinisd. Cara diagnosise. Tata laksana

Patofisiologi

Malaria Tropica

3. Pernisiosa

manifestation

Defenisi -mekanisme

penyerangan

P.falciparum

-mutasi gen pada

P.falciparum

-siklus hidup

P.falciparum

f. 4. Imunitas Defenisi -jenis-jenis obat

antimalaria

-komposisi klorokuin

-mekanisme kerja

klorokuin

Page 18: Laporan Tutorial a Blok 10

VI. KERANGKA KONSEP

Demam mengigil berkeringat

Anemia Hemolitik

Infeksi Plasmodium Falciparum Papua ( daerah endemic)

Hemoglobinuria

Malaria Tropika

Tidak sadar

Hiperparasitemia

Komplikasi Malaria( Malaria Berat )

BAK Berwarna seperti kopi

Kejang

Page 19: Laporan Tutorial a Blok 10

VII. KESIMPULAN

Tn. Andi datang dengan keadaan kejang dan tidak sadar akibat mengalami malaria tropica

yang sudah mengalami komplikasi.

Page 20: Laporan Tutorial a Blok 10

VIII. SINTESIS

1. Plasmodium falciparum

a. Morfologi

a. Stadium Tropozoit

Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu hampir pada

semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini.Memeriksa SD malaria berarti

mencari tropozoit pada SD tersebut.

Morfologi (cirri-ciri khas) inti:

1. Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah bervariasi. Semakin

tua tropozoid kekompakan intinya berkurang

2. Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar), bersifat

kompak atau padat sehingga warna menjadi kontrasdan jelas.

b. Stadium Skizon

Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai skizon adalah :

1. Dalam satu siklus kehidupan parasit, skizon (jam terjadinya sporulasi)singkat sekali.

2. Bentuk skizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darahdilakukan dekat

pada jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil).Keadaan klinis berat pada saat

sporulasi menyebabkan penderita tidak mampu pergi ke unit kesehatan, tidak dapat dibuat

SD-nya. Sebab itu jarang ditemukan SD positif yang mengandung skizon.

3. Tidak pernah ditemukan skizon Parasit falciparum SD yang berasal dari darah organ,

kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat ditemukan.

4. Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk skizon harus dicari bentuk

ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum pada lapangan berikutnya

untuk menentukan speciesnya.

c. Staduim gametosit

Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :

1. Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling lambat 10 hari

setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya gametosit Parasit falciparum

pasa SD memberi pengertian pasien terlambat ditemukan. Jadi tidak semua SD positif

mengandung gametosit.

Page 21: Laporan Tutorial a Blok 10

2. Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapatdibedakan demikian

juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon.

3. Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan species

Falciparum

(Biggs, 2001)

b. Siklus Hidup

Ketika nyamuk anopheles betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit

manusia, akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah dan

jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon jaringan

dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar

merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit

(stadium eritrositer). Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang sehingga

eritrosit pecah dan keluar merozoit.

Sebagian besar Merozoit masuk kemabli ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit

jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus

hidupnya di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Didalam lambung nyamuk, terjadi

perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang

disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk

berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang

berpindah ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia.

Khusus Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati

(sizon jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke

sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati –disebut hipnosit-. Bentuk hipnosit inilah

yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila

suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk,

stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk

melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah

akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah menderita

Plasmodium vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau

stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh

nyamuk anopheles.

Page 22: Laporan Tutorial a Blok 10

Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati SD positif Plasmodium vivax/ plasmodium

ovale.Pada Plasmodium falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan

menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan

terjadinya malaria berat atau komplikasi. Plasmodium Falciparum dalam jaringan yang

mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di dalam otak- peristiwa ini disebut

sekustrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah

tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral

mencapai 20-50% hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa

neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel.

c. Cara infeksi

Melalui gigitan nyamuk anopeles betina yang pada air liurnya mengandung spororoid,

jika tidak mengandung sporozoid maka tidak akan menyebarkan plasmodium

Transfusi darah dari penderita yang mengidap malaria ataupun yang mengandung hipnozoid pada darahnya.

Melalui jarum suntik yang tercemar parasit plasmodium

Dari ibu hamil penderita malaria ke janin ini jarang sebab janin biasanya mendapatkan perlindungan antibody lewat transplasenta.

Dari transplantasi organ.

Page 23: Laporan Tutorial a Blok 10

2. Malaria Tropica

a. Epidemologi

a. Orang

Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 300-500 juta kasus

dengan kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun dimana lebih dari 80% adalah anak-anak

yang berusia kurang dari 5 tahun.13 Berdasarkan SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga)

tahun 2001, CSDR akibat malaria pada laki-laki 11 per 100.000 penduduk dan wanita 8 per

100.000 penduduk.18

b. Tempat

Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 64o lintang utara (Rusia) sampai dengan 32o

lintang selatan (Argentina), dari daerah dengan ketinggian 2.666 m (Bolivia) sampai dengan

daerah yang letaknya 433 m di bawah permukaan laut (Laut Mati). Kini malaria banyak

dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara,

Timur Tengah, India, Asia Selatan, Asia Tenggara, Indo Cina, dan pulau-pulau di Pasifik

Selatan.

Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas mulai dari daerah yang

beriklim dingin, subtropis sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat.

Di Indonesia, spesies ini tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium falciparum terutama

menyebabkan malaria di Afrika, Asia, dan daerah-daerah tropis lainnya. Di Indonesia, parasit

ini tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium malariae meluas meliputi daerah tropis

maupun daerah subtropik. Di Indonesia spesies ini dijumpai di Indonesia Bagian Timur.

Plasmodium ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik

Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasit ini terdapat di Pulau Owi

sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur.

c. Waktu

Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1% (30.000 kematian dari 30 juta

kasus). Tahun 2005, CFR malaria 2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus). Pada tahun yang

sama CFR malaria falsiparum 1,12% (44 kematian dari 3.924 kasus).

Determinan Penyakit Malaria

Penyebaran penyakit malaria sangat ditentukan oleh faktor Host, Agent, dan Environment.

a. Host

1. Host Intermediate (Manusia)

Page 24: Laporan Tutorial a Blok 10

Keadaan manusia dapat menjadi pengandung gametosit yang dapat meneruskan daur hidup

nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu yang dapat ditular malaria, tapi ada juga yang kebal

dan tidak mudah ditular malaria.14

Faktor manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit malaria yaitu :

1.1. Umur

Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria dibandingkan orang dewasa.15 Anak-anak

usia kurang dari 5 tahun adalah kelompok terbanyak yang berisiko terhadap malaria.

Pertahanan tubuh terhadap malaria yang diturunkan penting untuk melindungi anak kecil atau

bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang

biaknya parasit malaria.

1.2. Ras

Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (faktor rasial) terhadap

penyakit malaria.14 Individu yang tidak mempunyai determinan golongan darah Duffy

(termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah terhadap Plasmodium

vivax.

1.3. Jenis Kelamin

Infeksi parasit plasmodium dapat menyerang semua masyarakat dari segala golongan

termasuk golongan yang paling rentan seperti wanita hamil.13 Hasil penelitian Gomes (2001)

menyatakan bahwa ibu hamil yang anemia kemungkinan 8,56 kali menderita malaria

falsiparum dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia.

1.4. Riwayat malaria

Kekebalan residual adalah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi terdahulu

dengan strain homolog spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap hanya untuk beberapa

waktu.

1.5. Cara Hidup

Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria, seperti tidur tidak memakai

kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk pada saat melakukan aktivitas di luar rumah

dan pada saat sore hari, dan penggunaan insektisida yang tidak teratur di dalam rumah.

Menurut penelitian Dasril (2005) dengan desain penelitian case control menyatakan bahwa

penderita malaria kemungkinan 3,2 kali tidak memakai repelen dibandingkan dengan tidak

penderita malaria.

1.6. Imunitas

Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria memiliki kekebalan alami terhadap

penyakit malaria.13 Di daerah endemi dengan transmisi malaria yang tinggi hampir

Page 25: Laporan Tutorial a Blok 10

sepanjang tahun, penduduknya sangat kebal dan sebagian besar dalam darahnya terdapat

parasit malaria dalam jumlah kecil. Selain itu, di daerah endemis malaria terdapat kekebalan

kongenital (atau neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan tinggi.

1.7. Pekerjaan

Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi berisiko lebih besar terhadap

penyakit malaria, seperti tugas-tugas dinas di daerah endemis untuk jangka waktu yang lama

sampai bertahun-tahun misalnya petugas medis, petugas militer, misionaris, pekerja tambang,

dan lain-lain.13 Pekerjaan sebagai buruh perkebunan yang datang dari daerah yang non

endemis ke daerah yang endemiss belum mempunyai kekebalan terhadap penyakit di daerah

yang baru tersebut sehingga berisiko besar untuk menderita malaria. Begitu pula pekerja-

pekerja yang didatangkan dari daerah lain akan berisiko menderita malaria.

Menurut penelitian Dasril (2005) dengan desain penelitian case control penderita malaria

kemungkinan 4 kali bekerja di luar rumah malam hari dibandingkan dengan tidak penderita

malaria.

1.8. Status gizi

Seorang penderita malaria yang mengalami gizi buruk akan mempengaruhi kerja

farmakokinetik obat anti malaria seperti diare dan muntah menurunkan absorpsi obat. Selain

itu, disfungsi hati menyebabkan metabolism obat menurun.13 Anak yang bergizi baik dapat

mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.

2. Host Definitive (Nyamuk Anopheles)

Nyamuk Anopheles di seluruh dunia meliputi kira-kira 2.000 spesies. Yang dapat menularkan

malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut pengamatan terakhir ditemukan 80

spesies Anopheles dan yang ditemukan sebagai vektor malaria adalah 15 spesies dengan

tempat perindukan yang berbeda-beda.

Di Jawa dan Bali An. sundaicus dan An. aconitus merupakan vektor utama, sedangkan An.

subpictus dan An. maculates merupakan vektor sekunder. An. sundaicus dan An. subpictus

banyak terdapat di daerah pantai, sedangkan An. aconitus dan An. maculates ditemukan di

daerah pedalaman. Di Sumatera yang ditemukan sebagai vektor penting adalah An.

sundaicus, An. maculates, dan An. nigerrimus, sedangkan An. sinensis dan An. letifer

merupakan vektor yang kurang penting.

Di Sulawesi, An. sundaicus, An. subpictus dan An. barbirostris merupakan vektor penting,

sedangkan An. sinensis, An. nigerrimus, An. umbrosus, An. flavirostris dan An. ludlowi

merupakan vektor sekunder. Di Kalimantan yang ditemukan sebagai vektor penting adalah

An. balabacensis, sedangkan An. letifer merupakan vektor sekunder. Vektor utama di Irian

Page 26: Laporan Tutorial a Blok 10

Jaya adalah An. farauti, An. punctuates, dan An. bancrofti, sedangkan An. karwari dan An.

koliensis merupakan vektor sekunder. Di NTT yang pernah ditemukan sebagai vektor utama

adalah An. sundaicus, An. subpictus, dan An. barbirostris.

Hanya nyamuk Anopheles betina yang bisa menularkan penyakit malaria pada manusia.

Kemampuan suatu spesies bertindak sebagai vektor untuk menularkan malaria ditentukan

oleh : keberadaannya di dalam atau dekat kediaman manusia, kesukaan akan darah manusia

atau hewan, dan lingkungan yang menguntungkan untuk perkembangan dalam jangka waktu

yang cukup lama sehingga Plasmodium dapat menyelesaikan daur hidupnya.

Hasil penelitian Barodj dkk (1999) menemukan nyamuk Anopheles subpictus lebih banyak

ditemukan istirahat di dalam rumah (57,4%) dibandingkan di luar rumah (43,6%).

b. Agent (Plasmodium)

Berbagai spesies dari genus plasmodium dari kelas Sporozoa merupakan parasit malaria pada

manusia. Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia ada empat jenis, yaitu :

1. Plasmodium vivax

Plasmodium vivax akan memberikan intensitas serangan dalam bentuk demam setiap 3 hari

sekali sehingga sering dikenal dengan istilah malaria tertian (malaria benigna). Jenis malaria

ini tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dan pada umumnya di daerah endemis

mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies yang lain. Eritrosit yang dihinggapi parasit P.

vivax mengalami perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus

berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama (titik Schuffner). Masa tunas intrinsik

berlangsung 12-17 hari.

2. Plasmodium malariae

Plasmodium malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana karena

serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Penyakit malaria kurtana meluas meliputi

daerah tropik maupun daerah subtropik. Frekuensi penyakit ini di beberapa daerah cenderung

menurun. Eritrosit yang dihinggapi Plasmodium malariae tidak membesar atau ukuran dan

bentuk eritrosit normal. Masa tunas intrinsik berlangsung 18 hari dan kadang-kadang sampai

30-40 hari.

3. Plasmodium ovale

Plasmodium ovale mempunyai waktu demam yang lebih pendek dan biasanya bisa sembuh

spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti Plasmodium vivax, yaitu 12-17 hari. Plasmodium

vivax dapat ditemukan di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan

beberapa lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak

Page 27: Laporan Tutorial a Blok 10

Irian Jaya dan di Pulau Timor. Perubahan eritrosit yang terjadi yaitu eritrosit tampak oval

dengan tepi bergerigi. Titik Schuffner menjadi lebih banyak.

4. Plasmodium falciparum

Parasit ini ditemukan di daerah tropik terutama di Afrika dan Asia Tenggara sehingga disebut

dengan penyebab malaria tropika (malaria maligna). Di Indonesia parasit ini tersebar di

seluruh kepulauan. Spesies ini merupakan paling berbahaya karena penyakit yang

ditimbulkannya dapat menjadi berat. Pada malaria falciparum, eritrosit yang terinfeksi tidak

membesar selama stadium perkembangan parasit. Namun, terjadi perubahan yang

menyerupai bentuk pisang.

c. Environment (Lingkungan)

Keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keadaan malaria di suatu

wilayah. Keadaan lingkungan ini terbagi menjadi empat macam, yaitu :

1. Lingkungan Fisik

1.1. Iklim

Pengaruh iklim penting sekali terhadap ada atau tidaknya malaria. Di daerah yang beriklim

dingin, transmisi malaria hanya mungkin terjadi pada musim panas.

1.2. Curah Hujan

Selama musim kemarau, jumlah kasus malaria umumnya menurun, sedangkan setelah hujan

beberapa minggu jumlah kasus malaria mulai menanjak sampai mencapai puncaknya. Air

hujan yang menyebabkan genangan-genangan air merupakan tempat perindukan nyamuk

sehingga dengan bertambahnya tempat perindukan populasi nyamuk juga akan bertambah

penularannya.

1.3. Sinar Matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus

lebih suka tempat teduh, sebaliknya An. hyrcanus lebih menyukai tempat terbuka. An.

barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun di tempat yang terang.

1.4. Arus Air

An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir sedikit. An.

minimus menyukai tempat perindukan yang aliran airnya cukup deras dan An. sundaicus di

tempat yang airnya tergenang.

2. Lingkungan Kimiawi

Lingkungan yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan.

Jumlah nyamuk pantai mulai bertambah sewaktu genangan air meningkat kadar garamnya,

yaitu dengan tertutupnya muara sungai pada musim kemarau.21 Hasil penelitian Barodj

Page 28: Laporan Tutorial a Blok 10

(2000) dengan desain penelitian cross sectional menemukan jentik An. subpictus dapat hidup

pada perairan payau dengan salinitas sampai 42‰.

3. Lingkungan Biologik

Adanya daerah perindukan yang ideal dan tersedia sepanjang tahun bagi nyamuk An.

aconitus di pedalaman, yaitu daerah persawahan di lereng bukit yang terus menerus ditanami

padi karena mendapat aliran air sepanjang tahun dari mata air, merupakan penyebab malaria

bertahan di kecamatan-kecamatan di Jawa. Selain itu juga karena kepadatan hewan ternak

besar di daerah tersebut sangat rendah sehingga vektor An.aconitus yang bersifat zoofilik

akan lebih banyak menggigit manusia.

Berdasarkan macam darah yang disenangi, nyamuk Anopheles sp dibedakan atas:

antropofilik apabila nyamuk lebih senang darah manusia, zoofilik apabila nyamuk lebih

senang menghisap darah binatang dan golongan nyamuk yang tidak punya pilihan tertentu.26

4. Lingkungan Sosial Budaya dan Ekonomi

Lingkungan sosial budaya dan ekonomi setempat sangat mempengaruhi besar kecilnya

kontak antara manusia dengan vektor. Berbagai kebiasaan seperti cara membuat rumah, cara

bertani, dan adat kebiasaan lainnya dapat menambah kontak antara manusia dengan vektor.

Di Indonesia bagian timur, orang membangun rumah dengan dinding yang dibuat dari “gaba-

gaba” yaitu batang daun sagu. Dinding rumah seperti itu biasanya tidak rapat sehingga

nyamuk dengan mudah dapat masuk ke dalam rumah. Kebiasaan menunggui ladang selama

bercocok tanam dan tidur di pondok-pondok yang sangat sederhana sangat menambah

pemaparan.21

Menurut penelitian Dasril (2005) dengan desain penelitian case control menyatakan penderita

malaria kemungkinan 5,2 kali tidak memasang kawat kasa pada rumah dibandingkan dengan

tidak penderita malaria.

b. Etologi

c. Patofisiologi

Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan hipotesis

telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama berhubungan dengan

gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit

pada endotelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup

(survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam

patogenesis terjadinya demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat

Page 29: Laporan Tutorial a Blok 10

menyebabkan reaski leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak

menimbulkan perubahan patofisiologik.

Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai

berikut :

a. Penghancuran eritrosit.

Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit,

tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung

parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular

yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal

ginjal.

b. Mediator endotoksin-makrofag.

Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif

endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan

patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari

rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor

(TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang

terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam,

hipoglimeia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory

distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat

juga menghancurkan plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan

eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada

anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia,

hiperparasitemia dan beratnya penyakit.

c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi.

Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk tonjolan-

tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan

bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang

mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam,

sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit

yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge)

yang membendung kapiler dalam alam-alat dalam.

Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel) dan

menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat

Page 30: Laporan Tutorial a Blok 10

menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-

tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit

yang terinfeksi plasmodium P. falciparum.

d. Gejala klinis

Secara umum, malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan

splenomegaly (trias malaria). Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam

berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, nyeri sendi dan tulang, demam ringan,anoreksia, perut

tidak enak, dan kadang-kadang dingin. Sedangkan manifestasi klinis untuk malaria berat

adalah jika terdapat parasitemia P. falciparum fase aseksual dengan disertai satu atau lebih

gambaran klinis atau laboratories berikut ini :

a. Manifestasi klinis: kelemahan, gangguan kesadaran, respiratory distress (pernapasan

asidosis ), kejang berulang, syok, edema paru, perdarahan abnormal, ikterik,

hemoglobinuria.

b. Pemeriksaan laboratorium: anemia berat, hipoglikemia, asidosis, gangguan fungsi

ginjal, hiperlaktatemia, hiperparasitemia (Sudoya, 2006).

Pada anamnesis sangat penting untuk diperhatikan:

a. Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,

muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria

c. Riwayat tinggal di daerah endemic malaria

d. Riwayat sakit malaria

e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir

f. Riwayat mendapat transfusi darah.

Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:

a. Temperatur rektal > 40oC

b. Nadi cepat dan lemah/kecil

c. Tekanan darah sistolik <70 mmHg

d. Frekuensi nafas > 35 kali per menit pada orang dewasa atau >40 kali per menit pada

balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit

e. Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11

f. Manifestasi pendarahan: ptekie, purpura, dan hematom

Page 31: Laporan Tutorial a Blok 10

g. Tanda dehidrasi : mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,

produksi air seni berkurang

h. Tanda-tanda anemia berat: konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat.

i. Terlihat mata kuning atau ikterik

j. Adanya ronkhi pada kedua paru

k. Pembesaran limpa dan atau hepar

l. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria

m. Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.

Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun hanya terdapat 3 gejala

terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu:

a. Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik

b. Kejang umum dan sekuel neurologik

c. Koma menetap selama 24-72 jam, mula-mula dapat dibangunkan, kemudian tak dapat

dibangunkan

e. Tata laksana

Cara Pencegahan Penyakit malaria:

1. Menghindari gigitan nyamuk, Tidur memakai kelambu, menggunakan obat nyamuk,

memakai obat oles anti nyamuk, pasang kawat kasa pada ventilasi, menjauhkan

kandang ternak dari rumah, kurangi berada di luar rumah pada malam hari.

2. Pengobatan pencegahan, 2 hari sebelum berangkat ke daerah malaria, minum obat

doksisilin 1 x 1 kapsul/ hari sampai 2 minggu setelah keluar dari lokasi endemis

malaria.

3. Membersihkan lingkungan, Menimbun genangan air, membersihkan lumut, gotong

royong membersihkan lingkungan sekitar, mencegahnya dengan kentongan.

4. Menebar kan pemakan jentik, Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan

pemakan jentik. Seperti ikan kepala timah, nila merah, gupi, mujair dll.

5. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu

berinsektisida.

6. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).

7. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.

8. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.

9. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.

Page 32: Laporan Tutorial a Blok 10

10. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.

11. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.

12. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan

serta genangan air.

13. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada

genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.

14. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau

sepanjang pantai.

Pengobatan Malaria berat terbagi menjadi 3, yaitu:

a. Pengobatan suportif

1. Pemberian cairan dan elektrolit seta oksigenasi

2. Bila suhu 40 derajat celcius diberikan komplres dingin intensif, antipirekrik

seperti parasetamol setiap 4 jam.

3. Jika tedapat kejang diberikan diazepam 10-20mg iv diberiakan secara berlahan

atau phenoforital 100mg um/ kali diberikan 2 kali sehari.

b. Pengobatan spesifik dengan anti malaria

1. Artemisin

Golongan artemisin merupakan pilihan pertama malaria berat. Sedian yang

digunakan diantaranya Artemether dosis 3,2mg/kgbb/hari im pada hari pertama.

Kemudian dilanjutkan dengan dosis 160 mg/kgbb/hari selama 4 hari. Dilanjutkan

dengan kombinasi peroral. Selain itu, artesunate 2,4 mg/Kgbb IV pada waktu

masuk, jam ke-12, dan jam ke-24. Selanjutnya setiap hari sekali sampai penderita

dapat minum obat secara oral. Pilihan obat peroral diantanya Artesunate dengan

amodiaquin selama 3 hari atau Kuinin dengan Tetrasiklin/doksisiklin/Klindamisin

selama 7 hari.

2. Transfusi ganti

Transfusi ganti dapat menurunkan secara cepat keadaan parasitemia. Tindakan ini

berguna untuk mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan toksin hasil

parasit dan metabolismenya serta memperbaiki keadaan anemia. Indikasi transfusi

parasitemia > 30% tanpa komplikasi berat, Parasitemia >10% dengan komplikasi

berat (malaria serebral, ikterik, GGA, dan anemia berat), Parasitemia >10%

dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam setelah pemebrian antimalaria yang

optimal.

Page 33: Laporan Tutorial a Blok 10

c. Pengobatan komplikasi

1. Hemodialisa dilakukan pada pasien gagal ginjal akut

2. Bila terjadi hipoglkemi berikan suntik 50 ml dekstrose 40% iv dipantau setiap 4-6

jam

3. Jaga jalan nafas pada penderita koma

4. Posisikan pasien setengah duduk, berikan oksigen, diuretic

5. Jangan menggunakan kortikostreoid, heparin, dan adrenalin pada pasien koma

Obat anti malaria

Berdasarkan jenisnya obat malaria terdiri dari 5 jenis

1. Skizontizid jaringan primer yang membasmi parasit praeritrosit: proguanil,

pirimetamin

2. Skizontizid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritrosit: primakuin

3. Skizontizid darah yang membasmi parasit fase eritrosit: kina, klorokuin, amodiakuin

4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang

ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malariae,

P.ovale adalah kina, klorokuin, dan amodiakuin

5. Sporontosid mencegah gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan

sporozoit dalam nyamuk anopheles: proguanil, primakuin.

Penggunaan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau

timbulnya gejala klinis. Penyembuhan dengan pemberian terapi jenis ini pada infeksi malaria

oleh P. falciparum karena parasit ini tidak mempunyai fase eksoreritrosit.Pengobatan

kuratif dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontizid.Pencegahan

transmisi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi sporogonik

nyamuk. Obat yang dapat digunakan jenis gametosid atau sporontosid

Plasmodium Falciparum

P. falciparum resisten pada golongan aminokuinolon (klorokuin, amodiakuin).

Tanpa komplikasi, bisa diberikan drug of choice kombinasi artemisin (artesunat-amodiakuin)

selama 3hari.Kombinasi artemisin lainnya adalah artemeterlumefantrin

Page 34: Laporan Tutorial a Blok 10

dan dihidroartemisinin-piperakuin. Bila terjadi kegagalan dapat diberikan

kombinasi kina dan doksisiklin

Pada malaria berat, dapat diberikan suntikan sodium artesunat (im, iv) atau artemeter(im).

Pengobatan dengan kombinasi kina-doksisiklin dapat dipertimbangkan bila dikuatirkan terjadi

rekrudesensi

Berdasarkara cara kerjanya :

Klorokuin

Kerja anti malaria :Klorokuin merupakan skizontisid darah yang sangat efektif

dan merupakan 4-aminokuinolon yg digunakan secara meluasuntuk mencegah atau

mengakhiri serangan malaria vivax, malaria ovale, atau falciparum yang sensitive. Obat ini

cukupefektif untuk gametosit P. vivax, P. ovale, dan P. malariae tetapi tidak untuk P.

falciparum. Klorokuin tidak aktif padaplasmodium stadium preeritrositik dan tidak

mempunyai efek radikal terhadap P. vivax atau P. ovale karena obat ini tidakmengeliminasi

stadium hati yang menetap dari parasit tersebut.Mekanisme kerja antimalaria :Mekanisme

kerja antimalaria yang pasti belum diketahui. 

Klorokuin dapat bekerja dengan menghambat sintesis enzimatikDNA dan RNA

pada mamalia dan sel protozoa atau dengan membentuk suatu kompleks dengan DNA yang

mencegahreplikasi atau transkripsi ke RNA. Dalam parasit, obat ini berkumpul dalam

vakuola dan meningkatkan pH organela ini, yangmempengaruhi kemampuan parasit untuk

memetabolisme dan menggunakan Hb sel darah merah. Gangguan denganmetabolism

fosfolipid dalam parasit pernah dicoba. Toksisitas selektif terhadap parasit

malaria bergantung padamekanisme yang mengumpulkan klorokuin dalam sel yang

terinfeksi. Konsentrasi klorokuin dalam eritrosit normal adalah10-20 kali dalam plasma,

dalam eritrosit yang terinfeksi, konsentrasinya kira-kira 25 kali eritrosit

normal.Resistensi :Parasit yang resisten terhadap klorokuin tampaknya mengeluarkan

klorokuin melalui suatu membrane pompa P-glikoprotein yang mirip dengan resistensi sel

kanker terhadap banyak obat. Pompa dapat dihambat dan resistensi dapatdiubah (in vitro)

oleh beberapa obat, termasuk verapamil dan desipramin.Efek samping :Gangguan saluran

cerna, sakit kepala ringan, gatal, anoreksia, lesu, pandangan kabur, dan uritikaria.Reaksi yang

terjadi : hemolisis pada pasien defisiensi G6PD, gangguan pendengaran, bingung, psikosis,

kejang, gangguandarah, reaksi kulit, dan hipotensi.

Page 35: Laporan Tutorial a Blok 10

PIRIMETAMIN

Kerja antimalaria :Pirimetamin merupakan skizontisid darah, namun demikian karena obat ini

bekerja lebih lambat dari klorokuin atau kuinin,obat-obat tersebut dapat digunakan secara

tunggal profilaksis, tidak untuk terapi. Pirimetamin mempunyai afinitas tinggiuntuk dan lebih

efektif menghambat dihiddrofolat reduktase plasmodial daripada enzim manusia, sebagai

hasil penurunanasam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat (asam folinat) secara

selektif dihambat dalam parasit.Resistensi :Strain P. falciparum yang resisten tampak di

seluruh dunia. Karena itu, profilaksis terhadap malaria falsiparum dengan satuobat tidak

direkomendasikan lagi. Meskipun strain P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin juga

resisten terhadappirimetamin, tetapi kadang-kadang parasit tersebut masih rentan terhadap

obat-obat ini yang direkombinasikan dengansulfonamide atau sulfon.Efek samping :Pada

pengobatan malaria, kebanyakan penderita mentoleransi pirimetamin dengan baik. Reaksi

saluran cerna dan alergi jarang terjadi

SULFONAMID

Sulfonamide bersifat skizontisid darah terhadap beberapa strain P. falciparum dengan

mekanisme kerja yang sama sepertiterhadap bakteri yaitu menghambat sintesis asam

dihidrofolat. Namun, obat ini mempunyai efek lemah terhadap skizondarah P vivax, dan obat

ini tidak aktif terhadap gametosit atau stadium hepatic P. falciparum atau P. vivax.h

FANSIDAR

Farmakokinetik Fansidar diabsorpsi dengan baik. Komponennya memperlihatkan kadar

puncak plasma dalam waktu 2-8 jam dandiekskresikan terutama melalui ginjal. Waktu paruh

rata-rata kira-kira 170 jam untuk sulfadoksin dan 80-110 jampirimetamin.Kerja antimalaria

dan resistensiFansidar efektif terhadap strain malaria falsiparum tertentu. Namun demikian,

kuinin harus diberikan bersamaan padapengobatan penderita malaria berat, karena Fansidar

bekerja secara lambat. Fansidar tidak efektif terhadap malariavivaks, serta kegunaannya pada

malaria ovale dan malaria belum banyak diteliti.Efek samping :Efek samping dosis tunggal

fansidar jarang, biasanya berkaitan dengan alergi terhadap sulfonamide termasuk

hematologic,saluran cerna, system saraf pusat, dermatologic dan system ginjal. Fansidar tidak

lagi digunakan untuk profilaksis lanjutankarena efek reaksi berat, termasuk eritema

Page 36: Laporan Tutorial a Blok 10

multiforme, sindrom Steven Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik yangtimbul secara

perlahan tetapi frekuensinya bermakna.

DOSIS

Pengobatan malaria falsiparum

Lini pertama: tablet artesunat + tablet amodiakuin + t.primakuin

Hari Jenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-2 bl 2 – 11 bl 1– 4 th 5 – 9 th 10-14 th ≥15 th

1.

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Primakuin *) *) ¾ 1½ 2 2-3

2.Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

3.Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodikuin ¼ ½ 1 2 3 4

Komposisi obat :

Artesunat: 50 mg/tablet

Amodiakuin:200 mg/tablet≈153 amodiakuin base/tablet. Primakuin 1 tablet berisi

25mg garam/tablet setara dengan 15 mg basa.

Dosis menurut berat badan :

Artesunat : 4 mg/kg BB /hari

Amodiakuin : 10 mg basa/kg BB/hari

Primakuin : 0,75 mg/kg BB/hari

Page 37: Laporan Tutorial a Blok 10

Bila terjadi gagal pengobatan lini pertama maka diberikan pengobatan lini kedua sbb :

Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum

Hari Jenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-11bl 1-4th 5-9th 10-14th ≥15th

1.

Kina *) 3x½ 3x1 3x1½ 3x2

Tetrasiklin/

Doksisiklin

- - - - 4x1

Primakuin - ¾ 1½ 2 2-3

2-7

Kina *) 3x½ 3x1 3x1½ 3x2

Tetrasiklin/

Doksisiklin

- - - - 4x1

Keterangan :

1. *) Kina : 1 tablet kina sulfat mengandung 200 mg kina garam.

2. Pemberian kina pada anak usia < 1 th harus berdasarkan berat badan.Dosis kina : 30

mg/kgBB/hari (dibagi 3 dosis).

3. Doksisisiklin tidak diberikan pada anak usia<8 th.

4. Dosis Doksisiklin untuk anak usia 8-14 th :2 mg/kgBB/hari.

5. Bila tidak ada Doksisiklin dapat diberikan Tetrasiklin.

6. Dosis Tetrasiklin:25-50 mg/kgBB/4 dosis/hari atau 4x1(250 mg) selama 7

hari.Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak usia<12 bln dan ibu hamil.

7. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak usia<1 th.

8. Dosis Primakuin : 0,75 mg/kgBB,dosis tunggal.

Penggunaan pengobatan lini kedua berdasarkan kriteria sbb:

Page 38: Laporan Tutorial a Blok 10

1. Penderita sudah menyelesaikan pengobatan lini pertama (3 hari).

2. Pada waktu periksa ulang hari 4 atau hari 5 sampai 28 penderita belum sembuh atau

kambuh.

Penderita dikatakan tidak sembuh bila :

1. Penderita tetap demam atau gejala klinik tidak membaik yang disertai parasitemia

aseksual.

2. Penderita tidak demam atau tanpa gejala klinis lainnya,tetapi ditemukan parasitemia

aseksual.

Bila dalam pengobatan lini pertama kemudian dijumpai tanda2 klinis darurat sbb : tidak

dapat makan/minum,tidak sadar,kejang,muntah berulang,sangat lemah(tidak

dapatduduk/berdiri) maka penderita harus dikelola sebagai malaria berat atau dirujuk dan

tidak diberikan obat lini kedua.

Penderita dikatakan kambuh bila dalam kurun waktu 14 – 28 hari :

- Penderita tetap demam atau gejala klinis tidak membaik yang disertai parasitemia aseksual.

- Penderita tidak demam atau tanpa gejala klinis lainnya,tetapi ditemukan parasitemia

aseksual.

Pengobatan Malaria Klinis

Pengobatan malaria klinis dilakukan didaerah yang belum memungkinkan untuk

pemeriksaan laboratorium baik dengan mikroskopik maupun dengan RDT.

Pengobatan malaria klinis terdiri dari 2 regimen pengobatan yaitu :

Pengobatan lini pertama yang menggunakan klorokuin dengan primakuin

pengobatan lini kedua yang menggunakan kina dan primakuin tablet.

Pengobatan lini pertama malaria klinis :

Hari Jenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 bl 2-11bl 1-4th 5-9th 10-14th ≥ 15th

Page 39: Laporan Tutorial a Blok 10

H 1Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4*)

Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3**)

H 2 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4*)

H 3 Primakuin 1/8 ¼ ½ 1 1 ½ 2

Keterangan :

*) Bila perkiraan berat badan <50 kg,diberikan 3 tablet klorokuin bila >50 kg diberikan 4

tablet klorokuin.

**)Bila perkiraan berat badan <50 kg,diberikan 2 tablet primakuin bila >50 kg diberikan 3

tablet primakuin.

Pengobatan lini pertama malaria klinis berdasarkan berat badan ***)

  H 1 H 2 H 3

Klorokuin

Basa

10 mg/kg bb 10 mg/kg bb 5 mg/kg bb

Primakuin 0,75 mg/kg bb - -

Keterangan :

***)Pemberian dosis obat untuk bayi harus berdasarkan B.B

Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi.

Pemantauan :

1. Apabila pada hari ke 4 setelah pengobatan lini pertama penderita tetap demam, tetapi

tidak memburuk (tidak berkembang menjadi malaria berat ), di daerah yang sulit

Page 40: Laporan Tutorial a Blok 10

mendapatkan pemeriksaan laboratorium maka pengobatan malaria klinis diulangi

dengan kina selama 7 hari dan primakuin 1 hari (pengobatan lini kedua).

2. Bila ada 1 atau lebih tanda-tanda bahaya selama pengobatan, penderita segera dirujuk

untuk mendapat kepastian diagnosis dan penanganan selanjutnya (bila tempat rujukan

sulit dicapai,penderita diberikan 1 dosis kina parenteral 10 mg/kgbb im ).

3. Tanda-tanda bahaya tersebut adalah :

a. tidak dapat makan/minum

b. tidak sadar

c. kejang

d. muntah berulang

e. sangat lemah (tidak dapat duduk/berdiri).

Pengobatan lini kedua malaria klinis

Hari Jenis obatJulah Tablet Per Hari Menurut Kelompok Umur

0-1 bl 2-11bl 1-4 th 5-9 th 10-14th ≥15 th

H 1-7 Kina *) *) 3 x ½ 3 x 1 3 x 1½ 3 x 2

H 1 Primakuin - - ¾ 1 ½ 2 2-3

Keterangan :

*) Dosis untuk bayi (0-11) harus berdasarkan berat badannya.

- Satu tablet kina sulfat mengandung 200 mg kina garam.

- Dosis berdasarkan berat badan : - kina 30mg/kgbb/hari (dibagi 3 dosis).

- Primakuin 0,75 mg/kgbb, dosis tunggal.

Pemantauan : apabila pada hari ke 4 setelah pengobatan lini kedua, penderita tetap

demam,segera dirujuk untuk mendapatkan kepastian diagnosis.

Page 41: Laporan Tutorial a Blok 10

Pengobatan Malaria Berat

Penatalaksanaan kasus malaria berat meliputi :

1. Tindakan umum

2. Pengobatan simptomatik

3. Pemberian obat anti malaria

4. Pengobatan komplikasi.

Pemberian Obat Anti Malaria

Obat anti malaria pilihan untuk malaria berat adalah

1. Lini pertama: derivat artemisin parenteral.

Artesunat injeksi atau artemeter injeksi. Artesunat injeksi untuk penggunaan di Rumah Sakit

atau Puskesmas perawatan. Artemeter injeksi untuk penggunaan dilapangan atau Puskesmas

yang tidak menyediakan artesunat injeksi.

Dosis dan cara pemberian Artesunat injeksi:

Sediaan : 1 ampul berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik,dilarutkan dalam 0,6 natrium

bikarbonat 5% diencerkan dalam 3 -5 cc D5%. Pemberian secara bolus

intravena selama ± 2 menit

Loading dose : 2,4 mg/kg bb IV diikuti 1,2 mg/kg bb IV pada jam ke 12 jam dan 24,

selanjutnya 1,2 mg/kg bb IV setiap hari sampai hari ke 7.

Bila penderita sudah dapat minum obat, ganti dengan artesunat oral.

Dosis dan cara pemberian Artemeter injeksi :

Sediaan : 1 ampul berisi 80 mg Artemeter. Artemeter injeksi diberikan secara intramuskuler,

selama 5 hari.

Page 42: Laporan Tutorial a Blok 10

Dosis dewasa : dosis inisial 160 mg (2 ampul)im pada hari ke 1,diikuti 80 mg (1 ampul)im

pada hari ke 2 s/d ke 5.

Dosis untuk anak tergantung berat badan yaitu :

Hari pertama : 3,2 mg/kgbb/hari.

Hari II – V : 1,6 mg/kgbb/hari

2. Lini kedua: kina parenteral.

Kina per-infus

Kina perinfus masih merupakan obat pilihan untuk malaria berat. Kemasan garam kina HCl

25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.

Pemberian antimalaria prarujukan:

Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per-infus maka dapat diberikan Kinin antipirin

10 mg/kgbb intra muskular (dosis tunggal).

Cara pemberian kina perinfus :

Dosis anak-anak : Kina HCL 25 % (perinfus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6-8

mg/kgbb) diencerkan dengan Dektrosa 5% atau NaCL 0,9 % sebanyak 5-10 cc/kgbb

diberikan selama 4 jam,diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat.

Catatan :

Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena karena toksik bagi jantung dan

dapat menimbulkan kematian.

Maksimum pemberian kina IV 3 hari. Apabila setelah 3 hari penderita masih belum

sadar dan pemasangan NGT memungkinkan maka diberikan tablet kina melalui NGT

sampai hari ke 7 sejak diberikan kina yang pertama.

Page 43: Laporan Tutorial a Blok 10

Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral maka

dosis rumatan kina diturunkan ½ nya dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta

evaluasi klinik terhadap kemungkinan diagnosis lain

Bila sudah sadar/dapat minum obat pemberian kina IV diganti dg kina tablet peroral

dengan dosis 10 mg/kgbb/kali,pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung

sejak pemberian kina perinfus yang pertama)

Pada hari pertama pemberian kina oral, diberikan juga 1 dosis primakuin (0,75 mg/

kgbb). Anak umur < 1 th dan ibu hamil tidak boleh diberikan primakuin.

3. Pernisiosa manifestation

4. Imunitas

Malaria tropika adalah jenis malaria yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Sama

dengan jenis lainnya, malaria disebarkan melalui vector nyamuk spesies anopheles.

Plasmodium falciparum adalah infeksi yang paling serius dan yang sering memberi

komplikasi malaria berat antara lain malaria serebral dengan angka kematian tinggi.

Penyebab paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa yang

non-imun adalah malaria serebral.

Page 44: Laporan Tutorial a Blok 10

DAFTAR PUSTAKA

Brust, john. Lange : Currrent Diagnosis and Treatment. Unites States of America : McGraw

Hill. 2007.

Dondorp, Arjen M. 2005. Review Articles: Pathophysiology, Clinical Presentation and

Treatment of Cerebral Malaria. Neurology Asia, Vol. 10. Pp. 67–77. Diunduh dari:

http://www.neurology-asia.org/articles/20052_067.pdf.

DHHS. 2009. Guidelines for Prevention and Treatment of Opportunistic Infections in HIV-

Infected Adults and Adolescents. Available from URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19357635. Diakses pada tanggal 28 September

2010.

Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Parasit Malaria. Dalam: Buku Ajar Parasitologi

Kedokdteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI

Harijanto, P.N. 2009. Presentasi Klinis Malaria Berat. Malaria : dari Molekuler ke Klinis

Edisi 2. Jakarta : EGC.

Harijanto, P.N. 2000. Malaria : epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan

Penanganan. Jakarta : EGC

Kasper, Dennis L., Anthony S Fauci, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser,

J. Larry Jameson. 2005. Alterations in Body Temperature. Dalam: Harrison's Principles

of Internal Medicine. USA: McGraw-Hill Comp.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran

Edisi 2 Cetakan 1. Jakarta : Media Aesculapius.

Nugroho, Agung. 2009. Patogenesis Malaria Berat. Malaria : dari Molekuler ke Klinis Edisi

2. Jakarta : EGC.

Pusat Informasi Penyakit Infeksi. Malaria. (available at  www.infeksi.com , diakses tanggal 3

Oktober 2012

Sudoyo,Aru W. 2006. Malaria. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

Widoyono, 2011. Malaria. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

Pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Page 45: Laporan Tutorial a Blok 10

Zulkarnain I, Setiawan B, Harijanto PN. 2009. Malaria Berat. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : InternaPublishing.

Zulkarnain, I., Setiawan B., 2006. Malaria Berat. Dalam: Sudoyo, A. W (eds). Ilmu Penyakit

Dalam Vol III. Ed 4. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 1745-1748

Guyton, Arthur C dan John E. Hall. 2007. Suhu Tubuh, Pengaturan Suhu, dan Demam.

Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

Sherwood, Lauralee. 2001. Pengaturan suhu. Dalam : Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem.

Jakarta : EGC

Kasper, Dennis L., Anthony S. Fauci, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser,

J. Larry Jameson. 2005. Alterations in Body Temperature. Dalam: Harrison’s

Principles of Internal Medicine.USA: McGraw-Hill Comp.

Kumar, Vinay, Abul Abbas, Nelson Fausto. 2007. Acute and Chronic Inflammation. Dalam:

Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease 7th Edition. Chicago: Elsevier.