laporan tutorial

93
LAPORAN TUTORIAL 1 “ KEJANG DEMAM “ BLOK NEUROBEHAVIOUR (NB) Oleh : Kelompok 6 1. Ayu zahera adnan ( 0918011035 ) 2. Debora Febrina ( 0918011037 ) 3. Fajar Al Habibi ( 0918011043 ) 4. Hanif Fakhrudin ( 0918011047 ) 5. Nadya Ayu Shefia ( 0918011121 ) 6. Norma Julianti ( 0918011124 ) 7. R.A. Siti Marhani ( 0918011095 ) 8. Sandi Falenra ( 0918011019 ) 9. Shinta Trilusiani ( 0918011079 ) 10. Syahrul Hamidi ( 0918011080 )

Upload: zingio

Post on 26-Jun-2015

904 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial

LAPORAN TUTORIAL 1“ KEJANG DEMAM “

BLOK NEUROBEHAVIOUR (NB)

Oleh :Kelompok 6

1. Ayu zahera adnan ( 0918011035 )2. Debora Febrina ( 0918011037 )3. Fajar Al Habibi ( 0918011043 )4. Hanif Fakhrudin ( 0918011047 )5. Nadya Ayu Shefia ( 0918011121 )6. Norma Julianti ( 0918011124 )7. R.A. Siti Marhani ( 0918011095 )8. Sandi Falenra ( 0918011019 )9. Shinta Trilusiani ( 0918011079 )10. Syahrul Hamidi ( 0918011080 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERPERSIAPAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG3 SEPTEMBER 2010

Page 2: Laporan Tutorial

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur sepantasnya kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan

pencipta alam semesta. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya, pada akhirnya kami dapat

menyusun dan menyelesaikan laporan tutorial ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kelemahan dan

kekurangan. Oleh karena itu, kritik, saran, dan koreksi dari pembaca sangat diharapkan demi

perbaikan laporan selanjutnya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

para mahasiswa Kedokteran pada umumnya.

Atas segala dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, tidak lupa kami ucapkan terima kasih.

Apabila terdapat kesalahan kami mohon maaf dan pada Allah SWT kami mohon ampun.

Bandar Lampung, 3 September 2010

Kelompok 6

i

Page 3: Laporan Tutorial

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

SCENARIO……………………………………………………………………....1

STEP 1……………………………………………………………………………2

STEP 2…………………………………………………………………………....3

STEP 3……………………………………………………………………………4

STEP 4……………………………………………………………………………7

STEP 5……………………………………………………………………………8

STEP 6……………………………………………………………………………9

STEP 7……………………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 4: Laporan Tutorial

SKENARIO 1

“Kejang”

Ibu Nia dating ke klinik dokter keluarga pagi ini. Ia tampak sangat cemas, anaknya Evi, 2

tahun,demam tinggi sejak kemarin sore. Dia berusaha menurunkan demam anakna dengan

memberikan paracetamol sirup. Tapi panas badan Evi tidak kunjung turun, bahkan tengah malam

evi sempat kejang. Ibunya khawatir tentang keadaan anaknya, sebab beberapa hari yang lalu,

dibawanya berkunjung kerumah tetangganya yang menderita ayanan dan ia takut anaknya

tertular penyakit yang sama. Selain itu saudara Evi, Andi yang berumur 7 tahun, dulu juga

pernah kejang karena tertusuk paku di kakinya. Tetapi waktu itu dokter mendiagnosa penyakit

Andi Tetanus.

Page 5: Laporan Tutorial

STEP 1 IDENTIFIKASI DAN KLARIFIKASI

ISTILAH ASING

Demam:

Kondisi suhu tubuh tinggi, > 38° C

Mekanisme pertahanan tubuh alamiah yang terjadi pada penyakit infeksi

Salah satu gejala penyakit yang juga disebabkan oleh stress biologi

Kejang:

Kontraksi mendadak otot-otot rangka secara involuntar

Terlepasnya muatan parsial di neuron otak

Biasanya juga intermiten

Ayan:

Letusan muatan di system saraf pusat

Merupakan tindak lanjut dari kejang yang kronik

Gangguan di otak dengan kejadian episodic

Lamanya kejang > 20 menit

Tetanus:

Disebabkankan clostridium tetani

Infeksi akut bakteri yang mengeluarkan spora (tetanospasmin) yang bersifat endotoksik

Diakibatkan toksin bakteri clostridium tetani yang bersifat neurotoksin

Paracetamol:

Obat antipiretik yang menghambat produksi prostaglandin di organ hipotalamus

Biasanya berdosis dewasa 500 mg

Page 6: Laporan Tutorial

STEP 2IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana kriteria masing-masing kejang?

2. Apa penyebab seseorang mendapatkan gangguan kejang?

3. Bagaimana demam dapat mengakibatkan seseorang menjadi kejang?

4. Seperti apa kejang yang tidak diawali dengan demam?

5. Bagaimana hubungan sistem saraf dengan kejang?

6. Bagaimana toksin tetanus mengakibatkan kejang?

7. Apakah kejang menular?

8. sistem apa sajakah yang terganggu pada waktu seseorang mengalami kejang?

9. Apakah suatu kejang itu berulang? Kalau iya, mengapa demikian?

Page 7: Laporan Tutorial

STEP 3CURAH PENDAPAT UNTUK

MENDISKUSIKAN MASALAH

1. klasifikasi dari kejang.

Menurut ILAE (International League Again Epilepsy), klasifikasi kejang adalah

sebagai berikut:

kejang parsial (penderita kesadarannya masih sadar):

a) kejang parsial sederhana

b) kejang parsial kompleks

kejang umum (penderita tidak sadar)

kejang tidak terklasifikasi

menurut sebabnya, kejang terbagi menjadi dua macam, yaitu:

infeksi, terjadi di bagian:

a) intrakranial

b) ekstrakranial

noninfeksi

2. Penyebab seseorang mendapatkan gangguan kejang:

umur

demam

genetik

infeksi

kompensasi penyakit

stimulus mekanik-kimiawi

selain itu, penyebab seseorang mendapatkan gangguan kejang karena:

idiopatik

Page 8: Laporan Tutorial

symptomatic

3. Mekanisme yang berkaitan dengan demam dan kejang.

Perbedaan potensial listrikdapat membuat neuron melepaskan muatan listriknya.

Perbedaan muatan listrik itu adalah antara neuron presinaps dengan neuron postsinap

di neuron lain.

Mekanisme demam:

→ metabolisme basal menigkat → pelepasan endogen mikroorganisme

→ respirasi meningkat 10%-20% → tubuh menginduksi sel leukoid

Suhu tubuh meningkat

Mengganggu metabolisme dari ion di intraseluler maupun ekstraseluler

Muatan listrik dari sel saraf (neuron) terlepas

4. kejang yang tidak diawali demam.

Perubahan ion

Membran neuron berubah permeabilitasnya

Focus kejang di korteks serebri

Asetikolin meningkat, GABA menurun

Dan secara singkat proses patologinya dapat diuraikan sebagai berikut:

membrane neuron berubah permeabilitasnya

peningkatan asetikolin disertai penurunan GABA

sel glia kurang begitu mampu menjalankan fungsinya

Page 9: Laporan Tutorial

5. Hubungan sistem saraf denagn akibat dari kejang itu sendiri.

Kejang terjadi pada sitem saraf. Kejang ada karena gangguan intracranial dan

gangguan ekstrakranial. Hal ini menyebabkan kejang dapat mengakibatkan penderita

menjadi sadar atau tidak sadar.

6. Mekanisme toksin tetanus mengakibatkan kejang

Setelah clostridium tetani menginfeksi manusia, terjadi proses organic di dalam tubuh

manusia sebagai berikut:

Clostridium tetani→ menghasilkan spora→ endotoksintoksin→ tetanospasmin→

tersebar ke seluruh tubuh

Setelah tetanospasmin terbentuk, di dalam tubuh manusia beredar sebagai beriku:

tetanospasmin→ sistem limfatik→ peredaran darah sistemik→ sistem saraf perifer→

infeksi di sistem saraf→ mekanisme pertahanan tubuh→ suhu tubuh menjadi

meningkat samapai mencapai 40° C.

Pada anak-anak metabolisme pokok 65% oksigenasi menuju ke otak. Sehingga

pergeseran metabolisme yang meningkat ini menginduksi korteks serebri sehingga

neuron mengalami gangguan metabolisme ion. Hal ini mengakibatkan neuron di

korteks serebri melepaskan muatan listriknya.

7. kejang tidak menular

8. kejang menyerang siste-sistem tubuh, seperi:

sistem saraf

sistem muskuloskletal

sistem limfatik

Page 10: Laporan Tutorial

STEP 4MERUMUSKAN PENJELASAN

HASIL STEP 3

Penjelasan, pembagian, beserta contoh dari masing-masing kejang.

1. kejang demam

EEG normal

Berulang maksimum 12 jam sekali

Durasi < 15 menit

Usia 6 bulan – 6 tahun

2. kejang tetanus

3. kejang epilepsy

Klasifikasi yang diakui menurut ILAE adalah sebagi berikut:

1. kejang parsial, ada tiga kelopok besar:

parsial sederhana

parsial kompleks

parsial sekunder generalisata

2. kejang umum,

absens

klonik

tonik

tonik-klonik

mioklonik

atonik

3. kejang tidak terklasifikasi

Page 11: Laporan Tutorial

STEP 5MENETAPKAN TUJUAN PEMBELAJARAN

(LEARNING OBJECTIVES)

1. Mekanisme kejang secara umum

2. Kejang di setiap fokus parsial dan umum serta Kejang Demam Sederhana dan Kejang

Demam Kompleks

3. Menjelaskan proses infeksi ekstrakranial

4. Menjelaskan penata laksanaan kejang

5. Klasifikasi kejang selain dari ILAE?

6. Menjelaskan patofisiologi tetanus

7. Yang termasuk dalam kejang sadar selain epilepsi

8. Mekanisme epilepsy

9. Mikroorganisme penyebab infeksi Sistem Saraf Pusat dan Sistem Saraf Perifer

Page 12: Laporan Tutorial

STEP 6MENCARI INFORMASI

Kegiatan step 6 telah dilakukan di luar jam tutorial.

Page 13: Laporan Tutorial

STEP 7BERBAGI INFORMASI

1. Mekanisme kejang secara umum

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan suatu energi

yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah

glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah

menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dn

permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dpat dilalui

dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).

Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,

sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut

potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini

diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari

sekitarnya

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal

10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3

tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa

yang hanya 15%.

Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion

Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan

listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel

Page 14: Laporan Tutorial

tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah

kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejng yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya

ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak

dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedangkan pada

anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering

terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu

diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Page 15: Laporan Tutorial

Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari kejang

demam, yaitu:

Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.

Cepatnya kenaikan suhu.

Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.

Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi darah

bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.

Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan baik

susunan saraf pusat (korteks serebri).

2. Kejang di setiap focus parsial dan umum serta Kejang Demam Sederhana dan Kejang

Demam Kompleks

Lokasi Lesi

Kejang Parsial Sederhana : korteks serebri

Kejang Parsial kompleks : system limbic

Kejang umum : korteks serebri , diensephalon, serebellum

Lesi Penyebab Epilepsi

Lobus frontalis : kedutan otot tidak teratur

Lobus oksipitalis : halusinasi kilauan cahaya

Lobus temporalis : perilaku interpretitif

Lobus parietalis : mati rasa

Lobus temporalis anterior : gerakan mengunyah

Lobus temporalis anterior dalam : halusinasi bau

Criteria KDS :

- kejang bersifat umum

- Lama kejang < 15menit

- Usia waktu kejang pertama <6 tahun

- Frekuensi serangan 1-4 x dalam 1 tahun

- EEG normal

Kriteria KDK (menurut ILAE)

- Kejang lebih dari dari atau sama dengan 15 menit

Page 16: Laporan Tutorial

- Kejang fokal/parsial 1 sis/kejang umum yang didahului kejang parsial

- Kejang berulang 2x/lebih dalam 24 jam

3. Menjelaskan proses infeksi ekstrakranial

Infeksi ekstrakranial yang paling banyak didapatkan yakni dari saluran pernapasan bagian

atas, dan merupakan 70% dari seluruh penyebab kejang demam. Cedera intrakranial saat

lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan

penyebab tersering pada bayi kecil. Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak,

penyebab tersering adalah infeksi akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang

pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal,

keracunan, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan

lain-lain. Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin

jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil sebagai

penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain

setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi,

keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak

tertentu dan menelan obat.

4. Menjelaskan penata laksanaan kejang

Prinsip pengobatan :

- Mengurangi dan menghindarkan serangan

- Terapi sedini mungkin

- Pilih obat yang sesuai

- Obat diupayakan tunggal

- Dosis terapeutik minimal

- Efek samping minimal

- Biaya terjangkau

Terapi berdasarkan evidence-based clinical practise

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu :

1. memberantas kejang secepat mungkin,

2. pengobatan penunjang,

Page 17: Laporan Tutorial

3. memberikan pengobatan rumat,

4. mencari dan mengobati penyebab.

1. Memberantas kejang secepat mungkin

Bila penderita datang dalam keadaan status konvulsifus, obat pilihan utama adalah diazepam

yang diberikan secara intravena. Keampuhan diazepam yang diberikan secara intravena ini

sudah tidak perlu dipersoalkan lagi, karena keberhasilan untuk menekan kejang adalah

sekitar 80%-90%. Efek terapeutiknya sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan

efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apabila diberikan secara perlahan dan dosis

tidak melebihi 50 mg persuntikan.

Dosis tergantung dari berat badan, yaitu kurang dari 10 kg : 0,5-0,75 mg/kgbb dengan

minimal dalam semprit 2,5 mg; 10-20 Kg : 0,5 mg/kgbb dengan minimal dalam semprit 7,5

mg dan di atas 20 kg : 0,5 mg/kgbb. Biasanya dosis rata-rata yang terpakai 0,3 mg/kgbb/kali

dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun dan 10 mg pada anak yang

lebih besar.

Setelah suntikan pertama secara intervena ditunggu 15 menit, bila masih terdapat kejang

diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama, juga intervena. Setelah 15 menit suntikan

kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga dengan dosis yang sama akan tetapi

pemberiannya secara intramuskuler, dengan harapan kejang akan berhenti. Bila tidak

berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehyde 4% secara intervena.

Akibat samping diazepam adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernafasan,

laringospasme dan henti jantung. Penekanan pada pusat pernafasan dan hipotensi terutama

terjadi bila sebelumnya anak telah mendapat fenobarbital.

Diazepam diberikan langsung tanpa larutan pelarut dengan perlahan kira-kira 1 ml/menit dan

pada bayi sebaiknya diberikan 1 mg/menit. Pemberian diazepam secara intravena pada nak

yang kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif

melalui rectum telah dibuktikan kemampuannya. Hal ini dapat dilakukan baik oleh orang tua

Page 18: Laporan Tutorial

atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat

kurang dari 10 kg : 5 mg dan berat lebih dari 10 kg : 10 mg. Rata-rata pemakaian 0,4 – 0,6

mg/kgbb. Kemasan terdiri dari 5mg dan 10 mg dalam rektiol. Bila kejang tidak berhenti

dengan dosis pertamadapat diberikan lagi setelah ditunggu 15 menit dengan dosis yang sama

dan bila tidak berhenti setelah ditunggu 15 menit dapat diberikan secara intravena dengan

menungging dan dengan rektiol yang ujungnya diolesi vaselin, dimasukanlah pipa saluran

keluar rektiol ke rectum sedalam 3-5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan

selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua

muskulus gluteus.

Apabila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan fenobarbital secara intramuskulus dengan

dosis awal untuk bayi baru lahir (neonatus) 30 mg/kali, anak berumur 1 bulan sampai 1 tahun

: 50 mg/kali dan umur 1 tahun ke atas 75 mg/kali. Bila kejang tidak berhenti setelah

ditunggu 15 menit, dapat diulangi suntikan fenobarbital dengan dosis untuk neonatus 15 mg,

anak 1 bulan sampai 1 tahun 30 mg dan anak di atas 1 tahun 50 mg secara intramuskuler.

Hasil yang terbaik ialah apabila tersedia fenobarbital yang dapat diberikan secara intravena

dengan dosis 5 mg/kgbb pada kecepatan 30 mg/menit.

Difenilhidantoin oleh banyak sarjana masih dipakai sebagai obat pilihan pertama untuk

menanggulangi status konvulsifus karena tidak mengganggu kesadaran dan tidak menekan

pusat pernafasan, tetapi mengganggu frekuensi dan irama jantung. Dosisnya adalah 18

mg/kgbb dalam infuse dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit. Dengan dosis tersebut

kadar terapeutik dalam darah akan menetap selama 24 jam.

Bila kejang tidak dapat dihentikan dengan obat-obat tersebut di atas maka sebaiknya

penderita dirawat di ruangan intensif untuk diberikan anestesi umum dengan thiopental yang

diberikan oleh seorang ahli anestesi.

2. Pengobatan penunjang

Sebelum memberantas kejang jangan lupa dengan pengobatan penunjang. Semua pakaian

yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.

Page 19: Laporan Tutorial

Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenisasi terjamin, kalau perlu

dilakukan inkubasi atau trakeostomi. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur dan

pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen.

Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi

secara ketat. Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan monitoring untuk kelainan

metabolic dan elektrolit. Bila terdapat tanda tekanan intracranial yang meninggi jangan

diberikan cairan dengan kadar natrium yang terlalu tinggi. Bila suhu meninggi (hiperpireksi)

dilakukan hibernasi dengan kompres atau lakohol. Obat untuk dibernasi adalah klorpromazin

2-4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis ; prometazin 4-6 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis

secara suntikan.

Untuk mencegah terjadinya edema otak, diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30

mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokorikoid misalnya deksametazon

0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

3. Pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat. Daya kerja diazepam sangat

singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntik. Oleh sebab itu harus diberikan

obat antiepileptic dengan daya kerja lebih lama misalnya fenobarbital atau difenilhidantoin.

Fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti dengan diazepam. Dosis awal adalah

neonatus 30 mg ; umur 1 bulan – 1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg, semuanya

secara intramuskulker. Sesudah itu diberikan fenobarbital sebagai dosis rumat. Karena

metabolismenya di dalam tubuh perlahan, pada anak cukup diberikan dalam 2 dosis sehari

dan kadar maksimal dalam darah terdapat setalah 4 jam. Untuk mencapai kadar terapeutik

dalam darah tercapai dalam 48-72 jam. Di Sub Bagian Saraf Anak FKUI-RSCM Jakarta,

fenobarbital sebagai dosis awal diberikan setelah dosis awal sebanyak 8-10 mg/kgbb/hari

dibagi dalam 2 dosis untuk hari pertama dan kedua, diteruskan untuk hari berikutnya dengan

dosis biasa 4-5 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis. Selama keadaan belum memungkinkan

antikovulsan diberikan secara suntikan dan bila telah membaik diteruskan secara oral.

Page 20: Laporan Tutorial

Lanjutan pengobatan rumat ini tergantung daripada keadaan penderita.

Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu :

A. Profilaksis intermiten

B. Profilaksis jangka panjang

A. Profilaksis intermiten

Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita

kejang demam sederhana, diberikan obat campuran antikonvulsan dan antipiretika, yang

harus diberikan kepada anak bila menderita demam lagi. Antikonvulsan yang diberikan ialah

fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari yang mempunyai akibat samping paling sedikit

dibandingkan dengan obat antikonvulsan lainnya. Obat antipiretika yang dipakai misalnya

aspirin. Dosis aspirin adalah 60 mg/tahun/kali, sehari diberikan 3 kali atau untuk bayi di

bawah umur 6 bulan diberikan 10 mg/bulan/kali, sehari diberikan 3 kali. Kadar maksimal

dalam darah tercapai dalam 2 jam pemberian oral.

Sebenarnya pemberian antikonvulsan dan antipiretik seperti ini dianggap kurang tepat, oleh

karena biasanya kejang pada kejang demam sederhana timbul di dalam 16 jam pertama

setelah anak demam. Akan tetapi pada penyidikan Campfield dkk (1980), pemberian

antipiretika tanpa antikonvulsan disbanding dengan yang diberi antikonvulsan ternya pada

golongan yang kedua, kejang dapat dicegah dengan hasil yang bermakna (p<0,02). Untuk

mendapat hasil yang lebih baik, sebenarnya diperlukan fenobarbital dengan dosis yang lebih

tinggi yakni 10-15 mg/kgbb/hari, tetapi dengan dosis tersebut terdapat akibat samping seperti

mengantuk, penekanan terhadap pusat pernafasan dan sebagainya.

Obat yang kini lebih ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang

demam sederhana ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada waktu anak

mula teraba panas (Dianesa, 1979).

Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita

kejang demam sederhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.

Page 21: Laporan Tutorial

B. Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil

dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.

Diberikan pada keadaan :

1. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam

2. Keadaan yang telah disepakati pada consensus bersama (1980), yaitu pada semua kejang

demam yang mempunyai cirri :

a. Terdapatnya gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi

perkembangan dan mikrosefali

b. Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti kelainan saraf

yang sementara atau menetap.

c. Bila terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau

saudara kandung.

d. Pada kasus tertentu yang dianggap perlu, yaitu bila kadang-kadang terdapat kejang

berulang atau kejang demam pada bayi berumur dibawah 12 bulan.

Bila diperhatikan keempat faktor tersebut diatas tidaklah berbeda dengan criteria modifikasi

Livingston untuk kejang demam.

Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah :

1. Fenobarbital

Dosis 4-5 mg/kgbb/hari. Akibat samping dari fenobarbital jangka panjang ialah perubahan

sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur (suka tidur) dan kadang-kadang

gangguan kognitif atau fungsi luhur.

2. Sodium valproat/asam valproat (Epilin, Depakene)

Dapat menurunkan risiko terulangnya kejang dengan memuaskan, bahkan lebih baik

dibandingkan dengan fenobarbital.

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis. Kekurangan obat ini ialah

harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksis berupa rasa

mual, kerusakan hepar, prankreatitis.

3. Fenitoin (Dilantin)

Page 22: Laporan Tutorial

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif

sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan.

Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-

kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsy.

Menghentikan pemberian antikonvulsan kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi

dosis selama 3 atau 6 bulan.

4. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun epilepsi yang

diprovokasi oleh demam biasanya infeksi traktus repiratorius bagian atas dan otitis media

akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.

Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya

dikerjakan [emeriksaan fungsi lumbal.

Hal ini perlu untuk menyingkirkan factor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila

menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu

pemeriksaan fungsi lumbal, darah lengkap misalnya gula darah, kalium, magnesium,

natrium, nitrogen dan faal hati.

Selanjutnya bila belum memberikan hasil yang diinginkan dan untuk melengkapi data, dapat

dilakujan pemeriksaan khusus, yaitu X-foto tengkorak, elektroensefalogram,

ekoenselfalografi, ‘brain scan’, pneumoensefalografi dan arteriografi.

Page 23: Laporan Tutorial

BAGAN MEMBERANTAS KEJANG

1. segera berikan diazepam intravena

atau

diazepam rectal

bila kejang tidak berhenti tunggu 15 menit

dapat diulang dengan dosis/cara yang sama

kejang berhenti

berikan dosis awal fenobarbital dosis : neonatus : 30 mg intramuskuler

1 bulan – 1 tahun : 50 mg intramuskuler > 1 tahun : 75 mg intramuskuler

pengobatan rumat

4 jam kemudian dosis : Hari I + II : fenobarbital 8 – 10 mg/kgbb

dibagi dalam 2 dosis Hari berikutnya : fenobarbital 4 – 5 mg/kgbb

dibagi dalam 2 dosis

2. Bila diazepam tidak tersedia : langsung memakai fenobarbitaldengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumat

5. Klasifikasi kejang selain dari ILAE?

Kalsifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal Prichard dan Mc Greal membagi kejang

demam atas 2 golongan, yaitu :

1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam tidak khas

Page 24: Laporan Tutorial

Livingston membagi dalam:

1. KD sederhana

2. Epilepsy yang dicetuskan oleh demam

6. Menjelaskan patofisiologi tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan

oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.

Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan

tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium

tetani.

Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan

toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah

anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut

menghasilkan pencegahan dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 )

Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh

karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus

Neonatorum ).

ETIOLOGI

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini berspora,

dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah

yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan

bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda

daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan

toksin yang bernama tetanospasmin.

Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk

melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama

tetanus neonatorum.

PATOGENESE

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari

susunan syaraf pusat, dengan cara :

Page 25: Laporan Tutorial

a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan

acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

b. Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin

mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.

c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral

ganglioside.

d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS )

dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia

jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.

Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari

arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang

otak. Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan

meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus.

Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut.

Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga

dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .

Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu

anterior susunan syaraf pusat

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian

masuk kedalam susunan syaraf pusat.

PATHOLOGI

Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara

sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari

sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui

darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.

GEJALA KLINIS

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa

minggu ).

Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni

1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )

Page 26: Laporan Tutorial

2. Cephalic Tetanus

3. Generalized tetanus (Tctanus umum)

Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus

Kharekteristik dari tetanus

• Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.

• Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya

• Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

• Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.

Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme Otot

masetter.

• Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )

• Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut

mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .

• Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan

• Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.

• Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin,

bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

Ad 1. tetanus lokal (lokalited Tetanus)

Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat

dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus

lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa

progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.

Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang

ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai

prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai

sesudah pemberian profilaksis antitoksin.

Ad.2. Cephalic tetanus

Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2

hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah

muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.

Page 27: Laporan Tutorial

Ad.3 Generalized Tetanus

Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak

dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus

merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-

otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku

kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni

spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut.

Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas,

sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan

didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40

C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai

takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala

klinis.

Ad.4. Neotal tetanus

Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses

pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan

yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani,

maupun penggunaan obat-obatan Wltuk tali pusat yang telah terkontaminasi.

Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak

steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.

Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan,

pada tahun 1981. ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus .(8) Biasanya ditolong

melalui tenaga persalianan tradisional ( TBA =Traditional Birth Attedence ) 56 kasus ( 68,29

% ), tenaga bidan 20 kasus ( 24,39 % ) ,dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ).

DIAGNOSIS

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :

1. Gejala klinik

- Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).

2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.

3. Kultur: C. tetani (+).

4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

Page 28: Laporan Tutorial

DIAGNOSIS BANDlNG

Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sular sekali dijumpati dari

pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan

darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase

sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-

otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.

Berikut ini Tabel 3 yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus : (16)

PROGNOSIS

Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :

1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )

2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum

3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek atau pun

lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makin

pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.

Prognosa tetanus neonatal jelek bila:

1. Umur bayi kurang dari 7 hari

2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang

3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam

4. Dijumpai muscular spasm.

Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus neonatorum > 60%.

KOMPLIKASI

Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-otot pematasan

atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur

vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal

failure

PENATALAKSANAAN

A. UMUM

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,

mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan

tersebut dapat diperinci sbb :

Page 29: Laporan Tutorial

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:

-membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang

benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan,

terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika.

Sekitar luka disuntik ATS.

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut

dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.

3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita

4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.

5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

B. Obat- obatan

B.1. Antibiotika :

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus

pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan

selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain

seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan

diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan

dengan dosis 200.000 unit /kgBB/

24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.

Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin

yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum

dapat dilakukan

B.2. Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000

U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG

mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat

mencetuskan reaksi allergi yang serius.

Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari

hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin

dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena,

Page 30: Laporan Tutorial

pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa

(20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar.(1.8.9)

B.3.Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian

antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian

dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap

tetanus selesai.

Berikut ini, tabel 4. Memperlihatkan petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada keadaan

luka

B.4. Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat,

muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat – obatan

sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.

Di Bagian llmu Kesehatan Anak RS Dr. Pirngadi/ FK USU, obat anti konvulsan yang

dipergunakan untuk tetanus noenatal berupa diazepam, obat ini diberikan melalui bolus

injeksi yang dapat diberikan setiap 2 – 4 jam. Pemberian berikutnya tergantung pada basil

evaluasi setelah pemberian anti kejang.

Bila dosis optimum telah tercapai dan kejang telah terkontrol, maka jadwal pemberian

diazepam yang tetap dan tepat baru dapat disusun.

Dosis diazepam pada saat dimulai pengobatan ( setelah kejang terkontrol ) adalah 20

mg/kgBB/hari, dibagi dalam 8 kali pemberian (pemberian dilakukan tiap 3 jam ). Kemudian

dilakukan evaluasi terhadap kejang, bila kejang masih terus berlangsung dosis diazepam

dapat dinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat teratasi. Dosis maksimum adalah 40

mg/kgBB/hari( dosis maintenance ).

Bila dosis optimum telah didapat, maka skedul pasti telah dapat dibuat, dan ini dipertahan

selama 2-3 hari , dan bila dalam evaluasi berikutnya tidak dijumpai adanya kejang, maka

dosis diazepam dapat diturunkan secara bertahap, yaitu 10 -15 % dari dosis optimum

tersebut. Penurunan dosis diazepam tidak boleh secara drastis, oleh karena bila terjadi

kejang, sangat sukar untuk diatasi dan penaikkan dosis ke dosis semula yang efektif belum

tentu dapat mengontrol kejang yang terjadi.Bila dengan penurunan bertahap dijumpai kejang,

dosis harus segera dinaikkan kembali ke dosis semula. Sedangkan bila tidak terjadi kejang

Page 31: Laporan Tutorial

dipertahankan selama 2- 3 hari dan dirurunkan lagi secara bertahap, hal ini dilakukan untuk

selanjutnya . Bila dalam penggunaan diazepam, kejang masih terjadi, sedang dosis maksimal

telah tercapai, maka penggabungan dengan anti kejang lainnya harus dilakukan

Pengobatan menurut Adam .R.D. (1): Pada saat onset,

- 3000 - 6000 unit, tetanus immune globulin satu kali saja.

- 1,2 juta unit Procaine penicilin sehari selama 10 hari, Intramuscular. Jika alergi beri

tetracycline 2 gram sehari.

- Perawatan luka, dibersihkan, sekitar luka beri ATS (infiltrasi)

- Semua penderita kejang tonik berulang, lakukan trachcostomi, ini harus dilakukan tuk

mencegah cyanosis dan apnoe.

- Paraldehyde baik diberikan melalui mulut.

- Jika cara diatas gagal, dapat diberi d-Lubocurarine IM dengan dosis 15 mg setiap jam

sepanjang diperlukan, begitu juga pernafasan dipertahankan dengan respirator.

Sedangkan pengobatan menurut Gilroy:

- Kasus ringan :

Penderita tanpa cyanose : 90 - 180 begitu juga promazine 6 jam dan barbiturat

secukupnyanya untuk mengurangi spasme.

- Kasus berat :

1. Semua penderita dirawat di ICU (satu team )

2. Dilakukan tracheostomi segera. Endotracheal tube minimal harus dibersihkan setiap

satu jam dan setiap 3 hari ETT harus diganti dengan yang baru.

1. 3.Curare diberi secukupnya mencegah spasme sampai 2 jam. Pernafasan dijaga

dengan respirator oleh tenaga yang berpengalaman

2. 4.Penderita rubah posisi/ miringkan setiap 2 jam. Mata dibersihkan tiap 2 jam

mencegah conjuntivitis

5. Pasang NGT, diet tinggi, cairan cukup tinggi, jika perlu 6 1./hari

6. Urine pasang kateter, beri antibiotika.

7. Kontrol serum elektrolit, ureum dan AGDA

8. Rontgen foto thorax

Page 32: Laporan Tutorial

9. Pemakaian curare yang terlalu lama, pada saatnya obat dapat dihentikan

pemakaiannya. Jika KU membaik, NGT dihentikan. Tracheostomy dipertahankan

beberapa hari, kemudian dicabut/dibuka dan bekas luka dirawat dengan baik.

PENCEGAHAN

Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia

mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti

orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita

setelah ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk

merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya

bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam

konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).

Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui sejak C.

tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang berada didalam lumen

usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini diketahui dari toksin dijumpai anti

toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan

dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan reaksi

secondary imune response pada beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus

toksoid untuk pertama kali.

Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa

insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada beberapa negara dimana

pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana dengan baik.

Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-

satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi

telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT

atau DT ).

7. Yang termasuk dalam kejang sadar selain epilepsy

Kejang parsial sederhana : dapat bersifat motoric (gerakan abnormal unilateral), sensorik

(merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang abnormal), autonomic (takikardia,

bradikardia, takipnu, kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium), psikik (disfagia, gangguan

daya ingat). Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.

Page 33: Laporan Tutorial

8. Mekanisme epilepsy

Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel

neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter,

fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.

ETIOLOGI.

1. Idiopatik.

2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.

- trauma lahir

- trauma kepala

- tumor otak

- stroke

- cerebral edema

- hypoxia

- keracunan

- gangguan metabolic

- infeksi.

PATOFISIOLOGI.

Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari

sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan

hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus

epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial).

Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan

melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.

Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi

klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian

bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan

listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan

epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan

sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya

Page 34: Laporan Tutorial

epilepsi).

Secara Patologi, Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :

1. Ketidakstabilan membran sel saraf.

2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.

3. Polarisasi abnormal.

4. Ketidakseimbangan ion.

KLASIFIKASI DAN GAMBARAN KLINIS.

1. Epilepsi Umum.

- Grand mal.

- Petit mal.

- Infantile spasm.

2. Epilepsi Jenis Focal / Parsial.

- Focal motor.

- Focal sensorik.

- Psikomotor.

Gejala :

1. Bangkitan umum :

- Tonik : 20 – 60 detik.kontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan punggung

melengkung, jeritan epilepsi (aura).

Page 35: Laporan Tutorial

- Klonik : spasmus 40 detik.flexi berseling relaksasi, hypertensi, midriasis,

takikardi, hyperhidrosis, hypersalivasi.

- Pasca Serangan : aktivitas otot terhenti

klien sadar kembali

lesu, nyeri otot dan sakit kepala

klien tertidur 1-2 jam.

2. Jenis parsial :

- Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.

- Komplex : gangguan kesadaran.

Ad :

1. Grand mal (Tonik Klonik) :

- Ditandai dengan aura : sensasi pendengaran atau penglihatan.

- Hilang kesadaran.

- Epileptik cry.

- Tonus otot meningkat sikap fleksi / ekstensi.

- Sentakan, kejang klonik.

- Lidah dapat tergigit, hypertensi, tachicardi, berkeringat, dilatasi pupil dan

hypersalivasi.

- Setelah serangan pasien tertidur 1-2 jam.

- Pasien lupa, mengantuk dan bingung.

2. Petit mal :

- Hilang kesadaran sebentar.

- Klien tampak melongo.

- Apa yang dikerjakannya terhenti.

- Klien terhuyung tapi tidak sampai jatuh.

3. Infantile Spasm :

- Terjadi usia 3 bulan – 2 tahun.

- Kejang fleksor pada ektremitas dan kepala.

- Kejang hanya beberapa fetik berulang.

- Sebagian besar klien mengalami retardasi mental.

4. Focal motor :

Page 36: Laporan Tutorial

Lesi pada lobus frontal.

5. Focal Sensorik :

Lesi pada lobus parietal.

6. Focal Psikomotor :

Disfungsi lobus temporal.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.

Pemeriksaan laboratorium :

Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula

darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui

tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula

NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.

Pemeriksaan EEG :

Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa

epilepsiform discharge atau epileptiform activity), misalnya spike sharp wave, spike and

wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah

fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara

berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal).

Pemeriksaan radiologis :

Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi

intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela

tursika dan sebagainya.

Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna,

rongga sub arachnoid serta gambaran otak.

Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak,

penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.

KOMPLIKASI.

Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang

berulang.

Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.

Page 37: Laporan Tutorial

PENATALAKSANAAN.

Medik :

a. Pengobatan Kausal :

Perlu diselidiki apakah pasien masih menderita penyakit yang aktif, misalnya tumor

serebri, hematome sub dural kronik. Bila ya, perlu diobati dahulu.

b. Pengobatan Rumat :

Pasien epilepsi diberikan obat antikonvulsan secara rumat. Di klinik saraf anak FKUI-

RSCM Jakarta, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun bebas serangan,

kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan.

Pada umumnya lama pengobatan berkisar antara 2-4 tahun bebas serangan. Selama

pengobatan harus diperiksa gejala intoksikasi dan pemeriksaan laboratorium secara

berkala.

Obat yang dipakai untuk epilepsi yang dapat diberikan pada semua bentuk kejang :

- Fenobarbital, dosis 3-8 mg/kg BB/hari.

- Diazepam, dosis 0,2 -0,5 mg/Kg BB/hari.

- Diamox (asetazolamid); 10-90 mg/Kg BB/hari.

- Dilantin (Difenilhidantoin), dosis 5-10 mg/Kg BB/hari.

- Mysolin (Primidion), dosis 12-25 mg /Kg BB/hari.

Bila menderita spasme infantil diberikan :

- Prednison dosisnya 2-3 mg/Kg BB/hari.

- Dexametasone, dosis 0,2-0,3 mg/Kg BB/hari.

- Adrenokortikotropin, dosis 2-4 mg/Kg BB/hari.

Keperawatan :

Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadinya bahaya akibat bangkitan

epilepsi, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi gangguan psikososial , kurang

pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN.

AKTIVITAS / ISTIRAHAT

Gejala : Keletihan, kelemahan umum.

Page 38: Laporan Tutorial

Keterbatasan dalam aktivitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat .

Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot.

Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

SIRKULASI

Gejala : Iktal : Hypertensi, peningkatan nadi, sianosis.

Postiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

INTEGRITAS EGO

Gejala : Stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan / atau

penanganan.

Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Perubahan dalam berhubungan.

Tanda : Pelebaran rentang respons emosional.

ELIMINASI

Gejala : Inkontinensia episodik.

Tanda : Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.

Postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine / fekal).

MAKANAN / CAIRAN

Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan aktivitas

kejang.

Tanda : Kerusakan jaringan lunak / gigi (cedera selama kejang).

Hyperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang).

NEUROSENSORI

Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma

kepala, anoksia dan infeksi serebral.

Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).

Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese / paralisis.

Tanda : Karakteristik kejang :

Kejang umum.

Kejang parsial (kompleks).

Kejang parsial (sederhana).

NYERI / KENYAMANAN

Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal.

Page 39: Laporan Tutorial

Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal.

Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati-hati.

Perubahan tonus otot.

Tingkah laku gelisah / distraksi.

PERNAFASAN

Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat; peningkatan sekresi

mukus.

Fase postiktal : apnea.

KEAMANAN

Gejala : Riwayat terjatuh / trauma, fraktur.

Adanya alergi.

Tanda : Trauma pada jaringan lunak / ekimosis.

Penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh.

INTERAKSI SOSIAL

Gejala : Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosialnya.

Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.

PENYULUHAN / PEMBELAJARAN

Gejala : Adanya riwayat epilepsi pada keluarga. Penggunaan / ketergantungan obat (termasuk

alkohol).

PRIORITAS KEPERAWATAN

1. Mencegah / mengendalikan aktivitas kejang.

2. Melindungi pasien dari cedera.

3. Mempertahankan jalan nafas.

4. Meningkatkan harga diri yang positif.

5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan

penanganannya.

TUJUAN PEMULANGAN

1. Serangan kejang terkontrol.

2. Komplikasi / cedera dapat dicegah.

3. Mampu menunjukkan citra tubuh.

4. Pemahaman terhadap proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

Page 40: Laporan Tutorial

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :

Resiko tinggi terhadap trauma / penghentian pernafasan berhubungan dengan perubahan

kesadaran; kelemahan; kehilangan koordinasi otot besar atau kecil.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :

- Gali bersama-sama klien berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang.

Rasional : alkohol, berbagai obat dan stimulasi lain (seperti kurang tidur, lampu yang

terlalu terang, menonton televisi terlalu lama) dapat meningkatkan aktivitas otak,

yang selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang.

- Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang dengan

posisi tempat tidur rendah. Rasional : mengurangi trauma saat kejang (sering / umum)

terjadi selama pasien berada di tempat tidur.

- Tinggallah bersama pasien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.

Rasional : meningkatkan keamanan pasien.

- Catat tipe dari aktivitas kejang (seperti lokasi / lamanya aktivitas motorik, hilang

kesadaran, inkontinensia, dan lain-lain) dan berapa kali terjadi (frekuensi /

kekambuhannya).

Rasional : membantu untuk melokalisasi daerah otak yang terkena.

Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

kerusakan neuromuskuler; obstruksi trakeobronkial.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :

- Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat

yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang

terjadi tanpa ditandai gejala awal.

Rasional : menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.

- Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama

serangan kejang.

Rasional : meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat

jalan nafas.

- Tanggalkan pakaian pada daerah leher / dada dan abdomen.

Rasional : untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi dada.

Page 41: Laporan Tutorial

- Masukkan spatel lidah / jalan nafas buatan atau gulungan benda lunak sesuai dengan

indikasi.

Rasional : jika memasukkannya di awal untuk membuka rahang, alat ini untuk mencegah

tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan penghisapan lendir atau memberi

sokongan terhadap pernafasan jika diperlukan.

- Lakukan penghisapan sesuai indikasi.

Rasional : menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.

- Kolaborasi dalam pemberian tambahan oksigen.

Rasional : dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang

menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang.

Gangguan harga diri / identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol; stigma

berkenaan dengan kondisi; ditandai dengan : takut penolakan, perubahan persepsi tentang

diri, kurang mengikuti / tidak berpartisipasi pada terapi.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :

- Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang

dilakukannya. Anjurkan untuk mengungkapkan perasaannya.

Rasional : reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan / pengalaman

awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap aturan

pengobatan.

- Identifikasi / antisipasi kemungkinan reaksi orang pada keadaan penyakitnya.

Rasional : memberikan kesempatan untuk berespons pada proses pemecahan masalah dan

memberikan tindakan kontrol terhadap situasi yang dihadapi.

- Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh atau yang akan dicapai

selanjutnya dan kekuatan yang dimilikinya.

Rasional : memfokuskan pada asfek positif dapat membantu untuk menghilangkan

perasaan dari kegagalan atau kesadaran terhadap diri sendiri dan membentuk pasien

mulai menerima penanganan terhadap penyakitnya.

- Diskusikan rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat.

Rasional : kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien /

Page 42: Laporan Tutorial

orang terdekat dapat merasa berdosa atas keterbatasan penerimaaan terhadap dirinya dan

stigma masyarakat. Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran

diri sendiri.

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan

berhubungan dengan kurang pemajanan, salah interpretasi informasi, kurang menginat,

ditandai dengan : kurang mengikuti aturan obat, pertanyaan, kurang kontrol aktivitas

kejang.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :

- Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit dan perlunya pengobatan /

penanganan dalam jangka waktu yang lama sesuai prosedur.

Rasional : memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi kesalahan persepsi dan

keadaan penyakit yang ada sebagai sesuatu yang dapat ditangani dalam cara hidup yang

normal.

- Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting sekali memakan obat sesuai petunjuk,

dan tidak menghentikan pengobatan tanpa pengawasan dokter. Termasuk petunjuk untuk

pengurangan dosis.

Rasional : tidak adanya pemahaman terhadap obat-obatan yang didapat merupakan

penyebab dari kejang yang terus menerus tanpa henti.

- Anjurkan pasien untuk memakai gelang / semacam petunjuk yang memberitahukan

bahwa anda adalah penderita epilepsi.

Rasional : mempercepat penanganan dan menentukan diagnosa dalam keadaan darurat.

- Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat

yang cukup, latihan yang cukup dan hindari bahaya alkohol, kafein dan obat yang dapat

menstimulasi kejang.

Rasional : aktivitas yang sedang dan teratur dapat membantu menuurnkan /

mengendalikan faktor-faktor predisposisi yang meningkatkan perasaan sehat dan

kemampuan koping yang baik dan juga meningkatkan harga diri.

Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan

sel otak dan aktivitas kejang sekunder terhadap epilepsi.

Page 43: Laporan Tutorial

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :

- Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.

Rasional : memberikan gambaran tentang pola perkembangan anak sesuai dengan

perkembangan di kelompok usianya.

- Observasi dan berikan kesempatan pada anak untuk memenuhi tugas perkembangan

sesuai dengan usia.

Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan anak yang dapat dicapai dan

membandingkan dengan pola perkembangan sesuai kelompok usia perkembangan.

Epidemiologi

Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia dengan insidensi dan prevalensi yang hampir

sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka yang lebih tinggi di negara

berkembang. Penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita wanita, dan lebih sering

dijumpai pada anak pertama.

Pada tinjauan lebih dari 30 kasus, rose dkk (1973) menentukan nilai bervariasi antara 150 per

1000 anak pada pulau tropis Guam hingga 1,5 per 1000 pada anak sekolah Jepang. Meskipun

penduduk di Eropa dan Amerika Selatan, jumlahnya bervariasi antara 3,2 dan 7,2 per 1000

(Ross dan Pedham, 1983).

Pada penelitian Cooper (1965) dari anak-anak berusia 11 tahun di Inggris, Skotlandia, dan

Wales, ada prevalensi dari 7,1 per 1000 ketika epilepsi diartikan sebagai kejang selama

setahun belakangan oleh ibu dari anak-anak yang berusia lebih dari 2 tahun dan

dikonfirmasikan sebagai epilepsi pada pemeriksaan oleh petugas kesehatan. Di Isle of Wight,

Rutter et al (1970) menemukan jumlah 7,2 per 1000 jika seorang anak telah mengalami

kejang sejak mulai sekolah dan selama 12 bulan sebelumnya telah mengalami kejang sekali

atau anak-anak telah mengkonsumsi antikonvulsan reguler.

Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang. Berdasarkan asumsi

bahwa Indonesia termasuk negara yang sedang berkembang, maka kejadian epilepsi di

Indonesia lebih tinggi daripada di negara maju/industri. Dari banyak studi menunjukkan

bahwa rata-rata prevalensi aktif 8,2 per 1.000 penduduk, sedangkan angka insidensi epilepsi

mencapai 50 per 100.000 penduduk. Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka

Page 44: Laporan Tutorial

diperkirakan jumlah pasien epilepsi yang masih mengalami bangkitan atau membutuhkan

pengobatan sekitar 1,8 juta. Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi epilepsi menunjukkan

pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada

dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagu pada kelompok usia lanjut.

Klasifikasi

Klasifikasi ILAE 1981 untuk jenis bangkitan epilepsy:

1. Bangkitan Parsial

Bangkitan parsial sederhana

1.1.1. Motorik

1.1.2. Sensorik

1.1.3. Otonom

1.1.4. Psikis

Bangkitan parsial kompleks

1.2.1. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran

1.2.2. Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan

Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

1.3.1. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik

1.3.2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik

1.3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik klonik

2. Bangkitan umum

2.1. Lena (absence)

2.2. Mioklonik

2.3. Klonik

2.4. Tonik

2.5. Tonik-klonik

2.6. Atonik

3. Tak tergolongkan(7)

Patofisiologi

Banyak penyelidikan yang telah dilakukan untuk menerangkan tentang masalah

kelistrikan epilepsi antara lain oleh Herbert Jasper (Kanada), Lennox dan Gibbs (Amerika)

Page 45: Laporan Tutorial

antara tahun 1935 – 1945.Dari penyelidikan tersebut terungkap bahwa bangkitan epilepsi

dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus epileptogen,

yang biasanya diketahui lokasinya tetapi tak selalu diketahui sifatnya

Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling berhubungan.

Pada umumnya hubungan antar neuron terjalin dengan pulsa listrik dan dengan bantuan zat

kimia yang secara umum disebut neurotransmitter. Hasil akhir dari komunikasi antar neuron

ini tergantung pada fungsi dasar dari neuron tersebut. Dalam keadaan normal lalu lintas pulsa

antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar. Namun demikian bisa juga terjadi bahwa

sebagian dari neuron bereaksi secara abnormal. Hal ini misalnya terjadi apabila mekanisme

yang mengatur lalu lintas pulsa antar neuron kacau bila braking system dari otak mengalami

gangguan. Antara lain yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah

neurotransmitter kelompok glutamat (yang mendorong ke arah aktivitas berlebihan :

excitatory) dan kelompok GABA (= gamma-aminobutyric acid, yang bersifat menghambat :

inhibitory)

Kejang epileptik, apapun jenisnya, selalu disebabkan karena transmisi impuls yang

berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti pola yang normal. Terjadi apa yang disebut

sinkronisasi daripada impuls. Sinkronisasi bisa terjadi hanya pada sekelompok kecil neuron

saja, atau kelompok yang lebih besar, atau malahan meliputi seluruh neuron di otak secara

serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut dalam proses sinkronisasi ini

menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptiknya : serangan epileptik yang

ditimbulkan juga jadi sangat beragam. Bagaimana cara terjadinya sinkronisasi tidak diketahui

secara tepat.

Secara teoritis ada dua faktor yang dapat menyebabkan hal ini :

a. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron penghambat kurang optimal hingga terjadi

pelepasan impuls epileptik secara berlebihan

Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA tidak

normal. Otak pasien yang menderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi

GABA yang rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik

(IPSIs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABAA

Gamma amino butyric acid (GABA). Suatu hipotesa mengatakan bahwa aktivitas

epileptik disebabkan oleh hilang atau berkurangnya inhibisi oleh GABA. Zat ini

Page 46: Laporan Tutorial

merupakan neurotransmitter inhibitorik utama di otak. Ternyata bahwa sistem GABA ini

sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa

perubahan pada salah satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap yang

akan menambah rangsangan. Ada kesan bahwa peran GABA pada absence dan pada

epilepsi konvulsif tidak sama. Kini belum ada kesepekatan tentang peran GABA pada

epilepsi kronis.

b. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik berlebihan hingga terjadi pelepasan

impuls epileptik berlebihan juga.

Kemungkinan lain adalah bahwa fungsi jaringan neuron penghambat normal tapi sistim

pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini bisa ditimbulkan oleh

meningkatnya konsentrasi glutamat di otak . sampau berapa jauh peran peningkatan

glutamat ini pada orang yang menderita epilepsi belum diketahui secara pasti.

Glutamat sejak lama diakui sebagai zat yang berperan pada sinaps perangsang di korteks

dan hipocampus. Hayashi pada tahun 1954 menemukan bahwa aplikasi glutamat topikal

akan menimbulkan bangkitan paroksimal seperti pada epilepsi. Kini diketahui bahwa

sistem glutamat ini juga terdiri dari beberapa subtip reseptor lagi.

Glycine diperlukan untuk fungsi glutamat sedangkan zinc memblokir pengaruhnya bila

diberikan sebelum serangan dimulai.

Gejala

Kejang parsial simplek, dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan

muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau

kelainan psikis yang abnormal,tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi

di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan

bergoyang dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah

dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak

menyenangkan. Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami dejavu

(merasa pernah megalami perasaan seperti sekarang di masa yang lalu.

Kejang Jacksonian gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu (misalnya tangan

atau kaki) dan kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan dengan penyebaran aktivitas

listrik di otak.

Page 47: Laporan Tutorial

Kejang parsial (psikomotor) kompleks, dimulai dengan hilangnya kontak penderita

dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi goyah,

menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan,

mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain

katakan dan menolak bantuan.

Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan

total.

Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) biasanya dimulai dengan kelainan

muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini segera menyebar ke

daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi.

Epilepsi primer generalisata ditandai dengan muatan listrik abnormal di daerah otak

yang luas, yang sejak awal menyebabkan penyebaran kelainan fungsi. Pada kedua jenis

epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh terhadap muatan yang abnormal. Pada

kejang konvulsif, terjadi penurunan kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan

sentakan-sentakan di seluruh tubuh, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-

kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih. Sesudahnya penderita bisa mengalami

sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak dapat

mengingat apa yang terjadi selama kejang.

Kejang petit mal, dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun.

Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grandmal. Penderita hanya

menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30

detik.

Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan

maupun menyentak-nyentak.

Status epileptikus, merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus

menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana

mestinya dan muatan listrik didalam otaknya menyebar luas. Jika tidak segera ditangani,

bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita biasa meninggal.

Spame Infatil adalah serangan berupa fleksi atau ekstensi satu kelompok, akut atau lebih

secara mendadak, biasanya terjadi berturutan dan sering disertai dengan teriakan. Satu

dari 3.000 anak terkena serangan ini dan 90% diantaranya terjadi antara usia 3-12 bulan.

Page 48: Laporan Tutorial

West Syndrom bisa dibedakan menjadi dua jenis yaitu simptomatik dan cryptogenik.

Jenis simptomatik disebabkan karena ada kelainan neurologis sebelumnya. Sedangkan

jenis cryptogenic tidak diketahui penyebabnya.

Jenis spasmenya adalah berkelompok (kluster) dan dalam satu kluster bisa mencapai 125

spasme. Biasanya gejala timbul setelah bangun tidur. Pada saat terjadi spasme biasanya

anak menangis dan spasme ini bisa terus berlangsung.

Serangan mungkin dicetuskan oleh bunyi atau penanganan (“handling”) dan dapat

terjadi banyak kali sehari. Sering terlihat gambaran EEG yang khas (“hypsarrhythmia”).

Pengobatan infantile spasms sampai saat ini belum memuaskan. ACTH diyakini lebih

efektif dibandingkan penggunaan kortikosteroid sehingga rekomendasi lini pertama

adalah ACTH sedini mungkin. Namun efek samping ACTH harus diwaspadai.

Sedangkan melalui penelitian, topiramate cukup efektif untuk monoterapi pada anak di

atas 2 tahun. Mortalitas spasme infatil sekitar 25 %, yang 50% lagi diikuti dengan

kemunduran atau keterlambatan perkembangan atau gejala sisa neurologis lain dan

sekita 50% diantaranya berkembang menjadi epilepsi kronik. Bila kasus-kasus

kriptogenik ditangani segera secara serius, prognosis akan lebih baik

Sindrom Lennox-Gastaut, istilah ini digunakan untuk sindrom epileptik pada masa

kanak-kanak dengan ciri keterbelakangan mental dan serangan kejang disertai corak

EEG yang khas berupa gelombang lambat dan paku yang difus. Sindrom lennox-gastaut

termasuk dalam bentuk epilepsi general yang simtomatik dengan prevalensi sekitar 2-

3% dari seluruh kasus epilepsi. Puncak onset terjadi di usia 3-5 tahun. Secara umum

sindrom ini berkaitan dengan tipe kejang yang multipel. Tetapi yang paling khas adalah

adanya axial tonic seizure yang menyebabkan cedera. Sedangkan kejang atypical

absence , atonic atau drop attack serta kejang mioklonik dan tonik klonik, juga bisa

ditemui. Hasil EEG secara umum lambat (< 2 Hz). Biasanya penderita memiliki IQ

rendah dan ada kemunduran mental. Serangan pertama kali biasanya terjadi antara usai

1-6 tahun, sering terdapat keterbelakangan mental yang kadang-kadang berat dan pasien

hampir selalu mengalami serangan kejang yang parah berupa campuran serangan tonik,

lena atipik, atonik dan klonik klasik, sering terjadi setiap hari. Serangan ini sukar diatasi

dengan obat antikonvulsan, dan prognosis biasanya buruk. Sindom lennox-gastaut ini

Page 49: Laporan Tutorial

dapat terjadi tanpa sebab yang jelas atau dihubungkan dengan berbagai abnormalitas

yang ada sebelumnya (mis : anomali perkembangan, kelainan metabolik, dan setelah

infeksi otak). Prognosis sindrom ini juga sangat buruk, lebih dari 80% tidak bisa

disembuhkan. Untuk mengatasi sindrom ini diperlukan politerapi yaitu kombinasi

topiramate, lamotrigine dan valproate.

9. Mikroorganisme penyebab infeksi Sistem Saraf Pusat dan Sistem Saraf Perifer

INFEKSI JAMUR

Mucormycosis

Serebral mucormycosis (phycomycosis) adalah penyakit akut, jarang dapat

disembuhkan yang disebabkan oleh jamur klas phycomycetae khususnya genera

rhizopus. Jamur ini terdapat diseluruh dunia pada tumbuhan busuk, pupuk dan makanan

yang mengandung banyak gula. Infeksi pada manusia hampir selalu terjadi pada pasien

yang mempunyai penyakit utama termasuk diabetes melitus yang tidak terkontrol,

keganasan darah, lymfoma, keadaan imunosupresif, penggunaan antibiotik jangka

panjang dan penggunaan sitostatik.

Jamur ini masuk ke dalam tubuh manusia yang rentan melalui hidung

menyebabkan sinusitas dan sellulitis orbitalis, kemudian penetrasi ke arteri dan terjadi

trombosis arteri oftalmika danar karotis interna dan selanjutnya menyerang vena dan

saluran linfe. Dapat terjadi penyakit yang desiminata pada mata, serebral,paru

danintestinal.

Gejala klinis biasanya dimulai dengan tanda-tanda infeksi sinus paranasalis

seperti hidung tersumbat, sekret dari hdung kadang-kadang berdarah, nyeri pada daerah

sinus dan demam. Jika tidak diobati, penyakit ini akan menyebar keotak melalui lamina

kribriformis atau setelah terlibatnya tulang tengkorak. Kemudian terjadi gejala-gejala

lobus frontalis dan meningen basalis bersama dengan penurunan kesadaran drowsyness

nyeri kepala, perubahan status mental. Gejala neurologis yang sering terjadi yaitu

proptis,kelumpuhan mata dan hemiplegi yang mana keadaan ini berhubungan dengan

terlibatnya arteri arteri orbitalis dan karotis danjaringan disekitarnya. Organisme ini dapat

menginvasi meningen atau dapat menembus otak sehingga menimbulkan ensefalitis

jamur dan dapat menyebabkan Infark dan perdarahan otak.

Page 50: Laporan Tutorial

Beberapa hifa terdapat didalam trombus dandinding pembuluh darah dan sering

sekali masuk ke dalam perinkim sekitarnya. Biasanya penyakit ini cepat berakibat fatal

dalam beberapa hari atau minggu. Diagnosa penyakit in ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan sputum, cairan serebrospinal atau eksudat jaringan sinus paranasalis. Kultur

rhizopus dapat membantu tapi bukan merupakan diagnostik oleh karena kebanyakan

merupakan kontaminan.

Terapi terdiri dari pemberian Amphotericin B dan kontrol faktor predisposisi

seperti diabetes melitus. Juga diperlukan drainase lokal dan operasi jaringan nekrotik

secepatnya untuk mencegah penyebaran penyakit.

Candidiasis (moniliasis)

Spesies candida merupakan suatu flora mikrobial yang normal terdpat dalam

tubuh manusia. Candidiasis kemungkinan merupakan infeksi jamur oportunistik

terbanyak. Infasi ke susunan saraf pusat sebenarnya sangat jarang kecuali terjadi

kerusakan sistem kekebalan tubuh host. Banyak factor yang menunjang terjadinya infeksi

candida seperti terapi antibiotik spectrum luas, luka bakar berat, nutrisi parental total,

prematuritas, keganasan pemasangan kateter, terapi kortikosteroid, neutropenia, operasi

abdomen, diabetes mellitus, dan penggunaan obat parenteral yang tidak semestinya

(parentral drug abuse).

Bentuk patologi infeksi susunan saraf pusat oleh candida berupa penyebaran

mikro abses intraparenkimal, granuloma nonkaseosa, abses besar, meningitis dari

ependimitis. Pada kebanyakan kasus diagnosis belum dapat ditegakkan pada saat pasien

masih hidup, kemungkinan oleh karena sukarnya menemukan organisme pada cairan

serebrospinal. Prognosis biasanya jelek walaupun dengan penggunaan amphotericin B.

Aspergilosis

Aspergilosis fumigatus dan A.flavus dapat menyebabkaninf susunan saraf pusat

manusia. Hal ini terjadi melalui penyebaran langsung dari sinus paranasalis atau setelah

traumakapitis, operasi lumbal fungsi, atau melalui penyebaran hematogen pada orang

dengan gangguan imunitas terutama yang mengalami neutropenia dalam jangka waktu

yang lama. Penulis lain menyatakan bahwa infeksi jamur ini terutama jika terjadi sinusitis

Page 51: Laporan Tutorial

kronis (khususnya spenodialis) dengan osteomielitis basis tengkorak atau akibat

komplikasi otitis dan masstoiditis.

Manifestasi klinis penyakit ini berupa gangguan nevrus kranialis pada sekitar

daerah infeksi, abses serebri, granuloma kranial dan spinal pada duramater. Keadaan ini

tidak bermanifestasi sebagai meningitis. Pada beberapa kasus penyakit ini didapat di

rumah sakit ditandai dengan adanya gejala infeksi paru yang tidak mempan terhadap

antibiotik. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan melakukan biopsi atau dengan kultur.

Terapi anti jamur seperti ampotericin B dan kombinasi dengan limaflurocytosine

dan imidazole masih dipertanyakan keberhasilannya. Jika obat-obatan ini diberikan

setelah operasi pengeluaran materi yang terinfeksi, beberapa pasien dapat disembuhkan.

Coccodiodomycosis

Penyakit infeksi jamur ini banyak didaerah Barat Daya Amerika. Biasanya hanya

menyebabkan gejala influensa dengan infiltrat pada paru sebagai pneumonia non

bakterial. Keadaan ini dapat berlangsung progresif menjadi diseminata termasuk infeksi

pada meningen. Reaksi patologi dan gambaran kliniknya pada meningen dan cairan

serebrospinal sangat mirip dengan meningitis tuberkulosa.

Terapi terdiri dari pemberian ampotericin B intravena. Ada juga yang

menganjurkan pemberian ampotericin B intratekal. Pemberian melalui lumbal fungsi

yaitu dengan campuran ampotericin B dalam glukosa 10%, pasien dalam posisi kepala

agak kebawah (head dowm position) ampotericin B diberikan 3 kali seminggu selama 3

bulan, atau sampai sel pada cairan serebrospinal kurang dari 10 mm3 dan complement

fixing menghilang dari cairan likuor.

Histoplasmosis

Histoplasma capsulatun terdapat pada daerah ohio dandaerah lembah Missisipi

tengah Amerika. Infeksi terjadi setelah inhalasi spora. Kebanyakan pasien hanya

memperlihatkan gejala yang minimal atau tanpa gejala selama infeksi primer pada paru

paru. Perkembangan penyakit yang progresif (desimilata) terjadi pada penderita

gangguan pertahanan tubuh (cell mediated immune defence) setengah dari penderita

dengan gejala diseminata merupakan pasien dengan terapi imunosupresif, Lymphoma,

Page 52: Laporan Tutorial

lymphocytic leukimia, gangguan limfa atau AIDS. Jika terjadi keaadaan disseminata ,

lokasi yang terutama adalah susunan saraf pusat.

Terapi yang dianjurkan adalah pemberian ampotericin B intravena 50 mg/hari

pada orang dewasa dan 1 mg/kgBB/hari pada anak-anak dengan berat badan kurang dari

50 kg, selama 6-12 minggu, dengan dosis total sekitar 35 mg/kgBB. Terapi pemeliharaan

(maintenance) diberikan 50-80 mg setiap 1 atau 2 minggu, untuk mencegah relaps pada

penderita AIDS.

INFEKSI PARASIT DIFUS

Trichinosis

Trichinosis adalah infestasi usus dan jaringan (pada manusia dan binatang menyusui)

yang disebabkan oleh cacing bulat Trichinella spiralis. Tuan rumah (host) cacing ini

adalah babi dan kadang beruang. Dalam jumlah yang banyak cacing ini menyebabkan

diare dan saat migrasi larvae ke jaringan menyebabkan myositis, demam, eosinofilia,

myocarditis dan kadang ensefalitis. Larvae trichinella menyebabkan nekrose otot dan

klasifikasi fokal. Larvae ini mampu bertahan sampai 5-10 tahun setelah encystasi. Bila

mengenai otak membentuk granulomatus nodul dan vaskulitis pembuluh darah kecil.

Klinis

Berat ringannya gejala tergantung dari jumlah larvae. Semua jaringan saraf dapat terkena

invasi cacing ini, termasuk saraf tepi. Invasi di susunan saraf pusat meneybabkan kejang,

delirium dan psikosa.

Pemeriksaan jantung

Diagnosa trichinella ditentukan oleh adanya leukositosis eosinofilik, tes serologi

antibodi , x foto otot dan biopsi.Liquor biasanya normal. Pencegahan dengan merebus

ulang (refraining) daging sebelum dimakan.

Pengobatan

Thiabendazole 25 mg/koagulan bb/hari, selama 7 hari dan kortikosteroid mengurangi

reaksi inflamasi.

Prognosa

Mortalitas mencapai 2% pada kasus sistemik, sedang pada infeksi susunan saraf pusat

mencapai 10%.

Page 53: Laporan Tutorial

Toxoplasmosis

Toxoplasmosis gondii merupakan protozoa obligat intraselluler pada manusia, kucing dan

burung.

Patogenesa

Organisme ini mauk ke dalam tubuh manusia lewat makanan yang terkontaminasi.

Sebagian besar infeksi bersifat asimtomik, dan gejala baru muncul setelah daya tahan

tubuh menurun.

Klinis

Manifestasi klinis umumnya adalah limfadenopati generalisata, dan bila mencapai otak

menimbulkan meningoensefalitis. Defisit neurologis fokal berhubungan dengan

lesi/nekrose parenkim otak atau pembentukan jaringan parut. Diagnosa ditegakkan lewat

peemriksaan serologi dan biopasi. Toxoplasma dapat menetap sepanjang usia host

toxoplasma congenital terjadi lewat pasase transplasenta dengan gejala korioretinitis dan

kejang atau menetap tanpa gejala.

Pemeriksaan penunjang

Pada CT Scan nampak gambaran abses multifokal dengan kontras enhancement

Pengobatan

Terapi spesifik dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Dosis pirimetamin hari

pertama 75 mg selanjutnya 25 mg dengan sulfadiazin 1 gr setiap 6 jam ditambah asam

folat 10 mg/hari, sedikitnya selama 3-6 minggu. Selama pemberian obat ini pasien harus

banyak minum untuk menghindari kristaluria. Prgnosa tergantung saat penyakit

ditemukan.

Amebiasis

Entamoeba histolytica menghuni kolon dan menyebabkan disentri. Komplikasi

ekstraintestinal yang sering adalah abses hati, pleurisy, pneumonia, pericarditis dan

meningoensefalitis.

Patogenesa

Organisme mencapai otak lewat embolisasi. Entamoeba menyebabkan nekrose, dengan

reaksi radang ringan pada parenkim otak, udem, kejang dan kadang pembentukan abses.

Page 54: Laporan Tutorial

Diagnosa lewat pemeriksaan fases dan biopsi jaringan . Amebiasis susunan saraf pusat

jarang terdiagnosa saat pasien masih hidup.

Penanganan

Penanganan dengan pemberian obat amebicid seperti metronidazol dengan dosis 35-50

mg/koagulan bb selama 5-10 hari.

INFEKSI PARASIT FOKAL

Cysticercosis

Cysticerosis merupakan penyakit akibat parasit/larva dari Taenia solium yang

mempunyai afinitas khusus terhadap jaringan saraf dan menimbulkan bermacam

sindroma tergantung dari lokasi dalam neuraxis.

Patogenesa

Manusia dan babi dapat terserang larva pada jaringan tubunhya. Penularan lewat makan

daging yang tidak dimasak dengan baik. Saat ini diketahui paling tidak ada lima tipe

cycticercosis otak. Lokasi cysticerosis adalah recemose meningobasal, cystic

parenchimal, cerebromeningeal, ventricular dan spinal. Gambaran khas recemose

cycticercosis adalah vesikel kecil yang multipel (encysted larvae) di ruang subarakmoid,

terutama di sisterna basalis. Gejala lain adalah parese saraf otak dan hidrosefalus. Larva

bersifat iritatif dan menyebabkan proses desak ruang sehingga menimbulkan araknoiditis

dan sumbatan daerah sisterna. Bentuk khas lesi intraparenkim adalah kista multipel yang

kadang mengalami kalsifikasi. Karena sifatnya yang iritatif maka mudah menimbulkan

kejang dan defisit sensorimotor. SOL akibat cysticercosis tidak berbahaya.

Diagnosa

Diagnosa cysticerosis dibuat berdasarkan gambaran radiologis dantes serologis.

Gambaran darah tepi adalah eosinofilia. Pada liquor ditemukan pleositosis eosinofilia,

dengan kadar gula dan protein normal.

Pengelolaan

Penanganan dengan pengangkatan kista, sedang obat untuk kista parenkimal adalah

praziquantel (10-20 mg/koagulan bb) atau albendazol (400 mg), sedang cacingnya sendiri

dapat dikeluarkan dari usus dengan pemberian niclosamide (2 gr).

Page 55: Laporan Tutorial

Echinococcosis (hydatid disease)

Echinococcosis adalah penyakit parasistik yang disebabkan oleh infestasi kista

echinococcus granulosa, cacing pita anjing. Host perantara cacing ini adalah domba, unta

dan sapi.

Patogenesa

Peneybaran penyakit dari saluran cerna lewat aliran darah menyerang hati, paru, tulang

dan otak. Larva membentuk kista tunggal yang cepat membesar. Setelah beberapa bulan

dinding kista akan berdiferensiasi menjadi lapisan dalam (internal germinal layer) dari

kista berikutnya,akibatnya kista akan semakin besar berisi cairan dan partikel parasit

yang dikenal sebagai hydatid sand. 3% kasus echinococcosis sistemik sampai otak,

dengan kista yang seliter, besar dan lokasinya superfisial.

Klinis

Gejala awal biasanya adalah tekanan tinggi intrakranial.

Diagnosa

Diagnosa ditegakkan lewat pemeriksaan darah eosinofilla dan tes intradermal (Casoni

intradermal skin test) dan tes fixasi komplemen (Weinberg).

Pengelolaan

Pengangkatan kista saat operasi harus hati-hati, karena bila pecah akan menyebarkan

kista karena dalam kista terdapat larva hydatid hidup. Tilang tengkorak dan vertebrata

dapat rusak oleh adanya kista dan saat operasi kista sulit diangkat secara utuh.

Paragonimiasis

Paragonimiasis disebabkan oleh infeksi cacing paru Paragonimus westermani. Pada

manusia paragonimiasis berbentuk meningoensefalitis karena granulomatosis multipel.

Host primer adalah krustasea, dan manusia sebagai perantara.

Diagnosa

Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya telur dari sputum atau feses. Pada CT Scan

nampak granuloma intraserebral yang sering mangalami kalsifikasi.

Pengobatan

Pengobatan dengan bithionol (30-50 mg/koagulan selang sehari selama 10 – 15 kali

pemberian) danreaksi granuloma.

Page 56: Laporan Tutorial

Meningitis

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula

spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu

dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus

influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal

column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

Etiologi

1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok),

Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus

aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,

Peudomonas aeruginosa

2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia

3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita

4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir

kehamilan

5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.

6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan

system persarafan (Rita & Suriadi, 2001)

Klasifikasi

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan

otak, yaitu :

1. Meningitis serosa

Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.

Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,

Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.

2. Meningitis purulenta

Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis.

Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis

Page 57: Laporan Tutorial

(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus

influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa. (Smeltzer,

2001)

Patofisiologi

Kuman secara hematogen sampai ke selaput otak misal pada penyakit faringotonsilitis,

pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis. Dapat pula sebagai perluasan

perkontinuitatum dari peradangan organ dekat selaput otak misal abses otak, otitis media,

mastoiditis. (Ngastiyah, 1997)

Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,

anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan

pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian

tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen;

semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam

meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran

darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat

meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak

dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.

Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri

dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema

serebral dan peningkatan TIK.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis.

Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan

dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen)

sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang

disebabkan oleh meningokokus. (Smeltzer, 2001)

Manifestasi klinis

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :

Page 58: Laporan Tutorial

1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)

2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.

3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:

a) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran

karena adanya spasme otot-otot leher.

b) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi

kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.

c) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan

pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi

maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.

4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.

5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat

purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda

vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala,

muntah dan penurunan tingkat kesadaran.

6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.

7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul,

lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.

(Smeltzer, 2001)

Pemeriksaan Diagnostik

1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :

a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah

putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa

jenis bakteri.

b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih

meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur

virus biasanya dengan prosedur khusus.

2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )

3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )

4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )

5. Elektrolit darah : Abnormal .

Page 59: Laporan Tutorial

6. ESR/LED : meningkat pada meningitis

7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat

infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi

8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak

ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor

9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

(Doenges, 1999)

Komplikasi

1. Hidrosefalus obstruktif

2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )

3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)

4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )

5. Efusi subdural

6. Kejang

7. Edema dan herniasi serebral

8. Cerebral palsy

9. Gangguan mental

10. Gangguan belajar

11. Attention deficit disorder. (Rita & Suriadi, 2001)

Ensefalitis

adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis

dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit

lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit

parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic

meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem

kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap

tengkorak dan menyebabkan kematian.

Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak

pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan

Page 60: Laporan Tutorial

penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti

perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya

sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius

pada susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi

pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia

muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar,

hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral

Patogenesis Ensefalitis

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke

dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau

organ tertentu.

Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah

Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.

Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di

Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.

Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,

muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .

Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.

Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis,

Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

Penyebab Ensefalitis:

Penyebab terbanyak : adalah virus

Sering : Herpes simplex, Arbo virus

Jarang : Entero virus, Mumps, Adeno virus

Post Infeksi : Measles, Influenza, Varisella

Post Vaksinasi : Pertusis

Ensefalitis supuratif akut :

Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus, Streptokok, E.Coli,

Mycobacterium dan T. Pallidum.

Ensefalitis virus:

Page 61: Laporan Tutorial

Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili, virus

rabies, virus rubella, virus denque, virus polio, cockscakie A, B, Herpes Zoster,

varisela, Herpes simpleks, variola.

Gejala

Orang yang terjangkit ensefalitis menunjukan gejala antara lain:

* kebingungan

* mengantuk

* sakit kepala

* leher kaku

Gejala lain yang timbul:

* sensitif pada cahaya

* kehilangan kesadaran

* tremor

* jalan tidak stabil

* muntah

* gangguan kemampuan berbicara

Perawatan

Pilihan pengobatan bervariasi, tergantung pada apa yang menyebabkan ensefalitis. Obat-

obatan yang digunakan untuk mengobati ensefalitis meliputi:

• ibuprofen untuk mengatasi sakit kepala dan demam

• antibiotik untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri

• Antikonvulsan untuk mengatasi mengobati kejang

• obat antivirus untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh virus

• kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan otak

• obat penenang untuk mengatasi lekas marah

MIELITIS

Menurut Plum dan Olsen (1981) serta Banister (1978) mielitis adalah terminologi

nonspesifik, yang artinya tidak lebih dari radang medula spinalis. Tetapi Adams dan

Page 62: Laporan Tutorial

Victor (1985) menulis bahwa mielitis adalah proses radang infektif maupun non-

infektifyang menyebabkan kerusakan pada nekrosis pada substansia grisea dan alba.

Menurut perjalanan klinis antar awitan hingga munculnya gejala klinis mielitis dibedakan

atas :

1. Akut :

Simtom berkembang dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam tempo beberapa hari

saja.

2. Sub Akut :

Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2-6 minggu.

3. Kronik :

Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 6 minggu.

Beberapa istilah lain digunakan untuk dapat menunjukkan dengan tepat, distribusi proses

radang tersebut. Bila mengenai substansia grisea disebut poliomielitis, bila mengenai

substansia alba disebut leukomielitis. Dan bila seluruh potongan melintang medula

spinalis terserang proses radang maka disebut mielitis transversa.

Bila lesinya multipleks dan tersebar sepanjang sumbu vertikel disebut mielitis diseminata

atau difusa. Sedang istilah meningomielitis menunjukkan adanya proses radang baik pada

meninges maupun medula spinalis, demikian pula denagn meningoradikulitis (meninges

dan radiks). Proses radang yang hanya terbatas pada durameter spinalis disebut

pakimeningitis dan bahan infeksi yang terkumpul dalam ruang epidural disebut abses

epidural atau granuloma.

Istilah mielopati digunakan bagi proses noninflamasi medula spinalis misalnya yang

disebabkan proses toksis, nutrisional, metabolik dan nekrosis.

KLASIFIKASI

1. Mielitis yang disebabkan oleh virus.

a. Poliomielitis, group A dan B Coxsackie virus, echovirus

b. Herpes zoster

c. Rabies

d. Virus B

Page 63: Laporan Tutorial

2. Mielitis yang merupakan akibat sekunder akibat sekunder dari penyakit pada

meningens dan medula spinals.

a. Mielitis sifilitika

Meningoradikulitis kronik (tabes dorsalis)

Meningomielitis kronik

Sifilis meningovaskular

Meningitis gumatosa termasuk pakimeningitis spinal kronik

b. Mielitis piogenik atau supurativa

Meningomielitis subakut

Abses epidural akut dan granuloma

Abses medula spinalis

c. Mielitis tuberkulosa

Penyakit pott dengan kompresi medula spinalis

Meningomielitis tuberkulosa

Tuberkuloma medula spinalis

d. Infeksi parasit dan fungus yang menimbulkan granuloma epidural, meningitis

lokalisata atau meningomielitis dan abses.

3. Mielitis (mielopati) yang penyebabnya tidak diketahui.

a. Pasca infeksiosa dan pasca vaksinasi

b. Kekambuhan sklerosis multipleks akut dan kronik

c. Degeneratif atau nekrotik.

Penatalaksanaan

Pemberian glukokortikoid atau ACTH, biasanya diberikan pada penderita yang

datang dengan gejala awitanya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau

bila terjadi progresivitas defesit neurologik. Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk

prednison oral 1 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal selama 2 minggu lalu

secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan per oral dapat

pula diberikan metil prednisolon intravena dengan dosis 0,8 mg/kg/hari dalam waktu 30

menit. Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular denagn dosis 40 unit dua

kali per hari (selama 7 hari), lalu 20 unit dua kali per hari (selama 4hari) dan 20 unit dua

kali per hari (selama 3 hari). Untuk mencegah efek samping kortikosteroid, penderita

Page 64: Laporan Tutorial

diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150 mg

2kali/hari. Selain itu sebagai alternatif dapat diberikan antasid per oral.

Pemasangan kateter diperlukan karena adanya retensi urin, dan untuk mencegah

terjadinya infeksi traktus urinarius dilakukan irigasi dengan antiseptik dan pemberian

antibiotik sebagai prolifilaksis (trimetroprim-sulfametoksasol, 1 gram tiap malam).

Konstipasi dengan pemberian laksan.

Pencegahan dekubitus dilakukan dengan alih baring tiap 2 jam. Bila terjadi hiperhidrosis

dapat diberikan propantilinbromid 15 mg sebelum tidur.

Disamping terapi medikamentosa maka diet nutrisi juga harus diperhatikan, 125

gram protein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak 3 liter per hari diperlukan.

Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi sehingga sering

menimbulkan spasme kedua tungkai, hal ini dapat diatasi dengan pemberian Baclofen 15-

80 mg/hari, atau diazepam 3-4 kali 5 mg/hari. Rehabilitas harus dimulai sedini mungkin

untuk mengurangi kontraktur dan mencegah komplikasi tromboemboli.

Page 65: Laporan Tutorial

Daftar Pustaka

Patofisiologi Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson edisi 6Ilmu Kesehatan Anak FKUINeurologi Klinik Dasar