laporan tutorial sken.b

49
LAPORAN TUTORIAL Skenario B Blok 14 Kelompok 10 Dosen Pembimbing: dr. Budi Santoso Disusun oleh: 1. Achmad Fitrah K. 04101401061 2. Ashita Hulwah A. 04101401073 3. Atifatur Rachmania 04101401078 4. Dzikrina Miftahul Husna 04101401022 5. Joas Vinsensius D. 04101401066 6. Khusnul Dwinita 04101401063 7. K.M. Azandy Akbar 04101401067 8. Noor Zaki Abdelfatah 04101401013 9. Rohayu 04101401051 10. Sarah Veranicha Silaen 04101401012 11. Siti Nabila Maharani 04101401087 12. Tri Hasnita 04101401019

Upload: karina-attaya-suwanto

Post on 14-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

csxz

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Sken.b

LAPORAN TUTORIALSkenario B Blok 14

Kelompok 10

Dosen Pembimbing: dr. Budi Santoso

Disusun oleh:

1. Achmad Fitrah K. 04101401061

2. Ashita Hulwah A. 04101401073

3. Atifatur Rachmania 04101401078

4. Dzikrina Miftahul Husna 04101401022

5. Joas Vinsensius D. 04101401066

6. Khusnul Dwinita 04101401063

7. K.M. Azandy Akbar 04101401067

8. Noor Zaki Abdelfatah 04101401013

9. Rohayu 04101401051

10. Sarah Veranicha Silaen 04101401012

11. Siti Nabila Maharani 04101401087

12. Tri Hasnita 04101401019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Page 2: Laporan Tutorial Sken.b

KATA PENGANTAR

Penulis sangat berterima kasih kepada Dosen pembimbing atas bimbingan

beliau selama proses tutorial skenario B di Blok 14 ini berlangsung.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada

kedua orang tua, yang telah bekarja keras selama ini untuk memenuhi kebutuhan

moril maupun materil penulis dalam menjalani pendidikan.

Terima kasih juga kepada para teman-teman sejawat dan seperjuagan di

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya atas semua dorongan dan semangatnya

sehingga segala yang berat terasa begitu ringan dan yang sulit menjadi mudah.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan

di masa mendatang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan sumbangan

pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 27 September 2012

Penulis

Page 3: Laporan Tutorial Sken.b

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Hematologi merupakan blok 14 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran

untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis

memaparkan kasus yang diberikan mengenai Mr. Alex lelaki berusia 50tahun yang

datang ke rumah sakit dengan keluhan gatal diseluruh tubuh terutama setelah mandi air

hangat sejak 6 bulan yang lalu dan memburuk pada 2 bulan yang lalu. Kemudian di

dapatkan berbagai gejala tambahan dari anamnesis serta dari hasil pemeriksaan yang

dilakukan.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan

pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

skenario ini.

Page 4: Laporan Tutorial Sken.b

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutorial Skenario B

Tutor : dr. Budi Santoso

Moderator : Joas Vinsensius D.

Sekretaris papan : K.M. Azandy Akbar

Sekretaris meja : Khusnul Dwinita

Waktu : Senin, 24 September 2012

Rabu, 26 September 2012

Peraturan tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat

dengan cara mengacungkan tangan terlebih dahulu dan

apabila telah dipersilahkan oleh moderator.

3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama proses

tutorial berlangsung.

4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.

Page 5: Laporan Tutorial Sken.b

2.2 Skenario B Blok 14

Mr.Alex, 50 years old man, lives in Palembang. He came to the hospital because of

generalized itching especially after taking a warm bath since 6 months ago and got worsen in

the last 2 months. He also had night sweating, severe headache dan tinnitus. He has no

history of smoking. He denied having a chronic fever, chills, cough or abnormal bleeding.

Physical Examination:

- Vital sign : BP : 180/90 mmHg , HR : 88x/m , regular, normal sound, RR : 20x/m

Temp : 36.7 oC

- Look : Flushing face

- No lymphadenopathy

- Thorax : within normal limit

- Abdomen : soft and tender, splenomegaly (S2)

Laboratory Result:

CBC: Hemoglobin : 20.6 mg/dl , hematocrites : 60% , leucocytes : 22.000/mm3 , diff.count :

8/3/10/60/15/4 . platelets : 810.000/mm3 , erithrocytes : 6.300.000/mm3

Further Examination:

- RBC mass : 38 ml/kg

- Oxygen saturation : 98%

- Erytrhopoietin level : decreased

- Alkaline phospatase : increased

- Uric acid : 10 mg/dl

- Bone marrow : hypercellular, normal maturation

- Cytogenetic : normal, 46 XY

2.3. Klarifikasi Istilah

1. Gatal / itching : Sensasi kulit yang tidak nyaman dan menimbulkan keinginan untuk

menggaruk atau menggosok kulit.

2. Tinnitus : Suara bising di telinga seperti dengungan.

3. Severe headache : Nyeri di kepala yang berat

4. Chronic fever : Peningkatan suhu tubuh diatas normal yang berlangsung lama.

5. Chills : Perasaan dingin disertai mengigilnya tubuh.

6. Lymphadenopati : Penyakit kelenjar limfe

Page 6: Laporan Tutorial Sken.b

7. Oxygen saturation : Jumlah oksigen yang terikat Hb pada darah yang dinyatakan dengan

persentase kapasitas oksigen pengikatan maksimal.

8. Cough : Eksklusi udara tiba-tiba sambil mengeluarkan suara dari paru-paru.

9. Alkaline phospatase: Enzim yang berasal dari netrofil

2.4. Identifikasi Masalah

1. Tuan Alex, 50 tahun mengeluh gatal seluruh tubuh terutama setelah mandi air hangat

sejak 6 bulan yang lalu dan bertambah buruk sejak 2 bulan yang lalu.

2. Dia juga mengeluh berkeringat pada malam hari, sakit kepala yang berat dan tinnitus.

3. Pemeriksaan fisik

- Vital sign : BP : 180/90 mmHg , HR : 88x/m , regular, normal sound, RR

: 20x/m, Temp : 36.7 oC

- Look : Flushing face

- No lymphadenopathy

- Thorax : within normal limit

- Abdomen : soft and tender, splenomegaly (S2)

4. Laboratory Result

CBC: Hemoglobin : 20.6 mg/dl , hematocrites : 60% , leucocytes : 22.000/mm3 ,

diff.count : 8/3/10/60/15/4 . platelets : 810.000/mm3 , erithrocytes : 6.300.000/mm3

5. Further Examination

- RBC mass : 38 ml/kg

- Oxygen saturation : 98%

- Erytrhopoietin level : decreased

- Alkaline phospatase : increased

- Uric acid : 10 mg/dl

- Bone marrow : hypercellular, normal maturation

- Cytogenetic : normal, 46 XY

2.5. Analisis Masalah

1.a. Bagaimana hubungan umur, jenis kelamin dengan keluhan yang dialami Tn.Alex ?

Polisitemia Vera bisa mengenai semua umur, biasanya dialami oleh orang tua (40-60

tahun) dengan perbandingan antara laki-laki : wanita adalah 2 : 1, Penyakit ini dapat

terjadi pada semua ras / bangsa.

Page 7: Laporan Tutorial Sken.b

1.b. Bagaimana etiologi dan patofisiologi gatal seluruh tubuh setelah mandi air hangat ?

Proliferasi myeloid abnormal basofil meningkat degranulasi sel mast

pengeluaran histamine berikatan dengan reseptor H sensitisasi serabut saraf C

di superfisial kulit Gatal-gatal

1.c. Mengapa keluhan Tn.Alex bertambah parah sejak 2 bulan yang lalu ?

Keluhan gatal-gatal semakin berat dikarenakan semakin banyak nya produksi basofil

sehingga histamin pun ikut meningkat dan menimbulkan gatal terutama setelah mandi

air hangat (sesuai patogenesis di atas).

2.a. Bagaimana etiologi dan patofisiologi dari keringat malam ?

Pada proses keganasan sel-sel, terjadi peningkatan proliferasi sel yang lebih tinggi

dari normal. Dalam proses ini akan dibutuhkan energi yang lebih banyak pula. Hal ini

menyebabkan terjadinya hipermetabolisme dalam tubuh sehingga panas yang

dihasilkan akan lebih banyak. Pembuluh darah akan bedilatasi untuk menghantarkan

panas keluar dari tubuh dan akan menyebabkan night sweating. Ada pengaruh cortisol

mengapa keringatnya terjadi pada malam hari. Berdasarkan siklus diurnal normal

manusia, kadar cortisol menurun pada saat sore hingga malam hari dan meninggi pada

saat subuh hingga siang hari. Fungsi cortisol yaitu sebagai antagonis vasodilatasi. Jadi

pada malam hari saat kadar cortisol rendah dan terjadi hipermetabolisme, pada

penderita polisitemia vera membuat ia dapat mengeluarkan keringat.

Peningkatan

proliferasi sel

Kebutuhan energi

lebih banyak

hipermetabolisme

Panas dihasilkan lebih

banyak

Pembuluh darah berdilatasi,

dan terjadi pengeluaran

keringat

Page 8: Laporan Tutorial Sken.b

2.b. Bagaimana etiologi dan patofisiologi dari nyeri kepala hebat ?

Pada Tn Alex terjadi hiperviskositas. Peningkatan jumlah total eritrosit akan

meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan :

a. Penurunan kecepatan aliran darah, lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis

sebagai akibat penggumpalan eritrosit.

b. Penurunan laju transpor oksigen

Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai

gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark)

seperti di otak, yang akan bermanifestasi sebagai sakit kepala.

2.c. Bagaimana etiologi dan patofisiologi dari tinnitus ?

Etiologi tinnitus pada dasar nya sama dengan pada nyeri kepala yaitu akibat darah

yang hiperviskositas sehingga terjadi penurunan kecepatan aliran darah. Dan akhirnya

menyebabkan penurunan oksigenisasi jaringan di telinga.

2.d. Adakah hubungan gejala-gejala tersebut dengan gatal-gatal ?

Hubungan gejala yang dialaminya dengan gatal gatal adalah kedua hal tersebut

disebabkan oleh satu hal yang sama, yaitu proliferasi sel precursor yang berlebih,

dimana hal ini nantinya akan menyebabkan darah yang kental sehingga proses

distribusinya terganggu dan menyebabkan sakit kepala, tinnitus dan lain lain, selain

itu juga proliferasi tersebut akan menyebabkan meningkatnya jumlah basofil yang

nantinya akan menyebabkan pelepasan histamin, yang ditandai dengan munculnya

rasa gatal gatal terutama setelah mendi air hangat.

3. Bagaimana interpretasi dan mekanisme yang abnormal dari pemeriksaan fisik ?

No Pemeriksaan Fisik Interpretasi

1 Vital sign:

BP: 180/90

HR: 88X/ menit

BP: Hipertensi, akibat proliferasi myeloid

tingginya viskositas darah darah yang

mengalir lambat kompensasi jantung

Page 9: Laporan Tutorial Sken.b

RR: 20 X/ menit

Temp: 36,7

memompa lebih kuat hipertensi

HR: Normal

RR: Normal

Temp: Normal

2 No lymphadenopathy Normal

3 Look flushing face

peningkatan volum darah total dan

hiperviskositas vasodilatasi pembuluh

darah muka kemerah-merahan

4 Thorax: within normal

limit.

Normal

5 Abdomen

- Soft and tender

- Splenomegaly

(S2)

eritrositosis, thrombositosis, granulasitosis

kongesti di limpa, limpa lebih banyak

mendestruksi sel darah splenomegali

4. Bagaimana interpretasi dan mekanisme yang abnormal dari pemeriksaan

laboratorium?

Pemeriksaan

laboratorium

Nilai Normal Interpretasi dan mekanisme

Hemoglobin 20,6 g/dl 13-18 g/dl Meningkat, akibat RBC yang

meningkat

Hematocrite 60% 40-54 % (hbX3) Meningkat, akibat RBC yang

meningkat

Leucocytes

22.000/mm3

4.500-11.000 / mm3 Leukositosis, akibat proliferasi

sel myeloid

Diff.count

8/3/10/60/15/4

0-1/0-3/0-10/40-75/25-40/2-14 Basofil meningkat, akibat

proliferasi sel myeloid sehingga

limfosit menurun

Platelets

810.000/mm3

150.000-400.000/ mm3 Trombositosis, akibat proliferasi

sel myeloid

Erithrocytes

6.300.000/ mm3

4.500.000-6.000.000/ mm3 Eritrositosis, akibat proliferasi

RBC

Page 10: Laporan Tutorial Sken.b

5. Bagaimana interpretasi dan mekanisme yang abnormal dari pemeriksaan penunjang ?

No Pemeriksaan Hasil pada kasus Hasil normal

1 RBC mass / red cell volume 38 ml/kg 24-32 ml / kg

2 Saturasi oksigen 98% > 92 %

3 Eritropoietin level Menurun -

4 Leukocytes alkaline phospatase Meningkat -

5 Bone marrow

Hypercellular

normal

maturation

normal

6 Cytogenetic 46XY normal

RBC Mass

Page 11: Laporan Tutorial Sken.b

Pengukuran massa sel darah merah merupakan cara yang paling akurat untuk

membedakan polisitemia primer dengan tipe yang lainnya. Pengukuran dilakukan

dengan zat radioaktif iodin-131. Dan ini merupakan salah satu criteria mayor pada

diagnosis polisitemia vera. Normalnya <36 ml/kg, sedangkan pada kasus sebesar 38

ml/kg terjadi peningkatan akibat bertambahnya sel darah merah dalam darah.

Saturasi Oksigen

Untuk membedakan polisitemia vera primer dan polisitemia sekunder,

dilakukan pengukuran kadar oksigen di dalam contoh darah arteri. Jika kadar

oksigen rendah (<93%), berarti itu adalah suatu polisitemia sekunder. Pada

kasus, nilai saturasi oksigennya 98% berarti kasus ini merupakan polisitemia

primer.

Eritopoietin level: decrease

Polisitemia primer disebabkan stem cell hematopoietik mengalami proliferasi

berlebihan tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar

eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena

rangsangan eritropoietin yang adekuat. Hal ini menunjukkan bahwa kasus ini

merupakan polisitemia primer.

Leukosit Alkalin Fosfatase: increase

Dapat ditemukan pada sel darah putih terutama neutrofil. LAP merupakan enzim

yang terdapat dalam granula sekunder dari sel polimorfonuklear (neutrofil) yang

mampu menghidrolisis substrat yang mengandung fosfat menjadi produk yang dapat

berikatan dengan zat warna. Peningkatan LAP ditemukan pada keadaan infeksi,

kehamilan, polisitemia vera, mielofibrosis, reaksi leukemoid, dan trombositosis

esensial. Hal ini menunjang dalam penegakan diagnosis polisitemia vera.

Bone Marrow: hyper cellular, normal maturation

Hal ini menunjang penegakkan diagnosis polisitemia vera. Pada kasus tidak

ditemukan adanya sel blas atau yang lainnya. Ini berarti bukan penyakit

mieloproliferatif lain.

Cytogenetic: normal, 46XY

Hal ini berarti tidak ada kelainan (kromosom Philadelphia negative) sehingga dapat

menyingkirkan diagnosis banding yang lain.

6. Mengapa leukosit tinggi dan tidak timbul demam ?

Page 12: Laporan Tutorial Sken.b

Leukositosis pada kasus ini bukan merupakan akibat adanya infeksi ataupun reaksi

inflamasi melainkan memang penyakit mieloproliperatif dimana produksi leukosit

melebihi normal. Sehingga tidak ada yang memicu dikeluarkan nya berbagai sitokin

yang bisa menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

7. Mengapa eritropoietin berkurang tetapi eritrosit meningkat ?

Normalnya eritropoietin berikatan dengan reseptor nya (EPO-R) terjadi fosforilasi

protein JAK aktivasi molekul STAT STAT masuk ke inti sel proses

transkripsi namun karena kesalahan pengkodean guanin-timin menjadi valin-

fenilalanin ( mutasi posisi 617 / V617F ) gangguan transduksi sinyal intraseluler

gangguan ikatan Epo dengan reseptornya eritropoesis tanpa eritropoetin

eritropoetin menurun.

8. Bagaimana fisiologi hematopoiesis ? (sintesis)

Page 13: Laporan Tutorial Sken.b

9. Bagaimana diagnosis banding kasus ini? (sintesis)

10. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan apa working diagnosis kasus ini ?

I. Kriteria kategori A :

A1. Peningkatan massa eritrosit lebih dari 25 % diatas rata-rata angka normal.

A2. Tidak ada penyebab polisitemia sekunder.

A3. Splenomegali

A4. Petanda klon abnormal (Kariotipe abnormal ).

II. Kriteria kategori B :

B1. Trombositosis : > 400.000/mm3

B2. Leukositosis : > 12.000/mm3 (tidak ada infeksi).

B3. Splenomegali pada pemeriksaan radio isotop atau ultrasonografi

Page 14: Laporan Tutorial Sken.b

B4. Penurunan serum eritropoitin.

Diagnosis Polisitemia Vera : Kategori A1 +A2 dan A3 atau A4 atau Kategori A1 +

A2 dan 2 kriteria kategori B.

11. Bagaimana epidemiologi kasus ini ?

Polisitemia Vera dapat mengenai semua umur, sering pada pasien berumur 40-60

tahun, dengan perbandingan antara pria dan wanita 2:1, di Amerika Serikat angka

kejadiannya ialah 2,3 per 100.000 penduduk dalam setahun, sedangkan di Indonesia

belum ada laporan tentang angka kejadiannya. Penyakit ini dapat terjadi pada semua

ras / bangsa, walaupun didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi pada orang

Yahudi.

12. Apa etiologi dan faktor resiko kasus ini ?

Faktor resiko:

1. Usia >60 tahun,dengan sejarah thrombosis

2. Hipoksia dari penyakit paru-paru ( kronis ) jangka panjang dan merokok.akibat dari

hipoksia adalah peningkatan jumlah eritropoetin.dengan adanya peningkatan jumlah

eritropoetin oleh ginjal akan mengakibatkan peningkatan sel darah merah di sumsum

tulang.

3. Penerimaan karbon monoksida ( CO ) kronis. Hemoglobin mempunyai afinitas

yang lebih tinggi terhadap CO daripada oksigen

4. Orang yang tinggal didataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko polisitemia

pada tingkat oksigen lingkungan yang rendah

5. Orang dengan mutasi genetic ( yaitu pada gen janus kinase-2 atau JAK- 2), jenis

polisitemia familial dan keabnormalan hemoglobin juga membawa factor resiko

13. Bagaimana patogenesis kasus ini ?

Page 15: Laporan Tutorial Sken.b

Proses dari mutasi hingga terjadi hemopoiesis abnormal:

Mutasi gen Janus kinas-2 (JAK-2)

Gangguan sinyal intraseluler terhadap

Hipersensitivitas sel progenitor

Fosforilasi protein JAK

Hemopoesis abnormal

Aktivasi molekul STAT

Gangguan ikatan Epo dengan reseptornya

Kesalahan pengkodean guanin-timin menjadi valin-fenilalanin

Eritropoesis tanpa Epo

Penurunan Epo

Page 16: Laporan Tutorial Sken.b

Kerangka patogenesis:

volume darah

meningkat

Proliferasi myeloid abnormal

EPO menurun

Jumlah RBC >>

Proliferasi prekursor

eritrosit

hipersensitivitas EPO

ke Telinga ke Otak

Hipoksia Perfusi O2 ke jaringan

menurun

Kec. transport O2

menurun

Hiperviskositas

Sakit Kepala Tinitus

Produksi

granulosit >>

WBC >>

Basofilia

Proliferasi sel mast

Histamin meningkat

Gatal-Gatal

Neutrofil Batang >>

Alkaline Fosfatase >>

kongesti pemb.darah

di mukosa dan

konjungtiva

Flushing Face

Ht

meningkat

laju siklus sel

tinggi

as.urat darah

meningkat

kebutuhan energi meningkat

hipermetabolisme

produksi panas

meningkat

Keringat

Mutasi gen JAK2

Page 17: Laporan Tutorial Sken.b

14. Bagaimana manifestasi klinis kasus ini ?

Tanda dan gejala yang predominan terbagi dalam 3 fase :

1. Gejala awal sangat minimal dan tidak selalu ada kelainan walaupun telah

diketahui melalui tes laboratorium.

a. Sakit kepala

b. Telinga berdenging

c. Mudah lelah

d. Gangguan daya ingat

e. Susah bernapas

f. Darah tinggi

g. Gangguan penglihatan

h. Rasa panas pada tangan atau kaki

i. Gatal (pruritus)

j. Perdarahan dari hidung, lambung

k. Sakit tulang

2. Gejala akhir

a. Perdarahan (henorrhage) atau trombosis

b. asam urat dalam darah sekitar 10% berkembang menjadi gout

c. resiko ulkus pepticum

3. Fase splenomegali terjadi kegagalan sumsum tukang dan pasien menjadi anemia

berat, kebutuhan transfusi meningkat, liver dan limpa membesar.

15. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini ?

1. Flebotomi untuk menurunkan kadar hematokrit, massa eritrosit dan mengurangi

gejala hiperviskositas.

2. Sitoreduktif : hydroxyurea , α interferon , preparat fosfor radioaktif untuk

penekanan malignant clone.

3. Splenektomi kurang dianjurkan karena resiko perdarahan dan trombosis.

4. H1 blockers mengatasi pruritus.

5. Aspirin dosis rendah menangani komplikasi mikrovaskuler namun resiko bleeding.

6. Transfusi trombosit jika manifestasi perdarahan.

Page 18: Laporan Tutorial Sken.b

7. Preparat besi sulfat dosis rendah bisa diberikan bila terjadi defisiensi besi karena

flebotomi.

8. Alopurinol untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah.

16. Bagaimana prognosis kasus ini ?

Pasien yang diterapi dengan plebotomi saja angka harapan hidup 13,9 tahun, dan yang

diterapi dengan 32 P plus plebotomi 11,8 tahun serta dengan Klorambusil plus

plebotomi 8,9 tahun. Penyebab kematian pada ketiga grup tersebut berbeda, pasien

dengan plebotomi saja kematian dalam 3 tahun pertama disebabkan karena

komplikasi trombosis sedangkan yang diterapi dengan mielosupresi terjadi karena

leukemia akut.

17. Apa komplikasi kasus ini ?

Komplikasi polisitemia vera yang bisa terjadi yaitu trombosis arteri termasuk di otak,

miokard infark, trombosis vena dalam, pulmonary emboli, trombosis vena

mesenterika & vena portal, perdarahan gastrointestinal, gangguan mikrovaskuler

( ocular migrain, eritromelalgia, transient ischemic attack / TIA ) , dan bisa berubah

menjadi AML / acute mieloid leukemia.

18. Apa KDU pada kasus ini ?

KDU tingkat 2 : Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :

pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien

secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.

2.6. Hipotesis

Tn.Alex, lelaki, 50 tahun mengeluh gatal-gatal di seluruh tubuh setelah mandi air hangat

karena menderita polisitemia vera.

2.7. Kerangka Konsep

Page 19: Laporan Tutorial Sken.b

2.8. Learning Issues dan Keterbatasan Pengetahuan

Pokok Bahasan

What I know What I don’t knowWhat I have to

proveHow I will

learn

Hematopoiesis Stem cellProses

hematopoiesisHematopoiesis

pada fetusTextbook

Jurnal

Internet

Polisitemia vera

Definisi dan manifestasi

klinis

Patogenesis dan penatalaksanaan

Diagnosis dan etiologi

Diagnosis banding

Penyakit mieloproliferatif

Manifestasi klinis, diagnosis

Etiologi

BAB III

SINTESIS

Tn.Alex, lelaki, 50 tahun

Anamnesis:

- gatal seluruh

tubuh setelah

mandi air panas

- keringat di

malam hari

- sakit kepala

- tinnitus

Pemeriksaan fisik:- BP : 180/90 mmHg

- HR : 88x/m ,

regular, normal sound

- RR : 20x/m

- Temp : 36.7 oC

- Flushing face

- Splenomegali (S2)

Pemeriksaan Lab:

- Hemoglobin : 20.6 mg/dl

- Hematocrites : 60% ,

- Leucocytes : 22.000/mm3

- diff.count : 8/3/10/60/15/4

- platelets : 810.000/mm3

- eritrosit : 6.300.000/mm3

Pemeriksaan Tambahan:- RBC mass : 38 ml/kg- Oxygen saturation : 98%- Erytrhopoietin level : decreased- Alkaline phospatase : increased- Uric acid: 10 mg/dl- Bone marrow: hypercellular, normal maturation- Cytogenetic: normal, 46 XY

Polisitemia Vera

Page 20: Laporan Tutorial Sken.b

3.1. Hematopoiesis

Hematopoiesis pada manusia terdiri atas beberapa periode :1. Mesoblastik

Dari embrio umur 2 – 10 minggu. Terjadi di dalam yolk sac. Yang dihasilkan adalah HbG1, HbG2, dan Hb Portland.

2. HepatikDimulai sejak embrio umur 6 minggu terjadi di hati Sedangkan pada limpa terjadi pada umur 12 minggu dengan produksi yang lebih sedikit dari hati. Disini menghasilkan Hb.

3. MieloidDimulai pada usia kehamilan 20 minggu terjadi di dalam sumsum tulang, kelenjar limfonodi, dan timus. Di sumsum tulang, hematopoiesis berlangsung seumur hidup terutama menghasilkan HbA, granulosit, dan trombosit. Pada kelenjar limfonodi terutama sel-sel limfosit, sedangkan pada timus yaitu limfosit, terutama limfosit T.

Perkembangan unsur-unsur mieloid

Dalam keadaan normal jaringan mieloid terdapat di dalam rongga-rongga sumsum tulang yaitu disebut sumsum tulang. Sumsum tulang adalah organ terbesar dalam tubuh, terdiri atas kira-kira 4,5% dari jumlah seluruh berat tubuh. Pada orang dewasa ada dua macam sumsum tulang yaitu sumsum tulang merah dan sumsum tulang kuning. Sumsum tulang merah merupakan jaringan hemopoitik yang aktif, sedangkan di dalam sumsum tulang kuning kebanyakan jaringan hemopoitik diganti oleh lemak. Pada orang dewasa, sumsum tulang merah terutama terdapat di dalam tulang dada, iga, ruas tulang belakang, tempurung kepala, dan epifisis proksimal dari beberapa tulang panjang. Jaringan mieloid terdiri atas suatu kerangka atau stroma, pembuluh darah, dan sel-sel bebas terletak di dalam jala-jala stroma.1. StromaKerangkanya adalah jaring-jaring longgar terdiri atas serat retikulin (argirofil) yang erat hubungannya dengan sel retikular primitif dan fagositik. Sel-sel lemak tersebar satu-satu di dalam stroma, tidak seperti pada sumsum tulang kuning yang sel-sel lemaknya begitu banyaknya sehingga seakan-akan tak ada lagi tempat untuk unsur yang lain.2. Pembuluh-pembuluh darahGambaran khusus pendarahan jaringan mieloid adalah adanya sinusoid yang berkelok-kelok lebar dan yang dapat dibedakan dari kapiler oleh diameternya yang besar dan hubungannya yang erat dengan sel-sel retikular adventisia yang fagositik secara minimal. Dinding sinusoid mempunyai lubang-lubang lebar dan lamina basal yang mengelilinginya tidak sempurna. Lubang-lubang dalam dinding tersebut, memungkinkan sel darah yang baru dibentuk dengan mudah masuk ke dalam sirkulasi. Arteriol-arteriol berhubungan langsung dengan sinusoid-sinusoid, dan dari sinusoid-sinusoid sendiri darah dialirkan oleh vena-vena yang berdinding tipis, yang meninggalkan sumsum tulang lewat banyak tempat.3. Sel-sel BebasSel-sel yang terletak bebas di dalam jala stroma mewakili semua tahap pendewasaan sel-sel darah merah dan sel-sel darah putih. Eritrosit dewasa, ketiga jenis leukosit granular, dan leukosit agranular (limfosit, monosit, dan beberapa sel plasma) terdapat di antara unsur-unsur yang belum dewasa (imatur).4. Sel Induk (stem cell) : HemositoblasHemositoblas adalah suatu sel amuboid yang bersifat limfoid. Sel ini relatif besar dengan diameter sekitar 10-14µm. Intinya relatif tak berdiferensiasi dan mengandung satu atau dua

Page 21: Laporan Tutorial Sken.b

anak inti. Pada sediaan hapus intinya memperlihatkan timbunan bahan kromatin yang padat. Pada sajian sumsum tulang inti tampak vesikular, dengan beberapa kondensasi heterokromatin di bagian tepi pifer, dan anak intinya jelas. Granula-granula azurofil kadang-kadang terlihat di dalam sitoplasma basofil yang sedikit itu. Hemositoblas timbul terutama dengan pembelahan mitosis dari jenisnya sendiri. Sel itu terdapat dalam jumlah kecil di dalam sumsum, dan dianggap sangat lambat dalam perubahannya. Sel-sel tersebut menghasilkan semua unsur mieloid dan disamping itu menurut teori unitaris dari hemopoiesis menghasilkan pula unsur-unsur limfoid.

Eritrosit

Walaupun eritrosit mewakili bagian terbesar unsur darah yang berbentuk, eritrosit yang sedang berkembang dan eritrosit dewasa hanya merupakan bagian kecil sel-sel darah yang ada di dalam jaringan mieloid. Dua alasan utama untuk itu adalah bahwa perkembangan pendewasaan eritrosit mengambil waktu hanya sekitar 3 hari, sedangkan leukosit granular untuk perkembangannya memerlukan 14 hari atau lebih, dan umurnya singkat. Harus diingat bahwa proses utama yang berhubungan dengan diferensiasi eritrosit adalah pengurangan dalam ukuran, kondensasi kromatin inti dan mungkin hilangnya inti dan organel selular, serta memperoleh hemoglobin.Untuk tujuan uraian perkembangan eritrosit dibagi dalam sejumlah tahapan, tetapi harus ditekankan bahwa proses tersebut merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Tahapan perkembangan eritrosit, dalam derajat diferensiasi dari hemositoblas, yaitu proeritroblas, eritroblas basofil, eritroblas polikromatofil, normoblas (Eritroblas ortokromatik), retikulosit, dan eritrosit. Terminologi yang dipakai di sini mempunyai keuntungan bahwa kebanyakan tahapan adalah deskriptif.

Proeritroblas (Rubriblas)

Ini adalah sel yang paling awal dikenal dari seri eritrosit dan dianggap sebagai hasil diferensiasi hemositoblas atau sel induk pluripoten, dengan cara terlibatnya sel progenitor eritroid. Proeritroblas adalah sel yang terbesar, dengan diameter sekitar 15-20µm. Inti mempunyai pola kromatin yang seragam, yang lebih nyata daripada pola kromatin hemositoblas, serta satu atau dua anak inti yang mencolok. Jumlah sitoplasma lebih banyak daripada hemositoblas, dan bersifat basofil sedang. Sejumlah kecil hemoglobin dapat dikenal dalam sitoplasma dengan teknik-teknik khusus, tetapi tertutup oleh adanya sitoplasma yang basofil pada sediaan yang terwarna. Setelah mengalami sejumlah pembelahan mitosis, proeritroblas menjadi eritroblass basofil. Eritroblas Basofil (Prorubrisit)

Eritroblas basofil agak lebih kecil daripada proeritroblas, dan diameternya rata-rata 10µm. Intinya mempunyai heterokromatin padat dalam jala-jala kasar, dan anak inti biasanya tidak jelas. Sitoplasma yang jarang nampak basofil sekali, menunjukkan peningkatan lebih lanjut dari jumlah ribosom bebas dan polirobosom. Hemoglobin terus dibentuk, tetapi tertutup oleh basofil.

Eritroblas polokromatofil (Rubrisit)

Eritroblas basofil membelah berkali-kali secara mitotris, dan menghasilkan sel-sel yang memerlukan hemoglobin yang cukup untuk dapat diperlihatkan di dalam sediaan yang

Page 22: Laporan Tutorial Sken.b

diwarnai. Setelah pewarnaan Leishman atau Giemsa, sitoplasma warnanya berbeda-beda, dari biru ungusampai lila atau abu-abu karena adanya hemoglobin terwarna merah muda yang berbeda-beda di dalam sitoplasma yang basofil dari eritroblas. Jadi mereka adalah polikromatofil. Inti eritroblas polikromatofil mempunyai jala kromatin lebih padat daripada eritroblas basofil, dan selnya lebih kecil.

Normoblas (Metarubrisit)

Eritroblas polikromatofil membelah beberapa kali secara mitosis. Sifat basofil sitoplasma berkurang dan jumlah hemoglobin bertambah sampai mencapai suatu jumlah sehingga sitoplasmanya terpulas kurang lebih semerah seasidofil seperti eritrosit dewasa. Sel-sel yang menunjukkan derajat asidofil yang demikian disebut Normoblas. Normoblas lebih kecil daripada eritroblas polikromatofil dan mengandung inti yang lebih kecil yang terwarnai basofil padat. Intinya secara bertahap menjadi piknotik. Tidak ada lagi aktivitas mitosis. Akhirnya inti dikeluarkan dari sel bersama-sama dengan pinggiran tipis sitoplasma. Inti yang sudah dikeluarkan dimakan oleh makrofag-makrofag yang ada di dalam stroma sumsum tulang.

Retikulosit

Retikulosit atau eritrosit dianggap bahwa kebanyakan retikulosit kehilangan susunan retikularnya sebelum meninggalkan sumsum tulang, karena jumlah retikulosit dalam darah perifer normal kurang dari satu persen dari jumlah eritrosit.

Tahapan-tahapan yang baru diuraikan dalam proses eritropoiesis sebagian besar merupakan manifestasi morfologi sintesis hemoglobin. Konsentrasi RNA dalam kelompok ribosom (poliribosom) yang mensintesis hemoglobin, menyebabkan sitoplasma bersifat basofil, yang paling nyata pada eritroblas basofil. Adanya RNA dapat dihubungkan dengan aktivitas sintesis nukleotida dan hemoglobin. Perkembangan normal eritrosit tergantung pada banyak macam-macam faktor, termasuk adanya substansi asal (terutama globin, hem, dan besi). Faktor-faktor lain, seperti asam askorbat, vitamin B12, dan faktor intrinsik (normal ada dalam getah lambung), yang berfungsi sebagai koenzim pada proses sintesis, juga penting untuk pendewasaan normal eritrosit. Stimulasi paling potent untuk perkembangan eritrosit adalah jaringan yang mengalami hipoksia (kekurangan oksigen) yang menginduksi pembentukan faktor humoral, eritropoietin, yang ada di dalam plasma ke tulang rawan, dan ia merangsang pembentukan eritrosit yang banyak. Eritropoietin dihasilkan terutama dalam ginjal dan nampak bertindak dengan merangsang sel progenitor eritroid yang terlibat untuk berdiferensiasi menjadi proeritroblas dan eritroblas. Nilai-nilai pembelahan sel juga meningkat, sama dengan nilai-nilai penglepasan retikulosit dari sumsum tulang. Jadi sintesis dan penglepasan eritropoietin adalah langsung berhubungan dengan tersedianya oksigen dalam jaringan, dan dengan jumlah eritrosit yang beredar dengan kandungan oksigen.

Granulosit

Tahapan perkembangan granulosit, sesuai dengan urutan diferensiasi hemositoblas, yaitu mieloblas, promielosit, mielosit, metamielosit, dan leukosit granular. Mielosit-mielosit ketiga jenis (neutrofil, eosinofil, dan basofil) mengandung granula spesifik yang khas dan diferensiasi lebih lanjut berhubungan dengan pengurangan besarnya yang progresif, dan makin gelap dan bertambahnya segmen inti, dan pengumpulan granula spesifik lebih lanjut.

Page 23: Laporan Tutorial Sken.b

Mieloblas

Mieloblas adalah sel yang paling muda yang dapat dikenali dari seri granulosit, dan diperkirakan berasal dari hemositoblas dengan perantaraan sel sejenis menengah. Besarnya berbeda-beda dengan melalui bentuk peralihan diameter berkisar antara 10-15µm. Intinya yang bulat dan besar memperlihatkan kromatin halus serta satu atau dua anak inti. Mikrograf elektron menunjukkan bahwa sitoplasma, yang sedikit dan agak lebih basofil daripada hemositoblas, mengandung banyak mitokondria dan ribosom bebas, tetapi sedikit unsur retikulum endoplasma granular.

Promielosit

Sel ini agak lebih besar dari mieloblas. Intinya bulat atau lonjong, dengan heterokromatin perifer padat, serta anak inti yang tak jelas. Pada umumnya sitoplasma basofil, tetapi dapat memperlihatkan daerah yang asidofil setempat. Ciri-ciri sel tersebut adalah adanya granula azurofil padat yang tersebar. Granula primer, atau granula non spesifik ini dianggap merupakan suatu jenis khusus lisosom primer.

Mielosit

Promielosit berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi mielosit. Pada proses diferensiasi, perubahan yang penting adalah timbulnya granula spesifik, dengan ukuran, bentuk, dan sifat terhadap pewarnaan yang memungkinkan seseorang mengenalnya sebagai neutrofil, eosinofil, atau basofil. Karena granula azurofil primer hanya dihasilkan dalam tahap promielosit, jumlah dalam masing-masing selnya berkurang dengan pembelahan setiap mielosit. Mielosit-mielosit juga memperlihatkan pengurangan ukuran, diameter berkisar 10µm dan berkurangnya sifat basofil sitoplasma. Di sini kandungan heterikromatin inti meningkat dan pada mielosit akhir, inti mengadakan cekungan dan mulai berbentuk seperti tapal kuda.

Metamielosit

Setelah mielosit membelah berulang-ulang, sel menjadi lebih kecil kemudian berhenti membelah. Sel-sel hasil akhir pembelahan adalah metamielosit. Metamielosit adalah bentuk muda leukosit granular, yang mengandung granula khas. Inti pada mulanya berbentuk tapal kuda, kemudian lambat laun terbentuk cekungan. Pada akhir tahap ini, metamielosit dikenal sebagai sel batang. Karena sel-sel bertambah tua, inti berubah, membentuk lobus khusus dan jumlah lobi bervariasi dari 3 sampai 5. Metamielosit basofil berbeda dengan dua jenis metamielosit yang lain dalam hal intinya tidak berdiferensiasi ke dalam lobus yang jelas. Jadi sukar membedakan metamielosit basofil dengan leukosit basofil yang dewasa. Sel dewasa (granulosit bersegmen) masuk sinusoid-sinusoid dan mencapai peredaran darah.

Pada masing-masing tahap mielosit yang tersebut di atas jumlah neutrofil jauh lebih banyak daripada eosinofil dan basofil. Prekursor leukosit granular, jumlahnya jauh lebih besar dari progenitor eritrosit. Jumlah leukosit muda yang lebih besar dari “leluhur” eritrosit adalah berlawanan dengan jumlahnya di dalam darah. Perbedaan dalam hubungannya dengan jumlah untuk sebagian dapat dijelaskan oleh kenyataan bahwa eritrosit dapat hidup lebih lama dalam peredaran darah daripada leukosit. Kehilangan leukosit dari peredaran darah menyebabkan peningkatan kecepatan penglepasan sel tersebut dari sumsum tulang, dan kehilangan lebih besar menginduksi kenaikan kecepatan diferensiasi sel induk seri granulosit. Ini memberi

Page 24: Laporan Tutorial Sken.b

kesan bahwa produksi granulosit diatur oleh suatu mekanisme humoral yang masih belum jelas.

Pembentukan Megakariosit dan Keping-keping darah

Megakariosit adalah sel raksasa (diameter 30-100µm atau lebih), yang dianggap berasal dari hemositoblas. Sel ini merupakan cirikhas untuk sumsum tulang mamalia dewasa, dan dapat dijumpai juga dalam jaringan hemopoetik (hati,limfe) selama perkembangan embrio. Inti berlobi secara kompleks, dan masing-masing lobus mungkin berhimpitan atau dihubungkan dengan benang-benang halus dari bahan kromatin. Sitoplasma mengandung banyak granula azurofil dan memperlihatkan sifat basofil setempat. Batas sel sering tidak nyata, karena tonjolan-tonjolan sitoplasma semacam mirip meluas melewati dinding sinusoid. Megakariosit dikatakan berasal dari hemositoblas melalui tahap peralihan yaitu megakarioblas. Megakarioblas dapat dibedakan dari hemositoblas oleh sifat-sifat intinya, yaitu inti besar, dan sering kali berlekuk, dan heterokromatin perifernya padat. Sitoplasma homogen dan basofil. Megakarioblas berdiferensiasi menjadi megakariosit melalui cara pembelahan inti yang aneh yaitu intinya mengalami banyak kali pembelahan mitosis tanpa pembelahan sitoplasma. Jumlah mitosis tidak diketahui. Setelah mereka terbentuk, megakariosit membentuk tonjolan-tonjolan sitoplasma yang akan dilepas sebagai keping-keping darah. Pengamatan dengan mikroskop elektron memperlihatkan perkembangan yang luas dari membran-membran permukaan licin di dalam sitoplasma, jadi memisahkannya menjadi bagian-bagian ruangan kecil dan menggambarkan jumlah keping-keping darah yang akan datang. Granula sitoplasma azurofil membentuk kromomer keping darah itu. Sesudah pembentukan saluran-saluran pembatas oleh membran-membran, bagian-bagian ruangan tersebut dengan mudah berpisah untuk menjadi keping-keping darah bebas. Megakariosit umurnya pendek, dan tahap-tahap degenerasi biasanya dapat dilihat. Setelah sitoplasma perifer lepas sebagai keping-keping darah, megakariosit mengeriput dan intinya hancur.

Perkembangan Unsur-unsur Limfoid

Perkembangan limfosit dan monosit terjadi di dalam jaringan limfoid. Selain itu sampai derajat tertentu, dapat terjadi juga dalam jaringan mieloid. Tetapi proses perkembangan sel-sel tersebut tidak dapat diikuti semudah pada unsur-unsur mieloid. Bukti-bukti morfologis tentang diferensiasi tidak jelas. Adanya sifat-sifat definitif seperti lenyapnya inti atau inti berlobi, granulasi sitoplasma, dan hilangnya sifat basofil sitoplasma, tidak terjadi pada limfosit dan monosit. Sel-sel tersebut tetap memiliki sifat basofil sitoplasma dan umumnya bentuk primitif inti dari sel induk. Stroma jaringan limfoid, seperti halnya stroma jaringan mieloid, mengandung kerangka serat-serat retikular yang erat hubungannya dengan sel retikular primitif dan makrofag terikat. Sinus-sinus yang terdapat di dalam jaringan limfoid dibatasi oleh sel-sel littoral, dari sistem makrofag. Jala-jala stroma mengandung sel-sel bebas, megakariosit dan beberapa sel lemak.

Limfosit

Sel-sel prekursor limfoit adalah limfoblas, yang merupakan sel berukuran relatif besar, berbentuk bulat. Intinya besar dan mengandung kromatin yang relatif dengan anak inti mencolok. Sitoplasmanya homogen dan basofil. Limfosit-limfosit muda ini menyerupai hemositoblas sumsum tulang dan menurut teori perkembangan unitaris, adalah sel yang sama tetapi pada tempat yang berbeda. (Berlawanan dengan teori dualistik yang menyatakan bahwa limfoblas agak berbeda dari hemositoblas, dan hanya dapat berkembang menjadi unsur

Page 25: Laporan Tutorial Sken.b

limfoid). Ketika limfoblas mengalami diferensiasi, kromatin intinya menjadi lebih tebal dan padat dan ganula azurofil terlihat dalam sitoplasma. Ukuran selnya berkurang dan diberi nama prolimfosit oleh beberapa penulis. Sel-sel tersebut langsung menjadi limfosit yang beredar.

Pada mamalia pascanatal, kebanyakan limfosit berasal dari proliferasi limfosit yang ada dalam jaringan limfoid, terutama di dalam limfonodus dan limpa. Hanya bila produksi demikian tidak dapat mencukupi kebutuhan limfosit, maka agaknya terjadi diferensiasi nyata dari sel induk yang akan memasuki peredaran dari sumsum tulang. Perkembangan limfosit kecil, terutama di dalam limfonodus dan limpa, umumnya menggambarkan reaksi tehadap penyusupan oleh protein asing. Suatu reaksi lebih lanjut terhadap rangsangan yang demikian itu adalah pembentukan sel plasma, yang melakukan sintesis antibodi. Sel-sel ini mungkin berasal langsung dari hemositoblas (limfoblas) atau dari limfosit yang berkompeten imunologi. Pada proses tersebut terakhir, limfosit-limfosit kecil (Sel B) melalui tahap-tahap peralihan (intermediate) yang tak dapat dibedakan dari limfosit besar dan limfosit sedang.

Monosit

Monosit berkembang dari sel induk (“stem cell”) di dalam sumsum tulang. Tidaklah mungkin membedakan sel induk tersebut, yaitu monoblas, dari mieloblas. Monoblas berkembang menjadi promonosit yang diameternya sekitar 15µm. Inti lonjong atau berlekuk dengan pola kromatin halus serta dua atau lebih anak inti. Sitoplasma basofil dan mengandung granula azurofil halus denan jumlah yang bervariasi dapat berubah. Sel ini berkembang menjadi monosit, yang terdapat baik dalam sumsum tulang maupun dalam darah. Ia agak lebih kecil dari promonosit (10-12µm), dengan anak inti yang tidak jelas. Sitoplasma mengandung banyak sekali granula azurofil halus, yang memberikan reaksi peroksidase positif, tidak seperti granula azurofil pada limfosit yang memperlihatkan reaksi peroksidase negatif, monosit meninggalkan darah lalu masuk ke jaringan; disitu jangka hidupnya sebagai makrofag mungkin 70 hari.

3.2. Polisitemia Vera

Etiopatogenesis

Polisitemia Vera adalah suatu keganasan derajat rendah sel-sel induk hematopoitik dengan karakteristik peningkatan jumlah eritrosit absolut dan volume darah total, biasanya disertai lekositosis, trombositosis dan splenomegali. Polisitemia Vera dapat mengenai semua umur, sering pada pasien berumur 40-60 tahun, dengan perbandingan antara pria dan wanita 2:1, di Amerika Serikat angka kejadiannya ialah 2,3 per 100.000 penduduk dalam setahun, sedangkan di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadiannya. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras / bangsa, walaupun didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi pada orang Yahudi. Etiopatogenesis Polisitemia Vera belum sepenuhnya dimengerti, suatu penelitian sitogenetik menemukan adanya kelainan molekular yaitu adanya kariotip abnormal di sel induk hematopoisis. yaitu kariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q, 5q, trisomi 8, trisomi 9. Dan tahun 2005 ditemukan mutasi JAK2V617F, yang merupakan hal penting pada etiopatogenesis Polisitemia Vera.

Penemuan mutasi JAK2V617F tahun 2005 merupakan hal yang penting pada etiopatogenesis Polisitemia vera, dan membuat diagnosis Polisitemia Vera lebih mudah. JAK2 merupakan golongan tirosin kinase yang berfungsi sebagai perantara reseptor membran dengan molekul

Page 26: Laporan Tutorial Sken.b

signal intraselulur. Dalam keadaan normal proses eritropoisis dimulai dengan ikatan eritropoitin (EPO) dengan reseptornya (EPO-R), kemudian terjadi fosforilasi pada protein JAK, yang selanjutnya mengaktivasi molekul STAT ( Signal Tranducers and Activator of Transcription), molekul STAT masuk kedalam inti sel dan terjadi proses transkripsi. Pada Polisitemia vera terjadi mutasi yang terletak pada posisi 617 (V617F) sehingga menyebabkan kesalahan pengkodean quanin-timin menjadi valin-fenilalanin sehingga proses eritropoisis tidak memerlukan eritropoitin. sehingga pada pasien Polisitemia Vera serum eritropoetinnya rendah yaitu < 4mU/mL, serum eritropoitin normal adalah 4-26 mU/mL.

Klasifikasi dan Gejala Polisitemia Vera

Klasifikasi Polisitemia Vera tergantung volume sel darah merah yaitu Polisitemia Relatif dan Polisitemia Aktual atau Polisitemia Vera, dimana pada Polisitemia Relatif terjadi penurunan volume plasma tanpa peningkatan yang sebenarnya dari volume sel darah merah, seperti pada pada keadaan dehidrasi berat, luka bakar, reaksi alergi.

Sedangkan secara garis besar Polisitemia dibedakan atas Polisitemia Primer dan Polisitemia sekunder. Pada Polisitemia Primer terjadi peningkatan volume sel darah merah tanpa diketahui penyebabnya, sedangkan Polisitemia sekunder, terjadinya peningkatan volume sel darah merah secara fisiologis karena kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat seperti pada penyakit paru kronis, penyakit jantung kongenital atau tinggal didaerah ketinggian dll, disamping itu peningkatan sel darah merah juga dapat terjadi secara non fisiologis pada tumor yang menghasilkan eritropoitin seperti tumor ginjal, hepatoma, tumor ovarium dll.

Signs and Symptoms of Polycythema vera

More common Less Common Hematocrit level > 52 % in white men, > 47 % in blacks and women

Hemoglobin Level > 18 g / dL in white men, > 16 g / dL in blacks and women

Plethora Pruritus after bathing Splenomegaly Weight loss Sweating

Bruising/epistaxis Budd-chiari Syndrome Erythromelalgia Gout Hemorrhagic Events Hepatomegaly Ischemic digit Thrombotic events Transient Neuralgic

Complaints(headache,tinnitus Dizziness, blurred)

Atypical chest pain

I . P r i m a r y ( A u t o n o m a u s )

A. Polycythemia vera

B. Polycythemia familial primer

II . S ec o nd a r y.

Page 27: Laporan Tutorial Sken.b

A.Physiologically appropriate (decreased tissue oxygenation )

1. High altitude

2. Chronic lung disease

3. Alveolar Hypoventilation.

4. Cardiovascular right-to-left shunt

5. High oxygen affinity Hemoglobinopathy

6. Carboxyhemoglobinemia ( Smokers erythrocytosis )

7. Congenital Decreased 2,3 – diphosphoglycerate

B.Physiologically inappropriate erythropoietin

1. Tumor producing erythropoietin

a. Renal cell carcinoma

b. Hepatocelular carcinoma

c. Cerebellar hemangioblastoma

d. Uterine leiomyoma

e. Ovarian carcinoma

f. Pheochromocytoma

2. Renal diseases

a. Cysts

b. Hydronephrosis

3. Adrenal cortical hypersecretion

4. Exogenous androgens

5. Unexplained (essential )

Diagnosis Polisitemia vera:

KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR

Page 28: Laporan Tutorial Sken.b

1. Massa eritrosit : laki-laki >36

ml / kg, perempuan > 32 ml / kg

2. Saturasi Oksigen > 92 %

3. Splenomegali

1. Trombositosis > 400.000 / mm3

2. Lekositosis > 12.000 / mm3

3. Aktivasi Alkali fosfatase lekosit

>100 ( tanpa ada demam / infeksi )

4. B 12 serum > 900 pg / ml atau UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity ) > 2200 pg / ml

DIAGNOSIS POLISITEMIA VERA1. 3 kriteria mayor, atau

2. 2 kriteria mayor pertama + 2 kriteria minor

Tatalaksana Polisitemia vera:

1. PlebotomiPlebotomi merupakan pengobatan yang adekuat bagi pasien polisitemia selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan.Indikasi plebotomi :•Polisitemia vera fase polisitemia.•Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% .•Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung beratnya gejala yang ditimbulkan.

Prosedur Plebotomi :•Pada permulaan, plebotomi 500 cc darah 1-3 hari sampai hematokrit < 55 %, kemudian dilanjutkan plebotomi 250-500 ml/minggu, hematokrit dipertahankan < 45 %. Pada pasien yang berumur > 55 tahun atau penyakit vaskular aterosklerotik yang serius, plebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik. Penyakit yang terkontrol memerlukan plebotomi 1-2 kali 500ml setiap 3-4 bulan. Bila plebotomi diperlukan lebih dari 1 kali dalam 3 bulan, sebaiknya dipilih terapi lain.•Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah, defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan plebotomi berulang, defisiensi besi ini diterapi dengan pemberian preparat besi.

2. KemoterapiTujuan pengobatan kemoterapi adalah sitoreduksi. Saat ini lebih dianjurkan menggunakan Hidrokiurea salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik, sedangkan penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius.

Indikasi penggunaan kemoterapi :1. Hanya untuk Polisitemia rubra primer .2. Plebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 3 kali sebulan.3. Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis.4. Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin

Page 29: Laporan Tutorial Sken.b

5. Splenomegali simtomatik / mengancam ruptur limpa.

A. HidroksiureaDengan dosis 500-2000 mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kg BB/kali, jika telah tercapai target dapat dianjurkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.B. KlorambusilLeukeran 2 mg/tablet dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kg/BB/hari selama 3-6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap minggu.C. BusulfanMileran 2 mg/tablet, dosis 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8 mg/m2 hari, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.

3. Interferon αInterferon α juga efektif dibandingkan dengan terapi lain, untuk menghindari komplikasi hematologi yang berhubungan dengan plebotomi yang agresif atau terapi Hidroksiurea dan dapat memperlambat perkembangan mielofibrosis jika digunakan lebih awal dan mempunyai kontrol yang baik dari proliferasi megakariosit dan menurunkan trombosit, serta mencegah trombosis. Dimulai dengan dosis 1 juta unit tiga kali seminggu

4. Posfor Radioktif (32P)Posfor radioaktif ditangkap lebih banyak oleh sel yang membelah cepat dari pada sel normal. 32P terkonsentrasi di sum-sum tulang dan efektif untuk terapi Polisitemia Vera. Sebelum pemberian terapi 32P dilakukan plebotomi sampai hematokrit normal. Pengobatan ini efektif, mudah dan relatif murah untuk pasien yang tidak kooperatif atau dengan keadaan sosioekonomi yang tidak memungkinkan untuk berobat secara teratur. 32P pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3 mCi/m2 secara intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%.

5. Pengobatan Suportif1. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-300 mg/hari. Gout arthritis dapat terjadi pada 10 % pasien Polisitemia vera. Pada serangan akut terapinya sama dengan gout primer dengan kolkisin dan penilbutazon.2. PruritusPruritus ini disebabkan proliferasi sel mast dan basofil atau pelepasan prostaglandin dan serotonin. Terapi dapat diberikan antihistamin jika pruritus memburuk dengan terapi plebotomi, interferon α dapat mengontrol pruritus 8. Suatu penelitian 397 pasien Polisitemia Vera 48 % dengan keluhan pruritus.3. Gastritis / ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.4. Eritromelalgia, jarang terjadi (3%)5. Trombositosis dan disfungsi trombosit.Penggunaan aspirin dosis tinggi tidak akan memperbaiki trombosis tapi malahan akan meningkatkan resiko perdarahan gastrointestinal. Banyak penelitian yang menyarankan penggunaan dosis rendah aspirin (40-100 mg perhari) untuk mencegah trombosis.

Page 30: Laporan Tutorial Sken.b

3.3. Diagnosis Banding

Gejala Kasus Polisitemia

Vera

Polisitemia

Sekunder

Trombositemia

Esensial

Leukimia

Mieolid

Kronis

Headache + + + -

Night Sweating + + - +

Generalized

Itching,

particularly after

taking a warm

bath

+ + +

+

Plethoric Face + + + -

Splenomegaly

(S2)

+ - ++

Hemoglobin 19,6 mg/dl

(increase)

+ + --

Hematocrites 59 % (increase) +

Leucocytes 20.000 /mm3

(increase)

+ + +

(>50

.000)

Diff.count 8/3/10/60/15/4 +

Platelets 710.000 /mm3 + + >600.00

Page 31: Laporan Tutorial Sken.b

(increase) 0

Erithrocytes 6.000.000 /mm3

(increase)

+ incr

eas

e

LAP increase + - (normal) rend

ah

BMP hypercellular,

normal

maturation

+, + +

(HS

)

+ (HS),

megaka

riosit

+

(HS)

Eritropoietin decrease + -

Genetic 46 XY (normal) + + +

RBC mass 38 ml/gr + + normal

Saturation O2

90-95%

98% + +

Page 32: Laporan Tutorial Sken.b

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................1

DAFTAR ISI........................................................................................................2

BAB I

PENDAHULUAN...............................................................................................3

1.1 Latar Belakang..........................................................................................3

1.2 Maksud dan Tujuan...................................................................................3

BAB II

PEMBAHASAN...................................................................................................4

2.1 Data Tutorial................................................................................................4

2.2 Skenario D Blok 11…….............................................................................5

2.3 Klarifikasi Istilah.....................................................................................5-6

2.4 Identifikasi Masalah....................................................................................6

2.5 Analisis Masalah……………………………………………….………6-17

2.6 Hipotesis....................................................................................................17

2.7 Kerangka Konsep......................................................................................18

2.8 Learning Issues dan Keterbatasan Pengetahuan........................................18

BAB III

SINTESIS............................................................................................................19

3.1 Hematopoiesis…………………...........................................................19-24

3.2 Polisitemia Vera………………………………………........................24-28

3.3 Diagnosis Banding ………………………………...............................29-30

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................31

Page 33: Laporan Tutorial Sken.b

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman.2002. Dorland’s illustrated medical dictionary : kamus

kedokteran Dorland edisi 29. terjemahan oleh : Hurniawati Hartanto dkk..EGC, Jakarta,

Indonesia.

Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology: Endocrinology and

Reproduction. 11th ed. Philadephia: Elsevier Saunders; 2006, p.978-987

Hoffbrand, A.V. J.E. Pettit, dkk (2005). Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia ,M. Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses

Penyakit. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku KedokteranEGC

Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC,

Jakarta

Page 34: Laporan Tutorial Sken.b

Pembagian AM:

1. Achmad Fitrah K. : 1.a , 8 , 1.b , 9 , LI1

2. Ashita Hulwah A. : 1.b , 9 , 1.c , 10 , LI2

3. Atifatur Rachmania : 1.c , 10 , 2.a , 11 , LI3

4. Dzikrina Miftahul Husna : 2.a , 11 , 2.b , 12 , LI1

5. Joas Vinsensius D. : 2.b , 12 , 2.c , 13 , LI2

6. Khusnul Dwinita : 2.c , 13 , 2.d , 14 , LI3

7. K.M. Azandy Akbar : 2.d , 14 , 3 , 15 , LI1

8. Noor Zaki Abdelfatah : 3 , 15 , 4 , 16 , LI2

9. Rohayu : 4 , 16 , 5 , 17 , LI3

10. Sarah Veranicha Silaen : 5 , 17 , 6 , 18 , LI1

11. Siti Nabila Maharani : 6 , 18 , 7 , 1.a , LI2

12. Tri Hasnita : 7 , 1.a , 8 , 1.b , LI3

LI :

1. Polisitemia Vera

2. Hematopioesis

3. Diagnosis banding

KIRIM AM DAN LI KE EMAIL [email protected] PALING TELAT HARI

RABU JAM 8 MALEM ! YANG GAK NGIRIM PERSENTATOR ATO NAMA NYA GAK

DITULIS DI LAPORAN ! THANKS