laporan tutorial fix

Upload: libna-shabrina

Post on 08-Jan-2016

70 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

lap

TRANSCRIPT

Skenario B Blok 271 jam sebelum masuk RS, Bujang dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan :RR: 28 x/menit, Tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi: 50 x/menit, GCS: E4 M6 V5, pupil isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.Regio orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)Regio temporal dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang.Regio nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.

Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri. Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:Pasien ngorok, RR 24 x/menit, nadi 50 x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg.Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal. Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang perawat.

I. Klarifikasi Istilah

1. Pingsan : Suatu kondisi kehilangan kesadaran mendadak yang biasanya karena kehilangan oksigen di otak dan darah.2. Visum et repertum : Keterangan tertulis yang dibuat oleh Dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia baik hidup atau mati ataupun bagian yang diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan projustisia.3. Luka : Hilang / rusaknya jaringan tubuh, jenis cedara yang terjadi pada kulit.4. Memar : Suatu jenis darah pada jaringan tubuh yang menyebabkan aliran darah pada sistem kardiovaskular mengendap pada jaringan sekitarnya. 5. Muntah : Pengeluaran isi lambung melalui mulut.6. Pupil isokor : Diameter kedua pupil sama besar.7. Pupil reaktif : Refleks terhadap cahaya dengan terjadinya konstriksi pupil.8. Hematoma : Kumpulan darah diluar pembuluh darah, biasanya pada tempat dimana pembuluh tertusuk / mengalami trauma.9. Subconjunctival bleeding : Perdarahan di bawah lapisan konjungtiva.10. Fraktur : Pemecahan suatu bagian khususnya tulang.11. Ngorok : Suara berderak kasar yang dihasilkan oleh inspirasi di saat tidur oleh getaran langit langit lunak mulut (palatum molle) dan uvula.12. Mengerang : Mengeluh (merintih) karena kesakitan.13. Anisokor : Keadaan dimana ukuran kedua pupil tidak sama.

II. Identifikasi Masalah1. 1 jam sebelum masuk RS, Bujang dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu dan pingsan kurang lebih 5 menit.2. Bujang sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat lalu polisi mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum.3. Di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.4. Dari hasil pemeriksaan didapatkan :RR: 28 x/menit, Tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi: 50 x/menit, GCS: E4 M6 V5, pupil isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif. Regio orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-). Regio temporal dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang.Regio nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.5. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:Pasien ngorok, RR 24 x/menit, nadi 50 x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg. Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal. 6. Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang perawat.III. Analisis Masalah

I. 1 jam sebelum masuk RS, Bujang dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu dan pingsan kurang lebih 5 menit.a. Apa yang dimaksud penganiayaan dan jenis jenisnya? Pengertian penganiayaanPenganiayaan adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik dan kesehatan yang bertentangan dengan hukum. Mengenai pengertian penganiayaan ini, Penulis akan menguraikan sebagai berikut: a. Penganiayaan menurut tata bahasa Penganiyaan berasal dari kata aniaya yang berarti perbuatan bengis. Hal tersebut dijelaskan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang merumuskan bahwa penganiyaan berasal dari kata aniaya yang berarti melakukan perbuatan sewenang-wenang seperti melakukan penyiksaan dan penindasan. Berdasarkan batasan tersebut di atas, maka penganiayaan dapat diartikan sebagai perbuatan yang dapat mengakibatkan orang lain menderita atau merasakan sakit (W.J.S. Poerwadarminta, 1987: 481).b. Penganiayaan menurut para pakar Menurut Mr. M.H Tirtaatmidjaja (Leden Marpaung, 2005: 5), menyatakan bahwa penganiayaan adalah sebagai berikut: Menganiaya ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain, akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain tidaklah dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu bertujuan untuk menambah kesehatan badan. Sementara menurut R. Soesilo(1996: 245), memberikan penjelasan pengertian penganiayaan sebagai berikut: Perasaan tidak enak misalnya mendorong terjun jatuh sekali sehingga basah, rasa sakit misalnya mencubit, memukul, dan merampas. Luka misalnya mengiris, memotong, merusak dengan pisau dan merusak kesehatan misalnya orang sedang tidur dan berkeringat dibukakan kamarnya sehingga menyebabkan ia masuk angin, kesemua ini harus dilakukan dengan sengaja dan tidak ada maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan. Selanjutnya menurut Andi Hamzah (2009: 69), mengemukakan bahwa: Dengan sengaja merusak kesehatan orang. Kalau demikian, maka penganiayaan itu tidak mesti berarti melukai orang. Membuat orang tidak bisa bicara, membuat orang lumpuh termasuk dalam pengertian ini. Penganiayaan bisa berupa pemukulan, penjebakan, pengirisan, membiarkan anak kelaparan, memberikan zat, luka, dan cacat. Dalam putusan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung Hindia Belanda) 24 Januari 1923, T 119, 212, seorang dokter yang melakukan operasi untuk melakukan pengirisan yang menimbulkan rasa sakit atau luka tidaklah dipidana, karena dilakukan untuk penyembuhan pasien.

Jenis-Jenis Penganiayaan a. Penganiayaan RinganPenganiayaan ringan diatur dalam Pasal 352 KUHP (R. Soesilo, 1980:212) berbunyi sebagai berikut :1. Selain dari apa yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-2. Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum berdasarkan Pasal 352 KUHP, maka yang dimaksud dengan penganiayaan ringan adalah penganiayaan yang tidak mengakibatkan orang menjadi sakit (ziek) dan terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaannya. Sebagai contoh yang diberikan R. Soesilo (1979:146) yaitu : A menempeleng B di kepalanya yang mengakibatkan B sakit (pijn) akan tetapi tidak jatuh sakit (ziek) dan masih melakukan pekerjaannya sehari-hari. Prodjodikoro (1980:72) memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan penganiayaan ringan, yaitu penganiayaan yang tidak termasuk dalam rumusan Pasal 353 KUHP dan Pasal 356 KUHP dan tidak menjadikan sakit atau terhalang untuk melakukan pekerjaannya atau jabatannya.b. Penganiayaan BiasaPenganiayaan biasa adalah penganiayaan yang termasuk dalam Pasal 351 KUHP yang berbunyi :1. Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-2. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun3. Jika perbuatan itu menjadikan matinya orang, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.4. Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.5. Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dihukum.Sesuai dengan ketentuan Pasal 351 KUHP ini, maka yang dinamakan penganiayaan biasa adalah penganiayaan yang tidak termasuk penganiayaan berat dan penganiayaan ringan. Misalnya A memukul B dengan sepotong kayu tiga kali, sehingga menderita luka di kepalanya dan terpaksa B harus dirawat di rumah sakit. Dari contoh tersebut jelas bukanlah penganiayaan berat dan ringan, karena lukan yang diderita bukan luka berat seperti yang dimaksud dalam Pasal 90 KUHP juga tidak termasuk penganiayaan ringan sebab luka tersebut menyebabkan B terhalang untuk melakukan pekerjaannya sehari-hari.c. Penganiayaan Biasa yang Direncanakan Lebih DahuluPenganiayaan semacam ini dapat dilihat dalam rumusan Pasal 353 KUHP, yaitu :1. Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu dihukum penjara selama-lamanya empat tahun2. Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.3. Jika perbuatan itu menjadikan kematian terhadap orang lain, ia dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.Jadi penganiayaan ini sama saja dengan penganiayaan biasa, hanya disyaratkan ada unsur direncanakan terlebih dahulu. R. Soesilo (1979:146) menulis bahwa yang dimaksud dengan direncanakan terlebih dahulu yaitu : Antara timbulnya untuk menganiaya dengan pelaksanaannya ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan bagaimana penganiayaan itu akan dilakukan. Selanjutnya dikatakan bahwa : Waktu (tempo) ini tidak boleh terlalu sempit dan juga tidak boleh terlalu lama, yang penting ialah bahwa dalam tempo itu pembuat masih dapat memikirkan yang sebenarnya, ia masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya untuk melakukan penganiayaan, akan tetapi kesempatan tersebut tidak digunakan. Sekalipun jangka waktu atau tempo tidak dapat dijadikan kriteria dan alat bukti terhadap penganiayaan direncanakan terlebih dahulu, namun dalam hal ini dapat dipergunakan sebagai petunjuk oleh polisi, jaksa dan hakim bahwa ada unsur direncanakan terlebih dahulu.d. Penganiayaan BeratDasar hukum penganiayaan berat diatur dalam Pasal 354 KUHP, yang berbunyi :1. Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dipidana karena penganiayaan berat, dengan pidana penjara selama-lamanya delapan tahun.2. Jika perbuatan itu berakibat matinya orang, maka yang bersalah dipidana dengan penjara selama-lamanya sepuluh tahun.Melukai berat merupakan tujuan dari pelaku. Pelaku berkehendak agar perbuatan yang dilakukan menimbulkan luka berta. Sedang matinya orang adalah suatu hal yang tidak dikehendaki oleh si pelaku seperti dirumuskan dalam ayat (2), hanya merupakan hal yang memperberat hukuman. Lebih lanjut dijelaskan oleh Lamintang (1986:134) yang berbunyi sebagai berikut : Undang-undang mensyaratkan bahwa pelaku memang telah menghendaki (wiillens) untuk melakukan suatu perbuatan menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain, dan ia pun harus mengetahui (watens) bahwa dengan melakukan perbuatan tersebut :1. Ia telah bermaksud untuk menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain.2. Ia menyadari bahwa orang lain pasti (zeher) akan mendapatkan luka berat pada tubuhnya.3. Ia menyadari bahwa orang lain mungkin (mogelijk) akan mendapat luka berat pada tubuhnya.Demikian halnya yang tercantum dalam Hoge Raad 11 Februari 1901 (Lamintang, 1966:11) berbunyi : Jika pelaku sengaja hendak menimbulkan luka berat, maka tidak ada penganiayaan apabila luka berat itu tidak benar-benar ditimbulkan, yakni apabila segera sesudah dilukai, meninggal dunia. Dalam hal ini tidak ada penganiayaan yang menimbulkan kematian.Untuk dapat dikenakan pasal ini, maka niat si pelaku atau si pembuat harus ditujukan pada melukai berat atau dengan kata lain agar objeknya luka berat. Adapun yang dimaksud dengan luka berat menurut Pasal 90 KUHP, yaitu : Penyakit atau luka yang tidak boleh diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut. Terus menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau pekerjaan, tidak lagi memakai salah satu panca indera, kudung (rompong), lumpuh, berubah pikiran (akal) lebih dari empat Minggu lamanya, menggugurkan atau membunuh anak dari kandungan ibunya.e. Penganiayaan Berat yang Direncanakan Lebih DahuluHal ini diatur dalam Pasal 355 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :1. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.2. Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya si tersalah dihukum penjara selama-lamanya sepuluh tahun.Jadi penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu, diancam penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. Apabila perbuatan itu menyebabkan kematian orangnya, hukumannya dinaikan 15 (lima belas) tahun. Selain dari kelima bentuk kualifikasi penganiayaan tersebut di atas, dikenal pula bentuk penganiayaan yang tercantum dalam Pasal 356 KUHP, yang berbunyi : Hukuman yang ditentukan dalam Pasal 351, 352, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga:1. Jika si tersalah melakukan kejahatan itu kepada ibunya, bapaknya yang sah, istrinya (suaminya) atau anaknya.2.Jika kejahatan itu dilakukan kepada seorang pegawai negeri pada waktu atau sebab ia menjalankan pekerjaan yang sah.3.Jika kejahatan itu dilakukan dengan memakai bahan yang merusakkan jiwa atau kesehatan orang.Penganiayaan semacam ini disebut dengan penganiayaan berkualifikasi, yakni penganiayaan yang diperberat hukumannya karena dilakukan oleh orang-orang tertentu dan menggunakan benda-benda yang membahayakan kesehatan orang.Dari pembagian penganiayaan menurut kualifikasinya sangatlah jelas perbedaan antara satu dengan yang lain, yaitu :1. Penganiayaan biasa dengan luka berat menurut Pasal 351 ayat (2) dengan luka berat dalam penganiayaan berat menurut Pasal 354 ayat (1) KUHP.2. Perbedaan bagi kedua peristiwa ini, ialah dalam penganiayaan biasa luka berat tidak dikehendaki oleh pembuat (tidak sengaja), akan tetapi hanya merupakan akibat yang dikehendaki oleh pembuat sedang luka berat pada penganiayaan berat memang dikehendaki atau memang disengaja.3. Jika kita bandingkan antara pasal-pasal yang mengatur tentang penganiayaan yang berakibat matinya orang dengan Pasal 338 KUHP, maka nampak jelas perbedaannya. Matinya orang pada pasal-pasal yang mengatur tentang penganiayaan yang tidak dikehendaki atau tidak disengaja oleh pelaku, sedang niatnya orang pada pembunuhan menurut Pasal 338 KUHP merupakan kesengajaan yang memang dikehendaki oleh pelaku.Perbedaan ini sangat penting artinya, karena dapat dipergunakan oleh hakim untuk menjatuhkan putusannya kepada pelaku apakah ia telah melakukan penganiayaan- penganiayaan yang berakibat matinya orang atau pembunuhan.b. Bagaimana mekanisme trauma yang terjadi pada Bujang? Cedera kepala berat akibat pukulan keras yg dapat menyebabkan robekan, remukan saraf atau pembuluh darah di dalam atau disekeliling otak menimbulkan perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) yang ditandai dengan adanya massa di dalam tengkorak. Hal ini yang menyebabkan terjadinya epidural hematom. Pada kasus ini pukulan di regio temporal dextra fraktur linear temporalis laserasi arteri meningea media perdarahan epidural hematom. Perdarahan epidural biasanya timbuk akibat cedera arteri atau vena meningeal. Arteri yang paling sering mengalami kerusakan adalah cabang anterior arteri meningea media. Suatu pukulan yang menimbulkan fraktur kranium pada daerah pertrous os temporal disebut fraktur basis cranii. Pada kasus ini terjadi fraktur basis cranii fossa anterior. Apabila tidak terjadi fraktur, pembuluh darah dapat pecah bila pukulan terjadi dengan daya kompresinya besar.c. Bagaimana mekanisme pingsan Bujang?Trauma tumpul temporal fraktur pada os. temporal ruptur a.meningea media hematoma epidural tekanan intrakranial meningkat mendadak gangguan aliran darah ke otak Bujang pingsan beberapa saat ( 5 menit)Pada saat terjadi pukulan, energi kinetik yang tinggi akan dihantarkan ke kepala. Getaran hebat dan tiba-tiba akan diteruskan ke otak, yang dapat menyebabkan gangguan impuls sensori aferen yang menstimulasi ARAS (Ascending Reticular Activating System) menuju korteks serebri yang dapat menyebabkan penurunan aktivitas korteks yang menurunkan kesadaran. Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena perdarahan yang timbul dapat mengurangi aliran darah ke otak sehingga suplai oksigen dan glukosa menurun yang menyebabkan aktivitas otak berkurang yang disertai penurunan kesadaran. d. Apa makna klinis pingsan kurang dari 5 menit kemudian sadar, lalu pingsan lagi? Keadaan ini disebut : Lucid interval (tenggang waktu antara kejadian trauma kapitis dan mulai timbulnya penurunan kesadaran). Pola penurunan kesadaran yang dialami Bujang dikenal dengan lucid interval, yaitu. Lucid interval ini merupakan gejala khas dari epidural hematom.

Trauma tumpul langsung ke kepala goncangan pada batang otak - pons turun, arteri basilaris meregang perfusi ke ascending reticulo activation sistem (ARAS) terganggu pasien tidak sadar sesaat setelah kejadian.

Fraktur tulang tengkorak temporal atau temporoparietal (luka pada pelipis kanan yang tidak rata dengan dasar tulang kranium) merobek arteri meningea media akumulasi darah diruangan antara durameter dengan permukaan dalam dari kranium hematom epidural kompensasi berupa bergesernya CSF dan darah vena keluar dari ruang intrakranial dengan volume yang sama sehingga TIK akan tetap normal, ARAS kembali berfungsi pasien kembali sadar.

Namun jika massa berupa hematom semakin membesar menimbulkan desakan durameter yang akan menjauhkan duramater dari tulang tengkorak Perluasan hematom ini akan menekan lobus temporal ke dalam dan kebawah TIK meningkat Tekanan ini menyebabkan isi otak mengalami herniasi mengakibatkan penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti penekanan pada medulla oblongata hilangnya kesadaran.

e. Apa saja kemungkinan cedera yang terjadi? Trauma kapitis yang tidak membutuhkan tindakan operatif (95%) terdiri atas: Komosio serebri (gegar otak)Kehilangan kesadaran sebentar dibawah 15 menit dan tidak berbahaya, penderita tetap dibawa ke rumah sakit karena kemungkinan cedera yang lain. Kontusio serebriKehilangan kesadaran lebih lama, dalam kepustakaan saat ini dikenal sebagai DAI (Difus Absonal Injury) yang mempunyai prognosis yang lebih buruk. Impresi fraktur tanpa gejala neurologis (< 1 cm) Fraktur basis kranii Fraktur kranii tertutup

Trauma kapitis yang memerlukan tindakan operatif (1-5%) terdiri atas: Hematoma intrakranial yang lebih besar dari 75 cc (Epidural, Subdural, intraserebral)Perdarahan intrakranial dapat berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural atau perdarahan intracranial. Perdarahan epidural dapat berbahaya karena perdarahan berlanjut atau menyebabkan peninggian tekanan intracranial yang semakin berat. Fraktur kranii terbuka (laserasio serebri) Impresi fraktur dengan gejala neurologis (>1 cm) Likuorrhoe yang tidak berhenti dengan pengobatan konservatiff. Trauma apa saja yang menyebabkan luka? ZACK CICU1. Luka akibat benda tumpul Memar (kontusio, hematom)Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan akibat oleh kekerasan tumpul Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)Luka kulit superficial akibat cedera epidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau atau runcing Luka lecet gores (scratch) Luka lecet serut (graze) / geser (friction abrasion) Luka lecet tekan (impression, impact abrasion) Luka robek (vulnus laseratum)Luka robek merupakan luka terbuka yang terjadi akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot. Patah tulang

2. Luka akibat kekerasan setengah tajamJejas gigit (bite-mark) berupa luka lecet tekan berbentuk garis lengkung terputus-putus hematom, atau luka robek dengan tepi rata.

3. Luka akibat kekerasan tajam Luka iris/sayat Luka bacok Luka tusuk

4. Luka akibat tembakan senjata api Luka tembak masuk (LTM) LTM jarak dekat LTM jarak sangat dekat LTM temple Luka tembak keluar (LTK)

5. Luka akibat truma fisika Luka akibat suhu tinggi Heat exhaustion primer Heat exhaustion sekunder Heat stroke Heat cramps Luka akibat suhu redah Luka akibat trauma listrik Luka akibat petir Luka akibat perubahan tekanan udara

6. Luka akibat trauma kimia

II. Bujang sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat lalu polisi mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum.a. Apa pengertian visum et repertum?Visum et repertumadalah istilah yang dikenal dalam ilmu kedokteran forensik, biasanya dikenal dengan nama Visum. Pengertian harafiah visum et repertum berasal dari kata-kata visual yaitu melihat dan repertum yaitu melaporkan, sehingga visum et repertum merupakan suatu laporan tertulis dari ahli dokter yang dibuat berdasarkan sumpah, perihal apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya.

b. Bagaimana prosedur pembuatan visum et repertum? Tata Cara Permintaan Visum Et RepertumHal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu mengajukan permintaan visum et repertum untuk korban hidup adalah:1. Permintaan harus diajukan secara tertulis (KUHAP Pasal 133(3)). Tidak dibenarkan meminta secara lisan, melalui telepon atau melalui pos.a. Di sudut kiri atas dicantumkan alamat pemohon visum et repertum.b. Di sudut kanan atas dijelaskan kepada siapa permintaan visum et repertum tersebut ditujukan. Surat permintaan visum et repertum tersebut dapat dialamatkan kepada pimpinan Rumah Sakit atau dokter yang dikehendaki pemohon.c. Keterangan tentang identitas korban dengan menyebutkan nama, jenis kelamin, umur, kebangsaan, agama, alamat, dan pekerjaan.d. Keterangan tentang peristiwa yang dialami korban seperti kejahatan kesusilaan, kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, dan sebagainya.e. Permintaan pengobatan dan perawatan korban.f. Harap dilaporkan kepada pihak pemohon visum et repertum bila korban sembuh, pindah rumah sakit lain, pulang paksa, melarikan diri atau meninggal.g. Kolom untuk keterangan lain.h. Keterangan tentang identitas pemohon visum et repertum dilengkapi dengan tanda tangan dan cap dinas di sudut kanan bawah.i. Keterangan tentang identitas penerima visum et repertum disertai tanda tangan, tanggal dan jam di sudut kiri bawah. 2. Korban adalah barang bukti, maka surat permintaan visum et repertum harus diserahkan sendiri oleh polisi bersama-sama korban kepada dokter.3. Tidak dibenarkan mengajukan surat permintaan visum et repertum tentang peristiwa yang telah lampau mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri No.Inst/E/20/IX/75).c. Apa saja isi dari visum et repertum? 1. Pro JustitiaKata ini dicantumkan di sudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak perlu bermaterai.2. PendahuluanDalam pendahuluan terdapat keterangan seperti: Nama Pemeriksa Identitas pemohon visum et repertum Tempat dan saat pemeriksaan Identitas yang diperiksa3. Hasil Pemeriksaan Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban, identifikasi luka, tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukan, dan hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter lain. Di dalam bagian ini memakai bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga orang awam (bukan dokter) dapat mengerti, hanya kalau perlu disertai istilah kedokteran/asing di belakangnya dalam kurung. Angka harus ditulis dalam huruf, misalnya 4 cm ditulis empat sentimeter. Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka, misalnya luka bacok, luka tembak, luka harus dilukiskan dengan kata (to describe, beschrijven). Contoh:Hasil pemeriksaan ditemukan: Pada dahi sebelah kiri 2 cm diatas alis mata kiri terdapat luka terbuka dengan ukuran panjang 6 cm lebar 0,5cm dasar tulang, tepi luka tidak rata, sudut luka tumpul. Pada bibir sebelah kanan tampak memar bengkak berwarna merah kebiruan4. KesimpulanBagian ini berisi tentang pendapat dokter berdasarkan tentang keilmuannya yang meliputi tentang jenis perlukaan, jenis kekerasan, zat penyebab, derajat luka dan penyebab kematian. Contoh:Pada korban laki-laki 35 tahun ditemukan cedera kepala ringan dengan luka robek pada dahi kiri dan bibir sebelah kanan bengkak disebabkan oleh kekerasan tumpul. Cidera tersebut tidak menyebabkan gangguan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian......5. PenutupPada bagian ini berisi kalimat baku yang selalu digunakan untuk menutup suatu visum, yaitu memuat kata demikianlah keterangan ini saya buat dengan sebenarnya dengan mengingat sumpah dan menggunakan pengetahuan sebaik-baiknya.Contoh Visum et Repertum pada kasus:

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Palembang

Projustitia Formulir No. 1Palembang, 22 September 2015

Visum et Repertum SementaraNo.../.../VER/2015

Pada tanggal 30 September 2014 jam 11.00, Saya yang bertanda tangan dibawah ini, dokter X. Sebagai dokter jaga pada rumah sakit RSUD Palembang Menerangkan bahwa, atas permintaan dari kepolisian Resort seberang Ulu 1 Palembang dengan suratnya tertanggal no telah memeriksa seorang penderita, yang menurut surat tersebut diatas bernama: Bujang jenis kelamin laki-laki umur 35 tahun bangsa Indonesia pekerjaan Buruh alamat Jl. Anggrek dengan kejadian telah terjadi penganiayaan.

Adapun hasil pemeriksaan sebagai berikut:Keadaan umum: sadar, laju pernapasan 28, TD 130/90, nadi 50, pupil kedua mata reaktif dan sama.

Pada pemeriksaan ditemukan: Pada mata sebelah kiri dan kanan tampak perdarahan di dalam mata Pada kepala bagian kanan terdapat luka dengna ukuran enam kali satu sentimeter, tepi tidak rata, sudut tumpul, patah tulang pada dasar luka Pada hidung tampak keluar darah segar mengalir dari kedua lubang hidung

Kesimpulan:Luka-luka tersebut diatas disebabkan oleh kekerasan benda tumpul, untuk keperluan pengobatan, penderita tersebut dirwawat/dimasukkan rumah sakit.. Pada tanggal. Dengan daftar nomor demikianlah keterangan ini saya buat dengan sebenarnya dengan mengingat sumpah dan menggunakan pengetahuan sebaik-baiknya.

Palembang, September 2015

Dr. X______________________NIP ..

d. Apa syarat pembuatan visum et repertum? Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat Visum et Repertum. Syarat Visum et Repertum korban hidup yaitu:(1) Harus tertulis, tidak boleh secara lisan(2) Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada dokter dari penyidik, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarga korban. Juga tidak diperbolehkan melalui jasa pos(3) Bukan kejadian yang sudah lewat(4) Ada alasan mengapa korban dibawa kedokter(5) Ada identitas korban(6) Ada identitas peminta(7) Mencantumkan tanggal permintaannya(8) Korban diantar oleh polisi atau jaksaJika korban sudah meninggal dunia, sesuai dengan KUHP pasal 133 maka permintaan dilakukan secara tertulis dan disebutkan secara jelas apakah untuk pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat, serta pada saat mayat dikirim kerumah sakit harus diberi label mayat yang memuat identitas mayat, di-lak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.

e. Apa saja jenis jenis visum et repertum? 1. Visum et repertum korban hidupa. Visum et RepertumDiberikan bila korban setelah diperiksa atau diobati, tidak terhalangmenjalankan jabatan/ mata pencaharian.b. Visum et Repertum sementaraDiberikan apabila setelah diperiksa, ternyata:i. Korban perlu dirawat/ diobservasiii. Korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan/mata pencaharianVisum et repertum sementara ini dipergunakan sebagai bukti untukmenahan terdakwa. Dan karena belum sembuh, maka visum etrepertumnya tidak memuat kualifikasi luka.c. Visum et Repertum lanjutanDiberikan apabila setelah dirawat/ diobservasi, ternyata:i. Korban sembuhii. Korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lainiii. Korban belum sembuh, kemudian pulang paksa atau melarikan diriiv. Korban meninggal duniav. Kualifikasi luka dalam visum et repertum lanjutan dibuat setelah korban selesai dirawat.2. Visum et repertum mayat3. Visum et repertum pemeriksaan TKP4. Visum et repertum penggalian mayat5. Visum et repertum mengenai umur6. Visum et repertum psikiatrik7. Visum et repertum mengenai bukti lain

f. Apa tujuan dilakukan visum et repertum pada Bujang? Pada kasus ini, penyidik dari kepolisian meminta dilakukan visum et repertum pada Bujang dengan tujuan untuk menjadikan visum et repertum tersebut sebagai alat kesaksian tertulis dan alat bukti yang sah dalam peradilan pidana.

g. Apa saja kebijakan yang mengatur tentang visum et repertum? Melalui pendekatan yuridis visum et repertum di dalam Undang-Undang No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana, menunjukkan terdapat masalah mendasar yaitu kedudukan visum et repertum masuk dalam alat bukti keterangan ahli atau alat bukti surat yang kedua alat bukti ini sah menurut hukum sesuai pasal 184 KUHAP. Berikut analisis yuridis peraturan perundang-undangan pidana di indonesia:1. Pasal 179 KUHAP1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi saksi yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

2. Pasal 180 KUHAP1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2)4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.

3. Pasal 184 KUHAP ayat 1 huruf b1) Alat bukti yang sah ialah: 1. Keterangan saksi2. Keterangan ahli3. Surat4. Petunjuk5. Keterangan terdakwa

4. Pasal 186 KUHAPKeterangan ahli sidang pengadilan ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.5. Pasal 187 KUHAPSurat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah: a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan;c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.III. Di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.a. Bagaimana mekanisme luka, memar, nyeri kepala hebat dan muntah pada Bujang? Luka di kepala sebelah kanan Pukulan di kepala dari arah samping dan depan penekanan kuat dan tiba-tiba pada pada kulit kepala kulit kepala robek luka Memar di kepala sebelah kananPukulan di kepala dari arah samping dan depan penekanan kuat dan tiba-tiba pada pada tulang tengkorak fraktur dan adanya pergeseran sementara pada otak robeknya arteri meningea media pada daerah epidural darah mengisi daerah epidural darah membeku hematom (memar) Nyeri kepala hebatFraktur di os temporal dextra ruptur a. meningea media hematomepidural darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar setelah hematom bertambah besar terlihat tanda pendesakan dan peningkatan TIK penderita akan mengalami sakit kepala, mual dan muntah dan diikuti oleh penurunan kesadaran. MuntahPeningkatan tekanan intrakranial penurunan perfusi ke otak memperberat iskemik mengeluarkan substansi-substansi seperti bradikinin, serotonin, fosfolipid yang menstimulasi chemoreceptor trigger zone di medulla oblongata muntah.

b. Bagaimana tatalaksana awal pada Bujang? Untuk luka dan memar di kepala dilakukan tindakan awal berupa membersihkan luka dan menghentikan perdarahan. Jika luka cukup besar maka dilakukan penjahitan. Lalu lakukan CT-Scan kepala. Pada kasus ini Bujang mengalami cedera kepala ringan (GCS 13-15). Tatalaksana cedera kepala ringan dilihat dari kriteria rawat sebagai berikut: CT Scan tidak ada atau hasil CT Scan abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilang kesadaran, sakit kepala sedangberat, pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur tengkorak, rinorea-otorea, cedera penyerta yang bermakna, tidak ada keluarga yang di rumah, tidak mungkin kembali ke rumah sakit dengan segera, dan adanya amnesia. Bila tidak memenuhi kriteria rawat maka pasien dipulangkan dengan diberikan pengertian kemungkinan kembali ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda perburukan. Namun pada kasus ini, pasien harus segera dirujuk dan dirawat di rumah sakit mengingat kompetensi dokter umum untuk kasus perdarahan intrakranial (perdarahan epidural) hanya 2 yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.IV. Dari hasil pemeriksaan didapatkan :RR: 28 x/menit, Tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi: 50 x/menit, GCS: E4 M6 V5, pupil isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif. Regio orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-). Regio temporal dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang.Regio nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari : RR: 28 x/menit, Tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi: 50 x/menit, GCS: E4 M6 V5.NoPemeriksaan fisikNormal Interpretasi

1RR : 28 x/mnt16-24 x/menitTakipneu

2TD 130/90 mmHg120/80 mmHgCPP = MAP - ICPHipertensi, kompensasi iskemik otak. Dengan rumus :Jika tekanan intracranial meningkat maka MAP juga harus meningkat agar perfusi otak tetap adekuat. Peningkatan MAP menyebabkan peningkatan tekanan darah.TIK (ICP) kompensasi untuk mempertahankan CPP peningkatan MAP hipertensi

3Nadi 50 x/mnt60-100 mmHgBradikardi

4GCS E4M6V5E4M6V5Normal

Mekanisme abnormalPada awalnya terjadi cedera primer akibat terjadinya suatu akselerasi. Kemudian terjadi robekan pada arteri meningea media pada area temporal kepala. Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan pada epidural ini menyebabkan hipoksia pada jaringan setempat sehingga membutuhkan perfusi yang lebih baik. Sebagai kompensasi maka terjadi peningkatan laju pernapasan sehingga RR meningkat. Kemudian hematom yang semakin lama semakin mendesak tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk mempertahankan tekanan perfusi otak. Peningkatan TIK hingga 33 mmHg (450 mm H2O) menurunkan secara bermakna aliran darah ke otak (cerebral blood flow, CBF). Iskemia yang terjadi merangsang pusat vasomotor, dan tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia. pupil isokor, refleks cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif. Regio orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-). NoPemeriksaan fisikNormal Interpretasi

1pupil isokorIsokor Normal, N. III normal

2reflex cahaya : pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktifReaktif Normal, N. III normal

3.Regio orbita: Dextra et sinistra tampak hematomTidak hematomfraktur dasar tengkorak bagian anterior.

4.Subconjugtival bleeding (-)Tidak ada perdarahanNormal

Mekanisme abnormal Regio orbita : Dextra et sinistra tampak hematom, subconjugtival bleeding (-)Hematom dextra et sinistra di region orbita (raccoon eye) fraktur dasar tengkorak bagian anterior. Raccoon eyes atau mata rakun adalah ekimosis bilateral di daerah periorbital yang timbul akibat dari trauma jaringan lunak muka. Biasanya raccoon eyes ini merupakan indikator dari fraktur basis cranii, hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Sebagai kompensasi, darah di epidurameter mengalir ke luar, ke jaringan lunak di palpabrae orbita melalui basis cranii fossa anterior yang fraktur.Subconjungtival bleeding (-)Arah trauma buka dari depan, karena apabila dari arah depan dapat melukai arteri episklera. Regio temporal dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang. Pukulan di kepala dari arah samping dan depan penekanan kuat dan tiba-tiba pada pada kulit kepala kulit kepala pecah atau robek luka

Regio nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung. Interpretasi : Tidak Normal. Mekanisme: Pukulan pada arah depan ruptur pembuluh darah Kiesselbach darah segar mengalir dari hidung.

b. Bolehkah tekanan darah pada penderita ini diturunkan? Jika diturunkan, apa akibatnya? Cushing reflex (Harvey William Cushing, 1901) Cushings Triad (Hipertensi, Bradikardi, Pernafasan ireguler)Pada saat terjadi hematom epidural akibat dari trauma tumpul pada bagian temporal, hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (ICP). Apabila ICP meningkat melebihi Mean Arterial Pressure (MAP), arteriol yang berada di dalam serebral akan terkompresi sehingga akan terjadi penurunan perfusi otak yang dapat beresiko menjadi iskemik serebral. Terjadinya iskemik ini dapat mengakibatkan aktivasi CNS Ischemic Response yang dimulai dari hipotalamus. Hipotalamus akan mengaktivasi sistem saraf simpatis yang akan mengaktivasi reseptor alfa-1 adrenergik sehingga akan terjadi vasokontriksi arteri. Konstriksi arteri akan meningkatkan resistensi aliran darah, yang selanjutnya meningkatkan tekanan darah yang tampah sebagai hipertensi. Dengan peningkatan MAP melalui mekanisme ini, aliran darah ke otak dapat terjadi kembali. Rangsangan simpatis dapat menyebabkan peningkatan nadi dan cardiac output, yang bersama hipertensi termasuk dalam stadium pertama Cushing Reflex.Namun peningkatan tekanan darah dan resistensi aliran darah ini akan dideteksi oleh baroreseptor seperti di arkus aorta. Hal ini akan menyebabkan aktivasi respon parasimpatis melalui nervus vagus. Peningkatan kerja parasimpatis dibanding simpatis akan memperlambat denyut jantung, yang tampak sebagai bradikardi. Bradikardi juga dapat disebabkan oleh efek langsung dari peningkatan ICP pada nervus vagus melalui distorsi mekanik langsung. Pada kondisi ini, Cushing reflex telah pada stadium kedua.Peningkatan ICP disertai dengan perubahan lainnya dapat menyebabkan distorsi dan peningkatan tekanan pada brainstem, dimana organ ini berperan dalam mengatur pernafasan involunter, dapat menyebabkan pola respirasi ireguler hingga apneu. Ini merupakan stadium ketiga atau terakhir dari cushing reflex dimana dapat terjadi herniasi brainstem. Peningkatan laju respirasi atau takipneu dapat disebabkan karena deteksi kemoreseptor dari medula obloganta akibat dari penurunan suplai oksigen sementara akibat dari penurunan perfusi karena peningkatan ICP tanpa melibatkan mekanisme Cushing Reflex.Jadi TIDAK BOLEH DITURUNKAN HIPERTENSINYA, karena sudah menjadi respon tubuh untuk meningkatkan tekanan darah dikarenakan peningkatan tekanan intracranial.

c. Apakah ada kemungkinan kelainan intrakranial bila terjadi fraktur di daerah temporal? Terjadinya fraktur linear pada os temporalis menyebabkan robeknya arteri meningea media yang akan menimbulkan epidural hematoma, yaitu pengumpulan darah diantara lamina interna kranui dan duramater. Pada awalnya TIK masih terkompesasi dengan cara bergesernya CSF dan darah vena keluar dari ruang intrakranial, namun selanjutnya TIK tidak dapat dikompensasi dan menyebabkan TIK meningkat.

V. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:Pasien ngorok, RR 24 x/menit, nadi 50 x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg. Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal.a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormalitas ? Pasien ngorok, RR 24 x/menit, nadi 50 x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg. PemeriksaanKasusNormalInterpretasiMekanisme

AirwayPasien ngorok-Penurunan kesadaran dan gangguan airway Penurunan kesadaran refleks menahan lidah oleh otot lidah/faring menurun/tidak ada lidah jatuh ke posterior mengganggu airway ngorok (snoring).

RR24x/menit16-24x/menitNormal (namun terjadi penurunan frekuensi nafas bila dibandingkan keadaan os saat sadar sebelumnya)Awalnya : TIK perfusi otak inadekuat tubuh melakukan kompensasi dengan RRKemudian, TIK yang meningkat secara progresif herniasi uncus menekan pusat nafas di batang otak RR

Nadi50x/menit70-90x/menitBradikardiTIK herniasi uncus menekan batang otak merangsang pusat inhibisi jantung bradikardi

TD140/90 mmHg120/80 mmHgHipertensiMerupakan kompensasi dari iskemik otak. Dimana: CPP = MAP ICPJika TIK meningkat maka MAP juga harus meningkat agar perfusi otak tetap adekuat. Peningkatan MAP menyebabkan peningkatan TD.TIK (ICP) kompensasi untuk mempertahankan CPP autoregulasi dengan peningkatan MAP hipertensi

GCSE2 V2 M5 =GCS 915Penurunan kesadaran dan Cedera Kepala SedangTIK herniasi uncus mendesak ARAS (ascending reticulo activating system) penurunan kesadaran GCS 9

REGIO ORBITA

PupilAnisokor dekstraIsokorAbnormalAkibat pukulan kayu di daerah temporalperdarahan arteri meningea mediahematom epiduralmenekan lobus temporalis otak ke arah bawahherniasi otakmenekan nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius)pupil anisokor

Refleks cahayaPupil kanan negatif, pupil kiri reaktif/normalKedua pupil reaktif/normalAkibat pukulan kayu di daerah temporalperdarahan arteri meningea mediahematom epiduralmenekan lobus temporalis otak ke arah bawahherniasi otakmenekan nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius)refleks cahaya pupil kanan negatif

Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Interpretasi: Penilaian GCS(Eye) pasien membuka mata dengan rangsang nyeri = 2 (Verbal) mengerang dalam bentuk kata-kata = 4(Movement) melokalisir nyeri = 5Skor GCS = 2+4+5 = 11.Pasien mengalami penurunan kesadaran dari GCS 15 menjadi GCS 11.Mekanisme: massa berupa hematom yang semakin membesar menimbulkan desakan durameter yang akan menjauhkan duramater dari tulang tengkorak Perluasan hematom ini akan menekan lobus temporal ke dalam dan kebawah TIK meningkat Tekanan ini menyebabkan isi otak mengalami herniasi mengakibatkan penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti penekanan pada medulla oblongata penurunan kesadaran.

Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks cahaya pupil kiri reaktif/normal. Interpretasi : Tidak normal.Mekanisme : Trauma tumpul temporal a. meningea media robek perdarahan epidural (perlu pemeriksaan CT scan untuk memastikan) volume intracranial compliance pertama oleh otak mengeluarkan CSF ke ruang spinal perdarahan masih berlangsung compliance pertama tidak adekuat Tekanan intracranial terus pergeseran jaringan dari lobus temporal ke pinggiran tentorium herniasi unkus menekan saraf parasimpatis n. III tidak terjadi vasokonstriksi pupil tidak ada hambatan terhadap saraf simpatis midriasis ipsilateral (mata kanan) pupil anisokor dextra dan reflex cahaya pupil kanan negatif

b. Ada berapa jenis herniasi otak? Herniasi otak adalah kondisi medis yang sangat berbahaya di mana jaringan otak menjadi berpindah dalam beberapa cara karena peningkatan tekanan intrakranial (tekanan di dalam tengkorak). Kenaikan tekanan menyebabkan otak diperluas, tetapi karena memiliki tempat untuk masuk ke dalam tengkorak, maka otak menjadi rusak parah. Dalam beberapa kasus, herniasi otak dapat diobati, tetapi dalam kasus lain itu akan menyebabkan koma dan kematian pada akhirnya.Herniasi Otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui atau antar wilayah ke tempat lain karena efek massa.Biasanya ini komplikasi dari efek massa baik dari tumor, trauma, atau infeksi.

KlasifikasiOtak dapat ditekan ke struktur seperti falx serebri, tentorium serebelli, dan bahkan melalui lubang yang disebut foramen magnum di dasar tengkorak ( melalui sumsum tulang belakang berhubungan dengan otak ).Ada dua kelompok utama herniasi: supratentorial dan infratentorial. Herniasi Supratentorial adalah struktur biasanya terdapat di atas pakik tentorial sedangkan infratentorial adalah struktur di bawahnya. Supratentorial herniasi :1. Uncal 2. Central (transtentorial) 3. Cingulate (subfalcine) 4. Transcalvarial Infratentorial herniation Infratentorial herniasi :1. Upward (upward cerebellar or upward transtentorial) 2. Tonsillar (downward cerebellar)Diagram di bawah ini menggambarkan jenis utama dari herniasi otak. Dalam hal ini disebabkan oleh lesi massa ( hematoma subdural ) yang juga menyebabkan edema sekunder ke otak yang berdekatan.

Gambar dari Blumenfeld Neuroanatomy melalui Kasus Clinial, Sinauer Assoc. Inc, 2002. Inc, 2002.

Herniasi Uncal Pada herniasi uncal, sebuah subtipe umum herniasi transtentorial, bagian terdalam dari lobus temporal , yang uncus , dapat ditekan begitu banyak sehingga terjadi oleh tentorium dan memberikan tekanan pada batang otak , terutama otak tengah. Tentorium jaringan dapat dilucuti dari korteks otak dalam proses yang disebut decortication .Uncus dapat menekan saraf kranial ketiga , yang dapat mempengaruhi parasimpatis kepada mata di sisi dari saraf yang terkena, menyebabkan pupil mata terpengaruh untuk melebar dan mengerut gagal dalam merespon terhadap cahaya sebagaimana mestinya. Pelebaran pupil sering mendahului terkena kompresi saraf kranial III (serat parasimpatis adalah radial terletak di serat eferen somatik umum di CNIII), yang merupakan penyimpangan dari mata ke "bawah dan keluar" posisi karena hilangnya persarafan untuk semua pergerakan otot mata kecuali untuk rektus lateral (diinnervasi oleh VI saraf kranial) dan oblik superior (diinnervasi oleh saraf kranial IV). Gejala terjadi dalam urutan ini karena serat parasimpatis eksentrik mengelilingi serat motor dari CNIII dan, karenanya, yang pertama yang dikompresi. Kompresi dari ipsilateral arteri posterior serebral akan mengakibatkan iskemia dari korteks visual primer lapangan ipsilateral dan kontralateral visual defisit pada kedua mata (kontralateral hemianopia homonymous ). Temuan penting lainnya adalah tanda lokalisasi palsu, yang disebut stakik Kemohan, yang hasil dari kompresi dari kontralateral kruris otak mengandung corticospinal dan beberapa kortikobulbar saluran serat.Hal ini menyebabkan ipsilateral (sisi yang sama dengan herniasi) hemiparesis . Karena mayoritas saluran corticospinal innervates otot fleksor, perpanjangan kaki juga dapat dilihat. Dengan meningkatnya tekanan dan perkembangan hernia akan ada distorsi dari batang otak menyebabkan perdarahan Duret (merobek kapal kecil di parenkim ) di median dan paramedian zona dari mesencephalon dan pons. Pecahnya pembuluh ini menyebabkan perdarahan berbentuk linier atau dinyalakan. Batang otak terganggu dapat menyebabkan mengulit postur , depresi pusat pernapasan dan kematian. Kemungkinan lain yang dihasilkan dari distorsi batang otak meliputi kelesuan , denyut jantung lambat, dan pelebaran pupil. Uncal herniasi dapat maju ke herniasi pusat.

Herniasi Sentral / TranstentorialPada herniasi sentral, (juga disebut "herniasi transtentorial") diencephalon dan bagian lobus temporal dari kedua belahan otak ditekan melalui lekukan di cerebelli tentorium. Herniasi Transtentorial dapat terjadi saat otak bergerak baik atas atau bawah di seluruh tentorium, yang disebut naik dan turun herniasi transtentorial masing, namun turun herniasi jauh lebih umum. Downward herniasi dapat meregang cabang arteri basilar (arteri pontine), menyebabkan arteri tersebut robek dan berdarah, yang dikenal sebagai sebuah Duret perdarahan . Akibat biasanya menjadi fatal. Radiografis, herniasi ke bawah ditandai dengan penghapusan dari sumur suprasellar dari herniasi lobus temporal ke hiatus tentorial dengan kompresi yang terkait pada peduncles otak. Sindroma hipotensi intrakranial telah dikenal untuk meniru herniasi transtentorial bawah.

Herniasi Cingulata ( Subfalcine )Dalam herniasi cingulata atau subfalcine, yang jenis yang paling umum, bagian terdalam dari lobus frontalis adalah turun di bawah bagian dari falx serebri , yang dura mater di bagian atas kepala antara dua belahan otak. cingulate herniasi dapat disebabkan ketika salah satu belahan membengkak dan mendorong cingulate gyrus oleh falx serebri. ini tidak menaruh banyak tekanan pada batang otak karena herniasi jenis lain, tetapi dapat mengganggu pembuluh darah di lobus frontal yang dekat dengan tempat cedera (arteri serebral anterior), atau mungkin kemajuan untuk herniasi pusat. Interferensi dengan aliran darah dapat menyebabkan peningkatan berbahaya di ICP yang dapat menyebabkan bentuk-bentuk yang lebih berbahaya dari herniasi. Gejala untuk herniasi cingulate tidak didefinisikan dengan baik. Biasanya terjadi selain herniasi uncal, cingulate herniasi dapat muncul dengan sikap abnormal dan koma. cingulate herniasi sering diyakini sebagai awal jenis lain herniasi.

Herniasi TranscalvarialPada herniasi transcalvarial, otak meremas melalui fraktur atau situs bedah dalam tengkorak. Juga disebut "herniasi eksternal", ini jenis herniasi mungkin terjadi selama kraniotomi , operasi di mana suatu penutup dari tengkorak dibuka, mencegah lembaran tengkorak dari digantikan.

Upward Herniation (herniasi ke atas) Tekanan pada fossa posterior dapat menyebabkan otak kecil untuk naik melalui pembukaan tentorial di atas, atau herniasi cerebellar. Otak tengah didorong melalui takik tentorial. Hal ini juga mendorong otak tengah ke bawah.

Herniasi Tonsillar Pada herniasi tonsillar, juga disebut herniasi cerebellar ke bawah, atau "coning", amandel cerebellar bergerak ke bawah melalui foramen magnum mungkin menyebabkan kompresi batang otak yang lebih rendah dan saraf tulang belakang leher atas, ketika mereka melalui foramen magnum. Peningkatan tekanan pada batang otak bisa mengakibatkan disfungsi pusat di otak yang bertanggung jawab untuk mengendalikan fungsi pernafasan dan jantung. Tonsillar herniasi dari otak kecil juga dikenal sebagai Malformasi Chiari (CM), atau sebelumnya adalah Arnold Chiari Malformation (ACM). Setidaknya ada tiga jenis malformasi Chiari yang diakui secara luas, dan mereka mewakili proses penyakit yang sangat berbeda dengan gejala yang berbeda dan prognosis. Kondisi ini dapat ditemukan pada pasien tanpa gejala sebagai temuan insidentil, atau dapat menjadi begitu parah untuk membahayakan hidup. Kondisi ini sekarang sedang didiagnosis lebih sering oleh ahli radiologi, pasien karena semakin banyak menjalani scan MRI kepala mereka. Ectopia cerebellar adalah istilah yang digunakan oleh ahli radiologi untuk menggambarkan amandel cerebellar yang "rendah palsu" tapi yang tidak memenuhi kriteria radiografi untuk definisi sebagai malformasi Chiari. Definisi radiografi saat ini diterima untuk suatu malformasi Chiari adalah bahwa amandel cerebellar berbohong setidaknya 5mm di bawah tingkat foramen magnum. Beberapa dokter telah melaporkan bahwa beberapa pasien tampaknya mengalami gejala yang konsisten dengan malformasi Chiari tanpa bukti radiografi herniasi tonsillar.. Kadang-kadang pasien yang digambarkan sebagai memiliki 'Chiari [jenis] 0'. Ada banyak penyebab diduga herniasi tonsillar termasuk: saraf tulang belakang penarikan atau okultisme filum terminale ketat (menarik di atas batang otak dan struktur sekitarnya), turun atau cacat fosa posterior (bagian bawah, kembali sebagian dari tengkorak) tidak memberikan ruang yang cukup bagi serebelum; hidrosefalus atau abnormal volume CSF mendorong amandel keluar. gangguan jaringan ikat, seperti Danlos Sindrom Ehlers , dapat dikaitkan. Untuk evaluasi lebih lanjut dari herniasi tonsillar, studi aliran CINE digunakan. Jenis MRI memeriksa aliran CSF pada sendi cranio-serviks. Untuk orang mengalami gejala dengan minimal herniasi tampaknya terutama jika gejala lebih baik dalam posisi telentang dan buruk atas berdiri tegak, tegak MRI dapat berguna.

c. Tanda tanda fraktur basis cranii fossa anterior?

Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat cedera. Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis cranii fossa anterior.VI. Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang perawat.a. Bagaimana cara penegakan diagnosis? Anamnesis Sedapatnya dicatat apa yang terjadi, dimana, kapan waktu terjadinya kecelakaan yang dialami pasien. Selain itu perlu dicatat pula tentang kesadarannya, luka-luka yang diderita, muntah atau tidak, adanya kejang. Keluarga pasien ditanyakan apa yang terjadi. Pemeriksaan fisik umum Pada pemeriksaan fisik dicatat tanda-tanda vital : kesadaran, nadi, tensi darah, frekuensi dan jenis pernapasan serta suhu tubuh. Tingkat kesadaran dicatat yaitu kompos mentis (kondisi segar bugar), apatis, somnolen (ngantuk), sopor (tidur), soporokomo atau koma. Selain itu ditentukan pula Skala Koma Glasgow, nilai tertinggi dari pemeriksaan Skala Koma Glasgow (SKG) adalah 15 dan terendah adalah 3. Berdasarkan nilai SKG trauma kapitis dapat dibagi atas:Pemeriksaan Skala Koma Glasgow tidak dapat dilakukan bila kedua mata tertutup, misalnya bila kelopak mata membengkak. Rangsangan nyeri untuk menimbulkan respon motorik dilakukan dengan menekan pertengahan sternum dengan kapitulum metakarpal (telapak tangan) pertama jari tengah. Bila ada tetraplegi tentu tes ini tidak akan berguna. Pemeriksaan Neurologis Pada pasien yang sadar dapat dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap seperti biasanya. Pada pasien yang berada dalam keadaan koma hanya dapat dilakukan pemeriksaan obyektif. Bentuk pemeriksaan yang dilakukan adalah tanda perangsangan meningens, yang berupa tes kaku kuduk yang hanya boleh dilakukan bila kolumna vertebralis servikalis (ruas tulang leher) normal. Tes ini tidak boleh dilakukan bila ada fraktur atau dislokasi servikalis. Selain itu dilakukan perangsangan terhadap sel saraf motorik dan sarah sensorik (nervus kranialis). Saraf yang diperiksa yaitu saraf 1 sampai saraf 12, yaitu : nervus I (nervus olfaktoris), nervus II (nervus optikus), nervus III (nervus okulomotoris), nervus IV (troklearis), nervus V(trigeminus), nervus VI (Abdusens), nervus VII (fasialis), nervus VIII (oktavus), nervus IX (glosofaringeus) dan nervus X (vagus), nervus XI (spinalis) dan nervus XII (hipoglosus), nervus spinalis (pada otot lidah) dan nervus hipoglosus (pada otot belikat) berfungsi sebagai saraf sensorik dan saraf motorik. Pemeriksaan radiologis, yang berupa : Foto Rontgen polos Pada trauma kapitis perlu dibuat foto rontgen kepala dan kolumna vertebralis servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi terdapat di daerah oksipital, buatkan foto anterior-posterior dan bila lesi pada kulit terdapat di daerah frontal buatkan foto posterior-anterior. Bila lesi terdapat pada daerah temporal, pariental atau frontal lateral kiri, film diletakkan pada sisi kiri dan dibuat foto lateral dari kanan ke kiri. Kalau diduga ada fraktur basis kranii, maka dibuatkan foto basis kranii dengan kepala menggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada garis antar angulus mandibularis (tulang rahang bawah). Foto kolumna vertebralis servikalis dibuat anterior-posterior dan lateral untuk melihat adanya fraktur atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak mungkin dapat ditemukan garis fraktur atau fraktur impresi. Tekanan intrakranial yang tinggi mungkin menimbulkan impressions digitae. Compute Tomografik Scan (CT-Scan) CT-Scan diciptakan oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972. Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak. Potongan-potongan melintang tengkorak bersama isinya tergambar dalam foto dengan jelas.Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada penderita trauma kapitis : 1) SKG < 15 atau terdapat penurunan kesadaran 2) Trauma kapitis ringan yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak 3) Adanya tanda klinis fraktur basis kranii 4) Adanya kejang 5) Adanya tanda neurologis fokal c.6. Sakit kepala yang menetap.22 MRI (Magnetic Resonance Imaging) MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas. Beberapa keuntungan MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : lebih baik dalam menilai cedera sub-akut, termasuk kontusio, shearing injury, dan sub dural hematoma, lebih baik dalam menilai dan melokalisir luasnya kontusio dan hematoma secara lebih akurat karena mampu melakukan pencitraan dari beberapa posisi, dan lebih baik dalam pencitraan cedera batang otak. Sedangkan kerugian MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : membutuhkan waktu pemeriksaan lama sehingga membutuhkan alat monitoring khusus pada pasien trauma kapitis berat, kurang sensitif dalam menilai perdarahan akut, kurang baik dalam penilaian fraktur, perdarahan subarachnoid dan pneumosefalus minimal dapat terlewatkan.b. Apa diagnosis banding? Perdarahan subduralHematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa di sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a. kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit.

Perdarahan SubarachnoidPerdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di dalamnya.

c. Diagnosis KerjaPerdarahan epidural

d. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan Radiologis yang berupa : foto rontgen polos, Compute Tomografik Scan (CT-Scan) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging),

e. Tatalaksana Cedera kepala sedang (GCS=9-12) Pasien dalam kategori ini bisa mengalamigangguan kardiopulmoner, oleh karena itu urutan tindakannya sebagai berikut: a. Periksa dan atasi gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi b. Periksa singkat atas kesadaran, pupil, tanda fokal serebral dan cedera organ lain. Fiksasi leher dan patah tulang ekstrimitas c. Foto kepala dan bila perlu bagiann tubuh lain d. CT Scan kepala bila curiga adanya hematom intrakranial e. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, defisit fokal serebral.

Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut: a. Resusitasi jantung paru (airway, breathing, circulation=ABC) Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu tindakan pertama adalah: o Jalan nafas (Air way) Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan o Pernafasan (Breathing) Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari danatasi faktor penyebab dan kalau perlu memakai ventilator. o Sirkulasi (Circulation) Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung danmengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah b. Pemeriksaan fisik Setelah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu komponen diatas bis adiartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi penyebabnya. c. Pemeriksaan radiologDibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota gerak, dada danabdomen dibuat atas indikasi. CT scan kepala dilakukan bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematom intrakraniald. Tekanan tinggi intrakranial (TIK) Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan sebagai berikut: 1. Hiperventilasi Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral. Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas dgnmengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom 2. Drainase Tindakan ini dilakukan bil ahiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus 3. Terapi diuretik o Diuretik osmotik (manitol 20%) Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis pemberiannya harus dihentikan. Cara pemberiannya : Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSmo Loop diuretik (Furosemid) Furosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan cairan cerebrospinal dan menarik cairan interstitial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv.4. Terapi barbiturat (Fenobarbital) Terapi ini diberikan pada kasus-ksus yang tidak responsif terhadap semua jenis terapi yang tersebut diatas. Cara pemberiannya: Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan dosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari. 5. StreroidBerguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala6. Posisi Tidur Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar. 7. Keseimbangan cairan elektrolit Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang mengandung glukosa oleh karena terjadi keadaan hiperglikemia menambah edema serebri. Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal, yang akan takikardia kembali normal dan volume urin normal >30 ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan keseimbangan cairan eletrolit, pemasukan cairan harus disesuaikan, misalnya pada pemberian obat diuretik, diabetes insipidus, syndrome of inappropriate anti diuretic hormon (SIADH). Dalam keadaan ini perlu dipantau kadar eletrolit, gula darah, ureum, kreatinin dan osmolalitas darah. 8. Nutrisi Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah danakan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan perenterai pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari 9. Epilepsi/kejang Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsi dan yang terjadi setelah minggu pertama disebut late epilepsy. Early epilelpsi lebih sering timbul pada anak-anak dari pada orang dewasa, kecuali jika ada fraktur impresi, hematom atau pasien dengan amnesia post traumatik yang panjang. Pengobatan: o Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari o Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila cendrung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml) Keadaan pasien memburuk Pendorongan garis tengah > 3 mmIndikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume : > 25 cc desak ruang supra tentorial > 10 cc desak ruang infratentorial > 5 cc desak ruang thalamusSedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan : Penurunan klinis Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.PROGNOSIS Prognosis tergantung pada : Lokasinya ( infratentorial lebih jelek ) Besarnya Kesadaran saat masuk kamar operasi.Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.

C. VISUM ET REPERTUMDefinisi Visum et RepertumKeterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran forensik atau dokter bukan ahli kedokteran forensik. Keterangan ini dibuat dalam bentuk tulisan yang dahulu dikenal sebagai Visum et Repertum yang berisi tentang seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana.Dasar Hukum Dari Visum et RepertumVisum et Repertum merupakan pengganti sepenuhnya barang bukti yang diperiksa, maka oleh karenanya pula Visum et Repertum pada hakekatnya adalah menjadi alat bukti yang sah. Baik di dalam kitab hukum acara pidana yang lama, yaitu RIB maupun kitab hukum acara pidana (KUHAP) tidak ada satu pasalpun yang memuat perkataan Visum et Repetum. Hanya di dalam lembaran negara tahun 1973 no 350 pasal 1 dan pasal 2 yang menyatakan bahwa visum et repertum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara pidana.Didalam KUHAP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan kewajiban dokter untuk membantu peradilan, yaitu dalam bentuk keterangan ahli, pendapat orang ahli, ahli kedokteran kehakiman, dokter, dan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya (KUHAP: pasal 187 butir c). Bila kita lihat perihal apa yang dimaksudkan dengan alat bukti yang sah menurut KUHAP pasal 184 ayat 1 yaitu:1. Keterangan saksi2. Keterangan Ahli3. Surat4. Petunjuk5. Keterangan Terdakwa

Tujuan Visum et RepertumTugas seorang dokter dalam bidang Ilmu Kedoteran Forensik adalah membantu para petugas kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam mengungkap suatu perkara pidana yang behubungan dengan pengrusakan tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, sehingga bekerjanya harus obyektif dengan mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu sama lain secara logis untuk kemudian mengambil kesimpulan, maka oleh karenanya pada waktu memberi laporan dalam pemberitaan dari Visum et Repertum itu harus sesungguh-sungguhnya dan seobyektif-obyektifnya tentang apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu pemeriksaan, dan demikian Visum et Repertum merupakan kesaksian tertulis.Visum et Repertum merupakan rencana (verslag) yang diberikan oleh seorang dokter mengenai apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan secara obyektif, sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua kenyataan sehingga daripadanya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat.Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana yang tertulis dalam pasal 184 KUHAP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu proses perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang dalam bagian pemberitaan sehingga dapat dianggap sebagai pengganti benda bukti.Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksan medik tersebut yang tertuang dalam bagian kesimpulan.Macam-macam Visum et Repertum 1. Visum et repertum korban hidupa. Visum et RepertumDiberikan bila korban setelah diperiksa atau diobati, tidak terhalang menjalankn jabatan/ mata pencaharian.b. Visum et Repertum sementaraDiberikan apabila setelah diperiksa, ternyata: Korban perlu dirawat/ diobservasi Korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan/mata pencaharianVisum et repertum sementara ini dipergunakan sebagai bukti untuk menahan terdakwa. Dan karena belum sembuh, maka visum et repertumnya tidak memuat kualifikasi luka.c. Visum et Repertum lanjutanDiberikan apabila setelah dirawat/ diobservasi, ternyata: Korban sembuh Korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lain Korban belum sembuh, kemudian pulang paksa atau melarikan diri Korban meninggal duniaKualifikasi luka dalam visum et repertum lanjutan dibuat setelah korban selesai dirawat.2. Visum et repertum mayat3. Visum et repertum pemeriksaan TKP4. Visum et repertum penggalian mayat5. Visum et repertum mengenai umur6. Visum et repertum psikiatrik7. Visum et repertum mengenai bukti lain

Yang Berhak Meminta Visum et Repertum adalah:1. PenyidikLandasan hukum: Pasal 6 KUHAP(1) Penyidik adalah:a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Pasal 7 KUHAP(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang :a. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;b. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;Pasal 120 KUHAP(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.Pasal 133 KUHAP(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Penyidik adalah polri dengan pangkat serendah-rendahnya AIPDA (ajudan inspektur dua), namun di daerah terpencil mungkin saja seorang polisi berpangkat BRIPDA dapat diberi wewenang sebagai penyidik,oleh karena di daerah tersebut tidak ada yang pangkatnya lebih tinggi.2. Penyidik PembantuLandasan hukum:Pasal 1 KUHAP(3) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.Pasal 10 KUHAP(1) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini. Pasal 11 KUHAPPenyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik. Pangkat terendah untuk penyidik pembantu adalah BRIPDA (Brigadir Dua).3. Hakim PidanaLandasan hukum:Pasal 180(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. Hakim pidana biasanya tidak langsung meminta visum et repertum pada dokter, akan tetapi hakim dapat memerintahkan kepada jaksa untuk melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) dengan vsum et repertum, kemudian jaksa melipahkan pemberitaan hakim kepada penyidik. 4. Hakim PerdataHakim perdata berwenang meminta visum et repertum. Hal ini diatur dalam HIR (Herziene Inlands Reglement). Hal ini dikarenakan disidang pengadilan perdata tidak ada jaksa, maka hakim perdata dapat langsung meminta visum et repertum kepada dokter.5. Hakim AgamaBahwa hakim agama boleh meminta visum et repertum telah diatur dalam undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman Pasal 10. Hakim agama hanya mengadili perkara yang menyangkut agama Islam.Yang Berhak Menbuat Visum et Repertum adalah:Pasal 120 KUHAP(1)Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.Pasal 133 KUHAP(1)Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Pasal 1 KUHAP(28)Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.Seperti yang tercantum dalam pasal-pasal di atas, telah ditentukan bahwa yang berhak membuat visum et repertum adalah:1. Ahli kedokteran kehakiman2. Dokter atau ahli lainnyaTata Cara Permintaan Visum Et RepertumHal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu mengajukan permintaan visum et repertum untuk korban hidup adalah:4. Permintaan harus diajukan secara tertulis (KUHAP Pasal 133(3)). Tidak dibenarkan meminta secara lisan, melalui telepon atau melalui pos.j. Di sudut kiri atas dicantumkan alamat pemohon visum et repertum.k. Di sudut kanan atas dijelaskan kepada siapa permintaan visum et repertum tersebut ditujukan. Surat permintaan visum et repertum tersebut dapat dialamatkan kepada pimpinan Rumah Sakit atau dokter yang dikehendaki pemohon.l. Keterangan tentang identitas korban dengan menyebutkan nama, jenis kelamin, umur, kebangsaan, agama, alamat, dan pekerjaan.m. Keterangan tentang peristiwa yang dialami korban seperti kejahatan kesusilaan, kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, dan sebagainya.n. Permintaan pengobatan dan perawatan korban.o. Harap dilaporkan kepada pihak pemohon visum et repertum bila korban sembuh, pindah rumah sakit lain, pulang paksa, melarikan diri atau meninggal.p. Kolom untuk keterangan lain.q. Keterangan tentang identitas pemohon visum et repertum dilengkapi dengan tanda tangan dan cap dinas di sudut kanan bawah.r. Keterangan tentang identitas penerima visum et repertum disertai tanda tangan, tanggal dan jam di sudut kiri bawah. 5. Korban adalah barang bukti, maka surat permintaan visum et repertum harus diserahkan sendiri oleh polisi bersama-sama korban kepada dokter.6. Tidak dibenarkan mengajukan surat permintaan visum et repertum tentang peristiwa yang telah lampau mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri No.Inst/E/20/IX/75).Pasal 170 KUHAP(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. (2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

Visum et Repertum Korban HidupBentuk dan susunan visum et repertum korban hidup Bentuk visum et repertum yang sekarang dipakai adalah warisan para tokoh kedokteran kehakiman FK Unair/RSU dr. Soetomo Surabaya, yaitu: Prof. H. Muller, Prof. Mas Soetejo, dan Prof. Soetomo Tjokronegoro, ketiganya telah almarhum.Bentuk visum et repertum yang telah diatur oleh pemerintah adalah visum et repertum psikiatrik, yang tidak banyak berbeda dengan bentuk visum et repertum diatas (Hoediyanto, 2005).BAGIAN-BAGIAN VISUM ET REPERTUM1. PRO JUSTISIAKata ini dicantumkan di sudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak perlu bermaterai.2. PENDAHULUANBagian ini memuat antara lain:a. Identitas pemohon visum et repertumb. Identitas dokter yang memeriksa/membuat visum et repertumc. Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya)d. Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaane. Identitas korbanf. Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat, dan waktu korban meninggal dunia.g. Keterangan mengenai orang yang menyerahkan atau mengantar korban pada dokter dan waktu saat korban diterima di rumah sakit3. PEMBERITAANYang dimaksud dalam bagian ini ialah:a. Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, berupa umur, jenis kelamin, tinggi dan berat badan, serta keadaan umumnyab. Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korbanc. Tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukand. Hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter lain.Di dalam bagian ini memakai bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga orang awam (bukan dokter) dapat mengerti, hanya kalau perlu disertai istilah kedokteran/asing di belakangnya dalam kurung. Angka harus ditulis dalam huruf, misalnya 4 cm ditulis empat sentimeter. Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka, misalnya luka bacok, luka tembak, luka harus dilukiskan dengan kata (to describe, beschrijven).Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai apa yang diamati, terutama apa yang dilihat dan ditemukan pada korban/benda oleh dokter.4. KESIMPULANBagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil pemeriksaan sesuai dengan pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Seseorang melakukan pengmatan dengan kelima panca indera (penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan).5. PENUTUPMemuat kata Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan. Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.Yang dimaksud dengan sumpah adalah: Untuk dokter pemerintah: sumpah pegawai negeri Untuk dokter swasta: sumpah lafal dokter yang diucapkan pada waktu dilantik jadi dokter Untuk ahli lain: sumpah pegawai negeri atau disumpah khususDi samping hal-hal tersebut di atas perlulah diketahui pula: Dalam pemberitaan tidak boleh ditulis apa yang diketahui dokter dari orang lain. Kesimpulan bersifat subjektif, dan jika dalam keraguan harus berpegang pada asas in dubio pro rea.Visum et repertum dibuat sejujur-jujurnya, bila sengaja menyimpang dapat dituntut karena memberi keterangan palsu berdasarkan pasal 242 KUHP.

VI. Kerangka Konsep

Bujang dianiaya dengan kayuFraktur basis cranii anteriorRhinorrea Hematoma periorbitaTrauma tumpul kepala regio temporal dekstraRuptur arteri meningea mediaEpidural hematomGangguan perfusi otakVolume intrakranial Compliance pertama oleh otak tidak adekuatTIK Pingsan selama 5 menitHerniasi unkusCPP Nyeri kepala dan muntahRR Penurunan kesadaranTD

VII. KesimpulanBujang menderita cedera kepala sedang yang disertai lucid interval dan tanda tanda herniasi serta fraktur basis cranii anterior et causa trauma tumpul kepala.

Daftar Pustaka

American College of Surgeon Committe on Trauma. 2004. Cedera kepala. Dalam: Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, penerjemah. Edisi 7. Komisi trauma IKABI; 2004. 168-193.

American College of Surgeon Committee on Trauma. 2008. Advanced Trauma Life Support for Doctors (ATLS): Student Course Manual, Eight Edition. Terjemahan oleh: Komisi Trauma IKABI. American College of Surgeon, Chicago.

Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016.Budiyanto, A., dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI.

Hafid, A. 2004. Epidural Hematoma. Dalam: Jong W.D. (Editor). Buku Ajar Ilmu Bedah (edisi ke-2). EGC, Jakarta, hal. 818-819.Hoediyanto. 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya: Bagian IKF dan Medikolegal FAkultas Kedokteran Unair.Idries, AM. 2013. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus Pemeriksaaan Mayat Dalam: Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Edisi Revisi. Sagung Seto. Jakarta : 37-52.Kelly, DF. 1996. General principles of head injury management. New York: McGraw Hill.

Khalilullah, Said Alfin. 2011. Review Article Basilar Skull Fracture (BSF)/Fraktur Basis Cranii. Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ( dalam alfinzone.wordpress.com , diakses 22 September 2015)

Martin NA et al. Characterization of cerebral hemodynamic phase followingsever head trauma: hypoperfusion, hyperemia and vasospasm. J. neurosurgey, 1997(87): 9-19.

Mc.Donald D., Epidural Hematoma,http://www.emedicine.com, diakses tanggal 29 September 2015.Netter FH, Machado CA. 2003. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System LLC.

R. Soeparmono, Keterangan Ahli dan Visum Et Repertum dalam aspek hukum acara pidana, (bandung: mandar maju, 2002) hal. 98

Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 6. Jakarta: EGC

9