laporan skenario 1

75
Laporan Tutorial Blok Kardiovaskular Skenario 1 FISIOLOGI, PATOFISIOLOGI, DAN PATOGENESIS NYERI DADA SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR KELOMPOK 14 : Aryo Seno G0010030 Asih Anggraini G0010032 Damar Dyah Mentari G0010048 Erma Malindha G0010074 Fariz Edi Wibowo G0010078 Fitroh Annisah G0010084 Himmatul Fuad G0010094 Rizqi Ahmad Nur D. G0010168 Wahyu Aprillia G0010194 Pembimbing : dr. Novi Primadewi, Sp.THT, M.Kes NIP. 197511292008122002

Upload: wahyu-aprillia

Post on 05-Aug-2015

189 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Laporan Tutorial Blok Kardiovaskular Skenario 1

FISIOLOGI, PATOFISIOLOGI, DAN PATOGENESIS NYERI DADA

SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PENYAKIT

KARDIOVASKULAR

KELOMPOK 14 :

Aryo Seno G0010030

Asih Anggraini G0010032

Damar Dyah Mentari G0010048

Erma Malindha G0010074

Fariz Edi Wibowo G0010078

Fitroh Annisah G0010084

Himmatul Fuad G0010094

Rizqi Ahmad Nur D. G0010168

Wahyu Aprillia G0010194

Pembimbing :

dr. Novi Primadewi, Sp.THT, M.Kes

NIP. 197511292008122002

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

FAKULTAS KEDOKTERAN

2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit epidemi di Amerika

Serikat. Sekitar 6 juta orang Amerika terkena beberapa penyakit jantung dan

pembuluh darah. Menurut American Heart Association, semakin banyak

kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dibandingkan

dengan gabungan ketujuh penyebab kematian utama berikutnya. (Price and

Wilson, 2006)

Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak

ditemukan di klinik. Sebahagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri

dada tersebut disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit paru yang

serius. Diagnosa yang tepat sangat tergantung dari pemeriksaan fisik yang

cermat, pemeriksaan khusus lainnya serta anamnesa dari sifat nyeri dada

mengenai lokasi, penyebaran, lama nyeri serta faktor pencetus yang dapat

menimbulkan nyeri dada.

Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah

angina pektoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat

bersifat progresif serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini

memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan penanganan yang serius.

(Anwar, 2004)

Penyakit jantung koroner(PJK) atau penyakit jantung iskemik adalah

penyakit jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteria koronaria.

Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara lain oleh aterosklerosis, sifilis,

pelbagai jenis arteritis dan emboli koronaria, kelainan jaringan ikat misalnya

lupus eritematosus dan spasme (IKDI, 1994.)

            Berikut adalah permasalahan dalam skenario 1

Laki-laki, 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada

anamnesis tidak didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-

debar. Kebiasaan merokok 2 bungkus sehari. Kebiasaan olahraga jarang,

kadang-kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit pasien tidak menderita

diabetes mellitus. Dia takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah

mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan menderita sakit jantung

koroner.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: kesadaran compos

mentis, tekanan darah: 120/80 mmHg, denyut nadi: 80x/menit, irama

regular, isian cukup. Respiration rate: 18x/menit, JVP tidak meningkat.

Pada inspeksi menunjukkan apex tidak ada heaving, Nampak di linea

medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apex di SIC IV

linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan

pinggang jantung normal, apex di SIC IV linea medioclavicularis sinistra.

Pada auskultasi bunyi jantung I intensitas normal, bunyi jantung II intensitas

biasa, normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada

rhonchi.

Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG

normal. Pada foto thorax: CTR = 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta

tidak menonjol, pinggang jantung normal. Apex tidak bergeser ke lateral atau

lateral bawah. Pemeriksaan exercise street test (treadmill test) normal.

Pemeriksaan echocardiography menunjukkan jantung dalam batas normal

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi jantung?

2. Bagaimana patofisiologi, patogenesis, serta mekanisme dari keluhan nyeri

dada pasien?

3. Apa saja diferential diagnosis (diagnosis banding) penyakit yang

berhubungan dengan nyeri dada?

4. Apa hubungan antara penyakit ayahnya dengan penyakit yang dikeluhkan

pasien sekarang?

5. Bagaimana hubungan antara diabetes melitus, kebiasaan merokok, dan

jarang berolahraga dengan keluhan yang dialami pasien?

6. Bagaimana manifestasi klinis dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang dilakukan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui anatomi, histologi, dan fisiologi jantung?

2. Untuk mengetahui patofisiologi, patogenesis, serta mekanisme dari

keluhan nyeri dada pasien?

3. Untuk mengetahuia apa saja diferential diagnosis (diagnosis banding)

penyakit yang berhubungan dengan nyeri dada?

4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara penyakit ayahnya dengan

penyakit yang dikeluhkan pasien sekarang?

5. Untuk mengetahui bgaimana hubungan antara diabetes melitus, kebiasaan

merokok, dan jarang berolahraga dengan keluhan yang dialami pasien?

6. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang yang untuk menegakkan diagnosis?

D. Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi, histologi, dan fisiologi jantung

2. Mahasiswa patofisiologi, patogenesis, serta mekanisme dari keluhan nyeri

dada pasien.

3. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja diferential diagnosis (diagnosis

banding) penyakit yang berhubungan dengan nyeri dada.

4. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana hubungan antara penyakit

ayahnya dengan penyakit yang dikeluhkan pasien sekarang.

5. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana hubungan antara diabetes

melitus, kebiasaan merokok, dan jarang berolahraga dengan keluhan yang

dialami pasien.

6. Mahasiswa mampu mengetahui mengetahui bagaimana manifestasi klinis

dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang untuk

menegakkan diagnosis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Nyeri Dada

Nyeri dada merupakan gejala penyakit jantung yang paling penting.

Akan tetapi, tidak spesifik untuk penyakit jantung. Nyeri dapat berasal dari

dinding dada, pleura dan organ-organ mediastinum (termasuk jantung).

Angina pektoris merupakan salah satu contoh dari nyeri dada yang

berkaitan dengan kelainan pada jantung. Angina pektoris merupakan gejala

sejati penyakit arteri koronaria. Angina pektoris merupakan akibat hipoksia

miokard yang disebabkan ketidakseimbangan antara suplai koroner dan

kebutuhan miokard

Pada pertanyaan awal, kita tanyakan pertanyaan terbuka pada pasien,

“Apakah Saudara mempunyai rasa nyeri atau ketidaknyamanan di dada?”

Mintalah pada pasien untuk menunjukkan letak rasa nyerinya dan

mendeskripsikan rasanya. Setelah itu, beralihlah pada pertanyaan yang lebih

spesifik seperti, “Apakah nyeri berkaitan dengan aktivitas, jika iya aktivitas

seperti apa?” Juga kita tanyakan “Bagaimana kekuatan rasa nyerinya jika

diukur dalam skala 1 sampai 10?”, “Apakah nyeri menjalar ke leher,

bahu,punggung, atau ke lengan?”,

”Adakah gejala lain yang menyertai seperti napas yang pendek-

pendek, berkeringat, palpitasi dan mual?” dan “Apakah yang anda lakukan

untuk membuat anda merasa lebih baik saat sedang nyeri dada?”. Dari

anamnesis ini, kita diharapkan sudah dapat menggolongkan nyeri pada pasien

ini berhubungan dengan jantung atau dari sebab yang lain seperti yang sudah

disebutkan sebelumnya.

B. Anatomi Jantung

Jantung normal dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum

medialis dan sebagian tertutup oleh jaringan paru. Bagian depan dibatasi oleh

sternum dan iga 3,4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah

kiri garis mediasternum. Jantung terletak diatas diafragma, miring ke depan kiri

dan apeks kordis berada paling depan dari rongga dada. Apeks ini dapat diraba

pada ruang sela iga 4–5 dekat garis medioklavikuler kiri. Batas kranial dibentuk

oleh aorta asendens, arteri pulmonal dan vena kava superior. Ukuran atrium kanan

dan berat jantung tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi badan, lemak

epikardium dan nutrisi seseorang.

Anatomi jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan

anatomi dalam. Anatomi luar, atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus

koronarius yang mengelilingi jantung.Pada sulkus ini berjalan arteri koroner

kanan dan arteri sirkumfleksa setelah dipercabangkan dari aorta. Bagian luar

kedua ventrikel dipisahkan oleh sulkus interventrikuler anterior di sebelah depan,

yang ditempati oleh arteri desendens anterior kiri, dan sulkus interventrikularis

posterior disebelah belakang, yang dilewati oleh arteri desendens posterior.

Perikardium, adalah jaringan ikat tebal yang membungkus jantung.

Perikardium terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium visceral (epikardium) dan

perikardium parietal. Epikardium meluas sampai beberapa sentimeter di atas

pangkal aorta dan arteri pulmonal. Selanjutnya jaringan ini akan berputar – lekuk

(releksi) menjadi perikardium parietal, sehingga terbentuk ruang pemisah yang

berisi cairan bening licin agar jantung mudah bergerak saat pemompaan darah.

Kerangka jantung, jaringan ikat tersusun kompak pada bagian tengah jantung

yang merupakan tempat pijakan atau landasan ventrikel, atrium dan katup – katup

jantung.

Bagian tengah badan jaringan ikat tersebut disebut trigonum fibrosa

dekstra, yang mengikat bagian medial katup trikuspid, mitral, dan anulus aorta.

Jaringan ikat padat ini meluas ke arah lateral kiri membentuk trigonum fibrosa

sinistra. Perluasan kedua trigonum tersebut melingkari katup trikuspid dan mitral

membentuk anuli fibrosa kordis sebagai tempat pertautan langsung otot ventrikel,

atrium, katup trikuspid,dan mitral. Salah satu perluasan penting dari kerangka

jantung ke dalam ventrikel adalah terbentuknya septum interventrikuler pars

membranasea. Bagian septum ini juga meluas dan berhubungan dengan daun

septal katup trikuspid dan sebagian dinding atrium kanan.

Anatomi dalam, jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan

kiri, serta ventrikel kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. Atrium kanan, darah

vena mengalir kedalam jantung melalui vena kava superior dan inferior masuk ke

dalam atrium kanan, yang tertampung selama fase sistole ventrikel. Secara

anatomis atrium kanan terletak agak ke depan dibanding dengan ventrikel kanan

atau atrium kiri. Pada bagian antero-superior atrium kanan terdapat lekukan ruang

atau kantung berbentuk daun telinga disebut aurikel. Permukaan endokardium

atrium kanan tidak sama; pada posterior dan septal licin dan rata, tetapi daerah

lateral dan aurikel permukaannya kasar dan tersusun dari serabut–serabut otot

yang berjalan paralel yang disebut otot pektinatus. Tebal rata–rata dinding atrium

kanan adalah 2 mm. Ventrikel kanan, letak ruang ini paling depan di dalam

rongga dada, yaitu tepat dibawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel

kanan berada di kanan depan ventrikel kiri dan di medial atrium kiri. Perbedaan

bentuk kedua ventrikel dapat dilihat pada potongan melintang.Ventrikel kanan

berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, berdinding tipis dengan tebal 4 –5

mm. Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan alur

keluar.

Ruang alur masuk ventrikel kanan (right ventricular inflow tract) dibatasi

oleh katup trikuspid, trabekula anterior dan dinding inferior ventrikel kanan.

Sedangkan alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow tract) berbentuk

tabung atau corong, berdinding licin terletak di bagian superior ventrikel kanan

yang disebut infundibulum atau konus arteriosus. Alur masuk dan alur keluar

dipisahkan oleh krista supraventrikuler yang terletak tepat di atas daun katup

trikuspid. Atrium kiri, menerima darah dari empat vena pulmonal yang bermuara

pada dinding postero–superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena

kanan dan kiri.

Letak atrium kiri adalah di posterior-superior dari ruang jantung lain,

sehingga pada foto sinar tembus dada tidak tampak. Tebal dindingnya 3 mm,

sedikit lebih tebal daripada dinding atrium kanan. Endokardiumnya licin dan otot

pektinati hanya ada pada aurikelnya. Ventrikel kiri, berbentuk lonjong seperti

telur, dimana bagian ujungnya mengarah ke antero-inferior kiri menjadi apeks

kordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah anulus mitral. Tebal dinding

ventrikel kiri adalah 2- 3 kali lipat diding ventrikel kanan. Tebal dinding ventrikel

kiri saat diastol adalah 8 – 12 mm. Katup jantung terdiri atas 4 yaitu katup

trikuspid yang memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan , katup mitral

atau bikuspid yang memisahkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri setra dua

katup semilunar yaitu katup pulmonal dan katup aorta. Katup pulmonal adalah

katup yang memisahkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Katup aorta

adalah katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta.

Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan

parasimpatis. Serabut–serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan

ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutama

memberikan persarafan pada nodus sinoatrial, atrioventrikular dan serabut–

serabut otot atrium, dapat pula menyebar ke ventrikel kiri. Persarafan simpatis

eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis torakal atas, yaitu torakal 3- 6,

sebelum mencapai jantung akan melalui pleksus kardialis kemudian berakhir pada

ganglion servikalis superior, medial, atau inferior.

Serabut post–ganglionik akan menjadi saraf kardialis untuk masuk ke

dalam jantung. Persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medulla

oblongta; serabut–serabutnya akan bergabung dengan serabut simpatis di dalam

pleksus kardialis. Rangsang simpatis akan dihantar oleh asetilkolin. Pendarahan

jantung, berasal dari aorta melalui dua pembuluh darah koroner utama yaitu arteri

koroner kanan dan kiri. Kedua arteri ini keluar dari sinus valsalva aorta. Arteri

koroner kiri bercabang menjadi ramus nodi sinoatrialis, ramus sirkumfleks dan

ramus interventrikularis anterior. Arteri koroner kanan bercabang menjadi ramus

nodi sinoatrialis, ramus marginalis dan ramus interventrikularis posterior. Aliran

balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner yang berjalan

berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk ke dalam atrium kanan melalui

sinus koronarius.Selain itu terdapat juga vena–vena kecil yang disebut vena

Thebesii, yang bermuara langsung ke dalam atrium kanan.

Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3 kelompok pleksus yaitu

subendokardial, miokardial dan subepikardial. Penampungan cairan limfe dari

kelompok pleksus yang paling besar adalah pleksus subepikardial, dimana

pembuluh – pembuluh limfe akan membentuk satu trunkus yang berjalan sejajar

dengan arteri koroner kemudian meninggalkan jantung di depan arteri pulmonal

dan berakhir pada kelenjar limfe antara vena kava superior dan arteri inominata.

C. Histologi

Sistem sirkulasi darah dimulai dari jantung yang berfungsi sebagai pompa,

kemudian darah dialirkan melalui aorta yang diteruskan melalui cabang-cabang

pembuluh darah yang lebih kecil (arteria) dan akhirnya mempunyai anyaman

kapiler (capilary bed). Di dalam jaringan darah terjadi pertukaran zat-zat antara

darah dan jaringan, kemudian darah akan dialirkan kembali ke jantung melalui

pembuluh darah balik (vena).

Kapiler darah mempunyai dinding yang paling sederhana diantara

pembuluh-pembuluh darah yang lain. Dinding kapiler hanya dibentuk oleh selapis

sel endotel dengan membrana basalis meliputi bagian luarnya. Sel endotel dinding

kapiler mempunyai bentuk yang pipih. Makin besar diameter kapiler, sel endotel

makin pendek dan lebar. Kapiler-kapiler darah biasanya membentuk anyaman-

anyaman yang akan menghubungkan arteri dan vena. Kepadatan anyaman kapiler

suatu organ umumnya sesuai dengan tingkat metabolisme organ yang

bersangkutan. Antara sel endotel satu dengan yang lain terdapat hubungan erat

berupa tight junction (zonula ocludens). Kadang-kadang pada batas tersebut

mengadakan lipatan ke dalalm lumen yang disebut marginal fold. Kapiler dapat

dibedakan menjadi 2 macam:

Kapiler tipe 1 atau tipe continue: dinding kapiler utuh, tidak mempunyai

lobang atau pori-pori, membrana basalisnya utuh.

Kapiler tipe II atau Fenestrated Capiler, untuk jenis ini dibagi menjadi 2 lagi:

Kapiler yang berlubang/berjendela: pada dindingnya terdapat lubang-

lubang yang ditutup oleh diafragma yang tipis, lebih tipis dari membran

sel.

Kapiler yang berpori-pori: dindingnya berpori-pori dan tidak ditutup

oleh diafragma.

Arteri

Dinding arteri pada umumnya terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu:

1. Tunika intima

Endothelium: sel-sel selapis pipih/polygonal.

Sub endothelium: serabut kolagen, serabut elastis, dan sel fibroblast.

Membrana elastika interna: Utuh, tebal, dan bergelombang.

2. Tunika media

Terutama tersusun oleh serabut otot polos yang tersusun dengan arah

sirkuler, serabut-serabut kolagen elastis, dan dindingnya tebal.

3. Tunika advensisia

Membrana elastika eksterna, jaringan pengikat longgar, ada vasa vasorum,

dan dindingnya tipis.

Tebalnya tunika intima dan tunika media tergantung kepada besarnya

pembuluh darah yang bersangkutan. Gambran histologis dinding arteri dapat

dibedakan 3 macam pembuluh darah arteri, yaitu:

1. Arteriole

2. Arteri sedang

3. Arteri besar

Vena

Biasanya mengikuti arteri pasangannya. Dibanding dengan arteri

pasangannya, dinding vena lebih kendor, kurang elastis oleh karena

mengalami pengurangan jumlah sel otot dan serabut elastis. Serabut kolagen

lebih banyak dan merupakan penyusun utama dinding vena. Batas-batas

lapisan dindingnya tidak jelas. Seperti halnya pada dinding arteri, dinding

vena juga terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu:

1. Tunika intima

Sama dengan arteri, tapi dengan membrana elastika interna yang terputus-

putus dan tipis.

2. Tunika media

Sama dengan arteri, tapi dengan dindingnya yang tipis.

3. Tunika advensisia

Tidak ada membrana elastika eksterna, jaringan pengikat longgar, vasa

vasorumnya dapa mencapai tunika media, dan dindingnya tebal.

Menurut ukuran dinding vena, dapat dibedakan 3 macam pembuluh darah

vena, yaitu:

1. Venulae

2. Vena sedang

3. Vena besar

Jantung

Dinding jantung terdiri atas 3 lapisan dari dalam keluar, yaitu:

1. Endocardium

Lapisan dalam dinding jantung, identik dengan tunika intima. Lapisan

ini lebih tebal di atrium daripada ventrikel. Terdiri dari endothelium dan

sub endothelium. Lapisan terdalam berisi lapisan fibroelastis.

2. Myocardium

Lapisan tengah dinding jantung, identik dengan tunika media. Lapisan

ini lebih tebal di bagian ventrikel. Terdiri dari serat otot jantung, serabut

purkinje.

3. Epikardium

Lapisan terluar pada dinding jantung, identik dengan tunika advensisia.

Rangka jantung (skeleton cordis): Suatu bangunan penyokong dari

jantung sebagai tempat perlekatan dari serabut-serabut otot dan katub-katub.

Terdiri dari jaringan pengikat fibreus padat. Yang termasuk rangka jantung,

yaitu:

1. Trigonum fibrosum

2. Annulus fibrosus

3. Septum membranaceum

Yang termasuk katub-katub jantung, yaitu:

1. Valvula atrioventrikularis, terdiri atas:

Valvula tricuspidalis, di sebelah dexter jantung.

Valvula bicuspidalis/mitralis, di sebelah sinister jantung.

2. Valvula semilunaris, terdiri atas:

Valvula semilunaris pulmonalis

Valvula semilunaris aorta

D. Fisiologi

Sistem Konduksi Cor

Sistem konduksi memiliki sifat-sifat sebgai berikut:

1. Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.

2. Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur.

3. Konduktivitas : kemempuan menghantarkan impuls.

4. Daya rangsang: kemampuan berespons terhadap stimulasi.

Impuls jantung biasanya berasal dari nodus sinoatrialis (SA). Nodus

NA ini disebut sebagai ‘pemicu alami’ jantung. Nodus SA terletak di dinding

posterior atrium kanan dekat muara vena kaca superior. Impuls jantung

kemudian menyebar dari nodus SA menuju jalur kontraksi khusus atrium dan

ke otot atrium. Impuls listrik kemudian mencapai nodus atrioventrikularis

(AV), yang terletak di sebelah kanan interatrial dalam atrium kanan dekat

muara sinus koronaria. Nodus AV merupakan jalur normal transmisi impuls

antara atrium dan ventrikel. Penghantaran impuls terjadi relative lambat

melewati nodus AV. Hambatan hantaran melalui nodus AV menyebabkan

sinkronisasi kontraksi atrium sebelum kontraksi ventrikel, sehingga pengisian

ventrikel menjadi optimal. Hambatan AV juga melindungi ventrikel dari

banyaknya impuls atrial abnormal.

Berkas His menyebar dari nodus AV, yang memasuki selubung

fibrosa yang memisahkan atrium dari ventrikel. Berkas His berjalan di bawah

sisi kanan septum interventrikularis sekitar 1cm dan kemudian bercabang

menjadi serabut berkas kanan dan kiri. Serabut berkas kiri berjalan secara

vertical melalui septum interventrikularis dan kemudian bercabang menjdi

bagian anterior dan bagian posterior yang lebih tebal. Berkas serabut kanan

dan kiri kemudian menjadi serabut Purkinje. Hantaran impuls melalui

serabut purkinje berjalan cepat sekali. Penyebaran hantaran dimulai dari

permukaan endokardium jantung sebelum berjalan ke sepertiga jalur menuju

miokardium. Pada miokardium ini, impuls dihantarkan ke serabut otot

ventrikel. Impuls kemudain berlanjut menyebar dengan cepat ke epikardium.

Struktur ini menyebabkan aktivitas segera dan kontraksi ventrikel yang

terjadi hampir bersamaan (Sherwood, 2006;Price, 2006).

Curah Jantung

Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan

darah dipompa masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume darah

yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit disebut curah jantung. Curah

jantung rata-rata adalah 5L/ menit (Price, 2006).

Dua faktor penentu curah jantung adalah kecepatan denyut jantung

(denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang dipompa per

denyut) (Sherwood, 2006).

Kontrol saraf curah jantung

a. Simpatis (mempersarafi seluruh sel di myocard) tractus spinalis

nodus SA (dengan neurotranmiter = norepinephrin) berikatan dengan

reseptor spesifik (andrenergik β1 pengaktifan sistem perantara kedua

kecepatan lepas muatan dan peningkatan denyut jantung (efek kronotropik

bertambah)

b. Parasimpatis sepanjang nodus SA dan seluruh jantung oleh nervus

Vagus dengan neurotransmiter Ach perlambatan kecepatan

depolarisasi SA node penurunan denyut jantung (kronotropik negative).

Tiga variable yang mempengaruhi volume sekuncup:

a. Beban awal (Preload) adalah derajat peregangan serabut miokardium

segera sebelum kontraksi. Peregangan serabut miokardium bergantung

pada volume darah yang meregangkan ventrikel pada akhir diastolic.

b. Beban akhir (afterload) adalah penentu kedua volume sekuncup. Beban

akhir adalah tegangan serabut miokardium yang harus terbentuk untuk

kontraksi dan pemompaan darah.

c. Kontraktilitas merupakan perubahan kekuatan kontraksi yang terbentuk

yang terjadi tanpa tergantung perubahan pada panjang serabut miokardium

(Sherwood, 2006)

E. Fisika

Jantung, pada dasarnya merupakan suatu pompa ganda, menghasilkan

gaya yang diperlukan untuk mengedarkan darah melalui dua sistem sirkulasi

utama, yaitu: sirkulasi pulmonal di paru dan sirkulasi sistemik di bagian

tubuh lainnya. Darah pada seorang normal bersirkulasi di salah satu sistem

sebelum dipompa oleh bagian jantung yang lain untuk beredar ke sistem

kedua.

Mulai dengan darah di sisi kiri jantung dan mengikuti peredarannya

melalui satu siklus keseluruhan. Darah dipompa oleh kontraksi otot-otot

jantung di ventrikel kiri dengan tekanan sekitar 17 kPa (125 mmHg) ke dalam

suatu sistem arteri yang bercabang-cabang menjadi arteri yang semakin kecil

(arteriol) dan akhirnya menjadi jaringan pembuluh yang sangat halus disebut

jaringan kapiler (capillary bed). Selama beberapa detik di dalam jaringan

kapiler, darah menyalurkan O2 ke sel dan menyerap CO2 dari sel. Setelah

melewati jaringan kapiler, darah berkumpul di vena-vena kecil (venula) yang

secara bertahap bergabung menjadi vena yang semakin besar sebelum masuk

ke sisi kanan jantung melalui dua vena utama, yaitu: vena cava superior dan

vena cava inferior. Darah yang kembali, disimpan sementara di penampungan

(atrium kanan), dan saat terjadi kontraksi lemah dengan tekanan sekitar 0,8

kPa (5 sampai 6 mmHg), darah mengalir ke dalam ventrikel kanan. Pada

kontraksi ventrikel berikutnya, darah ini dipompa dengan tekanan sekitar 3,3

kPa (25 mmHg) melalui arteri-arteri pulmonalis ke sistem kapiler paru.

Di paru, darah menerima banyak O2 dan sebagian CO2 berdifusi ke

dalam udara di paru untuk dihembuskan keluar. Darah yang baru mendapat

oksigen kemudian mengalir melalui vena-vena utama dari paru ke dalam

penampungan kiri jantung (atrium kiri). Selama kontraksi atrium yang lemah

sekitar 1 kPa (7 sampai 8 mmHg), darah mengalir ke dalam ventrikel kiri.

Pada kontraksi ventrikel berikutnya, darah ini kembali dipompa dari sisi kiri

jantung ke dalam sirkulasi umum. Karena seorang dewasa bisa memiliki 4,5

liter darah dan setiap jantung memompa sekitar 80 ml setiap kali

berkontraksi, diperlukan waktu sekitar satu menit bagi darah untuk menjalani

satu siklus sirkulasi lengkap di dalam tubuh. (Cameron, 2006).

F. Diferential Diagnosis

1. Angina Pectoris

Arteri-arteri koroner mensuplai darah yang beroksigen pada otot

jantung. Penyakit arteri koroner berkembang ketika kolesterol mengendap

di dinding arteri, menyebabkan pembentukan senyawa yang keras dan

tebal yang disebut plak kolesterol. Akumulasi dari plak kolesterol dari

waktu ke waktu menyebabkan penyempitan dari arteri-arteri koroner,

proses yang disebut arteriosclerosis. Arteriosclerosis dapat dipercepat

dengan merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol yang naik, dan diabetes.

Ketika arteri-arteri koroner menjadi sempit lebih dari 50% sampai 70%,

mereka tidak lagi memenuhi permintaan oksigen darah yang meningkat

oleh otot jantung selama latihan atau stres. Kekurangan oksigen pada otot

jantung menyebabkan nyeri dada (angina). Dinding-dinding dari arteri-

arteri dikelilingi oleh serat-serat otot. Kontraksi yang cepat dari serat-serat

otot ini menyebabkan penyempitan yang tiba-tiba (spasm) dari arteri-

arteri. Spasme dari arteri-arteri koroner mengurangi darah ke otot jantung

dan menyebabkan angina. Angina sebagai akibat dari spasme (kekejangan)

arteri koroner disebut "variant" angina atau Prinzmetal angina. Prinzmetal

angina secara khas terjadi waktu istirahat, biasanya di jam-jam pagi dini.

Spasme dapat terjadi pada arteri-arteri koroner normal serta pada yang

disempitkan oleh arteriosclerosis. Spasme arteri koroner dapat juga

disebabkan oleh penggunaan atau penyalahgunaan cocaine. Spasme dari

dinding arteri yang disebbkan oleh cocaine dapat begitu signifikan

sehingga ia sebenarnya dapat menyebabkan serangan jantung (Basra SS et

al., 2011).

Adanya Angina Pectoris dapat dikenal secara:

a. Kualitas nyeri dada yang khas yaitu perasaan dada tertekan, merasa

terbakar atau susah bernafas.

b. Lokasi nyeri yaitu restrosternal yang menjalar keleher, rahang atau

mastoid dan turun ke lengan kiri. Angina cenderung menyebar dari

aksila ke arah bawah menuju bagian dalam lengan bukannya ke arah

aspek lateral tangan, yang lebih khas untuk nyeri muskuloskeletal.

c. Faktor pencetus seperti sedang emosi, bekerja, sesudah makan atau

dalam udara dingin. Nyeri angina berlangsung cepat, kurang dari 5

menit, dan biasanya diprovokasi oleh aktivitas fisik, emosi, makanan,

ansietas, perubahan temperatur sekitar, atau merokok.

Faktor risiko:

a. Penggunaan tembakau

b. Diabetes (Ametov AS et al., 2011).

c. Tekanan darah tinggi.

d. Darah tinggi kolesterol atau trigliserida.

e. Pribadi atau keluarga riwayat penyakit jantung.

f. Usia yang lebih tua.

Pria lebih tua dari 45 dan wanita yang lebih tua dari 55 memiliki

risiko lebih besar daripada orang dewasa muda.

g. Kurang olahraga.

h. Obesitas.

i. Stress (Rukavina TV et al., 2012).

Manifestasi klinik PJK (Penyakit Jantung Koroner) yang klasik

adalah angina pectoris. Kebiasaan merokok dapat berpengaruh bagi

kesehatan jantung. Yang pertama dari CO (karbon monoksida) yang dapat

menyebabkan ikatan Hb-CO lebih banyak daripada ikatan Hb-O2, yang

sering ditemui pada infark jantung dan angina pectoris (Vermeltfoort IA et

al.,2012).

Klasifikasi Angina Pectoris

a. Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :

Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja.

Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang dengan

nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan,

pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan

emosi. Kebutuhan metabolik otot jantung dan energi tak dapat

dipenuhi karena terdapat stenosis menetap arteri koroner yang

disebabkan oleh proses aterosklerosis (Toal CB et al., 2012). Keluhan

nyeri dada timbul bila melakukan suatu pekerjaan. sesuai dengan berat

ringannya pencetus dibagi atas beberapa tingkatan :

1. Selalu timbul sesudah latihan berat.

2. Timbul sesudah latihan sedang ( jalan cepat 1/2 km)

3. Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)

4. Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)

Pemeriksaannya adalah:

1. Pemeriksaan EKG

2. Uji latihan fisik (Exercise stress testing dengan atau tanpa

pemeriksaan radionuclide)

3. Angiografi koroner (Yaghoubi M et al., 2011).

Terapinya adalah:

1. Menghilangkan faktor pemberat

2. Mengurangi faktor resiko

3. Sewaktu serangan dapat dipakai

4. Penghambat Beta

5. Antagonis kalsium

6. Kombinasi (The European Society of Cardiology,2006).

b. Angina Tidak Stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :

Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang

kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat

kerja ringan dan berlangsung lebih lama.

Patogenesis angina pectoris tidak stabil adalah adanya

ketidakstabilan sehingga terjadi erosi atau fisur pada plak

aterosklerosis yang relatif kecil dan menimbulkan oklusi trombus yang

transien. Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi sementara

yang berlangsung antara 10-20 menit. Angina pectoris tidak stabil

primer akibat kontraksi otot polos pembuluh koroner sehingga

mengakibatkan iskemia miokard. Patogenesis spasme tersebut hingga

kini belum diketahui, kemungkinan tonus alphaadrenergik yang

berlebihan (Histamin, Katekolamin Prostagglandin). Selain dari spame

pembuluh koroner juga disebut peranan dari agregasi trombosit.

Penderita ini mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga

terbangun pada waktu menjelang subuh. Manifestasi paling sering dari

spasme pembuluh koroner ialah variant (prinzmental).

Elektrokardiografi tanpa serangan nyeri dada biasanya normal saja.

Pada waktu serangan didapati segmen ST elevasi. Tidak boleh

dilakukan uji latihan fisik pada penderita ini karena dapat mencetuskan

aritmia yang berbahaya. Dengan cara pemeriksaan teknik nuklir kita

dapat melihat adanya iskemia saja ataupun sudah terjadi infark (Akhtar

N et al., 2011).

Terapinya adalah:

1. Nitrogliserin subligual dosis tinggi.

2. Untuk frokfikaksis dapat dipakai pasta nitrogliserin, nitrat dosis

tinggi ataupun antagonis kalsium.

3. Bila terdapat bersama aterosklerosis berat, maka diberikan

kombinasi nitrat, antagonis kalsium dan penghambat Beta.

4. Percutanous Transluminal coronary angioplasty (PTCA) atau

coronary by Pass Graff Surgery (CBGS)

c. Angina Varian

Angina Varian juga disebut angina Prinzmetal disebabkan oleh

kejang pada arteri koroner dimana arteri menyempit untuk sementara.

Penyempitan ini mengurangi aliran darah ke jantung sehingga

menyebabkan nyeri dada. Angka kejadian angina varian sekitar 2

persen.

Cara Mendiagnosis Angina Pectoris:

1. Elektrokardiogram (EKG)

2. Stress test.

3. Rontgen dada

4. Echocardiogram.

5. Stress test nuklir

6. Koroner Angiografi (Yun KH et al., 2011).

7. Tes darah

8. Computerized tomography jantung (CT) scan.

Pengobatannya adalah:

1.Aspirin.

2.Nitrat.

3.Beta blockers.

4.Statin. Blocker saluran kalsium

5.Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor.

6.Ranolazine (Ranexa).

7. Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama

karena pada sebagian besar   pen de r i t a aka n

mengurang i ke lu han ang i na . Ke r j any a

mengurang i deny u t  jantung, kontasi miokard, tekanan

arterial dan pemakaian O2 (European Medicines Agency Pre-

authorisation Evaluation of Medicines for Human Use, 2006).

Operasi untuk penderita Angina Pektoris adalah:

a. Angioplasty dan stenting

b. Arteri koroner operasi bypass (Sidorenko GI et al., 2011).

Suplemen yang dapat membantu pengobatan angina pectoris

adalah L-arginin dan L-karnitin dengan mengurangi pembengkakan di

arteri, berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi dan nyeri dada.

2. Aneurisma Aorta

Sebuah aneurisma aorta toraks merupakan daerah lemah dan

menggembung di bagian atas dari aorta, pembuluh darah utama yang feed

darah ke tubuh. Aorta adalah pemasok utama tubuh dari darah, ruptur

aneurisma aorta toraks dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam

jiwa. Tingkat bahaya bagi penderita aneurisma aorta tergantung pada

ukuran dan tingkat di mana aneurisma aorta toraks berkembang,

Diseksi dan pecahnya aorta adalah komplikasi utama dari

aneurisma aorta toraks dapat menyebabkan perdarahan internal. Secara

umum, semakin besar aneurisma, semakin besar risiko pecah.

Tanda dan gejala yang aneurisma aorta:

Tiba-tiba, intens dan terus-menerus perut, dada atau punggung

Nyeri yang menyebar ke punggung atau kaki

Sweatiness

Sifat lekat

Pusing

Rendah tekanan darah

Cepat pulsa

Kehilangan kesadaran

Sesak napas

Kelemahan atau kelumpuhan satu sisi tubuh, kesulitan berbicara atau

tanda-tanda lain dari stroke (Von Allmen RS et al., 2012).

Risiko Bekuan darah

Komplikasi lain dari aneurisma aorta adalah terjadinya pembekuan

darah. Bekuan darah kecil dapat berkembang di daerah aneurisma aorta.

Jika gumpalan darah pecah lepas dari dinding dalam aneurisma dan blok

pembuluh darah di tempat lain di tubuh dapat menyebabkan rasa sakit atau

memblokir aliran darah ke otak, kaki, jari kaki atau organ perut .

Pemeriksaan Penunjangnya adalah:

Foto toraks

Echocardiogram..

Tomography scan (CT) terkomputerisasi.

Magnetic resonance angiography (MRA).

Skrining untuk aneurisma aorta torakalis

a. Pencitraan tes

( Ekokardiogram atau lain jenis tes pencitraan untuk memeriksa

sindrom Marfan atau kondisi lain aorta toraks).

b. Pengujian genetik.

Sindrom Marfan adalah suatu penyakit keturunan yang

meningkatkan resiko terkena aneurisma aorta toraks. Pengujian genetik

dapat membantu mendiagnosis sindrom Marfan (Cross J et al., 2012).

G. Diagnosis

Anamnesis

1. Keluhan utama: fatique, retensi cairan, pulse yang tidak teratur ,

dyspnea, nyeri dada, sakit kepala, kelelahan, tenderness in calfof leg, dll.

2. Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat nyeri dada, nafas pendek,

alkoholik, anemia, demam rematik, sakit tenggorokan yang di

sebabkan streptococcus, penyakit jantung bawaan, stroke, pingsan

hipertensi, thromboplebitis, nyeri yang hilang timbul, varises dan oedema.

3. Riwayat pengobatan: Adapun obat-obat yang dapat mempengaruhi system

kardiovaskuler seperti anticonvulsants, antidepressant, antipsychotics,

cerebral stimulants, cholinergics, estrogens, nonnarcotic analgesics dan

antipyretics, oral contraceptives, sedatives and hypnotics, spasmolytics.

4. Riwayat pembedahan atau pengobatan lain: Pasien juga harus ditanyakan

secara spesifik tentang pengobatan-pengobatan pembedahan yang pernah

di jalani, perawatan rumah sakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler.

5. Pola hidup sehat:

a. Pola persepsi sehat dan manajemen sehat. Pasien harus ditanyakan

adanya faktor resiko utama seperti peningkatan serum lipid,

merokok, kurang aktifitas, dan obesitas. Pola hidup stress dan DM

harus ditanyakan juga. Jika pasien merokok ditanyakan jenis rokok,

jumlah rokok perhari, dan usaha pasien untuk berhenti merokok.

Penggunaan alcohol harus juga dicatat (jenis, jumlah, perubahan

reaksi, dan frekuensi). Kebiasaan penggunaan obat-obatan termasuk

obat-obat recresional, menanyakan riwayat alergi, konfirmasi

penyakit darah yang berhubungan dengan keturunan dan riwayat

keluarga yang cenderung terhadap penyakit arteri coroner, penyakit

vascular seperti claudication intermiten, varicosities. Tanyakan

riwayat kesehatan keluarga pada kondisi non cardiac seperti astma,

penyakit ginjal dan kegemukan harus dikaji karena dapat berakibat

pada system kardiovaskuler.

b. Pola nutrisi metabolik. Kelebihan berat badan dan kekurangan berat

badan dapat mengidentfikasikan sebagai masalah kardiovaskuler.. Tipe

diit sehari-hari perlu dikaji untuk mengetahui gaya hidup pasien.

Jumlah asupan garam dan lemak juga perlu dikaji.

c. Pola Eliminasi. Warna kulit, temperatur, keutuhan/integritas dan

turgor mungkin dapat mengimformasikan tentang masalah sirkulasi.

Arterisklerosis dapat menyebabkan eksterimitas dingin dan

sianotik dan odema dapat mengidentifikasi gagal jantung. Pasien

dengan diuretik dapat dilaporkan ada peningkatan eliminasi urin.

Masalah-masalah dengan konstipasi harus di catat. Mengedan atau

valsava manufer harus di hindari pada pasien dengan masalah

kardiovaskuler.

d. Pola latihan-aktifitas. Lamanya waktu latihan harus di catat, gejala-

gejala lain yang mengidentifikasi dari masalah kardiovaskuler

misalnya sakit kepala, nyeri dada, nafas pendek selama latihan harus

di catat. Pasien juga harus ditanya kemampuan dalam melakukan

aktifitas sehari-hari.

e. Pola istirahat-tidur, masalah-masalah kardiovaskuler seringkali

mengganggu tidur, PND diasosiasikan gagal jantung tingkat lanjut.

Banyak pasien dengan gagal jantung membutuhkan tidur dengan

kepala mereka di tinggikan dengan bantal dan perawat mencatat

jumlah bantal yang diperlukan untuk kenyamanan. Nokturia sering

kali ditemukan pada pasien dengan masalah kardiovaskuler, yang

menggangu pola tidur yang normal.

f. Pola kognitif-persfektif. Nyeri dihubungkan dengan kardiovaskuler

seperti nyeri dada dan claudication intermiten yang harus ditanyakan

atau di laporkan. Masalah kardiovaskuler seperti aritmia,

hipertensi dan stroke mungkin menyebabkan masalah vertigo,

bahasa dan memori.

g. Pola persepsi-konsep diri. Jika ada kejadian kardiovaskuler yang akut.,

biasanya persepsi diri pasien sering terpengaruhi. Diagnostik

invasif dan prosedur paliatif sering berperan penting. Pasien

dengan masalah kardiovaskuler kronik biasanya pasien tidak dapat

mengidentifikasi penyebabnya.

h. Pola hubungan peran. Jenis kelamin, ras dan usia pasien

mempunyai hubungan dengan kesehatan kardiovaskuler Diskusikan

dengan pasien status perkawinan, peran dalam rumah tangga,

jumlah anak dan usia mereka, lingkungan tempat tinggal dan

pengkajian lain yang penting dalam mengidentifikasi kekuatan

dan suffort system dalam kehidupan pasien.

i. Pola sexuality dan reproduksi. Pasien dengan masalah

kardiovaskuler biasanya berefek pada pola sex dan kepuasaan.

pasien memiliki rasa ketakutan akan kematian yang tiba-tiba

saat berhubungan sexual dan menyebabkan perubahan utama pada

kebiasaan sex. Fatique atau nafas pendek dapat juga membatasi

aktifitas sex. Impoten dapat menjadi tanda dari gangguan penyakit

kardiovaskuler perifer, ini merupakan efek samping dari beberapa

pengobatan yang digunakan untuk mengobati masalah-masalah

kardiovaskuler seperti beta bloker, diuretik. Konseling pasien dan

pasangan dapat dianjurkan.

j. Pola toleransi coping stress. Pasien harus ditanya untuk

mengidentifikasi stress atau kecemasan. Metode coping yang biasa

dipakai harus dikaji, perilaku-perilaku explosif, marah dan

permusuhan dapat dihubungkan dengan resiko penyakit jantung.

Informasi tentang suffort sistem keluarga, teman-teman, psikolog atau

pemuka agama dapat memberikan sumber yang terbaik untuk

mengembangkan rencana perawatan.

k. Pola nilai-nilai dan kepercayaan. Nilai-nilai dan kepercayaan

individu dipengaruhi oleh kultur dan kebudayaan yang berperan

penting dalam tingkat komplik yang dihadapi pasien ketika

dihadapkan dengan penyakit kardiovaskuler (Rilantono, 2003).

Pemeriksaan Fisik Jantung

Proyeksi jantung pada permukaan dada :

a. Atrium kanan. Merupakan bagian jantung yang terletak paling jauh di sisi

kanan, yaitu kira-kira 2 cm di sebelah kanan tepi sternum setinggi sendi

kostosternalis ke-3 sampai ke-6.

b. Ventrikel kanan. Menempati sebagian besar proyeksi jantung pada dinding

dada.Batas bawahnya adalah garis yang menghubungkan sendi

kostosternalis ke-6 dengan apeks jantung.

c. Ventrikel kiri. Ventrikel kiri tidak begitu tampak jika dilihat dari depan.

Pada proyeksi jantung pada dada, daerah tepi kiri –atas selebar 1,5 cm,

merupakan wilayah ventrikel kiri. Batas kiri jantung adalah garis yang

menghubungkan apeks jantung dengan sendi kostosternalis ke-2 sebelah

kiri.

d. Atrium kiri. Adalah bagian jantung yang letaknya paling posterior dan

tidak terlihat dari depan. Kecuali sebagian kecil saja yang terletak di

belakang sendi kostosternalis kiri ke-2 (Candrawati, 2010).

1. Inspeksi jantung

Tanda-tanda yang diamati:

1. Bentuk prekordium

Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris. Prekordium

yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau

atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis. Prekordium yang

gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi

epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum.

2. Denyut pada apeks jantung (ictus cordis)

Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau

berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak

medial dari linea midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus

tampak pada ruang interkostal IV. Berikut ini adalah sifat iktus, yaitu:

1. Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang

sifatnya local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus

akan meluas.

2. Iktus hanya terjadi selama systole.Oleh karena itu, untuk

memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis comunis

untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari systole.

3. Denyut nadi pada dada

Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga

adanya kelainan pada aorta. Aneurisma aorta ascenden dapat

menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan

denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya

dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.

4. Denyut vena

Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan

denyutan. Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis

interna dan eksterna (Candrawati, 2010).

2. Palpasi jantung

Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan iktus cordis

Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba

dinilai kuat angkat atau tidak. Kadang-kadang kita tidak dapat melihat,

tetapi dapat meraba iktus Pada keadaan normal iktus cordis dapat

teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea

midklavikularis kiri.

b. Pemeriksaan getaran / thrill

Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub

bawaan atau penyakit jantung congenital. Disini harus diperhatikan :

1. Lokalisasi dari getaran

2. Terjadinya getaran: saat systole atau diastole

3. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang

tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan

darah akan mengalir lebih cepat.

4. Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan

terdengar bising jantung.

c. Pemeriksaan gerakan trachea

Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan karena

anatomi trachea berhubungan dengan arkus aorta. Pada aneurisma

aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba

(Candrawati, 2010).

3. Perkusi jantung

Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung, yaitu:

Batas kiri jantung

Perkusi dilakukan dari arah lateral ke medial. Perubahan antara

bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas

jantung kiri. Hasil normal apabila:

– Atas: SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)

– Bawah: SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri (iktus

cordis)

Batas kanan jantung

Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial. Disini agak sulit

menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding

depan thorak. Hasil normal apabila:

– Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-

IV kanan,di linea parasternalis kanan.

– Batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis

kanan.

Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung

yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta (Candrawati, 2010).

4. Auskultasi Jantung

Gambar 1. Letak Auskultasi

Pada auskultasi akan diperhatikan 2 hal, yaitu

1. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II

– BJ I: Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis,

yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan

systole.

– BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a.

pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan

diastole. BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I

2. Bising jantung / cardiac murmur (Candrawati, 2010).

BUNYI JANTUNG I

Daerah auskultasi untuk BJ I :

– Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.

– Pada ruang interkostal IV – V kanan, pada tepi sternum : katub

trikuspidalis terdengar disini

– Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat

yang baik pula untuk mendengar katub mitral.

Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:

– stenosis mitral

– interval PR (pada EKG) yang begitu pendek

– pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat

misalnya pada kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.

Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :

– shock hebat

– interval PR yang memanjang

– decompensasi hebat (Candrawati, 2010).

BUNYI JANTUNG II

Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :

– hipertensi

– arterisklerosis aorta yang sangat.

Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :

– kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri,

stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital

BJ I dan II akan melemah pada :

– orang yang gemuk

– emfisema paru-paru

– perikarditis eksudatif

– penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung

(Candrawati, 2010).

BISING JANTUNG

Cara termudah untuk menentukan bising systole atau diastole ialah

dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus

atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising systole.

– Tentukan lokasi bising yang terkeras.

– Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu

dijalarkan ke semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang

baik, dan bising yang keras akan dijalarkan lebih dulu.

Perhatikan derajat intensitas bising tersebut, Ada 6 derajat bising :

(1) Bising yang paling lemah yang dapat didengar. Bising ini hanya dapat

didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-

benar merupakan suara bising

(2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.

(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai

intensitas diantara (2) dan (5).

(5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak

diletakkan pada dinding dada.

(6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.

Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek,

bising yang meniup, bising yang melagu (Candrawati, 2010).

Pemeriksaan Pembuluh Darah Perifer

Pada pemeriksaan yang rutin yang dilakukan adalah palpasi nadi dari a.

radialis. Pada palpasi nadi harus diperhatikan hal-hal di bawah ini :

a. Frekuensi nadi

b. Tegangan nadi

c. Irama nadi

d. Macam denyut nadi

e. Isi nadi

f. Bandingkan nadi a. radialis ka & ki

g. Keadaan dinding arteri (Candrawati, 2010)

Jugular Venous Pressure (JVP)

Vena jugularis interna mereflesikan tekanan atrium kanan.

Hendaknya diobservasi ketinggian maksimum JVP, dan perangai pulsasinya.

a. Posisikan pasie dengna sudut 45 dan leher disangga agar otot

leher rileks mungkin leher perlu diputar kelateral

b. Observasi perbatasan otot sternokleidomastoideus dengan klavikula

dan perhatikan alur vena jugularis, lihat pulsasinya.

c. Coba palpasi pulsasi, bila dapat dirasakan berarti kemungkinan

berasal dari arteri karotid. Oleh karena pulsasi vena jugularis tidak

mungkin diraba. Pulsasi vena jugularis biasanya kompleks dengan

gelombang masuk (inward), sedangkan pada arteri jugularis biasanya

sederhana berupa gelombang keluar (outward) yang dominan. JVP biasanya

menurun saat inspirasi.

d. Perkirakan ketinggian ertikel dari pulsasi kesudut manubriosternal.

Vena jugularis eksterna biasanya lebih mudah dikenali, karena letaknya di

lateral otot sternokleidomastoideus dan lebih superfisial. Peningkatan JVP

biasanya menandakan:

Gagal jantung

Obstuksi vena cava superior

Peningkatan volum darah (kehamilan, nefritis akut, kelebihan terapi cairan)

(Rilantono, 2003).

Pemeriksaan Penunjang Pada Sistem Kardiovaskuler

1. Rontgen Thorax

Adapun tujuan pemeriksaan toraks adalah menilai adanya gangguan

kelainan jantung misal pada kelainan letak jantung, menilai adanya kelainan

paru, menilai adanya perubahan pada struktur ekstrakardiak.

2. Elektrokardiografi (EKG)

Adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung.

Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui

elektroda-elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh.

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah rutin

Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit darah merupakan tes

utama untuk mendeteksi anemi yang dapat menyertai atau menjadi salah

satu penyebab penyakit jantung. Pemeriksaan Hb dan Ht secara serial pada

anak dengan kelainan jantung bawaan biru sangat penting . Bila terlihat

kadar Hb dab Ht yang tinggi merupakan petunjuk adanya penurunan darah

ke paru akibat stenosis pulmonal infundibuler yang progresif.

b. Enzim jantung

Otot miocard yang mengalami kerusakan akan melepaskan

beberapa enzim spesifik sehingga kadrarnya dalam serum meningkat.dapat

juga terjadi pada pasien setelah operasi jantung, kardioversi, trauma

jantung atau perikarditis. Beberapa pemeriksaan enzim jantung yang dapat

dilakukan adalah:

1) kreatinin fosfokinase (CK)

2) Isoenzim CK – MB

3) Troponin T

4) Serum glutamic oxaloacetik transminase (SGOT)

5) Lactic dehydrogenase (LDH)

6) Alpha hydroxybutyric dehydrogenase

7) C-reactive protein (CRP)

8) Anti streptosilin-O atau ASTO

c. Katerisasi Jantung

Katerisasi jantung adalah prosedur diagnostik invasif dimana satu

atau lebih kateter dimasukan ke jantung dan pembuluh darah tertentu

untuk mengukur tekanan dalam berbagai ruang jantung dan untuk

menentukan saturasi oksigen dalam darah.

d. Tes Elektrofisiologi

Pemeriksaan EPS adalah pemeriksaan secara langsung dengan

memanipulasi aktifitas listrik jantung dengan menggunakan elektroda

yang ditempatkan dalam rongga jantung.

EPS dapat memberikan informasi fungsi SA nodus, AV, dan konduksi

ventrikel dan membantu diagnosa sumber aritmia. pasien dengan riwayat

gejala supra ventrikuler atau VT dapat diperoleh diagnosa akurat dan

pengobatan dengan tehnik ini.

e. Pemantauan Hemodinamik

Pemantauan hemodinamik meliputi penggunaan kateter invasif

yang diletakkan dalam sistem vaskuler pasien untuk memantau fungsi

jantung, volume darah, dan sirkulasi. pasien yang memerlukan

pemantauan hemodinamik biasanya sakit kritis dan berada dalam ruang

perawatan intensif.

f. Ekokardiografi

Ekokardiografi adalah tes ultrasound non invasif yang digunakan

untuk memeriksa ukuran, bentuk dan pergerakan struktur jantung.

g. Echokardiografi Stress

Merupakan kombinasi dari tes tredmill dan gambaran ultrasound

untuk mengevaluasi ketidaknormalan segmen dinding dengan

menggunakan sistim digital komputer untuk membandingkan gambaran

sebelum dan sesudah latihan, untuk pergerakan dinding dan fungsi

segmental bisa terlihat lebih jelas. Test diagnostik ini untuk memberikan

gambaran informasi pada latihan stress test. untuk orang yang tidak

mampu berjalan pada tredmill dobutamin diberikan pada infus IV dan

dosis ditingkatkan dalam interval 5 menit selama echokardiogram

dilakukan untuk mendeteksi gerakan dinding yang tak normal setiap tahap

(Rilantono, 2003).

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus dalam skenario 2, pasien laki-laki berusia 40 tahun

mengeluhkan nyeri dada. Pada pasien yang memiliki kebiasaan merokok dan

jarang berolah raga ini tidak didapatkan sesak nafas, lekas capek, maupun

dada berdebar-debar. Pasien juga tidak memiliki riwayat Diabetes Melllitus,

tetapi ayahnya pernah mengalami keluhan yang sama dan dinyatakan

menderita PJK. Pada pemeriksaan didapatkan hasil pemeriksaan normal.

Nyeri dada merupakan rasa tidak enak pada dada yang dapat

dicetuskan oleh setiap organ visera torakal. Nyeri dada dapat disebabkan oleh

angina (nyeri jantung iskemik), infark miokard, refluks asam ke dalam

esofagus, gangguan muskuloskeletal, radang pleura, dan perikarditis. Setiap

bagian tubuh yang tidak mendapatkan cukup vaskularisasi juga dapat

menimbulkan manifestasi nyeri. Setiap jenis nyeri dada mempunyai

karakteristik yang berbeda. Dalam skenario penjelasan mengenai nyeri dada

yang dialami pasien masih kurang spesifik dan tidak dijelaskan lebih lanjut

mengenai lokasi, sifat, penjalaran, faktor pencetus, maupun faktor peringan

keluhannya tersebut. Oleh karena itu, agar dapat mengetahui etiologi nyeri

dada yang dialami pasien diperlukan anamnesis lengkap yang sedikitnya

mencakup lokasi, sifat, penjalaran, faktor pencetus, dan faktor yang

memperingan keluhan.

Dari anamnesis, diketahui bahwa pasien mempunyai kebiasaan

merokok dua bungkus dalam sehari dan jarang berolahraga. Selain itu,

keluarga pasien memiliki riwayat PJK. Riwayat PJK pada keluarga yang

langsung berhubungan darah yang berusia kurang dari 70 tahun merupakan

faktor risiko independen untuk terjadinya PJK dengan odd ratio dua hingga

empat kali lebih besar dari populasi kontrol (Gray, 2005). Dalam hal ini,

bukan penyakitnya yang diturunkan, melainkan gen yang mengatur struktur

anatomi dan histologi sel, jaringan, atau organnya. Dalam satu keluarga,

kemungkinan besar ada beberapa anggota keluarga yang mempunyai struktur

anatomi dan histologi jantung dan pembuluh yang sama sehingga dapat

mempunyai kecenderungan untuk mengalami kelainan yang sama pula.

Namun, keadaan ini bukanlah suatu hal yang absolut. Artinya, ada faktor-

faktor risiko tertentu yang dapat dimodifikasi untuk memperkecil insidensi.

Dalam kasus ini, faktor risiko yang dapat dimodifikasi tersebut berupa

kebiasaan merokok dan jarang olahraga.

Risiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis di mana

orang yang merokok 20 batang atau lebih dalam sehari memiliki risiko dua

hingga tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum (Gray, 2005). Selain itu,

kurangnya aktivitas fisik berkaitan dengan peningkatan insidensi PJK sebesar

20-40% (Gray, 2005). Jenis kelamin dan usia juga turut memengaruhi

insidensi PJK. Morbiditas akibat PJK pada laki-laki dua kali lebih besar

dibandingkan pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih

dini pada laki-laki daripada perempuan (Gray, 2005). Diduga bahwa estrogen

endogen bersifat protektif pada perempuan. Setelah menopause, insidensi

PJK meningkat dengan cepat dan sebanding dengan insidensi pada laki-laki.

Kerentanan terhadap PJK meningkat seiring bertambahnya usia (risiko tinggi

pada usia lebih dari 40 tahun). Jelaslah bahwa pasien dalam skenario telah

mempunyai sedikitnya lima faktor risiko untuk terjangkitnya PJK. Keadaan

ini cenderung mengarahkan kita bahwa etiologi dari nyeri dada yang

dikeluhkan pasien kemungkinan disebabkan oleh iskemia jantung akibat PJK.

Namun, hipotesis ini tentu saja belum dapat dipastikan kebenarannya karena

masih kurangnya data hasil anamnesis mengenai keluhan nyeri dada tersebut.

Nyeri dada akibat iskemia miokard (angina) biasanya berupa rasa

berat atau tertekan yang sering berlokasi di garis tengah pada regio

retrosternal. Angina cenderung menyebar dari aksila ke arah bawah menuju

bagian dalam lengan dan gejala sensorik (rasa baal, rasa berat, hilangnya

fungsi) sering didapatkan. Nyeri angina berlangsung cepat (kurang dari lima

menit) dan biasanya dicetuskan oleh aktivitas fisik, emosi, makanan, ansietas,

perubahan temperatur sekitar, atau merokok. Tanda yang paling khas pada

angina adalah bahwa serangan dapat hilang dengan istirahat, penghilangan

faktor pencetus, atau dengan pemberian nitrat sublingual yang merupakan

vasodilator kuat. Serangan yang lebih lama menandakan adanya angina tak

stabil atau infark miokard yang berbahaya.

Nyeri dinding thorax biasanya lebih terlokalisasi dengan jelas, tajam,

singkat, jarang terlokalisasi di garis tengah dan mungkin bersifat postural

(bertambah berat pada posisi tubuh tertentu). Jenis nyeri ini juga berhubungan

dengan ansietas, rasa pusing, dan rasa lelah. Sindrom Tietze adalah

pembengkakan nonsupuratif idiopatik yang nyeri pada satu cartilago costa

atau lebih, khususnya pada costa kedua. Nyeri dada depan pada sindrom

Tietze dapat menyerupai nyeri angina. Penyakit tulang belakang servikal

dapat menyebabkan nyeri dada, aksila, dan lengan, tetapi biasanya disertai

dengan keterbatasan gerak dan kelemahan otot. Nyeri gastrointestinal sering

diduga sebagai angina karena dapat mereda juga dengan pemberian nitrat

sublingual yang dapat menghilangkan spasme esofageal. Konsumsi makanan

tertentu, dispepsia, dan hilangnya rasa nyeri dengan pemberian antasid dapat

membantu mengarahkan diagnosis ke traktus gastrointestinal. Selain itu,

endoskopi dan tes motilitas esofagus dapat pula digunakan untuk

mengonfirmasi diagnosis.

Nyeri akibat radang pleura biasanya dirasakan pada tempat

peradangan, terlokalisasi, dan bersifat tajam seperti ditusuk pisau. Biasanya

terdapat juga gejala penyerta yang berhubungan dengan sistem respirasi

sesuai penyakit yang mendasarinya. Keluhan nyeri jenis ini diperberat oleh

inspirasi dan batuk.

Nyeri dada akibat perikarditis dirasakan di dada bagian tengah yang

biasanya timbul setelah mendapat serangan infark miokard atau infeksi viral.

Umumnya nyeri ini disertai demam dan gejala yang menyerupai infeksi viral.

Keluhan nyeri bersifat postural dan diperberat dengan respirasi.

Pada penderita Diabetes Melitus didapatkan adanya hiperglikemi.

Hiperglikemi kronik menyebabkan disfungsi endotel melalui berbagai

mekanisme antara lain :

- Hiperglikemi kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein

dan makromolekul (DNA) yang menyebabkan perubahan sifat antigenic

dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan

intravascular akibat gangguan keseimbangan Nitrat Oksida dan

prostaglandin

- Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stress oksidatif. Keadaan

hiperglikemi meningkatkan tendensi untuk terjadinya stress oksidatif dan

peningkatan oxidized lipoprotein. Terutama small dense-LDL (oxidized

LDL) yang bersifat aterogenik. Disamping itu peningkatan kadar asam

lemak bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan osidasi

fosfolipid dan protein

- Hiperglikemi akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi

platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa factor antara lain

penurunan produksi dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat

peningkatan kadar PAI-I.

Patogenesis terjadinya kelainan vaskuler pada DM meliputi terjadinya

imbalans metabolik maupun hormonal. Jaringan kardiovaskuler rentan

terhadap terjadinya komplikasi kronik DM, jaringan ini mempuyai

kemampuan untuk memasukkan glukosa dari lingkungan sekitar ke dalam sel

tanpa harus memerlukan insulin, agar jaringan tersebut mendapat culkup

pasokan glukosa sebelum glukosa tersebut dipakai untuk energi di otot

maupun untuk disimpan kembali sebagai cadangan lemak. Akan tetapi pada

keadaan hiperglikemia kronik, tidak terjadi cukup down regulation dari

sistem transportasi glukosa yang non insulin dependen ini, sehingga sela akan

kebanjiran masuknya glukosa, suatu keadaan yang disebut sebagai

hiperglisolia. Hiperglisolia kronik akan mengubah homeostasis biokimiawi

sel tersebut yang kemudian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar

terbentuknya komplikasi kronis diabetes, yang meliputi beberapa

jalurbiokimiawi seperti jalur reduktase aldosa, jalur stres oksidatif

sitoplasmik, jalur pleitropik protein C kinase dan terbentuknya spesies

glikosilasi lanjut intraseluler.

Pasien yang berumur 40 tahun dengan kebiasaan berupa merokok yang

lebih dari 2 bungkus perhari, dan jarang melakukan olahraga merupakan

faktor resiko terjadinya penjakit jantung koroner. Rokok menghasilkan gas

karbon monoksida yang mengakibatkan terjadinya hipoksia arteri. Selain itu

nikotin dalam rokok berpengaruh terhadap pelepasan katekolamin. Nikotin

dalam rokok berpengaruh terhadap pelepasan katekolamin oleh sistem saraf

otonom. Nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat

menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding

arteri. Adanya kerusakan tersebut , menyebabkan darah bertemu dengan

kolagen. Jika trombosit berkontak dengan kolagen di tempat kerusakan

pembuluh, trombosit yang melekat akan membentuk bekuan darah, Bekuan

abnormal yang melekat ke dinding pembuluh darah disebut thrombus.

Trombus dapat membesar dan menyumbat total pembuluh (aterosklerosis)

atau aliran di pembuluh tersebut menyebabkan thrombus lepas sehingga

terjadi embolisme (tromboemboli). Konsumsi rokok meningkatkan jumlah

ROS (Reactive Oxygen Species) sehingga menimbulkan disfungsi endotel

yang kemudian akan mengekspresikaan beberapa sitokin yaitu : TNF α, IL-1,

IL-6 dan TGF β-1. TNF α mengakibatkan terjadinya apoptosis, IL-1 dan IL-6

mengakibatkan terjadinya aterosklerosis dengan pembentukan plak. TGF β-1

dapat merangsang otot polos, antara lain pada sel mesangial dan sel fibroblas.

Aktivitas olahraga yang sangat minimal, menimbulkan adanya

peningkatan kadar LDL dan menurunnya kadar HDL. Berkurangnya HDL

mengakibatkan fungsinya sebagai “pelindung“ menjadi berkurang. Adanya

penurunan HDL menimbulkan kadar Nitrit Oksida (NO) menurun sehingga

menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah. Selain itu, adanya penurunan

jumlah HDL menimbulkan berkurangnya prostaglandin (mengakibatkan

vasokonstriksi pembuluh darah), meningkatnya factor adhesi trombosit

(menimbulkan proses pembekuan darah bertambah) dan factor von

willebrand menurun.

Jika telah mendapatkan riwayat klinis pasien yang akurat dari

anamnesis, tahap penegakkan diagnosis selanjutnya adalah dengan

melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk mengetahui tanda

penyakit lebih lanjut. Frekuensi, keteraturan (irama), amplitudo (isian), dan

kualitas denyut nadi pasien dalam batas normal. Hal ini menunjukkan bahwa

pasien tidak mempunyai kelainan aritmia jantung atau pulsus abnormal.

Pengukuran tekanan darah dilakukan untunk mengetahui besarnya tekanan

sistolik dan diastolik ventrikel. Tekanan darah arteri normal adalah sekitar

120/80 mmHg sehingga tekanan darah arteri pasien dalam skenario masih

dalam batas normal. Tekanan vena jugularis dan pulsasinya mencerminkan

fungsi jantung bagian kanan.

Pemeriksaan fisik dada anterior mencakup inspeksi dan palpasi

prekordium. Periksa kesimetrisan pergerakan thorax dan pulsasi yang

tampak. Titik impuls maksimal yang dihasilkan oleh dorongan apeks

ventrikel kiri pada dinding dada saat sistole normalnya dapat dirasakan

sebagai ketukan singkat berirama dengan diameter sekitar 1 cm pada SIC IV

atau V linea medioclavicularis sinistra. Heaving dapat terasa pada palpasi

sebagai gerakan bergelombang akibat hipertrofi dan/atau dilatasi ventrikel

kanan, sedangkan thrill merupakan getaran prekordial yang teraba akibat

adanya aliran turbulen yang berkaitan dengan bising jantung.

Auskultasi dada memungkinkan pengenalan bunyi jantung normal,

bunyi jantung abnormal, bising, dan bunyi-bunyi ekstrakardia. Bunyi jantung

normal timbul akibat getaran volume darah dan bilik-bilik jantung pada

penutupan katup. Bunyi jantung I (S1) berkaitan dengan penutupan katup

atrioventrikularis pada permulaan sistole ventrikel, sedangkan bunyi jantung

II (S2) berkaitan dengan penutupan katup semilunaris pada permulaan

diastole ventrikel. Biasanya ejeksi ventrikel kanan sedikit lebih lama dari

ejeksi ventrikel kiri sehingga katup menutup secara asinkron dan

menimbulkan pemisahan (splitting) bunyi. Normalnya (splitting fisiologis),

katup aorta menutup sebelum katup pulmonal. Terdapat dua bunyi jantung

lain yang kadang-kadang dapat terdengar selama diastolik ventrikel. S3 dan

S4 dapat menjadi manifestasi fisiologis pada anak dan dewasa muda, tetapi

biasanya berkaitan dengan penyakit jantung tertentu. Tampilan patologis S3

dan S4 disebut sebagai irama gallop. S3 terjadi selama periode pengisian

ventrikel cepat (gallop ventrikular), sedangkan S4 timbul saat sistole atrium

(gallop atrium). Bising jantung timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan

pembuluh darah jantung. Aliran turbulen terjadi bila darah melalui struktur

yang abnormal (stenosis katup, insufisiensi katup, atau dilatasi segmen arteri)

atau akibat aliran darah yang sangat cepat melalui struktur yang normal.

Dalam skenario ini, seluruh pemeriksaan yang telah dilakukan pada

pasien, baik pemeriksaan fisik, laboratorium, maupun pemeriksaan penunjang

lainnya, menunjukkan hasil normal.

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Secara anatomis, jantung terletak di rongga mediastinum dimana jantung

itu sendiri terbagi menjadi empat ruang, yaitu atrium cordis dextrum et

sinistrum dan ventrikulus cordis dexter et sinister.

2. Secara fisiologis, sistem konduksi jantung berawal dari impuls jantung di

SA node, kemudian melanjutkan diri ke AV node, berkas His, dan

berakhir pada serabut-serabut purkinje.

3. Secara histologis, dinding arteri dan vena yang ikut berperan dalam sistem

sirkulasi terdiri dari tiga lapisan, yaitu tunika intima, tunika media, dan

tunika adventisia. Sedangkan pada jantung, lapisan yang melapisi dinding

jantung dari dalam ke luar adalah endocardium, myocardium, dan

epicardium.

4. Jantung pada dasarnya merupakan suatu pompa ganda yang menghasilkan

gaya yang diperlukan untuk mengedarkan darah melalui dua sistem

sirkulasi utama, yaitu sirkulasi pulmonal di paru dan sirkulasi sistemik di

bagian tubuh lainnya.

5. Nyeri dada dapat disebabkan oleh angina (nyeri jantung iskemik), infark

miokard, refluks asam ke dalam esofagus, gangguan muskuloskeletal,

radang pleura, dan perikarditis.

6. Nyeri dada yang dialami pasien masih kurang spesifik dan tidak dijelaskan

lebih lanjut mengenai lokasi, sifat, penjalaran, faktor pencetus, maupun

faktor peringan keluhan tersebut sehingga untuk mengetahui etiologi nyeri

dada yang dialami pasien diperlukan anamnesis lebih lanjut.

SARAN

1. Mahasiswa perlu menyebutkan sumber data yang digunakan pada saat

diskusi.

2. Mahasiswa seharusnya jangan hanya membaca tetapi menerangkan pada

saat menyampaikan pendapat dalam diskusi.

3. Tutor diberikan waktu yang lebih banyak untuk memberikan feedback

yang lebih membangun setelah didiskusi selesai.

4. Mahasiswa seharusnya menghubungkan data yang diperoleh dengan hasil

pemeriksaan pada skenario yang dihadapi dengan detail sesuai

patogenesisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Akhtar N, Adil MM, Ahmed W, Habib-ur-Rehman, Shahs MA.2011. The Role of

Leukocyte Counts in Patients with Unstable Angina Pectoris or

Myocardial Infarction; Prognostic Significance and Correlation with

Plasma Brain Natriuretic Peptide (bnp) Levels. J Pak Med Assoc. 2011

Jan;61(1):51-4.

Ametov AS, P'ianykh OP, Aslandziia EN. 2011. Acute Coronary Syndrome In

Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Ter Arkh. 2011;83(9):66-70.

Anwar, T.Bahri. 2004. Nyeri Dada. Diunduh tanggal 4 maret 2012 di

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3548/1/gizi-bahri7.pdf

Basra SS, Tsai P, Lakkis NM. 2011. Safety and Efficacy of Antiplatelet and

Antithrombotic Therapy in Acute Coronary Syndrome Patients with

Chronic Kidney Disease. J Am Coll Cardiol. 2011 Nov 22;58(22):2263-9.

Cameron, John R. et al. 2006. “Fisika Tubuh Manusia”. Jakarta: EGC

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta :

Binarupa Aksara. pp: 1- 404.

Cross J, Raine R, Harris P, Richards T; FEVAR Consensus Working Group of the

British Society of Endovascular Therapy.2012. Br J Surg. Indications for

Fenestrated Endovascular Aneurysm Repair.2012 Feb;99(2):217-24. doi:

10.1002/bjs.7811.

European Medicines Agency Pre-authorisation Evaluation of Medicines for

Human Use.2006. Guideline on The Clinical Investigation of Anti-Anginal

Medicinal Products in Stable Angina Pectoris. London 1 June 2006,

CPMP/EWP/234/95/rev. 1

F Hartanto, Huriawati dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

F.L.Moll,J.T.Powell, G.Fraedrich, F.Verzini et al., 2011. Management

of Abdominal Aortic Aneurysms Clinical Practice Guidelines of the European

Society for Vascular Surgery. Eur J Vasc Endovasc Surg 41,S1eS58

Gray, Huon H. dkk; alih bahasa Azwar Agoes. 2005. Lecture Notes Kardiologi.

Jakarta : Erlangga

Guyton, Arthur C dan John E Hall; alih bahasa Setiawan. 1997. Buku ajar

Fisiologi kedokteran, edisi ke-9. Jakarta : EGC

Hartanto, H., Koesoemawati, H., Salim, I.N., Setiawan, L., Valleria, Suparman,

W. (eds). 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC. pp:

639.

Isbagio, H. dan Bambang Setiyohadi. 1985. Masalah dan Penanganan

Osteoartritis Sendi Lutut dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 104.

Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma. pp: 8-11.

Komala, S. (ed). 1997. Histologi Dasar Edisi ke-8. Jakarta : EGC. pp:

Listyaningsih S., Endang et al. 2012. “Buku Pedoman Praktikum Histologi

Semester IV”. Surakarta: Bagian Laboratorium Histologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Mahanani, D.A., Hartanto, H., Susi, N., Wulansari, P. (eds). 2006. Patofisiologi

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC. pp:

517

Oemar, Hamed. 2003. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah dalam Buku Ajar

Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. pp: 7-13.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi I : Konsep Klinis

Proses- Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.

Rilantono, Lily I. 2003. Masalah Penyakit Jantung dan Kecenderungannya di

Indonesia dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 3-4

Robbbin, Stanley L., Vinay Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi Volume 2 edisi 7.

Jakarta : EGC.

Rukavina TV, Brborović O, Fazlić H, Sović S, Civljak M.2012.Association of The

Psychological Distress and Cardiovascular Risk Behaviors, Conditions And

Diseases: The Crohort Study. Coll Antropol. 2012 Jan;36 Suppl 1:157-64.

Santoso, B. I. (ed). 2001. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Jakarta : EGC.

pp: 256-343

Shahab, Alwi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta :

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sherwood, Lauralee.1996. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC

Sidorenko GI, Gelis LG, Medvedeva EA, Ostrovskiĭ IuP, Lazareva IV, Sevruk

TV, Shibeko NA, Petrov IuP. Pharmacological Protection of The

Myocardium with Reamberin in Coronary Artery Bypass Grafting in

Patients with Postinfarction Angina. Ter Arkh. 2011;83(9):35-40.

The European Society of Cardiology.2006. Guidelines on The Management of

Stable Angina Pectoris: The Task Force on the Management of Stable

Angina Pectoris of the European Society of Cardiology. European Heart

Journal doi:10.1093/eurheartj/ehl002.

Tierney, Lawrence M. Dkk; alih bahasa Abdul Gofir. 2002. Diagnosis dan Terapi

Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Salemba Medika

Toal CB, Meredith PA, Elliott HL.2012. Once Daily Nifedipine: The Formulation

Dictates The Pharmacokinetic Characteristics and The Therapeutic

Responses. Int J Clin Pharmacol Ther. 2012 Mar;50(3):202-17.

Vermeltfoort IA, Teule GJ, van Dijk AB, Muntinga HJ, Raijmakers

PG.2012.Long-Term Prognosis of Patients with Cardiac Syndrome X: A

Review. Neth Heart J. 2012 Feb 23.

Von Allmen RS, Powell JT.2012.The Management of Ruptured Abdominal Aortic

Aneurysms: Screening For Abdominal Aortic Aneurysm And Incidence Of

Rupture. J Cardiovasc Surg (Torino). 2012 Feb;53(1):69-76.

Wulandari, N., Hartanto, H., Darmaniah, N.(eds). 2007. Buku Ajar Patologi

Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC. pp:

Yaghoubi M, Arefi SH, Assadi M.2011.Comparison of Angiographic With

Myocardial Perfusion Scintigraphy Findings in Cardiac Syndrome X (Csx).

Eur Rev Med Pharmacol Sci. 2011 Dec;15(12):1385-8.

Yun KH, Shin SN, Ko JS, Rhee SJ, Kim NH, Oh SK, Jeong JW. 2011. Coronary

Artery Responsiveness to Ergonovine Provocation in Patients without

Vasospatic Angina: a Quantitative Coronary Angiography Analysis. Int

Heart J. 2011;52(6):338-42.