laporan skenario 3.doc

33
LAPORAN KELOMPOK TUTORIAL BLOK SISTEM RESPIRASI SKENARIO 3 TUBERCULOSIS PARU Kelompok 7 Aflifia Birruni Sabila (G0009005) Anita Rachman (G0009019) Bela Dirk (G0009037) Dwiana Ardianti (G0009067) Ferika Brillian Sabania (G0009081) Kristiana Margareta (G0009117) Nadhira Puspita Ayuningtyas (G0009145) Reyhan Pradnya Pradana (G0009181) Rizka Solehah (G0009189) Siti Fatimah Risa (G0009201) Wisnu Yudho Hutomo (G0009213) Tutor : Suradi, dr., Sp. PD

Upload: nadhira-puspita-ayuningtyas

Post on 26-Oct-2015

119 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan tutorial skenario 3 blok respirasi

TRANSCRIPT

Page 1: laporan skenario 3.doc

LAPORAN KELOMPOK TUTORIALBLOK SISTEM RESPIRASI

SKENARIO 3

TUBERCULOSIS PARU

Kelompok 7

Aflifia Birruni Sabila (G0009005)Anita Rachman (G0009019)Bela Dirk (G0009037)Dwiana Ardianti (G0009067)Ferika Brillian Sabania (G0009081)Kristiana Margareta (G0009117)Nadhira Puspita Ayuningtyas (G0009145)Reyhan Pradnya Pradana (G0009181)Rizka Solehah (G0009189)Siti Fatimah Risa (G0009201)Wisnu Yudho Hutomo (G0009213)

Tutor : Suradi, dr., Sp. PD

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET

2010

Page 2: laporan skenario 3.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien

tuberculosis (TB) baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.

Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada

negara-negara berkembang. Padahal, sekitar 75% pasien TB adalah kelompok

usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun) serta berasal dari

kelompok ekonomi kelas menengah kebawah.. Selain merugikan secara

ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma

bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Di negara kita ini TB merupakan salah satu penyakit yang tidak asing lagi.

Sudah banyak sekali penduduk yang terinfeksi kuman TB. Untuk menanggulagi

keadaan tersebut pemerintah mengadakan pemberantasan TB. Pada tanggal 16

Desember 2010 Indonesia dinatakan menduduki peringak ke-5 dari seluruh kasus

TB di dunia. Pasien dengan permasalahan TB datang dengan gejala-gejala khas

TB, seperti yang dicontohkan pada skenario ke tiga berikut ini :

Seorang laki-laki 3o tahun, datang ke IGD dengan keluhan utama batuk

darah sebanyak 250 cc sejak satu jari yang lalu. Penderita mengeluh batuk

dengan dahak yang sulit keluar sejak 2 bulan diikuti demam hilang timbul dan

keringat malam. Tidak mau makan 2 hari ini. Berat badan menurun 4kg.

Penderita adalah perokok. Tiga tahun yang lalu penderita pernah sakit paru

dengan suara serak dan telah mendapat pengobatan paket dari Puskesmas

selama 6 bulan. Saat mendapat pengobatan tersebut penderita pernah dirawat di

rumah sakit karena muntah-muntah dan mata kuning. Penderita mempunyai 2

anak yang masih balita. Ayah penderita meninggal dengan penyakit paru menular

dan jantung 6 tahun yang lalu. Tekanan darah 100/60 mmHg. Pada pemeriksaan

Page 3: laporan skenario 3.doc

didapatkan konjungtiva pucat, auskultasi suara amforik pada paru kanandan

didapatkan pembesaran kelenjar leher. Pemeriksaan darah belum ada hasil. Foto

torak tampak gambaran fibroinfiltrat dan kavitas di paru kanan. Gambaran

sarang tawon pada apeks paru kiri. Direncanakan pemeriksaan sputum, biopsi

jarum halus (BJH) dan bila perlu bronkoskopi di atas meja operasi. Penderita

ditenangkan, diajarkan agar tidak takut untuk membatukkan. Batuk darah

ditampung dan dimonitor volumenya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana patofisiologi dari gejala tersebut?

2. Apasajakah pengaruh dari batuk darah yang diderita pasien?

3. Bagaimana penatalaksanaannya?

4. Apasajakah diagnosis banding untuk kasus ini?

5. Mengapa pasien diharuskan mengeluarkan darah nya pada saat batuk?

6. Apasajakah pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan dan bagaimana

interpretasi hasilnya?

7. Adakah pengaruh dari penyakit yang diderita oleh ayah kandung pasien?

Page 4: laporan skenario 3.doc

C. Tujuan

1. Agar mengetahui patofisiologi dari gejala yang diderita pasien tersebut

2. Agar mengetagui pengaruh batuk darah yang diderita pasien tersebut

3. Agar mengetahui penatalaksanaan yang harus dilakukan untuk pasien

tersebut

4. Agar mengetahui macam-macam diagnosis banding untuk kasus tersebut

5. Agar mengetahui penyebab diharuskannya pasien mengeluarkan darah

tersebut

6. Agar mengetahui macam-macam pemeriksaan penunjang yang harus

dilakukan pada kasus tersebut

7. Agar mengetahui ada atau tidaknya hubungan penyakit keluarga dengan

penyakit yang diderita oleh pasien tersebut

Page 5: laporan skenario 3.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemoptisis

Hemoptosis (batuk darah) diklasifikasikan berdasarkan berat ringannya / jumlah

darah yang dibatukkan :

1. Bercak (streaking)

Darah bercampur dengan sputum – hal yang sering terjadi, paling

umum pada bronchitis. Volume darah kurang dari 15 – 20 ml/24

jam.

2. Hemoptisis

Hemoptisis dipastikan ketika total volume darah yang dibatukkan

20 – 600 ml/ 24 jam. Walaupun tidak spesifik untuk penyakit

tertentu, hal ini berarti pendarahan dari pembuluh darah yang lebih

besar dan biasanya karena kanker paru, pneumonia (necrotizing

pneumonia), TB, atau emboli paru.

3. Hemoptosis massif

Darah yang dibatukkan dalam waktu 24 jam lebih dari 600 ml –

biasanya karena kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.

4. Pseudohemoptosis

Batuk darah dari struktur saluran pernafasan bagian atas (di atas

laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal) atau hal ini

dapat berupa pendarahan buatan (factitious). Perdarahan terakhir

biasanya karena luka disengaja di mulut, faring, atau rongga

hidung (Amin, 2007).

Page 6: laporan skenario 3.doc

B. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada saat

tuberkulosis baru mulai (aktif), akan didapatkan jumlah lekosit yang

sedikit meninggi. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap

darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah lekosit

kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai

turun ke arah normal. Hasil pemeriksaan lain dari darah didapatkan anemia

ringan normokrom normositer.

Pemeriksaan Serologis

Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi takahashi.

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau

tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1 / 128. Positif

palsu dan negatif palsu dari pemeriksaan ini masih besar (Amin dan Bahar,

2007).

Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,

diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Selain itu, pemeriksaan

sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah

diberikan. Tidak mudah untuk mendapatkan sputum terutama pada pasien

yang tidak batuk atau batuk yang nonproduktif. Dalam hal ini dianjurkan 1

Page 7: laporan skenario 3.doc

hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan minum air sebanyak ± 2 liter

dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dan juga dengan memberikan

tambahan obat – obat mukolitik, ekspektoran atau dengan inhalasi larutan

garam hipertonik selama 20 – 30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat

diperoleh dengan cara bronkoskopi, diambil dengan brushing atau

bronchial washing atau Broncho Alveolar Lavage (BAL). Basil tahan

asam dari sputum juga dapat diperoleh dengan cara bilasan lambung. Hal

ini sering dikerjakan pada anak – anak karena mereka sulit mengeluarkan

dahaknya. Kuman baru dapat ditemukan apabila bronkus yang terlibat

proses penyakit ini terbuka keluar sehingga sputum yang mengandung

kuman BTA mudah keluar. Kriteria sputum BTA positif adalah bila

sekurang –kurangnya ditemukan ditemukan 3 kuman dalam 1 sediaan,

atau dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum (Amin

dan Bahar, 2007).

C. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran Radiologi Tuberculosis

Foto toraks menunjukkan gambaran fibroinfiltrat dan kavitas di paru

kanan serta gambaran sarang tawon di apeks paru kiri. Gambaran

radiologis beranekaragam ini semakin menguatkan diagnosis tuberkulosis,

namun untuk memastikan diagnosis melalui gambaran radiologis selain

gambaran posterior anterior dan lateral seharusnya dilakukan foto toraks

top lordotik, oblik, dan tomografi dengan densitas keras karena masing-

masing gambaran yang beranekaragam ini menggambarkan juga proses

penyakit lain seperti kavitas pada abses paru dan infiltrat pada wkanker

paru (Zulkifli, 2006). Sedangkan gambaran radiologis pada pasien

Page 8: laporan skenario 3.doc

skenario kemungkinan dimulai dengan proses TB primer dimulai di paru

kanan yang membuat banyak lesi dan kavitas sehingga memungkinkan

relaps menjadi TB pascaprimer yang menyebar ke paru kiri serta akibat

terbentuknya banyak kavitas menyebabkan juga bronkiektasis di apeks

paru kiri karena tingginya tekanan oksigen di daerah tersebut

dibandingkan daerah lain membuat kuman tumbuh dengan baik.

Pemeriksaan radiologis seringkali menunjukkan adanya TB, tetapi hampir

tidak dapat membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini saja karena

hampir semua manifestasi TB dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya

(Price dan Standridge, 2006). Secara patologis, manifestasi TB paru

biasanya berupa suatu kompleks kelenjar getah bening parenkim. Pada

orang dewasa, segmen apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior

lobus bawah merupakan tempat-tempat yang sering menimbulkan lesi

yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat. Dapat juga

terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang

menyebar yang biasanya bilateral. Ketidaknormalan apapun pada foto

dada seseorang yang positif HIV dapat mengindikasikan adanya penyakit

TB. Sebenarnya, seseorang yang positif HIV dengan penyakit TB dapat

memiliki foto dada yang normal (CDC, 2000). Pada saat ini pemeriksaan

radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menentukan lesi

tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih

dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal memberikan

keuntungan seperti pada tuberculosis anak-anak dan tuberculosis milier.

Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan

radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.

Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal

lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai

lobus bawah (bagian inferior) atau daerah hillus menyerupai tumor paru

Page 9: laporan skenario 3.doc

(misalnya pada tuberculosis endokondrial). Pada awal penyakit saat lesi

masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa

bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila

lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan

dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberculoma. Pada

kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.

Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis

terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya

tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang

dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.

Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang

umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran

radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan

pleura /(pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi

pleura/empiema), bayangan hitam radio-lusen di pinggir paru/ pleura

(pneumotoraks).

Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan

sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis

fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis

dan emfisema. Tuberculosis sering memberikan gambaran yang aneh-

aneh, terutama gambaran radiologis; sehingga dikatakan tuberculosis is the

great imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberculoma sering diartikan

sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma

metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Di

samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam mebaca foto. Faktor

kesalahan ini dapat mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnosisd

radiologi sering dilakukan juga foto dengan proyeksi densitas keras.

Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya

Page 10: laporan skenario 3.doc

aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi

penyakit yang sudah non-aktif, sering menetap selama hidup pasien. Lesi

yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering dijumpai pada

orang-orang yang sudah tua. Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang

juga diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan

bronkus atau paru yang disebabkan oelh tuberculosis. Pemeriksaan ini

umumnya dilakukan bila pasien akan mengalami pembedahan paru.

Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak

dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning

(CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibanding lebih superior

dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas

dan sayatan dapat dibuat transversal.

Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance

Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat

mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan

dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal (Amin dan

Bahar, 2007). Gambaran Radiologi Bronkiektasis. Bronkiektasis adalah

keadaan yang ditandai dengan dilatasi/ pelebaran bronkus dan bronkiolus.

Timbul bila dinding bronkus melemah. Bahan-bahan purulen terkumpul

pada bagian yang melebar ini mengakibatkan infeksi yang menetap.

Biasanya bronkiektasis disebabkan oleh obstruksi bronkus jangka lama,

penyakit fibrokistik pada pankreas; infeksi berulang dan sebagai

komplikasi campak, batuk rejan, influenza; atau kelainan kongenital

sindrom kartagener. Penyebab yang terakhir ini diturunkan sebagai gen

resesif autosomal. Gambaran klinis uatam bronkiektasis adalah batuk

kronik yang jarang, sputum mukopurulen berbau busuk, hemoptisis, pada

tingkat lanjut penumonia rekuren, malnutrisi, jari tabuh (Rahmatullah,

2007).

Page 11: laporan skenario 3.doc

D. Patogenesis Tuberkulosis

Tuberkulosis disebabkan Mycobacterium tuberculosis. Kuman berbentuk

batang, tahan asam dalam pewarnaan® bakteri tahan asam (BTA). Cepat

mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup di tempat

gelap dan lembab. Cara penularan, melalui droplet (percikan dahak).

Kuman dapat menyebar secara langsung jaringan sekitar, pembuluh limfe,

pembuluh darah. Daya penularan ditentukan banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari paru. Bakteri tuberculosis berada di udara dalam bentuk

droplet kemudian masuk ke saluran pernafasan atas. Basil yang tertelan

atau masuk ke saluran pernafasan merupakan gumpalan basil (unit) yang

terdiri dari 2-3 basil, yang lebih besar dari itu biasanya tidak bias masuk

karena terlalu besar dan tertahan di bronkus/bronkiolus, saluran hidung,

dan tidak menimbulkan penyakit. Setelah berhasil masuk kesaluran

pernafasan bagian bawah sampai ke alveolus biasanya daerah yang

disenangi oleh bakteri TB adalah di daerah-daerah yang memiliki tekanan

oksigen yang tinggi yaitu di lobus tengah pada paru-paru kanan, atau pada

apex paru bagian bawah sampai lobus atas bagian bawah, kemudian lobus

inferior bagian atas.

Basil tuberkel yang berada di alveolus akan membangkitkan reaksi radang

berupa odema mukosa, pelebaran pembuluh darah, produksi cytokine,

senyawa kimia yang bersifat kemotaktik bagi PMN. PMN yang datang ke

alveolus kemudian berkumpul, berakumulasi dan bertambah bayak untuk

memfagosit basil tersebut. Dalam tubuh PMN basil tersebut tidak mati

melainkan berkembang biak didalam sel PMN. Sesudah hari pertama

terjadinya infeksi leukosit yaitu PMN tadi digantikan perannya oleh

makrofag. Makrofag tersebut berkumpul menjadi banyak akhirnya

terjadilah konsolidasi alveolus akibat terdapatnya makrofag dan PMN

yang berkumpul disertai cairan-cairan dari pembuluh darah yang

vasodilatasi akibat reaksi peradangan tadi. Ketika terjadi konsolidasi inilah

Page 12: laporan skenario 3.doc

ditemukan adanya tanda-tanda pneumonia akut. Bakteri yang difagosit

oleh makrofag yang seharusnya mati justru berkembang biak lagi di dalam

makrofag. Sampai pada proses ini banyak yang menamainya proses infeksi

primer Ghon. Basil yang sudah banyak ini melalui pembuluh darah yang

rusak dan aliran limfatik paru menyebar ke nodus limfatikus regional.

Sampai pada penyebaran ini dinamakan proses infeksi primer kompleks

Ranke. Proses ini berjalan dan memakan waktu 3-8 minggu. Pada tahap ini

pada sebagian orang dapat sembuh sendiri tanpa cacat. Sebagian orang

meninggalkan sedikit berkas-berkas berupa garis fibrotic, kalsifikasi di

hilus yang berpotensi untuk kambuh lagi karena kuman yang dormant.

Dan pada sebagian orang lagi ada yang terus berlanjut menyebar secara

perkontinuitatum, secara bronkogen menyebabkan paru sebelahnya ikut

terinfeksi. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga

sampai ke usus dan secara limfogen ke oragan tubuh lainnya, secara

hematogen ke organ tubuh yang lainnya. Bila masuk ke arteri pulmonalis

maka akan menjadi TB milier karena menjalar keseluruh lapang paru.

Basil tuberkel yang didalam makrofag berhasil mengambil alih makrofag

sehingga mengatur makrofag agar dapat menyatu satu sama lainnya

menjadi Tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri dari histiosit dan sel

datia langerhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai

jaringan ikat. Keadaan ini biasanya memakan waktu 3-10 minggu setelah

gejala pneumonia yang berupa konsolidasi. Sarang-sarang granuloma ini

dapat direabsorbsi kembali tanpa cacat atau sarang-sarang tadi meluas

namun sembuh dengan meninggalkan bekas sebukan jaringan fibrosis.

Ada yang membungkus diri menjadi keras dan menimbulkan pengapuran.

Selanjutnya yang paling parah adalah keadaan granuloma yang terus

meluas dan menyebar sehingga jumlahnya juga banyak pada lapang paru

sehingga bagian yang meluas tadi akan menghancurkan jaringan ikat

sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek

membentuk jaringan keju kejadian inilah yang disebut perkejuan. Bila

Page 13: laporan skenario 3.doc

jaringan keju tadi copot dan dibatukkan keluar maka akan terbentuklah

kavitas pada tengah-tengahnya. Mula-mula dinding kavitasi ini tipis

namun semakin lama semakin tebal karena sebukan fibroblast membentuk

jaringan fibrositik yang pada akhirnya menjadi kronik dinamai kavitas

sklerotik. Terjadinya perkejuan tersebut dikarenakan pada jaringan

nekrotik tersebut dihasilkan TNF dan sitokin yang berlebihan oleh

jaringan sekitar dan oleh leukosit, selain itu juga dihasilkannya enzim-

enzim hidrolisis protein, lipid dan asam nukleat yang dihasilkan makrofag

yang sebetulnya ditujukan pada basil TB namun karena makrofagnya

rusak maka enzim tersebut keluar ke jaringan.

Banyak komplikasi yang terjadi akibat dari persarangan ini diantaranya

adalah meluasnya lesi tersebut dan membuat sarang pneumonia baru. Bila

masuk dalam arteri pulmonalis maka akan menjadi TB millier. Tertelan

akan menjadi TB ekstra paru. Apabila sampai pada bronchial dan tracea

makan akan menjadi TB endobronchial dan TB endotracheal dan bisa

menjadi empiema bila rupture ke pleura. Sarang-sarang ini bisa memadat

dan membentuk suatu pengerasan yang dinamakan tuberkuloma.

Tuberkuloma ini dapat cair yang membentuk kavitas baru. Komplikasi

kronik kavitas adalah apabila berinteraksi dan kolonisasi dengan fungus

seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma (Price dan

Standridge, 2006; Amin dan Bahar, 2007).

E. Tuberkulosis

Klasifikasi Tuberkulosis

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan

klinis, radiologis dan mikrobiologis :

Page 14: laporan skenario 3.doc

1. Tuberkulosis paru

2. Bekas tuberkulosis paru

3. Tuberkulosis paru tersangka

a. Tuberculosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA

negative, tetapi tanda-tanda lain positif.

b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum

BTA negative dan tanda-tanda lain juga meragukan.

Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan

apakah termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam

klasifikasi ini perlu dicantumkan status bakteriologi,

mikroskopik sputum BTA (langsung), biakan sputum BTA,

status radiologis (kelainan yang relevan untuk tuberculosis

paru), status kemoterapi (riwayat pengobatan dengan obat anti

tuberculosis).

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori, yakni:

1. Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif

dan kasus baru dengan bentuk TB berat.

2. Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal

dengan BTA positif.

3. Kategori III, ditujukan terhadap kasus BTA negative dengan

kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari

yang disebut dalam kategori I.

4. Kategori IV, ditujukan terhadap TB kronik (Amin dan Bahar,

2007).

Page 15: laporan skenario 3.doc

Gejala Penyakit TB paru

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus

yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak

terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan

diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya

dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang

serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

Penurunan nafsu makan dan berat badan.

Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan

darah).

Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan

sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan

kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,

suara nafas melemah yang disertai sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai

dengan keluhan sakit dada.

Page 16: laporan skenario 3.doc

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang

pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di

atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan

disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam

tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau

diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak

yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji

tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah

dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%

terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah (Anonim, 2009).

F. Penatalaksanaan TB

Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

Page 17: laporan skenario 3.doc

gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis

Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Paduan OAT dan peruntukannya.

1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

• Pasien baru TB paru BTA positif.

• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

• Pasien TB ekstra paru

Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Berat Badan

Tahap Intensif

tiap hari selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu selama 16 minggu

RH (150/150)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

 

Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Page 18: laporan skenario 3.doc

Tahap

Pengobatan

Lama

Pengobatan

Dosis per hari / kali Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tablet

Isoniasid

@ 300 mgr

Kaplet

Rifampisin

@ 450 mgr

Tablet

Pirazinamid

@ 500 mgr

Tablet

Etambutol

@ 250 mgr

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

 

2. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/

5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

• Pasien kambuh

• Pasien gagal

• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Berat Badan

Tahap Intensif

tiap hari

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu

RH (150/150) + E(400)

Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu

30 – 37 kg2 tablet 4KDT

+ 500 mg Streptomisin inj.2 tablet 4KDT

2 tablet 2KDT

+ 2 tab Etambutol

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

Page 19: laporan skenario 3.doc

+ 750 mg Streptomisin inj. + 3 tab Etambutol

55 – 70 kg4 tablet 4KDT

+ 1000 mg Streptomisin inj.4 tablet 4KDT

4 tablet 2KDT

+ 4 tab Etambutol

≥ 71 kg5 tablet 4KDT

+ 1000 mg Streptomisin inj.5 tablet 4KDT

5 tablet 2KDT

+ 5 tab Etambutol

Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Tahap

Pengobatan

Lama

Pengobatan

Tablet

INH

@ 300

mgr

Kaplet

R

@ 450

mgr

Tablet

Z

@ 500

mgr

Etambutol

Strepto

misin

injeksi

Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tablet

@ 250

mgr

Tablet

@

400

mgr

Tahap

Intensif

(dosis

harian)

2 bulan

1 bulan

1

1

1

1

3

3

3

3

-

-

0,75gr

-

56

28

Tahap

Lanjutan

(dosis 3x

semggu)

5 bulan 2 1 - 1 2 - 60

Catatan:

• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

Page 20: laporan skenario 3.doc

• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan

aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

c.     OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif

kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

(Depkes RI, 2007).

Efek samping pemberian OAT

Efek Samping Ringan Penyebab Penanganan

Tidak ada nafsu makan, mual,

sakit perutRifampisin Semua OAT diminum malam sebelum tidur

Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin

Kesemutan s/d rasa terbakar di

kakiINH Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg per hari

Warna kemerahan pada air seni

(urine)Rifampisin

Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu penjelasan

kepada pasien.

 

Efek Samping Berat Penyebab Penatalaksanaan

Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan dibawah *).

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol.

Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol.

Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua Hentikan semua OAT sampai ikterus

Page 21: laporan skenario 3.doc

OAT menghilang.

Bingung dan muntah-muntah

(permulaan ikterus karena

obat)

Hampir semua

OAT

Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi

hati.

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol.

Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin.

    (Anonim, 2009)

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

1. Penyakit pada pasien berkaitan dengan riwayat penyakit keluarganya,

yaitu ayahnya.

2. Pasien kemungkinan menderita Tuberculosis Paru dengan gejala batuk

berdahak, demam, keringat malam, dan berat badan yan menurun.

3. Diagnosis pada pasien kemungkinan adalah TBC Paru dengan komplikasi

berupa batuk berdarah.

B. Saran

1. Sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan penunjang untuk membantu

diagnosis pasti agar pasien dapat dilakukan pengobatan dengan cepat dan

tepat.

2. Sebaiknya pasien berhenti untuk merokok dan melakukan pola hidup sehat

serta melakukan kontrol rutin.

3. Sebaiknya anak pasien juga diperiksa karena kemungkinan untuk tertular

TBC sangat besar.

Page 22: laporan skenario 3.doc

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli. 2007. Manifestasi Klinik dan Pendekatan Pada Pasien Dengan Kelainan Sistem Pernapasan dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

 Amin, Zulkifli. Bahar, Asril. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Anonim. 2009. Penyakit TBC. Akses tanggal 30 Desember 2009 17:15 dihttp://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm

Anonim. 2009. Obat Tuberkulosis (TBC). Akses tanggal 30 Desember 2009 17:12 dihttp://www.medicastore.com/apotik_online/kemoterapi_antimikroba/obat_tb.htm

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta: Depkes RI.

Price, Sylvia A. Standridge, Mary P. 2006. Tuberkulosis Paru dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC. 

Page 23: laporan skenario 3.doc

Rahmatullah, Pasiyan. 2007. Bronkiektasis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.