laporan tutorial kelompok 4b skenario 1 blok 2.3
TRANSCRIPT
1
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO I BLOK 2.3
DASAR-DASAR PATOLOGI
KELOMPOK IV
ANNISA GAYATRI G1A115069
YESSICA DESTIANA G1A115070
MAZIDA HOSMISI G1A115071
FEZY ZIKRILLA G1A115072
VANESSA ARMELIA PUTRI G1A115073
MEIKA AMSI MUNTE G1A115074
ANNA HANIFA DEFRITA G1A115075
ROGANDA HOTMAULI G1A115076
FIA MENTARI G1A115077
DESY MARIA WAHYUNI G1A115078
DORA YOLANDA G1A115079
DOSEN PEMBIMBING :
dr. Ahmad Syauqi, M.biomed
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS JAMBI
2015/2016
2
SKENARIO
Tn. N seorang mahasiswa kedokteran mengalami bengkak dan bernanah
pada plantar pedis sinistra. Keluhan sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu.
Awalnya saat Tn. N bermain bola kaki, telapak kakinya tertusuk batu kerikil
kecil. Karena Tn. N merasa lukanya kecil dan hanya nyeri sedikit, Tn. N
hanya membersihkan lukanya dengan betadine saja. Sehari kemudian, lukanya
semakin nyeri, setelah dilihat ternyata terdapat kemerahan dan bengkak
disekitar luka serta terasa panas saat dipegang. Dua hari kemudian luka
tersebut menjadi bernanah (terdapat pus) dan Tn. N merasa badannya demam.
Dokter mengatakan bahwa telah terjadi infeksi pada luka Tn. N.
3
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Bengkak :Terjadi pembesaran pada suatu jaringan.2
2. Bernanah :Cairan berbau busuk pada luka yang berwarna putih
3. Luka :Kerusakan kontinyuitas kulit/mukosa membran atau tulang
yang patah akibat faktor eksogen.2
4. Nyeri :Pengalaman sensoris yang tidak menyenangkan, yang
ditandai dengan terjadinya kerusakan jaringan.2
5. Betadine :Sebuah merk dagang dari povidone iodine, yang
merupakan salah satu preparat antiseptik pada luka.2
6. Demam :Suatu respon imun internal berupa naiknya suhu tubuh
diatas normal yang berpusat di hipothalamus.2
7. Kemerahan :Suatu respon pada kulit ketika terinfeksi.2
8. Infeksi :Invasi dan proliferasi mikroorganisme/parasit dalam tubuh
yang menyebabkan sakit.2
9. Pus :Cairan hasil proses peradangan yang terbentuk dari
leukosit.2
4
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Jelaskan jenis-jenis luka dan manakah yang termasuk luka pada jenis kaki
Tn. N!
2. Bagaimana penanganan luka yang benar ?
3. Bagaimana mekanisme nyeri akibat luka Tn. N ?
4. Apasaja klasifikasi nyeri berdasarkan mekanismenya ?
5. Apa fungsi dan kandungan dari betadine ?
6. Apa saja jenis jenis antiseptik ?
7. Bagaimana tanda tanda peradangan dari luka Tn. N ?
8. Bagaimana mekanisme peradangan ?
9. Bagaimana mekanisme munculnya infeksi dan bagaimana pengaruhya
terhadap keluarnya nanah ?
10. Bagaimana proses demam dapatterjadi akibat infeksi ?
11. Bagaimana proses penyembuhan luka ?
5
CURAH PENDAPAT
1. Jelaskan jenis-jenis luka dan manakah yang termasuk luka pada
jenis kaki Tn. N!
• Berdasarkan kategorial
- Luka asidental
- Luka bedah
• Berdasarkan kedalaman
- Luka superfisial
- Luka parsial
• Berdasarkan waktu penyembuhan
- Luka akut
- Luka kronik
Jenis luka Tn. N termasuk kedalam
- Luka asidental
- Luka superfisial
- Luka akut
2. Bagaimana penanganan luka yang benar ?
A. PREPARASI BED LUKA
1. Anestesi luka
2. Irigasi luka
3. Debridemen luka
4. Kontrol bakteri
5. Pengelolaan eksudat
B. PENUTUPAN LUKA
1. Penutupan luka secara primer
2. Penutupan luka secara sekunder
3. Penutupan luka secara tersier
C. MENGGANTI BALUTAN
D. EVALUASI LUKA
6
3. Bagaimana mekanisme nyeri akibat luka Tn. N ?
Luka >vasokontriksi pembuluh darah > vasodilatasi pembuluh darah >
sel mast menuju luka > produksi histamine > nyeri.
Nyeri berdasarkan mekanismenya tdd
- Nyeri fisiologis
- Nyeri inflamasi
- Nyeri neuropatik
4. Apa saja klasifikasi nyeri berdasarkan mekanismenya ?
- Nyeri nociceptif.
- Nyeri neuropatik.
5. Apa fungsi dan kandungan dari betadine ?
Fungsi dari betadine : sebagai antiseptic
Kandungan betadine ; providone iodine
6. Apa saja jenis jenis antiseptik ?
- Alkohol
- Providone iodine
7. Bagaimana tanda tanda peradangan dari luka Tn. N ?
- Rubor
- Kalor
- Dolor
- Tumor
- Fungsiolesa
8. Bagaimana mekanisme peradangan ?
1. Perubahan vaskular
Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang
mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan
aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah
7
karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah
(hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya
bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul
di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding
pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah
putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai
sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing.
2. Pembentukan cairan inflamasi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya
sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi.
Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan
menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga
menimbulkan rasa sakit.
9. Bagaimana mekanisme munculnya infeksi dan bagaimana
pengaruhya terhadap keluarnya nanah ?
Factor eksternal dan karna kehadiran agen penyebab factor infeksi.
Munculnya nanah :
Luka > neutrophil dan makrofag memfagosit benda asing di daerah
luka > terbentuk nanah
10. Bagaimana proses demam dapatterjadi akibat infeksi ?
Infeksi > terbenruk pirogen endogen (penghasil panas) oleh sel sel
berbeda dalam tubuh seperti sel T helper > sinyal ke hipotalamus >
meningkatkan titik patokan suhu tubuh > tubuh menggigil atau
gemetar > meningkatkan suhu tubuh > demam.
11. Bagaimana proses penyembuhan luka ?
- Fase inflamasi
Berlangsung selama 5 hari.
- Fase proliferasi
8
Dimulai dari hari ke 6
- Fase maturasi
Dapat berlangsung selama berbulan bulan sampai peradangan
berhenti.
9
ANALISIS MASALAH
1. Jelaskan jenis-jenis luka dan manakah yang termasuk luka pada jenis
kaki Tn. N!
Jenis-jenis luka terbagi menjadi 4, yaitu:
a. Berdasarkan proses terjadinya:
Luka insisi (vulnus insicivum) adalah luka teriris atau tersayat
yang disebabkan karena benda tajam.
Luka memar (vulnus contassum) adalah luka tertutup dan kulit tidak
rusak, kontusio disebabkan oleh trauma.
Luka lecet (vulnus excoriasi) adalah luka seperti dikerik atau kulit
seperti dihapus.
Luka tusuk (vulnus punctum) adalah luka tertusuk karena benda
tajam.
Luka gores (vulnus laceratum) adalah luka tergores oleh benda
tajam, seperti kawat atau kaca.
Luka tembus (vulnus perforatum) adalah luka seperti tertembak
yang pelurunya bisa tembus ke daging.
Luka bakar (vulnus combustion) adalah luka terbakar atau seperti
terkena knalpot motor.
b. Berdasarkan tingkat kontaminasinya:
Luka bersih (vulnus non- infectum) adalah luka yang tidak terinfeksi,
contoh: luka memar.
Luka bersih terkontaminasi adalah luka terkontrol dan tidak
terkontaminasi contoh: luka habis di operasi.
Luka kotor terkontaminasi adalah luka terbuka kurang dari 4 jam
dengan tanda inflamasi non purulen, contoh: luka akibat kecelakaan
atau operasi dengan kerusakan besar dengan teknik antiseptik atau
kontaminasi saluran cerna.
Luka kotor/terinfeksi (vulnus infectum) adalah luka terbuka lebih
dari 4 jam dengan tanda infeksi dikulit dan terdapat pus atau cairan
nekrotik, contoh seperti kasus di skenario.
10
c. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka terbagi menjadi 4
stadium, yaitu:
Stadium I (non-blanching erithema) adalah jenis luka superfisial
yang terjadi pada epidermis kulit.
Stadium II adalah jenis luka partial thickness yaitu menghilangnya
lapisan kulit pada lapisan epidermis dan dermis bagian atas.
Stadium III adalah jenis luka full thickness yaitu hilangnya kulit
keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan
yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan
yang mendasarinya, lukanya sampai pada epidermis, dermis dan
fascia tetapi tidak mengenai otot.
Stadium IV adalah jenis luka full thickness yaitu luka yang telah
mencapai lapisan otot, tendon, dan tulang dengan adanya destruksi
atau kerusakan yang luas.
d. Berdasarkan waktu penyembuhan luka:
Luka akut adalah jenis luka dengan penyembuhan sesuai dengan
proses penyembuhan.
Luka kronis adalah jenis luka yang mengalami kegagalan dalam
proses penyembuhan karena faktor eksogen dan endogen. 4
2. Bagaimana penanganan luka yang benar ?
Prinsip penatalaksanaan luka pada umumnya adalah :
a. PREPARASI BED LUKA
1. Anestesi luka
Melakukan anestesi pada luka dengan menggunakan :
- Lidocaine 1% atau bupivacaine
- Penambahan epinefrin sebagai vasokonstriktor (kecuali utk end
artery)
- Efek Lidocaine berakhir dalam 1 jam, sementara efek Bupivacaine
dalam 2-4 jam.
Prosedur :
- Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik
11
- Lakukan injeksi menggunakan jarum ukuran kecil (ukuran 25-30).
- Injeksikan secara perlahan ke dalam atau ke bawah kulit di
sekeliling luka untuk mencegah material kontaminan terdorong ke area
yang bersih.
- Jika anestetikum telah masuk secara benar, akan terlihat edema
kulit
sesaat setelah disuntikkan.
- Jika laserasi terjadi di area di mana dapat dilakukan blockade
syaraf (misalnya di ujung-ujung jari), lakukan anestesi blok, karena efek
anestesi lebih baik.
- Tunggu 5-10 menit sampai anestesi bekerja.
- Sebelum dan selama melakukan tindakan eksplorasi luka dan
pencucian, cek apakah anestesi masih efektif. Sensasi tekan tidak
ditumpulkan oleh anestesi lokal. Dengan anestesi yang adekuat pasien
masih merasakan tekanan, tapi tidak menyakitkan. Jepit ujung kulit
dengan pinset atau sentuh menggunakan ujung jarum. Bila pasien masih
merasakan nyeri, tambahkan anestesi.
2. Irigasi luka
Irigasi luka tidak boleh di lakukan pada:
- Luka berukuran sangat luas.
- Luka sangat kotor (memerlukan debridement tajam. Lakukan
debridement dulu, baru kemudian irigasi luka).
- Luka dengan perdarahan arteri atau vena.
- Luka yang mengancam jiwa (melibatkan struktur penting
dibawahnya).
- Luka yang berada pada area mengandung jaringan areolar longgar
bervaskularisasi tinggi, misalnya daerah alis mata.
3. Debridemen luka
- Surgical debridement
- Mechanical debridement
- Chemical debridement
- Bilogical debridement
12
4. Kontrol bakteri
- Aplikasi salep antibiotika atau vaselin tipis-tipis
- Tutup luka dengan kassa steril dan diplester.
- Kassa diganti setelah 24 jam.
- Luka dijaga tetap bersih dan kering. Pasien boleh mandi, luka
dibersihkan dengan air dan sabun dengan seksama, kemudian segera
dikeringkan dengan handuk bersih dan kering. Aplikasikan salep
antibiotika tipis-tipis pada garis jahitan, kemudian luka kembali ditutup
dengan kassa steril.
- Luka ditutup selama 3-5 hari kemudian dibiarkan terbuka sampai
jahitan diangkat.
- Pada luka di ujung-ujung ekstremitas, mintalah pasien untuk
melakukan elevasi kaki dan tangan secara berkala untuk mengurangi
oedema jaringan.
- Mengenali tanda-tanda infeksi datang kembali kepada dokter.
5. Pengelolaan eksudat
B. PENUTUPAN LUKA
1. Penutupan luka secara primer
Dilakukan jika terdapat :
- Infeksi
- Luka dengan jaringan nekrotik
- Waktu terjadinya luka >6 jam sebelumnya, kecuali luka diarea
wajah
- Masih terdapat benda asing dalam luka
- Perdarahan dari luka
- Diperkirakan terdapat “dead space” setelah dilakukan jahitan
- Tegangan dalam luka atau kulit di sekitar luka terlalu tinggi/perfusi
jaringan buruk
2. Penutupan luka secara sekunder
Dilakukan jika terdapat :
- Luka kecil (<1.5 cm)
- Struktur penting dibawah kulit tidak terpapar.
13
- Luka tidak terletak diarea persendian dan area yang penting secara
kosmetik.\
- Luka bakar derajat 2.
- Waktu terjadinya luka lebih dari 6 jam sebelumnya, kecuali bila
luka di area wajah
- Luka terkontaminasi (highly contaminated wounds).
- Diperkirakan terdapat “dead space” setelah dilakukan jahitan darah
terkumpul dalam dead space.
- Kulit yang hilang cukup luas
- Oedema jaringan yang hebat. Jahitan terlalu kencang
menggangguvaskularisasi iskemia dan nekrosis.
3. Penutupan luka secara tersier
C. MENGGANTI BALUTAN
D. EVALUASI LUKA
1. Menilai status kesehatan pasien secara umum dan memastikan
status kesehatan tetap optimal untuk penyembuhan luka.
2. Memastikan vaskularisasi keareah luka tetap baik.
3. Menilai efektifitas penatalaksanaan
4. Perubahan ukuran luka, keadaan dasar luka, tepi luka, jaringan
sekitar luka, produksi discharge. Endokumentasikan perubahan
yang terjadi tiap kali penggantian balutan.13
3. Bagaimana mekanisme nyeri akibat luka Tn. N ?
Tiga hal penting dalam mekanisme nyeri yakni: mekanisme nosisepsi,
perilaku nyeri, dan plastisitas nyeri.
1) Mekanisme nosisepsi
a. Proses transduksi adalah rangsang noksius dapat berasal dari bahan
kimia, seperti yang terjadi pada proses inflamasi menimbulkan
sensitisasi dan mengaktifasi reseptor nyeri. Bisa juga diartikan
sebagai pengubahan berbagai stimuli oleh reseptor menjadi impuls
listrik yang mampu menimbulkan potensial aksi akhiran saraf.
14
b. Proses transmisi adalah penyaluran impuls saraf sensorik dilakukan
oleh serabut A delta bermyelin dan serabut C tak bermyelin
sebagai neuron pertama, kemudian dilanjutkan traktus
spinothalamikus sebagai neuron kedua dan selanjutnya di daerah
thalamus disalurkan sebagai neuron ketiga sensorik pada area
somatik primer di korteks serebri.
c. Proses modulasi terjadi pada sistem saraf sentral ketika aktivasi
nyeri dapat dihambat oleh analgesik endogen seperti endorphine,
sistem inhibisi sentral serotonin dan noradrenalin, dan aktivitas
serabut A beta.
d. Proses persepsi merupakan hasil akhir proses interaksi yang
kompleks, dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi
sepanjang aktivasi sensorik yang sampai pada area primer sensorik
korteks serebri dan masukan lain bagian otak yang pada gilirannya
menghasilkan suatu perasaan subyektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri atau disebut dengan kesadaran akan adanya nyeri.
2) Perilaku nyeri (Neuromatrik Melzack)
Neuromatrik adalah sistem yang kompleks, meliputi jaras-jaras
yang melibatkan medulla spinalis, thalamus, jaringan abu-abu
periaaqueductal, korteks somatosensorik, dan sistem limbik. Faktor yang
mempengaruhi neuromatrik termasuk faktor genetik, keadaan fisiologik,
faktor psikososial, termasuk masukan aferen primer yang dianggap dari
kerusakan jaringan, sistem imunoendokrin, sistem inhibisi nyeri, tekanan
emosi, dan status penyakit. Neuromatrik dianggap bertanggung jawab
terhadap pembentukan persepsi kita terhadap nyeri dan menentukan
perilaku nyeri.
3) Mekanisme adaptif menjadi maladaptif
Mekanisme adaptif mendasari konsep nyeri sebagai alat proteksi
tubuh, merujuk kerusakan jaringan pada proses inflamasi dan trauma pada
nyeri akut. Pada nyeri fisiologik, nyeri memiliki tendensi untuk sembuh
dan berlangsung terbatas selama nosisepsi masih ada, serta dianggap
sebagai gejala penyakit. Pada nyeri kronik, fenomena allodinia,
15
hiperalgesia, nyeri spontan bukan saja menjadi gejala tetapi merupakan
penyakit tersendiri. Keadaan nyeri patologik terjadi ketika nosisepsi tetap
timbul setelah penyembuhan usai dan tidak proporsional dengan kelainan
fisik yang ada. Mekanisme maladaptif terjadi karena plastisitas saraf di
tingkat perifer maupun sentral. Tingkat perifer, mekanisme ditimbulkan
oleh sensitisasi nosiseptor, aktivitas ektopik termasuk timbulnya tunas-
tunas baru di bagian distal lesi dan di ganglion radiks dorsalis saraf lesi,
interaksi antara serabut saraf dan timbulnya reseptor adrenergik alfa-2.
Pada tingkat sentral, mekanisme ditimbulkan oleh sensitasi sentral
berhubungan dengan reseptor glutamat paska sinaps, reorganisasi sentral
dari serabut A beta, dan hilangnya kontrol inhibisi nyeri.5
4. Apasaja klasifikasi nyeri berdasarkan mekanismenya ?
Nyeri diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
a. Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu :
- Nyeri akut adalah nyeri yang mereda setelah terjadi intervensi dan
penyembuhan. Nyeri ini timbul secara mendadak namun berlangsung
singkat (<6 bulan).
Contoh : nyeri trauma
- Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan
yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena
biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya.
Contoh : kanker.
b. Klasifikasi nyeri berdasarkan tempat terjadinya:
- Nyeri somatik adalah nyeri yang dirasakan hanya pada tempat
terjadinya kerusakan atau gangguan yang bersifat tajam, mudah dilihat,
dan mudah ditangani.
16
Contoh : nyeri karena tertusuk
- Nyeri visceral adalah nyeri yang terkait dari organ dalam seperti
otot, tendon, tulang, sendi, ligamentum, dan arteri.
Contoh : nyeri pada hati, paru-paru, gagal ginjal.
- Nyeri referred adalah nyeri dalam yang disebabkan karena
penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh
di daerah yang berbeda.
Contoh : nyeri angina.
c. Klasifikasi nyeri berdasarkan presepsi nyeri:
- Nyeri nociceptif
adalah nyeri yang kerusakannya jelas, dimana saraf eferen primer
untuk menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri. Nyeri ini timbul
jika ada stimulus yang cukup kuat sehingga akan menimbulkan
kesadaran akan adanya stimulus berbahaya dan merupakan sensasi
fisiologis vital.
Contoh : nyeri akibat operasi.
- Nyeri neuropatik
adalah nyeri yang kerusakan jaringannya tidak jelas, dimana terjadi
masalah saraf yang menyebabkan nyeri dan pembengkakan. Nyeri yang
disebabkan adanya lesi sistem saraf perifer (seperti pada neuropati
diabetika, radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri pasca
cedera medulla spinalis, nyeri pasca stroke).6
5. Apa fungsi dan kandungan dari betadine ?
Dapat digunakan untuk mempersiapkan kulit sebelum operasi,
karena merupakan mikrosibida topikal kuat berspektrum luas yang
mengandung 10% providon- iodine¹. Betadine mengandung suatu zat kimia
(providon- iodin) yang mempunyai sifat antiseptik (membunuh kuman)
baik gram positif maupun gram negatif.
Biasaynya betadine digunakan dalam pengaturan ruah sakit sebagai
bagian dari rejimen untuk Post Exposure Prophylaxis (PEP). Dan juga
17
betadine dapat digunakan secara topikal untuk infeksi permukaan rektum
manusia.7,8,9
6. Apa saja jenis jenis antiseptik ?
Antiseptik adalah agen disinfektan bertoksisitas rendah terhadap
spora pejamu sehingga dapat langsung digunakan pada kulit, membran
mukosa, atau luka.
Antiseptik terdri dari berbagai golongan, yaitu:
a. Alkohol
Alkohol bersifat cepat dan aktif membunuh bakteri vegetatif dan banyak
jamur, serta menginvasi virus lipofilik. Konsentrasi bakterisidal optimal
adalah 60-90% menurut volume air.
b. Klorheksidin
Klorheksidin merupakan biguanid kationik dengan kelarutan dalam air
yang sangat rendah. Klorheksidin diglukonat yang larut air digunakan
dalam formulasi berbahan dasar air sebagai antiseptik. Agen ini aktif
terhadap bakteri dan mikobakteria vegetatif dan memiliki aktivitas sedang
terhadap jamur dan virus. Klorheksidin sangat melekat ke membran
bakteri, menyebabkan kebocoran molekul kecil dan prespitasi protein
sitoplasmik. Zat ini aktif pada pH 5,5-7,0.
c. Halogen
- Iodin : Iodin dalam larutan 1:20.000 bersifat bakterisidal dalam
waktu 1 menit dan membunuh spora dalam waktu 15 menit. Tinktur iodin
USP mengandung iodin 2% dan natrium iodida 2,4% dalam alkohol. Iodin
merupakan antiseptik paling aktif untuk kulit utuh. Iodin jarang digunakan
karena jarang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas dan karena agen
ini mewarnai baju dan penutup luka.
- Iodofor : merupakan kompleks iodin dengan agen yang aktif di
permukaan. Iodofor tetap memiliki aktivitas seperti iodin. Agen ini
membunuh bakteri vegetatif, mikobakterium, jamur, dan virus yang
mengandung lipid. Agen ini dapat bersifat sporisidal pada penggunaan
yang lama. Agen ini dapat digunakan sebagai antiseptik atau disinfektan.
18
Iodofor tidak lebih iritatif dan lebih kecil kemungkinan menyebabkan
hipersensitivitas kulit daripada tinktur iodin. Agen ini bekerja secepat
klorheksidin dan memiliki spektrum yang lebih luas termasuk kerja
sporisidal tapi tidak tahan lama seperti klorheksidin.
- Klorin : merupakan agen pengoksidasi kuat dan disinfektan
universal yang paling sering tersedia sebagai larutan natrium hipoklorit
5,25%, sediaan yang biasa digunakan untuk pemutih rumah tangga
d. Fenolik
Fenol sudh jarang digunakan karena efek korosifnya pada jaringan,
toksisitasnya ketika diabsorpsi, dan efek karsinogeniknya.
e. Senyawa Amonium Kwartener
Merupakan deterjen kationik yang aktif di permukaan , biasanya
digunakan untuk sanitasi permukaan yang tidak penting. Toksisitasnya
yang rendah menyebabkan agen ini digunakan sebagai sanitizer pada
fasilitas produksi makanan.
f. Aldehid
Formaldehid atau glutaratdehid digunakan untuk disinfeksi atau sterilisasi
peralatan yang tdak tahan terhadap pajanan suhu tinggi sterilisasi uap.
Kedua zaat ini tidak bersifat korosif terhadap logam, plastik, atau karet,
dan memiliki spektrum aktivitas yang luas terhadap mikroorganisme dan
virus.
g. Air Tersuperoksidasi
Bersifat bakterisidal, fungisidal, tuberkulosidal, dan sporisidal cepat.
Disinfeksi tingkat tinggi tercapai dengan waktu kontak 10 menit. Larutan
ini bersifat nontoksik dan noniritatif, serta tidak memerlukan tindakan
pencegahan tertentu untuk pembuangannya.
h. Senyawa Peroksigen
Senyawa peroksigen yaitu hidrogen peroksida dan asam parasetat,
memiliki aktivitas eradikasi yang tinggi dan spektrum yang luas terhadap
bakteri, spora, virus, dan jamur, jika digunakan pada kadar yang tepat.
Keuntungan senyawa ini adalah produk dekomposisinya tidak toksik
19
sehingga tidak merusak lingkungan. Senyawa ini adalah pengoksidasi kuat
yang terutama digunakan sebagai disinfektan dan sterilan.
i. Logam Berat
Logam berat terutama merkuri dan perak sudah jarang d igunakan sebagai
disinfektan. Merkuri berbahaya untuk lingkungan dan beberapa bakteri
pategonik telah mengembangkan resistensi terhadap merkuri.Garam perak
anorganik bersifat sangat bakterisidal, dan merupakan agen yang paling
seing digunakan sebagai pencegahan terhadap bakteri oftalmitis gnokokal
pada neonatus.
j. Sterilan
k. Pengawet
Disinfektan digunakan sebagai pengawet untuk mencegah pertumbuhan
berlebihan bakteri dan jamur pada produk farmaseutikaa l, serum dan
reagen laoratorium.12
7. Bagaimana tanda tanda peradangan dari luka Tn. N ?
Peradangan akut merupakan respon langsung tubuh terhadap
cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan yaitu
kemerahan(rubor), panas(kalor), nyeri(dolor), pembengkakan(tumor) dan
perubahan fungsi(fungsio laesa).
KEMERAHAN(RUBOR)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal peradangan yang
terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Seiring dengan dimulainya
reaksi peraangan arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi
sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam
mikrosikulasi local. Kapiler kapiler yang sebelumnya kosong, atau
mungkin hanya sebagian meregang, secara cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini disebut hyperemia atau kongesti, menyebabkan kemerahan
local pada peradangan akut. Tubuh mengontrol produksi hyperemia pada
awal reaksi peradangan =, baik secara neurologis maupun kimiawi melalui
pelepasan zat seperti histamine.
PANAS(KALOR)
20
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi
peradangan akut. Sebenarnya, panas sacara khas hanya merupakan reaksi
peradangan yang terjadi pada permukaan tubuh, yang secara normal lebih
dari suhu inti tubuh. Dareah peradangan di kulit menjadi lebih hangat dari
sekeklilingnya karena lebih banyak darah dialirkan kr dalam tubuh ke
permukaan daerah yang terkena dibandingkan dengan ke daerah yang
normal. Fenomena hangat local ini tidak terlihat di daerah daerah yang
meradang yang terletak jauh didalam tubuh, karena jaringan jaringan
tersebut sudah memiliki suhu inti tubuh dan hyperemia local tidak
menimbulkan perbedaan.
NYERI(DOLOR)
Dolor atau nyeri pada suatu reaksi peradanga tampaknya
ditimbulkan dalam berbagai cara. Perbuhan ph local atau konsentrasi ion
ion tertentu dapat merangang ujung ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan
zat-zat kimia tertentu seperti histamine atau zat kimia bioaktif lain dapat
merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang
menyebabkan peningkatan tekanan local yang tidak diragukan lagi dapat
menyebabkan nyeri.
TUMOR(PEMBENGKAKAN)
Aspek yang mencolok pada peradangan akut mungkin adalah
tumor atau pembengkakan local yang dihasilkan oleh cairan dan sel sel
yang berpindah dari aliran darah ke jaringan intertisial. Campuran cairan
dan sel sel ini yang tertimbun di daerah peradangan d isebut eksudat. Pada
awal peradangan, sebagian eksudat adalh ciaran seperti yang terlihat
secara cepat di dalam lepuhan luka bakar ringan pada kulit. Kemudian sel
sel darah putih meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian
eksudat.
PERUBAHAN FUNGSI(FUNGSIO LAESA)
Fungsio laesa atau perubahan fungsi merupakan bagian yang lazim
pada reaksi peradangan. Sepintas mudah dimengerti, bagian yang bengkak,
nyeri disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi local yang
21
abnormal, seharusnya berfungsi secara abnormal. Akan tetapi, cara
bagaimana fungsi jaringan yang meradang itu terganggu.11
8. Bagaimana mekanisme peradangan ?
1. Radang akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap
cedera yang didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera.
Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai
proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama
dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural
dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan
penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran
darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro
akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan
sirkulasi darah.
Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan
emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.Segera setelah
jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh
vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat
aliran darah dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga
dibukanya anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya
anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir
deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan
berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan,
bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul
oleh perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan
perubahan pada orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap
dinding pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi
waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol
timbul dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan
bendungan tampak setelah 10-30 menit.
22
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma
dan sel-sel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan
merupakan gambaran utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro
pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis
endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel
endotel dilapisi oleh selaput basalis yang berkesinambungan .
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi
mendesak cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara
ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein
plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar,
dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula.
Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam
jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran
limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan
sampai berat jenis 10.000 dalton.
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis
tinggi (di atas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg%
serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini
tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang
memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas),
bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat aliran
darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit
leukosit yang menyebabkan emigrasinya .
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan
monosit pada lokasi jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang.
Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang bersifat asing,
termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang
terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan beberapa
cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak reaksi
radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang
berarti.
23
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan
sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang
lebih besar daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran,
massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran
aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi).
Mula-mula sel darah putih bergerak dan menggulung pelan-pelan
sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi
kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan
endotel.
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang
bergerak keluar dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit
adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan
antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu
menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak
tertutup tanpa perubahan. Setelah meninggalkan pembuluh darah,
leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel
darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh
kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis
sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam
derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap
rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa
faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit,
yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah
putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein
plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri.
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses
fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan
bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas,
tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme
diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3).
Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan,
selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel,
24
berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini
terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel,
disebut fagosom.
Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum
menutup lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan
fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang
disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah
mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat
pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang
virulen dapat menghancurkan leukosit.
2. Radang kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang
berdurasi panjang (berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan
terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan
penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai
dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam
jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel
mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi
jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah
baru/angiogenesis dan fibrosis) .
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan.
Dapat timbul menyusul radang akut, atau responnya sejak awal
bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi radang kronik
berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan
agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada
proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal
merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas
rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut.
Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi
persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel,
Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan
25
bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun.
Bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu
disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon efektif
tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak
artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan
pola morfologi reaksi
MEDIATOR KIMIA PERADANGAN
Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan
merupakan rantai penting antara terjadinya jejas dengan fenomena
radang. Meskipun beberapa cedera langsung merusak endotelium
pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein dan cairan di
daerah cedera, pada banyak kasus cedera mencetuskan pembentukan
dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis
cedera yang dapat mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang
dapat menerangkan sifat stereotip dari respon peradangan terhadap
berbagai macam rangsang. Karena pola dasar radang akut stereotip, tidak
tergantung jenis jaringan maupun agen penyebab pada hakekatnya
menyertai mediator-mediator kimia yang sama yang tersebar luas dalam
tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi
mekanisme biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga
memiliki mekanisme kontrol yaitu inaktivasi
mediator kimia lokal yang cepat oleh sistem enzim atau antagonis
Cukup banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah
dikenal sebagai mediator dari respon peradangan. Identifikasinya saat
ini sulit dilakukan. Walaupun daftar mediator yang diusulkan panjang
dan kompleks, tetapi mediator yang lebih dikenal dapat digolongkan
menjadi golongan amina vasoaktif (histamin dan serotonin), protease
plasma (sistem kinin, komplemen, dan koagulasi fibrinolitik),
metabolit asam arakidonat (leukotrien dan prostaglandin), produk leukosit
(enzim lisosom dan limfokin), dan berbagai macam mediator lainnya
26
(misal, radikal bebas yang berasal dari oksigen dan faktor yang
mengaktifkan trombosit)
1. Amina vasoaktif
Amina vasoaktif yang paling penting adalah histamin. Sejumlah
besar histamin disimpan dalam granula sel jaringan penyambung yang
disebut sel mast. Histamin tersebar luas dalam tubuh. Histamin juga
terdapat dalam sel basofil dan trombosit. Histamin yang tersimpan
merupakan histamin yang tidak aktif dan baru menampilkan efek
vaskularnya bila dilepaskan. Stimulus yang dapat menyebabkan
dilepaskannya histamin adalah jejas fisik (misal trauma atau panas),
reaksi imunologi (meliputi pengikatan antibodi IgE terhadap reseptor
Fc pada sel mast), fragment komplemen C3a dan C5a (disebut
anafilaktosin), protein derivat leukosit yang melepaskan histamin,
neuropeptida (misal, substansi P), dan sitokin tertentu (misal, IL-1
dan IL-8).
Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriola,
meningkatkan permeabilitas venula, dan pelebaran pertemuan antar-sel
endotel. Histamin bekerja dengan mengikatkan diri pada reseptor-
reseptor histamin jenis H-1 yang ada pada endotel pembuluh darah.
Pada perannya dalam fenomena vaskular, histamin juga dilaporkan
merupakan bahan kemotaksis khas untuk eosinofil. Segera setelah
dilepaskan oleh sel mast, histamin dibuat menjadi inaktif oleh
histaminase. Antihistamin merupakan obat yang dibuat untuk
menghambat efek mediator dari histamin. Perlu diketahui bahwa obat
antihistamin hanya dapat menghambat tahap dini peningkatan
permeabilitas vaskular dan histamin tidak berperan pada tahap
tertunda yang dipertahankan pada peningkatan permeabilitas
Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan suatu bentuk
mediator vaasoaktif. Serotonin ditemukan terutama di dalam trombosit
yang padat granula (bersama dengan histamin, adenosin difosfat, dan
kalsium). Serotonin dilepaskan selama agregasi trombosit. Serotonin pada
27
binatang pengerat memiliki efek yang sama seperti halnya histamin, tetapi
perannya sebagai mediator pada manusia tidak terbukti
2. Protease plasma
Berbagai macam fenomena dalam respon radang diperanta rai
oleh tiga faktor plasma yang saling berkaitan yaitu sistem kinin,
pembekuan, dan komplemen. Seluruh proses dihubungkan oleh
aktivasi awal oleh faktor Hageman (disebut juga faktor XII dalam
sistem koagulasi intrinsik). Faktor XII adalah suatu protein yang
disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif hingga bertemu
kolagen, membrana basalis, atau trombosit teraktivasi di lokasi jejas
endotelium. Dengan bantuan kofaktor high-molecularweight kininogen
(HMWK)/kininogen berat molekul tinggi, faktor XII kemudian
mengalami perubahan bentuk menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa dapat
membongkar pusat serin aktif yang dapat memecah sejumlah substrat
protein
Aktivasi sistem kinin pada akhirnya menyebabkan
pembentukan bradikinin. Bradikinin merupakan polipeptida yang
berasal dari plasma sebagai prekursor yang disebut HMWK.
Prekursor glikoprotein ini diuraikan oleh enzim proteolitik kalikrein.
Kalikrein sendiri berasal dari prekursornya yaitu prekalikrein yang
diaktifkan oleh faktor XIIa. Seperti halnya histamin, bradikinin
menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan permeabilitas venula dan
kontraksi otot polos bronkial. Bradikinin tidak menyebabkan
kemotaksis untuk leukosit, tetapi menyebabkan rasa nyeri bila
disuntikkan ke dalam kulit. Bradikinin dapat bertindak dalam sel-sel
endotel dengan meningkatkan celah antar sel. Kinin akan dibuat
inaktif secara cepat oleh kininase yang terdapat dalam plasma dan
jaringan, dan perannya dibatasi pada tahap dini
PENINGKATAN PERMEABILITAS PEMBULUH DARAH
28
Pada sistem pembekuan, rangsangan sistem proteolitik
mengakibatkan aktivasi trombin yang kemudian memecah fibr inogen
yang dapat larut dalam sirkulasi menjadi gumpalan fibrin. Faktor Xa
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan emigrasi leukosit.
Trombin memperkuat perlekatan leukosit pada endotel dan dengan
cara menghasilkan fibrinopeptida (selama pembelahan fibrinogen)
dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dan sebagai kemotaksis
leukosit
Ketika faktor XIIa menginduksi pembekuan, di sisi lain
terjadi aktivasi sistem fibrinolitik. Mekanisme ini terjadi sebagai
umpan balik pembekuan dengan cara memecah fibrin kemudian
melarutkan gumpalan fibrin. Tanpa adanya fibrinolisis ini, akan terus
menerus terjadi sistem pembekuan dan mengakibatkan penggumpalan
pada keseluruhan vaskular. Plasminogen activator (dilepaskan oleh
endotel, leukosit, dan jaringan lain) dan kalikrein adalah protein
plasma yang terikat dalam perkembangan gumpalan fibrin.
Produk hasil dari keduanya yaitu plasmin, merupakan protease multifungsi
yang memecah fibrin
Sistem komplemen terdiri dari satu seri protein plasma yang
berperan penting dalam imunitas maupun radang. Tahap penting
pembentukan fungsi biologi komplemen ialah aktivasi komponen
ketiga (C3). Pembelahan C3 dapat terjadi oleh apa yang
disebut ”jalur klasik” yang tercetus oleh pengikatan C1 pada
kompleks antigen-antibodi (IgG atau IgM) atau melalui jalur
alternatif yang dicetuskan oleh polisakarida bakteri (misal, endotoksin),
polisakarida kompleks, atau IgA teragregasi, dan melibatkan
serangkaian komponen serum (termasuk properdin dan faktor B dan
D). Jalur manapun yang terlibat, pada akhirnya sistem komplemen
akan memakai urutan efektor akhir bersama yang menyangkut C5
sampai C9 yang mengakibatkan pembentukan beberapa faktor yang
secara biologi aktif serta lisis sel-sel yang dilapisi antibodi
29
Faktor yang berasal dari komplemen, mempengaruhi berbagai
fenomena radang akut, yaitu pada fenomena vaskular, kemotaksis, dan
fagositosis. C3a dan C5a (disebut juga anafilaktosin) meningkatkan
permeabilitas vaskular dan menyebabkan vasodilatasi dengan cara
menginduksi sel mast untuk mengeluarkan histamin. C5a
mengaktifkan jalur lipoksigenase dari metabolisme asam arakidonat
dalam netrofil dan monosit. C5a juga menyebabkan adhesi neutrofil
pada endotel dan kemotaksis untuk monosit, eosinofil, basofil dan
neutrofil. Komplemen yang lainnya, C3b, apabila melekat pada
dinding sel bakteri akan bekerja sebagai opsonin dan memudahkan
fagositosis neutrofil dan makrofag yang mengandung reseptor C3b
pada permukaannya
a. Metabolit asam arakidonat
Asam arakidonat merupakan asam lemak tidak jenuh (20-
carbon polyunsaturated fatty acid) yang utamanya berasal dari asupan
asam linoleat dan berada dalam tubuh dalam bentuk esterifikasi
sebagai komponen fosfolipid membran sel. Asam arakidonat
dilepaskan dari fosfolipid melalui fosfolipase seluler yang diaktifkan
oleh stimulasi mekanik, kimia, atau fisik, atau oleh mediator
inflamasi lainnya seperti C5a.
Metabolisme asam arakidonat berlangsung melalui salah satu
dari dua jalur utama, sesuai dengan enzim yang mencetuskan, yaitu
jalur siklooksigenase dan lipoksigenase. Metabolit asam arakidonat
(disebut juga eikosanoid) dapat memperantarai setiap langkah inflamasi.
Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin (PG) E2 (PGE2),
PGD2, PGF2?, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2).
Setiap produk tersebut berasal dari PGH2 oleh pengaruh kerja enzim
yang spesifik.
PGH2 sangat tidak stabil, merupakan prekursor hasil akhir
biologi aktif jalur siklooksigenase. Beberapa enzim mempunyai
distribusi jaringan tertentu. Misalnya, trombosit mengandung enzim
tromboksan sintetase sehingga produk utamanya adalah TXA2. TXA2
30
merupakan agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokonstriktor. Di
sisi lain, endotelium kekurangan dalam hal tromboksan sintetase,
tetapi banyak memiliki prostasiklin sintetase yang membentuk PGI2.
PGI2 merupakan vasodilator dan penghambat kuat agregasi trombosit.
PGD2 merupakan metabolit utama dari jalur siklooksigenase pada sel
mast. Bersama dengan PGE2 dan PGF2?, PGD2 menyebabkan
vasodilatasi dan pembentukan edema. Prostaglandin terlibat dalam
patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi
Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk
membentuk bahan-bahan proinflamasi yang kuat. 5- lipoksigenase
merupakan enzim metabolit asam arakidonat utama pada neutrofil.
Produk dari aksinya memiliki karakteristik yang terbaik. 5-HPETE
(asam 5-hidroperoksieikosatetranoik) merupakan derivat 5-hidroperoksi
asam arakidonat yang tidak stabil dan direduksi menjadi 5-HETE
(asam 5-hidroksieikosatetraenoik) (sebagai kemotaksis untuk neutrofil)
atau diubah menjadi golongan senyawa yang disebut leukotrien.
Produk dari 5-HPETE adalah leukotrien (LT) A4 (LTA4), LTB4,
LTC4, LTD4, dan LTE5. LTB4 merupakan agen kemotaksis kuat dan
menyebabkan agregasi dari neutrofil. LTC4, LTD4, dan LTE4
menyebabkan vasokonstriksi, bronkospasme, dan meningkatkan
permeabilitas vaskular
Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang
disintesis menggunakan jalur transeluler.
Trombosit sendiri tidak dapat membentuk lipoksin A4 dan B4
(LXA4 dan LXB4), tetapi dapat membentuk metabolit dari
intermediat LTA4 yang berasal dari neutrofil. Lipoksin mempunyai
aksi baik pro- dan antiinflamasi. Misal, LXA4 menyebabkan
vasodilatasi dan antagonis vasokonstriksi yang distimulasi LTC4.
Aktivitas lainnya menghambat kemotaksis neutrofil dan perlekatan ketika
menstimulasi perlekatan monosit
b. Produk leukosit
31
Granula lisosom yang terdapat dalam neutrofil dan monosit
mengandung molekul mediator inflamasi.
Mediator ini dilepaskan setelah kematian sel oleh karena peluruhan
selama pembentukan vakuola fagosit atau oleh fagositosis yang
terhalang karena ukurannya besar dan permukaan yang tidak dapat
dicerna.
Kalikrein yang dilepaskan dari lisosom menyebabkan pembentukan
bradikinin. Neutrofil juga merupakan sumber fosfolipase yang
diperlukan untuk sintesis asam arakidonat Di dalam lisosom monosit
dan makrofag juga banyak mengandung bahan yang aktif untuk
proses radang. Pelepasannya penting pada radang akut dan radang
kronik. Limfosit yang telah peka terhadap antigen melepaskan
limfokin. Limfokin merupakan faktor yang menyebabkan penimbunan
dan pengaktifan makrofag pada lokasi radang. Limfokin penting pada
radang kronik (Robbins & Kumar).
c. Mediator lainnya
Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat
fagositosis dapat luruh memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa
radikal-radikal bebas yang sangat toksik meningkatkan permeabilitas
vaskular dengan cara merusak endotel kapiler. Selain itu, ion-ion
superoksida dan hidroksil juga dapat menyebabkan peroksidase asam
arakidonat tanpa enzim. Akibatnya, akan dapat terbentuk lipid-lipid
kemotaksis
Aseter-PAF merupakan mediator lipid yang menggiatkan
trombosit. Hal ini karena menyebabkan agregasi trombosit ketika
dilepaskan oleh sel mast. Selain sel mast, neutrofil dan makrofag
juga dapat mensintesis aseter-PAF. Aseter-PAF meningkatkan
permeabilitas vaskular, adhesi leukosit dan merangsang neutrofil dan
makrofag.14
9. Bagaimana mekanisme munculnya infeksi dan bagaimana
pengaruhya terhadap keluarnya nanah ?
32
Bila netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan
jaringan nekrotik, pada dasarnya semua netrofil dan makrofag akhirnya
akan mati. Sesudah beberapa hari , di dalam jaringan yang meradang akan
terbentuk rongga yang mengandung berbagai jaringan nekrotik , netrofil
mati , makrofag mati dan cairan jaringan. Campuran ini disebut pus.
Setelah proses infeksi dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan nekrotik
yang terdapat dalam pus secara bertahap akan mengalami autokatlisis
dalam waktu beberapa hari dan kemudian produk akhirnya akan diabsorbsi
ke dalam jaringan sekitar dan cairan limfe hingga sebagian besar tanda
kerusakan jaringan telah hilang.9
10. Bagaimana proses demam dapatterjadi akibat infeksi ?
Demam adalah peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus
sehingga dengan peningkatan titik patokan tersebeut hipoalamus mengirim
sinyal untuk meningkatkan suhu tubuh. Tubuh merespon dengan
menggiggil dan meningkatkan laju metabolism basal.
Demam timbul sebagai respons terhadap pembentukan sitokin
tertentu, termasuk interleukin-1, interleukin-6, dan faktor nekrosis tumor.
Sitokin ini disebut sebagai pirogen endogen (penghasil panas). Sitokin
pirogen ini dilepas oleh beberapa sel berbeda, termasuk monosit, makrofag,
sel T helper, dan fibroblas dalam berespons terhadap infeksi atau cedera
jaringan. Pirogen endogen menyebabkan demam dengan menghasilkan
prostaglandin yang meningkatkan titik patokan termoregulasi
hipothalamus.
Apabila sumber pirogen dihilangkan (contohnya, sistem imun
berhasil mengatasi mikroorganisme), maka kadarnya turun. Hal ini akan
mengembalikan titik patokan tersebut dan hipothalamus akan menganggap
bahwa suhu tubuh terlalu tinggi. Sebagai akibatnya, hipothalamus akan
merangsang berbagai respons misalnya berkeringat untuk mendinginkan
tubuh.
33
Terjadinya demam dapat membantu tubuh untuk menyingkirkan
infeksi dan membunuh kuman dalam suhu yang panas. Akan tetapi,
demam tinggi dapat merusak sel, terutama sel sistem saraf pusat (SSP).10
11. Bagaimana proses penyembuhan luka ?
Mekanisme fase penyembuhan luka terdiri dari 3 fase:
1. fase inflamasi
• Tahap ini muncul setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari.
Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi
bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan
proses penyembuhan lanjutan.
• Pada tahap ini biasanya terjadi perarahan yang disebabkan karena
pembuluh darah yang putus. Hal ini akan mengirimkan sinyal ke tubuh
untuk melakukan vasokontriksi pembuluh darah, pengeruutan ujung
pembuluh darah yang putus dan reaksi homeostasis.
• Disamping itu, akan terjadi reaksi inflamasi, dimana sel mast dan
jaringan ikat akan menghasilkan serotonin dan histamine yang
menyebabkan permeabilitas kapiler, sehingga terjadi eksudasi, vasodilatasi
setempat dan penyebukan sel radang. Reaksi inflamasi ditandai dengan
adanya tanda kemerahan, panas, bengkak, nyeri dan perubahan fungsi
sebagian dari jaringan yang mengalami infeksi.
• Sementara itu, pertahanan seluler dilakukan oleh leukosit yang
akan menembus dinding pembuluh darah dengan adanya daya kemotaksis.
Leukosit akan mengeluarkan enzim hodrolitik untuk mencerna bakteri dan
kotoran luka.
2. fase proliferasi
• Tahap ini berlangsung dari hari ke-6 sampai dengan 3 minggu.
• Fibroblast memiliki peran yag besar dalam tahap ini dan akan
terjadi penyesuaian tegangan luka yang cenderung mengerut.
• Terjadi migrasi dari epitel luk atau sel basal untuk menutupi
permukaan luka. Setelah semua epitel saling menyentuh sehingga
permukaan luka menjadi tertutup, maka berakhirlah fase proliferasi.
34
3. fase maturasi
• Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke-21 dan dapat
berlangsung sampai berbulan-bulan dan akan berakhir bila tanda radang
sudah hilang.
• Dalam tahap ini tubuh akan menormalkan kembali yang semula
abnormal dan terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari
peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebihan, proses
pematangan sel muda dan regresi vaskularitas luka.6,11
35
LEARNING ISSUE
Pokok
Bahasan
What I know What I don’t
know
What I have
to prove
How I will
learn
Luka Jenis jenis
luka
Penanganan
luka yang
benar
Jenis jenis
luka, proses
penyembuhan
luka,
penanganan
luka yang
benar
Jurnal
Nyeri Klasifikasi
nyeri
berdasarkan
presepsi
Mekanisme
nyeri pada
saat luka
Mekanisme
terjadinya
nyeri,
Klasifikasi
nyeri
berdasarkan
mekanisme,
waktu, tempat
terjadinya
Harrison
jurnal
36
Jenis Luka
Fase Penyembuhan
Tatalaksana Penangan
LukaLuka
Nyeri Jenis Nyeri
Infeksi
Demam
Penyebab
Klasifikasi
Sistem Pertahan Tubuh
Inflamasi
Rubor
Kalor
Dolor
Tumor
Fungsiolaesa
Respon Imun
Humoral
Seluler
Terbentuknya Pus
Betadine Anti Septik
MIND MAPPING
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee, 2007, Human Physiology, 6th Ed. Jakarta: EGC
2. Dorland, W. A. Newman, 2010, Dorland’s Illustrated Medical
Dictionary, 31th Ed, Jakarta: EGC
3. Guyton AC and Hall JE, 2000, Textbook of Med. Phys, 10th Ed,
Saunders Philadelphia
4. http://www.unand.ac.id [diakses pada tanggal 21 Juni 2014 pukul
15.00]
5. Soenarjo, Marwoto, Witjaksono, Hariyo S, Uripno B, Abdul L, et al.
Anestesiologi. Semarang: Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi dan
Terapi Intensif Cabang Jawa Tengah; 2013.
6. Harrison, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, 10th Ed, Jakarta: EGC.
7. Katzung. 2006. Farmakologi Dasar dan Klinik. Ed 10th. Jakarta: EGC
8. http://kamuskesehatan.com (3 Juni 2016)
9. http://who.int>hiv (3 juni 2016)
10. Price, Sylvia Anderson, 2005, Pathophysiology: Clinical Concept of
Disease Processes, 6thEd, Jakarta: EGC.
11. Bratawidjaja, Karnen Garna, 2010, Imunologi Dasar,9th Ed, Jakarta:
FKUI.
12. Katzung, 2006, Farmakologi Dasar dan Klinik, 10th Ed. Jakarta: EGC.
13. http://www.fk.uns.ac.id
14. Robbins,S.L.&kumar,V.1995.Buku ajar patologi I (4th ed.)staf
pengajar laboratorium patologi anatomic.