laporan tutorial sken. b blok 12

47
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 12 TUTOR : Dr. dr. Mgs. Irsan Saleh, M.Biomed DISUSUN OLEH : KELOMPOK A2 ESSY AVIDA THOLIBIYAH (04011381419158) ANNISA ISTIQOMAH (04011381419159) FIDELLA AYU ALDORA (04011381419163) JENNIFER FINALIA HUSIN (04011381419164) TRISA ANDAMI (04011381419167) ANNISA MUTHIA HARYANI (04011381419175) N.P. AYU OKA SHINTA (04011381419188) YUDISTIRA WARDANA (04011381419192) ANINDYA RIEZKAA BALIERA (04011381419197) PUTRI M. K. IRIANTI DUNDA (04011381419202) BEVERLY ANN D SILVA (04011381419217) KANG YEE MING (04011381419218) KANG YEE LEA (04011381419220) MOHAN BABU RAMALOO (04011381419221) 1

Upload: putridunda

Post on 10-Apr-2016

41 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Universitas Sriwijaya

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

LAPORAN TUTORIALSKENARIO B BLOK 12

TUTOR : Dr. dr. Mgs. Irsan Saleh, M.Biomed

DISUSUN OLEH : KELOMPOK A2

ESSY AVIDA THOLIBIYAH (04011381419158)ANNISA ISTIQOMAH (04011381419159)FIDELLA AYU ALDORA (04011381419163)JENNIFER FINALIA HUSIN (04011381419164)TRISA ANDAMI (04011381419167)ANNISA MUTHIA HARYANI (04011381419175)N.P. AYU OKA SHINTA (04011381419188)YUDISTIRA WARDANA (04011381419192)ANINDYA RIEZKAA BALIERA (04011381419197)PUTRI M. K. IRIANTI DUNDA (04011381419202)BEVERLY ANN D SILVA (04011381419217)KANG YEE MING (04011381419218)KANG YEE LEA (04011381419220)MOHAN BABU RAMALOO (04011381419221)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

1

Page 2: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya lah

kami dapat menyelesaikan laporan tutorial, dengan skenario B blok 12, ini dengan baik dan tepat

waktu. Laporan tutorial skenario B Blok 12 ini disusun dalam rangka memenuhi tuntutan tugas

Blok 12 yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian

dan penyusunan laporan tutorial ini. Laporan ini membahas tentang hasil belajar dan diskusi kami

dalam tutorial yang dengan menggunakan skenario B pada Blok 12.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, semua

kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk

menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran

berikutnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, 20 November 2015

Tim Penyusun

2

Page 3: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................ 2

Daftar Isi ........................................................................................ 3

HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI

I. Skenario B Blok XII ........................................................................................ 4

II. Klarifikasi Istilah ........................................................................................ 4

III. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 5

IV. Analisis Masalah ........................................................................................ 5

V. Learning Issues ........................................................................................ 17

VI. Sintesis ........................................................................................ 17

• Succinylcholine .................................................................................... 17

• Halothane ........................................................................................ 20

• Malignant Hypertermi........................................................................................ 22

• Pemeriksaan Laboratorium ………………........................................................... 26

VII. Kerangka Konsep ........................................................................................ 28

VIII. Kesimpulan ....................................................................................... 29

Daftar Pustaka ........................................................................................ 30

3

Page 4: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

I. SKENARIO B BLOK XII

Tn. Ahmad, umur 28 tahun akan menjalani apendiktomi. Spesialis Anestesi (SpAn)

berencana memberikan anestesi umum berupa inhalasi halothane. Sebelumnya, telah dilakukan

konsultasi dengan bagian Penyakit Dalam yang menyatakan tidak ditemukan adanya kelainan

jantung dan paru.

Keesokan harinya, setelah pemberian succinylcholine intravena dilakukan intubasi

dilanjutkan dengan pemberian inhalasi halothane. Pada saat pembedahan berlangsung, Tn. Ahmad

mengalami kekakuan pada otot, suhu tubuh meningkat sampai 41°C dan tekanan darah menjadi

180/90 mmHg dan denyut jantung 128 kali/menit. Dokter SpB dan dokter SpAn menduga

terjadinya suatu Malignant hypertermia.

Hasil laboratorium darah cito :

Base deficit > 8 mEq/L, pH < 7.25, konsentrasi creatine kinase serum > 20.000/L units, cola-

colored urine, excess myoglobin in urine or serum, plasma [K+] > 6 mEq/L

Jelaskan apa yang terjadi pada Tn. Ahmad dalam tinjauan farmakologi sehubungan dengan obat-

obat yang diberikan !

II. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Halothane : Anestetik inhalasi yang digunakan untuk induksi dan pemeliharaan

anestesi umum

2. Succinylcholine : Suxamethonium chloride = reseptor acetilcholine nicotinic yang

digunakan untuk memacu relaksasi otot dan paralisis singkat

3. Malignant hypertermia : Sebuah penyakit yang diwariskan melalui keluarga yang

menyebabkan kenaikan suhu tubuh dengan cepat dan adanya

kontraksi otot saat seseoran disuntikkan anastesi umum

4. Intubasi : Penempatan tabung plastik fleksibel dalam trakea untuk melindungi

dan mendukung jalan nafas dan memungkinkan respirasi mekanis

atau buatan

5. Apendiktomi : Pengangkatan terhadap apendiks terinflamasi dengan prosedur

atau pendekatan endoskopik

4

Page 5: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

6. Cola-colored urine : Dark brown urine = Manifestasi dari hemolisis sel darah merah

pada urin

7. Base deficit : Penurunan konsentrasi total buffer basa darah, mengindikasikan

asidosis metanolik atau alkalosis respiratori terkompensasi

8. Hasil laboratorium darah cito : Pemeriksaan darah secara cepat ( pada keadaan darurat )

9. Myoglobin : Pigmen pembawa oksigen pada otot hemoprotein yang

menyerupai sub unit tunggal hemoglobin terdiri dari satu rantai

polipeptida globin dan satu gugus heme

III. IDENTIFIKASI MASALAH

No. Kalimat O-P Prioritas

1Keesokan harinya, setelah pemberian succinylcholine intravena

dilakukan intubasi dilanjutkan dengan pemberian inhalasi halothane.O **

2

Pada saat pembedahan berlangsung, Tn. Ahmad mengalami kekakuan

pada otot, suhu tubuh meningkat sampai 41°C dan tekanan darah

menjadi 180/90 mmHg dan denyut jantung 128 kali/menit. Dokter SpB

dan dokter SpAn menduga terjadinya suatu Malignant hypertermia.

O ***

3

Hasil laboratorium darah cito :

Base deficit > 8 mEq/L, pH < 7.25, konsentrasi creatine kinase serum >

20.000/L units, cola-colored urine, excess myoglobin in urine or

serum, plasma [K+] > 6 mEq/L

O *

IV. ANALISIS MASALAH :

1. Keesokan harinya, setelah pemberian succinylcholine intravena dilakukan intubasi

dilanjutkan dengan pemberian inhalasi halothane.

Apa itu succinylcholine ?

Succinylcholine adalah obat relaksan kuat yang digunakan sebagai adjuvant

dalam anastesia untuk mendapatkan relaksasi otot rangka terutama pada dinding

5

Page 6: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

abdomen sehingga manipulasi bedah dapat dengan lebih mudah dilakukan.

Succinylcholine merupakan obat golongan penghambat transmisi neuromuskular

yang dapat menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme

kerjanya, obat golongan penghambat transmisi neuromuskular dapat dibagi menjadi

2 golongan, yaitu (1) obat penghambat kompetitif yang menstabilkan membran

(contoh: d-tubokurarin); dan (2) obat penghambat secara depolarisasi persisten

(contoh: succinylcholine).

Bagaimana mekanisme kerja (farmakokinetik dan farmakodinamik) succinylcholine ?

Farmakodinamik

Pada kerja otot rangka normalnya, asetilkolin (ACh) yang dilepaskan dari

ujung saraf motorik akan berinteraksi dengan reseptor nikotinik otot (NM) di lempeng

akhir saraf (endplate) pada membran sel otot rangka dan menyebabkan depolarisasi

lokal (endplate potential, EPP) yang bila melewati ambang rangsang (Et) akan

menghasilkan potensial aksi otot (muscle action potential, MAP). Selanjutnya MAP

akan menghasilkan kontraksi otot. Pada pemberian succinylcholine akan terjadi

penghambatan dengan cara menimbulkan depolarisasi persisten pada lempeng akhir

saraf (EPP persisten diatas Et) karena obat ini bekerja sebagai agonis ACh tapi tidak

segera dipecah seperti halnya pada ACh. Pada mulanya, EPP menghasilkan beberapa

MAP yang menyebabkan terjadinya fasikulasi otot selintas. Kemudian, membran otot

mengalami akomodasi terhadap rangsangan yang persisten dari EPP sehingga tidak lagi

membentuk MAP (keadaan ini disebut blok fase I). Kejadian tersebut disusul dengan

repolarisasi EPP walaupun obat masih terikat pada reseptor NM. Keadaan desentisisasi

reseptor terhadap obat ini disebut blok fase II.

Selain bekerja pada otot rangka, succinylcholine juga mempunyai efek pada

ganglion otonom yaitu efek bifasik yang merupakan perangsangan diikuti dengan

penghambatan. Perangsangan ganglion parasimpatis dapat menimbulkan brakikardi;

perangsangan ganglion simpatis dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah. Pada

pemberian succinylcholine dengan dosis yang tinggi sekali dapat menyebabkan

penghambatan ganglion. Penghambatan ganglion dapat menyebabkan berkurangnya

tonus dan motilitas gastrointestinal. Hal ini dapat menyebabkan memanjangnya apnea

pada pasien dengan gangguan elektrolit dan dapat menimbulkan henti jantung, terutama

pada anak. Selain itu, succinylcholine juga mempunyai potensi untuk melepaskan

histamin.

6

Page 7: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Farmakokinetik

Di antara pasien dengan apnea yang berkepanjangan setelah pemberian

succinylcholine, kebanyakan mempunyai kolinesterase plasma yang atipik atau

defisiensi enzim tersebut akibat kelainan genetik, penyakit hati, atau gangguan gizi; tapi

pada beberapa orang, aktivitas esterase plasma normal.

Succinylcholine dengan cepat dihidrolisis oleh pseudokolinesterase yang

banyak terdapat dalam hepar dan plasma, sehingga masa kerjanya sangat pendek. Mula

kerja succinylcholine dengan pemberian IV adalah 1 menit dan masa kerjanya adalah 4

menit. Dengan sifat succinylcholine yang masa kerjanya pendek ini, derajat relaksasi

otot rangka dapat diubah dalam ½-1 menit setelah pengubahan kecepatan infus. Setelah

penghentian infus, efek relaksasi hilang dalam 5 menit.

Bagaimana pemberian succinylcholine beserta dosisnya ?

Pemberian succinylcholine dengan cara IV di dalam larutannya

mengandung 20, 50, atau 100 mg/mL succinylcholine. Untuk prosedur bedah yang

singkat pada orang dewasa, dosis IV biasanya 0,6 mg/kg, tetapi dosis optimal

bervariasi antara 0,3-1,1 mg/kg. untuk prosedur yang lebih lama, obat ini diberikan

sebagai infus dengan dosis yang bervariasi antara 0,5-5 mg atau lebih per menitnya.

Derajat relaksasi otot dapat diatur dengan kecepatan infus.

Termasuk golongan apa obat succinylcholine ?

Obat relaksan otot depolarisasi bersifat anastetik

Bagaimana efek samping succinylcholine ?

Obat ini juga dapat menimbulkan efek toksik yang disebabkan oleh dosis

berlebih atau sinergisme dengan bermacam obat. Yang paling sering dialami adalah

apnea yang terlalu lama, kolaps kardiovaskular, dll. Pada pemberian halothane

bersama dengn succinylcholine dapat memicu malignant hyperthermia serta dapat

juga menyebabkan aritmia jantung.

Apa itu halothane ?

7

Page 8: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Halotan merupakan anastetik golongan hidrokarbon yang berhalogen.

Bagaimana mekanisme kerja (farmakokinetik dan farmakodinamik) halothane ?

Farmakokinetik : Ia diserap melalui penyedutan dan menjadi larut lipid melintasi

halangan darah otak. Ia adalah ubat bius yang kuat dan tumpuan

alveolar minimum adalah 0.75% untuk menghasilkan kesannya.

Dikeluarkan terutamanya oleh pengeluaran nafas, walaupun

sesetengah detoxitication mungkin berlaku di dalam hati.

Farmakodinamik : Sasaran molecular anestetik umum yang utama adalah GABAa

receptor chloride-channel, suatu perantara utama proses transmisi

sinaps inhibitori. Anestetik umum juga menyebabkan hiperpolarisasi

membrane sebagai efek inhibitori melalui aktivitasnya pada calcium

channel. Kanal ini banyak terdapat pada susunan saraf pusat dan

memiliki hubungan dengan neurotransmitter seperti

asetilkolin,dopamine,norepinefrin dan serotonin. Halothane

mengurangi lamanya pembukaan kanal-kanal kation yang diaktifkan

oleh reseptor nikotinik, suatu aktivitas yang menurunkan efek-efek

eksitatori asetilkolin pada sinaps kolinergik.

Bagaimana pemberian dosis halothane ?

Dosis induksi bervariasi. Dosis pemeliharaan bervariasi dari 0,5 hingga 1,5%

Termasuk golongan apa obat halothene ?

Golongan hidrokarbon yang berhalogen

Bagaimana efek samping halothene ?

• Kardiovaskular

Depresi miokard bergantung pada dosis, penurunan otomatisitas system konduksi,

penurunan aliran darah ginjal dan splanknikus dari curah jantung yang berkurang,

serta pengurangan sensitivitas miokard terhadap aritmia yang diinduksi katekolamin

8

Page 9: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

yang menyebabkan terjadinya hipotensi untuk menghindari efek hipotensi yang berat

selama anestesi, yang dalam hal ini perlu diberikan vasokonstriktor langsung, seperti

fenileprin (Munaf, 2008).

• Pernapasan

Depresi respirasi terkait dengan dosis yang dapat menyebabkan menurunnya volume

tidal dan sensitivitas terhadap pengaturan respirasi yang dipacu oleh CO2.

Pemberian bronkodilator poten sangat baik untuk mengurangi spasme bronkus

(Munaf, 2008).

• Susunan Saraf Pusat

Hilangnya autoregulasi aliran darah serebral yang menyebabkan tekanan intrakranial

menurun (Munaf, 2008).

• Ginjal

Menurunnya GFR, dan berkurangnya aliran darah ke ginjal disebabkan oleh curah

jantung yang menurun (Munaf, 2008).

• Hati

Aliran darah ke hati menurun (Munaf, 2008).

• Uterus

Menyebabkan relaksasi otot polos uterus; berguna dalam manipulasi kasus obstetrik

(misalnya penarikan plasenta) (Munaf, 2008).

Kenapa diberikan succinylcholine dan halothene pada Tn. Ahmad diwaktu yang

berdekatan ?

Pada Tn. Ahmad akan dilakukan prosedur pembedahan, yaitu apendiktomi.

Dalam hal ini succinylcholine digunakan sebagai adjuvant dalam anastesia untuk

mendapatkan relaksasi otot rangka terutama pada dinding abdomen sehingga manipulasi

bedah dapat dengan lebih mudah dilakukan; dan halothane digunakan sebagai anestetik

umum.

Bagaimana interaksi obat succinylcholine dan halothene ?

Menggunakan succinylcholine bersamaan dengan halothane dapat

memperpanjang efek suksinilkolin . Anda harus dipantau ketat untuk melihat

reaksi ketika bernapas panjang dan ada atau tidaknya kelumpuhan

9

Page 10: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

pernapasan setelah penggunaan halotan . Anda mungkin perlu penyesuaian

dosis atau tes khusus jika Anda menggunakan kedua obat . Penting untuk

Anda memberitahu dokter tentang semua obat lain yang Anda gunakan ,

termasuk vitamin dan herbal . Jangan berhenti menggunakan obat apapun

tanpa terlebih dahulu berbicara dengan dokter Anda .

Bagaimana cara melakukan intubasi yang baik dan benar ?

1. Posisi pasien terlentang dengan kepala ekstensi (bila dimungkinkan pasien ditidurkan dengan obat pelumpuh otot yang sesuai )

2. Petugas mencuci tangan

3. Petugas memakai masker dan sarung tangan

4. Melakukan suction

5. Melakukan intubasi dan menyiapkan mesin pernafasan (Ventilator)

Buka blade pegang tangkai laryngoskop dengan tenang

Buka mulut pasien

Masukan blade pelan-pelan menyusuri dasar lidah-ujung blade sudah sampai di pangkal lidah- geser lidah pelan-pelan ke arah kiri

Angkat tangkai laryngoskop ke depan sehingga menyangkut ke seluruh lidah ke depan sehingga rona glotis terlihat

Ambil pipa ETT sesuai ukuran yang sudah di tentukan sebelumnya

Masukkan dari sudut mulut kanan arahkan ujung ETT menyusur ke rima glotis masuk ke cela pita suara

Dorong pelan sehingga seluruh balon ETT di bawah pita suara

Cabut stylet

Tiup balon ETT sesuai volumenya

Cek adakah suara keluar dari pipa ETT dengan menghentak dada pasien dengan ambu bag

Cek ulang dengan stetoskop dan dengarkan aliran udara yang masuk lewat ETT apakah sama antara paru kanan dan kiri

Fiksasi ETT dengan plester

10

Page 11: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Hubungkan ETT dengan konektor sumber oksigen

6. Pernafasan yang adekuat dapat di monitor melalui cek BGA (Blood Gas Analysis) ± ½ – 1jam setelah intubasi selesai

7. Mencuci tangan sesudah melakukan intubasi

8. Catat respon pernafasan pasien pada mesin ventilator

Apa jenis anestesi lain yang dapat diberikan pada Tn. Ahmad ?

Dibedakan atas dua cara , yaitu secara inhalasi dan intravena. Eter,

haloten, enfluran, isofluran, metoksifluran, etilklorida, trikloretilen, dan

fluroksen merupakan cairan yang mudah menguap, sehingga dulu

dikelompokkan dalam anastetik yan menguap, tetapi semuanya digunakan

secara inhalasi setelah diuapkan dengan evaporator (vaporizer) dan biasanya

dicampur dengan anestetik gas yaitu nitrogen monoksida (N2O) atau

siklopropan. Terlepas dari cara penggunaannya suatu anastetik yang ideal

sebenarnya harus memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai “trias

analgesia”, yaitu efek hipnotik(menidurkan), efek analgesia, dan efek

relaksasi otot.

2. Pada saat pembedahan berlangsung, Tn. Ahmad mengalami kekakuan pada otot, suhu

tubuh meningkat sampai 41°C dan tekanan darah menjadi 180/90 mmHg dan denyut

jantung 128 kali/menit. Dokter SpB dan dokter SpAn menduga terjadinya suatu

Malignant hypertermia.

Apa itu hypertermi ?

Hiperthermia adalah kondisi kegagalan pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)

akibat ketidakmampuan tubuh melepaskan/mengeluarkan panas atau produksi panas

yang berlebihan oleh tubuh dengan pelepasan panas dalam laju yang normal.

Apa saja jenis-jenis hypertermi ?

Hiperthermia karena penurunan

pelepasan panas:

- Hiperthermia neonatal

- Dehidrasi

11

Page 12: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

- Heat stroke

- Renjatan hemorargik dan

ensefalopati

- Sudden infant death syndrome

(SIDS)

- Drug-induced hyperthermia

Hiperthermia karena peningkatan

produksi panas:

- Hiperthermia malignant

- Neuroleptic malignant syndrome

- Serotonin syndrome

- Drug-induced hyperthermia

- Exercise-induced hyperthermia

- Endocrine hyperthermia

- Miscellaneous clinical disorders

Penyebab tidak terklasifikasikan:

- Factitious fever

- Induced illness dan Induced

illness by proxy

Apa itu malignant hypertermi ?

Malignant Hyperthermi adalah suatu kelainan genetik yang melibatkan otot

skeletal yang diwariskan secara autosomal dominant. Hipertermia malignan merupakan

suatu peristiwa yang daapt membahayakan jiwa yang dicetuskan oleh pemberian

anestetik dan bloker neuromuscular tertentu.

Bagaimana patofisiologi malignant hypertermi ?

Hipertermi malignansi hanya timbul apabila didapatkan adanya

pemicu terjadinya keadaan tersebut. Selain dipengaruhi oleh obat – obat

anastesi, didapatkan pula pada beberapa kasus keadaan hipertermi

malignansi yang dipengaruhi oleh olahraga dibawah terik matahari dan stress

emosional.

Kelainan genetik yang menyebabkan hipertermi maligna diturunkan

secara autosomal dominan. Sehingga apabila salah satu dari pasangan orang

tua mempunyai kelainan Hipertermi maligna maka seluruh anaknya beresiko

mempunyai hipertermi maligna juga. Kelainan terletak pada kromosom

19q12. 1 – 13.2, lokus dari reseptor gen ryanodin berada.

Pada labolatorium pajanan dari ryanodin pada sel otot skeletal

individu penyandang maligna hipertensi akan menyebabkan hiperkontraktur.

Hal ini disebabkan oleh perlepasan berlebih dari Ca dari retikulum

sitoplasmik ke sitosol. Pelepasan Ca akan dimulai oleh aktivasi suatu

12

Page 13: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

reseptor yang berhubungan dengan system reticulum sitoplasmik. Padas sel

hipertermi maligna pajanan denga ryonadin akan meningkatkan aktivitas dari

reseptor ini dengan peningkatan pelepasan Ca.

Pada manusia terdapat tiga reseptor ryonadin. RyR1 terletak pada otot

skeletal, RyR2 pada sel jantung, dan RyR3 pada sel otak. Di setiap sel tesebut

RyR akan meningkatkan pelepasan sel Ca dari reticulum sarkoplasmik ke

sitoplasma sel. Ca ini nantinya akan mencetuskan eksitasi kontraksi sel.

RyR di otot skeletal dalam keadaan normal teraktivsai oleh potensial

aksi yang masuk kedalam sel. Ca yang masuk nantinya akan berikatan

dengan aktin dan myosin dan memulai kontraksi otot. Setelah proses tersebut

maka Ca akan dipanggil pulang kembali ke reticulum sitoplasmik dipanggil

oleh Sarcoplasmic Endoplasmic Retikulum Ca ATPase. Proses tersebut akan

mereuptake Ca kembali ke retikulum setelah proses kontraksi.

Apa saja faktor pemicu malignant hypertermi ?

I.Anastesi Inhalasi

Semua jenis dari anastesi inhalasi dapat memicu hipertermi maligna, keadaan

tersebut tidak bergantung pada dosis dan lama pemberian. Dalam beberapa kasus

dilaporkan ether dan kloroform memicu terjadinya seranga maligna hipertemi intra

anastesi. Bagi penyandang maligna hipertensi dianggap pemberian obat anastesi

intravena cenderung lebih aman demikian pula dengan obat – obatan anastesi lokal.1

II.Suksinilkolin

Suksinilkolin termasuk golongan obat yang dapat memicu timbulnya

hipertermi maligna. Suksinil akan memicu pelepasan Ca pada otot skeletal bahkan

pada orang normal. Pada orang dengan penyandang hipertermi maligna keadaan

tersebut menjadi lebih bermakna.1

13

Page 14: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Pada orang dengan penyandang maligna hipertensi bukanlah kelemahan yang

didapat melainkan justru rigiditas. Pelumpuh otot non depol lainya dinilai cenderung

lebih aman pada penyandang maligna hipertermi, kecuali tubokurarin. Hal ini

14

Page 15: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

dikarenakan pada beberapa percobaan invitro tubokurarin mencetuskan depolarisasi

pada serabut otot.

III.Kafein

Kafein dan inhibitor fosfodiesterase ( PDE ) menyebabkan kontraktur dari

otot, namun hal tersebut pada dosis jauh diatas dosis klinis. Pada penelitian terhadap

enoxamine ( PDE 3 ) menunjukan efek tersebut muncul setelah pemberian 100 kali

dari dosis normal.

Inhibitor fosfodiesterase menyebabkan tingginya kadar cAMP tinggi karena

lambat untuk di degradasi, sehingga efek dari eksitasi sel dipertahankan lebih lama.

Pada miosit jantung kerja dari cAMP ini akan meningkatkan kontraksi otot jantung.

Sedangkan pada otot skeletal efek ini tidak terlalu nyata. Namun pada penyandang

hipertermi maligna efek yang ditimbulkan cenderung menjadi lebih nyata.1

IV.Fenotiazin

Beberapa laporan menunjukkan serangan hipertemi maligna pada pasien

yang mendapatkan premedikasi fenotiazin untuk premedikasi anastesi inhalasi.

Namun keadaan hipertermi maligna yang disebabkan fenotiazin tidak ada yang

menunjukkan terbukti dengan tes kontraktur. Terdapat kerancuan pada keadaan ini

antara disebabkan oleh hipertermi maligna atau oleh neuroleptic maligna syndrom.

Fenotiazin merupaka suatu anti kolinergik yang menghambat keluarnya

panas tubuh. Keadaan tersebut terutama pada pasien – pasien pediatrik. Pada

percobaan in vitro fenotiazin dapat menyebabkan kontraktur dari sel otot. Namun

pada dosis jauh lebih tinggi daripada dosis klinis. Ada baiknya pada pasien

penyandang maligna hipertermi obat ini dihindari.

V.Obat Anastesi Intravena

Ada kekhawatiran terhadap kemampuan ketamin untuk menginduksi respon

hipertermi maligna, namun takikardia dan hipertensi yang diamati pada babi dan

manusia mungkin merupakan hasil dari respon simpatomimetik biasa. Memang, ada

bukti bahwa ketamin justru akan mengurangi Ca2 + rilis pada otot rangka.5

15

Page 16: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Saat ini sudah ada pengalaman yang luas dari penggunaan secara aman dan

lebih umum dengan obat anestesi intravena pada pasien yang diketahui rentan

terhadap hipertermi maligna. Ini termasuk tiga agen yang paling umum digunakan

dalam praktek klinis saat ini yaitu, thiopental, etomidate dan propofol.5

VI.Obat Anastesi Lokal

Anestesi lokal golongan Ester khususnya prokain, membentuk bagian dari

rejimen pengobatan terbatas untuk reaksi hipertermi maligna sebelum pengenalan

dantrolene. Anestesi lokal memiliki beberapa keberhasilan dalam maligna hipertermi

yaitu kemampuan untuk mengurangi pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma

otot skelet. Hal ini memungkinkan juga bahwa injeksi langsung ester anestesi lokal ke

dalam otot myotonic dapat meringankan myotonia. Di sisi lain percobaan awal

dengan lidokain, obat anestesi lokal amida menunjukkan bahwa induksi secara in

vitro akan menimbulkan kontraktur di otot skelet. Hal ini menyebabkan anestesi lokal

amida menjadi kontraindikasi pada individu MH - rentan sebagai potensi obat pemicu.

Apa gejala dan tanda malignant hypertermi ?

Gambaran klinis meliputi kekakuan otot terutama otot masseter sehingga

menyebabkan rhabdomyolisis, peningkatan CO2 tidal, takikardia, dan peningkatan suhu

tubuh yang cepat (0.50 – 1.00 C tiap 5 - 10 menit, suhu dapat mencapai 440C).

Apa yang menyebabkan Tn. Ahmad mengalami kekakuan pada otot, suhu tubuh

meningkat sampai 41C, tekanan darah menjadi 180/90 mmHg dan denyut jantung 128

kali/menit ketika diberikan succinylcholine pada penderita malignant hipertermi ?

Mekanisme yang mendasari malignant hiperthermia adalah kerusakan pada

distribusi ion Ca2+ myoplasma dimana terjadi peningkatan konsentrasi ion Ca2+ pada

myoplasma. Peningkatan konsentrasi ion Ca2+ mengikuti protein kontraktil troponin

dan tropomiosin. Molekul tropomiosin ditempatkan kembali sebagai hasil ikatan ion

Ca2+ dengan troponin sehingga kepala-kepala miosin dapat menyentuh molekul

aktin, fibril otot memendek, dan otot berkontraksi. Halothane meningkatkan

konsentrasi ion Ca2+ dengan bertindak langsung pada membran sel, sedangkan

succinylcholine meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ melalui faskulasi otot. Kontraksi

otot akan mengurai glikogen dan glukosa dan terbentuknya asam laktat sehingga

mengakibatkan asidosis metabolik dan panas yang berlebihan (panas dihasilkan

16

Page 17: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

selama sintesa yang berkelanjutan dan penggunaan ATP selama glikolisis pada otot

dan hati). Sel otot rusak karena kehabisan ATP dan juga suhu yang tinggi serta

unsur pokok dari sel otot keluar menuju sirkulasi termasuk kalium, mioglobin,

kreatin, fosfat, dan kreatinkinase.

Bagaimana penatalaksanaan malignant hipertermi (beserta dosis dan mekanisme

kerjanya secara singkat) ?

Tatalaksana utama adalah menurunkan suhu tubuh dengan cepat dan agresif

dengan total body cooling (air es/dingin lewat NGT, rectal, dan IV), segera

menghentikan pemakaian obat anestesi, inhalasi 100% O2, pengendalian asidosis

yang terjadi, dan pemberian dantrolen IV (dantrolen menghambat pelepasan Ca2+

dari retikulum sarkoplasma sehingga mengurangi tonus otot dan produksi panas),

serta mengatasi aritmia yang terjadi.

3. Hasil laboratorium darah cito :

Base deficit > 8 mEq/L, pH < 7.25, konsentrasi creatine kinase serum > 20.000/L units,

cola-colored urine, excess myoglobin in urine or serum, plasma [K+] > 6 mEq/L

Bagaimana interpretasi pada kasus Tn. Ahmad ?

pH normal 7,0-7,24

Clinical finding: asidosis metabolik

Creatine kinase serum

Perempuan < 190 U/L

Pria <235 U/L

Clinical Finding : terjadinya Muscle breakdown

Potassium [ K+] normal : 3,5-5.0 mEq/L

Clinical Finding : terjadinya muscle breakdown

Warna urine normal : urin kuning jernih

Clinical Finding : suatu tanda klasik rhabdomyolisis terjadi akibat myocyte masuk

kedalam plasma sehingga urine berubah menjadi coklat kemerahan (myoglobinuria)

Base deficit terjadi karena pasien mengalami acidosis sehingga kadar basa dalam

tubuhnya rendah.

17

Page 18: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Apa hubungan pemeriksaan hasil lab dengan malignant hypertermi (pada kasus ini) ?

Pada pemeriksaan laboratorium Tn. Ahmad mengalami asidosis,

hiperkalemi, , meningkatnya konsentrasi creatine kinase yang merupakan indikasi

terjadinya kerusakan otot (pada kasus mengalami kekakuan pada otot) yang

mrupakan salah satu tanda dan gejala dari malignant hyperthermia.

V. LEARNING ISSUES

No. Subjek WIK WIDK WIHTP HIWL

1 Succinylcholine -Farmakodinamik

, Farmakokinetik

Kaitan pada

Kasus

Internet, buku

(Dorland,

KBBI,

Ebook,dll)

2 Halothane -Farmakodinamik

, Farmakokinetik

Kaitan pada

Kasus

Internet, buku

(Dorland,

KBBI,

Ebook,dll)

3 Malignant Hypertermia - Faktor PemicuKaitan pada

Kasus

Internet, buku

(Dorland,

KBBI,

Ebook,dll)

4

Pemeriksaan

Laboratorium Darah

Cito

- InterpretasiKaitan pada

Kasus

Internet, buku

(Dorland,

KBBI,

Ebook,dll)

VI. SINTESIS

A. SUCCINYLCHOLINE

18

Page 19: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau

untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah operasi

tersebut ataupun untuk memasukkan alat tertentu ke dalam tubuh. Relaksasi otot lurik dapat

dicapai dengan mendalamkan anestesi umum inhalasi, blokade saraf regional dan

memberikan pelumpuh otot. Dengan relaksasi otot ini akan memfasilitasi intubasi trakea,

mengontrol ventilasi mekanik dan mengoptimalkan kondisi pembedahan. Pada prinsipnya,

obat ini akan menginterupsi transmisi impuls saraf pada neuromuscular junction.

Semua obat penghambat neuromuskulus memiliki kemiripan struktur dengan

asetilkolin. Sebagai contoh, suksinilkolin adalah dua molekul asetilkolin yang disambung

ujung ke ujung. Gambaran lain yang umum bagi semua penghambat neuromuskulus yang

saat ini digunakan adalah adanya satu atau dua nitrogen kuartener, yang menyebabkan

penghambat neuromuskulus ini kurang larut lemak dan membatasi pemasukan ke SSP.

Semua obat penghambat neuromuskulus adalah senyawa yang sangat polar dan inaktif per

oral sehingga harus diberikan melalui suntikan atau injeksi.

Suksinilkolin masih merupakan satu-satunya obat penghambat neuromuskular yang

mempunyai karakteristik dari suatu obat pelumpuh otot ideal, yaitu (1) mulakerja obat cepat,

(2) kelumpuhan yang lengkap dan dapat diperkirakan, (3) pemulihan lengkap dan cepat, dan

(4) tidak membutuhkan obat pembalik. Setelah beberapa dekade terlalui, banyak percobaan

yang dilakukan untuk menggantikan suksinilkolin denganobat pelumpuh otot yang lebih

baru, tapi tidak ada yang dapat menyerupai karakteristik dari suatu perelaksasi otot ideal.

Masa kerja Succinylcholine yang sangat singkat (5-10 menit) adalah karena obat ini

cepat dihidrolisis oleh butirilkolinesterase dan pseudokolinesterase yang masing-masing

berada di hati dan plasma. Metabolisme kolinesterase plasma merupakan jalur utama

eliminasi Succinylcholine. Karena Succinylcholine lebih cepat dimetabolisasi daripada

mivakurium maka masa kerjanya lebih singkat daripada masa kerja mivakurium. Metabolit

utama Succinylcholine, suksinilmonokolin, cepat diuraikan menjadi asam suksinat dan kolin.

Karena kolinesterase plasma memiliki kapasitas besar untuk menghidrolisis Succinylcholine

maka hanya sebagian kecil dari dosis intravena awal sampai ke taut neuromuskulus. Selain

itu, karena hanya sedikit atau tidak terdapat kolinesterase plasma di endplate motorik maka

blokade akibat Succinylcholine diakhiri oleh difusi bahan ini menjauhi endplate ke dalam

cairan ekstrasel. Karena itu, kadar Succinylcholine plasma memengaruhi masa kerja

Succinylcholine dengan menentukan jumlah obat yang mencapai endplate motorik.

19

Page 20: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Adapun mekanisme kerja dari Succinylcholine adalah sebagai berikut:

1. Blok Fase I (Depolarisasi)

Succinylcholine adalah satu-satunya obat penghambat depolarisasi yang berguna

secara klinis. Efek pada neuromuskulus seperti yang ditimbulkan oleh asetilkolin kecuali

bahwa Succinylcholine menghasilkan efek yang lebih lama di taut mioneuron.

Succinylcholine bereaksi dengan reseptor nikotinik untuk membuka saluran dan

menyebabkan depolarisasi endplate motorik, dan hal ini pada gilirannya menyebar ke

membran-membran sekitar, menyebabkan kontraksi unit-unit motorik otot. Data dari

perekaman saluran tunggal menunjukkan bahwa penghambat depolarisasi dapat masuk

saluran untuk menimbulkan “kelap kelip” (flickering) berkepanjangan hantaran ion.

Karena Succinylcholine tidak dimetabolisasi secara efektif di sinaps maka membran

yang terdepolarisasi tetap terdepolarisasi dan tidak responsif terhadap impuls

berikutnya. Selain itu, karena penggabungan eksitasi-kontraksi memerlukan

repolarisasi endplate dan impuls repetitif untuk mempertahankan tegangan otot maka

akan terjadi paralisis lunglai.

2. Blok Fase II (Desensitisasi)

Pada pajanan berkepanjangan ke Succinylcholine, depolarisasi awal endplate

menurun dan membran menjadi terepolarisasi. Meskipun terjadi repolarisasi namun

membran tidak dapat dengan mudah terdepolarisasi kembali karena telah mengalami

desensitisasi. Mekanisme fase desensitisasi ini belum jelas namun beberapa bukti

menunjukkan bahwa blokade saluran mungkin menjadi lebih penting daripada efek

agonis di reseptor fase II efek blokade neuromuskulus suksinilkolin.

Berikut adalah beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari penggunaan

Succinylcholine:

1. Fasikulasi

Merupakan keadaan yang sering dijumpai. Fasikulasi terjadi bila seluruh unit motor

berkontraksi karena adanya impuls yang tidak normal pada serabut saraf motorik.

Succinylcholine menyebabkan kontraksi yang tidak sinkron terhadap serabut otot.

Kontraksi otot yang tidak sinkron dan tidak terkoordinasi dapat menyebabkan robeknya

serabut otot sehingga kreatin fosfokinase akan keluar dari sel otot mengikuti aliran darah,

20

Page 21: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

apabila fasikulasi sangat hebat maka selain peningkatan kreatin fosfokinase darah dan

kalium juga terjadi peningkatan myoglobin dalam darah.

2. Spasme Otot

Kekakuan otot setelah pemberian Succinylcholine merupakan hal yang tidak lazim.

Pada pemberian Succinylcholine untuk intubasi endotrachea, otot rahang menjadi kaku

sehingga intubasi terbatas. Kekakuan meliputi otot masseter dan otot mastikasi lainnya,

teteapi dapat menyeluruh sehingga mengalami kegagalan nafas bahkan opistotonus.

3. Kardiovaskuler

Denyut jantung menjadi lebih lambat dan bahkan asistol banyak terjadi pada

pemberian kedua, terutama bila atropin tidak diberikan serta lebih banyak terjadi pada anak

daripada dewasa.

4. Hiperkalemi

Setiap pemberian Succinylcholine dapat meningkatkan kalium penderita.

Konsentrasi kalium serum naik 0,5-1 mEq/l tetapi peningkatan melebihi 5mEq/l jarang

terjadi. Dosis 1 mg meningkatkan kalium 0,2-0,5 mEq/l pada orang normal

5. Mialgia

Dilaporkan terjadinya nyeri otot setelah operasi dengan pemakaian Succinylcholine,

khususnya pada bahu dan punggung yang kadang melebihi rasa tidak enak akibat operasi.

Rasa sakit dapat berlangsung sampai beberapa hari

6. Hipertermi Maligna

Penderita mengalami kekakuan otot setelah pemberian Succinylcholine misalnya

kekakuan otot maseter, kemungkinan bisa terjadi hipertermi maligna, untuk itu perlu

pengawasan temperatur yang ketat. Dantrolen merupakan obat pilihan karena dapat

mengurangi kalsium mioplastik yang bebas dengan menekan metabolisme yang

berlebihan, memblok rangsang eksitasi kontraksi.

B. HALOTHANE

21

Page 22: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Sifat anestesi umum yang ideal adalah: (1) bekerja cepat, induksi dan

pemilihan baik, (2) cepat mencapai anestesi yang dalam, (3) batas keamanan lebar; (4)

tidak bersifat toksis. Untuk anestesi yang dalam diperlukan obat yang secara langsung

mencapai kadar yang tinggi di SSP (obat intravena) atau tekanan parsial yang tinggi

di SSP (obat ihalasi). Kecepatan induksi dan pemulihan bergantung pada kadar dan

cepatnya perubahan kadar obat anastesi dalam SSP (Munaf, 2008).

Anestesi Cair yang Menguap

Halotan

Efek terhadap Sistem dalam Tubuh

• Kardiovaskular

Depresi miokard bergantung pada dosis, penurunan otomatisitas system konduksi,

penurunan aliran darah ginjal dan splanknikus dari curah jantung yang berkurang, serta

pengurangan sensitivitas miokard terhadap aritmia yang diinduksi katekolamin yang

menyebabkan terjadinya hipotensi untuk menghindari efek hipotensi yang berat selama

anestesi, yang dalam hal ini perlu diberikan vasokonstriktor langsung, seperti fenileprin

(Munaf, 2008).

• Pernapasan

Depresi respirasi terkait dengan dosis yang dapat menyebabkan menurunnya volume tidal

dan sensitivitas terhadap pengaturan respirasi yang dipacu oleh CO2. Pemberian

bronkodilator poten sangat baik untuk mengurangi spasme bronkus (Munaf, 2008).

• Susunan Saraf Pusat

Hilangnya autoregulasi aliran darah serebral yang menyebabkan tekanan intrakranial

menurun (Munaf, 2008).

• Ginjal

Menurunnya GFR, dan berkurangnya aliran darah ke ginjal disebabkan oleh curah jantung

yang menurun (Munaf, 2008).

• Hati

Aliran darah ke hati menurun (Munaf, 2008).

• Uterus

Menyebabkan relaksasi otot polos uterus; berguna dalam manipulasi kasus obstetrik

(misalnya penarikan plasenta) (Munaf, 2008).

22

Page 23: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Metabolisme

Sebanyak 80% hilang melalui gas yang dihembuskan, 20% melalui metabolisme di

hati. Metabolit berupa bromida dan asam trifluoroasetat (Munaf, 2008).

Keuntungan dan Kerugian

Potensi anestesi umum kuat, induksi dan penyembuhan baik, iritasi jalan napas tidak

ada, serta bronkodilator yang sangat baik. Sedangkan kerugiannya adalah depresi miokard

dan pernapasan, sensitisasi miokard terhadap aritmia yang diinduksi oleh katekolamin, serta

aliran darah serebral menurun yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial

(Munaf, 2008).

Indikasi Klinik

Halotan digunakan secara ekstensif dalam anestesia anak karena

ketidakmampuannya menginduksi inhalasi secara cepat dan status asmatikus yang refraktur.

Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit intrakranial (Munaf, 2008).

Efek samping/Toksisitas

a. Hepatitis halotan: kejadian 1/30.000 dari pemberian; pasien yang mempunyai resiko

adalah yang mengalami obesitas, wanita usia muda lebih banyak terjadi dengan periode

waktu yang singkat; ditandai dengan nekrosis sentrilobuler; uji fungsi hati abnormal dan

eosinofilia. Sindrom ini dapat juga terjadi dengan isofluran dan etran (Munaf, 2008).

b. Hipertermi maligna: suatu sindrom yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh secara

belebihan, rigiditas otot rangka, serta dijumpai asidosis metabolik. Secara umum, hal ini

berakibat fatal kecuali jika diobati dengan dantrolen yang merupakan pelemas otot yang

mencegah Ca dari reticulum sarkoplasmik (Munaf, 2008).

C. MALIGNANT HYPERTERMI

23

Page 24: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Hipertermia malignan merupakan suatu peristiwa yang daapt membahayakan jiwa

yang dicetuskan oleh pemberian anestetik dan bloker neuromuscular tertentu. Ciri-ciri

klinis meliputi kontraktur, kekakuan, dan produksi panas dari otot rangka yang

menyebabkan hipertermia parah, metabolisme oto diercepat, asidosis metabolic, dan

takikardia, Peristiwa ini diawali dengan pelepasan ion Kalsium yang tidak terkendali dari

dalam reticulum sarkoplasma otot rangka. Walaupun pernah dilaporkan bahwa anestetik

golongan hidrokarbon terhalogenasi (halotan, isofluran, dan sevofluran) dan suksinilkolin

tersendiri dapat mempercepat respons, sebagian besar insiden disebabkan oleh kombinasi

antara bloker pendepolarisasi dan anesetik. Kerentanan terhadap hipertermia malignan,

suatu cirri autosomal yang dominan, dikaitkan dengan miopati kongengital tertentu seperti

central core disease. Namin, pada sebagian besar kasus, tanda-tanda klnis tidak tampak

bila tidak ada intervensi anestetik.

Penentuan adanya kerentanan dilakukan dengan tes kontraktur in vivo (IVCT) pada

biopsy otot rangka yaitu kontraktur diukur dengan adanya haloten dan kafein dalam

berbagai konsentrasi. Pada lebih dari 50% keluarga daitemukan kautan antara fenotip

IVCT dan mutasi pada gen (RyR-1) yang mngeode reseptor rianodin otot rangka (RYR-1).

Lebih dari 20 mutasi pada daerah gen yang mengode muka sitoplasma pada reseptor telah

diuraikan. Lokasi lain telah diidentifikasi pada saluran Ca2+ tipe-L dan pada protein atau

subunit saluran lain yang berhubungan. Ukuran RyR-1 yang besar dan heterogenitas

gengetik kondisi itu menghalangi pengembangan penentuan genotip untuk hipertermia

malignan.

24

Page 25: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Pengobatan terkini memerlukan pemberian dantrolen (DANTRIUM) secara

intravena, yang memblok pelepadan Ca2+ dan metabolisme yang menyertainya. Dantrolen

menghambat pelepasan Ca2+ dan reticulum sarkoplasma otot rangka dengan membatasi

kemampuanCa2+ dan kalmodulin untuk mengaktivasi RyR-1. RyR-1 dan saluran Ca2+ tipe-

L diletakkan berdampingan sehingga berhubungan pada pertautan triad yang terbentuk

antara tubulus-T dan reticulum sarkoplasma. Saluran tipe-L beserta lokasi tubulus-T nya

berfungsi sebagai sensor voltase yang menerima sinyal aktivasi pendepolarisasi. Kopling

yang erat antara dua protein pada triad, bersama dengan sejumlah protein modulator di

keuda organel dan sitoplasma yang mengelilinginya, mengatur pelepasan dan respons

terhadap Ca2+.

Pendinginan yang cepat, inhalasi oksigen 100%, dan pengendalian asidosis harus

dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pada hipertermia malignan. Berkurangknya

tingkat kematian karena hipertermia malignan terkait dengan kewaspadaan para ahli

anestesi terhadap keadaan dan khasiat dantrolen.

Pasien-pasien yang mengalami central core disease, disebut demikian karena adanya

inti-inti myofibril yang tampak pada biopsy serabut-serabut otot yang berkedut-perlahan,

menunjukkan kelemahan otot pada waktu bayi dan perkembangan motorik tertunda.

Orang-orang ini sangat rentan terhadap hipertermia malignan jika diberi kombinasi

anestetk dan bloker neuromuscular pendepolarisasi. Central core disease memiliki lima

varian alel RyR-1 yang sama dengan hipertermia malignan. Pasien yang memiliki

sindrom-sindrom otot lain atau distonia juga sering menjadi lebih sering mengalami

kontraktur dan hipertermia pada keadaan anesthesia. Suksinilkolin pada orang yang rentan

juga menginduksi kekauan otot masseter, yang dapat menyulitkan pemasangan pipa

endotrakea dan pengatuan jalan napas. Kedaan ini berkaitan dengan mutasi pada gen

pengode subunit alfa pada saluran Na+ yang sensitive-voltasae. Kekakuan otot masseter

dapat merupakan tanda awal onset hipertermia malignan jika kombinasi anestetik

dilanjutkan.

25

Page 26: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Criteria used in the Clinical Grading Scale for Malignant Hyperthermia

Clinical Finding ManifestationRespiratory acidosis End-tidal CO2>55 mmHg; PaCO2>60 mm Hg

Cardiac involvement

Unexplained sinus tachycardia, ventricular tachycardia or ventricular fibrillation

Metabolic acidosis

Base deficit >8 m/EqlpH<7.25

Muscle rigidity Generalized rigidity; severe masseter muscle rigidityMuscle breakdown

Serum creatine kinase concentration >20,000/L units; cola colored urine; excess myoglobin in urine or serum; plasma [K+] >6 mEq/L

Temperature increase Rapidly increasing temperature; T >38.8°C

Other Rapid reversal of MH signs with dantrolene. Elevated resting serum creatine kinase concentration.

Family history Consistent with autosomal dominant inheritance

Hipertermia Maligna dapat terjadi kapan saja saat pemberian obat anestesi ataupun

beberapa saat postoperasi. Tanda dan gejala awal yang timbul adalah takikardia,

peningkatan konsentrasi end-expired Carbon Dioxide diikuti peningkatan ventilasi,

kemudian diikuti kekakuan otot, biasanya keadaan ini diikuti dengan administrasi

succinylcholine. Peningkatan suhu tubuh akan terjadi secara dramatis (perlahan) namun

hal ini merupakan tanda yang tidak dapat diidentifikasi secara cepat. Kemudian, core

temperature harus ditinjau pada semua pasien yang sedang diadministrasikan anestesi

umum untuk periode yang berlangsung lebih dari 20 menit, dengan peningkatan suhu

tubuh mungkin juga terjadi tanda-tanda klinis lainnya.

Gejala lain yang timbul adalah asidosis, takipnea, dan hiperkalemia. Progresi dari

sindrom ini bisa terjadi secara cepat dan dramatis, kecuali apabila dipresipitasi dengan

succinylcholine, atau perlambatan dan tidak menjadi manifest setelah beberapa jam

pemberian obat anestesi.

Rhabdomyolisis beracuan pada kerusakan otot skeletal yang kemudian berhubungan

pada ekskresi myoglobin ke urin. Mh biasanya juga diikuti dengan hiperkarbia, takikardia,

aritmia jantung, pireksia, kekakuan otot dan asidosis metabolic, dan rhabdomyolisis adalah

tanda yang muncul belakangan. Meningkatnya kadar kreatinin kinase dan IVCT (+)

mengindikasikan kemungkinan dari MH.

Tata laksana utama dari MH akut yakni pemberhentian agen yang memicu,

hiperventilasi, administrasi dantrolene dengan dosis 2,5 mg/kg yang diulang prn (pro re

26

Page 27: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

nata) untuk memabtasi MH, pendinginan dengan jalur apapun yang tersedia (khususnya

nasogastric lavage), dan mengatasi hiperkalemia. Calcium blockers lebih baik tidak

digunakan bersamaan dengan dantrolene, karena hiperkalemia bisa terjadi dengan adanya

interaksi obat. Urutan dari tata laksana dari akut MH adalah sebagai berikut :

1. Hentikan agen inhalasi dan SCh

2. Tingkatkan waktu ventlasi untuk menurunkan ETCO2

3. Siapkan dan administrasikan dantrolene

a. 2,5 mg/kg, initial dose

b. Titrasi dantrolene untuk takikardia dan hiperkarbia

c. 10 mg/kg disarankan juga peningkatan doses sesuai yang dibutuhkan

4. Mulai pendinginan :

a. Apabila hipertermia, gunakan es, contoh : ice packs pada groin, axilla, dan leher

b. Nasogastric lavage dengan iced solution

c. Hentikan pendinginan ketika suhu mencapai 38,5oC

5. Tangani aritmia bila diperlukan. Jangan gunakan calcium channel blocker

6. Ambil sampel untuk blood gases, elektrolit, creatine kinase, darah dan urin

untuk

myoglobin

a. Nilai koagulasi diukur setiap 6-12 jam

b. Tatalaksana hiperkalemia dengan hiperventilasi, glukosa dan insulin apabila

diperlukan

7. Lanjutkan penggunaan dantrolene pada 1 mg/kg seriap 4-8 jam untuk 1-2

hari

8. Pastikan keluaran urine sebantak 2 ml/kg/jam dengan mannitol, furosemide,

dan

cairan

9. Evaluasi apabila dibutuhkan invasive monitoring dan lanjutkan ventilasi

mekanik

10. Observasi pasien dalam ICU setidakya 36 jam

11. Ajukan pasien dan keluarga untuk uji kepastian MH atau tes DNA

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Interpretasi :

27

Page 28: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

pH < 7.25 atau asidosis karena berada dibawah rentang pH tubuh normal

Rentang pH darah arteri orang sehat : 7,35 - 7,45

Kadar Elektrolit dalam Cairan Ekstrasel dan Intrasel

Kadar kalium plasma mengalami peningkatan (hiperkalemi)

Kadar normal CK berkisar antara 20-200U/L dengan konsentrasi yang berbeda-beda

tergantung pada jenis jaringan dan peningkatan CK merupakan indikasi terjadinya

kerusakan otot yang ditandai kemungkinan adanya perlukaan otot atau disebabkan

pengobatan tertentu seperti obat golongan statin (Murray et al., 2000).Konsentrasi creatine

kinase serum yang meningkat merupakan indikasi terjadinya kerusakan otot

Tersedianya ion kalsium secara berlebihan menyebabkan otot lurik

untuk berkontraksi secara abnormal yang mengakibatkan terjadinya kekakuan otot pa

da orang dengan MH. Peningkatan kadar ion kalsium intraseluler merangsang

metabolisme baik secara langsung, melalui aktivasi phosphorylase untuk

meningkatkan glycolisis, dan secara tidak langsung disebabkan oleh peningkatan

kebutuhan ATP. Atpase merupakan komponen penting dalam relaksasi miofilamen

dan Ca2+ sequestration pumps dari sarcoplasmic reticulum dan sarcolemma.

Hypertermia disebabkan oleh hipermetabolisme dan terjadinya konsentrasi berlebihan

dalam otot. Rangsangan metabolik menyebabkan peningkatan produksi

karbondioksida (tachypnoea dan peningkatan konsentrasi end-tidal carbon dioxide

concentration) dan early lactic acidosis (kemungkinan berkaitan dengan defisiensi

fosfat inorganic intraseluler). Gabungan dari asidosis metabolic dan respiratorik

merangsang sympathetic outflow, yang mengakibatkan tachycardia. Pada manusia

perubahan tekanan arteri merupakan efek melawan untuk simpatetik dan vasodilatasi

karena adanya acidosis jaringan.

MH bukan merupakan penyakit alergi terhadap zat anestetik atau zat lainnya.

MH adalah kelainan genetik autosomal dominan. Jadi MH bukan penyakit akibat

anestesia. Meskipun tidak mengalami krisis MH, penyandang nya tetaplah

penyandang MH. Autosomall dominan berarti cukup satu orangtua yang

menyandangnya, maka kemungkinan besar anak anak mereka juga menyandang MH.

28

Page 29: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Penyandang MH sebagian terbukti mengalami mutasi kromosom no.19q 12.1-13.2.

Mutasi ini menyebabkan perilaku menyimpang pada reseptor ryanodin (RyR) di

dalam otot skeletal. Pada setiap manusia normal, RyR “menempel” pada retikulum

sarkoplasmik dalam sel, yang merupakan gudang penyimpanan terbesar Ca2+

intraselula. Aktivasi RyR akan menyebabkan penglepasan Ca2+ ke sitosol. Apa yang

mengativasi RyR? Potensial aksi. Potensial aksi akan mengaktivasi RyR, “membuka”

retikulum sarkoplasmiksehingga memungkinkan Ca2+ yang tersimpan keluar ke

sitoplasma. Ca2+ inilah yang memicu eksitasi sel dengan hasil kontraksi sel otot. Jadi,

yang berperan besar dalam eksitasi sel adalah Ca2+ intraselular yang tersimpan di

retikulum sarkoplasmik. Pada penyandang MH mekanisme diatas berlebihan dan

akumulasi Ca2+ di sitosol, yang berakibat hiperkontraktur sel otot rangka. RyR yang

abnormal ini “bertingkah” setiap kali terpajan dengan zat pemicunya. Apa saja? Yang

paling terkenal adalah anestesia volatil. Pemicu lain yang juga terkenal adalah kafein,

suksinilkolin dan suatu zat kimia bernama klorokresol. Ketika penyandang MH

terpajan dengan zat pemicunya, terjadilah reaksi ini. Otot pasien akan mengalami

hiperkontraktur dengan segala akibatnya.

VII. KERANGKA KONSEP

29

Tn. Ahmad akan melakukan operasi apendiktomi

Asam laktat naik

Kenaikan creatine kinase serum

[K]

Hiperkalemi

Cola colored

Pelepasan myoglobin

Rhabdomyolisis

Kontraksi otot (-) sinkron dan (-) terkoordinasi

Mutasi RYR1 receptorPengeluaran ion Ca2+ dan SR

SuccinylcholineHalothane

Pemberian anestesi

Defek 19q13.1

Ion H+ naik

GlikogenolisisPeningkatan tekanan darah

Peningkatan suhu tubuh

Peningkatan kebutuhan ATP

Hipermetabolisme

Lebih dari 20.000/L

Base deficit dan pH turun

Page 30: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

VIII. KESIMPULAN

Tn. Ahmad mengalami Malignant Hipertermia yang disebabkan oleh mutasi gen RYR1

kromosom 19q13.1 - 13.2 yang dipicu oleh pemberian Succinylcholine dan halothane.

30

Page 31: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

DAFTAR PUSTAKA :

Goodman dan Gilman. 2014. Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10 Vol.1”. Jakarta: EGC

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1867813/ (Diakses Selasa, 10 November 2015)

http://www.mayomedicallaboratories.com/test-catalog/Clinical+and+Interpretive/8336 (Diakses

Selasa, 10 November 2015)

https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003664.htm (Diakses Selasa, 10 November 2015)

https://infolaboratoriumkesehatan.wordpress.com/2012/07/26/cara-membaca-hasil-laboratorium-

nilai-normal-hasil-laboratorium/ (Diakses Rabu, 11 November 2015)

http://www.amazine.co/18353/ketahui-3-jenis-anestesi-dan-efek-sampingnya/ (Diakses Rabu, 11

November 2015)

Departemen Farmakologi dan Terapi FKUI. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

31

Page 32: Laporan Tutorial Sken. B Blok 12

Kamus Kedokteran Dorland. 2011. Jakarta: EGC.

http://www.drugs.com/interactions-check.php?drug_list=1232-0,2117-0 (Diakses Rabu, 11

November 2015)

http://www.berbagimanfaat.com/2012/02/obat-pelumpuh-otot.html (Diakses Rabu, 11 November 2015)

32