laporan tutorial sken 3 kardio

65
LAPORAN TUTORIAL BLOK KARDIOVASKULAR SKENARIO 3 “SESAK NAPAS YANG MAKIN PARAH” KELOMPOK III ALYSSA AMALIA G 0013021 AUDHY KHANIGARA S G 0013047 BERNADETA RATNA SHANTI G 0013059 BIAS HERKAWENTAR G 0013061 FADHILA BALQIS N G 0013087 IMASARI ARYANI G 0013117 LISANA SHIDQI G 0013137 MARCELINA E A U SAGRIM G 0013149 MAULIDA NARULITA G 0013151 PRISMA CAHYANING R G 0013189 TITA NUR ALFINDA G 0013225 ULFA PUSPITA RACHMA G 0013227 TUTOR :

Upload: ulfa-puspita-rachma

Post on 11-Jan-2016

99 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Tutorial Blok Kardiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

LAPORAN TUTORIAL

BLOK KARDIOVASKULAR

SKENARIO 3

“SESAK NAPAS YANG MAKIN PARAH”

KELOMPOK III

ALYSSA AMALIA G 0013021

AUDHY KHANIGARA S G 0013047

BERNADETA RATNA SHANTI G 0013059

BIAS HERKAWENTAR G 0013061

FADHILA BALQIS N G 0013087

IMASARI ARYANI G 0013117

LISANA SHIDQI G 0013137

MARCELINA E A U SAGRIM G 0013149

MAULIDA NARULITA G 0013151

PRISMA CAHYANING R G 0013189

TITA NUR ALFINDA G 0013225

ULFA PUSPITA RACHMA G 0013227

TUTOR :

RATIH DEWI YUDHANI, dr., MSc

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2015

Page 2: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO 3

SESAK NAPAS YANG MAKIN PARAH

Seorang laki-laki berusia 54 tahun datang ke RS dengan keluhan sesak

napas kumat-kumatan sejak 1 bulan yang lalu, memberat sejak 1 minggu terakhir.

Sesak napas dirasakan timbul saat aktivitas ringan dan saat berbaring, disertai

batuk berdahak warna merah muda/pink, berdebar-debar, sering terbangun saat

tidur, kencing berkurang, kedua kaki tidak membengkak. Satu tahun yang lalu,

pernah dirawat di rumah sakit karena menderita sakit serupa. Kemudian setelah

diberi obat-obatan dan istirahat di rumah sakit, keadaannya membaik.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan data : tekanan darah 180/100 mmHg,

heart rate 120x/mnt, teratur, frekuensi napas 32x/mnt, suhu badan 36.5°C, JVP

meningkat. Inspeksi menunjukkan dinding dada simetris, ictus cordis bergeser ke

lateral bawah. Palpasi: ictus cordis di SIC VI, 2 cm lateral linea medioclavicularis

sinistra. Perkusi: batas jantung kiri di SIC VI, 2 cm lateral linea medioclavicularis

sinistra, batas jantung kanan di SIC V parasternalis dextra. Auskultasi: bunyi

jantung I intensitas meningkat, bunyi jantung II normal, terdapat irama gallop S3

dan S4. Pemeriksaan paru didapat vesikuler normal, ronki basah basal halus.

Pemeriksaan abdomen : didapatkan hepatomegali dan ascites.

Pemeriksaan laboratorium kadar Hb 14 gr/dl, serum ureum 65, serum

kreatinin 1.4. Pemeriksaan ECG didapatkan irama sinus takikardi, Left Atrial

Hypertrophy dan Left Ventricle Hypertrophy. Foto thorax tampak kardiomegali

dengan CTR 0.70, apex bergeser ke lateral bawah, pinggang jantung menonjol,

vaskularisasi paru meningkat. Pada pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan

asidosis metabolik terkompensasi.

Page 3: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah

dalam skenario. Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai

berikut :

a. Asidosis metabolik terkompensasi : Kondisi ini menggambarkan adanya

penurunan pH darah akibat oksigenasi arteri berkurang dan peningkatan

pembentukan asam di dalam darah karena proses metabolisme anaerob

(tanpa oksigen) menimbulkan asam laktat, namun terkompensasi oleh

peningkatan ventilasi paru (hiperventilasi) yang akan menurunkan PCO2

dan penambahan bikobarbonat baru ke dalam cairan ekstraseluler oleh

ginjal. Keadaan hiperventilasi pada pasien dapat ditunjukkan oleh adanya

respiration rate sebesar 32 kali/menit.

b. Ronki basah basal halus : suara tambahan paru berupa suara bising

terputus, frekuensi tinggi, amplitudo rendah, seperti suara ledakan. Bising

yang terdengar saat inspirasi dan pada saluran kecil.

c. Analisa gas darah : merupakan pemeriksaan untuk mengetahui atau

mengevaluasi pertukaran Oksigen, Karbondioksida dari status asam basa

dalam arteri.

d. Gallop : adalah irama dimana terdengar bunyi S3 atau S4 secara jelas pada

fase Diastolik, yang disebabkan karena darah mengalir ke ventrikel yang

lebih lebar dari normal, sehingga terjadi pengisian cepat ke ventrikel.

Normal tidak terdapat gallop ritme, abnormal gallop ventrikuler (gallop

S3), gallop atrium/ gallop presistolik (gallop S4), dan gallop S3 S4 (horse

gallop).

2. Langkah II: Menentukan / mendefinisikan masalah

Permasalahan dalam skenario ini yaitu sebagai berikut.

a. Mengapa sesak napas timbul saat aktivitas ringan dan berbaring ?

b. Apa penyebab sesak napas sejak 1 bulan yang lalu ?

Page 4: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

c. Mengapa kaki pasien tidak bengkak dan kencing berkurang ?

d. Apa saja jenis – jenis Dypsnea ?

e. Mengapa keluhan memberat 1 minggu terakhir ?

f. Bagaimana patofisiologi penyakit dalam scenario ?

g. Bagaimana mekanisme pasien berdebar-debar ?

h. Mengapa keluhan disertai bangun saat tidur ?

i. Obat apa yang diberikan pada riwayat penyakit dahulu ?

j. Bagaimana alur diagnosis kasus ?

k. Bagaimana mekanisme sesak napas dan kumat-kumatan sebulan yang

lalu?

l. Apa saja kategori hipertensi ?

m. Apa indikasi, kontraindikasi analisis gas darah ?

n. Apa hubungan hipertensi dengan keluhan ?

o. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik ?

p. Bagaimana interpretasi pemeriksaan penunjang ?

q. Bagaimana hubungan RAA, perfusi ginjal, dan kencing menurun ?

3. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara

mengenai permasalahan tersebut (dalam langkah II)

a. Sesak napas timbul saat aktivitas ringan dan berbaring

Tekanan intravaskuler vena pulmonalis yang semakin tinggi menyebabkan

cairan terdorong keluar dan terjadilah edema paru. Edema paru

menyebabkan pasien sering merasa sesak napas saat beraktivitas ringan

dan berbaring sebagai kompensasi akibat lumen bronkus dan alveolus

mengecil yang menyebabkan pertukaran gas terganggu. Mungkin itu

menjadi salah satu penyebab pasien sukar tidur. Pada edema paru, alveolus

yang tergenang cairan transudasi yang menimbulkan suara ronki basah

basal halus saat auskultasi.

b. Penyebab sesak napas sejak 1 bulan lalu

Page 5: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

Terjadi edema paru yang merupakan komplikasi dari gagal jantung.

Kelenturan paru untuk mengembang dan memasok oksigen berkurang

sehingga sesak napas terjadi.

c. Kaki pasien tidak bengkak dan kencing berkurang

Penyebab kaki pasien tidak bengkak dan kencing berkurang yaitu Pada

penderita hipertensi, tahanan perifer sistemik menjadi lebih tinggi dari

orang normal akibat adanya vasokontriksi pembuluh darah. Itu berarti

ventrikel kiri harus bekerja lebih keras untuk melawan tahanan tersebut

agar ejeksi darah maksimal sehingga suplai darah ke semua jaringan

tercapai sesuai kebutuhannya. Ventrikel kiri kemudian mengompensasi

keadaan tersebut dengan hipertrofi sel-sel otot jantung. Hipertrofi ventrikel

kiri (left ventricle hyperthropy, LVH) memungkinkan jantung berkontraksi

lebih kuat dan mempertahankan volume sekuncup walaupun terjadi

tahanan terhadap ejeksi. Namun, lama kelamaan mekanisme kompensasi

tersebut tidak lagi mampu mengimbangi tekanan perifer yang tetap tinggi.

Kegagalan mekanisme kompensasi menyebabkan penurunan kontraktilitas

ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas ventrikel kiri akan diikuti oleh

penurunan curah jantung yang selanjutnya menyebabkan penurunan

tekanan darah. Semua hal tersebut akan merangsang mekanisme

kompensasi neurohormonal seperti pengaktifan sistem saraf simpatis dan

sistem RAA (renin – angiotensin - aldosteron).Pengaktifan sistem saraf

simpatis akan meningkatkan kontraktilitas jantung hingga mendekati

normal. Hal itu terjadi karena saraf simpatis mengeluarkan

neurotransmiter (norepinefrin-NE) yang meningkatkan permeabilitas Ca2+

membran. Hal tersebut meningkatkan influks Ca2+ dan memperkuat

partisipasi Ca2+ dalam proses kontraksi sel. Selain itu, stimulasi simpatis

juga menyebabkan vasokontriksi perifer yang bertujuan mencegah

penurunan tekanan darah lebih lanjut. Di sisi lain, penurunan curah

jantung menyebabkan penurunan perfusi jaringan organ tubuh lainnya.

Salah satunya adalah ginjal. Penurunan perfusi darah ke ginjal merangsang

Page 6: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

ginjal untuk menurunkan filtrasi dan meningkatkan reabsorbsi.

Peningkatan reabsorbsi inilah yang menyebabkan kencing penderita

berkurang dan peningkatan kadar serum ureum (65 mg/dl) di mana harga

rujukannya sebesar 10-50 mg/dl.    Walaupun terjadi penurunan filtrasi

glomerulus, dalam keadaan mantap stabil laju filtrasi kreatinin sama

dengan laju ekskresinya. Hal inilah yang menyebabkan kadar kreatinin

serum penderita sebesar 1,4 mg/dl masih mendekati batas normal (normal

0,6-1,3 mg/dl). Kedua hal di atas menunjukkan adanya penurunan fungsi

ginjal. Penurunan perfusi ginjal juga merangsang sel-sel juxtaglomerulus

untuk mensekresi renin. Kemudian renin menghidrolisis angiotensinogen

menjadi angiotensin I yang selanjutnya oleh angiotensin converting

enzyme (ACE) akan diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II

kemudian ditangkap oleh reseptornya di pembuluh darah (vascular ATR1)

dan terjadi vasokontriksi. Bila angiotensin II diterima oleh reseptor sel

korteks adrenal (adrenal ATR1) maka korteks adrenal akan mensekresi

aldosteron. Aldosteron kemudian diikat oleh reseptornya di ginjal. Proses

tersebut membuka ENaC (epithelial Na Channel) yang menyebabkan

peningkatan retensi Na+. Karena Na+ bersifat retensi osmotik,

peningkatan Na+ akan diikuti peningkatan H2O. Hasil akhir semua proses

tersebut adalah peningkatan aliran darah balik ke jantung akibat adanya

peningkatan volume intravaskuler.

d. Jenis-jenis dyspnea

Dyspnea mengacu pada sensasi sulit atau sulit untuk bernapas. Hal

tersebut adalah pengalaman subjektif yang dirasakan dan dilaporkan oleh

pasien yang terkena. Dyspnea saat beraktivitas (Dyspnea on

exertion/DOE) adalah normal, tetapi akan menjadi indikasi suatu penyakit

apabila hal tersebut terjadi pada level aktivitas yang seharusnya masih

dapat ditoleransi. Dyspnea harus dibedakan dari tachypnea, hiperventilasi,

and hyperpnea yang mengacu pada variasi respirasi tanpa memperhatikan

sensasi subjektif pasien. Tachypnea adalah peningkatan tingkat

Page 7: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

pernapasan di atas normal; hiperventilasi adalah peningkatan ventilasi

menit relatif terhadap kebutuhan metabolisme, dan hyperpnea adalah

peningkatan yang tidak proporsional dalam ventilasi menit relatif terhadap

peningkatan tingkat metabolisme. Kondisi ini mungkin tidak selalu

berhubungan dengan dyspnea.

Dispnea saat aktivitas (DOE) disebabkan oleh kegagalan output ventrikel

kiri untuk meningkat selama latihan dengan peningkatan resultan tekanan

vena paru. Pada asma jantung, bronkospasme berhubungan dengan

kongesti paru dan mungkin dipicu oleh aksi cairan edema pada dinding

bronkus pada reseptor lokal. Trepopnea dapat terjadi dengan penyakit

paru-paru asimetris ketika pasien berbaring dengan paru-paru yang

bermasalah barada lebih turun karena redistribusi gravitasi aliran darah. Ini

juga telah dilaporkan dengan penyakit jantung ketika itu mungkin

disebabkan oleh distorsi dari pembuluh darah besar di satu posisi

dekubitus lateral dibandingkan yang lain. Platypnea awalnya dijelaskan

dalam penyakit paru obstruktif kronik dan dikaitkan dengan peningkatan

rasio ventilasi terbuang dalam posisi tegak. Platypnea berkaitan dengan

orthodeoxia (deoksigenasi arteri dalam posisi tegak) telah dilaporkan

dalam beberapa bentuk penyakit jantung bawaan sianotik. Telah diusulkan

bahwa ini dipicu oleh sedikit penurunan tekanan darah sistemik dalam

posisi tegak, mengakibatkan peningkatan pirau kanan-ke-kiri.

Orthopnea adalah sensasi sulit dalam bernapas pada posisi berbaring yang

hilang dengan posisi duduk atau berdiri. Ortopnea disebabkan oleh

kongesti paru saat posisi berbaring. Dalam posisi horizontal ada

redistribusi volume darah dari ekstremitas bawah dan splanchnic bed ke

paru-paru. Pada individu normal ini memiliki pengaruh yang kecil, tapi

pada pasien yang volume tambahan yang tidak dapat dipompa keluar oleh

ventrikel kiri karena penyakit, ada penurunan yang signifikan dalam

kapasitas vital paru dan pemenuhan paru yang diiringi sesak napas. Selain

itu, pada pasien dengan gagal jantung kongestif sirkulasi paru mungkin

Page 8: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

sudah kelebihan beban, dan mungkin ada reabsorpsi cairan edema dari

bagian sebelumnya tergantung dari tubuh. Kongesti paru menurun ketika

pasien mengasumsikan posisi yang lebih tegak, dan ini disertai dengan

peningkatan gejala.

Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah sensasi pendek dalam

bernapas yang membangunkan pasien, biasanya setelah satu atau dua jam

tidur, dan biasanya mereda setelah berada pada posisi tegak. Paroksismal

nocturnal dyspnea dapat disebabkan oleh mekanisme yang sama pada

ortopnea. Kegagalan ventrikel kiri secara tiba-tiba tidak dapat

menanggulangi output dari ventrikel kanan yang berfungsi normal; hal ini

menyebabkan kongesti paru. Mekanisme tambahan mungkin bertanggung

jawab pada pasien yang mengalami paroxysmal nocturnal dyspnea hanya

saat tidur. Teori termasuk penurunan respon dari pusat pernapasan di otak

dan penurunan aktivitas adrenergik di miokardium selama tidur.

Terdapat dua tipe sesak napas yang jarang terjadi, yaitu trepopnea dan

platypnea. Trepopnea adalah dyspnea yang terjadi pada posisi lateral

decubitus. Platypnea mengacupada sesak napas yang terjadi pada posisi

tegak dan akan mereda dalam posisi berbaring (Mukerji, 1990).

p. Interpretasi pemeriksaan penunjang

1. Interpretasi pemeriksaan laboratorium

Hb

Nilai normal:

1) Laki-laki dewasa: 14,0 – 17,5 g/ dL

2) Perempuan dewasa: 12,3 – 15,3 g/ dL

Pasien dalam skenario adalah laki-laki yang berusia 54 tahun

dengan Hb 14 gr/ dL maka termasuk dalam range normal.

Serum ureum

Nilai normal: 10 – 50 mg/ dL

Page 9: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

Pasien dalam skenario memiliki kadar serum ureum 65 mg/ dL

maka termasuk serum ureum tinggi (azotemia).

Azotemia (urea plasma tinggi) antara lain bisa disebabkan karena:

1) Peningkatan katabolisme protein jaringan dan keseimbangan

nitrogen negative. Contoh: demam penyakit yang menyebabkan

atrofi, tirotoksikosis, koma diabetik, atau setelah trauma atau

setelah operasi besar.

2) Pemecahan protein darah yang berlebihan. Contoh: leukemia

(pelepasan protein leukosit disertai pelepasan ureum plasma).

3) Pengurangan ekskresi urea (prerenal, renal, atau postrenal).

4) Penyakit ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus.

5) Obstruksi saluran keluar urin.

Sedangkan jika kadar ureum plasma rendah (uremia) bisa

disebabkan oleh:

1) Masa akhir kehamilan

2) Nekrosis hepatic akut

3) Sirosis hepatis

Serum kreatinin

Nilai normal: 0,6 – 1,3 mg/ dL

Pasien dalam skenario memiliki kadar serum kreatinin 1,4 mg/ dL

yang menunjukkan jumlah serum kreatinin berlebihan.

Patofisiologi peningkatan kadar serum ureum dan serum kreatinin

diawali dengan adanya hipertensi. Pada hipertensi, tahanan perifer

pembuluh darah meningkat sehingga timbul kompensasi berupa

peningkatan kekuatan pompa oleh ventrikel kiri. Untuk memompa

lebih keras dibutuhkan lebih banyak sel-sel otot sehingga ventrikel

kiri mengalami hipertrofi. Jika kerja keras ventrikel kiri ini sudah

melampaui ambang batas yang bisa dilakukan oleh ventrikel kiri,

maka ventrikel kiri akan mengalami penurunan kontraktilitas.

Karena penurunan fungsi ventrikel kiri, curah jantung juga

Page 10: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

mengalami penurunan sehingga tekanan darah juga turun. Hal ini

menyebabkan perfusi pada ginjal mengalami penurunan sehingga

ekskresi ureum dan kreatinin mengalami penurunan serta

reabsorbsinya mengalami peningkatan. Inilah yang menyebabkan

peningkatan kadar serum ureum dan serum kreatinin pada kasus di

skenario.

Mekanisme hipertrofi ventrikel dan atrium kiri

Pada penderita hipertensi, tahanan perifer sistemik menjadi lebih

tinggi dari orang normal akibat adanya vasokontriksi pembuluh

darah. Itu berarti ventrikel kiri harus bekerja lebih keras untuk

melawan tahanan tersebut agar ejeksi darah maksimal sehingga

suplai darah ke semua jaringan tercapai sesuai kebutuhannya.

Ventrikel kiri kemudian mengompensasi keadaan tersebut dengan

hipertrofi sel-sel otot jantung. Hipertrofi ventrikel kiri (left

ventriclehyperthropy, LVH) memungkinkan jantung berkontraksi

lebih kuat dan mempertahankan volume sekuncup walaupun terjadi

tahanan terhadap ejeksi. Namun, lama kelamaan mekanisme

kompensasi tersebut tidak lagi mampu mengimbangi tekanan

perifer yang tetap tinggi. Kegagalan mekanisme kompensasi

menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri. Sel-sel

ventrikel semakin terenggang dan kekuatan kontraksinya semakin

menurun. Ventrikel kiri semakin tidak mampu memompa darah ke

sistemik. Darah menjadi terbendung di atrium kiri menyebabkan

hipertrofi atrium kiri (left atrium hyperthropy, LAH) sebagai

mekanisme kompensasi. Hipertrofi ventrikel akan menggeser letak

musculus papillaris sehingga dapat terjadi regurgitasi mitral

fungsional (terdengar sebagai bising pansistolik di apex yang

menjalar ke lateral). Hal itu semakin memperberat kerja jantung

dan penanda adanya pembesaran jantung (kardiomegali) selain

ditunjukkan oleh ictus cordis yang bergeser ke lateral bawah dan

Page 11: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

ETIOLOGI PATOFISIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

PEMERIKSAAN

ANAMNESIS

FISIK

PENUNJANG

TATALAKSANA KOMPLIKASIGAGAL JANTUNG

DIAGNOSIS

KERJA BANDING

batas jantung kiri bergeser ke lateral bawah serta foto thorax CTR

0,60.

4. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan-permasalahan secara sistematis

dan pernyataan sementara mengenai permasalahan-permasalahan pada

langkah III

5. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran

a. Mengetahui mengapa keluhan memberat 1 minggu terakhir.

b. Mengetahui patofisiologi penyakit dalam skenario.

c. Mengetahui mekanisme pasien berdebar-debar.

d. Mengetahui mengapa keluhan disertai bangun saat tidur.

e. Mengetahui obat apa yang diberikan pada riwayat penyakit dahulu.

f. Mengetahui alur diagnosis kasus.

g. Mengetahui mekanisme sesak napas dan kumat-kumatan sebulan yang

lalu.

h. Mengetahui kategori hipertensi.

i. Mengetahui indikasi, kontraindikasi analisis gas darah.

j. Mengetahui hubungan hipertensi dengan keluhan.

k. Mengetahui interpretasi pemeriksaan fisik.

Page 12: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

l. Mengetahui interpretasi pemeriksaan penunjang.

m. Mengetahui hubungan RAA, perfusi ginjal, dan kencing menurun

6. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru (Belajar mandiri)

7. Langkah VII : Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru

yang diperoleh

a. Keluhan memberat 1 minggu lalu

Pada edema paru, alveolus yang tergenang cairan transudasi yang

menimbulkan suara ronki basah basal halus saat auskultasi. Di sisi lain,

jaringan sistemik semakin kekurangan O2 dan proses metabolisme pun

berubah menjadi metabolism anaerob. Akibatnya terjadi peningkatan

produksi asam laktat yang menyebabkan asidosis metabolik. Selain itu,

pada gagal jantung kiri asidosis metabolik disebabkan oleh oksigenasi

arteri berkurang dan peningkatan pembentukan asam di dalam darah akibat

adanya penurunan pertukaran O2 dan CO2 di dalam alveolus paru.

Peningkatan ion hidrogen [H+] merangsang kemoreseptor sentral sehingga

terjadi hiperventilasi.

Pada pasien ditemukan adanya asidosis metabolik terkompensasi.

Kondisi ini menggambarkan adanya penurunan pH akibat penurunan kadar

HCO3- dalam darah dan terkompensasi oleh peningkatan ventilasi paru

(hiperventilasi) yang akan menurunkan PCO2 dan penambahan

bikobarbonat baru ke dalam cairan ekstraseluler oleh ginjal. Keadaan

hiperventilasi pada pasien dapat ditunjukkan oleh adanya respiration rate

sebesar 32 kali/menit. Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien

adalah pemberian venodilator dan vasodilator untuk menurunkan preload

dan afterload. Selain itu pasien juga perlu diberi obat-obatan inotropik

seperti digitalis untuk meningkatkan kontraktilitas jantung. 

b. Patofisiologi penyakit dalam skenario

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Page 13: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang

tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan

tekanan hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti

cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan

kapasitas pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien masih

menunjukkan asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal

ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh

cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri. Beberapa mekanisme yang

terlibat diantaranya: (1) Aktivasi Renin Angiotensin-Aldosteron (RAA)

dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2) peningkatan kontraksi miokardium.

Sistem saraf adrenergik

Pada gagal jantung terjadi penurunan curah jantung. Hal ini akan

dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcus aorta, kemudian

dihantarkan ke medula melalui nervus IX dan X,yang akan mengaktivasi

sistem saraf simpatis. Aktivasi sistem saraf simpatis ini akan menaikkan

kadar norepinefrin (NE). Hal ini akan meningkatkan frekuensi denyut

jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi arteri dan

vena sistemik. Walaupun NE meningkatkan kontraksi dan

mempertahankan tekanan darah, tetapi kebutuhan energi miokard menjadi

lebih besar, yang dapat menimbulkan iskemi jika tidak ada penyaluran

O2 ke miokard. Dalam jangka pendek aktivasi sistem adrenergik dapat

sangat membantu, tetapi kemudian akan terjadi maladaptasi. Pada gagal

jantung kronik akan terjadi penurunan konsentrasi norepinefrin jantung,

mekanismenya masih belum jelas, mungkin berhubungan

dengan "exhaustion phenomenon" yang berasal dari aktivasi sistem

adrenergik yang berlangsung lama.

Sistem Renin-Angiotensin

Apabila curah jantung menurun, akan terjadi aktivasi sistem renin-

angiotensin-aldosteron. Beberapa mekanisme seperti hipoperfusi renal,

berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai makula densa tubulus

Page 14: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu peningkatan

pelepasan renin dari aparatus juxtaglomerular. Renin memecah empat

asam amino dari angiotensinogen I, dan Angiotensin-converting

enzyme akan melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi

angiotensin II. Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi

angiotensin tipe 1 (AT1) dan tipe 2(AT2). Aktivasi reseptor AT1 akan

mengakibatkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan

pelepasan katekolamin, sementara AT akan menyebabkan  vasodilatasi, 

inhibisi pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.

Angiotensin II mempunyai beberapa aksi penting dalam

mempertahankan sirkulasi homeostasis dalam jangka pendek, namun jika

terjadi ekspresi lama dan berlebihan akan masuk ke keadaan maladaptif

yang dapat menyebabkan fibrosis pada jantung, ginjal dan organ lain.

Selain itu, juga akan mengakibatkan peningkatan pelepasan NE dan

menstimulasi korteks adrenal zona glomerulosa untuk memproduksi

aldosteron. Aldosteron memiliki efek suportif jangka pendek terhadap

sirkulasi dengan meningkatkan reabsorbsi natrium. Akan tetapi jika

berlangsung relatif lama akan menimbulkan efek berbahaya, yaitu

memicu hipertrofi dan fibrosis vaskuler dan miokardium, yang berakibat

berkurangnya compliance vaskuler dan meningkatnya kekakuan ventrikel.

Di samping itu aldosteron memicu disfungsi sel endotel, disfungsi

baroreseptor, dan inhibisi uptake norepinefrin yang akan memperberat

gagal jantung. Mekanisme aksi aldosteron pada sistem kardiovaskuler

nampaknya melibatkan stres oksidatif dengan hasil akhir inflamasipada

jaringan.

Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap normal dengan cara

retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac output maka

akan terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus karotikus

dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral

di cardioregulatory center yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik

Page 15: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

Hormon (ADH) dari hipofisis posterior. ADH akan meningkatkan

permeabilitas duktus kolektivus sehingga reabsorbsi air meningkat.

Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang

menginervasi jantung, sehingga kontraktilitas miokard meningkat.

Sindrom gagal jantung disebabkan oleh beberapa komponen:

Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna

mengakibatkan stroke volume dan cardiac output menurun.

Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic

overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel

sehingga menurunkan curah ventrikel. Preload yang berlebihan dan

melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan menyebabkan

volume dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi.

Beban kebutuhan metabolik meningkat melebihi kemampuan daya

kerja jantung dimana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan

terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup

tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.

Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk

kedalam ventrikel atau pada aliran balik akan menyebabkan

pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung

menurun.

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal

jantung kanan. Gagal jantung kanan maupun kiri dapat disebabkan oleh

beban kerja (tekanan atau volume) yang berlebihan dan atau gangguan otot

jantung itu sendiri. Beban volume atau preload disebabkan karena kelainan

ventrikel memompa darah lebih banyak semenit sedangkan beban tekanan

atau afterload disebabkan oleh kealinan yang meningkatkan tahanan

terhadap pengaliran darah ke luar jantung. Kelainan atau gangguan fungsi

miokard dapat disebabkan oleh menurunnya kontraktilitas dan oleh

hilangnya jaringan kontraktil ( infark miokard ).Dalam menghadapi beban

lebih, jantung menjawab ( berkompensasi ) seperti bila jantung

Page 16: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

menghadapi latihan fisik. Akan tetapi bila beban lebih yang dihadapi

berkelanjutan maka mekanisme kompensasi akan melampaui batas dan ini

menimbulkan keadaan yang merugikan. Manifestasi klinis gagal jantung

adalah manifestasi mekanisme kompensasi.

Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,

gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan

gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda yang timbulpun berbeda, sesuai

dengan pembagian tersebut.

Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, kelelahan, ortopnea,

paroxysmal nocturnal dyspnea, batuk, pembesaran jantung, galloping

jantung, ventricular heaving, takikardi, pulsus alternans, ronki dan

kongesti vena pulmonalis.

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada

gagal jantung akibat penyakit sistemik, mengganggu kemampuan

pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang

menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu

ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel,

terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP).

Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel.

Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium

kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama

diastol. Peningkatan LAP diteruskan kebelakang ke dalam pembuluh

darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.

Apabila tekanan hidrostatik anaman kapiler paru-paru melebihi tekanan

onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan

drainase limfatik, akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih

lanjut dapat meningkatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan

terjadilah edema paru.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkatkan akibat peningkatan

kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahapan

Page 17: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi

pada gagal jantung kiri, juga terjadi pada jantung kanan yang akhirnya

akan menyebabkan edema dan ongestif sistemik

Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edema, anoreksia dan

kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung

kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atriu kanan, murmur, tanda-

tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, asites,

hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting.

Sedng, pada gagal jantung kongestif terjadi manistasi gabungan gagal

jantung kiri dan kanan.

Berbagai faktor etiologi dapat berperan menimbulkan gagal jantung

yang kemudian merangsang timbulnya mekanisme kompensasi dan jika

mekanisme kompensasi ini berlebihan, maka dapat menimbulkan gejala-

gejala gagal jantung. Mekanisme kompensasi jantung tersebut berupa:

1. Mekanisme Frank-Starling

Mekanisme Frank-Starling berarti makin besar otot jantung

diregangkan selama pengisian, makin besar kekuatan kontraksi dan makin

besar pula jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta atau arteri

pulmonalis. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

Kontraksi ventrikel yang menurun akan mengakibatkan pengosongan

ruang yang tidak sempurna sehingga volume darah yang menumpuk dlm

ventrikel saat diastol (volume akhir diastolik) lebih besar dari normal.

Berdasarkan hukum Frank-Starling, peningkatan volume ini akan

meningkatkan pula daya kontraksi ventrikel sehingga dapat menghasilkan

curah jantung yang lebih besar. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

2. Hipertrofi Ventrikel

Peningkatan volume akhir diastolik juga akan meningkatkan tekanan

di dinding ventrikel yang jika terjadi terus-menerus, maka akan

merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel. Terjadinya hipertrofi

ventrikel berfungsi untuk mengurangi tekanan dinding dan meningkatkan

Page 18: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

massa serabut otot sehingga memelihara kekuatan kontraksi ventrikel.

Dinding ventrikel yang mengalami hipertrofi akan meningkat

kekakuannya (elastisitas berkurang) sehingga mekanisme kompensasi ini

selalu diikuti dengan peningkatan tekanan diastolik ventrikel yang

selanjutnya juga menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri. (Sitompul,

Barita., Sugeng, JI. 2003)

Gambar 1. Skema Patofisiologi Hipertrofi Ventrikel Kiri pada Hipertensi

Sumber: Korelasi Dispersi QT dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri pada Penderita

Hipertensi, 2003.

3. Aktivasi Neurohormonal

Perangsangan neurohormonal mencakup sistem saraf simpatik, sistem

renin-angiotensin, peningkatan produksi hormon antidiuretik dan peptida

natriuretik. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

Penurunan curah jantung dapat merangsang baroreseptor di sinus

carotis dan arkus aorta sehingga terjadi perangsangan simpatis dan

penghambatan parasimpatis yang mengakibatkan peningkatan denyut

Page 19: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

jantung, kontraktilitas ventrikel, dan vasokonstriksi vena dan arteri

sistemik sehingga terjadilah peningkatan curah jantung, peningkatan aliran

balik vena ke jantung dan peningkatan tahanan perifer. (Sitompul, Barita.,

Sugeng, JI. 2003)

Penurunan curah jantung menyebabkan penurunan perfusi arteri

renalis sehingga merangsang reseptor sel juxtaglomerulus yang kemudian

menyintesis renin dan terjadilah hidrolisis angiotensinogen menjadi

angiotensin I, angiotensin I dikonversi menjadi angiotensin II oleh ACE

yang kemudian menginduksi vasokonstriksi dan sekresi aldosteron

sehingga terjadi peningkatan tahanan perifer, retensi natrium dan air yang

mengakibatkan peningkatan alir balik vena ke jantung hingga terjadilah

peningkatan curah jantung melalui mekanisme Frank-Starling. (Sitompul,

Barita., Sugeng, JI. 2003)

Gagal jantung paling sering merupakan manifestasi dari kelainan

fungsi kontraktilitas ventrikel (disfungsi sistolik) atau gangguan relaksasi

ventrikel (disfungsi diastolik).Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas

miokard mengalami gangguan sehingga curah jantung menurun dan

menyebabkan kelemahan, fatigue, menurunnya kemampuan aktivitas fisik,

dan gejala hipoperfusi lainnya. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

Pada disfungsi diastolik, terjadi gangguan relaksasi miokard akibat

peningkatan kekakuan dinding ventrikel dan penurunan compliance

sehingga pengisian ventrikel saat fase diastol terganggu.Gagal jantung

diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih

dari 50%.Disfungsi sistolik dan diastolik seringkali dijumpai bersamaan

dan timbulnya gagal jantung sistolik bisa mempengaruhi fungsi

diastolik.Diagnosis gagal jantung sistolik atau diastolik tidak dapat

ditentukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Diagnosis dibuat

dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran

vena pulmonalis. Gagal jantung dapat memengaruhi jantung kiri, jantung

kanan, atau keduanya (biventrikel), namun dalam praktik jantung kiri yang

Page 20: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

sedang terkena.Manifestasi tersering dari gagal jantung kiri adalah

dispnea, atau perasaan kehabisan napas. Hal ini terutama disebabkan oleh

penurunan compliance paru akibat edema dan kongesti paru dan oleh

peningkatan aktivitas reseptor regang otonom di dalam paru. Dispnea

paling jelas sewaktu aktivitas fisik (dyspneu d’effort). Dispnea juga jelas

saat pasien berbaring (ortopnea) karena meningkatnya jumlah darah vena

yang kembali ke toraks dari ekstremitas bawah dan karena pada posisi ini

diafragma terangkat. Dispnea nokturnal paroksismal adalah bentuk dispnea

yang dramatik; pada keadaan tersebut pasien terbangun dengan sesak

napas hebat mendadak disertai batuk, sensasi tercekik, dan mengi.

Manifestasi lain gagal jantung kiri adalah kelelahan otot, pembesaran

jantung, takikardia, bunyi jantung ketiga (S3) gallop, ronki basah halus di

basal paru, karena aliran udara yang melewati alveolus yang edematosa.

Terjadi krepitasi paru karena edema alveolar dan edema dinding bronkus

dapat menyebabkan mengi. Seiring dengan bertambahnya dilatasi

ventrikel, otot papilaris bergeser ke lateral sehingga terjadi regurgitasi

mitral dan murmur sistolik bernada tinggi. Dilatasi kronis atrium kiri juga

dapat terjadi dan menyebabkan fibrilasi atrium yang bermanifestasi

sebagai denyut jantung “irregularly irregular”(tidak teratur secara tidak

teratur). (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

Manifestasi utama dari gagal jantung kanan adalah bendungan vena

sistemik dan edema jaringan lunak. Kongesti vena sistemik secara klinis

tampak sebagai distensi vena leher dan pembesaran hati yang kadang-

kadang nyeri tekan. Bendungan ini juga menyebabkan peningkatan

frekuensi trombosis vena dalam dan embolus paru. Edema menyebabkan

penambahan berat dan biasanya lebih jelas di bagian dependen tubuh,

seperti kaki dan tungkai bawah. Pada gagal ventrikel yang lebih parah,

edema dapat menjadi generalist. Efusi pleura sering terjadi, terutama di sisi

kanan, dan mungkin disertai efusi perikardium dan asites.Pada gagal

jantung kanan ditemukan dispneu, namun bukan ortopneu atau PND. Pada

palpasi mungkin didapatkan gerakan bergelombang yang menandakan

Page 21: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

hipertrofi ventrikel kanan dan/atau dilatasi, serta pada auskultasi

didapatkan bunyi jantung S3 atau S4 ventrikel kanan. (Sitompul, Barita.,

Sugeng, JI. 2003).

c. Alasan jantung berdebar-debar

Jantung berdebar-debar disebabkan oleh kompensasi jantung agar

volume darah dalam sirkulasi mencukupi kebutuhan jaringan dimana dapat

disebabkan oleh aterosklerosis yang mungkin dimiliki oleh pasien

menimbang dari usia dan jenis kelamin pasien (Price, 2006).

d. Keluhan disertai bangun saat tidur

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea adalah gejala dimana pasien

mendadak bangun dari tidur saat dispnea. Saat tidur (malam hari =

nocturnal) terjadi penurunan aktivitas pernapasan dari pusat pernapasan di

batang otak. Selain itu, Ketika pasien berbaring, darah yang ada di tubuh

bagian bawah paru-paru bergerak lebih lancar menuju atrium kanan,

kemudian ventrikel kanan, dan menuju paru. Paru-paru kemudian

memompa darah ini menuju atrium kiri untuk disalurkan ke ventrikel kiri.

Namun, pada pasien gagal jantung, ventrikel kiri tidak bisa memompa

volume tambahan tersebut sehingga darah balik ke paru dan menyebabkan

edema paru. Pada edema paru, tekanan paru meningkat sehingga oksigen

lebih susah untuk diikat oleh darah sehingga menyebabkan sesak napas

sebagai kompensasi paru untuk meningkatkan asupan oksigen.

e. Obat-obatan yang telah diberikan saat sakit serupa dulu

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi

beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama

fungsi miokardium: 1) beban awal, 2) kontraktilitas, dan 3) beban akhir.

Penanganan biasanya dimulai dari timbulnya gejala saat aktvitas biasa

(NYHA kelas II). Regimen penanganan diberikan secara progresif

ditingkatkan sampai mencapai respons klinis yang diinginkan. Eksaserbasi

akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung dapat

Page 22: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

menjadi alasan untuk perawatan di rumah sakit dan penanganan yang lebih

agresif.

Pengurangan Beban Awal

Pembatasan asupan garam dalam makanan mengurangi beban kerja

jantung dengan menurunkan retensi cairan. Apabila gejala-gejala menetap

dengan pembatasan garam yang sedang, diperlukan pemberian diuretik

oral untuk mengatasi retensi natrium dan air. (Price & Wilson, 2006)

Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki

peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung.

Ada beberapa golongan obat diuretik, diantaranya diuretik kuat, tiazid,

diuretik hemat kalium, carbonic anhidrase inhibitor, serta diuretik

osmosis. Diuretik yang sering digunakan untuk gagal jantung kongestif

adalah diuretik kuat, tiazid, dan diuretik hemat kalium. Jenis-jenis diuretik

dan contoh obatnya terangkum di gambar 1.

Page 23: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

Diuretik kuat merupakan sekelompok diuretik yang efeknya sangat

kuat dibandingkan dengan diuretik yang lain. Tempat kerja dari diuretik

kuat adalah di epitel tebal ansa henle bagian ascenden. Yang termasuk

kelompok ini adalah obat-obatan seperti furosemid, torsemid, asam

etakrinat, dan bumetanid. Diuretik kuat menghambat reabsorpsi natrium

dan klorida serta meningkatkan ekskresi kalium. Furosemid merupakan

Page 24: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

obat standar untuk gagal jantung. Selain itu, diuretik kuat digunakan untuk

edema refrakter, asites pada sirosis hepatis, edema pada gagal ginjal, gagal

ginjal akut, serta hiperkalsemia sistematik (karena diuretik kuat tidak

meningkatkan reabsorbsi kalsium). Diuretik kuat dikontraindikasikan bagi

pasien gagal ginjal yang disertai anuria. (Nafraldi, 2009)

Tiazid menghambat simporter natrium dan klorida di hulu tubulus

kontortus distal, sehingga meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan air.

Pada pasien hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah karena efek

diuretik dan vasodilatasi. Pada pasien diabetes insipidus, tiazid

menurunkan diuresis karena menurunkan laju filtrasi glomerulus, yang

membuat terjadinya peningkatan reabsorbsi natrium dan air di tubulus

kontortus proksimal. Akibatnya volume urine yang sampai di tubulus

kontortus distal akan sedikit dan menekan gejala poliuria secara signifikan.

Indikasi pemberian tiazid adalah gagal jantung ringan – sedang, hipertensi,

edema akibat penyakit hati dan ginjal kronis, pengobatan jangka panjang

edema kronik, diabetes insipidus, dan hiperkalsiuria. Perlu kehati-hatian

dalam memberikan tiazid pada pasien sirosis dengan asites karena

gangguan pembentukan H+ menyebabkan ammoniak tidak dapat diubah

menjadi ion ammonium dan memasuki peredaran darah, akibatnya pasien

dapat mengalami depresi mental bahkan koma. (Nafraldi, 2009)

Diuretik hemat kalium teridri atas antagonis aldosteron, triamteren,

dan amilorid. Yang termasuk ke dalam antagonis aldosteron adalah

spironolakton dan eplerenon, dengan mekanisme kerja penghambatan

kompetitif terhadap aldosteron. Antagonis aldosteron diberikan untuk

pasien dengan hiperaldosteronisme primer dan sekunder, asites pada

sirosis hepatis, sindrom nefrotik, hipertensi, edema refrakter, serta gagal

jantung. Triamteren dapat bekerja dalam keadaan tanpa aldosteron dengan

cara menghambat sekresi kalium di tubuli distal. Diuretik hemat kalium

digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat bila adanya bahaya

hipokalemia. (Nafraldi, 2009)

Page 25: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

Selain diuretik, vasodilatasi vena juga dapat menurunkan beban awal

melalui redistribusi darah dari sentral ke sirkulasi perifer. Venodilatasi

menyebabkan mengalirnya darah ke perifer dan mengurangi aliran balik

vena ke jantung. Pada situasi ekstrem mungkin diperlukan hemodialisis

untuk menunjang fungsi miokardium. (Price & Wilson, 2006)

Peningkatan Kontraktilitas

Obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium,

kemungkinan dengan meningkatkan persediaan kalsium intrasel untuk

protein-protein kontraktil, aktin dan miosin. Dua golongan obat inotropik

yang dipakai: 1) Glikosida Digitalis, dan 2) obat nonglikosida.obat

nonglikosida meliputi amin simpatomimetik, seperti epinefrin dan

norepinefrin, serta penghambat fosfodieterase, seperti amrinon dan

enoksimon. Amin simpatomimimetik meningkatkan kontraktilitas secara

langsung dengan merangsang reseptor beta adrenergik dan secara tidak

langsung dengan melepaskan norepinefrin dari medula adrenal.

Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim yang menyebabkan pemecahan suatu

senyawa, adenosin monofosfat siklik (cAMP), yang memulai perpindahan

kalsium ke dalam sel melalui saluran kalsium lambat. Penghambatan PDE

meningkatkan peningkatan cAMP dalam darah, sehingga meningkatkan

kadar kalsium intrasel. Penghambat PDE juga mengakibatkan vasodilatasi.

(Price & Wilson, 2006)

Pengurangan Beban Akhir

Dua respons kompensatorik terhadap gagal jantung (akktivasi sistem

simpatis dan sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron) menyebabkan

terjadinya vasokonstriksi dan selanjutnya meningkatkan tahanan terhadap

ejeksi ventrikel dan beban akhir. Dengan meningkatnya beban akhir, kerja

jantung bertambah dan curah jantung menurun. Vasodilator arteri akan

menekan efek-efek negatif tersebut melalui dua cara: 1) dilatasi langsung

otot polos pembuluh darah, dan 2) hambatan enzim konversi angiotensin.

Page 26: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

Vasodilator langsung terdiri dari obat seperti hidralazin dan nitrat

(kombinasi). Penghambat enzim konversi angiotensin (contoh: enalapril

dan kaptopril) menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.

Efek ini mencegah vasokonstriksi yang diinduksi angiotensin, dan juga

menghambat produksi aldosteron dan retensi cairan. (Price & Wilson,

2006)

f. DDx, Dx, alur diagnosis

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis

gagal jantung kongestif.

Kriteria mayor:

1. Paroxismal Nocturnal Dispneu

2. distensi vena leher

3. ronkhi paru

4. kardiomegali

5. edema paru akut

6. gallop S3

7. peninggian tekanan vena jugularis

8. refluks hepatojugular

Kriteria minor:

1. edema ekstremitas

2. batuk malam hari

3. dispneu de effort

4. hepatomegali

5. efusi pleura

6. takikardi

7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1

kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.

Diagnosis Banding

Page 27: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

- Hypertensive heart disease (HHD)

- Congestive Heart Failure

- Heart Failure

g. Penyebab sesak napas kumatan sejak satu bulan yang lalu

Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA),

umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat

latihan fisik:

Klas I : Tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan timbul

pada aktivitas yang lebih berat dari aktivitas seharihari.

Klas II : Gejala timbul pada aktivitas sehari-hari.

Klas III : Gejala timbul pada aktivitas lebih ringan dari aktivitas sehari-hari.

Klas IV : Gejala timbul pada saat istirahat.

Keluhan sesak napas yang kumatan sejak satu bulan yang lalu menandakan

telah terjadinya peningkatan kelas pada klasifikasi fungsional jantung pasien.

Pasien mengeluh sesak napasnya kumat sejak sebulan terakhir, saat aktivitas

ringan dan berbaring, menunjukkan bahwa pasien termasuk dalam kelas III

pada klasifikasi fungsional jantung menurut NYHA.

h. Kategori hipertensi

Klasifikasi hipertensi berdasarkan Joint National Committe (JNC) 7

Kategori Sistol (mmHg) Dan/ Atau Distol (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Pre- hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥160 Atau ≥100

Sistol terisolasi ≥140 Dan <90

i. Indikasi dan kontraindikasi dilakukan analisa gas darah (AGD)

Page 28: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

Indikasi:

1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik

Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan

aliran udara pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible

ataupun reversible parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis

kronis dan emfisema, tetapi bisa juga gabungan antar keduanya.

2. Pasien dengan edema pulmo

Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan

yang merembes keluar dari pembuluh - pembuluh darah dalam paru

sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan dengan

pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesu litan

bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.

3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)

ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar

kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel

alveolar dan perubahan dalarn jaring- jaring kapiler, terdapat

ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat-akibat

kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam

paru-.paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan

, yang mengarah pada kolaps alveolar.

4. Infark miokard

Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

5. Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana alveoli

menjadi radang dan dengan penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan

oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur

atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau

kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain

seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.

6. Pasien syok

Page 29: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah

arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.

Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah

jantung, volume darah, dan pembuluh darah.

Kontra indikasi:

Koagulopati

Selulitis

Modifikasi Allen Test negatif

Denyut arteri tidak teraba.

j. Hubungan hipertensi dengan keluhan

RAA

Renin disekresi dari aparat juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban

terhadap kurangnya perfusi glomerular atau kurang asupan garam. Ia juga

dilepas sebagai jawaban terhadap stimulasi dari sistem saraf simpatis. Renin

bertanggung jawab mengkonversi substrat renin (angiotensinogen) menjadi

angiotensin II di paru- paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE).

Angiotensi II ialah vasokonstriktor yang kuat dan mengakibatkan

peningkatan tekanan darah. Di samping itu ia menstimulasi pelepasan

aldosteron dari zona glomerulosa kelenjer adrenal, yang mengakibatkan

peningkatan lagi tekanan darah yang berkaitan dengan retensi garam dan air.

Patofisiologi hipertensi ventrikel kiri akibat hipertensi

Jantung yang mendapatkan tambahan beban hemodinamik akan

mengalami kompensasi melalui proses: mekanisme kompensasi Frank

Starling, meningkatkan massa otot jantung dan aktifasi mekanisme

neurohormonal baik sistem simpatis maupun melalui hormon renin

angiotensin (Efendi, 2003). Akan tetapi, menurut Alfakih et al. (2004) dalam

Kaplan (2006), hipertrofi jantung dalam respon terhadap beban tambahan

tidak merupakan patologis pada tiga keadaan: maturasi pada bayi dan anak,

kehamilan, dan latihan yang berat.

Page 30: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

HVK pada hipertensi sebenarnya merupakan fenomena yang kompleks,

dimana tidak hanya melibatkan faktor hemodinamik seperti : beban tekanan,

volume, denyut jantung yang berlebihan dan peningkatan kontraktilitas dan

tahanan perifer, tetapi juga faktor non hemodinamik seperti usia, kelamin, ras,

obesitas, aktifitas fisik, kadar elektrolit dan hormonal.

Gambar 1. Skema Patofisiologi HVK pada Hipertensi

Sumber: Korelasi Dispersi QT dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri pada

Penderita Hipertensi.

HVK dimulai dengan peningkatan kontraktilitas miokard yang dipengaruhi

oleh sistem saraf adrenergik sebagai respond neurohumoral, kemudian diikuti

dengan peningkatan aliran darah balik vena karena vasokonstriksi di

pembuluh darah perifer dan retensi cairan oleh ginjal. Bertambahnya volume

darah dalam vaskuler akan meningkatkan beban kerja jantung, kontraksi otot

jantung akan menurun karena suplai aliran darah yang menurun dari aliran

koroner akibat arteriosklerosis dan berkurangnya cadangan aliran pembuluh

darah koroner. Proses perubahan di atas terjadi secara simultan dalam

perjalanan penyakit hipertensi dalam mewujudkan terjadinya payah jantung.

Pada hipertensi ringan curah jantung mulai meningkat, frekuensi denyut

Page 31: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

jantung dan kontraktilitas bertambah sedangkan tahanan perifer masih

normal. Peningkatan curah jantung oleh proses autoregulasi ini, berkaitan

dengan overaktivitas simpatis, akan menimbulkan peningkatan tonus

pembuluh darah perifer dan terjadi sebagai usaha kompensasi untuk

mencegah agar peningkatan tekanan (karena curah jantung yang meningkat

tadi) tidak disebarluaskan ke jaringan pembuluh darah kapiler, yang akan

dapat mengganggu homeostasis sel secara substansial. Bila berlangsung lama

maka konstriksi otot polos pembuluh darah perifer ini akan menginduksi

perubahan struktural dengan penebalan dinding pembuluh darah arteriol yang

akan mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang irreversibel sehingga

pada akhirnya kerja jantung menjadi bertambah berat.

Supaya volume sekuncup tetap stabil, peningkatan beban tekan ini akan

meningkatkan tegangan dinding (stres dinding). Sehingga untuk mengurangi

tegangan dinding ini, sesuai dengan Persamaan Laplace, terjadi peningkatan

ketebalan dinding jantung sebagai kompensasi yang dikenal dengan hipertrofi

konsentris yang ditandai dengan sintesis sarkomer-sarkomer baru yang

berjalan sejajar dengan sarkomer lama yang menyebabkan peningkatan tebal

dinding tanpa adanya dilatasi ruang untuk membantu memelihara kekuatan

kontraksi ventrikel. Ciri hipertrofi konsentris ini berupa penebalan dinding

otot jantung, pertambahan massa jantung, volume akhir-diastol masih normal

atau sedikit meningkat, dan rasio massa terhadap volume meningkat.

Hipertrofi konsentris ini akan berlanjut dengan hipertrofi eksentrik sebagai

respon terhadap beban volume yang ditandai dengan sintesis sarkomer-

sarkomer baru secara seri dengan sarkomer lama yang membuat radius ruang

ventrikel membesar. Ciri hipertrofi eksentrik ini berupa penambahan massa

dan volume jantung tetapi ketebalan dinding tidak berubah

Hipertrofi dan dilatasi jantung ini membutuhkan suplai darah yang lebih

banyak dan seperti yang sudah dibahas terdahulu, miokardium yang terlalu

teregang justru akan menyebabkan kekuatan kontraksi menurun, hal ini

mengakibatkan suplai darah tidak mampu menyetarakan massa otot jantung

yang meningkat sehingga akan berujung pada komplikasi jantung lainnya

Page 32: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

seperti penyakit infark miokardium yang diakhiri dengan gagal jantung. Jadi,

dapat dilihat bahwa HVK yang disebabkan oleh hipertensi akan

mempermudah berbagai macam komplikasi jantung akibat hipertensi,

termasuk gagal jantung kongestif, aritmia ventrikel, iskemi miokard dan mati

mendadak.

k. Interpretasi pemeriksaan fisik dan patofisiologinya

1. Tekanan darah 180/ 100 mmHg hipertensi

Mekanisme terjadi hipertensi sudah dijelaskan di pembahasan sebelumnya.

2. Heart rate 120 x/ menit takikardi

Pada penurunan fungsi jantung (terutama ventrikel kiri) maka curah

jantung mengalami penurunan sehingga untuk memenuhi kebutuhan

oksigen dan nutrisi oleh tubuh terdapat mekanisme kompensasi berupa

takikardi (jantung berdetak lebih cepat dari normal).

3. Frekuensi napas 32 x/ menit takipnea

Takipnea timbul sebagai mekanisme hiperventilasi untuk

meningkatkan asupan oksigen dan menurunkan kadar karbondioksida

darah sebagai kompensasi dari adanya asidosis metabolik karena pada

asidosis metabolik terjadi penurunan kadar HCO3- (sifat: basa) dalam

darah sehingga suasana darah menjadi asam dan dibutuhkan penurunan

karbondioksida untuk mengembalikan ke suasana normal darah.

4. JVP meningkat

Pada hipertensi, tahanan perifer pembuluh darah meningkat sehingga

timbul kompensasi berupa peningkatan kekuatan pompa oleh ventrikel

kiri. Karena terjadi peningkatan pompa oleh ventrikel kiri maka tekanan

dalam ventrikel kiri meningkat. Karena darah akan mengalir dari tekanan

tinggi ke tekanan rendah, maka supaya atrium kiri bisa mengalirkan darah

ke ventrikel kiri, atrium kiri harus meningkatkan kekuatan pompanya juga

sehingga tekanannya meningkat. Supaya paru-paru bisa mengalirkan darah

menuju atrium kiri maka terjadi peningkatan tekanan di paru-paru.

Peningkatan tekanan di paru-paru menyebabkan peningkatan tekanan di

Page 33: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

ventrikel kanan supaya darah dari ventrikel kanan bisa mengalir ke paru-

paru. Peningkatan tekanan di paru-paru menyebabkan peningkatan tekanan

di ventrikel kanan supaya darah dari ventrikel kanan bisa mengalir ke

paru-paru. Peningkatan tekanan di ventrikel kanan menyebabkan

peningkatan tekanan di ventrikel kiri supaya darah dari atrium kanan bisa

mengalir ke ventrikel kanan. Peningkatan tekanan atrium kanan

menyebabkan tekanan pada vena jugularis (JVP) meningkat.

l. Interpretasi pemeriksaan penunjang dan patofisiologinya

1. Pemeriksaan EKG

Irama sinus takikardi menunjukkan bahwa ritme jantung dibentuk oleh

impuls listrik dari SA node dengan detak yang cepat melebih nilai normal.

Nilai normal detak jantung adalah 60 – 100 kali/ menit. Pada penurunan

fungsi jantung (terutama ventrikel kiri) maka curah jantung mengalami

penurunan sehingga untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi oleh

tubuh terdapat mekanisme kompensasi berupa takikardi (jantung berdetak

lebih cepat dari normal).

Left Atrial Hypertrophy dan Left Ventricle Hypertrophy menunjukkan

adanya pembesaran atrium dan ventrikel kiri. Pada hipertensi, tahanan

perifer pembuluh darah meningkat sehingga timbul kompensasi berupa

peningkatan kekuatan pompa oleh ventrikel kiri. Untuk memompa lebih

keras dibutuhkan lebih banyak sel-sel otot sehingga ventrikel kiri

mengalami hipertrofi. Karena terjadi peningkatan pompa oleh ventrikel

kiri maka tekanan dalam ventrikel kiri meningkat. Karena darah akan

mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, maka supaya atrium kiri

bisa mengalirkan darah ke ventrikel kiri, atrium kiri harus meningkatkan

kekuatan pompanya juga sehingga tekanannya meningkat. Karena atrium

membutuhkan banyak sel otot untuk memompa lebih kuat, terjadi

hipertrofi atrium.

2. Foto thorax

Page 34: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

CTR (Cardio Thorax Ratio) 0,70 menunjukkan adanya pembesaran

jantung. Nilai normal CTR adalah < 0,5. Pembesaran jantung dikarenakan

ada hipertrofi atrium dan ventrikel yang sudah dijelaskan di paragraf

sebelumnya.

Apex bergeser ke lateral bawah menunjukkan adanya pembesaran

ventrikel kiri. Seumpama didapatkan pergeseran apex ke lateral saja, maka

menunjukkan adanya pembesaran ventrikel kanan. Pembesaran ventrikel

sudah dijelaskan di pembahasan sebelumnya.

Pinggang jantung menonjol menunjukkan adanya pembesaran atrium

dan ventrikel kanan yang mekanismenya sudah dijelaskan di pembahasan

sebelumnya.

Vaskularisasi paru meningkat menunjukkan adanya mekanisme

hiperventilasi untuk meningkatkan asupan oksigen dan menurunkan kadar

karbondioksida darah sebagai kompensasi dari adanya asidosis metabolik

karena pada asidosis metabolik terjadi penurunan kadar HCO3- (sifat: basa)

dalam darah sehingga suasana darah menjadi asam dan dibutuhkan

penurunan karbondioksida untuk mengembalikan ke suasana normal

darah.

Mengapa terjadi penurunan HCO3- dalam darah?

Pada penurunan fungsi jantung, suplai oksigen dan nutrisi menuju

jaringan atau organ perifer sangat berkurang sehingga di perifer terjadi

metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob ini memberikan hasil samping

berupa asam laktat (sifat: asam). Untuk menetralisir sifat asam ini maka

digunakan HCO3- (sifat: basa). Karena jumlah asam banyak maka

dibutuhkan jumlah HCO3- yang banyak pula sehingga menyebabkan kadar

HCO3- dalam darah mengalami penurunan yang mengakibatkan terjadinya

asidosis metabolik.

m. Hubungan RAA, perfusi ginjal, dan kencing menurun

Pada penderita hipertensi, tahanan perifer sistemik menjadi lebih

tinggi dari orang normal akibat adanya vasokontriksi pembuluh darah. Itu

Page 35: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

berarti ventrikel kiri harus bekerja lebih keras untuk melawan tahanan

tersebut agar ejeksi darah maksimal sehingga suplai darah ke semua

jaringan tercapai sesuai kebutuhannya. Ventrikel kiri kemudian

mengompensasi keadaan tersebut dengan hipertrofi sel-sel otot jantung.

Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hyperthropy, LVH) memungkinkan

jantung berkontraksi lebih kuat dan mempertahankan volume sekuncup

walaupun terjadi tahanan terhadap ejeksi. Namun, lama kelamaan

mekanisme kompensasi tersebut tidak lagi mampu mengimbangi tekanan

perifer yang tetap tinggi. Kegagalan mekanisme kompensasi menyebabkan

penurunan kontraktilitas ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas ventrikel

kiri akan diikuti oleh penurunan curah jantung yang selanjutnya

menyebabkan penurunan tekanan darah. Semua hal tersebut akan

merangsang mekanisme kompensasi neurohormonal seperti pengaktifan

sistem saraf simpatis dan sistem RAA (renin-angiotensin-aldosteron).

Pengaktifan sistem saraf simpatis akan meningkatkan kontraktilitas

jantung hingga mendekati normal. Hal itu terjadi karena saraf simpatis

mengeluarkan neurotransmiter (norepinefrin-NE) yang meningkatkan

permeabilitas Ca2+ membran. Hal tersebut meningkatkan influks

Ca2+ dan memperkuat partisipasi Ca2+ dalam proses kontraksi sel. Selain

itu, stimulasi simpatis juga menyebabkan vasokontriksi perifer yang

bertujuan mencegah penurunan tekanan darah lebih lanjut. Di sisi lain,

penurunan curah jantung menyebabkan penurunan perfusi jaringan organ

tubuh lainnya. Salah satunya adalah ginjal. Penurunan perfusi darah ke

ginjal merangsang ginjal untuk menurunkan filtrasi dan meningkatkan

reabsorbsi. Peningkatan reabsorbsi inilah yang menyebabkan kencing

penderita berkurang dan peningkatan kadar serum ureum (65 mg/dl) di

mana harga rujukannya sebesar 10-50 mg/dl. Walaupun terjadi penurunan

filtrasi glomerulus, dalam keadaan mantap stabil laju filtrasi kreatinin

sama dengan laju ekskresinya. Hal inilah yang menyebabkan kadar

kreatinin serum penderita sebesar 1,4 mg/dl masih mendekati batas normal

Page 36: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

(normal 0,6-1,3 mg/dl). Kedua hal di atas menunjukkan adanya penurunan

fungsi ginjal. Penurunan perfusi ginjal juga merangsang sel-sel

juxtaglomerulus untuk mensekresi renin. Kemudian renin menghidrolisis

angiotensinogen menjadi angiotensin I yang selanjutnya oleh angiotensin

converting enzyme (ACE) akan diubah menjadi angiotensin II.

Angiotensin II kemudian ditangkap oleh reseptornya di pembuluh darah

(vascular ATR1) dan terjadi vasokontriksi.

Page 37: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

BAB III

KESIMPULAN

Dari kasus di skenario terdapat beberapa poin yang mengarah ke

diagnosis. Pasien kemungkinan menderita gagal jantung kiri akut akibat hipertensi

yang dideritanya. Pasien juga mengalami kardiomegali dan penurunan fungsi

ginjal akut. Kemungkinan ini bisa dilihat dari beberapa hasil pemeriksaan fisik

dan penunjang. Tekanan darah 180/ 100 mmHg yang menandakan pasien

mengalami hipertensi. Pada hipertensi, tahanan perifer pembuluh darah meningkat

sehingga timbul kompensasi berupa peningkatan kekuatan pompa oleh ventrikel

kiri. Karena terjadi peningkatan pompa oleh ventrikel kiri maka tekanan dalam

ventrikel kiri meningkat. Karena darah akan mengalir dari tekanan tinggi ke

tekanan rendah, maka supaya atrium kiri bisa mengalirkan darah ke ventrikel kiri,

atrium kiri harus meningkatkan kekuatan pompanya juga sehingga tekanannya

meningkat. Supaya paru-paru bisa mengalirkan darah menuju atrium kiri maka

terjadi peningkatan tekanan di paru-paru.

Peningkatan tekanan di paru-paru menyebabkan peningkatan tekanan di

ventrikel kanan supaya darah dari ventrikel kanan bisa mengalir ke paru-paru.

Peningkatan tekanan di paru-paru menyebabkan peningkatan tekanan di ventrikel

kanan supaya darah dari ventrikel kanan bisa mengalir ke paru-paru. Peningkatan

tekanan di ventrikel kanan menyebabkan peningkatan tekanan di ventrikel kiri

supaya darah dari atrium kanan bisa mengalir ke ventrikel kanan. Peningkatan

tekanan atrium kanan menyebabkan tekanan pada vena jugularis (JVP)

meningkat. Heart rate 120 x/ menit takikardi . Pada penurunan fungsi jantung

(terutama ventrikel kiri) maka curah jantung mengalami penurunan sehingga

untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi oleh tubuh terdapat mekanisme

kompensasi berupa takikardi (jantung berdetak lebih cepat dari normal).

Kemungkinan gagal jantung kiri akut akibat hipertensi juga diperkuat

dengan hasil pemeriksaan EKG dan Foto thorax yang terdapat pada skenario.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain pemberian venodilator,

vasodilator, dan inotropik untuk menurunkan beban jantung dan meningkatkan

Page 38: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

kontraktilitas jantung.Penatalaksanaan perlu diberikan sedini mungkin agar tidak

terjadi komplikasi yang lebih parah seperti gagal jantung kongestif atau syok

kardiogenik. 

 

Page 39: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

BAB IV

SARAN

Secara keseluruhan, diskusi skenario 3 blok kardiovaskular berjalan

dengan baik. Namun tetap ada beberapa hal yang perlu diperbaiki agar diskusi-

diskusi selanjutnya berjalan dengan lebih baik.

Bagi setiap anggota kelompok diskusi, sebaiknya lebih mempersiapkan

diri dalam menjalani diskusi tutorial. Dimana sudah terlebih dahulu membaca

literatur dan mencoba memahaminya agar saat pelaksanaan diskusi dapat

menyampaikan dengan kata-kata sendiri sehingga lebih mudah dipahami diri

sendiri dan orang lain. Selain itu, keberanian diri untuk menyampaikan

pendapatnya juga sangat diperlukan guna tercapai pemahaman yang baik

mengenai topik oleh masing-masing anggota kelompok diskusi. Dengan banyak

pendapat dan juga pertanyaan maka peluang mendapatkan pengetahuan dan

pemahaman yang baik akan semakin besar. Dan pada pertemuan kedua

diharapkan tiap anggota benar-benar dapat menyampaikan pendapat berdasarkan

literatur yang diakui / yang teruji kepustakaannya.

Selain itu anggota tutorial juga diharapkan tetap bisa menjaga

kekondusifan jalannya diskusi tutorial. Tidak hanya terfokus pada materi yang

akan disampaikan diri sendiri tetapi juga tetap memperhatikan apa yang

disampaikan oleh anggota tutorial yang lainnya agar tidak perlu ada pengulangan

dalam penyampaian materi diskusi yang sudah disampaikan. Sehingga waktu

diskusi akan menjadi lebih efisien. Selain itu, mendengarkan pendapat orang lain

dapat menambah pengetahuan kita sehingga dapat mengoreksi hasil pencarian

literatur masing-masing anggota tutorial.

Secara umum tutor juga telah banyak membantu mahasiswa untuk berpikir

kritis dan memecahkan masalah yang ada, menambah wawasan namun juga

menunjukkan poin-poin penting yang perlu dipahami oleh mahasiswa dalam

kompetensi dokter umum. Namun ada sedikit saran untuk tutor agar bisa lebih

mendorong setiap anggota tutorial untuk aktif dalam memyampaikan

pendapatnya.

Page 40: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

Dan pada skenario ini, tiap anggota kelompok diskusi diharapkan dapat

mempelajari lebih lanjut, utamanya, mengenai hypertension heart disease (HHD)

dan penyakit kardiovaskular yang menyebabkan hipertensi. Dari skenario ini,

sebaiknya pasien lebih memperhatikan dan mengontrol tekanan darahnya

sehingga dapat mengurangi keluhannya tersebut.

Page 41: Laporan Tutorial Sken 3 Kardio

DAFTAR PUSTAKA

Brosche, Theresa Ann Middleton. (2011). Buku Saku EKG. Alih Bahasa : Leo Rendy. Jakarta.

Burndside, JW.,McGlynn, TJ. (1995). Diagnosis Fisik. Alih Bahasa : Lumanto,

Davis, M.K., (2010). ABC gagal jantung: gagal jantung kongestif di community trends dalam insiden dan kelangsungan hidup dalam jangka waktu 10 tahun. BMJ: 297-300. Di akses tanggal 3 Juni 2015

Emedicine.medscape.com/article/163062-overview. Di akses 3 Juni 2015Henny. Jakarta : EGC.

Katzung, BG. (2001). Farmakologi Dasar Klinik. Jakarta : Salemba Medika.

Mahanani, D.A., Hartanto, H., Susi, N., Wulansari, P. (eds). 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC. pp: 517.

Mansjoer, Arif et al. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Nafraldi. (2009). Diuretik dan Antidiuretik. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Editor: Sulistia Gan Gunawan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Palupi, Rita Khairani. (2007). Gagal Jantung. Dalam Kumpulan Kuliah Kardiologi. Jakarta.

Price W, Wilson LM. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Sherwood, L. (2007). Human Physiology: From Cells to Systems. 5th ed. Jakarta : EGC.

Sitompul, Barita., Sugeng, JI. (2003). Gagal Jantung. Dalam :Buku Ajar Kardiologi. Editor : Rilanto, LI dkk. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

World Health Organization. (2007). Health Information Worldwide. WHO.