laporan tutorial sken 2 geriatri.docx

Upload: dea-saufika

Post on 16-Oct-2015

193 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

laptut

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIALBLOK GERIATRI SKENARIO II

KELOMPOK A8 :Achmad Nurul HidayatG0011003Aprilisasi P.S. G0011031Dea Saufika Najmi G0011063Fitria Dewi LarassuciG0011097Ines Aprilia Safitri G0011115Risky Pratiwi P G0011177Azamat Agus Sampurna G0011047Gefaritza Rabbani G0011099Jati Febriyanto Adi L.P. G0011121Riko Saputra G0011173TUTOR :dr. Dian Nugroho

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTATAHUN 2013BAB IPENDAHULUAN

Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, yang mengakibatkan masalah sosial dan higienis penderitanya. Inkontinensia urin merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada orang berusia lanjut. Berbagai komplikasi dapat menyertai inkontinensia urin seperti infeksi saluran kemih, kelainan kulit, gangguan tidur, problem psikososial seperti depresi, mudah marah, dan rasa terisolasi.Pihak kesehatan, baik dokter maupun tenaga medis yang lain tidak jarang tidak memahami tatalaksana inkontinensia urin dengan baik atau bahkan tidak mengetahui bahwa inkontinensia urin merupakan masalah kesehatan yang dapat diselesaikan. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengatasi masalah inkontinensia urin, baik bersifat nonnfarmakologis maupun terapi obat dan pembedahan jika diketahui dengan tepat jenis atau tipe inkontinensianya.

SKENARIO 1

Trilogi Eyang Yoso II : Kesedihan Sang Pejuang Sang Pejuang

Eyang Yoso, kini berusia 78 tahun, dibawa ke poliklinik geriatri oleh cucunya karena mengeluh berulang kali kencing di malam hari. Akhir-akhir ini sering marah-marah, gaduh gelisah dan tidak bisa tidur. Sejak istrinya meninggal satu bulan yang lalu, sering minum obat tidur dari dokter umum.Pada pemeriksaan tanda vital Tekanan Darah 150/90 mmHg. Hasil pemeriksaan urin rutin leukosit 75/LPB, nitrit positif. Hasil GDS 350 mg/dl, creatinin 2.0 mg/dl, proteinuri (+3). Setelah diperiksa prostat dengan rectal touche didapatkan sulcus medianus datar. Juga dilakukan pemeriksaan Geriatric Depression Scale, Mini Mental Scale Examination, konsultasi bagian psikiatri. Oleh dokter disarankan di rawat di rumah sakit.

BAB IIDISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Seven Jump1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenarioA. GDS: Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan tes untuk skrining depresi yang mudah untuk dinilai dan dikelola, terdiri dari 30 pertanyaan atau 15 pertanyaan. Dirancang untuk mengeliminasi hal-hal somatik, seperti gangguan tidur yang mungkin tidak spesifik untuk depresi pada lansiaB. MMSE: Suatu alat tes yang digunakan secara luas untuk menilai dan mengevaluasi kerusakan fungsi kognitif termasuk didalamnya untuk mengukur orientasi terhadap tempat dan waktu, memori segera, memori verbal, perhitungan, dan bahasa.C.Proteinuria: Adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai normalnyaD. Kreatinin: Produk sisa dari perombakan kreatin fosfat yang terjadi di otot.E. Nitrit positif: Nitrit yg positif mengindikasikan adanya bakteri dlm urine. Bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK) membuat enzim yang mengubah nitrat menjadi nitrit.

2. Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan1. Keluhan berulang kali kencing di malam hari2. Akhir-akhir ini sering marah-marah, gaduh gelisah dan tidak bisa tidur3. Sering minum obat tidur dari dokter umum sejak istrinya meninggal satu bulan yang lalu4. Tekanan Darah 150/90 mmHg5. Hasil pemeriksaan urin rutin leukosit 75/LPB, nitrit positif6. Hasil GDS 350 mg/dl, creatinin 2.0 mg/dl, proteinuri (+3)7. Hasil pemeriksaan rectal touche didapatkan sulcus medianus datar8. Dilakukan pemeriksaan Geriatric Depression Scale, Mini Mental Scale Examination, konsultasi bagian psikiatri9. Oleh dokter disarankan di rawat di rumah sakit.

3. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)1) A. Apa kaitan jenis kelamin dan usia dengan keluhan pasien?B. Apakah penyebab pasien mengalami kencing berulang pada malam hari?C. Apa sajakah komplikasi dari kencing berulang pada malam hari? 2) A. Apa yang menyebabkan behaviour dari pasien tersebut? B. Bagaimana prinsip-prinsip psikogeriatri? Masalah apa sajakah yang bisa terjadi pada LANSIA? C. Mengapa pasien tidak bisa tidur? Bagaimana fisiologi tidur pada LANSIA? Bagaimana siklus tidur pada LANSIA?3) A. Apa sajakah efek samping dari penggunaan obat tidur dalam jangka panjang? B. Apa Drug of Choice obat tidur pada LANSIA? Keadaan seperti apa yang harus diberi obat tidur? 4) Bagaimana hubungan antara tekanan darah pada usia 78 tahun dengan tekanan darah pada usia 60 tahun? 5) A. Bagaimana interpretasi hasil dan indikasi dari pemeriksaan : i. urine rutin ii. Gula Darah Sewaktu iii. Kreatinin iv. Proteinuria +3 B. Bagaimana perubahan faal ginjal pada LANSIA? 6) A. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik pada pasien?B. Bagaimana hubungan antara hasil pemeriksaan fisik dengan keluhan pasien?7) A. Apa sajakah pemeriksaan psikiatri pada LANSIA? Bagaimana interpretasi hasil dari pemeriksaan tersebut? B. Kondisi geriatri seperti apakah yang harus dirujuk ke psikiater? C. Bagaimana tatalaksana yang baik terkait psikogeriatri? 8) A. Mengapa pasien pada skenario disarankan untuk dirawat di RS?B. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini?

1. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada Langkah III.

1. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran.1) A. Apa yang menyebabkan behaviour dari pasien tersebut? B. Bagaimana fisiologi tidur pada LANSIA? Bagaimana siklus tidur pada LANSIA?2) A. Apa sajakah efek samping dari penggunaan obat tidur dalam jangka panjang?B. Apa Drug of Choice obat tidur pada LANSIA? Keadaan seperti apa yang harus diberi obat tidur? 3) Bagaimana hubungan antara tekanan darah pada usia 78 tahun dengan tekanan darah pada usia 60 tahun? 4) A. Bagaimana interpretasi hasil dan indikasi dari pemeriksaan urine rutin, Gula Darah Sewaktu, Kreatinin dan proteinuria?B. Bagaimana perubahan faal ginjal pada LANSIA? 5) A. Apa sajakah pemeriksaan psikiatri pada LANSIA? Bagaimana interpretasi hasil dari pemeriksaan tersebut? B. Kondisi geriatri seperti apakah yang harus dirujuk ke psikiater?C. Bagaimana tatalaksana yang baik terkait psikogeriatri? 6) A. Mengapa pasien pada skenario disarankan untuk dirawat di RS? B. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini?

1. Langkah VI : 1. Mengumpulkan informasi baru.1. Mahasiswa mencari informasi di rumah.

1. Langkah VII : Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru yang diperoleh.Hasil dari Langkah VII akan dijelaskan di Pembahasan.

B. Pembahasan1. a.) Apa kaitan jenis kelamin dan usia dengan keluhan pasien?Keluhan sering kencing di malam hari (nocturia) salah satunya disebabkan oleh inkontinensia urin yang dialami oleh pasien. Sekitar 50% usia lanjut di instalasi perawatan kronis dan 11-30% di masyarakat mengalami inkontinensia urin. Prevalensi nya meningkat seiring dengan paningkatan umur. Perempuan lebih sering mengalami inkontinensia urin daripada laki-laki dengan perbandingan 1,5:1 (Sudoyo, 2006).Survei inkontinensia urin yang dilaukan oleh Divisi Geriatri Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada 208 orang usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) di Jakarta (2002) mendapatkan angka kejadian inkontinensia urin tipe stres sebesar 32,2% (Sudoyo, 2006).

b.) Apakah penyebab pasien mengalami kencing berulang pada malam hari? Inkontinensia urin meningkat seiring proses menua. Akan tetapi, proses menua bukanlah penyebabnya melainkan hanya faktor predisposisi penyakit ini. Proses penuaan pada manusia (pria maupun wanita) menyebabkan perubahan anatomis dan fisiologis urogenital bawah. Hal ini terkait dengan kadar hormon yaitu terjadi penurunan produksi androgen pada pria maupun estrogen pada wanita (Sudoyo, 2006).Hal ini akan berdampak pada perubahan morfologis kandung kemih (vesika urinaria) manusia berupa timbulnya fibrosis dan penurunan kandungan kolagen pada dinding vesika urinaria. Selain itu, fungsi kontraktil vesika urinaria juga tidak efektif lagi. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya trabekulasi pada otot detrusor dan divertikel pada dinding dalam vesika urinaria. Sedangkan, pada mukosa vesika urinaria terjadi atrofi, perubahan vaskularisasi submukosa, dan penipisan otot uretra sehingga terjadi penurunan penutupan uretra oleh otot tersebut (Sudoyo, 2006).Terdapat 4 tipe Inkontinensia Urin yaitu sebagai berikut:1. Inkontinensia urin tipe urgensi, yaitu ditandai dengan ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul. Manifestasinya berupa urgensi , frekuensi , dan nokturia2. Inkontinensia urin tipe stres, yang terjadi akibat tekanan intraabdominal yang meningkat seperti batuk, bersin, atau mengejan, terutama terjadi pada perempuan usia lanjut yang mengalami hipermobilitas uretra dan lemahnya otot dasar panggul akibat seringnya melahirkan, operasi dan penurunan estrogen.3. Inkontinensia urin tipe overflow, yaitu meningkatnya tegangan kandung kemih akibat obstruksi prostat hipertrofi pada laki-Iaki atau lemahnya otot detrusor akibat diabetes melitus, trauma medula spinalis, obat-obatan dapat menimbulkan. Manifestasi klinisnya berupa berkemih sedikit, pengosongan kandung kemih tidak sempurna, dan nokturia. 4. Inkontinensia urin tipe fungsional, yaitu terjadi akibat penurunan berat fungsi fisik dan kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai toilet pada saat yang tepat. Hal ini terjadi biasanya pada demensia berat, gangguan mobilitasc.) Apa sajakah komplikasi dari kencing berulang pada malam hari? Kencing berulang pada malam hari menyebabkan kualitas tidur menurun, berakibat menurunnya fungsi fisik dan kognitif. Misalnya merasa kelelahan di waktu siang. Selain itu juga meningkatkan insidensi jatuh pada usia lanjut. Jatuh dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Osman, 2013). Selain itu, berbagai komplikasi dapat menyertai inkontinensia urin seperti infeksi saluran kemih, kelainan kulit, gangguan tidur, problem psikososial seperti depresi, mudah marah, dan rasa terisolasi (Sudoyo, 2006).

2. a.) Apa yang menyebabkan behaviour dari pasien tersebut? Salah satu kemungkinan penyebab behaviour pasien adalah adanya tipe kepribadian mandiri pada sang Pasien yang menyebabkan adanya Power post syndrome. Selain itu adanya riwayat istri dari sang pasien meninggal juga dapat menyebabkan depresi pada pasien dan memicu behaviour tersebut muncul. Depresi bukan merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh patologi tunggal, tetapi biasanya bersifat multifaktorial. Pada usia lanjut, dimana stress lingkungan sering menyebabkan depresi dan kemampuan adaptasi menurun, akibat depresi pada usia lanjut seringkali tidak sebaik pada usia muda (Darmojo, 1999).Gejala depresi pada usia lanjut sering hanya berupa apatis dan penarikan diri dari aktivitas sosial, gangguan memori, perhatian serta memburuknya kognitif secara nyata. Tanda disfori atau sedih yang jelas sering kali tidak terdapat (Darmojo, 1999).Depresi usia lanjut seringkali kurang atau tidak terdiagnosis karena hal-hal berikut (Darmojo, 1999) :-Penyakit fisik yang diderita seringkali mengacaukan gambaran depresi, antara lain mudah lelah dan penurunan berat badan.-Golongan lanjut usia seringkali menutupi rasa sedihnya dengan justru menunjukkan bahwa dia lebih aktif.-Kecemasan, obsesionalitas histeria dan hipokondria yang sering merupakan gejala depresi justru menutupi depresinya.-Masalah sosial yang juga diderita seringkali membuat gambaran depresi menjadi lebih rumit.Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka dalam setiap asesmen geriatri seringkali disertakan form pemeriksaan untuk depresi, yang seringkali berupa skala depresi geriatrik (GDS) (Darmojo, 1999).Selain itu, depresi dapat disebabkan oleh pengaruh obat-obatan yang diminum pasien. Pada kasus ini dicurigai pasien meminum sedatif hipnotik. Barbiturat dapat menyebabkan depresi. Selain itu tidak menutup kemungkinan perilaku pasien seperti marah-marah dan gelisah dapat mengarah ke Behavioral Psychological Dementia.

b.) Bagaimana prinsip-prinsip psikogeriatri? Masalah apa sajakah yang bisa terjadi pada LANSIA? 1. Teori-teori geriatriMengenai masalah psikologik pada lansia, terdapat beberapa teori seperti disengagement theory yang menunjukkan adanya penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadi lansia satu sama lain. Teori ini dulunya dianggap mensukseskan proses menua. Namun sekarang muncul anggapan bahwa sosial involvement (keterlibatan sosial) dianggap lebih penting dan meyakinkan.Selain itu daya ingat (memori) lansia memang banyak menurun dari lupa sampai pikun bahkan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul peristiwa yang telah lama terjadi, namun malah lupa mengenai hal-hal yang baru terjadi. Dibawah ini terdapat beberapa stereotipe psikologik orang lansia. Biasanya tipe stereotipe ini sesuai dengan pembawaan lansia pada saat muda. Tipe yang dikenal adalah sebagai berikut :a. Tipe konstruktif Integritas baiak, dapat menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristik, fleksibel, tahu diri. Sifat ini dibawa sejak muda Dapat menerima fakta proses menua, mengalami masa pensiun dan menghadapi masa akhir dengan tenang.b. Tipe ketergantungan Pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif, bertindak tidak praktis. Biasanya dikuasai istrinya Senang mengalami pensiun, banyak makan dan minum, tidak suka bekerja, senang berlibur.c. Tipe defensif Dulu mempunyai pekerjaan/jabatan tidak stabil Selalu menolak bantuan Emosinya tidak dapat dikontrol Memegang teguh pada kebiasaannya Bersifat kompulsif aktif Takut menghadapi menjadi tua dan tidak menyenangi masa pensiund. Tipe bermusuhan Menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalannya Selalu mengeluh, agresif, curiga, takut mati, iri hati pada orang yang muda Pekerjaan dulunya tidak stabil Menjadi tua dianggapnya tidak ada hal-hal yang baike. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri Kritis, menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi Mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi Mempunyai perkawinan yang tidak bahagia Merasa menjadi korban dari keadaan Menerima fakta pada proses menua Tidak iri pada yang muda Merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada Menganggap kematian membebaskannya dari penderitaan Angka bunuh diri pada lansia tipe ini tinggi, apalagi untuk mereka yang hidup sendirianOrang lanjut usia juga memiliki kebutuhan tersendiri yang harus diperhatikan karena kebutuhan LANSIA tidak bisa disamakan dengan orang dewasa pada umumnya, antara lain : Makanan yang cukup dan sehat Pakaian dan kelengkapannya Perumahan/tempat tinggal/ tempat berteduh Perawatan dan pengawasan kesehatan Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hukum Transportasi umum bagi lansia Kunjungan/ teman bicara/ informasi Rekreasi dan hiburan sehat lainnya Rasa aman dan tentram Bantuan alat-alat pancainderaNamun, yang lebih penting diantara lainnya adalah mendapatkan cukup perhatian (di-orang-kan). Berikut ini tabel prognosis untuk lansia sesuai kondisi fisik dan psikis pasien:BaikBuruk

70 tahun

Riwayat keluarga ada penderita depresi/manikTerdapat penyakit fisik serius dan disabilitas

Riwayat pernah depresi berat (sembuh sempurna) sebelum usia 50 tahunnRiwayat depresi terus-menerus selama 2 tahun

Kepribadian ekstrovert dan temperamen yang datar (tidak berubah-ubah)Terbukti ada kerusakan otak, misal gejala neurologik adanya demensia

c.) Bagaimana fisiologi tidur pada LANSIA? Bagaimana siklus tidur pada LANSIA? Fisiologi tidur dapat diterapkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak selama tidur, dan dapat direkam dengan elektroensefalograf (EEG). Untuk merekam otak orang yang sedang tidur, digunakan poligrafi EEG. Dengan cara ini kita dapat erekam stadium tidur adalah sebagai berikut:1. Stadium jaga (wake)EEG : Pada keadaan rileks dan mata tertutup, gambaran didominasi oleh gelombang alfa. Tidak ditemukan adanya kumparan tidur dan kompleks K.Elektrookuloagraf (EOG) : Gerakan mata berkurang, kadang-kadang terdapat artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak mataElektromiograf (EMG) : Kadang-kadang tonus otot meninggi2. Stadium IEEG : Terdiri dari gelombang campuran alfa, beta dan kadang-kadang teta. Tidak terdapat kumparan tidur, kompleks K atau gelombang deltaEOG : Tidak terlihat aktivitas bola mata yang cepatEMG : Tonus otot menurun dibandingkan dengan stadium W.3. Stadium II4. EEG : Terdiri atas gelombang campuran alfa, teta dan delta. Terlihat adanya kumparan tidur dan kompleks K.EOG : Tidak terdapat aktivitas bola mata yang cepat.EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-tiba, menunjukkan bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam keadaan rileks. 5. Stadium IIIEEG : Persentase gelombang delta antara 20- 50 %. Tampak kumparan tidur.EOG : Tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat.EMG : Gambaran tonus otot yang jelas dari Stadium II.6. Stadium IVEEG : Persentase gelombang delta mencapai lebih dari 50%. Tampak kumparan tidur.EOG : Tidak tampak aktivitas bola mata yang cepatEMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.7. Stadium REM (Rapid Eye Movement)EEG : Terlihat gelombang campuran alfa, beta dan teta. Tidak tampak gelombang delta, kumparan tidur dan kompleks K.EOG : Terlihat gambaran REM yang lebarEMG : Tonus otot sangat rendah. Frekuensi di tinggi dan ereksi.Stadium I dan II disebut sebagai tidur ringan, sedangkan Stadium III dan IV sebagai tidur dalam. Stadium I, II, III dan IV disebut Stadium non REM (NREM).Stadium REM dikatakan sebagai tidur ringan, sehingga stadium ini juga disebut sebagai paradoxical leep. Pada stadium REM, individu mengalami peristiwa mimpi dengan intensitas tinggi sehingga panca indera ikut terangsang.Terdapat perubahan tidur secara subjektif dan objektif pada usia lanjut. Survei epidemiologic menunjukkan bahwa pada usia lanjut yang tinggal di rumah atau panti werda menunjukkan bahwa 15- 75 persen dari mereka tidak puas dalam lamanya dan kualitas tidur malam. Pada usia lanjut wanita sehat secara subjektif lebih merasakan kesulitan tidur dari pada pria.Yang paling mencolok pada karakteristik tidur pada usia lanjut ialah konfirmasi poligrafik pada upaya setelah dimulai tidur. Struktur tidur pada usia lanjut berubah dengan meningkatnya stadium I sehingga terjadi fragmentasi atau disrupsi dari struktur tidur. Berkurangnya tidur mempunyai dampak pada pemulihan fungsi tidur.Orang lanjut usia membutuhkan waktu lebih lama untuk msuk tidur (berbaring lama di temnpat tidur sebelum tertidur) dan mempunyai lebih sedikit/lebih pendek waktu tidur nyenyaknya. Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang. Dalam irama sirkadian yang normal terdapat peranan pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan GH meningkat pada siang hari dan temperatur badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin menurun dengan meningkatnya umur (Sudoyo, 2006).Penelitian lain menunjukkan kualitas tidur usia lanjut yang sehat, juga tergantung pada bagaimana aktivitasnya pada siang hari. Bila siang hari sibuk dan aktif sepanjang hari, pada malam hari tidak ada gangguan dalam tidurnya, sebaliknya bila siang hari tidak ada kegiatan dan cenderung tidak aktif, malamnya akan sulit tidur (Sudoyo, 2006).

3. a.) Apa sajakah efek samping dari penggunaan obat tidur dalam jangka panjang?Obat tidur memiliki berbagai efek samping seperti rasa kantuk berkepanjangan keesokan paginya, mulut kering, kebingungan, lupa, pusing, sakit kepala, sembelit, nyeri otot, dan insomnia lanjutan. Bila pasien memiliki alergi, obat tidur juga dapat membuat wajah membengkak, memori yang tidak stabil, dan halusinasi.

b.) Apa Drug of Choice obat tidur pada LANSIA? Keadaan seperti apa yang harus diberi obat tidur? Pada lansia yang mengalami gangguan tidur pada dasarnya lebih baik memberi tata laksana terlebih dahulu untuk penyakit yang menyebabkan gangguan tidur pada lansia. Hal ini dikarenakan adanya penurunan fungsi organ tubuh pada lansia sehingga sebisa mungkin meminimalisir obat yang masuk. Selain itu, menjaga pola hidup sehat lebih disarankan bagi lansia yang mengalami gangguan tidur dibandingkan mengkonsumsi obat tidur dalam jangka waktu lama.Namun, beberapa keadaan gangguan tidur memang bisa diberikan obat tidur misalnya obat transkuiliser minor (contoh : golongan benzodiazepin) dapat diberikan kepada penderita insomnia akut, diberikan dosis kecil dan dalam waktu yang tidak lama. Selain itu, akhir-akhir ini obat yang sedang marak dipakai sebagai obat tidur adalah melatonin, namun sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan dalam mengatasi gangguan tidur pada usia lanjut.Benzodiazepine (BZDs) adalah obat yang paling sering digunakan untuk mengobati insomnia pada usia lanjut. BZDs menimbulkan efek sedasi karena bekerja secara langsung pada reseptor benzodiazepine. Efek yang ditimbulkan oleh BZDs adalah menurunkan frekuensi tidur pada fase REM, menurunkan sleep latency, dan mencegah pasien terjaga di malam hari. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian BZDs pada usia lanjut mengingat terjadinya perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik terkait pertambahan umur. Absorpsi dari BZDs tidak dipengaruhi oleh penuaan akan tetapi peningkatan masa lemak pada lanjut usia akan meningkatkan drug-elimination half life, disamping itu pada usia lanjut lebih sensitif terhadap BZDs meskipun memiliki konsentrasi yang sama jika dibandingkan dengan pasien usia muda. Pilihan pertama adalah short-acting BZDs serta dihindari pemakaian long acting BZDs. BZDs digunakan untuk transient insomnia karena tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Penggunaan lebih dari 4 minggu akan menyebabkan tolerance dan ketergantungan. Golongan BZDs yang paling sering dipakai adalah temazepam, termasuk intermediate acting BZDs karena memiliki waktu paruh 8-20 jam. Dosis temazepam adalah 15-30 mg setiap malam. Efek samping BZDs meliputi: gangguan psikomotor dan memori pada pasien yang diterapi short-acting BZDs sedangkan residual sedation muncul pada pasien yang mendapat terapi long acting BZDs. Pada pasien yang menggunakan BZDs jangka panjang akan menimbulkan resiko ketergantungan, daytime sedation, jatuh, kecelakaan dan fraktur.

4. Bagaimana hubungan antara tekanan darah pada usia 78 tahun dengan tekanan darah pada usia 60 tahun? Pada kasus hipertensi pada lansia, ada beberapa faktor yang berperan, antara lain : Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus : hipertensi-glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus-menerus. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer yang pada akhirnya mengakibatkan hipertensi sistolik saja. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlangsung pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Pada poin sebelumnya juga sudah dijelaskan bahwa karena adanya disfungsi endotel, menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal meningkat sehingga kadar natrium pun di tubuh menjadi meningkat dan pada akhirnya menyebabkan tekanan darah naik.Adanya penurunan diastole pada usia tua disebabkan karena adanya kekakuan pada pembuluh darah pasien (Sudoyo, 2006).

5. a.) Bagaimana interpretasi hasil dan indikasi dari pemeriksaan urine rutin dan Gula Darah pasien? Dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolism protein. Jika terdapat infeksi saluran kemih (urinary tract infection) oleh kuman dari spesies Enterobacter, Citrobacter, Escherichia, Proteus dan Klebsiela yang mengandung enzim reduktase, maka nitrat akan diubah menjadi nitrit.Seiring dengan proses penuaan, semakin banyak lansia yang berisiko terhadap terjadinya DM, sehingga sekarang dikenal istilah prediabetes. Prediabetes merupakan kondisi tingginya gula darah puasa (gula darah puasa 100-125mg/ dL) atau gangguan toleransi glukosa (kadar gula darah 140- 199mg/dL, 2 jam setelah pembebanan 75 g glukosa). Modifikasi gaya hidup mencakup menjaga pola makan yang baik, olah raga dan penurunan berat badan dapat memperlambat perkembangan prediabetes menjadi DM. Bila kadar gula darah mencapai >200 mg/dL maka pasien ini masuk dalam kelas Diabetes Melitus (DM). Gangguan metabolisme karbohidrat pada lansia meliputi tiga hal yaitu resistensi insulin, hilangnya pelepasan insulin fase pertama sehingga lonjakan awal insulin postprandial tidak terjadi pada lansia dengan DM, peningkatan kadar glukosa postprandial dengan kadar gula glukosa puasa normal (Kurniawan, 2010).Pemeriksaan kreatinin dilakukan untuk mengetahui keadaan ginjal seseorang, apakah ada kerusakan ginjal. Nilai rujukan untuk kreatinin urin untuk Laki-laki dewasa : 0,7-1,2 mg/dL; Perempuan dewasa : 0,5-0,9 mg/dL; Sampel Urine Laki-laki : 1.000-2.000 mg/24 jam; Sampel Urine Perempuan : 800-1.800 mg/24 jam; Sampel Urin pagi pertama Laki-laki : 39-259 mg/dL; Sampel Urin pagi Perempuan : 28-217 mg/dL. Pada pasien di skenario terdapat kenaikan kadar kreatinin urin yang menandakan adanya kerusakan ginjal pada pasien.Setidaknya tiga sampel urin harus diperiksa dengan stick testing untuk mengkonfirmasi adanya proteinuria persisten. Ini memberikan estimasi kasar konsentrasi protein sebagai berikut (Kallen, 2008) :Trace = 5-20 mg / dL. 1 + = 30 mg / dL. 2 + = 100 mg / dL. 3 + = 300 mg / dL. 4 + = lebih besar dari 2.000 mg / dL

b.) Bagaimana perubahan faal ginjal pada LANSIA? Proses menua menyebabkan jumlah nefron (unit fungsional ginjal yg terdiri dari glomerolus dan tubulus) berkurang. Setelah usia 40 tahun, manusia akan kehilangan 10% jumlah nefron dalam ginjalnya. Karena umur pasien 78 tahun, jadi eyang yoso telah kehilangan hampir 30% nefron ginjalnya. Sedangkan, fungsi nefron adalah filtrasi dan reabsorbsi. Terutama protein, dia akan di filtrasi oleh glomerolus dan jika masih ada yg lolos, maka protein dengan diameter < 20kDal akan direabsorbsi oleh tubulus. Jika jumlah glomerolus dan tubulus berkurang, kemungkinan akan terjadi peningkatan ekresi protein melalui urin. Begitu pula dengan kreatinin, karena produk metabolisme kreatin ini lebih besar dari ureum dan impermeabel dengan membran tubulus, maka langsung dieksresikan melalui urin. (Guyton, 2007).

6. a.) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik pada pasien?Pada pasien ini didapatkan kecurigaan yang mengarahkan kepada BPH lewat pemeriksaan sulkus medianus prostat yang mendatar. Sedangkan BPH dapat menyebabkan komplikasi berupa Infeksi Saluran Kemih, yang didukung pada penemuan Leukosit yang berlebih dan nitrit positif.

b.) Bagaimana hubungan antara hasil pemeriksaan fisik dengan keluhan pasien?Benign Prostate Hypertrophy (BPH) dan nokturia merupakan fenomena yang umum terjadi pada pria berkaitan dengan umur tua. BPH menurunkan kapasitas kandung kemih dengan 2 cara. Pertama, melalui kontraksi nonvolunter muskulus detrusor (detrusor overactivity) selama pengisian kandung kemih. Kedua, obstruksi yang diakibatkan hiperplasia prostat itu menyebabkan pengosongan kandung kemih yang inkomplit sehingga urin masih tersisa dalam kandung kemih setelah berkemih. Ketika kandung kemih diisi oleh urin baru, padahal masih ada urin sisa akibat pengosongan yang inkomplit, menyebabkan overdistensi kandung kemih dan akibatnya adalah penurunan efisiensi kontraksi muskulus detrusor. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pada pria usia tua sering mengeluhkan pancaran berkemih yang lemah ketika terbangun untuk berkemih.

7. a.) Apa sajakah pemeriksaan psikiatri pada LANSIA? Bagaimana interpretasi hasil dari pemeriksaan tersebut? Pemeriksaan Psikiatri pada Lansia terdiri dari (Darmojo, 2011):1. Riwayat psikiatrikBisa didapatkan dari alo- atau oto- amamnesis. Riwayat psikiatrik lengkap termasuk identifikasi awal (nama, usia, jenis kelamin, status perkawinan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu (termasuk gangguan fisik yang pernah diderita), riwayat pribadi dan riwayat keluarga, pemakaian obat yang sedang atau pernah digunakan.

Penderita yang berusia 65 keatas sering memiliki keluhan subyektif adanya gangguan daya ingat yang ringan, seperti tidak dapat mengingat kembali nama orang atau keliru meletakkan benda. Gangguan daya ingat yang berhubungan dengan usia tersebut perlu dibedakan dengan kecemasan pada saat dilakukan pemeriksaan. Riwayat medis harus meliputi semua penyakit berat, kehilangan kesadaran, nyeri kepala, masalah pendengaran dan penglihatan , serta riwayat penggunaan alkohol.Riwayat kanak-kanak, remaja, dan dewasa penderita dapat memberikan informasi tentang kepribadian pramorbidnya dan memberikan petunjuk penting tentang strategi cara dan mekanisme pertahanan jiwa yang mungkin digunakan oleh penderita usia lanjut tersebut dalam keadaan stress. Dan juga perlu dicari riwayat ketidakmampuan belajar atau adanya disfungsi serebral.Hubungan dengan teman-teman , olahraga , hobi , aktivitas khusus dan pekerjaan juga perlu ditanyakan secara rinci. Riwayat pekerja harus termasuk perasaan penderita tentang pekerjaannya, hubungan dengan teman sekerja, masalah dengan atasan, riwayat ganti-ganti pekerjaan dan sikap terhadap pensiun. Kepada penderita juga harus ditanyakan tentang rencana masa depan. Apa harapan dan kecemasan/katakutan penderita. (Gunandi, 1984).Riwayat keluarga harus termasuk penjelasan tentang sikap orang tua penderita dan adaptasi terhadap ketuaan mereka. Jika mungkin informasi tentang kamatian orang tua, riwayat gangguan jiwa dalam keluarga. Situasi sosial penderita sekarang harus dinilai. Siapa yang merawat penderita, apakah penderita mempunyai anak. Bagaimana karakteristik hubungan orangtua-anak. Riwayat sosial ekonomi dipakai untuk menilai peran ekonomi dalam mengelolah penyakit penderita dan membuat anjuran terapi yang realistik (Gunandi , 1982).Riwayat perkawinan, termasuk penjelasan tentang pasangan hidup dan karakteristik hubungan. Jika penderita adalah janda atau duda, harus digali bagaimana rasa duka citanya dulu saat ditinggal mati oleh pasangannya. Jika kehilangan pasangan hidup terjadi dalam satu tahun terakhir, penderita dalam keadaan resiko tinggi mengalami peristiwa fisik atau psikologik yang merugikan.Riwayat seksual penderita termasuk aktivitas seksual, orientasi libido, masturbasi, hubungan gelap diluar perkawinan dan gejala disfungsi seksual.2. Pemeriksaan status mentalPemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita berpikir (proses pikir), merasakan dan bertingkah laku selama pemeriksaan. Keadan umum penderita adalah termasuk penampilan, aktivitas psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktivitas bicara.Gangguan motorik, antara lain gaya berjalan menyeret, posisi tubuh membungkuk, gerakan jari seperti memilin pil, tremor dan asimetri tubuh perlu dicatat. Banyak penderita depresi mungkin lambat dalam berbicara dan gerakannya. Wajah seperti topeng terdapat pada penderita penyakit Parkinson Bicara penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan. Keluar air mata dan menangis ditemukan dalam gangguan depresi dan gangguan kognitif, terutama jika penderita merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan pemeriksa. Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain bahwa penderita menderita gangguan pendengaran, misalnya selalu minta pertanyaan diulang, harus dicatat (Gunandi, 1984).Sikap penderita pada pemeriksa untuk berkerjasama, curiga, bertahan dan tak berterimakasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan, adanya reaksi transferensi. Penderita lanjut usia dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih tua, tidak peduli terhadap adanya perbedaan usia. Penilaian fungsi, Penderita lanjut usia harus diperiksa tentang kemampuan mereka untuk mempertahankan kemandirian dan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Aktifitas tersebut adalah termasuk ke toilet, menyiapkan makanan , barpakaian, berdandan dan makan. Derajat kemampuan fungsional dalam perilaku sehari-hari adalah suatu pertimbangan penting dalam menyusun rencana terapi selanjutnya.Mood, perasaan dan afek, Di Negara lain, bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian pada golongan usia lanjut. Oleh karenanya pemeriksaan ide bunuh diri pada penderita lanjut usia sangat penting. Perasaan kesepian, tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah gejala depresi . Kesepian merupakan alasan yang paling sering dinyatakan oleh para lanjut usia yang ingin bunuh diri. Depresi merupakan resiko yang tinggi untuk bunuh diri ( Gunandi, 1984). Pemeriksa harus secara spesifik menanyakan tentang adanya pikiran bunuh diri, apakah penderita merasa kehidupannya tidak berharga lagi, apakah ia merasa lebih baik mati atau jika mati tidak membebani orang lain.Gangguan persepsi, Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah penderita mengalami kebingungan terhadap waktu atau tempat selama episode halusinasi. Adanya kebingungan menyatakan suatu kondisi organik. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologi fokal yang lain. Pemeriksaan yang lebih lanjut diperlukan untuk menentukan diagnosa pasti.Fungsi visuospasial, Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan lanjutnya usia.meminta penderita untuk mencontoh gambar atau menggambar. Pemeriksaan neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat terganggu.Proses berfikir, Gangguan pada progresi pikiran adalah neologisme, gado-gado kata, sirkumstansialitas, asosiasi longgar, asosiasi bunyi, flight of ideas, dan retardasi. Hilangnya kemampuan untuk mengerti pikiran abstrak mungkin tanda awal dementia. Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi, preokupasi somatic, komplusi atau waham. Gagasan tentang bunuh diri dan pembunuhan harus dicari.Sensorium dan kognisi, Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan kognisi memperasalahkan informasi dan intelektual.Kesadaran, Indikator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran, adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik. Pada keadaan yang berat penderita dalam keadaan somnolen atau strupor.Orientasi, Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan dengan gangguan kognisi.gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif, gangguan kecemasan, gangguan konversi, dan gangguan kepribadian terutama selama episode fisik atau lingkungan yang tidak mendukung. Pemeriksa harus menguji orientasi tempat dengan meminta penderita menggambarkan lokasi saat ini. Orientasi terhadap orang diniai dengan dua cara : apakah penderita mengenal namanya sendiri serta dokter dan perawat. Orientasi waktu diuji dengan menanyakan tanggal, hari, bulan dan tahun.Daya ingat, Dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan segera. Tes diberikan dengan memberikan angka enam digit dan penderita diminta untuk mengulangi maju dan mundur. Penderita yang tak terganggu daya ingatnya dapat mengingat enam angka maju dan lima angka mundur. Daya ingat jangka panjang diuji dengan menanyakan tempat tanggal lahir, nama dan hari ulang tahun anak penderita. Daya ingat jangka pendek diperiksa dengan menyebut tiga benda pada awal wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda tersebut diakhir wawancara. Atau dengan memberikan cerita singkat pada penderita dan penderita diminta untuk mengulangi cerita tadi secara tepat/persis.Fungsi intelektual, konsentrasi, informasi dan kecerdasan. Menghitung dapat diujikan dengan meminta penderita untuk mengurangi 7 dari angka 100 dan mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya sampai dicapai angka 2. Pemeriksa mencatat respon sebagai dasar untuk pengujian selanjutnya. Pengetahuan umum adalah yang berhubungan dengan kecerdasan. Penderita ditanya nama presiden Indonesia, nama kota besar di Indonesia. Pemeriksa harus memperhitungkan tingkat pendidikan penderita dalam menilai hasil dari beberapa pengujian tersebut.Membaca dan menulis, Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca dan menulis dan menentukan apakah penderita mempunyai deficit bicara khusus. Pemeriksa dapat meminta penderita membaca kisah singkat dengan suara keras atau menulis kalimat sederhana untuk menguji gangguan membaca atau menulis pada penderita. Apakah menulis dengan tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat.Pertimbangan, Pertimbangan (judgement) adalah kapasitas untuk bertindak sesuai dengan berbagai situasi. Apakah penderita menunjukkan gangguan pertimbangan, apa yang akan dilakukan oleh penderita, misal apakah penderita mampu membedakan antara orang kerdil dengan seorang anak.Selain pemeriksaan di atas, juga terdapat pemeriksaan lain seperti Geriatric Depression Scale, Mini Mental Scale Examination (MMSE) dan Indeks Barthel. Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan tes untuk skrining depresi yang mudah untuk dinilai dan dikelola, terdiri dari 30 pertanyaan atau 15 pertanyaan. Dirancang untuk mengeliminasi hal-hal somatik, seperti gangguan tidur yang mungkin tidak spesifik untuk depresi pada lansiaMMSEmerupakan suatu alat tes yang digunakan secara luas untuk menilai dan mengevaluasi kerusakan fungsi kognitif termasuk didalamnya untuk mengukur orientasi terhadap tempat dan waktu, memori segera, memori verbal, perhitungan, dan bahasa.Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan keseimbangan. Terdapat 10 indikator yang dinilai, yaitu kemampuan untuk makan (feeding), mandi (bathing), perawatan diri (grooming), berpakaian (dressing), buang air kecil (bowel), buang air besar (bladder), penggunaan toilet (toilet use), transfer (transfers), mobilitas (mobility), dan naik turun tangga (stairs). Interpretasi hasil dari pemeriksaan ini adalah :0 20Ketergantungan penuh21 61Ketergantungan berat (sangat tergantung)62 90Ketergantungan moderat91 99Ketergantungan ringan100Mandiri

b.) Kondisi geriatri seperti apakah yang harus dirujuk ke psikiater? Kondisi geriatri yang harus dirujuk ke psikiater antara lain : Terdapat masalah diagnostik serius Risiko bunuh diri tinggi Pengabaian diri serius Agitasi, delusi, halusinasi berat Tidak memberi tanggapan dan tidak patuh terhadap pengobatan Memerlukan tindakan/rawat inap

c.) Bagaimana tatalaksana yang baik terkait psikogeriatri?Tatalaksana dari pasien yang mengalami sleep disorder adalah:1. Ada jadwal yang jelas kapan harus tidur dan kapan harus bangun. Hindari tidur di siang hari sehingga dapat mempermudah tidur di malam hari. 2. Olahraga3. Jangan beraktivitas di tempat tidur. Jadi gunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

8. a.) Mengapa pasien pada skenario disarankan untuk dirawat di RS? Adanya beberapa penyakit pada pasien menyebabkan pasien mengalami gangguan tidur. Kualitas tidur pasien pun menjadi berkurang. Pasien membutuhkan perawatan yang baik untuk mengobati penyakit yang mendasari gangguan tidur ini. Selain itu, yang pasien butuhkan tidak hanya obat tidur saja. Apabila pasien dirawat di rumah sakit, pasien bisa mendapat obat-obatan yang bisa mengobati penyakit yang menyebabkan pasien susah tidur. Apabila penyakit ini bisa diatasi, kualitas tidur pasien bisa diperbaiki dan kemudian dapat melakukan aktivitas seperti semula.

b.) Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini? Penatalaksaan untuk gangguan psikologis pada pasien didahulukan intervensi nonfarmakologis, apabila tidak berhasil, intervensi obat ditujukan pada gejala-gejala psikiatrik yg menonjol misalnya psikosis, depresi atau ansietas. Terapi farmakologis dimulai dengan monoterapi, mulai dg 1/3 dosis dewasa kemudian ditititrasi pelan-pelan, tetapi intervensi nonfarmakologis jangan dihentikan. Terapi depresi pada lansia harus mempertimbangkan kerentanan psikologis lansia yang sensitif thd efek samping psikotropik. Hipotensi postural yg sering di jumpai dapat mempunyai akibat serius dan fatal. Diperburuk oleh efek sedatif antidepresan dengan kecenderungan besar untuk jatuh,Telah dikenal beberapa modalitas terapi dalam penatalaksanaan pasien dengan inkontinensia urin. Umumnya berupa tatalaksana non farmakologis, farmakologis, maupun pembedahan. Spektrum modalitas terapi meliputi: terapi non farmakologis meliputi terapi suportif non spesifik (edukasi, manipulasi lingkungan, pakaian dan pads tertentu); intervensi tngkah laku (latihan otot dasar panggul, latihan kandung kemih, penjadwalan berkemih, latihan kebiasaan) terapi medikamentosa; operasi; dan pemakaian kateter (Sudoyo, 2006).Pada pasien ini, terapi farmokologis lebih didahulukan untuk penyakit metabolik yang mendasari keluhan pasien. Sedangkan untuk keluhan psikologis diterapi dengan intervensi nonfarmakologis.

DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, Boedhi. 2011. Buku ajar Geriatri Edisi ke-4. Jakarta: Balai penerbit FK UI.Kallen RJ et al, 2008. Proteinuria. EMedicine.Kurniawan, I. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Journal of the Indonesian Medical Association - Majalah Kedokteran Indonesia, Yayasan Penerbit IDI.Osman, Nadir I. and Christopher R. Chapple. 2013. Focus On Nocturia In The Elderly. Diakses dari : http://www.medscape.com/viewarticle/809746_6- diakses Maret 2014Sudoyo, Aru W et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI.

BAB IIIPENUTUP

KESIMPULANPenyakit bersifat multipatologik atau mengenai multiorgan/ sistem, bersifat degenerative, saling terkait. Keluhan sering kencing di malam hari (nocturia) yang diialami oleh pasien pada skenario salah satunya disebabkan oleh inkontinensia urin yang dialami oleh pasien. Inkontinensia urin sendiri dapat disebabkan oleh Benign Prostate Hyperplasia yang sering terjadi pada pria usia lanjut dan bisa menyebabkan komplikasi diantaranya adalah Infeksi Saluran Kemih yang dapat dilihan dari hasil pemerikaan urin rutin pasien. Penyebab lainnya dari kencing berulang adalah Diabetes Mellitus tipe 2 yang diderita pasien, status diabetes pasien dibuktikan oleh hasil pemeriksaan Gula Darah Sewaktu yang melebihi normal.Selain komplikasi klinis, inkontinensia urin juga berdampak pada psikologis pasien, salah satunya depresi akibat ketidakberdayaan lansia untuk hidup mandiri. Kondisi psikiatrik pasien juga dapat memperparah penyakit fisik yang diderita pasien. Sehingga terdapat keterkaitan antara satu kondisi dengan kondisi lainnya. Penatalaksanaan pada pasien geriatri sebisa mungkin menghindari polifarmasi, sehingga terapi farmakologis didahulukan untuk penyakit yang paling membutuhkan penanganan.

SARANDiharapkan supaya mahasiswa lebih mempersiapkan diri ketika melakukan kegiatan tutorial sehingga diskusi dapat berjalan lebih lancar.