laporan tutorial sken 3, klmpok vi

65
KATA PENGANTAR Kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan laporan tutorial ini. Kami ucapkan terima kasih juga, khususnya kepada dosen tutor kami, dr. Agustine Mahardika, yang telah memandu jalannya diskusi tutorial kelompok kami. Laporan tutorial ini disusun berdasarkan diskusi tutorial pada pertemuan minggu ketiga. Diskusi tutorial tersebut membahas mengenai sejumlah masalah penyakit yang berkaitan dengan sistem digestif. Selain itu dalam diskusi tersebut dibahas lebih mendalam mengenai masalah ikterus dan penyakit yang berhubungan dengan skenario tersebut. Kami berharap laporan tutorial ini dapat membantu para pembaca sekalian dalam memahami sejumlah penyakit terkait dengan sistem digestif khususnya yang berkaitan dengan skenario yang telah dibahas. Kami mengakui dalam laporan kami ini masih jauh dari sempurna,untuk itu kami berharap saran dan kritik untuk laporan kami kedepannya. i

Upload: berny-leonid-sklitinov

Post on 27-Dec-2015

93 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

nothing

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Tak lupa

kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan laporan

tutorial ini. Kami ucapkan terima kasih juga, khususnya kepada dosen tutor kami, dr. Agustine

Mahardika, yang telah memandu jalannya diskusi tutorial kelompok kami.

Laporan tutorial ini disusun berdasarkan diskusi tutorial pada pertemuan minggu ketiga.

Diskusi tutorial tersebut membahas mengenai sejumlah masalah penyakit yang berkaitan dengan

sistem digestif. Selain itu dalam diskusi tersebut dibahas lebih mendalam mengenai masalah

ikterus dan penyakit yang berhubungan dengan skenario tersebut.

Kami berharap laporan tutorial ini dapat membantu para pembaca sekalian dalam

memahami sejumlah penyakit terkait dengan sistem digestif khususnya yang berkaitan dengan

skenario yang telah dibahas. Kami mengakui dalam laporan kami ini masih jauh dari

sempurna,untuk itu kami berharap saran dan kritik untuk laporan kami kedepannya.

i

Page 2: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3

1.1. Skenario............................................................................................................................3

1.2. Learning Objective............................................................................................................3

1.3. Mind Map..........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5

2.1. Analisis Skenario..............................................................................................................5

2.2. Pembahasan Diagnosis Banding.......................................................................................9

1. Hepatitis.........................................................................................................................9

2. Kolelitiasis...................................................................................................................40

3. Kolesistitis...................................................................................................................44

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................48

ii

Page 3: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Skenario

Seorang perempuan berusia 42 tahun, datang ke Poli Interna RSU dengan keluhan

mata kuning. Dua minggu sebelumnya penderita merasa selalu kelelahan dan lemah

badan dan seminggu terakhir merasa meriang, batuk-batuk serta pilek disertai mual dan

muntah dan nyeri ulu hati yang kadang-kadang terasa menusuk. Dua hari Sebelum MRS

penderita baru menyadari matanya menjadi kuning dan warna kencingnya agak

kecoklatan tidak seperti biasanya. Riwayat penyakit dahulu: penderita pernah sakit

kuning waktu menjadi mahasiswa semester 2, namun seingat penderita tidak diobati ke

dokter dan sembuh sendiri. 5 tahun yang lalu penderita pernah merasa nyeri menusuk

yang hebat di uluhati sampai opname, disertai mata kuning, tetapi tidak seberat ini.

penyakit itu sembuh setelah dokter memberinya antibiotik. Hasil pemeriksaan fisik: TB

156 cm, BB 72 kg, TD 130/80 mHg, RR 20 x/menit, peristaltik kesan normal, sklera

yang ikterik serta nyeri tekan di epigastrium. Dari anamnesa lanjutan, pasien menyatakan

sudah gemuk sejak remaja, sejak 10 tahun terakhir menggunakan kontrasepsi hormonal.

Kemudian dokter merencanakan beberapa pemeriksaan penunjang untuk diagnosis dan

terapi.

1.2 Learning Objective

1. Apa saja penyakit yang dapat berhubungan dengan nyeri ulu hati di skenario?

2. Bagaimana hubungan antara kegemukan dan kontrasepsi hormonal dengan gejala di

scenario?

3. Bagaimanakah penjelasan mengenai DD pada skenario : hepatitis, kolelitiasis,

kolesistitis?

4. Bagaimana Analisa pada pasien di scenario?

5. Bagaimana planning pasien di scenario?

3

Page 4: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

1.3 Mind Map

4

Page 5: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Analisis Skenario

ID : Perempuan/ 42 tahun

TB : 156 cm

BB : 72 kg

IMT : 29,59 (overweight)

KU

Mata kuning

KP

Kencing berwarna kecoklatan 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Kelelahan dan lemah badan sejak dua minggu sebelumnya.

Meriang, batuk-batuk, serta pilek yang disertai mual dan muntah dan nyeri uluhati yang

kadang-kadang menusuk seminggu terakhir.

RPD

Pernah menderita sakit kuning waktu menjadi mahasiswa semester 2, tapi sembuh sendiri.

Pernah merasa nyeri menusuk yang hebat di uluhati sampai opname disertai mata kuning

tetapi tidak seberat ini 5 tahun yang lalu dan sembuh setelah pemberian antibiotik.

Memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi sejak sepuluh tahun terakhir.

Pemeriksaan Vital Sign

TD : 130/80 (Pre hipertensi)

RR : 20 Kali/menit (normal)

Pemeriksaan Fisik

Sclera yang ikterik

Nyeri tekan di epigastrium

Peristaltic kesan normal

Pendekatan Diagnosis

1. Mata Kuning (sclera ikterus)

Hal ini adalah efek dari ikterus. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata

atau jaringan lainnya yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang

meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Biasanya yang pertama kali mengalami

5

Page 6: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

ikterus adalah jaringan yang kaya elastin. Tanda ini muncul bilamana kadar bilirubin

serum telah mencapai 3 mg/dL.

2. Kencing Berwarna Kecoklatan

Terjadi obstruksi pada daerah kanalikuli yang merupakan saluran untuk keluarnya

bilirubin menuju usus yang nantinya oleh flora bakteri usus mengubahnya menjadi

sterkobilin. Namun akibat adanya obstruksi atau gangguan, seluruh bilirubin dialikan

ke sirkulasi sehingga kadarnya di darah meningkat dan terfiltrasi oleh ginjal.

3. Kelelahan dan Lemah Badan, Meriang, Batuk-batuk, Pilek (Flu syndrome)

Akibat dari penurunan imunitas tubuh karena terjadi gangguan di tubuh. Ini

merupakan gejala yang muncul jika terjadi penurunan imunitas tubuh.

4. Nyeri uluhati (Epigastrium)

Terjadi karena adanya iritasi pada organ-organ di daerah epigastrium dan sekitarnya

(hati, kandung empedu, pancreas dan lambung). Dimana organ tersebut mengalami

suatu gangguan atau kelainan (missal: infeksi) yang akan mencetuskan nyeri yang

didukung dengan adanya ujung-ujung saraf nyeri.

Differential Diagnosis

Hepatitis

Kolelitiasis

Kolesistitis

Planning

Pemeriksaan Lanjutan

6

Page 7: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

7

Page 8: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

Penatalaksaan

Karena belum dipastikan diagnosis kerjanya, maka dari itu sambil menunggu hasil tes

pemeriksaan penunjang dapat dilakukan tatalaksana awal, seperti:

1) Istirahat baring pada masa masih banyak keluhan, mobilisasi berangsur dimulai

jika keluhan/ gejala berkurang, bilirubin, dan transaminase serum menurun.

2) Perlu perawatan di rumah sakit baik untuk masalah nutrisi dan dehidrasi

3) Diet tinggi kalori dipertahankan, diet tinggi lemak dikurangi.

4) Mual dan muntah diberikan obat-obat prokinetik.

5) Suplemen vitamin K jika diperlukan

8

Page 9: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

2.2 PEMBAHASAN DIAGNOSIS BANDING

1. HEPATITIS

HEPATITIS A

Definisi dan Etiologi

Hepatitis A adalah golongan penyakit Hepatitis yang ringan dan jarang sekali

menyebabkan kematian, disebabkan oleh Virus hepatitis A (HAV) yang merupakan virus

RNA dari famili enterovirus yang berdiameter 27 mm.

Epidemiologi

Dalam lingkungan yang padat dan sanitasi yang buruk, penyakit paling

sering bermanifestasi pada anak dan remaja dengan angka tertinggi pada usia

antara 5-4 t a h u . Hampir lebih dari 90% anak-anak sudah terinfeksi Hepatitis A saat

mereka berusia 5 tahun. Semua kelompok umur secara umum rawan terhadap infeksi HAV,

insiden terbanyak adalah pada kelompok dewasa dan anak-anak dan yang paling rentan

adalah kelompok dewasa muda.

Patofisiologi

Penyebarannya melalui kotoran/tinja penderita yang penularannya melalui makanan

dan minuman yang terkomtaminasi, hubungan langsung (termasuk seksual) dengan orang

yang terinfeksi.

9

Page 10: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak penularan

terjadi, barulah kemudian penderita menunjukkan beberapa tanda dan gejala terserang

penyakit Hepatitis A.

Setelah infeksi melalui traktus gastrointestinal, HAV akan bereplikasi pada hati

selama beberapa minggu atau lebih selama masa inkubasi, titer virus ditemukan tinggi dalam

jaringan hati, empedu, darah dll. Tidak sampai minggu keempat atau kelima dari infeksi akan

kelihatan manifestasi klinis yang berhubungan dengan tanda awal dari respon imun terhadap

virus.

Replikasi dari penyakit Hepatitis A target primer utama dari HAV adalah sel-sel hati

(Hepatosit) setelah virus tertelan mereka terabsorsi melalui pembuluh darah diangkut ke hati

dan begitu sampai di hati mereka akan di telan oleh Hepatosit. Di sel materi genetik atau

genon dari HAV yang terdiri dari stranded RNA akan bertindak sebagai suatu template yang

akan memproduksi protein virus selanjutnya protein ini akan berkembang kembali

membentuk capsid virus yang baru dan akan dirilis melalui saluran empedu kecil yang

terdapat di antara sel-sel hati dan mereka lalu secara bebas akan dibuang melalui tinja.

Diawali dengan masuknya virus ke dalam saluran pencernaan, kemudian masuk ke

aliran darah menuju hati (vena porta), lalu menginvasi ke sel parenkim hati. Di sel parenkim

hati virus mengalami replikasi yang menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah

itu virus akan keluar dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk ke dalam duktus

biliaris yang akan disekresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah rusak akan

merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi makrofag, pembesaran 10

Page 11: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

sel kufer yang akan menekan duktus biliaris sehingga aliran bilirubin direk terhambat,

kemudian terjadi penurunan ekskresi bilirubin ke usus.

Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin

dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi (direk) akan terus

menumpuk dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux (aliran kembali ke atas)

ke pembuluh darah sehingga akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada

sklera, kadang juga disertai rasa gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel

bilirubin direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke ginjal dan diekskresikan melalui

urine. Akibat bilirubin direk kurang dalam usus, mengakibatkan gangguan dalam produksi

asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses pencernaan lemak terganggu (lemak

bertahan dalam lambung cukup lama) yang mengakibatkan regangan pada lambung sehingga

merangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Terangsangya saraf-saraf ini

mengakibatkan teraktifasinya pusat muntah yang berada di medula oblongata sehingga timbul

gejala mual, muntah dan menurunnya nafsu makan.

11

Page 12: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

Manifestasi Klinis

Demam mendadak

Badan lemas

Perut mual dan muntah

Nyeri ulu hati

Nafsu makan menurun

Urine warna gelap

Faeces berubah warna

Perjalanan klinis Hepatitis A dapat dibedakan menjadi 4 stadium.

Masa Tunas

Lamanya Viremia pada Hepatitis A 2-4 minggu.

Fase Pre Ikterik

Keluhan biasanya tidak spesifik, berlangsung 2-7 hari, namun selanjutnya disertai

gejala yang klasik seperti :

- Kuning 40% - 80%.

- Urine berwarna gelap 68% - 94%.

- Lelah / Lemas 52% - 91%.

- Hilang nafsu makan 42% - 90%.

- Nyeri dan rasa tidak enak di perut 37% - 68%.

- Tinja berwarna pucat 52% - 58%.

- Mual dan muntah 32% - 73%.

- Demam kadang menggigil 28% - 73%.

- Sakit kepala 26% - 73%.

- Nyeri sendi 11% - 40%.

- Pegal otot 15% - 52%.

- Diare 16% - 25%.

- Rasa tidak enak di tenggorokan 0% - 20%.

Fase Ikterik

Pada fase ini setelah demam turun maka urine akan berwarna kuning pekat

seperti air teh serta sklera mata dan kulitnya berwarna kekuning-kuningan dan warna

12

Page 13: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

kuningnya meningkat, menetap serta menurun secara berlahan-lahan berlangsung

sekitar 10 – 14 hari.

Fase Penyembuhan.

Biasanya fase ini dimulai dengan hilangnya sisa gejala ikterus dan penderita

merasa segar walaupun masih cepat lelah dan secara umum penyembuhan secara

klinis dan biokimia berlangsung 6 bulan.

Penegakan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium.

Dari anamnesis, gejala prodromal riwayat kontak

Pemeriksaan fisik meliputi :

o Ikterus tampak pada sklera, kulit dan selaput lendir di langitlangit.

o Pada kasus yang berat tampak mulut berbau spesifik (Foetor Hepaticum).

o Pada palpasi tampak atau teraba hati membesar atau bengkak 2-3 jari dibawah arkus

kosta dengan konsistensi lunak tepi tajam dan sedikit nyeri tekan, perkulis pertama

positip.

o Limpa kadang teraba lunak.

Berdasarkan hasil tes laboratorium.

o Test fungsi hati (Bilirubin, SGOT, SGT, GGT, Alkali Fosfatase).

o Test Serologi IgM anti HAV.

Diagnosis di tegakkan dengan adanya antibodi IgM terhadap virus Hepatitis A pada

serum yang akut dan juga berdasarkan gejala klinis saat itu.

Penatalaksanaan

Adapun tujuan penatalaksanaannya adalah :

- Mengurangi angka kematian.

- Menghilangkan keluhan dan gejala klinik yang ada.

- Memperpendek perjalanan penyakit dan mencegah komplikasi.

13

Page 14: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

Adapun pada dasarnya penatalaksanaan adalah :

a. Tirah Baring

Cara dalam suatu pengobatan dan ini juga perlu dibatasi kalau penderita sudah merasa

baik walaupun mata masih kuning, penderita sebaiknya di ijinkan untuk melakukan

kegiatan sendiri di kamar namun bersifat ringan serta bertahap.

b. Diet.

Pada dasarnya diet adalah cukup kalori yaitu 30-35 kalori/kg BB dengan pemberian

protein 19/kg BB atau boleh lebih dan masalah yang sering timbul adalah makanan yang

mengandung lemak dan jika sudah cukup baik makanan yang mengandung lemak dan

jika sudah cukup baik makanan dilanjutkan sesuai porsi normal.

c. Obat-obatan.

Belum ada yang mempunyai khasiat untuk pengobatan secara khusus untuk memperbaiki

nekrosis hati, tetapi yang lazim digunakan adalah. :

Obat-obatan non spesifik, seperti ; Methicol, Lesichol,curcuma, Sandrin dll.

Obat-obatan simtomatik untuk membantu menghilangkan keluhan dan gejala klinik.

Paracetamol sebagai penurun demam dan pusing, vitamin untuk meningkatkan daya

tahan tubuh dan nafsu makan serta obat-obatan yang mengurangi rasa mual dan

muntah.

Pencegahan

Pencegahannya yaitu dengan pola hidup yang baik dan bersih serta dengan imunisasi

namun secara umum yaitu :

Hygiene perorangan.

Lingkungan dan sanitasi yang baik serta pemakaian air yang bersih, pembuangan eksresi

yang baik.

Mencegah kontaminasi makanan dan minuman.

Mengenal masa penularan yaitu sebelum kuning yaitu pada 2 minggu sebelumnya dan

satu minggu sesudahnya.

14

Page 15: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

HEPATITIS B

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B yang termasuk dalam golongan

hepadnavirus. Sekitar 350 juta orang di seluruh dunia telah terinfeksi dengan Virus Hepatitis

B (HBV). Di Amerika Serikat, terdapat sekitar 1,25 juta karier hepatitis b, yang dimaksud

dengan karier hepatitis b yaitu orang dengan hepatitis B surface antigen (HbsAG) positif

lebih dari 6 bulan. Karier HBV mempunyai faktor resiko yang tinggi untuk menjadi sirosis

hepar, hepatic decompensation, dan hepatocellular carsinoma.

EPIDEMIOLOGI

Sumber: CDC. Travelers’ health; yellow book. Atlanta, GA: US Department of Health and

Human Services, CDC; 2008. Available at http://wwwn.cdc.gov/ travel/yellowbookch4-

HepB.aspx.

15

Page 16: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

Sumber : Chronic Hepatitis B Update 2009. American Associations for the Study of Liver

Disease (ASSLD)

16

Page 17: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

VIROLOGI

Virus Hepatitis B termasuk dalam golongan hepadnavirus. Virus ini mengandung

DNA dengan cincin ganda sirkuler yang terdiri dari 3200 nukleotida dengan diameter 42 nm

dan terdiri dari 4 gen. Di dalam sirkulasi, virus ini ditemui dalam bentuk bulat dan batang

yang terdiri atas protein dan karbohidrat yang membentuk hepatitis B surface antigen

(HBsAg) dan antigen pre-S. Bagian dalam dari virion adalah core. Core dibentuk oleh

selubung hepatitis B core antigen (HBcAg) yang membungkus DNA, DNA polimerase,

transkriptase, dan protein kinase untuk replikasi virus. Komponen antigen yang terdapat

dalam core adalah hepatitis B e antigen (HBeAg) yang merupakan petanda tak langsung

derajat beratnya infeksi hepar. Genotip B dan C dari hepatitis B banyak ditemukan di Asia,

genotip A dan D di eropa dan India, genotip E di Afrika, Genotip F di Amerika tengah dan

selatan, genotip G di Prancis dan Amerika Utara. Genotip B dan C banyak terdapat di daerah

dengan endemisitas tinggi seperti Asia, dimana penularan secara vertikal atau perinatal

memegang peranan penting. Sebaliknya genotip A, D, E, F dan G banyak terdapat di daerah

dengan transmisi horizontal.

CARA PENULARAN

HBV dapat bertahan dalam berbagai keadaan, oleh karena itu cairan fisiologis tubuh

(sekret, semen, air liur, air mata, dan efusi patologik) merupakan lingkungan yang baik untuk

media penularan. Beberapa aktivitas yang dapat menyebabkan penularan HBV yaitu:

1. Kontak seksual tanpa pengaman

2. Penggunaan obat injeksi secara bersama-sama dengan satu jarum suntik

3. Transfusi darah atau produk darah tanpa skrining HBV

4. Pekerja di bidang kesehatan (dokter, perawat, laboran) yang terpapar oleh cairan tubuh

penderita HBV

17

Page 18: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

5. Beberapa prosedur yang dilakukan oleh dokter gigi, dokter, atau ahli kosmetik dengan

menggunakan jarum atau peralatan lainnya yang terkontaminasi oleh cairan tubuh

penderita HBV

6. Terpapar oleh kontaminan potensial seperti darah melalui luka pada kulit atau mukosa.

7. Penularan secara vertikal (transmisi maternal-neonatal).

PATOFISIOLOGI

18

Page 19: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

HBV adalah family Hepadnaviridae kelompok virus yang menyebabkan

hepatitis di berbagai spesies. Genom HBV merupakan molekul DNA sirluar untai-ganda

parsial 3200 nukleotida, yang mengkode :

Suatu protein “core” nukleokapsid (HBcAg, antigen core hepatitis B) dan suatu transkrip

polipeptida yang lebih panjang dengan region pra-core dan core, disebut HBeAg (antigen

e hepatitis B). HBcAg tertahan di hepatosit yang terinfeksi; HBeAg disekresikan ke

darah sehingga menjadi pegangan antigenic bagi system imun.

Glikoprotein selubung (HBsAg, antigen permukaan hepatitis B), juga bersifat

imunogenik jika terdapat dalam darah.

DNA polymerase.

Suatu protein dari region X (protein-X HBV), yang bekerja sebagai promiscuous

transcriptional transactivator gen pejamu dan mungkin berperan dalam timbulnya

karsinoma hepatoseluler setelah terintegrasi dengan pejamu.

Infeksi HBV terjadi dalam dua fase yakni proliferatif dan fase integrative. Selama

fase proliferative, DNA HBV terdapat dalam bentuk episomal dengan pembentukan virion

lengkap dan semua antigen terkait. Ekspresi HBsAg dan HBcAg di permukaan sel disertai

dengan molekul MHC I menyebabkan aktivasi limfosit CD8+ sititoksik. Kemudian terjadi

fase integrative, yang DNA virus menyatu dalam genom penjamunya. Seiring dengan

berhentinya replikasi virus dan munculnya antibody terhadap virus, kerusakan hati mereda.

Akan tetapi resiko terjadinya karsinoma hepatoseluler menetap. Hal ini sebagian mungkin

disebabkan oleh disregulasi pertumbuhan yang diperantari oleh protein X HBV.

Pada kemungkinan pertama, tubuh mampu memberikan tanggapan adekuat terhadap

virus hepatitis B (VHB), akan terjadi 4 stadium siklus VHB, yaitu fase replikasi (stadium 1

dan 2) dan fase integratif (stadium 3 dan 4). Pada fase replikasi kadar HBsAg (hepatitis B

surface antigen), HBV DNA, HBeAg (hepatitis Be antigen), AST (aspartate

aminotransferase) dan ALT (alanine aminotransferase) serum akan meningkat, sedangkan

kadar anti-HBs dan anti HBe masih negatif. Pada fase integratif (khususnya stadium 4)

keadaan sebaliknya terjadi, HBsAg, HBV DNA, HBeAg dan ALT/AST menjadi

negatif/normal, sedangkan antibodi terhadap antigen yaitu : anti HBs dan anti HBe menjadi

positif (serokonversi). Keadaan demikian banyak ditemukan pada penderita hepatitis B yang

terinfeksi pada usia dewasa di mana sekitar 95-97% infeksi hepatitis B akut akan sembuh

karena imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat.

19

Page 20: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

Setelah pajanan virus, terjadi masa inkubasi asimptomatik yang lama (4 hingga 26

minggu, rerata 6 sampai 8 minggu) diikuti penyakit akut dari berminggu-minggu sampai

berbulan-bulan. Perjalanan penyakit ditandai dengan penanda serum :

HBsAg muncul sebelum onset gejala, memuncak selama gejala penyakit muncul,

kemudian menurun sampai tidak terdeteksi dalam 3-6 bulan.

HBeAg, HBV-DNA, dan DNA polymerase muncul dalam serum segera setelah HBsAg

dan semuanya menandakan replikasi virus yang aktif. Menetapnya HBeAg merupakan

indicator penting terjadinya replikasi virus yang berkelanjutan, daya tular, dan

kemungkinan perkembangan menuju hepatitis yang kronis.

IgM anti HBc mulai terdeteksi dalam serum segera sebelum onset gejala, bersamaan

dengan mulai meningkatnya kadar aminotransferase serum (menunjukkan kerusakan

hati). Dalam beberapa bulan, IgM anti HBc digantikan oleh IgG anti HBc.

Munculnya anibodi HBe mengisyaratkan infeksi akut setelah memuncak dan sekarang

mulai mereda.

IgG anti HBs belum meningkat sampai penyakit akut berlalu dan biasanya tidak

terdeteksi selama beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah hilangnya HBsAg.

Anti HBs dapat dapat menetap seumur hidup, memberikan proteksi. Hal inilah yang

menjadi dasar vaksinasi menggunakan HBsAg noninfeksiosa.

MANIFESTASI KLINIS

Pada fase akut periode inkubasi sekitar 1-6 bulan. Manifestasi klinisnya dapat berupa

ikterik dan anikterik. Pasien dengan anikterik memiliki kecendrungan untuk menjadi hepatitis

yang kronis. Hepatitis ikterik dihubungkan dengan periode prodromal, dengan manifestasi

klinis anoreksia, mual, muntah, low grade-fever, mialgia, fatigue, gangguan indra penciuman

dan indera pengecap dan nyeri pada kuadran kanan atas dan area epigastrik.

Pada fase kronis pasien dengan hepatitis kronis bisa menjadi karier yang sehat tanpa

adanya tanda dan biasanya asimptomatik. Pasien dengan hepatitis kronis, selama fase

replikatif dapat menunjukan manifestasi klinis fatigue, anoreksia, muntah, rasa tidak nyaman

dan nyeri pada kuadaran kanan atas dan dekompesasi hepatic.

20

Page 21: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

DIAGNOSIS

Pada penyakit acute hepatitis B terjadi peningkatan kadar alanine aminotransferase

(ALT) dan aspartat aminotransferase (AST), pada rentang 1000-2000 IU / mL, merupakan

ciri khas penyakit ini, meskipun nilai-nilai 100 kali lebih dari batas atas normal (ULN) dapat

diidentifikasi . Nilai yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan hepatitis icteric. Tingkat

SGPT biasanya lebih tinggi daripada tingkat SGOT. Alkaline phosphatase (ALP) mungkin

berada dalam nilai tinggi, tetapi nilainya biasanya tidak lebih dari 3 kali batas atas normal.

Tingkat albumin dapat sedikit rendah, dan kadar zat besi serum dapat meningkat. Dalam

periode preicteric (yaitu, sebelum munculnya penyakit kuning), leukopenia (yaitu,

granulocytopenia) dan lymphocytosis adalah yang paling umum hematologic kelainan dan

disertai dengan peningkatan dalam tingkat sedimentasi eritrosit (ESR). Pasien dengan

hepatitis parah mengalami perpanjangan waktu prothrombin (PT). Beberapa penanda virus

dapat diidentifikasi dalam serum dan hati. HbsAg (antigen Australia) dan HBeAg (penanda

infektivitas) adalah penanda pertama yang dapat diidentifikasi dalam serum. HBcAb (IgM)

setelah itu muncul. Bagi pasien yang sembuh, serokonversi untuk HBsAb dan HBeAb

21

Page 22: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

diamati, dan HBcAb adalah dari kelas IgG. Pasien dengan HbsAg terus-menerus selama lebih

dari 6 bulan mengembangkan hepatitis kronis.

Pada penyakit hepatitis B kronis yang tidak aktif karier sehat memiliki SGOT normal

dan SGPT yang meningkat, dan tanda-tanda infektivitas (yaitu, HBeAg, HBV DNA) dapat

negatif. HbsAg, IgG HBcAb dari jenis, dan HBeAb juga ditemukan di dalam serum.

Pada hepatitis B kronis yang aktif pasien memiliki nilai yang ringan hingga sedang

dalam hal elevasi dari aminotransferases (kurang dari atau sama dengan 5 kali ULN). SGPT

biasanya lebih tinggi daripada tingkat SGOT. Sangat tingginya kadar ALT dapat diamati

selama eksaserbasi atau reaktivasi dari penyakit, dan mereka dapat disertai dengan gangguan

fungsi sintetik hati (yakni, penurunan kadar albumin, kadar bilirubin meningkat, dan

berkepanjangan PT). HbsAg dan HBcAb dari jenis IgG atau IgM (dalam kasus reaktivasi)

teridentifikasi dalam serum. Jika tingkat SGOT lebih tinggi daripada tingkat SGPT, diagnosis

sirosis harus dikecualikan. Jaringan-antibodi spesifik, seperti antismooth muscle antibodi

(ASMAs) (20-25%) atau antinuclear antibodi (ANAs) (10-20%), dapat diidentifikasi.

Jaringan-antibodi spesifik, seperti antibodi terhadap kelenjar tiroid (10-20%), juga dapat

ditemukan. Peningkatan sedikit kadar faktor rematoid (RF) biasanya ditemukan.

Interpretation of serologic test results for hepatitis B virus infection

(CDC,2008)

SEROLOGIC MARKER INTERPRETATION

HBsAg2 TOTAL

ANTI-HBc

IgM ANTI-

HBc

ANTI-

HbsAG

 

– – – – Never infected

+ – – – Early acute infection, transient (≤18 days)

after vaccination

+ + + – Acute infection

– + + + or - Acute resolving infection

– + – + Recovered from past infection and immune

+ + – – Chronic infection

– + – – False-positive (susceptible), past infection,

occult infection,3 or passive transfer of anti-22

Page 23: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

HBc to infant born to HBsAg-positive mother

– – – + Immune if concentration is ≥10 mIU/mL after

vaccine series completion, passive transfer

after hepatitis B immune globulin

administration

23

Page 24: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

Sumber : Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Recomendation for

Identification and Public Health Management of Person with Chronic Hepatitis B Virus

Infection.

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui immunisasi baik aktif maupun pasif.

Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi aktif diberikan pada bayi yang lahir dari

ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah immunisasi diberikan pada

orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin hepatitis diberikan secara intra muskular

24

Page 25: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

sebanyak 3 kali dan memberikan perlindungan selama 2 tahun. Pemberiannya sebagai berikut

: dewasa diberikan Setiap kali diberikan 20 μg IM yang diberikan sebagai dosis awal,

kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan. Pada anak diberikan

dengan dosis 10 μg IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya

setelah 6 bulan

Pemberian Hepatitis B Imunoglobulin (HBIG) merupakan immunisasi pasif dimana

daya lindung HBIG diperkirakan dapat menetralkan virus yang infeksius dengan

menggumpalkannya. HBIG dapat memberikan perlindungan terhadap Post Expossure

maupun Pre Expossure. Pada bayi yang lahir dari ibu, yang HbsAs positif diberikan HBIG

0,5 ml intra muscular segera setelah lahir (jangan lebih dari 24 jam). Pemberian ulangan pada

bulan ke 3 dan ke 5. Pada orang yang terkontaminasi dengan HBsAg positif diberikan HBIG

0,06 ml/Kg BB diberikan dalam 24 jam post expossure dan diulang setelah 1 bulan

25

Page 26: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

26

Page 27: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

HEPATITIS C

EPIDEMIOLOGI

Hepatitis C disebabkan oleh infeksi dari virus hepatitis c (HCV). Hepatitis C termasuk

dalam masalahan kesehatan masyarakat yang cukup menjadi perhatian dan juga berkontribusi

menyebabkan penyakit hati kronis. Sebanyak 180 juta orang didunia terinfeksi HCV. Di

Amerika Serikat, prevalensi infeksi HVC antara tahun 1999 dan 2002 mencapai 1,6% dengan

4,1 juta positif memiliki antibodi terhadap hepatitis C (anti-HCV). Hepatitis C adalah

penyebab utama kematian dari penyakit hati dan indikasi utama untuk transplantasi hati di

Amerika Serikat. Beberapa perhitungan epidemiologi mengatakan bahwa kematian terkait

dengan infeksi HCV (kematian akibat kegagalan hati atau hepatocellular carcinoma) akan

terus meningkat selama dua dekade mendatang .

VIROLOGI

27

Page 28: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

HCV merupakan virus RNA untai tunggal, linear berdiameter 50 – 60 mm. Partikel

sferis, inti nukleokapsid 33 nm. Genome HCV terdiri atas 9400 nukleotida, mengkode protein

besar sekitar residu 3000 asam amino. Virus ini termasuk dalam kelompok Falviviridae, suatu

kelas virus yang mencakup hepatitis G serta virus penyebab demam dengue dan demam

kuning. Virus ini mengandung regio terminal 5’ dan 3’ yang highly conserved (tidak banyak

mengalami perubahan) mengapit hampir 9000 sekuensi nukleotida yang secara inheren tidak

stabil. Telah ditemukan berbagai tipe dan subtipe, termasuk pada satu orang. Memiliki

selubung glikoprotein. Variabilitas ini sangat mempersulit upaya pengembangan vaksin

HCV, terutama karena peningkatan titer IgG anti-HCV yang terjadi setelah infeksi aktif

tampaknya tidak memberikan imunitas efektif terhadap infeksi HCV berikutnya, baik akibat

reaktivasi suatu strain endogen maupun oleh strain baru. Masa inkubasi hepatitis C berkisar

dari 2 hingga 26 minggu, dengan rerata 6 sampai 12 minggu. RNA HCV dapat dideteksi

dalam darah selama 1 hingga 3 minggu dan disertai dengan peningkatan kadar

aminotransferase serum.

CARA PENULARAN

HCV terutama ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan melalui

pemakaian obat IV dan transfusi darah. Infeksi yang berkaitan dengan HCV (maupun HBV)

melalui transfusi darah tidak lagi menjadi masalah utama karena semua darah menjalani

pemeriksaan sebelum transfusi. Risiko penularan melalui hubungan seksual dan maternal-

neonatal masih menjadi perdebatan namun efisiensi dan frekuensinya rendah. Tidak terdapat

bukti transmisi fekal-oral.

28

Page 29: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

PATOFISIOLOGI

Mekanisme imunologis yang menyebabkan kerusakan hepatosit yaitu reaksi cytotoxic

T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya eliminasi HCV secara

menyeluruh pada infeksi akut. Namun, pada infeksi kronik, reaksi CTL yang relatif lemah

masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak bisa

menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetik HCV sehingga kerusakan sel hati

berlangsung terus-menerus. Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-

inflamasi seperti TNF-α, TGF-β1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan

menyebabkan aktivasi sel-sel stelata untuk berproliferasi dan menjadi aktif untuk menjadi

29

Page 30: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan

berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin proinflamasi. Mekanisme ini dapat timbul

terus menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin

lama semakin banyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit. Proses ini menimbulkan

kerusakan hati lanjut dan sirosis hati .

PERJALANAN PENYAKIT

30

Page 31: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

MANIFESTASI KLINIS

Perjalanan klinis hepatitis HCV akut biasanya lebih ringan daripada hepatitis HBV

dan asimtomatik pada > 75% orang. Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala klinis

atau hanya bergejala minimal, seperti malaise, mual-mual, ikterus seperti halnya hepatitis

akut akibat infeksi virus hepatitis lainnya. Meskipun antibodi netralisasi anti-HCV terbentuk

dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan, RNA-HCV tetap berada dalam darah pada

banyak pasien. Oleh karena itu, gambaran khas infeksi HCV adalah peningkatan episodik

kadar aminotransferase serum walaupun tidak ada gejala klinis, dan ini mungkin

mencerminkan serangan berulang nekrosis hepatoseluler. ALT meninggi sampai beberapa

kali di atas batas atas nilai normal tetapi umumnya tidak sampai lebih dari 1000 U/L. Sirosis

terjadi pada 20% orang yang mengalami infeksi persisten : hal ini mungkin terdapat pada saat

diagnosis atau baru terjadi setelah 5 hingga 20 tahun. Selain itu, pasien mungkin terbukti

mengidap infeksi HCV kronis selama berpuluh tahun tanpa berkembang menjadi sirosis.

Infeksi akan menjadi kronik pada 70-90% kasus dan seringkali tidak menimbulkan

gejala apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus. Koinfeksi HCV dengan HBV

31

Page 32: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

juga memperburuk perjalanan penyakit pasien. Kejadian sirosis hati banyak ditemukan pada

koinfeksi tersebut dan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker hati. Selain gejala-

gejala gangguan hati, dapat pula timbul manifestasi ekstra hepatik seperti, krioglobulinemia

dengan komplikasi-komplikasinya (glomerulopati, kelemahan, vaskulitis, purpura dan

artralgia). Patofisiologi gangguan ekstra hepatik ini belum jelas, namun dihubungkan dengan

kemampuan HCV untuk meninfeksi sel-sel limfoid sehingga mengganggu respon sistem

imunologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi dapat berubah sifatnya menjadi ganas karena

dilaporkan tingginya angka kejadian Limfoma Non-Hodgkins pada pasien dengan infeksi

HCV .

DIAGNOSIS

32

Page 33: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

33

Page 34: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

PENCEGAHAN

Pencegahan yang dapat dilakukan, antara lain :

Belum ditemukan adanya vaksin terhadap hepatitis C

Mencegah kontak darah atau cairan tubuh lainnya yang mengandung agen infeksi

Mencegah hubungan seks multipatner dan melaui anal tanpa pengaman

Membatasi atau menghentikan minum alkohol untuk mencegah kerusakan hepar

Membatasi penggunakan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik

34

Page 35: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

HEPATITIS E

Definisi dan Etiologi

Hepatitis E disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV) yang merupakan virus RNA

rantai tunggal yang tidak berselubung dan berdiameter 35 mm. Meskipun ada satu serotipe

virus ini, empat genotipe yang berbeda telah dilaporkan. Genotipe 1 dan 2 adalah terbatas

pada manusia dan sering dikaitkan dengan wabah besar dan epidemi di negara-negara

berkembang dengan kondisi sanitasi yang buruk. Genotipe 3 dan 4 menginfeksi manusia,

babi dan spesies hewan lain dan telah bertanggung jawab untuk kasus-kasus sporadis

hepatitis E di negara-negara berkembang dan industri.

Epidemiologi

Kejadian hepatitis E adalah tertinggi di remaja dan orang dewasa antara usia 15 dan

40. Meskipun anak-anak sering kontrak infeksi ini juga, mereka kurang sering menjadi

gejala. Angka kematian umumnya rendah, untuk Hepatitis E adalah "self limiting" penyakit,

dalam hal ini biasanya hilang dengan sendirinya dan pasien pulih. Namun, selama durasi

infeksi (biasanya beberapa minggu), penyakit ini sangat mengganggu kemampuan seseorang

untuk bekerja, merawat anggota keluarga, dan memperoleh makanan. Hepatitis E kadang-

kadang berkembang menjadi penyakit hati akut yang parah, dan fatal pada sekitar 2% dari

semua kasus.

Hepatitis E adalah lazim di kebanyakan negara berkembang, dan umum di negara-

negara dengan iklim panas. Ini tersebar luas di Asia Tenggara, utara dan tengah Afrika, India,

dan Amerika Tengah. Hal ini menyebar terutama melalui kontaminasi tinja pasokan air atau

makanan; orang-ke-orang transmisi biasa. Wabah Hepatitis E epidemi paling sering terjadi

setelah hujan deras dan angin musim karena terganggunya pasokan air mereka.

Wabah besar telah terjadi di New Delhi, India (30.000 kasus di 1955-1956), Birma

(20.000 kasus di tahun 1976-1977), Kashmir, India (52.000 kasus di 1978), Kanpur, India

(79.000 kasus pada tahun 1991), dan Cina (100.000 kasus antara 1986 dan 1988).

Patofisiologi

HEV ditularkan melalui rute fekal-oral. Hepatitis E adalah penyakit yang ditularkan

melalui air, dan yang terkontaminasi air atau persediaan makanan telah berada dalam wabah

besar. Konsumsi air minum faecally terkontaminasi telah menimbulkan epidemi, dan

35

Page 36: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

konsumsi kerang mentah atau dimasak telah menjadi sumber kasus sporadis di daerah

endemis. Ada kemungkinan penyebaran zoonosis virus, karena beberapa primata non-

manusia, babi, sapi, domba, kambing dan tikus rentan terhadap infeksi. Faktor risiko untuk

infeksi HEV terkait sanitasi yang buruk di daerah besar dunia, dan HEV shedding dalam

tinja. Orang-ke-orang transmisi jarang terjadi. Tidak ada bukti untuk transmisi seksual atau

untuk transmisi melalui transfusi.

Manifestasi Klinis

Penyebarannya melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh virus.

Gejala-gejalanya adalah demam, rasa letih, hilang nafsu makan, rasa mual, sakit perut, air

seni berwarna kuning tua, serta timbul warna kekuningan pada kulit dan mata. Hepatitis E ini

akan semakin parah dan perlu diwaspadai terutama pada ibu yang sedang dalam masa

kehamilan pada usia kandungan 3 bulan terakhir. Masa inkubasi virus asalah 40 hari (rentang

15-60 hari).

Penegakan diagnosis

Kasus hepatitis E secara klinis tidak dapat dibedakan dari jenis lain hepatitis virus

akut, diagnosis dibuat dengan pemeriksaan darah yang mendeteksi tingkat antibodi tinggi

antibodi spesifik untuk hepatitis E di dalam tubuh atau dengan transcriptase polymerase chain

36

Page 37: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

reaction terbalik (RT-PCR). Ditegakkan berdasarkan deteksi dari antibody anti-HEV atau

deteksi RNA HEV pada serum atau feses. Namun biasanya tidak terdeteksi lagi dalam waktu

1-6 minggu setelah gejala klinis muncul. Anti-HEV-IgM antibodies dapat dideteksi pada

awal infeksi dan akan tetap positif selama satu bulan. Pembentukan IgG anti-HEV dapat

dideteksi mulai dari minggu kedua setelah gejala klinis muncul dan dapat bertahan hingga

beberapa tahun kedepan.

Hepatitis E harus dicurigai pada wabah hepatitis ditularkan melalui air yang terjadi di

negara berkembang, terutama jika penyakit ini lebih parah pada wanita hamil, atau jika

hepatitis A telah dikecualikan. Jika tes laboratorium tidak tersedia, bukti epidemiologi dapat

membantu dalam membangun diagnosis.

Penatalaksanaan

Pengobatan HEV yang spesifik belum diketahui, sehingga hanya terapi suportiflah

yang dapat diberikan. Pada sebagian besar kasus infeksi HEV bersifat self-limiting dan

diikuti oleh penyembuhan yang menyeluruh dan tidak dibutuhkan intervensi yang spesifik.

Pasien dengan gagal fungsi hati harus mendapat penanganan yang cepat dan perlu dilakukan

transplantasi hati.

Pencegahan

Berhubung hingga saat ini belum ada cara yang efektif dalam mengobati hepatitis

virus maka pencegahan melalui penyluhan kesehatan yang berkesinambungan tentang

kebersihan lingkunagn dan pola hidup sehat merupakan tindakan yang terpenting.

37

Page 38: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

38

Page 39: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

39

Page 40: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

2. KOLELITIASIS

Definisi

Kolelitiasis atau penyakit batu empedu pada hakekatnya merupakan penyakit yang

ditimbulkan oleh endapan satu atau lebih komponen empedu: kolesterol, bilirubin, garam

empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid.

Patologi

Kolesterol hampir tidak larut dalam air dan bilirubin sukar larut dalam air. Batu

empedu memiliki komposis yang terutama terbagi atas tiga jenis: pigmen, kolesterol, dan

batu campuran. Batu pigmen terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini:

- Bilirubinat

- Karbonat

- Fosfat

- Asam lemak rantai panjang

Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan. Batu

hitam berwarna hitam berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu berwarna coklat berkaitan

dengan infeksi empedu kronis (batu jenis ini lebih jarang dijumpai). Batu kolesterol “murni”

biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan

seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Batu kolesterol campuran paling sering

ditemukan. Batu ini memiliki gambaran batu pigmen maupun batu kolesterol, majemuk, dan

berwarna coklat tua. Batu empedu campuran sering dapat terlihat dengan pemeriksaan

radiografi, sedangkan batu komposis murni tidak terlihat.

Epidemiologi

Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat, yaitu mengenai 205

penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini

menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua

dekade pertama. Namun wanita yang meminum obat kontrasepsi oral atau yang hamil akan

lebih beresiko menderita batu empedu, bahkan pada usia remaja dan usia 20-an. Faktor ras

dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tingginya insiden terbentuknya batu

empedu. Insiden sangat tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan

akhirnya orang Afro-Amerika. Kondisi klinis yang dikaitkan dengan semakin meningkatnya

40

Page 41: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

insidensi batu empedu adalah diabetes, sirosis hati, pankreatitis, kanker kandung empedu,

dan penyakit atau reseksi ileum. Faktor risiko lain yang dikaitkan adalah obesitas,

multiparasitas, pertambahan usia, jenis kelamin perempuan, dan ingesti segera makanan yang

mengandung kalori rendah atau lemak rendah (puasa).

Etiologi dan Patogenesis

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk

pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya;

akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang

menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung

empedu.

Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam

pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu

empedu kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang

berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu untuk membentuk batu empedu.

Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,

perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung

empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya stasis.

Faktor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlambatan

pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok ini.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.

Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai

pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari

terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.

Gejala Batu Empedu

Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok: pasien dengan batu

asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan komplikasi batu

empedu (kolesistisis akut, ikterus, kolangitis, dan pankreatitis).

Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu diagnosa

maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien dengan batu empedu

selama 20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30%

mengalami kolik bilier, dan 20% mendapat komplikasi. Gejala batu empedu yang dapat

41

Page 42: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

dipercaya adalah kolik bilier. Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas

berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di perut atas

atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan prekordial.

Diagnosis

Dewasa ini ultrasound (US) merupakan pencitraan pilihan pertama untuk

mendiagnosis batu kandung empedu dengan sensitivitas tinggi melebihi 95% sedangkan

untuk medeteksi batu saluran empedu sensitivitasnya relatif rendah berkisar antara 18-74%.

a. Endoscopic retrograde cholangio pancreathograpgy (ECRP)

ECRP (endoscopic retrograde cholangio pancreathograpgy) sangat bermanfaat

dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan sensitivitas 90%, spesitifitas 98%, dan

aurasi 96%, tetapi prosedur ini invasif dan dapat menimbulkan komplikasi

pankreatitis dan kolangitis yang dapat berakibat fatal.

b. Endoscopic Ultrasonography (EUS)

EUS adalah suatu metode pemeriksaan dengan memakai instrumen gastroskop

dengan echoprobe di ujung skop yang dapat terus berputar. Dibandingkan dengan

ultrasound transabdominal, EUS akan memberikan gambaran pencitraan yang jauh

lebih jelas sebab echroprobe-nya ditaruh di dekat organ yang diperiksa. Hasil studi

memperlihatkan bahwa EUS mempunyai akurasi yang sama dibandingkan ERCP

dalam mendiagnosis dan menyingkirkan koledokolitiasis. Sensitivitas EUS dalam

mendiagnosis batu saluran empedu adalah sebesar 97% dibandingkan dengan

ultrasound yang hanya sekitar 25%, dan CT 75%. Selanjutnya EUS mempunyai nilai

prediktif negatif sebesar 97% dibandingkan dengan US 56% dan CT 75%. Dalam

studi ini EUS juga lebih sensitif dibandingkan dengan US dan CT dalam

mendiagnosis batu saluran empedu bila saluran tidak melebar. Selanjutnya EUS lebih

sensitif dibandingkan US transabdominal atau CT untuk batu dengan diameter kurang

dari 1 cm. Angka kejadian komplikasi ECRP lebih tinggi bermakna dibandingkan

dengan EUS. Kesulitan pemeriksaan EUS dapat terjadi bila ada striktur pada saluran

cerna bagian atas atau pasca reseksi gaster. Namun pemeriksaan ini belum umum

dipakai di Indonesia.

c. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MCRP)

MCRP adalah teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat

kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MCRP saluran empedu akan terlihat sebagai

42

Page 43: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

struktur terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran

empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan

intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran

empedu.

Penanganan Batu Kandung Empedu

Penanganan profilaktik pada batu kandung empedu asimtomatik tidak dianjurkan.

Untuk batu kandung empedu simtomatik, teknik kolesistektomi laparoskopik yang

diperkenalkan pada akhir dekade 1980 telah menggantikan teknik operasi kolesistektomi

terbuka pada sebagian besar kasus. Kolesistektoni terbuka masih dibutuhkan bila

kolesistektomi laparoskopik gagalatau tidak memungkinkan.

Kolesistektomi laparoskopik adalah tekmik pembedahan invasif minimal di dalam

rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, sistem endokamera dan

instrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung

empedunya. Rasa nyeri yang minimal, masa pulih rawat yang pendek, luka iris kecil (2-10

mm) dan luka parut yang sangat minimal merupakan kelebihan bedah laparoskopik.

Komplikasi cedera saluran empedu dari teknik ini yang umumnya terjadi pada tahap

belajar dapat diatasi pada sebagian besar kasus dengan pemasangan stent atau kateter

nasobilier dengan ECRP.

Penanganan Batu Saluran Empedu

ECRP terapiutik dengan melakukan sfingterotomi endoskopik untuk mengeluarkan

batu saluran empedu tanpa operasi pertama kali dilakukan pada tahun 1974. Sejak itu,metode

ini mengalami perkembangan dan menjadi standar baku non-operatif untuk batu saluran

empedu. Selanjutnya batu saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-

ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu

dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.

Selain penatalaksanaan di atas, perlu juga dilakukan diet rendah lemak untuk

mencegah terbentuknya kembali batu empedu, khusunya batu kolesterol.

43

Page 44: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

3. KOLESISTITIS

Peradangan pada dinding empedu yang bisa bersifat akut maupun kronik. Respon dari

inlfamasi itu sendiri dapat diakibatkan oleh tiga hal :

1. Inflamasi mekanik : yang diakibatkan dari peningkatan tekanan intraluminal dan

distensi yang mengakibatkan iskemi dari mukusa dan dinding empedu.

2. Inflamasi akibat zat kimia : dapat diakibatkan lycolecithin ( berhubungan dengan

phospholipase pada lecithin di empedu) atau dapat diakibatkan faktor jaringan local

3. Inflamasi bakteri : berperan sekitar 50-80% dari seluruh penyakit kolisistitis, dan

organism yang paling banyak diisolasi daalam kultur adalah Escherichia coli,

Klebsiella. spp, Streptococcus spp dan Colostridum spp.

AKUT KOLESISTITIS

Akut kolsesistitis merupakan peradangan akut dari kandung empedu.

Gejala klinis

Gejala klinis dari kolesistitis biasanya ditandai dengan srangan nyeri pada empedu

dimana berprogresif menjadi lebih buruk. Dan gejala pada kolesistitis yang khas merupakan

nyeri kolik pada sebelah kanan atas dari epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu

tubuh. Akibat dari nyeri kolik ini sendiri biasanya pasien juga dapat merasakan penjalaran

dari nyeri itu sendiri yaitu menjalar ke pundak atau scapula kanan dan dapat berlangsung

selama 60 menit. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya keluhan

inflamasi ringan sampai adanya gangrene atau perforasi dari kandung empedu.

Pada pemeriiksaan fisik teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-

tanda peritonitis local. Ikterus dapat ditemukan pada 20% kasus, umunya merupakan ikterus

derajat ringan (billirubin <4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi billirubin tinggi, perlu dipirkan

adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.

Diagnosis

Untuk diagnosis kolesistitis perlu penggalian riwayat pasien yang baik serta

pemeriksaan fisik selain itu barulah dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang.

Pada foto polos abodomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitisakut.

Hanya pada 15% pasien kemungkinan terlihat batu radiopak oleh karena mengandung

kalsium yang cukup banyak.

44

Page 45: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

Pemeriksaan USG sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan

dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan

ketepatan USG sampai 90-95%.

Pemeriksaan CT scan kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya

abses perikolestatik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan

abdomen.

Pada pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya leikositosis (10.000-15.000

sel/microliter), serta kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali.

Apabila keluhan nyeri bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis

berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan.

Selain itu diagnosis banding untuk nyeri akut pada perut kanan atas yang tiba-tiba

perlu dipikirkan lagi seperti nyeri saraf spinal, kelainan organ di bawah diafragma (sumbatan

usus, perforasiulkus peptikum, pancreatitis akut) dan infark miokard.

Pengobatan

Pengobatan untuk kolesistitis ada terapi konservatif dan pembedahan. Untuk terapi

konservatif dapat dilakukan seperti istairahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan,

obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodic.

Pemberian antibiotic pada fase awal sangat penting untuk mecegah komplikasi

peritonitis, kolangitis, septisema. Golongan obat yang dapat digunakan seperti golongan

ampisilin, sefalosporin,dan metronidazole.

Pada pasien kolesistitis terapi pembedahan dapat dilakukan secepatnya atau pun

menunggu dari terapi konservatif selam 6-8 minggu hingga keadaan umum pasien lebih baik.

Dan sebanyak 50% dari pasien membaik tanpa dilakukan terapi pembedahan. Dan mengingat

kmplikasi dari kolesistektomi atau pembbedahan kandung empedu memiliki banyak

komplikasi seperti penyebaran infeksi ke rongga peritoneum. Sehingga terapi pembedahan

dapat dilakukan jika pasien mengalami kolesititis yang berat sehingga terjadi gangren.

Prognosis

Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun empedu menjadi tebal,

fibrotic, penunh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pasien mengalami

kolesititis rekuren. Kadang-kadang kolesititis akut berkembang secara cepat menjadi

gangrene , empiema dan perforasi kandung empedu, fisitel, abses hati atau peritonitis umum.

45

Page 46: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat oada awal serangan.

Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di

samping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.

KOLSISTITIS KRONIS

Kolesititis kronis lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubunganya dengan litiasis

dan lebih sering timbul secara perlahan-lahan.

Gejala klinis

Diagnosis kolesitits kronis sangat sulit ditegakan karena gejalanya sangat minimal dan

tidak menonjol dan gejalanya bisa seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea

khususnya setelah makan-makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah

bersendawa. Riwayat penyakit batu empedu disertai tanda Murphy positif.

Diagnosis banding sperti intoleransi lemak, ulkus peptic, kolon spastic, karsinoma

kolon kanan, pancreatitis kronik dan kelainan duktus koledokus perlu dipertimbangkan

sebelum mendiagnosis.

Diagnosis

Pemeriksaan kolesistografi oral, USG dan kolangiografi dapat untuk memperlihatkan

adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus.

Pengobatan

Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung

empedu yang simtomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Untuk pasien dengan keluhan

minimal keputusan oprasi dapat ditunda karena untuk mengurangi komplikasi dari oprasi

46

Page 47: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

BAB III PENUTUP

Penyakit pada sistem digestif atau penyakit yang mengenai organ-organ sistem

pencernaan merupakan penyakit-penyakit yang sering ditemukan di kalangan masyarakat

luas, diantaranya penyakit-penyakit yang dibahas pada skenario kali ini. Oleh karena

itu ,diperlukan pengenalan, pemahaman dan penegakkan diagnosis yang tepat mengenai

penyakit-penyakit tersebut. Hal tersebut sangat mendukung untuk pemberian terapi yang

tepat agar mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi dan mencegah perubahan

penyakit tersebut menjadi lebih berbahaya.

47

Page 48: Laporan Tutorial Sken 3, Klmpok Vi

DAFTAR PUSTAKA

Anthony S, Fauci and friends. 2008. Harrison's Principles Of Internal Medicine Seventeenth

Edition, United States of America: The McGraw-Hill Companies.

Aru W. Sudoyo dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

CDC. 2008. Travelers’ health; yellow book. Atlanta, GA: US Department of Health and

Human Services, CDC. Available at http://wwwn.cdc.gov/ travel/yellowbookch4-

HepB.aspx.

Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Recomendation for Identification and

Public Health Management of Person with Chronic Hepatitis B Virus Infection.

Guyton, Arthur C, Hall, John E. 2005. Textbook of Human physiology,chapter 38. New

York : W.B Saunders.

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi, edisi 6. Jakarta : EGC.

Siegenthaler, W. et al, 2007. Differential Diagnosis in Internal Medicine, From Symptom to

Diagnosis, Stuttgart : Thieme.

48