laporan skenario a blok 15

77
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 15 Kelompok 4 Tutor : dr. Ahmad Azhari, DAHK Widya Tria Kirana 04101401045 Yusep Herfriansyah 04101401054 Nurul Ramadhani Umareta 04101401057 Khusnul Dwinita 04101401063 Putri Natasia Kinski 04101401064 Diana Utami Putri 04101401068 Siti Nabila Maharani 04101401087 Flavia Angelina Satopoh 04101401088 Sarah Nabella Putri 04101401090 Sri Dayang Intan 04101401091 Nadiyah Liyanti 04101401101

Upload: flavia-angel-satopoh

Post on 12-Aug-2015

200 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Sensory System

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Skenario a Blok 15

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 15

Kelompok 4Tutor : dr. Ahmad Azhari, DAHK

Widya Tria Kirana 04101401045

Yusep Herfriansyah 04101401054

Nurul Ramadhani Umareta 04101401057

Khusnul Dwinita 04101401063

Putri Natasia Kinski 04101401064

Diana Utami Putri 04101401068

Siti Nabila Maharani 04101401087

Flavia Angelina Satopoh 04101401088

Sarah Nabella Putri 04101401090

Sri Dayang Intan 04101401091

Nadiyah Liyanti 04101401101

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG

2012

Page 2: Laporan Skenario a Blok 15

KATA PENGANTAR

Penulis sangat berterima kasih kepada Dosen pembimbing atas bimbingan

beliau selama proses tutorial skenario A di Blok 15 ini berlangsung.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada

kedua orang tua, yang telah bekarja keras selama ini untuk memenuhi kebutuhan

moril maupun materil penulis dalam menjalani pendidikan.

Terima kasih juga kepada para teman-teman sejawat dan seperjuagan di

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya atas semua dorongan dan semangatnya

sehingga segala yang berat terasa begitu ringan dan yang sulit menjadi mudah.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna

perbaikan di masa mendatang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan

sumbangan pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 12 November 2012

Penulis

Page 3: Laporan Skenario a Blok 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Neurosensory merupakan blok 15 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran

untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis

memaparkan kasus yang diberikan mengenai seorang anak laki laki berumur 10

tahun yang datang dengan keluhan mata kanannya juling ke dalam setelah

mengalami kecelakaan lalu lintas 6 bulan yang lalu. Ia juga mengeluh mata kanan

sulit digerakkan kearah temporal kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah

bila melihat kearah ke temporal kanan. Kemudian didapatkan berbagai informasi

dari hasil pemeriksaan oftalmologi yang dilakukan.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode

analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep

dari skenario ini.

Page 4: Laporan Skenario a Blok 15

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutorial Skenario A

Tutor : dr. Ahmad Azhari, DAHK

Moderator : Yusep Herfriansyah

Sekretaris papan : Siti Nabila Maharani

Sekretaris meja : Putri Natasia Kinsky

Waktu : Senin, 12 November 2012

Rabu, 14 November 2012

Peraturan tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan

pendapat dengan cara mengacungkan tangan

terlebih dahulu dan apabila telah dipersilahkan

oleh moderator.

3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan

selama proses tutorial berlangsung.

4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.

Page 5: Laporan Skenario a Blok 15

2.2. Skenario A blok 15 2012

Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun dibawa oleh ibunya ke klinik dengan keluhan

mata kanannya juling ke dalam. Keluhan ini muncul sejak mengalami kecelakaan lalu lintas

6 bulan yang lalu. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan penderita sempat

kehilangan kesadaran selama lebih dari 30 menit.

Bersamaan dengan itu penderita mengeluh mata kanan sulit digerakkan kearah temporal

kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal kanan.

Pemeriksaan Oftalmologi :

AVOD : 6/6 E

AVOS : 6/6 E

Hischberg : ET 15°

ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan

Duction & Version :

1

OD OS

WFDT (Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat ke sisi

mata non dominan.

FDT (Forced Duction Test) : Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset.

2.3 Paparan

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Mata juling ke dalam : Esotropia dextra, deviasi sumbu penglihatan kea rah mata yang

Page 6: Laporan Skenario a Blok 15

lain (konvergen strabismus).

2. Temporal kanan : Daerah temporal kanan.

3. Penglihatan ganda : Persepsi adanya dua bayangan dari satu objek.

4. AVOD : Aciesvisus oculus dextra; pemeriksaan untuk mengetahui

ketajaman penglihatan mata kanan.

5. AVOS : Aciesvisus oculus sinistra; pemeriksaan untuk mengetahui

ketajaman penglihatan mata kiri.

6. Hischberg test : Suatu pemeriksaan untuk menilai sudut deviasi mata dengan

melokalisir refleks cahaya pada permukaan kornea.

7. ACT : Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi

deviasi pada mata.

8. Shifting : Perubahan atau penyimpangan yang ditemukan pada OS mata

dominan.

9. WFDT : Pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui binokularitas

mata yang dominan, mata yang supresi, atau mata yang diplopia.

10. FDT : Pemeriksaan yang digunakan untuk menentukan ada atu tidaknya

pergerakkan mata karena kelainan neurologis atau restriksi

mekanis.

11. Uncrossed diplopia : Diplopia dimana bayangan pada mata kanan tidak pindah ke kiri

yang merupakan bayangan mata kiri.

12. Uji Duksi : Pemeriksaan yang digunakan untuk melihat perlambatan atau

percepatan dari gerakan otot mata.

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Anak, laki-laki, 10 tahun, mengeluh mata kanan juling kedalam sejak mengalami

kecelakaan lalu lintas 6 bulan yang lalu.

2. Pada kecelakaan tersebut, kepalanya terbentur dan penderita sempat kehilangan

kesadaran selama lebih dari 30 menit.

3. Ia juga mengeluh mata kanan sulit digerakkan ke arah temporal dan penglihatan ganda

semakin bertambah bila melihat ke temporal kanan.

4. Pemeriksaan oftalmologi:

Page 7: Laporan Skenario a Blok 15

AVOD : 6/6 E

AVOS : 6/6 E

Hischberg : ET 15°

ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata dominan

Duction & Version :

1

OD OS

WFDT (Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin bertambah bila

melihat ke sisi mata non dominan.

FDT (Forced Duction Test) : Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan

pinset.

III. ANALISIS MASALAH

1. a. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari pergerakkan bola mata?

Anatomi Pergerakan Bola Mata

Page 8: Laporan Skenario a Blok 15

Otot-Otot Orbita

Terdapat enam otot-otot ekstraokular yang mengendalikan gerak masing-masing

mata; empat m. rektus dan dua m. obliquus.

I. Muskulus rektus

M. rectus superior

Origo : Annulus tendineus communis pada dinding posterior orbita.

Insersio : Permukaan superior bola mata tepat posterior terhadap taut corneo-

scleral.

Persarafan : N. oculomotorius (N.III)

Fungsi : Mengangkat kornea ke atas dan medial.

M. rektus inferior

Origo : Annulus tendineus communis pada dinding posterior orbita.

Insersio : Permukaan inferior bola mata tepat posterior terhadap taut corneo-

scleral.

Persarafan : N. oculomotorius (N.III)

Fungsi : Menurunkan kornea ke bawah dan medial.

M. rektus medialis

Origo : Annulus tendineus communis pada dinding posterior orbita.

Insersio : Permukaan medial bola mata tepat posterior terhadap taut corneo-

scleral.

Persarafan : N. oculomotorius (N.III)

Fungsi : Memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke medial.

M. rektus lateralis

Origo : Annulus tendineus communis pada dinding posterior orbita.

Insersio : Permukaan lateral bola mata tepat posterior terhadap taut corneo-

scleral.

Persarafan : N. abducens (N.VI)

Fungsi : Memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke lateral.

II. Muskulus obliquus

M. obliquus superior

Origo : Dinding posterior orbita.

Insersio : Melalui troklea dan dilekatkan pada permukaan superior bola mata,

di bawah m. rectus superior.

Page 9: Laporan Skenario a Blok 15

Persarafan : N. trochlearis (N.IV)

Fungsi : Memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke bawah dan

lateral.

M. obliquus inferior

Origo : Dasar orbita.

Insersio : Permukaan lateral bola mata, profunda terhadap m. rectus lateralis.

Persarafan : N. oculomotorius (N.III)

Fungsi : Memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke atas dan lateral.

Saraf-Saraf Orbita

I. Nervus Optikus

N. optikus muncul dari bagian belakang bola mata dan meninggalkan orbita

melalui canalis optikus untuk masuk ke dalam rongga cranium. Selanjutnya

menyatu dengan n. optikus sisi lainnya membentuk chiasma opticum. Pada

chiasma, serabut-serabut dari belahan medial masing-masing retina menyilang

garis tengah dan masuk ke tractus opticus sisi kontralateral, sedangkan serabut-

serabut belahan lateral retina berjalan ke posterior di dalam traktus opticus sisi

yang sama. Hampir seluruh serabut-serabut tractus opticus berakhir dengan

bersinaps pada sel-sel di dalam corpus geniculatum lateral. Axon sel-sel saraf

dari corpus geniculatum lateral berjalan ke posterior sebagai radiation optica dan

berakhir pada cortex visual hemispherium cerebri.

II. Nervus Oculomotorius

N. oculomotorius keluar dari permukaan anterior mesencephalon. Saraf ini

berjalan ke depan di antara a. cerebri posterior dan a. ceberi superior. Kemudian

berjalan terus ke depan di dalam fossa crania anterior pada dinding lateral sinus

cavernosus. Disini, saraf ini bercabang dua menjadi ramus superior dan ramus

inferior, yang masuk ke dalam rongga orbita melalui fissure orbitalis superior.

Ramus superior dan inferior n. oculomotorius mempersarafi otot-otot ekstrinsik

mata : m. levator palpebrae, m. rectus superior, m. rectus medialis, m. recuts

inferior, m. obliquus inferior.

Page 10: Laporan Skenario a Blok 15

III. Nervus Trochlearis

N. trochlearis meninggalkan permukaan posterior mesencephalon dan segera

menyilang saraf sisi lainnya. N. trochlearis berjalan ke depan melalui fossa crania

media dan pada dinding lateral sinus cavernosus. Setelah masuk ke dalam rongga

orbita melalui fissure orbitalis superior, saraf ini mempersarafi m. obliquus

superior bola mata.

IV. Nervus Abducens

Saraf ini muncul dari permukaan anterior rhombencephalon di antara pons dan

medulla oblongata, dan berjalan ke depan bersama a. carotis interna melalui sinus

cavernosus di dalam fossa crania media dan masuk orbita melalui fissure orbitalis

superior. N. abducens mempersarafi m. rectus lateralis.

Fisiologi Pergerakan Bola Mata

1. Aspek Motorik

Masing-masing dari keenam otot ekstraokuler berperan dalam menentukan

posisi mata mengelilingi tiga sumbu rotasi. Kerja primer suatu otot adalah efek

utama yang ditimbulkannya pada rotasi mata. Efek yang lebih kecil disebut kerja

sekunder atau tersier.

Otot Kerja Primer Kerja Sekunder

Rektus Lateralis Abduksi -

Rektus Medialis Aduksi -

Rektus Superior Elevasi Aduksi, intorsi

Rektus Inferior Depresi Aduksi, ekstorsi

Obliquus Superior Intorsi Depresi, abduksi

Obliquus Inferior Ekstorsi Elevasi, abduksi

Hukum Sherrington

Page 11: Laporan Skenario a Blok 15

Pada kedudukan mata tertentu setiap kontraksi otot selalu terjadi rangsangan

antagonis yang berkekuatan sama mengimbangi rangsangan tersebut. Pada

pergerakan mata terjadi rangsangan sama pada otot mata yang sinergistik dan

pengendoran rangsangan yang sesuai pada otot antagonistic.

Contoh : Bila mata kanan yang melakukan gerakan abduksi yang merupakan

rangsangan pada otot rektus lateral kanan maka akan terjadi

pelemahan rangsangan pada otot rektus medius kanan yang antagonis

terhadap rektus lateral kanan.

Hukum Herring

Agar gerakan kedua mata berada dalam arah yang sama, otot-otot agonis yang

berkaitan harus menerima persarafan yang setara. Pasangan otot agonis dengan

kerja primer yang sama disebut pasangan searah (yoke pair). Otot rektus lateralis

kanan dan rektus medialis kiri adalah pasangan searah untuk menatap ke kanan.

Contoh : Otot rektus inferior kanan dan obliquus superior kiri adalah pasangan

searah untuk memandang ke bawah dan ke kanan.

2. Aspek Sensorik

Mata akan searah bila dapat mempertahankan fusi kedua mata. Di mana fusi

adalah:

Kemampuan otak untuk membuat satu bayangan gambar yang berasal dari

kedua mata.

fusi akan hilang bila penglihatan satu mata tidak ada.

Fusi sensorik adalah proses yang membuat perbedaan-perbedaan antara dua

bayangan tidak disadari. Di bagian perifer retina masing-masing mata, terdapat

titik-titik korespondensi yang apabila tidak terdapat fusi melokalisasi

rangsangan pada arah yang sama dalam ruang. Dalam proses fusi, nilai arah

titik-titik ini dapat dimodifikasi.

Dengan demikian, setiap titik di retina pada masing-masing mata mampu

memfusikan rangsangan yang jatuh cukup dekat dengan titik korespondensi di

mata yang lain.

Page 12: Laporan Skenario a Blok 15

b. Bagaimana etiologi dan mekanisme dari mata juling ke dalam?

Etiologi

- Kelumpuhan salah satu atau kedua otot rektus lateralis sebagai akibat

kelumpuhan n. abducens,

- Fraktur dinding medial orbita dengan penjepitan otot rektus medialis,

- Penyakit mata tiroid dengan kontraktur otot rektus medialis,

- Sindrom retraksi duane

Pada kasus ini, etiologi mata juling ke dalam adalah trauma kepala yang

menyebabkan kelumpuhan salah satu atau kedua otot rektus lateralis sebagai akibat

kelumpuhan n. abducens.

Mekanisme

Trauma kepala kelumpuhan n. abducens paresis otot rektus lateralis mata

kanan ketidakseimbangan tarikan otot ekstraokular posisi bola mata terganggu

mata kanan juling ke dalam (esotropia dekstra).

2. a. Bagaimana hubungan kecelakaan 6 bulan yang lalu dengan keluhan mata juling ke

dalam?

Kecelakaan yang berupa benturan di kepala menyebabkan terjepitnya nervus

abducens. Pada trauma kepala, nervus abducens lebih cenderung mengalami

kerusakan, hal ini disebabkan karena lokasinya yang paling lateral dan tidak

memiliki pelindung. Nervus abducens merupakan saraf yang menginervasi kerja otot

ekstraokuler (muskulus rektus lateralis), sehingga terjadinya gangguan pada nervus

abducens dapat menyebabkan paresis muskulus rektus lateralis. Paresis pada otot ini

mengakibatkan ketidakseimbangan tarikan otot ekstraokular dalam mempertahankan

posisi bola mata, sehingga mata terlihat juling ke dalam.

b. Bagaimana mekanisme dari kehilangan kesadaran selama lebih dari 30 menit?

Trauma kepala gangguan aliran darah otak hambatan aliran darah konstan

↓ suplai darah ke otak gangguan jaringan otak neuron-neuron otak tidak

mendapatkan sediaan energy dari metabolisme oksidatif glukosa kehilangan

kesadaran.

Page 13: Laporan Skenario a Blok 15

2. a. Bagaimana mekanisme dari mata kanan sulit digerakkan kearah temporal kanan?

Trauma kepala kelumpuhan n. abducens paresis muskulus rektus lateralis ↓

fungsi kerja primer otot (abduksi : ke arah luar) mata kanan sulit digerakkan ke

arah temporal kanan.

b. Bagaimana fisiologi penglihatan?

Cahaya masuk ke mata melalui kornea melewati pupil dibiaskan melalui

lensa terbentuk bayangan di lensa yang bersifat nyata, terbalik, dan diperkecil

sel-sel batang dan kerucut meneruskan impuls cahaya melalui saraf optic dua

saraf optikus menyatu membentuk kiasma optikus membentuk traktus optikus

menuju nucleus genikulatum lateral nucleus memancarkan informasi penglihatan

dari traktus optikus ke korteks penglihatan melalui radiasi optic.

Page 14: Laporan Skenario a Blok 15

c. Bagaimana mekanisme dari penglihatan ganda semakin bertambah?

Trauma kepala kelumpuhan n. abducens paresis otot rektus lateralis mata

kanan ↓ fungsi kerja primer otot rektus lateralis mata kanan (abduksi)

ketidakseimbangan tarikan otot ekstraokular posisi bola mata terganggu mata

kanan juling ke dalam (esotropia dekstra) (pada saat melihat benda) kedua fovea

menerima bayangan yang berbeda diplopia.

4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan oftalmologi? (didi)

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

AVOD 6/6 E 6/6 E Normal

AVOS 6/6 E 6/6 E Normal

Hischberg ET 15° - Esotropia,

dengan deviasi

2 mm

ACT

(Alternating

Cover Test)

Shifting (+) mata dominan (-)

Esotropia

Duction &

Version

1

OD

OS

OD

OS

Kelemahan

pada kerja otot

rektus lateralis

mata kanan.

WFDT (worth

four dot test)

Uncrossed diplopia semakin

bertambah bila melihat ke

sisi mata non dominan

(-) Diplopia

FDT (forced

duction test)

Tidak terdapat tahanan pada

gerakan dengan bantuan

(-) Normal

Page 15: Laporan Skenario a Blok 15

pinset

5. Bagaimana cara penegakkan diagnosis?

Cara penegakkan diagnosis pada strabismus, yaitu :

a. Riwayat

Dalam mendiagnosis strabismus, diperlukan anamnesis yang cermat.

Riwayat keluarga

Strabismus dan ambliopia sering ditemukan dalam keluarga.

Usia onset

Semakin dini onset strabismus, semakin buruk prognosis untuk fungsi

penglihatan binokularnya.

Jenis onset

Awitan dapat perlahan, mendadak, atau intermiten.

Jenis deviasi

Ketidaksesuaian penjajaran dapat terjadi di semua arah. Hal itu dapat lebih

besar di posisi-posisi menatap tertentu, termasuk posisi primer untuk jaut atau

dekat.

Fiksasi

Salah satu mata mungkin terus menerus menyimpang, atau mungkin diamati

fiksasi yang berpindah-pindah.

b. Ketajaman penglihatan

c. Penentuan sudut strabismus

Metode Hirschberg

Pada metode ini mata disinari dengan sentolop dan akan terlihat refleks sinar

pada permukaan kornea. Refleks sinar pada mata normal terletak pada kedua

mata sama-sama di tengah pupil. Bila satu refleks sinar di tengah pupil sedang

pada mata yang lain di nasal berarti pasien juling ke luar atau eksotropia dan

sebaliknya bila refleks sinar sentolop pada kornea berada di bagian temporal

kornea berarti mata tersebut juling ke dalam atau esotropia. Setiap pergeseran

letak refleks sinar dari sentral kornea 1 mm berarti ada deviasi bola mata 7

derajat.

Metode refleks prisma (uji krimsky)

Page 16: Laporan Skenario a Blok 15

d. Duksi (rotasi monocular)

Dengan satu mata tertutup, mata yang lain mengikuti suatu sumber cahaya yang

bergerak dalam semua arah pandangan. Setiap penurunan gerakan rotasi

mengisyaratkan adanya kelemahan bidang kerja otot yang bersangkutan.

e. Versi (gerakan mata konjugat)

Versi diperiksa dengan menyuruh mata pasien mengikuti suatu sumber cahaya di

Sembilan posisi diagnostic: primer – lurus ke depan; sekunder – kanan, kiri, atas,

dan bawah; dan tersier – atas dan kanan, bawah dan kanan, atas dan kiri, dan bawah

dan kiri.

f. Pemeriksaan sensorik

Uji stereopsis

Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan.

Sasaran yang dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa

dilihat kedalamannya. Stereogram titik-titik acak (random stereogram)

tidak memiliki petunjuk kedalaman bila dilihat monocular. Lapangan

titik-titik secara acak (A field of random dots) terlihat oleh mata masing-

masing tetapi hubungan titik ke titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah

sedemikian rupa sehingga bila ada stereopsis akan tampak suatu bentuk

yang terlihat stereoskopis.

Uji supresi

Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang

pencoba dengan 4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau

didepan mata yang lain. Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan

merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda untuk

persepsi mata masing-masing dan bulatan putih yang bisa dilihat kedua

mata dapat menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan bulatan-bulatan

dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina yang diperiksa.

Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa dengan jarak dekat atau

jauh

Uji kelainan Korespondensi retina

Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara:

Page 17: Laporan Skenario a Blok 15

1.      Menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak tegak lurus didepannya,

2.      Menunjukkan bahwa titik retina perifer pada satu mata dan fovea

mata lainnya mempunyai arah yang bersamaan.

Uji kaca beralur Bagolini

Uji ini merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan alur-alur

halus yang arahnya berbeda tiap-tiap mata ditempatkan didepan mata.

Kondisi uji sedapat mungkin mendekati penglihatan normal. Terlihat

sebuah titik sumber cahaya dan seberkas sinar tegak lurus pada arah alur.

Jika unsur retina perifer mata yang berdeviasi menunjuk berkas cahaya

melalui titik sumber cahaya maka berarti ada kelainan korespondensi

retina

6. Bagaimana Diagnosis banding dan working diagnosis kasus ini?

Diagnosis Banding

Esotrofia Eksotropia Hipertrofia

Usia Anak & dewasa > usia dewasa Setelah anak-anak

Otot yang terkena Rektus lateralis Rektus lateralis Obliquus superior

Diplopia (+) (+/-) (+)

Working Diagnosis

Esotropia dextra et causa parese n. abducens.

7. Bagaimana epidemiologi kasus ini?

Strabismus bisa terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Prevalensi sekitar 2% anak-

anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3% remaja dan dewasa muda. Tidak terdapat

perbedaan antara jumlah wanita dan pria. Angka kejadian tertinggi ada pada jenis

esotropia strabismus. Strabismus mempunyai pola dalan keturunan (autosoamal

dominan). Misalnya, jika salah satu atau kedua orangtua stabismus, sangat

memungkinkan anaknya terkena strabismus juga. Namun beberapa kasus bisa terjadi

strabismus tanpa adanya riwayat dalam keluarga.

Page 18: Laporan Skenario a Blok 15

8. Bagaimana etiologi dan faktor resiko kasus ini?

Terdapat gangguan pada salah satu otot penggerak bola mata, yang dapat

mengganggu keseimbangan posisi bola mata.

Pada kasus orang dewasa pengidap hipertensi sistemik atau diabetes.

Tumor atau peradangan pada susunan saraf pusat.

Trauma kepala

Strabismus juga secara khusus terjadi pada anak-anak sebagai efek dari penyakit

lain, seperti cerebral palsy, down syndrome, hydrocephalus dan tumor otak.

Katarak dan kasus menurunnya penglihatan lainnya juga dapat menyebabkan

strabismus.

9. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus ini?

Gejala utama strabismus adalah posisi mata yang tidak lurus, kadang-kadang anak

memiringkan kepalanya pada posisi tertentu agar dapat melihat dengan kedua matanya,

orang dewasa yang mengalami strabismus sering mengalami penglihatan ganda

(diplopia).

Gejala strabismus adalah mata yang tidak lurus. Artinya bila satu mata terfokus pada

satu obyek, mata yang lain tertuju pada obyek yang lain. Kadang-kadang anak dengan

strabismus akan memicingkan satu mata disaat matahari terik atau memiringkan leher

untuk menggunakan kedua matanya secara bersama-sama.

10. Bagaimana patogenesis kasus ini?

Trauma Kepala

Page 19: Laporan Skenario a Blok 15

11. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini?

Pengobatan non-bedah

a. Terapi oklusi

b.  Kacamata

c.   Obat farmakologik

Sikloplegik – Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara menghalangi

kerja asetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan dengan demikian

Kelumpuhan N. Abducens (N.VI)

Parese otot rektus lateral

↓ fungsi kerja primer otot

Mata kanan sulit di gerakkan ke temporal

kanan

Ketidakseimbangan tarikan otot ekstraokuler

Posisi bola mata terganggu

Mata kanan juling ke dalam

Diplopia

Gangguan penerimaan bayangan di kedua fovea

Bayangan yang berbeda jatuh di kedua

fovea

Esotropia paretic dextra

Abduksi

Page 20: Laporan Skenario a Blok 15

mencegah akomodasi. Sikloplegik yang digunakan adalah tetes mata atau salep

mata  atropin biasanya dengan konsentrasi 0,5% (anak) dan 1% (dewasa).(4)

Miotik – Miotik digunakan untuk mengurangi konvergensi yang berlebihan

pada esotropia dekat, yang dikenal sebagai rasio konvergensi akomodatif dan

akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi. Obat yang biasa digunakan adalah

ekotiofat iodine (Phospholine iodide) atau isoflurat (Floropryl), yang keduanya

membuat asetikolinesterase pada hubungan neuromuskular menjadi tidak aktif,

dan karenanya meninggikan efek impuls saraf.(5)

Toksin Botulinum – Suntikan toksin Botulinum A ke dalam otot ekstraokular

menyebabkan paralisis otot tersebut yang kedalaman dan lamanya tergantung

dosisnya.               

Pengobatan Bedah

Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi pada berbagai arah

pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat pada posisi primer, arah

pandangan sekunder untuk jauh, dan arah pandangan tersier untuk dekat, serta

pandangan lateral ke kedua sisi untuk dekat.

Reseksi dan resesi – Cara yang paling sederhana adalah  memperkuat dan

memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara yang disebut reseksi. Otot

dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran tertentu dan kelebihan panjang otot

dipotong dan ujungnya dijahit kembali pada bola mata, biasanya pada insersi asal.

Resesi adalah cara melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata,

dibebaskan dari perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi. Kemudian

dijahit kembali pada bola mata dibelakang insersi asal pada jarak yang telah ditentukan.

12. Bagaimana komplikasi kasus ini?

Pada kasus srabismus, pasien dapat mengalami komplikasi berupa kelainan sensorik.

Komplikasi tersebut yaitu :

Diplopia

Apabila terdapat strabismus, kedua fovea menerima bayangan yang berbeda. Benda

yang tercitra di kedua fovea tampak dalam arah ruang yang sama. Proses lokalisasi

benda yang secara spatial terpisah ini ke lokasi yang sama disebut kebingungan

penglihatan (visual confusion). Benda yang terlihat oleh salah satu fovea dicitrakan

di daerah retina perifer di mata yang lain. Bayangan foveal terlokalisasi tepat di

Page 21: Laporan Skenario a Blok 15

depan, sedangkan bayangan retina dari benda yang sama di mata yang lain

dilokalisasi di arah yang lain. Dengan demikian, benda yang sama terlihat di dua

tempat (diplopia).

Supresi

Supresi mengambil bentuk suatu skotoma di mata yang berdeviasi hanya dibawah

kondisi penglihatan binocular, suatu skotoma adalah daerah penurunan penglihatan

di dalam lapangan pandang, dikelilingi oleh daerah penglihatan yang sedikit

berkurang atau normal. Skotoma supresi pada esotropia biasanya berbentuk hampir

elips, berjalan di retina dari tepat sebelah temporal fovea ke titik di retina perifer di

mana benda yang bersangkutan untuk mata yang lain dicitrakan.

Ambliopia

Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan tanpa dapat dideteksi adanya

penyakit organic pada suatu mata. Pada strabismus, mata yang biasa digunakan

untuk fiksasi masih mempunyai ketajaman yang normal dan mata yang tidak

dipakai sering mengalami penurunan penglihatan (ambliopia).

Anomali korespondensi retina

Pada strabismus, retina perifer di luar daerah skotoma supresi dapat mengambil

nilai-nilai arah dalam ruang yang baru yang tergeser oleh deviasi. Hal ini

menimbulkan anomaly korespondensi nilai-nilai arah antara titik-titik retina di

kedua mata.

Fiksasi eksentrik

13. Bagaimana prognosis kasus ini?

Dubia ad bonam.

14. Bagaimana KDU kasus ini?

KDU kasus ini : 2

IV. HIPOTESIS

Anak, laki-laki, 10 tahun, menderita strabismus esotrofia paretic dextra et causa parese

nervus abducens.

Page 22: Laporan Skenario a Blok 15

V. KERANGKA KONSEP

VI. LEARNING ISSUES DAN KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN

Pokok Bahasan What I knowWhat I

don’t know

What I have to

prove

How I

will learn

Anamnesis

Anak laki-laki, 10 tahun, keluhan mata kanan juling kedalam, sejak kecelakaan 6 bulan yang lalu.

Saat kecelakaan, kepala terbentur dan kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit.

Mata kanan sulit digerakkan kearah

temporal dan penglihatan ganda bila

melihat ke temporal kanan.

Pemeriksaan Oftalmologi

AVOD 6/6 E AVOS 6/6 E Hischberg ET 15° ACT : Shifting (+) OS mata dominan Duction and Version

1

OD OS

WFDT : Uncrossed diplopia semakin bertambah bila melihat ke sisi mata nondominan.

FDT : Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset.

Esotropia paretic dextra

Page 23: Laporan Skenario a Blok 15

StrabismusPengertian

strabismus

Etiologi,

faktor

resiko,

patogenesis

strabismus

Hubungan

strabismus dengan

trauma kepala

T

extbook

Jurnal

Internet

EsotrofiaPengertian

esotrofiaPatogenesis

Pemeriksaan

penunjang yang

harus dilakukan

dalam

menegakkan

diagnosis

Anatomi &

Fisiologi

Anatomi dan

fisiologi

penglihatan dan

pergerakan bola

mata

-

Anatomi dan

fisiologi yang

terkait dengan

kasus ini

Pemeriksaan

Oftalmologi

Macam-macam

pemeriksaan

oftalmologi

- -

Page 24: Laporan Skenario a Blok 15

BAB III

SINTESIS

3.1 Strabismus

Definisi

Strabismus atau juling merupakan keadaan tidak sejajarnya kedudukan kedua bola mata

karena tidak normal penglihatan binokuler atau anomali kontrol neuromuskuler gerakan

okuler. Strabismus dapat horizontal, vertikal, torsional, atau kombinasi Dari ketiganya.

Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu

sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang

pada bidang horizontal ke arah medial.

Page 25: Laporan Skenario a Blok 15

Strabismus yang terjadi pada kondisi penglihatan binocular disebut strabismus manifest,

heterotropia, atau tropia. Suatu deviasi yang hanya muncul setelah penglihatan binocular

terganggu disebut strabismus laten, heteroforia, atau foria.

Epidemiologi

Strabismus bisa terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Prevalensi sekitar 2% anak- anak

usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3% remaja dan dewasa muda. Tidak terdapat perbedaan

antara jumlah wanita dan pria. Angka kejadian tertinggi ada pada jenis esotropia

strabismus. Strabismus mempunyai pola dalan keturunan (autosoamal dominan). Misalnya,

jika salah satu atau kedua orangtua stabismus, sangat memungkinkan anaknya terkena

strabismus juga. Namun beberapa kasus bisa terjadi strabismus tanpa adanya riwayat dalam

keluarga.

Etiologi

Penyebab terjadinya strabismus bermacam-macam, yaitu:

Terdapat gangguan pada salah satu otot penggerak bola mata, yang dapat mengganggu

keseimbangan posisi bola mata.

Pada kasus orang dewasa pengidap hipertensi sistemik atau diabetes.

Tumor atau peradangan pada susunan saraf pusat.

Trauma kepala

Strabismus juga secara khusus terjadi pada anak-anak sebagai efek dari penyakit lain,

seperti cerebral palsy, down syndrome, hydrocephalus dan tumor otak. Katarak dan

kasus menurunnya penglihatan lainnya juga dapat menyebabkan strabismus.

Manifestasi Klinis

Gejala utama strabismus adalah posisi mata yang tidak lurus, kadang-kadang anak

memiringkan kepalanya pada posisi tertentu agar dapat melihat dengan kedua matanya,

orang dewasa yang mengalami strabismus sering mengalami penglihatan ganda (diplopia).

Gejala strabismus adalah mata yang tidak lurus. Artinya bila satu mata terfokus pada satu

obyek, mata yang lain tertuju pada obyek yang lain. Kadang-kadang anak dengan

strabismus akan memicingkan satu mata disaat matahari terik atau memiringkan leher untuk

menggunakan kedua matanya secara bersama-sama.

Page 26: Laporan Skenario a Blok 15

Klasifikasi

Esotropia nonakomodatif

Esotropia infantilis (kongenital)

"Bawaan" berarti dari lahir dan, menggunakan definisi yang ketat, sebagian besar bayi

dilahirkan dengan mata yang tidak selaras saat lahir. Hanya 23% bayi dilahirkan

dengan mata lurus. Pada kebanyakan kasus, satu mata atau yang lain benar-benar

berubah ke luar selama periode neonatal. Dalam tiga bulan pertama mata secara

bertahap datang ke penyelarasan konsisten lebih sebagai koordinasi dari dua mata

bersama sebagai sebuah tim berkembang.

Hal ini umum bagi bayi untuk tampil seolah-olah mereka telah esotropia, atau berbelok

ke dalam mata, karena jembatan hidung belum sepenuhnya dikembangkan. Ini

penampilan palsu atau simulasi dari balik batin dikenal sebagai epicanthus. Selama bayi

tumbuh, dan jembatan menyempit sehingga sclera terlihat di sisi dalam, mata akan

tampak lebih normal.

Esotropia bawaan yang benar adalah berbalik ke dalam dengan jumlah yang besar, dan

terjadi pada anak-anak dengan jumlah sedikit, tetapi bayi tidak akan tumbuh dari giliran

ini. Esotropia kongenital biasanya muncul antara usia 2 dan 4 bulan

Hampir separuh dari semua kasus esotropia termasuk dalam kelompok ini. Pada

sebagian besar kasus, penyebabnya tidak jelas. Deviasi konvergen telah bermanifestasi

pada usia 6 bulan. Deviasinya bersifat comitant, yakni sudut deviasi kira-kira sama

dalam semua arahpandangan dan biasanya tidak dipengaruhi akomodasi.  Dengan

demikian, penyebab tidak berkaitan dengan kesalahan refraksi atau bergantung pada

paresis otot ekstraokular. Sebagian besar kasus mungkin disebabkan oleh gangguan

kontrol persarafan, yang mengenai jalur supranukleus untuk konvergensi dan

divergensi serta hubungan sarafnya ke fasikulus longitudinal medialis. Sebagian kecil

kasus disebabkan oleh variasi anatomik misalanya anomali insersi otot-otot yang

bekerja horizontal, ligamentum penahan abnormal atau berbagai kelainan fasia lainya(2).

Juga terdapat banyak bukti bahwa strabismus dapat diturunkan secara genetis. Esoforia

dan esotropia sering diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Saudara kandung

mungkin mengalami deviasi mata yang sama. Sering terdapat unsur akomodatif pada

esotropia comitant, yakni koreksi kesalahan refraksi hiperopik berkurang tetapi tidak

menghilangkan semua deviasi.

Page 27: Laporan Skenario a Blok 15

Deviasi itu sendiri sering besar (≥40o) dan biasanya  comitant. Abduksi mungkin

terbatas, tetapi dapat terjadi. Setelah usia 18 bulan, dapat diamati ada deviasi vertikal.

Yakni, kerja berlebihan otot-otot oblikus atau disosiasi deviasi vertikal. Mungkin

dijumpai nistagmus, mansfestasi maupun laten. Kesalahan refraksi yang paling sering

dijumpai adalah hipertropia sedang.

Mata yang tampak lurus adalah mata yang digunakan untuk melakukan fiksasi. Hampir

selalu, mata tersebut adalah mata yang memiliki penglihatan yang lebih baik atau

kesalahan refraksi yang lebih rendah (atau keduanya). Apabila terdapat anisometropia,

mungkin juga terdapat ambliopia. Apabila dalam waktu yang berlaianan mata yang

digunakan untuk fiksasi berbeda-beda, pasien dikatakan memperlihatkan fiksasi

berselang seling spontan; dalam hal ini, penglihatan kedua mata mungkin samaatau

hampi sama. Pada sebagian kasus, preferensi mata ditentukan oleh arah pandangan.

Misalnya, pada esotropia skala besar, terdapat kecenderungan pasien menggunakan

mata kanan sewaktu memandang ke kiri dan mata kiri  untuk memandang ke kanan

(fiksasi silang)

Esotropia infantilis diterapi secara bedah. Terapi awal non bedah dapat diindikasikan

untuk memastikan hasil terbaik yang dapat dicapai. Perlu ditekankan bahwa amblioplia

harus diterapi secara penuh sebelum dilakukan tindakan bedah.  Pada kesalahan refraksi

hipertropik 3 D atau lebih harus dicoba penggunaan kacamata untuk menentukan 

apakah penurunan akomodasi menimbulkan efek positif terhadap deviasi. Sebagai

alternatif untuk penggunaan kacamata, dapat digunakan miotika(2).

Tindakan bedah biasanya diindikasikan setelah terapi medis dan terapi ambliopia

dilakukan. Setelah dicapai perbaikan terukur, tindakan  bedah harus segera dilakukan

karena terdapat banyak  bukti bahwa semakin cepat mata disejajarkan hasil sensorik

yang diperoleh akan lebih baik. Banyak prosedur yang telah dianjurkan, tetapi 2 yang

paling populer, yakni:

1.      Pelemahan otot rektus medialis

2.      Reseksi otot rektus medialis dan reseksi otot lateralis mata yang sama

Esotropia nonakomodatif yang didapat

Jenis esotropia ini timbul pada anak, biasanya setelah usia 2 tahun. Hanya sedikit atau

tidak terdapat faktor akomodatif. Sudut strabismus sering lebih kecil daripada yang

terdapat pada esotropia infantilis tetapi dapat meningkat seiring dengan waktu. Di luar

Page 28: Laporan Skenario a Blok 15

hal itu, temuan klinis sama seperti yang terdapat pada esotropia konginetal. Terapi

adalah tindakan bedah dan mengikuti petunjuk yang samaseperti untuk esotropia

konginetal.

Esotropia akomodatif

Esotropia akomodatif terjadi apabila terdapat mekanisme akomodasi fisiologik normal

disertai respon konvergensi berlebihan tetapi divergensi fusional yang relatif inufisiensi

untuk menahan mata tetap lurus. Tetapi dua mekanisme patologik yang bekerja,

bersama-sama atau tersendiri:

1.    Hiperopia yang cukup tinggi, yang memerlukan banyak akomodasi(dan dengan

demikian konvergensi) untuk memperjelas bayangan sehingga timbul esotropia.

2.   Rasio KA/A yang tinggi, yang disertai hiperopia ringan samapi sedang.

Esotropia Akomodasi Parsial

Dapat terjadi suatu mekanisme campuran , sebagian ketidakseimbangan otot dan

sebagian ketidakseimbangan akomodasi/konvergensi. Walaupun terapi akomodasi

menurunkan sudut deviasi, namu esotropianya sendiri tidak menghilang. Tindakan

bedah dilakukan untuk komponen nonakomodatif deviasi dengan pilihan posedur bedah

seperti dijelaskan untuk esoropia infantilis.

Esotropia paretik (Incomitant) Kelumpuhan Abducens

Pada strabismus incomitant, selalu terdapat satu atau lebih otot ekstraokular yang

paretik. Pada kasus esotropia incomitant, paresis biasanya mengenai satu atau kedua

otot rectus lateralis, biasanya akibat kelumpuhan saraf abducens. Kasus-kasus ini sering

dijumpai pada orang dewasa yang mengidap hipertensi sistemik atau diabetes, tetapi

kelumpuhan saraf abducens kadang-kadangdapat merupakan tanda awal suatu tumor

atau peradangan yang mengenai susunan saraf pusat. Karena itu, tanda-tanda

neurologik terkait sangat penting diperhatikan. Trauma kepala adalah penyebab lain

kelumpuhan abducens yang terjadi.

Esotropia incomitan juga dijumpai pada bayi dan anak, tetapi jauh lebih jarang

dibandingkan esotropia comitant. Kasus-kasus ini terjadi akibat cedera persalinan yang

mengenai otot secara langsung, akibat cedera pada saraf, atau tang lebih jarang, akibat

anomali konginetal otot rektus lateralis atau perlekatan fasianya

Page 29: Laporan Skenario a Blok 15

Apabila otot rektus lateralis mengalami paralisis total, mata tidak dapat berabduksi

melewati garis tengah. Gambaran khas esotropia lebih besar pada jarak jauh daripada

jarak dekat dan lebih besar pada sisi yang terkena. Paresis otot rektus  lateralis kanan

menyebabkan esotropia yang menjadi lebih besar sewaktu memandang ke kanan dan,

apabila paresisnya ringan sedikit atau tidak terjadi deviasi sewaktu memandang ke kiri.

Apabila dalam 6-8 minggu setelah onset paresis tidak terdapat tanda-tanda perbaikan,

dapat diberikan suntikan toksin botulinum tipe A ke dalam otot rektus medialis

antagonis yang mungkin bermanfaat atau bahkan menyembuhkan pada kasus-kasus

ringan. Pada kasus yang lebih parah, penyuntikan akan memperkecil kemungkinan

kontraktur otot antagonis. Apabila tidak timbul perbaikan setelah 6 bulan, perlu

dilakukan tindakan bedah. Apabila sedikit atau tidak terdapat kontraktur otot rektus

medialis, diindikasikan tindakan rersesi otot tersebut disertai reseksi besar otot rektus

lateralis yang paresis. Untuk paralisis abduksi total, insersi otot rektus inferior dan

superior dapat diubah ke insersi otot rektus lateralis, dan otot rektus medialis dapat

diresesi atau dilumpuhkan sementara dengan toksin Bottulinum A. Penggunaan jahitan

yang dapat disesuaikan memungkinkan bedah resesi otot dilakukan secara halus

sehingga diperoleh daerah penglihatan binokular tunggal terluas. Abduksi otot yang

paretik akan selalu terbatas. 

Diagnosis

Anamnesis

Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat membantu dalam

menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu

ditanyakan:

- Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal dominan.

- Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya strabismus

makin jelek prognosisnya.

- Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan penyakit

sistemik.

Page 30: Laporan Skenario a Blok 15

- Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya? Bagaimana penglihatan

dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah pasien menutup matanya jika

terkena sinar matahari? Apakah matanya selalu dalam keadaan lurus setiap saat?

Apakah derajat deviasinya tetap setiap saat?

- Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?

Inspeksi

Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan atau hilang

timbul (intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan),dan berubah-

ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi

kepala yang abnormal. Derajat  fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-

sama. Adanya nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam

penglihatannya menurun.                                                                          

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan

Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk membandingkan

tajam penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa sendiri-sendiri, karena dengan uji

binokular tidak akan bisa diketahui kekaburan pada satu mata. Untuk anak-anak yang

masih sangat muda, yang bisa dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar mata bisa

memfiksasi atau mengikuti sasaran (target). Sasaran dibuat sekecil mungkin

disesuaikan dengan usia, perhatian, dan tingkat kecerdasannya. Jika dengan menutup

satu mata anak tersebut melawan, sedang dengan menutup mata yang lain tidak

melawan, maka mata yang penglihatannya jelek adalah yang ditutup tanpa perlawanan.

Pada uji titik (dot test), anak yang diperiksa disuruh menaruhkan jari-jarinya pada

sebuah titik yang ukurannya telah dikalibrasi. Ini adalah uji kuantitatif paling awal yang

dikerjakan secara berkala (dimulai pada umur  2-2 ½ tahun). Pada umur 2 ½ - 3 tahun

anak sudah mampu mengenali dan mengerjakan uji gambar-gambar kecil (kartu Allen).

Umumnya anak umur 3 tahun sudah bisa melakukan permainan “E” (E-game) yaitu

dengan kata snellen konvensional dengan huruf E yang kakinya ke segala arah dan

sianak menunjukkan arah kaki huruf E tersebut  dengan jari telunjuknya.

Tajam penglihatan dan kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan dengan

metode melihat apa yang disukai anak (preferential looking method), yang didasarkan

pada kebiasaan bayi yang lebih menyukai melihat lapangan yang telah dipola (diberi

corak) atau melihat lapangan yang seragam.

Page 31: Laporan Skenario a Blok 15

Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Memeriksa kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik adalah sangat

penting. Obat baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah atropine. Bisa

diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 % beberapa kali sehari

selama beberapa hari. Pemberian atropine pada anak-anak usia sekolah sangat tidak

disukai karena sikloplegianya berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga

mengganggu pelajaran sekolah. Pada semua umur bisa digunakan homatropin 5 % atau

siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.

Menentukan Besar Sudut Deviasi

- Uji Prisma dan Penutupan

o   Uji penutupan (cover test)

o   Uji membuka penutup (uncover test)

o   Uji penutup berselang seling (alternate cover test)

Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan kemudian

mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total (heterotropia dan

heteroforia).

o   Uji penutupan plus prisma Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif,

diletakkan prisma dengan kekuatan yang semakin tinggi dengan  kekuatan

satu atau kedua mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji penutup

berselang-seling. Misalnya untuk mengukur esodeviasi penuh, penutup

dipindah-pindahkan sementara diletakkan prisma dengan kekuatan base out

yang semakin tinggi didepan salah satu atau kedua mata sampai gerakan re-

fiksasi horizontal dicapai oleh mata yang deviasi.

- Uji Objektif

Uji prisma dan uji tutup bersifat objektif, karena tidak diperlukan laporan –laporan

pengamatan sensorik dari pasien. Namun diperlukan kerjasama dan tajam

penglihatan yang utuh. Uji batang Maddox bersifat subjektif, Karena nilai akhir

pelaporan berdasarkan laporan pengamatan sensorik pasien.

Pada kasus dimana pasien dalam keadaan bingung atau tidak kooperatif, mungkin

tidak respon terhadap uji ini. Cara-cara penentuan klinis posisi mata yang tidak

memerlukan pengamatan sensorik pasien (uji objektif) jauh kurang akurat,

walaupun kadang-kadang masih bermanfaat.

Page 32: Laporan Skenario a Blok 15

Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada pengamatan

posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni:

o Metode Hirschberg

Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat

pantulan cahaya pada kedua kornea mata.

1)      Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi

2)      Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15 º

3)      Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka deviasinya 30 º

4)      Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45 º

o Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)

Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma ditaruh

didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan agar refleksi

kornea pada mata yang juling berada ditengah-tengah pupil menunjukkan

besarnya sudut deviasi.

Duksi (rotasi monokular)

Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah

pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini

bisa karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik anatomik.

Versi (gerakan Konjugasi Okular)

Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33 cm

dalam 9 posisi diagnosis primer – lurus kedepan; sekunder – kekanan, kekiri keatas dan

kebawah; dan tersier – keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan, keatas dan kekiri,

dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan relative terhadap mata yang

lainnya dinyatakan sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja –kurang

(underreaction). Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih

atau bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus pasangannya. Fiksasi pada

lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-lebih otot pasangannya, karena

diperlukan rangsangan yang lebih besar untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh

mata yang normal akan menyebabkan kerja-kurang pada otot yang paretik.

Pemeriksaan Sensorik

- Uji stereopsis

Page 33: Laporan Skenario a Blok 15

Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan. Sasaran yang

dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa dilihat kedalamannya.

Stereogram titik-titik acak (random stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman

bila dilihat monocular. Lapangan titik-titik secara acak (A field of random dots)

terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan titik ke titik yang sesuai antara 2

sasaran adalah sedemikian rupa sehingga bila ada stereopsis akan tampak suatu

bentuk yang terlihat stereoskopis.

- Uji supresi

Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang pencoba dengan

4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau didepan mata yang lain.

Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan

berwarna ini adalah tanda untuk persepsi mata masing-masing dan bulatan putih

yang bisa dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan

bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina yang diperiksa.

Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa dengan jarak dekat atau jauh.

- Uji kelainan Korespondensi retina

Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara:

1.      dengan menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak tegak lurus didepannya

2.      dengan menunjukkan bahwa titik retina perifer pada satu mata dan fovea mata

lainnya mempunyai arah yang bersamaan.

Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatannya adalah mengembalikan efek sensorik yang hilang karena

strabismus (ambliopia, supresi, dan hilangnya stereopsis), dan mempertahankan mata yang

telah membaik dan telah diluruskan baik secara bedah maupun non bedah. Pada orang

dewasa dengan strabismus akuisita, tujuannya adalah mengurangi deviasi dan memperbaiki

penglihatan binokular tunggal.

Pengobatan non-bedah

Page 34: Laporan Skenario a Blok 15

a.    Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan   mata    yang

ambliop

b.   Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah kacamata

yang tepat. Bayangan yang jelas di retina karena pemakaian kacamata memungkinkan

mekanisme fusi bekerja sampai maksimal. Jika ada hipermetropia tinggi dan esotropia,

maka esotropianya mungkin karena hipermetropia tersebut (esotropia akomodatif

refraktif).

c.   Obat farmakologik

1.   Sikloplegik – Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara menghalangi kerja

asetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan dengan demikian mencegah

akomodasi. Sikloplegik yang digunakan adalah tetes mata atau salep mata  atropin

biasanya dengan konsentrasi 0,5% (anak) dan 1% (dewasa).

2.   Miotik – Miotik digunakan untuk mengurangi konvergensi yang berlebihan pada

esotropia dekat, yang dikenal sebagai rasio konvergensi akomodatif dan akomodasi

(rasio KA/A) yang tinggi. Obat yang biasa digunakan adalah ekotiofat iodine

(Phospholine iodide) atau isoflurat (Floropryl), yang keduanya membuat

asetikolinesterase pada hubungan neuromuskular menjadi tidak aktif, dan

karenanya meninggikan efek impuls saraf.

3.   Toksin Botulinum – Suntikan toksin Botulinum A ke dalam otot ekstraokular

menyebabkan paralisis otot tersebut yang kedalaman dan lamanya tergantung

dosisnya.  

             

Pengobatan Bedah

Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi pada berbagai arah

pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat pada posisi primer, arah

pandangan sekunder untuk jauh, dan arah pandangan tersier untuk dekat, serta pandangan

lateral ke kedua sisi untuk dekat.

Reseksi dan resesi – Cara yang paling sederhana adalah  memperkuat dan memperlemah.

Memperkuat otot dilakukan dengan cara yang disebut reseksi. Otot dilepaskan dari mata,

ditarik sepanjang ukuran tertentu dan kelebihan panjang otot dipotong dan ujungnya dijahit

kembali pada bola mata, biasanya pada insersi asal. Resesi adalah cara melemahkan otot

yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata, dibebaskan dari perlekatan-perlekatan fasial,

Page 35: Laporan Skenario a Blok 15

dan dibiarkan menjadi retraksi. Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang

insersi asal pada jarak yang telah ditentukan.

3.2 Esotrofia

Esotrofia adalah jenis strabismus yang paling sering ditemukan. Strabismus ini dibagi

menjadi dua tipe : paretic (akibat paresis atau paralisis satu atau lebih otot ekstraokuler) dan

nonparetik (comitant). Esotrofia non paretic adalah tipe tersering pada bayi dan anak; tipe

ini dapat akomodatif, nonakomodatif, atau akomodatif parsial. Strabismus paretic jarang

ditemukan pada anak tetapi merupakan penyebab tersering kasus baru strabismus pada

orang dewasa. Sebagian besar kasus esotrofia nonakomodatif pada anak-anak

diklasifikasikan sebagai esotrofia infantilis, dengan onset sampai usia 6 bulan. Sisanya

timbul setelah usia 6 bulan dan diklasifikasikan sebagai esotrofia nonakomodatif didapat.

Klasifikasi

Esotrofia Non Paretik

Esotropia nonakomodatif

Esotropia infantilis (kongenital)

"Bawaan" berarti dari lahir dan, menggunakan definisi yang ketat, sebagian besar bayi

dilahirkan dengan mata yang tidak selaras saat lahir. Hanya 23% bayi dilahirkan

dengan mata lurus. Pada kebanyakan kasus, satu mata atau yang lain benar-benar

berubah ke luar selama periode neonatal. Dalam tiga bulan pertama mata secara

bertahap datang ke penyelarasan konsisten lebih sebagai koordinasi dari dua mata

bersama sebagai sebuah tim berkembang.

Hal ini umum bagi bayi untuk tampil seolah-olah mereka telah esotropia, atau berbelok

ke dalam mata, karena jembatan hidung belum sepenuhnya dikembangkan. Ini

penampilan palsu atau simulasi dari balik batin dikenal sebagai epicanthus. Selama bayi

tumbuh, dan jembatan menyempit sehingga sclera terlihat di sisi dalam, mata akan

tampak lebih normal.

Esotropia bawaan yang benar adalah berbalik ke dalam dengan jumlah yang besar, dan

terjadi pada anak-anak dengan jumlah sedikit, tetapi bayi tidak akan tumbuh dari giliran

ini. Esotropia kongenital biasanya muncul antara usia 2 dan 4 bulan

Page 36: Laporan Skenario a Blok 15

Hampir separuh dari semua kasus esotropia termasuk dalam kelompok ini. Pada

sebagian besar kasus, penyebabnya tidak jelas. Deviasi konvergen telah bermanifestasi

pada usia 6 bulan. Deviasinya bersifat comitant, yakni sudut deviasi kira-kira sama

dalam semua arahpandangan dan biasanya tidak dipengaruhi akomodasi.  Dengan

demikian, penyebab tidak berkaitan dengan kesalahan refraksi atau bergantung pada

paresis otot ekstraokular. Sebagian besar kasus mungkin disebabkan oleh gangguan

kontrol persarafan, yang mengenai jalur supranukleus untuk konvergensi dan

divergensi serta hubungan sarafnya ke fasikulus longitudinal medialis. Sebagian kecil

kasus disebabkan oleh variasi anatomik misalanya anomali insersi otot-otot yang

bekerja horizontal, ligamentum penahan abnormal atau berbagai kelainan fasia lainya.

Juga terdapat banyak bukti bahwa strabismus dapat diturunkan secara genetis. Esoforia

dan esotropia sering diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Saudara kandung

mungkin mengalami deviasi mata yang sama. Sering terdapat unsur akomodatif pada

esotropia comitant, yakni koreksi kesalahan refraksi hiperopik berkurang tetapi tidak

menghilangkan semua deviasi.

Deviasi itu sendiri sering besar (≥40o) dan biasanya  comitant. Abduksi mungkin

terbatas, tetapi dapat terjadi. Setelah usia 18 bulan, dapat diamati ada deviasi vertikal.

Yakni, kerja berlebihan otot-otot oblikus atau disosiasi deviasi vertikal. Mungkin

dijumpai nistagmus, mansfestasi maupun laten. Kesalahan refraksi yang paling sering

dijumpai adalah hipertropia sedang.

Mata yang tampak lurus adalah mata yang digunakan untuk melakukan fiksasi. Hampir

selalu, mata tersebut adalah mata yang memiliki penglihatan yang lebih baik atau

kesalahan refraksi yang lebih rendah (atau keduanya). Apabila terdapat anisometropia,

mungkin juga terdapat ambliopia. Apabila dalam waktu yang berlaianan mata yang

digunakan untuk fiksasi berbeda-beda, pasien dikatakan memperlihatkan fiksasi

berselang seling spontan; dalam hal ini, penglihatan kedua mata mungkin samaatau

hampi sama. Pada sebagian kasus, preferensi mata ditentukan oleh arah pandangan.

Misalnya, pada esotropia skala besar, terdapat kecenderungan pasien menggunakan

mata kanan sewaktu memandang ke kiri dan mata kiri  untuk memandang ke kanan

(fiksasi silang)

Esotropia infantilis diterapi secara bedah. Terapi awal non bedah dapat diindikasikan

untuk memastikan hasil terbaik yang dapat dicapai. Perlu ditekankan bahwa amblioplia

harus diterapi secara penuh sebelum dilakukan tindakan bedah.  Pada kesalahan refraksi

Page 37: Laporan Skenario a Blok 15

hipertropik 3 D atau lebih harus dicoba penggunaan kacamata untuk menentukan 

apakah penurunan akomodasi menimbulkan efek positif terhadap deviasi. Sebagai

alternatif untuk penggunaan kacamata, dapat digunakan miotika(2).

Tindakan bedah biasanya diindikasikan setelah terapi medis dan terapi ambliopia

dilakukan. Setelah dicapai perbaikan terukur, tindakan  bedah harus segera dilakukan

karena terdapat banyak  bukti bahwa semakin cepat mata disejajarkan hasil sensorik

yang diperoleh akan lebih baik. Banyak prosedur yang telah dianjurkan, tetapi 2 yang

paling populer, yakni:

1.      Pelemahan otot rektus medialis

2.      Reseksi otot rektus medialis dan reseksi otot lateralis mata yang sama

Esotropia nonakomodatif yang didapat

Jenis esotropia ini timbul pada anak, biasanya setelah usia 2 tahun. Hanya sedikit atau

tidak terdapat faktor akomodatif. Sudut strabismus sering lebih kecil daripada yang

terdapat pada esotropia infantilis tetapi dapat meningkat seiring dengan waktu. Di luar

hal itu, temuan klinis sama seperti yang terdapat pada esotropia konginetal. Terapi

adalah tindakan bedah dan mengikuti petunjuk yang samaseperti untuk esotropia

konginetal.

Esotropia akomodatif

Esotropia akomodatif terjadi apabila terdapat mekanisme akomodasi fisiologik normal

disertai respon konvergensi berlebihan tetapi divergensi fusional yang relatif inufisiensi

untuk menahan mata tetap lurus. Tetapi dua mekanisme patologik yang bekerja,

bersama-sama atau tersendiri:

1.    Hiperopia yang cukup tinggi, yang memerlukan banyak akomodasi (dan dengan

demikian konvergensi) untuk memperjelas bayangan sehingga timbul esotropia.

2.   Rasio KA/A yang tinggi, yang disertai hiperopia ringan samapi sedang.

Esotropia Akomodasi Parsial

Dapat terjadi suatu mekanisme campuran , sebagian ketidakseimbangan otot dan

sebagian ketidakseimbangan akomodasi/konvergensi. Walaupun terapi akomodasi

menurunkan sudut deviasi, namu esotropianya sendiri tidak menghilang. Tindakan

Page 38: Laporan Skenario a Blok 15

bedah dilakukan untuk komponen nonakomodatif deviasi dengan pilihan posedur bedah

seperti dijelaskan untuk esoropia infantilis.

Esotropia paretik (Incomitant) Kelumpuhan Abducens

Pada strabismus incomitant, selalu terdapat satu atau lebih otot ekstraokular yang paretik.

Pada kasus esotropia incomitant, paresis biasanya mengenai satu atau kedua otot rectus

lateralis, biasanya akibat kelumpuhan saraf abducens. Kasus-kasus ini sering dijumpai pada

orang dewasa yang mengidap hipertensi sistemik atau diabetes, tetapi kelumpuhan saraf

abducens kadang-kadangdapat merupakan tanda awal suatu tumor atau peradangan yang

mengenai susunan saraf pusat. Karena itu, tanda-tanda neurologik terkait sangat penting

diperhatikan. Trauma kepala adalah penyebab lain kelumpuhan abducens yang terjadi.

Esotropia incomitan juga dijumpai pada bayi dan anak, tetapi jauh lebih jarang

dibandingkan esotropia comitant. Kasus-kasus ini terjadi akibat cedera persalinan yang

mengenai otot secara langsung, akibat cedera pada saraf, atau tang lebih jarang, akibat

anomali konginetal otot rektus lateralis atau perlekatan fasianya

Apabila otot rektus lateralis mengalami paralisis total, mata tidak dapat berabduksi

melewati garis tengah. Gambaran khas esotropia lebih besar pada jarak jauh daripada jarak

dekat dan lebih besar pada sisi yang terkena. Paresis otot rektus  lateralis kanan

menyebabkan esotropia yang menjadi lebih besar sewaktu memandang ke kanan dan,

apabila paresisnya ringan sedikit atau tidak terjadi deviasi sewaktu memandang ke kiri.

Apabila dalam 6-8 minggu setelah onset paresis tidak terdapat tanda-tanda perbaikan, dapat

diberikan suntikan toksin botulinum tipe A ke dalam otot rektus medialis antagonis yang

mungkin bermanfaat atau bahkan menyembuhkan pada kasus-kasus ringan. Pada kasus

yang lebih parah, penyuntikan akan memperkecil kemungkinan kontraktur otot antagonis.

Apabila tidak timbul perbaikan setelah 6 bulan, perlu dilakukan tindakan bedah. Apabila

sedikit atau tidak terdapat kontraktur otot rektus medialis, diindikasikan tindakan rersesi

otot tersebut disertai reseksi besar otot rektus lateralis yang paresis. Untuk paralisis abduksi

total, insersi otot rektus inferior dan superior dapat diubah ke insersi otot rektus lateralis,

dan otot rektus medialis dapat diresesi atau dilumpuhkan sementara dengan toksin

Bottulinum A. Penggunaan jahitan yang dapat disesuaikan memungkinkan bedah resesi otot

dilakukan secara halus sehingga diperoleh daerah penglihatan binokular tunggal terluas.

Abduksi otot yang paretik akan selalu terbatas. 

Page 39: Laporan Skenario a Blok 15

3.3 Anatomi

Otot-otot Orbita

Terdapat enam otot-otot ekstraokular yang mengendalikan gerak masing-masing mata;

empat m. rektus dan dua m. obliquus.

1. Muskulus rektus

M. rectus superior

Origo : Annulus tendineus communis pada dinding posterior orbita.

Insersio : Permukaan superior bola mata tepat posterior terhadap taut corneo-

scleral.

Persarafan : N. oculomotorius (N.III)

Fungsi : Mengangkat kornea ke atas dan medial.

M. rektus inferior

Origo : Annulus tendineus communis pada dinding posterior orbita.

Insersio : Permukaan inferior bola mata tepat posterior terhadap taut corneo-scleral.

Persarafan : N. oculomotorius (N.III)

Fungsi : Menurunkan kornea ke bawah dan medial.

Page 40: Laporan Skenario a Blok 15

M. rektus medialis

Origo : Annulus tendineus communis pada dinding posterior orbita.

Insersio : Permukaan medial bola mata tepat posterior terhadap taut corneo-scleral.

Persarafan : N. oculomotorius (N.III)

Fungsi : Memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke medial.

M. rektus lateralis

Origo : Annulus tendineus communis pada dinding posterior orbita.

Insersio : Permukaan lateral bola mata tepat posterior terhadap taut corneo-scleral.

Persarafan : N. abducens (N.VI)

Fungsi : Memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke lateral.

2. Muskulus obliquus

M. obliquus superior

Origo : Dinding posterior orbita.

Insersio : Melalui troklea dan dilekatkan pada permukaan superior bola mata, di

bawah m. rectus superior.

Persarafan : N. trochlearis (N.IV)

Fungsi : Memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke bawah dan lateral.

M. obliquus inferior

Origo : Dasar orbita.

Insersio : Permukaan lateral bola mata, profunda terhadap m. rectus lateralis.

Persarafan : N. oculomotorius (N.III)

Fungsi : Memutar bola mata sehingga kornea menghadap ke atas dan lateral.

Saraf-saraf Orbita

Page 41: Laporan Skenario a Blok 15

I. Nervus Optikus

N. optikus muncul dari bagian belakang bola mata dan meninggalkan orbita melalui

canalis optikus untuk masuk ke dalam rongga cranium. Selanjutnya menyatu dengan n.

optikus sisi lainnya membentuk chiasma opticum. Pada chiasma, serabut-serabut dari

belahan medial masing-masing retina menyilang garis tengah dan masuk ke tractus

opticus sisi kontralateral, sedangkan serabut-serabut belahan lateral retina berjalan ke

posterior di dalam traktus opticus sisi yang sama. Hampir seluruh serabut-serabut

tractus opticus berakhir dengan bersinaps pada sel-sel di dalam corpus geniculatum

lateral. Axon sel-sel saraf dari corpus geniculatum lateral berjalan ke posterior sebagai

radiation optica dan berakhir pada cortex visual hemispherium cerebri.

II. Nervus Oculomotorius

N. oculomotorius keluar dari permukaan anterior mesencephalon. Saraf ini berjalan ke

depan di antara a. cerebri posterior dan a. ceberi superior. Kemudian berjalan terus ke

depan di dalam fossa crania anterior pada dinding lateral sinus cavernosus. Disini, saraf

ini bercabang dua menjadi ramus superior dan ramus inferior, yang masuk ke dalam

rongga orbita melalui fissure orbitalis superior. Ramus superior dan inferior n.

Page 42: Laporan Skenario a Blok 15

oculomotorius mempersarafi otot-otot ekstrinsik mata : m. levator palpebrae, m. rectus

superior, m. rectus medialis, m. recuts inferior, m. obliquus inferior.

III. Nervus Trochlearis

N. trochlearis meninggalkan permukaan posterior mesencephalon dan segera menyilang

saraf sisi lainnya. N. trochlearis berjalan ke depan melalui fossa crania media dan pada

dinding lateral sinus cavernosus. Setelah masuk ke dalam rongga orbita melalui fissure

orbitalis superior, saraf ini mempersarafi m. obliquus superior bola mata.

IV. Nervus Abducens

Saraf ini muncul dari permukaan anterior rhombencephalon di antara pons dan medulla

oblongata, dan berjalan ke depan bersama a. carotis interna melalui sinus cavernosus di

dalam fossa crania media dan masuk orbita melalui fissure orbitalis superior. N.

abducens mempersarafi m. rectus lateralis.

3.4 Fisiologi

Fisiologi Penglihatan

Cahaya dideteksi oleh sel-sel batang dan kerucut di retina, yang dapat dianggap sebagai

end-organ sensorik khusus untuk penglihatan. Badan sel dari reseptor-reseptor ini

mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel bipolar, neuron kedua di jalur

sel-sel ganglion retina. Akson-akson sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina

dan menyatu membentuk saraf optikus. Saraf keluar dari bagian belakang bola mata dan

berjalan ke posterior di dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam rongga tengkorak melalui

kanalis opticus.

Di dalam tengkorak, dua saraf optikus menyatu membentuk kiasma optikus. Di kiasma

optikus, lebih dari dari separuh serat (yang berasal dari separuh retina bagian nasal)

mengalami dekusasi dan menyatu dengan serat-serat temporal yang tidak menyilang dari

saraf optikus sisi lain untuk membentuk traktus optikus. Masing-masing traktus optikus

berjalan mengelilingi pedunkulus serebrum menuju ke nucleus genikulatum lateral, tempat

Page 43: Laporan Skenario a Blok 15

traktus tersebut bersinaps. Dengan demikian, semua serat yang menerima impuls dari

separuh kanan lapang pandang masing-masing mata membentuk traktus optikus kiri dan

berproyeksi ke hemisfer serebrum kiri. Demikian juga, separuh kiri lapang pandang

berproyeksi ke hemisfer serebrum kanan. Dua puluh persen serat di traktus melayani fungsi

pupil. Serat-serat ini meninggalkan traktus tepat di sebelah anterior dari nucleus dan

melewati brakium kolikulus superior menuju ke nucleus pretektalis otak tengah. Serat-serat

lainnya bersinaps di nucleus genikulatum lateral. Badan-badan dari struktur ini membentuk

traktus genikulo-kalkarina. Traktus ini berjalan melalui tungkai posterior kapsula interna

dan kemudian menyebar ke dalam radiasi optikus yang melintasi lobus temporalis dan

parietalis dalam perjalanan ke korteks oksipitalis (korteks kalkarina).

Fisiologi Pergerakkan Mata

1. Aspek Motorik

Page 44: Laporan Skenario a Blok 15

Masing-masing dari keenam otot ekstraokuler berperan dalam menentukan posisi mata

mengelilingi tiga sumbu rotasi. Kerja primer suatu otot adalah efek utama yang

ditimbulkannya pada rotasi mata. Efek yang lebih kecil disebut kerja sekunder atau

tersier.

Otot Kerja Primer Kerja Sekunder

Rektus Lateralis Abduksi -

Rektus Medialis Aduksi -

Rektus Superior Elevasi Aduksi, intorsi

Rektus Inferior Depresi Aduksi, ekstorsi

Obliquus Superior Intorsi Depresi, abduksi

Obliquus Inferior Ekstorsi Elevasi, abduksi

Hukum Sherrington

Pada kedudukan mata tertentu setiap kontraksi otot selalu terjadi rangsangan antagonis

yang berkekuatan sama mengimbangi rangsangan tersebut. Pada pergerakan mata

terjadi rangsangan sama pada otot mata yang sinergistik dan pengendoran rangsangan

yang sesuai pada otot antagonistic.

Contoh : Bila mata kanan yang melakukan gerakan abduksi yang merupakan

rangsangan pada otot rektus lateral kanan maka akan terjadi pelemahan rangsangan

pada otot rektus medius kanan yang antagonis terhadap rektus lateral kanan.

Hukum Herring

Agar gerakan kedua mata berada dalam arah yang sama, otot-otot agonis yang

berkaitan harus menerima persarafan yang setara. Pasangan otot agonis dengan kerja

primer yang sama disebut pasangan searah (yoke pair). Otot rektus lateralis kanan dan

rektus medialis kiri adalah pasangan searah untuk menatap ke kanan.

Contoh : Otot rektus inferior kanan dan obliquus superior kiri adalah pasangan searah

untuk memandang ke bawah dan ke kanan.

Page 45: Laporan Skenario a Blok 15

2. Aspek Sensorik

Mata akan searah bila dapat mempertahankan fusi kedua mata. Di mana fusi adalah:

Kemampuan otak untuk membuat satu bayangan gambar yang berasal dari kedua

mata.

fusi akan hilang bila penglihatan satu mata tidak ada.

Fusi sensorik adalah proses yang membuat perbedaan-perbedaan antara dua

bayangan tidak disadari. Di bagian perifer retina masing-masing mata, terdapat

titik-titik korespondensi yang apabila tidak terdapat fusi melokalisasi rangsangan

pada arah yang sama dalam ruang. Dalam proses fusi, nilai arah titik-titik ini dapat

dimodifikasi.

Dengan demikian, setiap titik di retina pada masing-masing mata mampu

memfusikan rangsangan yang jatuh cukup dekat dengan titik korespondensi di mata

yang lain.

3.5 Pemeriksaan Oftalmologi

Anamnesis

Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat membantu dalam

menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu

ditanyakan:

- Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal dominan.

- Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya strabismus

makin jelek prognosisnya.

- Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan penyakit

sistemik.

- Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya? Bagaimana penglihatan

dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah pasien menutup matanya jika

terkena sinar matahari? Apakah matanya selalu dalam keadaan lurus setiap saat?

Apakah derajat deviasinya tetap setiap saat?

Page 46: Laporan Skenario a Blok 15

- Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?

Inspeksi

Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan atau hilang

timbul (intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan),dan berubah-

ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi

kepala yang abnormal. Derajat  fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-

sama. Adanya nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam

penglihatannya menurun.                                                                          

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan

Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk membandingkan

tajam penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa sendiri-sendiri, karena dengan uji

binokular tidak akan bisa diketahui kekaburan pada satu mata. Untuk anak-anak yang

masih sangat muda, yang bisa dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar mata bisa

memfiksasi atau mengikuti sasaran (target). Sasaran dibuat sekecil mungkin

disesuaikan dengan usia, perhatian, dan tingkat kecerdasannya. Jika dengan menutup

satu mata anak tersebut melawan, sedang dengan menutup mata yang lain tidak

melawan, maka mata yang penglihatannya jelek adalah yang ditutup tanpa perlawanan.

Pada uji titik (dot test), anak yang diperiksa disuruh menaruhkan jari-jarinya pada

sebuah titik yang ukurannya telah dikalibrasi. Ini adalah uji kuantitatif paling awal yang

dikerjakan secara berkala (dimulai pada umur  2-2 ½ tahun). Pada umur 2 ½ - 3 tahun

anak sudah mampu mengenali dan mengerjakan uji gambar-gambar kecil (kartu Allen).

Umumnya anak umur 3 tahun sudah bisa melakukan permainan “E” (E-game) yaitu

dengan kata snellen konvensional dengan huruf E yang kakinya ke segala arah dan

sianak menunjukkan arah kaki huruf E tersebut  dengan jari telunjuknya.

Tajam penglihatan dan kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan dengan

metode melihat apa yang disukai anak (preferential looking method), yang didasarkan

pada kebiasaan bayi yang lebih menyukai melihat lapangan yang telah dipola (diberi

corak) atau melihat lapangan yang seragam.

Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Memeriksa kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik adalah sangat

penting. Obat baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah atropine. Bisa

diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 % beberapa kali sehari

selama beberapa hari. Pemberian atropine pada anak-anak usia sekolah sangat tidak

Page 47: Laporan Skenario a Blok 15

disukai karena sikloplegianya berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga

mengganggu pelajaran sekolah. Pada semua umur bisa digunakan homatropin 5 % atau

siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.

Menentukan Besar Sudut Deviasi

- Uji Prisma dan Penutupan

o   Uji penutupan (cover test)

o   Uji membuka penutup (uncover test)

o   Uji penutup berselang seling (alternate cover test)

Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan kemudian

mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total (heterotropia dan

heteroforia).

o   Uji penutupan plus prisma Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif,

diletakkan prisma dengan kekuatan yang semakin tinggi dengan  kekuatan

satu atau kedua mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji penutup

berselang-seling. Misalnya untuk mengukur esodeviasi penuh, penutup

dipindah-pindahkan sementara diletakkan prisma dengan kekuatan base out

yang semakin tinggi didepan salah satu atau kedua mata sampai gerakan re-

fiksasi horizontal dicapai oleh mata yang deviasi.

- Uji Objektif

Uji prisma dan uji tutup bersifat objektif, karena tidak diperlukan laporan –laporan

pengamatan sensorik dari pasien. Namun diperlukan kerjasama dan tajam

penglihatan yang utuh. Uji batang Maddox bersifat subjektif, Karena nilai akhir

pelaporan berdasarkan laporan pengamatan sensorik pasien.

Pada kasus dimana pasien dalam keadaan bingung atau tidak kooperatif, mungkin

tidak respon terhadap uji ini. Cara-cara penentuan klinis posisi mata yang tidak

memerlukan pengamatan sensorik pasien (uji objektif) jauh kurang akurat,

walaupun kadang-kadang masih bermanfaat.

Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada pengamatan

posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni:

o Metode Hirschberg

Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat

pantulan cahaya pada kedua kornea mata.

Page 48: Laporan Skenario a Blok 15

1)      Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi

2)      Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15 º

3)      Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka deviasinya 30 º

4)      Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45 º

o Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)

Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma ditaruh

didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan agar refleksi

kornea pada mata yang juling berada ditengah-tengah pupil menunjukkan

besarnya sudut deviasi.

Duksi (rotasi monokular)

Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah

pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini

bisa karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik anatomik.

Versi (gerakan Konjugasi Okular)

Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33 cm

dalam 9 posisi diagnosis primer – lurus kedepan; sekunder – kekanan, kekiri keatas dan

kebawah; dan tersier – keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan, keatas dan kekiri,

dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan relative terhadap mata yang

lainnya dinyatakan sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja –kurang

(underreaction). Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih

atau bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus pasangannya. Fiksasi pada

lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-lebih otot pasangannya, karena

diperlukan rangsangan yang lebih besar untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh

mata yang normal akan menyebabkan kerja-kurang pada otot yang paretik.

Pemeriksaan Sensorik

- Uji stereopsis

Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan. Sasaran yang

dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa dilihat kedalamannya.

Stereogram titik-titik acak (random stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman

bila dilihat monocular. Lapangan titik-titik secara acak (A field of random dots)

terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan titik ke titik yang sesuai antara 2

Page 49: Laporan Skenario a Blok 15

sasaran adalah sedemikian rupa sehingga bila ada stereopsis akan tampak suatu

bentuk yang terlihat stereoskopis.

- Uji supresi

Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang pencoba dengan

4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau didepan mata yang lain.

Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan

berwarna ini adalah tanda untuk persepsi mata masing-masing dan bulatan putih

yang bisa dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan

bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina yang diperiksa.

Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa dengan jarak dekat atau jauh.

- Uji kelainan Korespondensi retina

Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara:

1.      dengan menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak tegak lurus didepannya

2.      dengan menunjukkan bahwa titik retina perifer pada satu mata dan fovea mata

lainnya mempunyai arah yang bersamaan.

DAFTAR PUSTAKA

Hall, Guyton. 1997. Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta

Page 50: Laporan Skenario a Blok 15

Snell, R Richard. 2006. Anatomi Klinik. EGC: Jakarta

Eva, Riordan., Asbury., Vaughan. 2000. Oftalmologi Umum. Widya Medika: Jakarta

Ilyas, Sidarta. 2000. Ilmu Penyakit Mata. Universitas Indonesia : Jakarta

Wahab, A. Samik (editor). IKA Nelson Vol. 2 Ed. 15. 1999. Jakarta: EGC