laporan skenario a blok 14

136
1 LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 14 Disusun oleh: Kelompok 10 Hajrini Andwiarmi Adfirama 04111001047 Wira Dharma Utama 04111001048 Firman Oktavianus 04111001059 Audrey Witari 04111001060 Adiguna Darmanto 04111001064 Nyimas Inas Mellanisa 04111001067 Riski Miranda Putri 04111001072 Dipika Awinda 04111001074 Amelia Yunira P 04111001115 Arief Tri Wibowo 04111001119 Terry Mukminah Sari 04111001124 Agung Hadi Wibowo 04111001135 M. Riedho C. Atazsu 04111001145 Tutor: dr. Ardelia

Upload: riedhachanz

Post on 24-Oct-2015

102 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Laporan tutoria

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Skenario a Blok 14

1

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 14

Disusun oleh: Kelompok 10

Hajrini Andwiarmi Adfirama 04111001047

Wira Dharma Utama 04111001048

Firman Oktavianus 04111001059

Audrey Witari 04111001060

Adiguna Darmanto 04111001064

Nyimas Inas Mellanisa 04111001067

Riski Miranda Putri 04111001072

Dipika Awinda 04111001074

Amelia Yunira P 04111001115

Arief Tri Wibowo 04111001119

Terry Mukminah Sari 04111001124

Agung Hadi Wibowo 04111001135

M. Riedho C. Atazsu 04111001145

Tutor: dr. Ardelia

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Page 2: Laporan Skenario a Blok 14

1

TAHUN 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya

laporan tutorial skenario A blok 14 ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial,

yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya.

Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam

pembuatan laporan ini tutor pembimbing dan anggota-anggota kelompok 10.

Seperti pepatah “tak ada gading yang tak retak”, penyusun menyadari bahwa dalam

pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat

bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Penyusun

Page 3: Laporan Skenario a Blok 14

1

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Skenario............................................................................................................................1

Klarifikasi Istilah...............................................................................................................2

Identifikasi Masalah..........................................................................................................3

Analisis Masalah...............................................................................................................3

Keterkaitan Antar Masalah...............................................................................................33

Sintesis..............................................................................................................................34

Kerangka Konsep..............................................................................................................87

Kesimpulan.......................................................................................................................88

Daftar Pustaka………………………………………………………………………….89

Page 4: Laporan Skenario a Blok 14

1

Scenario A blok 14

Anamnesis:

Tn, B, 35 tahun, mempunyai BB 95 kg dan TB 165 cm, datang ke poliklinik khusus endokrin dan metabolism RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa mudah lelah sejak 3 bulan yang lalu. Dia juga mengeluh merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu disertai sering buang air kecil di malam hari. Disamping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal – gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang lalu. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek)

Pemeriksaan fisik:

Tekanan darah 160/95 mmHg, acanthosis nigricans, obesitas sentral dengan lingkar perut 120 cm

Pemeriksaan laboratorium:

Rutin : Hb 14g%, Ht 42%, leukosit 7.600 mm3, trombosit 165.000/mm3

Gula darah puasa 277 mg/dL

HbA1C 8,6%

OGTT (puasa) 146 mg/dL; (2 jam post prandial) 246 mg/dL

Total protein 7,7 g/dL

Albumin 4,8 g/dL

Globulin 2,9 g/dL

Ureum 22 mg/dL

Kreatinin 0,6 mg/dL

Sodium 138 mmol/l

Potassium 3,6 mmol/l

Total cholesterol 270 mg/dL

Cholesterol LDL 210 mg/dL

Cholesterol HDL 38 mg/dL

Trigliserida 337 mg/dL

Urinalisis : urin reduksi +2, mikroalbuminoria (+)

Page 5: Laporan Skenario a Blok 14

1

Klarifikasi istilah

1. Kesemutan : suatu gejala manifestasi dari gangguan system saraf sensorik

akibat rangsangan listrik di system tersebut tidak tersalur secara penuh karena bermacam

– macam sebab.

2. Gatal gatal : sensasi kulit tidak nyaman untuk menggaruk pada kulit

3. Mudah lelah : kehilangan tenaga atau kemampuan untuk menjawab rangsangan

4. Acanthosis nigricans : hyperplasia dan penebalan merata dari stratum spinosum

epidermis yang merata mirip brudru dengan pigmentasi gelap khususnya diketiak pada

bentuk dewasa sering disertai karsinoma bagian dalam/ (malignan acanthosis nigricans)

serta dalam bentuk jinak dan nevoid disebarkan banyak atau sedikit.

5. Obesitas sentral : obesitas yang berakumulasi di perut

6. HbA1c : zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan

hemoglobin (bagian dari sel darah merah). HbA1c menggambarkan konsentrasi glukosa

darah rata-rata selama periode 1-3 bulan

7. OGTT : Oral Glucose Tolerance Test

8. Albumin : protein yang larut dalam air dan juga dalam konsentrasi larutan

garam yang sedang

9. Globulin : kelas protein yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan

garam

10. Ureum : produk akhir nitrogen utama dari metabolism protein yang

dibentuk dalam hati dari as. amino dan dari senyawa amoniak ditemukan dalam urin,

darah dan limfe

11. Kreatinin : bentuk anhidrida kreatin hasil akhir metabolism fosfo kreatin

12. Sodium : unsur kimia no. atom 11 kation utama cairan ekstraseluler tubuh

13. Potassium : kation utama cairan intraseluler

Page 6: Laporan Skenario a Blok 14

1

14. Total cholesterol : hitungan total dari semua jenis kolesterol dalam darah. 

15. Cholesterol LDL : kloesterol serum yang dibawa oleh lipoprotein densitas rendah

kira-kira 60-70% dari klolesterol total

16. Cholesterol HDL : kolesterol serum yang dibawa oleh lipoprotein densitas tinggi

kira-kira 20-30% dari kolesterol total

17. Trigliserida : senyawa yang terdiri dari 3 molekul as. lemak yg teresterifikasi

menjadi gliserol

18. Mikroalbuminuria : peningkatan albumin urine yang sangat sedikit

19. Diabetes : setiap kelainan yang ditandai dengan eksresi urine yang banyak

20. Hipertensi : tekanan darah arterial yg tetap tinggi, dapat tidak memiliki sebab

yang diketahui atau berkaitan dengan penyakit lain

Identifikasi Masalah

1. Tn. B, 35 tahun, BB 95 kg, TB 165 cm datang ke poliklinik karena mengeluh mudah

lelah sejak 3 bulan yg lalu..

2. Dia juga mengeluh merasa cepat lapar dan haus selama 2 bulan yang lalu disertai sering

kencing di malam hari

3. Tn. B juga mengeluh kesemutan dan gatal – gatal sejak 6 bulan lalu

4. Keluarganya mempunyai riwayat menderita hipertensi (ayah) dan obesitas (ibu dan

kakek)

5. pemeriksaan fisik

6. pemeriksaan lab

7. urinalisis

Analisis Masalah

Page 7: Laporan Skenario a Blok 14

1

1. Bagaimana epidemiologi sindrom metabolik

Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan dan

populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari theThird National Health and Nutrition

Examination Survey (1988 sampai1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan

menggunakan kriteriaNCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai

37% pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan

bertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yangberusia

lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai beratbadan lebih atau gemuk ,

diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokoksebagai faktor risiko primer terhadap

penyakit kardiovaskular. Sindrommetabolik juga merupakan prediktor kuat untuk

terjadinya DM tipe 2di kemudian hari.

Selain itu, prevalensi sindroma metabolik bervariasi di setiap negara. Penelitian yang

dilakukan oleh Cameron et al menunjukkan prevalensi sindroma metabolik di seluruh

dunia sebesar 15-30% , dimana sebagian besar prevalensi lebih banyak terdapat pada

negara berkembang. Prevalensi sindroma metabolik bervariasi dikarenakan beberapa hal

seperti ketidakseragaman kriteria yang digunakan, perbedaan ras/etnis, jenis kelamin dan

umur. Prevalensi sindroma metabolik dapat dipastikan cenderung meningkat bersamaan

dengan peningkatan prevalensi obesitas maupun obesitas sentral.

WHO memperkirakan sindroma metabolik banyak ditemukan pada kelompok etnis

tertentu termasuk beberapa etnis di Asia- Pasifik ,seperti India, Cina,Aborigin, Polinesia,

dan Milenesia. Penelitian WHO di Perancis menenukan bahwa prevalensi lebih besar

pada populasi pria (23%) dibandingkan dengan populasi wanita (12%) , sedangkan

menurut kelompok usia,prevalensi terbanyak ditemukan pada usia antara 55-64 tahun

yaitu pria (34%) dan wanita (21%)

Penelitian di Singapura , dengan menggunakan kriteria NCEP ATP III Tan et al

melaporkan prevalensi sindroma metabolik sebesar 17,9% . Di Indonesia dilakukan

penelitian oleh Suastika dkk. Yang mengambil 501 subyek di masyarakat pedesaan Bali

menemukan angka yang tidak jauh berbeda yakni 17,2% . Penelitian di Makassar yang

meibatkan 330 pria berusia 30-65 tahun dan menggunakan kriteria NCEP ATP III dengan

Page 8: Laporan Skenario a Blok 14

1

ukuran batasan lingkar pinggang yang disesuaikan orang Asia (klasifikasi WHO untuk

orang Asia dewasa pria lebih dari atau sama dengan 90 cm dan untuk dewasa wanita

lebih dari atau sama dengan 80 cm menemukan prevalensi sindroma metabolik sebesar

33,9%. Kelompok pria dengan obesitas sentral menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi

yakni 62 %.

2. Bagaimana metabolism karbohidrat

Produk akhir pencernaan hampir seluruhnya dalam bentuk glukosa, fruktosa, dan

galaktosa (monosakarida). Setelah absorpsi dari sa pencernaan, banyak fruktosa dan

hampir semua galaktosa diubah secara cepat menjadi glukosa di dalam hati, sehingga

lebih dari 95% dari seluruh monosakarida yang beredar dalam darah adalah berupa

glukosa.

Sebelum glukosa dapat dipakai oleh sel-sel jaringan tubuh, glukosa akan

ditranspor melalui membran jaringan masuk ke sitoplasma sel melalui mekanisme difusi

terfasilitas. Mekanisme dasarnya adalah molekul yang berpenetrasi melalui matriks lipid

adalah protein carrier yang berikatan dengan glukosa, membawa glukosa dari satu sisi

membran ke sisi lainnya yang kemudian dibebaskan.Glukosa ini diangkut dari daerah

berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Pada membran saluran pencernaan dan epitel

tubulus ginjal, glukosa ditranspor melalui mekanisme ko-transpor aktif natrium-glukosa,

yaitu transpor aktif natrium menyediakan energi untuk mengabsorbsi glukosa melawan

perbedaan konsentrasi. Kecepatan transpor glukosa dan beberapa monosakarida

lainnya ini ditingkatkan oleh insulin, dengan pengecualian di sel hati dan otak.

Fosforilasi Glukosa

Setelah masuk ke dalam sel, glukosa bergabung dengan satu radikal fosfat seperti

reaksi berikut:

Glukosa Glukosa-6-fosfat

Di sebagian besar jaringan tubuh, fosforilasi ini bekerja untuk menangkap glukosa di

dalam sel dengan cara berikatan dengan fosfat, sehingga glukosa tidak akan berdifusi

Page 9: Laporan Skenario a Blok 14

1

keluar, kecuali pada sel hati yang memiliki enzim glukosa fosfatase.

Penyimpanan Glikogen di Hati dan Otot

Setelah diabsorpsi ke dalam sel, glukosa dapat dipakai atau disimpan dalam

bentuk glikogen, yang merupakan polimer besar glukosa. Sel-sel tertentu dapat

menyimpan glikogen dalam jumlah besar, yakni hati dan sel otot.

Glikogenesis-Proses Pembentukan Glikogen

Glikogenolisis-Pemindahan

Glikogen yang Disimpan

Glikogenolisis berarti pemecahan glikogen yang disimpan sel untuk membentuk kembali

glukosa di dalam sel untuk pembentukan energi. Glukosa yang berurutan pada masing-

masing cabang polimer glikogen dilepaskan melalui proses fosforilasi, yang dikatalisis

oleh enzim fosforilase. Pengaktifan fosforilase tersebut adalah melalui 2 cara berikut:

Aktivasi fosforilase oleh Epinefrin atau Glukagon

Kedua hormon ini (Epinefrin dan Glukagon) mengaktifkan fosforilase sehingga

terjadi glikogenolisis secara cepat dengan cara meningkatkan pembentukan siklik

AMP di dalam sel, yang kemudian mengaktifkan fosforilase.

Fungsi epinefrin ini terjadi baik di hati maupun sel otot, sedangkan glukagon

bekerja terutama di hati. Glikogen hati akan berubah menjadi glukosa dan

dilepaskan ke dalam darah, sehingga gula darah akan meningkat.

Pelepasan Energi dari Molekul Glukosa

Page 10: Laporan Skenario a Blok 14

1

Oksidasi lengkap dari 1 gram molekul glukosa akan melepaskan energi sebesar

686.000 kalori dan hanya 12.000 kalori

yang dibutuhkan untuk membentuk 1

gram molekul ATP. Agar tidak terjadi

pembentukan dan pembuangan percuma

dari energi yang terbentuk, pemecahan

glukosa terjadi sedikit demi sedikit

dalam banyak langkah yang berurutan.

Proses penguraian glukosa:

1. Glikolisis dan Pembentukan Asam

Piruvat

Glikolisis berarti memecahkan

molekul glukosa untuk

membentuk 2 molekul asam

piruvat. Glikolisis terjadi melalui

10 reaksi kimia berurutan.

Reaksi akhir per molekul

glukosa:

Glukosa + 2ADP + 2 PO4 à 2 Asam Piruvat + 2 ATP + 4H

2. Konversi Asam Piruvat menjadi Asetil Koenzim A

Dua molekul asam piruvat yang dihasilkan dari proses glikolisis akan diubah

menjadi dua molekul asetil koenzim A (asetil-KoA), sesuai reaksi beirkut.

Asam piruvat + Koenzim A à Asetil-KoA + 2CO2 + 4H

Dalam proses ini ATP tidak terbentuk, namun 4 atom hidrogen yang dilepaskan

akan dioksidasi dan menghasilkan ATP pada proses berikutnya.

Page 11: Laporan Skenario a Blok 14

1

3. Siklus Asam Sitrat (Siklus Krebs)

Reaksi akhir per molekul

glukosa:

1 Asetil KoA + 6H2O + 2 ADP

à 4CO2 +16 H + 2 CoA + 2

ATP

Karbon dioksida yang

dibebaskan akan dipisahkan dari

substrat oleh enzim dekarboksilase,

sehingga karbondioksida akan larut dalam cairan tubuh dan diangkut ke paru-paru.

Atom hidrogen yang dihasilkan dari dua proses (koversi asam piruvat dan siklus

asam sitrat) sebanyak total 24 atom hidrogen akan dilepaskan dalam suatu apket berisi 2

atom yang dikatalisis oleh dehidrogenase. Dua puluh dari 24 atom hidrogen bergabung

dengan NAD+ yang nantinya akan digunakan dalam proses pembentukan sejumlah besar

ATP.

3. Bagaimana metabolism lipid

Lipid yang kita peroleh sebagai sumber energi utamanya adalah dari lipid netral, yaitu

trigliserid (ester antara gliserol dengan 3 asam lemak). Secara ringkas, hasil dari

pencernaan lipid adalah asam lemak dan gliserol, selain itu ada juga yang masih berupa

monogliserid. Karena larut dalam air, gliserol masuk sirkulasi portal (vena porta) menuju

hati. Asam-asam lemak rantai pendek juga dapat melalui jalur ini.

Page 12: Laporan Skenario a Blok 14

1

Struktur miselus. Bagian polar berada di sisi luar, sedangkan bagian non polar berada

di sisi dalam

Sebagian besar asam lemak dan monogliserida karena tidak larut dalam air, maka

diangkut oleh miselus (dalam bentuk besar disebut emulsi) dan dilepaskan ke dalam sel

epitel usus (enterosit). Di dalam sel ini asam lemak dan monogliserida segera dibentuk

menjadi trigliserida (lipid) dan berkumpul berbentuk gelembung yang disebut

kilomikron. Selanjutnya kilomikron ditransportasikan melalui pembuluh limfe dan

bermuara pada vena kava, sehingga bersatu dengan sirkulasi darah. Kilomikron ini

kemudian ditransportasikan menuju hati dan jaringan adiposa.

Struktur kilomikron. Perhatikan fungsi kilomikron sebagai pengangkut trigliserida

Page 13: Laporan Skenario a Blok 14

1

Simpanan trigliserida pada sitoplasma sel jaringan adiposa

Di dalam sel-sel hati dan jaringan adiposa, kilomikron segera dipecah menjadi asam-

asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam-asam lemak dan gliserol tersebut, dibentuk

kembali menjadi simpanan trigliserida. Proses pembentukan trigliserida ini dinamakan

esterifikasi. Sewaktu-waktu jika kita membutuhkan energi dari lipid, trigliserida dipecah

menjadi asam lemak dan gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel untuk dioksidasi

menjadi energi. Proses pemecahan lemak jaringan ini dinamakan lipolisis. Asam lemak

tersebut ditransportasikan oleh albumin ke jaringan yang memerlukan dan disebut

sebagai asam lemak bebas (free fatty acid/FFA).

Secara ringkas, hasil akhir dari pemecahan lipid dari makanan adalah asam lemak dan

gliserol. Jika sumber energi dari karbohidrat telah mencukupi, maka asam lemak

mengalami esterifikasi yaitu membentuk ester dengan gliserol menjadi trigliserida

sebagai cadangan energi jangka panjang. Jika sewaktu-waktu tak tersedia sumber energi

dari karbohidrat barulah asam lemak dioksidasi, baik asam lemak dari diet maupun jika

harus memecah cadangan trigliserida jaringan. Proses pemecahan trigliserida ini

dinamakan lipolisis.

Proses oksidasi asam lemak dinamakan oksidasi beta dan menghasilkan asetil KoA.

Selanjutnya sebagaimana asetil KoA dari hasil metabolisme karbohidrat dan protein,

asetil KoA dari jalur inipun akan masuk ke dalam siklus asam sitrat sehingga dihasilkan

energi. Di sisi lain, jika kebutuhan energi sudah mencukupi, asetil KoA dapat mengalami

lipogenesis menjadi asam lemak dan selanjutnya dapat disimpan sebagai trigliserida.

Page 14: Laporan Skenario a Blok 14

1

KolesterolKolesterogenesis

Diet

Beberapa lipid non gliserida disintesis dari asetil KoA. Asetil KoA mengalami

kolesterogenesis menjadi kolesterol. Selanjutnya kolesterol mengalami steroidogenesis

membentuk steroid. Asetil KoA sebagai hasil oksidasi asam lemak juga berpotensi

menghasilkan badan-badan keton (aseto asetat, hidroksi butirat dan aseton). Proses ini

dinamakan ketogenesis. Badan-badan keton dapat menyebabkan gangguan keseimbangan

asam-basa yang dinamakan asidosis metabolik. Keadaan ini dapat menyebabkan

kematian.

Ikhtisar metabolisme lipid

Penyimpanan lemak dan penggunaannya kembali

Asam-asam lemak akan disimpan jika tidak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi. Tempat penyimpanan utama asam lemak adalah jaringan adiposa. Adapun tahap-tahap penyimpanan tersebut adalah: Asam lemak ditransportasikan dari hati sebagai kompleks VLDL. Asam lemak kemudian diubah menjadi trigliserida di sel adiposa untuk disimpan. Gliserol 3-fosfat dibutuhkan untuk membuat trigliserida. Ini harus tersedia dari glukosa. Akibatnya, kita tak dapat menyimpan lemak jika tak ada kelebihan glukosa di dalam tubuh.

4. Bagaimana metabolism protein

Makanan merupakan sumber utama asam amino dalam tubuh. Didalam tubuh asam

amino mengalami proses katabolisme melalui dua jalur yaitu melalui siklus asam sitrat

dan melalui siklus urea.

Gliserol

Page 15: Laporan Skenario a Blok 14

1

1. Katabolisme urea melalui siklus urea

a. Asam amino yang terkumpul dalam tubuh akan mengalami reaksi transaminasi,

yaitu perpindahan gugus amino dari ά asam amino donor ke asam keto sebagai

reseptor sehingga dihasilkan asam amino dan asam keto yang baru. Proses ini di

katalisis oleh enzim alanin aminotransferase dan glutamat aminotransferase.

Alanin juga substrat glutamat transferase sehingga semua alanin dapat

terkondensasi dalam bentuk glutamat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua

asam amino yang dapat melalui reaksi trasaminasi maka dapat terkondensasi

dalam bentuk glutamat. Asam amino yang tidak dapat ditransaminasi adalah lisin,

treonin, prolin dan hidroksiprolin.

b. Glutamat adalah satu-satunya asam amino yang menjalani deaminasi oksidatif

dengan laju yang cukup tinggi. Pada reaksi deaminasia adalah proses pelepasan

Page 16: Laporan Skenario a Blok 14

1

gugus amino (NH2). Proses ini dikatalis oleh enzim oksidase. Komponen

Nitrogen asam amino yang dimetabolisme dengan reaksi deaminasi ini diubah

menjadi amoniak (NH3), kemuadian amoniak di detoksifikasi menjadi urea yang

selanjutnya diekresikan melalui ginjal. Perubahan amoniak menjadi urea didalam

hati dikenal dengan siklud urea.

Siklus urea

2. Katabolisme asam amino melaui siklus asam citrate

Asam amino yang tidak segera digunakan untuk membentuk protein baru akan

cepat diuraikan menjadi zat-zat antara amfibolik. Apabila tubuh kekurangan sumber

glukosa makan tubuh akan mengkompensasi dengan memcah lemak yang ada, akan

tetapi apabila lemak juga tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh maka yang terakhir

dipecah oleh tubuh adalah protein. Proses asam amino menjadi sumber glukosa

masuk dalam siklus asam sitrat.

As amino yang membentuk oksaloasetat

Yaitu: aspartat dan asparagin

As amino yang membentuk α ketoglutarat

Yaitu: Glutamin, glutamat, prolin, arginin dan histidin

As amino yang membentuk piruvat

Yaitu: treonin,glisin,alanin,sistein dan serin

As amino yang membentuk asetil KoA

Yaitu: fenilalanin, tirosin, lisin, triptofan

Page 17: Laporan Skenario a Blok 14

1

As amino yang membentuk suksinil KoA

Yaitu: metionin, isoleusin dan valin

5. Bagaimana hubungan hormone dengan metabolism tersebut

Pengaturan metabolisme oleh hormon :

1.     Hormon kel. Tiroid:

-    mempertahankan keseimbangan energi metabolik.

-    merupakan pencetus untuk fungsi normal dari semua sel termasuk sel otot

jantung.

-    menunjang proses tumbuh/growth dan perkembangan sejak bayi.

2.         Stimulasi sekresi hormon Kortisol oleh Adrenal Kortex

Kadar glukosa rendah menyebabkan Hypothalamus mensekresikan CRH

(corticotropin-releasing hormone) kemudian Anterior pituitary cells mensekresikan

ACTH (adrenocorticotropic hormone) sehingga Adrenal cortex akan mensekresikan

cortisol (dan glukokortikoid lainnya) cortisol mencegah uptake glukosa oleh sel-sel

otot.

a. Insulin

Untuk mengendalikan storage dan membebaskan asam lemak kedalam dan

keluar depot lipid

Insulin memberi sinyal bila ada kelebihan makanan dan akan menginisiasi

uptake dan storage dari karbohidrat, lemak dan asam amino

Mempercepat transport asam amino masuk sel

menyebabkan sel pada otot dan adiposit menyerap glukosa dari sirkulasi darah

melalui transporter glukosa GLUT1 dan GLUT4 dan menyimpannya

sebagai glikogen di dalam hati dan otot sebagai sumber energi

bersifat anabolik yang artinya meningkatkan penggunaan protein

b. Glukagon

Page 18: Laporan Skenario a Blok 14

1

Lipolisis; penguraian lemak. Ini terjadi di jaringan lemak

Proteolisis; penguraian protein. Ini terjadi di otot

Gluconeogenesis dan Glykogenolisis; membuat glukosa. Ini terjadi di hati

NaCl-, Kalsium-, dan Magnesiumresorption. Ini terjadi di bagian yang naik dan

gemuk dari Henle tubulus yakni ginjal.

c. Epinephrine

Menghambat sekresi insulin

Menstimulasi glikogenolisis di otot dan hati

Menstimulasi glikolisis di otot

Meningkatkan lipolisis oleh sel adiphosa

d. Norepinephrine

Memicu pelepasan glukosa

e. Esterogen

Kemungkinan SiMet meningkat juka esterogen menurun (wanita)

Sedikit pengendapan protein

f. Glukokortikoid

Regulator glukosa yang disintensis pada korteks adrenal dan mempunyai

struktur steroid

Mengaktivasi konversi protein menjadi glukosa melalui lintasan glukoneogenesis

di dalam hati dan menstimulasi konversi lebih lanjut menjadi glikogen

Peningkatan senyawa nitrogen pada urin yang terjadi setelah peningkatan

Page 19: Laporan Skenario a Blok 14

1

glukokortikoid merupakan akibat dari mobilisasi asam amino dari protein yang

mengalami reaksi proteolitik dan adanya senyawa karbon yang terjadi sepanjang

lintasan glukoneogenesis.

Redistribusi senyawa lipid dan yang kedua adalah aktivasi senyawa lipolitik

Menurunkan jumlah protein di kebanyakan jaringan dan meningkatkan

konsentrasi asam amino dalam plasma

g. Testosterone

Meningkatkan pengendapan protein dalam jaringan di seluruh tubuh, terutama

otot

h. Tiroksin

Meningkatkan laju metabolisme di semua sel dan secara tidak langsung

memengaruhi metabolisme protein

Jika jumlah KH dan lemak kurang memadai untuk energi, tiroksin menyebabkan

penguraian cepat protein untuk memenuhi kebutuhan energi

Jika jumlah KH dan lemak memadai, kelebihan asam amino digunakan untuk

meningkatkan laju sintesis protein.

6. Bagaimana BMI tuan B dan interpretasinya

IMT = Berat badan (kg)

          Tinggi badan 2 (m)

= 95(kg)

          1.652(m)

=34.89

Berdasarkan klasifikasi menurut WHO untuk orang asia, Tn. B termasuk obesitas tingkat

II

7. Apa saja penyebab mudah lelah pada scenario ini dan mekanismenya

Pada skenario telah diketahui bahwa pasien mengalami hiperglikemi, akan tetapi glukosa

Page 20: Laporan Skenario a Blok 14

1

yang banyak ini tidak dapat memasuki sel karena resistensi insulin. Mudah lelah disini

diartikan sebagai kurangnya energi dalam tubuh. Energi diperoleh dari hasil metabolisme

glukosa dalam sel. Akan tetapi karena pada kasus ini glukosa tidak dapat memasuki sel

atau hanya sedikit glukosa yang dapat masuk sehingga pembentukan ATP juga sedikit,

dan menyebabkan kondisi mudah lelah pada pasien ini.

8. Bagaimana hubungan antara BMI dan mudah lelah

Selain itu, energi dihasilkan apabila terdapat glukosa dan oksigen. Pada kasus os, kadar

Hb yang mengikat oksigen dalam darah mengalami penurunan sehingga terjadi

panurunan transport oksigen. Sedikitnya oksigen ini mengakibatkan sedikit pula glukosa

yang dipecah menjadi energi akibatnya os mudah merasa lelah. Pada orang obese

biasanya terjadi pembesaran pada sel-sel lemaknya sehingga mempengaruhi reseptor

insulin yang mengakibatkan glukosa tidak bisa dipakai. Oleh karena itu, lipolisis

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi. Lipolisis ini mengakibatkan penumpukan

asam laktat, sehingga tubuh merasa lelah.

9. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari cepat haus

Haus merupakan respon tubuh ketika tubuh kehilangan banyak cairan/dehidrasi (outtake

> intake). Pada kasus Tn. B, haus ini diawal dengan sering buang air kecil sehingga

cairan tubuh Tn. B menjadi berkurang. Sebagai bentuk kompensasi, maka tubuh melalui

pusat haus di Hippothalamus akan merangsang rasa haus yang dikenal dengan istilah

polydipsi.

10. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari lapar

Hal ini disebabkan resistensi insulin yang dialami os, sehingga terjadi gangguan pada sel-

sel tubuhnya untuk menggunakan glukosa yang ada di plasma walaupun kadar glukosa

darah yang tinggi, dan pada akhirnya aktifitas pembentukan energi yang berasal dari

glukosa menjadi berkurang dan energi yang terbentuk pun sedikit sekali. Bila jumlah

glukosa yang memasuki tubulus ginjal dalam filtrat glomerolus meningkat diatas kadar

kritis , hal ini secara normal dapat timbul bila konsentrasi glukosa darah meningkat diatas

Page 21: Laporan Skenario a Blok 14

1

180 mg/dl, suatu kadar yang disebut sebagai nilai ambang darah untuk timbulnya glukosa

dalam urin volume urin meningkat akibat terjadinya diuresis osmotik dan kehilangan air

yang bersifat obligatorik pada saat yang bersamaan (poliuria) kejadian ini selanjutnya

menyebabkan dehidrasi (hiperosmolaritas).5 Glukosuria menyebabkan kehilangan kalori

yang cukup besar (4,1 kkal untuk setiap gram karbohidrat yang disekresikan keluar)

sehingga hal ini menyebabkan terjadinya lapar sel. Karena uptake glukosa oleh sel yang

rendah, sel mengirim sinyal ke hipothalamus lateral (pusat lapar)

11. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari kencing pd malam hari

Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga

kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan

hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga

apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah

glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua

kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan

glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.

12. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari kesemutan dan gatal-gatal

Kesemutan/Parestesia/Diabetic Neuropathy

Penderita Diabetes memiliki kemungkinan untuk menderita kerusakan

syaraf temporer maupun permanen dalam tubuhnya. Kerusakan syaraf

terjadi karena berkurangnya aliran darah dan tingginya kadar gula darah,

dan akan menjadi kerusakan permanen apabila kadar gula darah tidak

terkontrol dengan baik.

Faktor metabolisme:  kadar gula darah yang tinggi, kadar lemak darah yang abnormal,

kadar insulin yang rendah, diabetes dalam jangka waktu yang lama.

Faktor neurovascular:  kerusakan pada pembuluh darah yang mengangkut oksigen dan

nutrisi ke syaraf.

Sistem saraf sensorik mempunyai prosedur kerja baku. Rangsangan

Page 22: Laporan Skenario a Blok 14

1

berupa sentuhan, tekanan, rasa sakit, dan suhu panas atau dingin diterima

oleh reseptor di kulit. Rangsangan itu lalu dikirimkan ke saraf tepi dan

kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat di sumsum tulang

belakang. Dari sana rangsangan diteruskan ke atas sampai ke thalamus

(pusat penyebaran impuls - impuls sensorik). Proses selanjutnya,

rangsangan dikirimkan ke kulit otak (cerebral cortex). Ketika ada

gangguan dalam jalur sensorik baku tadi maka akan timbul kesemutan.

Kesemutan atau parestesia dalam kasus ini terjadi karena kondisi hiperglikemia

yang berkepanjangan (persisten):

Merangsang produksi reactive oxygen species (ROS) yang merupakan radikal

bebas à kerusakan endotel vaskular à sintesis NO berkurang à vasodilatasi

mikrovaskular terhalang à berkurangnya aliran darah syaraf

Terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs) berlebihan akibat

kondisi hiperglikemi. Beberapa sel tubuh seperti sel endotel, otot polos, dan sel

imun pada paru-paru, hati, dan ginjal memiliki reseptor AGE, sehingga jumlah

AGE dalam tubuh berlebihan, AGE akan berikatan pada reseptor yang dapat

menyebabkan inflamasi kronik seperti arterosklerosis, nefropati, neuropati, dsb.

AGE sangat toksik dan merusak semua protein tubuh termasuk sel saraf.

Gatal-gatal yang dialami Tn. B kemungkinan karena tumbuhnya jamur pada kulit

penderita DM. Tingginya kadar glukosa dalam plasma menyebabkan pergerakan cairan

keluar dari sel-sel kulit (osmosis). Akibatnya, sel-sel kulit menjadi kering. Kulit kering

inilah yang menjadi tempat untuk tumbuhnya jamur, baik dari lingkungan maupun flora

normal tubuh sendiri. Glukosa juga merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan

jamur, sehingga pada penderita DM jamur dapat berkembang sangat cepat.

13. Apa peranan factor genetic dan lingkungan pada sindrom metabolik

Faktor genetik dan lingkungan memegan peranan penting pada simet. Riwayat keluarga

dengan diabetes tipe 2, hipertensi dan penyakit jantung akan meningkatkan kemungkinan

seseorang menderita sindroma metabolik. Faktor lingkungan yang berperan antara lain

Page 23: Laporan Skenario a Blok 14

1

kurangnya berolah raga, gaya hidup yang buruk, dan peningkatan berat badan yang

terlampau cepat.

Diabetes juga dapat disebabkan karena faktor keturunan atau genetika. Biasanya jika ada

anggota keluarga yang menderita diabetes, maka kemungkinan besar anaknya juga

menderita penyakit yang sama. Para ahli diabetes telah sepakat menentukan persentase

kemungkinan terjadinya diabetes karena keturunan. Jika kedua orang tuanya (bapak dan

ibu) menderita diabetes, maka kemungkinan anaknya menderita penyakit diabetes yaitu

83%. Jika salah satu orang tuanya (bapak atau ibu) adalah penderita diabetes, maka

kemungkinan anaknya menderita penyakit diabetes yaitu 53%. Sedangkan jika kedua

orang tuanya normal/tidak menderita diabetes, maka kemungkinan anaknya menderita

penyakit diabetes yaitu 15%.

Selain itu pula diketahui bahwa Diabetes Mellitus merupakan penyakit terpaut kromosom

seks. Biasanya pria yang merupakan penderita sesungguhnya, sedangkan wanita hanya

pembawa faktor genetik untuk anak-anaknya.

14. Bagaimana lingkungan bisa mempengaruhi sindrom metabolic

Komponen utama sindroma metabolik adalah obesitas sentral. Obesitas sentral

didapatkan dari pengaruh lingkungan. Dimana terjadi pengaturan makanan kurang baik.

Dimana seseorang suka mengkonumsi bahan tambahan makanan yaitu monosodium

glutmat, sukrosa, kafein dan lain-lain. Kemudian mengkonsumsi makanan yang tinggi

kalori seperti makanan siap saji dan minuman berakohol. Pengaturan makanan yang

kuragg baik ini diperparah dengan gaya hidup kurang gerak. Sehingga asupan makan

yang tinggi tidak sebanding dengan aktifitas yang dilakukan sehingga kelebihan energi

tersebut disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Dan pada pria penmpukan lemak terjadi

di perut. Lingkar perut yang besar merupakan komponen utama sindroma metabolik.

15. Apa saja klasifikasi diabetes

1. Diabetes melitus adalah penyakit dimana terdapat glukosa cukup tinggi

dalamdarah, hal ini disebabkan terjadi gangguan insulin, yaitu suatu hormon yang

Page 24: Laporan Skenario a Blok 14

1

berperan penting dalam metabolisme glukosa darah.

a. Diabete melitus type 1

Kondisi yang biasanya diderita pada anak-anak sejak kecil. Bukan karena

makanan atau faktor lain. Penderitanya juga mengalami komplikasi berupa

ketoasidosis, yaitu keracunan keton sendiri adalah hasil sampingan dari

metabolisme tubuh, dan senyawa ini berbahaya

b. Diabetes melitus type 2

Merupakan kasus yang paling banyak diderita pda penderita diabetes. Pada

tipe ini tidak membutuhkan insulin seperti pada kasus diabetes type 1

c. Diabetes melitus gestasional

Diabetes yang didapatkan saat kehamilan

2. Diabetes Insipidus

Disebabkan oleh gangguan hormon antidiuretik yang berperan dalam menjaga

keseimbangan jumlah dan kadar dalam urine.

a. DI sentral adalah kekurangan arginina(jenis asam amino) pada hormn

antidiuretik yang bernama AVP atau vasopresin. Kurangnya asam amino ini

membuat hormon tidak bekerja dengan optimal dalam proses pembuangan

urin dari ginjal.

b. DI nefrogenis penyebabnyaadalah ginjal tidak peka terhadap hormon

antidiuretik. Hal ini mengakibatkan air seni sangat encer dan keluar lebih

banyak.

16. Bagaimana patofisilogi diabetes tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah

turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan

perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu

mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekeresi insulin pada rangsangan

Page 25: Laporan Skenario a Blok 14

1

glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin

lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

Resistensi insulin bisa terjadi juga dipengaruhi oleh dislipidemia dimana cadangan lemak

meningkat. Cadangan lemak yang meningkat ini akan memacu peningkatan aliran darah

ataupun angiogenesis guna memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi sel. Jika tubuh tidak

dapat memenuhi hal tersebut, maka sel yang ada di cadangan lemak akan mengalami

hipoksia dan menyebabkan terjadinya inflamasi, makrofag berdatangan mengeluarkan

IL-6 dan TNF-a yang akan meningkatkan CRP dan juga mendorong fosforilasi-serine

dari IRS-1 (Insulin Reseptor Substrate-1) yang mengganggu pensinyalan insulin. Proses

fosforilasi ini juga diinduksi oleh chemerin, salah satu adipokin yang dikeluarkan oleh sel

lemak yang hipoksia, yang juga menginduksi lipolisis serta mengatur metabolisme

adipogenesis dan homeostasis. Adiponektin yang menurun sebagai akibat dari

penimbunan lemak juga memperberat resistensi insulin yang ada.

17. Apasaja klasifikasi hipertensi menurut JNC 7

Kriteria Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehypertension 120 – 139 80 - 89

Stage I hypertension 140 – 159 90 - 99

Stage II hypertension > 160 > 100

18. Apa hubungan DM dg hipertensi

DM akan menginduksi terjadinya kerusakan sel endotel pembuluh darah dimana akan

mengurangi produksi NO. Seperti kita tahu NO merupakan vasodilator bagi otot polos

pembuluh darah. Jika terjadi kekurangan pasokan NO, maka otot sulit untuk bedilatasi

yang menyebabkan kontraksi sehingga tekanan darah meningkat.

Page 26: Laporan Skenario a Blok 14

1

19. Hormone apa saja yg berpengaruh dengan diabetes dan hipertensi

1. Insulin

2. Glukagon

3. Epinefrin

4. Kortisol

5. Growth Hormone

20. Bagaimana interpretasi dr pemeriksaan fisik dan mekanismenya

a. Tekanan darah 160/95 mmHg: pasien menderita tekanan darah tinggi atau

hipertensi .

Mekanisme hipertensi:

Karena resistin (adipositokin) yang berpengaruh terhadap sistem RAA

Terjadi peningkatan cardiac output disebabakan tambahan aliran darah yang

disebabkan adanya jaringan lemak tambahan, jaringan non adiposa seperti

ginjal, jantung dll meningkat bersamaan dengan peningkatan berat badan

Asam lemak dapan meningkatkan stress oksidatif pada endothel dan proses ini

di amplifikasi oleh angiotensin. Sehingga produksi NO menurun

Resistensi leptin pada ginjal akan menyebabkan gangguan diuresis dan

1natriuresus, menimbulkan retensi natrium dan airserta meningkatkan volume

plasma dan cardiac output

b. Acanthosis nigrican: acanthosis nigrican adalah suatu kelainan kulit berupa

penebalan dan kehitaman pada kulit yang ditandai dengan papilomatosis dan plak

hiperkertosis, terutama pada kulit dan lipatan kulit. Kondisi ini disebabkan kadar

insulin tinggi yang mamapu mengaktifkan fibroblas dermal dan keatosit melalui

reseptor insulin-like growth faktor yang ada di sel-sel tersebut. Sebagai hasilnya

terjadi peningkatan deposisi glikosaminoglikan oleh fibroblas di dermal, hal ini

Page 27: Laporan Skenario a Blok 14

1

menyebabkan papilomatosis dan hiperkeratosis. Dalam kondisi insulin yang

tinggi mempunyai efek yang besar dalam pertumbuhan IGF-1Rs yaitu reseptor

dengan ukuran dan struktur menyerupai reseptor insulin tetapi afinitasnya lebih

tinggi. Hasil penelitian menyatakan bahwa aktifasi IGF-1Rs bergantung pada

insulin dalam menyebabkan proliferasi sel dan memfasilitasi berkembangnya

acanthosis nigrican .

Hiperunsulinemia juga dapat memfasilitasi berkembangnya AN secara tidak

langsung, yaitu dengan meningkatkan kadar IGF-1 bebas dalam sirkulasi. IGF-1

bebas yang meningkat ini dapat menyebabkan bertambahnya pertumbuhan dan

diferensisasi sel.

C. Obesitas sentral dengan lingkar perut 120 cm.

Penentu utama pasin masuk dalam sindroma metabolik

21. Bagaimana cara mengkur lingkar perut pd penderita DM

Pengukuran menggunakan pita pengukuran yang terbuat dari plastik

Untuk pengukuran ini responden diminta untuk membuka pakaian bagian atas, atau

setidaknya hanya menggunakan pakaian yang paling tipis

Pertama - tama ditetapkan titik tengah di antara tulang rusuk terakhir (batas tepi

tulang paling bawah) dengan ujung lenggkung tulang panggul. Raba perkiraan titik

tengah tersebut dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis spidol

Cara Pengukuran Lingkar Pinggul

Page 28: Laporan Skenario a Blok 14

1

Pengukuran menggunakan pita pengukuran yang terbuat dari plastik

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pakaian yang paling tipis

Pengukuran dimulai dengan menetapkan bagian pinggul responden yang paling lebar

dan tandai bagian tersebut

Pengukuran dimulai dari satu sisi bagian pinggul responden yang paling lebar, lalu

melingkar kearah sisi panggul lainnya secara sejajar horizontal

22. Bagaimana interpretasi pemeriksaan lab dan mekanisme yg abnormal

Hasil Nilai Normal Interpretasi

Blood analysis

Hemoglobin 14g% 13-16 g % Normal

Hematokrit 42 g % 40-48 % Normal

Leukosit 7600 mm3 5000-10.0000 Normal

Trombosit 165.000 mm3 200000-400000 Menurun

Blood glucose puasa 277 mg/Dl < 110 mg/dL Meningkat

HbA1C 8,6 % 4,5 – 6,3 % Meningkat

OGTT fasting glucose 146 mg/dL 70 – 110 mg/dL Meningkat

OGTT 2 hour post prandial 246 mg/dL < 140 mg/dL Meningkat

Total protein 7,7 g/dL 6,7 -8,7 g/dL Normal

Albumin 4,8 g/dL 3,8 – 4,4 g/dL Meningkat

Globulin 2,9 g/dL 1,5 -3,0 g/dL Normal

Ureum 22 mg/dL 22 – 40 mg/dL Normal

Kreatinin 0,6 mg/dL 0,6-1,2 mg/dL (L) Normal

Sodium 138 mmol/l 135-155 mmol/l Normal

Potassium 3,6 mmol/l 3,6-5,5 mmol/dl Normal

Page 29: Laporan Skenario a Blok 14

1

Total cholesterol 270 mg/dL <200 mg/dL Meningkat

Cholesterol LDL 210 mg/dL <130 md/dL Meningkat

Cholesterol HDL 38 mg/dL > 40 mg/dL Menurun

Trigliserida 337 mg/dL < 200 mg/dL Meningkat

Urine analysis

Reduksi urin ++ Negative Warna kuning keruh terdapat 1- 1,55 glukosa

Mikroalbuminuria + Negative Terdapat gangguan pada ginjal

23. Jelaskan pemeriksaan OGTTdan HbA1c.

Prosedur pemeriksaan OGTT

Page 30: Laporan Skenario a Blok 14

1

Selama 3 hari sebelum tes dilakukan pasien harus mengonsumsi sekitar 150 gram karbohidrat setiap hari. Terapi obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium harus dihentikan hingga tes dilaksanakan. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium adalah insulin, kortikosteroid (kortison), kontrasepsi oral, estrogen, anticonvulsant, diuretik, tiazid, salisilat, asam askorbat. Selain itu pasien juga tidak boleh minum alkohol.

Kekurangan karbohidrat, tidak ada aktifitas atau tirah baring dapat mengganggu toleransi glukosa. Karena itu OGTT tidak boleh dilakukan pada pasien yang sedang sakit, sedang dirawat baring atau yang tidak boleh turun dari tempat tidur, atau orang yang dengan diet yang tidak mencukupi.

Protokol urutan pengambilan darah berbeda-beda; kebanyakan pengambilan darah setelah puasa, dan setelah 1 dan 2 jam. Ada beberapa yang mengambil darah jam ke-3, sedangkan yang lainnya lagi mengambil darah pada ½ jam dan 1½ jam setelah pemberian glukosa. Yang akan diuraikan di sini adalah pengambilan darah pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam.

Sebelum dilakukan tes, pasien harus berpuasa selama 12 jam. Pengambilan sampel darah dilakukan sebagai berikut :

a. Pagi hari setelah puasa, pasien diambil darah vena 3-5 ml untuk uji glukosa darah puasa.

Pasien mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya.

b. Pasien diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam segelas air (250ml).

Lebih baik jika dibumbui dengan perasa, misalnya dengan limun.

c. Pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam, pasien diambil darah untuk pemeriksaan

glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam pasien mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya secara terpisah.

Selama OGTT dilakukan, pasien tidak boleh minum kopi, teh, makan permen, merokok, berjalan-jalan, atau melakukan aktifitas fisik yang berat. Minum air putih yang tidak mengandung gula masih diperkenankan.

Nilai Rujukan

Puasa : 70 – 110 mg/dl (3.9 – 6.1 mmol/L)

½ jam : 110 – 170 mg/dl (6.1 – 9.4 mmol/L)

1 jam : 120 – 170 mg/dl (6.7 – 9.4 mmol/L)

1½ jam : 100 – 140 mg/dl (5.6 – 7.8 mmol/L)

2 jam : 70 – 120 mg/dl (3.9 – 6.7 mmol/L)

Page 31: Laporan Skenario a Blok 14

1

Prosedur Pemeriksaan HbA1c

Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1c), disebut juga glycohemoglobin atau disingkat

sebagai A1c, merupakan salah satu pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi

pengendalian gula darah. Hasil pemeriksaan A1c memberikan gambaran rata-rata gula darah

selama periode waktu enam sampai dua belas minggu dan hasil ini dipergunakan bersama

dengan hasil pemeriksaan gula darah mandiri sebagai dasar untuk melakukan penyesuaian

terhadap pengobatan diabetes yang dijalani.

Hemoglobin adalah salah satu substansi sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut

oksigen ke seluruh tubuh. Ketika gula darah tidak terkontrol (yang berarti kadar gula darah

tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-

rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. Bila kadar gula

darah tinggi dalam beberapa minggu, maka kadar HbA1C akan tinggi pula. Ikatan HbA1C

yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usia sel

darah merah). Kadar HbA1C akan mencerminkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka

waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.

Metode pemeriksaan HbA1C

Metode Ion-exchange chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom,

kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC

yang bisa memberikan hasil negatif palsu.

Metode HPLC (high performance liquid chromatography): prinsip sama dengan ion

exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik

sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.

Metode Electroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang

dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS,

dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.

Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1c, tidak mengukur HbA1c yang labil

maupun HbA1a dan HbA1b, mempunyai presisi yang baik.

Metode Affinity chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1c

tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF,

Page 32: Laporan Skenario a Blok 14

1

HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur

keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi

dari metode HPLC.

Metode Analisis kimiawi dengan Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik

karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu

lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.

Korelasi antara Kadar HbA1c dan Rata-rata Kadar Gula Darah

HbA1c (%) Rata-Rata Gula Darah (mg/dl)6 1357 1708 2059 24010 27511 31012 345

24. Intepretasi pemeriksaan urinalisis dan mekanisme

Reduksi Urin ( ++ )

Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urine dengan menggunakan reagen

(misal: benedict, fehling, nylander). Dinyatakan negative (-) apabilka tidak ada

perubahan warna, tetap biru sedikit kehijauan (tidak ada glukosa)

Positif 1 warna hijau kekuningan dan keruh (terdapat 0,5-1% glukosa)

Positif 2 warna kuning keruh (terdapat 1-1,5% glukosa)

Positif 3 warna jinga, seperti lumpur keruh (2-3,5% glukosa)

Positif 4 merah keruh (> 3,5% glukosa)

Normal Urine reduksi negative

Pada kasus Tn. B didapatkan nilai (++) untuk reduksi urin, hal ini mengindikasikan

warna kuning keruh pada urine dengan kadar 1-1,5% glukosa

Microalbuminuria (+)

Untuk melihat ada / tidak adanya protein dalam urine (proteinuria)

Page 33: Laporan Skenario a Blok 14

1

Ringan (<0,5 gr/hr) : demam, stres, infeksi salurn urine distal

Sedang (0,5 – 3gr/hr) : nefropati DM

Berat (>3gr/hr) : nefropati DM berat

Microalbuminuria : +, urine mengandung protein (kerusakan ginjal)

25. Apa kegunaan pemeriksaan albuminuria

Mikroalbuminuria digunakan untuk monitoring gangguan fungsi ginjal. Pada penderita

hipertensi miksroalbumin barhubungan dengan luarsnya penyakit kardiovaskule

arteriossklerosis dan merupakan penanda tingginya risiko arteroskelrosis.

Hipertensi dapat merusak oragan2 target, mikroalbumin urea meupakan konsekuensi

kerusakan ginjal yang terjadi karena hipertensi . disfungsi endotel merupakan latar

belakang kerusakan ginjal. Disfungsi endotel merupakan konsekuensi hipertensi dan

arteriosklerosis tinggi. Mikroalbuminuria sebagai tanda disfungsi endotel hal ini terjadi

karena pasase albumin transmembaran yang terjadi akhibat berkurangnya heparan sulfat.

Mikroalbumin urea merupakan prediktor kuat terjadinya diabetes nefropati.

26. Apa saja kriteria sindrom metabolic

Unsur Sindroma Metabolik

NCEP ATP III WHO AHA IDF

Hipertensi Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥130/85 mmHg

Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥140/90 mmHg

Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥130/85 mmHg

Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥130/85 mmHg

Dislipidemia Plasma TG ≥150 mg/dLHDL ♂ <40 mg/dL ♀<50 mg/dL

Plasma TG ≥150 mg/dLHDL ♂ <35 mg/dL ♀ <40 mg/dL

Plasma TG ≥150 mg/dLHDL ♂ <40 mg/dL ♀ <50 mg/dL

Plasma TG ≥150 mg/dLHDL ♂ <40 mg/dL ♀ <50 mg/dL atau dalam pengobatan dislipidemia

Obesitas Lingkar pinggang ♂ >102 cm ♀ >88 cm

IMT >30 dan atau rasio perut-pinggul ♂ >0,90; ♀ >0,85

Lingkar pinggang♂ >102 cm ♀ >88 cm

Obesitas sentral (lingkar perut) Asia♂ >90 cm ♀ >80 cm

Page 34: Laporan Skenario a Blok 14

1

Gangguan metabolisme glukosa

GD puasa ≥110 mg/dL

DM tipe 2 atau TGT

GD puasa ≥100 mg/dL

GD puasa ≥100 mg/dL atau diagnosis DM tipe 2

Lain-lain Mikroalbuminuri ≥20 µg/menit

Kriteria Diagnosa Minimal 3 kriteria DM tipe 2 atauTGT dan 2 kriteriadi atas. Jikatoleransi glukosanormal, diperlukan3 kriteria.

Minimal 3 kriteria Obesitas sentral + 2kriteria di atas

27. Bagaimana cara menegakkan diagnosis ini dr segi anamnesis, pemriksaan fisik dan

penunjang

Pada anamnesis hendaknya didapatkan informasi mengenai:

Keluhan yang dirasakan, riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya, riwayat perubahan

berat badan, riwayat konsumsi obat, aktivitas fisik dan asupan makan sehari-hari.

Pemeriksaan fisik, meliputi:

Pengukuran tinggi badan, berat badan, tekanan darah, indeks massa tubuh (IMT), dan

lingkar pinggang/perut.

Pemeriksaan laboratorium, meliputi:

Kadar glukosa darah (FBG dan OGTT) dan profil lipid puasa

Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (Homeostasis Model Assessment)

untuk menilai resistensi insulin secara akurat namun tidak praktis sehingga hanya

dilakukan dalam penelitian.

Kadar kolesterol (Trigliserida, Kolesterol HDL, LDL) dalam darah

Penegakkan diagnosis sindrom metabolik dilakukan dengan ketiga proses diatas dan

dapat ditegakkan diagnosis apabila hasil pemeriksaan termasuk dalam kriteria sindrom

metabolik, antara lain:

Tabel. Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik

Page 35: Laporan Skenario a Blok 14

1

Unsur Sindroma Metabolik

NCEP ATP III WHO AHA IDF

Hipertensi Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥130/85 mmHg

Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥140/90 mmHg

Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥130/85 mmHg

Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥130/85 mmHg

Dislipidemia Plasma TG ≥150 mg/dLHDL ♂ <40 mg/dL ♀<50 mg/dL

Plasma TG ≥150 mg/dLHDL ♂ <35 mg/dL ♀ <40 mg/dL

Plasma TG ≥150 mg/dLHDL ♂ <40 mg/dL ♀ <50 mg/dL

Plasma TG ≥150 mg/dLHDL ♂ <40 mg/dL ♀ <50 mg/dL atau dalam pengobatan dislipidemia

Obesitas Lingkar pinggang ♂ >102 cm ♀ >88 cm

IMT >30 dan atau rasio perut-pinggul ♂ >0,90; ♀ >0,85

Lingkar pinggang♂ >102 cm ♀ >88 cm

Obesitas sentral (lingkar perut) Asia♂ >90 cm ♀ >80 cm

Gangguan metabolisme glukosa

GD puasa ≥110 mg/dL

DM tipe 2 atau TGT

GD puasa ≥100 mg/dL

GD puasa ≥100 mg/dL atau diagnosis DM tipe 2

Lain-lain Mikroalbuminuri ≥20 µg/menit

Kriteria Diagnosa Minimal 3 kriteria DM tipe 2 atauTGT dan 2 kriteriadi atas. Jikatoleransi glukosanormal, diperlukan3 kriteria.

Minimal 3 kriteria Obesitas sentral + 2kriteria di atas

28. Bagaimana tatalaksana dari penyakit pada scenario diatas

Latihan fisik:

Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh, dan

merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan

kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik terhadap sensitivitas

insulin terjadi dalam 24 – 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari.   Jadi aktivitas fisik teratur

hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki resistensi insulin.

Diet:

diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Penurunan

Page 36: Laporan Skenario a Blok 14

1

asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau mencegah kenaikan tekanan

darah yang menyertai proses menua Hasil2 dari studi klinis diet rendah lemak selama lebih dari 2

tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular. Studi dari the

Coronary Artery Risk Development in Young Adults  mendapatkan bahwa konsumsi produk2

rendah lemak dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna.

Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan

kadar HDL kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk menurunkan

hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasien dengan diet rendah

lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan makanan yang mengandung

lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yang mempunyai

indeks glikemik rendah

farmakoterapi:

Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadar C-reactive protein dan memperbaiki

profil lipid sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.  Intervensi

farmakologik yang agresif terhadap faktor2 risiko telah terbukti dapat mencegah penyulit

kardiovaskular pada penderita DM tipe 2.

Edukasi:

Dokter2 keluarga mempunyai peran besar dalam penatalaksanaan pasien dengan Sindrom

Metabolik, karena mereka dapat mengetahui dengan pasti tentang gaya hidup pasien serta

hambatan2 yang dialami mereka  dalam usaha memodifikasi gaya hidup tersebut. Dokter

keluarga juga diharapkan dapat mengetahui pengetahuan pasien tentang hubungan gaya hidup

dengan kesehatan, yang kemudian memberikan pesan2 tentang peranan diet dan latihan fisik yang

teratur dalam menurunkan risiko penyulit dari Sindrom Metabolik

29. Bagaimana komplikasi penyakit sindrom metabolic

Beberapa komplikasi sindroma metabolik meliputi penyakit jantung koroner, gagal

jantung, stroke, dan komplikasi lain meliputi peningkatan terjadinya resiko fibrilasi

atrium, tromboembolisme vena, dan kematian mendadak serta penurunan fungsi kognitif.

Pada diabetes sendiri, komplikasi metabolik akut diantaranya ketoasidosis diabetik,

hiperglikemi, hiperosmolar, koma nonketotik, dan hipoglikemi. Komplikasi vaskular

Page 37: Laporan Skenario a Blok 14

1

kronis, meliputi mikroangiopati (retinopati diabetik, nefropati diabetik, dan neuropati

diabetik) dan makroangiopati (aterosklerosis, stroke, diabetes foot).

30. Bagaimana prognosis dari penyakit sindrom metabolic

Prognosis penyakit sindrom metabolik adalah baik jika segera ditangani ketika muncul

gejala-gejalanya sebelum timbul komplikasi. Untuk screening ginjal, prognosis sindrom

metaboliknya masih baik jika belum mencapai level proteinuria yang pertanda bahwa

sudah terjadi gagal ginjal.

31. Apa saja yang dilakukan untuk mencegah penyakit sindrom metabolic

Pencegahan sindrom metabolik dapat dilakukan dengan menerapkan gaya hidup sehat,

meningkatkan aktivitas dengan olahraga dan diet intensif pada pasien dengan faktor

risiko sindrom metabolik. Pencegahan yang hendaknya dilakukan:

• Modifikasi Gaya Hidup

• Pola Makan yang Sehat dan Seimbang

• Makanan yang beragam, seimbang dari “kuantitas” dan “kualitas”

• Angka Kecukupan Gizi ( AKG ) setiap individu berbeda sesuai dengan kondisi masing-

masing

Jenis Kelamin Angka Kecukupan Gizi (kkal/hari)

Ringan Sedang Berat

Laki - laki 1,56 X BMR 1,76 X BMR 2,10 X BMR

Perempuan 1,55 X BMR 1,70 X BMR 2,00 X BMR

• Olahraga Teratur

• Kontrol Berat Badan

• Pola Makan Sehat & Seimbang

Page 38: Laporan Skenario a Blok 14

1

Hipertensi, Dislipidemia, DM tipe 2

• Penggunaan Energi lebih banyak dari asupan

• Dianjurkan Penurunan BB 0,5 – 1 kg / minggu

• Penurunan Tekanan Sistolik & Diastolik → 1,6 / 1,1 mmHg per Kg BB

• Pertahankan Tekanan Darah Normal

• Kurangi Asupan Garam ( Natrium Chlorida )

• Penurunan Asupan Natrium ± 1,8 gram/hari dpt menurunkan → sistolik 4 mmHg dan

Diastolik 2 mmHg

• Disarankan asupan garam ¼ - ½ sendok teh / hari

32. Apa kompetensi dokter umum pada scenario diatas

Kompetensi dokter umum untuk Sindrom Metabolik adalah Tingkat Kemampuan 4

yaitu, mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium

sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu

secara mandiri hingga tuntas.

KETERKAITAN ANTAR MASALAH

Page 39: Laporan Skenario a Blok 14

1

1. Diabetes Melitus

1. Definisi

Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara

kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh adanya hiperglikemia dan berkaitan

dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

a. Tipe I “Insulin Dependent Diabetes Mellitus” (IDDM)

Pengobatannya tergantung pada insulin. Penderita tipe ini biasanya tidak gemuk dan

mudah menjadi koma yang umumnya ditemukan pada dewasa muda dan anak-anak.

b. Tipe II “ Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus” (NIDDM)

Pengobatannya tidak tergantung insulin. Umumnya penderita pada tipe ini gemuk dan

mudah menjadi koma.

c. Diabetes Mellitus Kehamilan

Diabetes pada waktu kehamilan

d. Tipe lain, termasuk diabetes dengan sindrom tertentu ( Diabetes sekunder) misalnya

penyakit pancreas, penyakit hormonal, karena obat atau zat kimia tertentu serta sindrom

genetik yang tidak menentu.

3. Gejala-gejala Diabetes Mellitus

Gejala khas Diabetes Mellitus dikenal dengan 3P yaitu:

a. Poliuria (banyak kencing)

Merupakan gejala umum pada penderita Diabetes Mellitus, banyaknya kencing

disebabkan kadar gula dalam darah berlebihan, sehingga merangsang tubuh untuk

berusaha mengeluarkannya melalui ginjal bersama air dan kencing.

b. Polidipsia (banyak minum)

Page 40: Laporan Skenario a Blok 14

1

Merupakan akibat dari banyaknya kencing tersebut, untuk menghindari tubuh kekurangan

cairan, maka secara otomatis akan timbul rasa haus.

c. Polipagia (banyak makan)

Merupakan gejala yang tidak menonjol kejadian ini disebabkan karena habisnya

cadangan glukosa di dalam tubuh meskipun kadar glukosa darah tinggi.

Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, luka

yang tidak sembuh-sembuh, badan lemas, lelah otot, dan gangguan ginekologis.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus

Gaya Hidup

Gaya hidup menjadi salah satu penyebab utama terjdinya diabetes mellitus. Diet

dan olahraga yang tidak baik berperan besar terhadap timbulnya diabetes mellitus

yang dihubungkan dengan minimnya aktivitas sehingga meningkatkan jumlah

kalori dalam tubuh.

Usia

Peningkatan usia juga merupakan salah satu faktor risiko yang penting.

Diabandingkan wanita pada usia 20-an, wanita yang berusia diatas 40 tahun

berisiko enam kali lipat mengalami kehamilan dengan diabetes. Kadar gula darah

yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50

tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.

Ras dan Suku Bangsa

Suku bangsa Amerika Afrika, Amerika Meksiko, Indian Amerika, Hawai, dan

sebagian Amerika Asia memiliki resiko diabetes dan penyakit jantung yang lebih

tinggi. Hal itu sebagian disebabkan oleh tingginya angka tekanan darah tinggi,

obesitas, dan diabetes pada populasi tersebut

Riwayat Keluarga

Meskipun penyakit ini terjadi dalam keluarga, cara pewarisan tidak diketahui

kecuali untuk jenis yang dikenal sebagai diabetes pada usia muda dengan dewasa.

Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang menyandang diabetes maka

kesempatan untuk menyandang diabetes maupun meningkat. Ada empat bukti

Page 41: Laporan Skenario a Blok 14

1

yang menunjukkan transmisi penyakit sebagai ciri dominal autosomal. Pertama

transmisi langsung tiga generasi terlihat pada lebih dari 20 keluarga. Kedua

didapatkan perbandingan anak diabetes dan tidak diabetes 1:1 jika satu orang tua

menderita diabetes. Pengaruh genetik sangat kuat, karena angka konkordansi

diabetes tipe 2 pada kembar monozigot mencapai 100 persen. Resiko keturunan

dan saudara kandung pasien penderita NIIDM lebih tinggi dibanding diabetes tipe

1. Hampir empat persepuluh saudara kandung dan sepertiga keturunan akhirnya

mengalami toleransi glukosa abnormal atau diabetes yang jelas.

Kegemukan (Obesitas)

Overweight dan obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah

komplikasi yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang

telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa hipertensi, dislipidemia,

penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes tipe II, penyakit gallblader, disfungsi

pernafasan, gout, osteoarthritis, dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang

paling sering menyertai obesitas adalah diabetes tipe II, hipertensi, dan

hiperkolesterolemia. NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang

dengan BMI 27 menderita dibetes tipe 2. Obesitas merupakan faktor resiko utama

pada penderita diabetes tipe 2.

5. Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling banyak. Hal ini

berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya

pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di

dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami

kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju

aliran saraf dan kulit. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan

kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis

(penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering

terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk melalui pembuluh darah besar

bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan

Page 42: Laporan Skenario a Blok 14

1

pembuluh darah kecil bisa melukai mata, saraf, dan kulit serta memperlambat penyembuhan

luka. Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika

diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan

adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa

menyebabkan gangguan penglihatan, akibat kerusakan pada retina mata (retinopati

diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus

menjalani cuci darah. Gangguan saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk,

misalnya jika satu saraf mengalami kelainan fungsi, maka sebuah lengan atau tungkai bisa

secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ketangan, dan tungkai mengalami

kerusakan, maka pada lengan dan tungkai bisa merasakan kesemutan atau nyeri seperti

terbakar atau kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit sering mengalami cedera

karena penderita tidak dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya

aliran darah kekulit juga bisa menyebabkan ulkus atau borok diamana proses

penyembuhannya akan berjalan secara lambat hingga menyebabkan amputasi

6. Patogenesis Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus dapat mengakibatkan hiperglikemia, yaitu suatu keadaan dimana

kadar glukosa dalam darah tinggi yang merupakan gambaran biokimiawi sentral penyakit

Diabetes Mellitus. Hiperglikemia terjadi akibat gangguan pengangkutan glukosa kedalam

dan akibat pengangkutan glukosa oleh hepar kedalam sirkulasi darah. Bila kadar glukosa

diatas 160 mg/dl, tubulus ginjal tidak mampu menyerap kembali semua glukosa yang

difiltrasi oleh glomerulus. Ambang ginjal terlewatkan dan timbul glukosuria.

Ekskresi glukosa lewat ginjal memerlukan ekskresi air secara bersamaan

menimbulkan diuresis osmotic. Kehilangan peningkatan menyebabkan peningkatan

osmolaritas serum yang merangsang pusat haus di hipotalamus. Tiga gejala “poli” yang

klasik pada Diabetes Mellitus menjadi jelas dengan memperlihatkan sejumlah besar air dan

glukosa dari dalam tubuh yang membawa kompensasi bertambahnya bertambahnya rasa

lapar serta haus.

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan

berkurang juga . disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua

Page 43: Laporan Skenario a Blok 14

1

faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa

yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air

dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang

berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita

ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga

500 mEq natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-

asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh

hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat

dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.

Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan

menimbulkan asidosis metabolik.

7. Penatalaksanaan

Terapi non farmakologis

1) Penilaian kondisi pasien

a. Status gizi: penilaian status gizi dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) =

BB(kilogram)/TB2(meter) untuk melihat apakah penderita DM mengalami kegemukan/

obesitas, normal atau kurang gizi. IMT normal pada orang dewasa antara 18,5-25.

b. Toleransi glukosa

Dengan memberikan kadar gula darah (glukosa) apakah dalam batas-batas toleransi normal

(terkontrol). Biasanya diperiksa gula darah puasa dan 2 jam setelah makan, gula darah sewaktu

dan HbA1c. Selain itu juga diperiksa kadar gula dalam urin.

c. Komplikasi lain

Pemeriksaan klinis dan laboratorium lebih lanjut perlu dilakukan bila untuk mengetahui apakah

sudah ada komplikasi baik akut atau kronik seperti kadar gula darah selalu rendah atau bahkan

selalu tinggi, komplikasi ke penyakit jantung, ginjal, hati, pembuluh darah, saraf atau mata.

2) Perencanaan diet dan mendidik pasien DM

Mendidik pasien DM bertujuan agar pasien tersebut dapat mengontrol gula darah, mengurangi

Page 44: Laporan Skenario a Blok 14

1

komplikasi dan meningkatkan kemampuan untuk merawat diri sendiri. Perencanaan diet

bertujuan agar cukup asupan kalori, protein, lemak, asam mineral dan serat serta air dengan

frekuensi makan sepanjang hari disesuaikan dengan pemberian obat anti diabetes atau injeksi

insulin. Selain itu kebutuhan kalori dan serat gizi lain disesuaikan dengan status gizi dan kondisi

kesehatan penderita DM (misalnya bila disertai hipertensi atau tekanan darah tinggi, harus

mengikuti diet rendah garam). Perencanaan diet dapat menggunakan daftar penukar bahan

makanan, sehingga penderita DM dapat menggunakan daftar itu sendiri.

3) Olah Raga

Penderita DM dianjurkan untuk melakukan olahraga secara teratur 3-4 kali/minggu, setidaknya

20-30 menit (misalnya jalan kaki cepat, senam). Untuk memperbaiki aktivitas insulin. Selain itu

olahraga membantu penurunan BB pada penderita gemuk atau obesitas. Bila melakukan olahraga

berat sebaiknya sebelum, selama dan sesudah olahraga memonitor kadar gula darah, khususnya

untuk DM tipe I, guna menentukan kebutuhan insulin dan asupan makanan harus disesuaikan.

Bila melakukan olahraga ringan, tidak perlu mengatur kebutuhan insulin, cukup snack kecil

sebelum olahraga pada gula darah < 80mg/dl. Untuk olahraga yang lama snack diperlukan setiap

½ - 1 jam. Pada olahraga berat dan lama, dosis insulin perlu diturunkan untuk mencegah

hipoglikemia (kadar gula darah turun). Pada penderita DM dianjurkan memperbanyak cairan

sebelum, selama dan sesudah olahraga untuk mencegah dehidrasi.

Terapi farmakologis (OAD)

Metformin

Efek utama metformin adalah menurunkan “hepatic glucose output” dan menurunkan

kadar glukosa puasa. Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan A1C sebesar ~ 1,5%.

Pada umumnya metformin dapat ditolerir oleh pasien. Efek yang tidak diinginkan yang paling

sering dikeluhkan adalah keluhan gastrointestinal. Monoterapi metformin jarang disertai dengan

hipoglikemia; dan metformin dapat digunakan secara aman tanpa menyebabkan hipoglikemia

pada prediabetes. Efek nonglikemik yang penting dari metformin adalah tidak menyebabkan

penambahan berat badan atau menyebabkan panurunan berat badan sedikit. Disfungsi ginjal

merupakan kontraindikasi untuk pemakaian metformin karena akan meningkatkan risiko asidosis

Page 45: Laporan Skenario a Blok 14

1

laktik ; komplikasi ini jarang terjadi tetapi fatal.

Sulfonilurea

Sulfonilurea menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan sekresi

insulin.Dari segi efikasinya, sulfonylurea tidak berbeda dengan metformin, yaitu menurunkan

A1C ~ 1,5%. Efek yang tidak diinginkan adalah hipoglikemia yang bisa berlangsung lama dan

mengancam hidup. Episode hipoglikemia yang berat lebih sering terjadi pada orang tua. Risiko

hipoglikemia lebih besar dengan chlorpropamide dan glibenklamid dibandingkan dengan

sulfonylurea generasi kedua yang lain. Sulfonilurea sering menyebabkan penambahan berat

badan ~ 2 kg. Kelebihan sulfonylurea dalam memperbaiki kadar glukosa darah sudah maksimal

pada setengah dosis maksimal , dan dosis yang lebih tinggi sebaiknya dihindari.

Glinide

Seperti halnya sulfonylurea, glinide menstimulasi sekresi insulin akan tetapi golongan ini

memiliki waktu paruh dalam sirkulasi yang lebih pendek dari pada sulfonylurea dan harus

diminum dalam frekuensi yang lebih sering. Golongan glinide dapat merunkan A1C sebesar ~

1,5 % Risiko peningkatan berat badan pada glinide menyerupai sulfonylurea, akan tetapi risiko

hipoglikemia nya lebih kecil.

Penghambat α-glukosidase

Penghambat α -glukosidase bekerja menghambat pemecahan polisakharida di usus halus

sehingga monosakharida yang dapat diabsorpsi berkurang; dengan demikian peningkatan kadar

glukosa postprandial dihambat. Monoterapi dengan penghambat α-glukosidase tidak

mengakibatkan hipoglikemia. Golongan ini tidak seefektif metformin dan sulfonylurea dalam

menurunkan kadar glukosa darah; A1C dapat turun sebesar 0,5 – 0,8 %. Meningkatnya

karbohidrat di colon mengakibatkan meningkatnya produksi gas dan keluhan gastrointestinal.

Pada penelitian klinik, 25-45% partisipan menghentikan pemakaian obat ini karena efek samping

tersebut.

Thiazolidinedione (TZD)

TZD bekerja meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hepar terhadap insulin baik

endogen maupun exogen. Data mengenai efek TZD dalam menurunkan kadar glukosa darah

pada pemakaian monoterapi adalah penurunan A1C sebesar 0,5-1,4 %. Efek samping yang

Page 46: Laporan Skenario a Blok 14

1

paling sering dikeluhkan adalah penambahan berat badan dan retensi cairan sehingga terjadi

edema perifer dan peningkatan kejadian gagal jantung kongestif.

Insulin

Insulin merupakan obat tertua iuntuk diabetes, paling efektif dalam menurunkan kadar

glukosa darah. Bila digunakan dalam dosis adekuat, insulin dapat menurunkan setiap kadar A1C

sampai mendekati target terapeutik. Tidak seperti obat antihiperglikemik lain, insulin tidak

memiliki dosis maximal. Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan berat badan dan

hipoglikemia.

Dipeptidyl peptidase four inhibitor (DPP4 Inhibitor)

DPP-4 merupakan protein membran yang diexpresikan pada berbagai jaringan termasuk

sel imun.DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil yang meningkatkan efek GLP-1 dan GIP yaitu

meningkatkan “glucose- mediated insulin secretion” dan mensupres sekresi glukagon. Penelitian

klinik menunjukkan bahwa DPP-4 Inhibitor menurunkan A1C sebesar 0,6-0,9 %. Golongan obat

ini tidak meninmbulkan hipoglikemia bila dipakai sebagai monoterapi.

.

Diabetes Melitus tipe II

Patogenesis diabetes tipe 2 jauh lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini

merupakan yang tersering ditemukan. Tidak ada bukti bahwa mekanisme autoimun

berperan. Gaya hidup jelas lebih berperan, yang akan jelas jika kegemukan

dipertimbangkan. Pada saat ini terjadi peningkatan epidemic insidensi diabetes tipe ini

pada anak-anak kegemukan.

Pada tipe ini, faktor genetic berperan lebih penting dibandingkan dengan diabetes

tipe 1A. Diantara kembar identik, angka concordance adalah 60% hingga 80%. Pada

anggota keluarga dekat dari pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), resiko

menderita penyakit ini 5-10x lebih besar dari subjek (dengan usia dan berat yang sama)

yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya.

Tidak seperti diabetes tipe 1A, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA

(Human Leukocyte Antigen). Penelitian epidemiologic menunjukkan bahwa diabetes tipe

2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetik, masing-masing memberi kontribusi

pada resiko; yang juga dipengaruhi lingkungan. Pemindahan genom terhadap pasien dan

Page 47: Laporan Skenario a Blok 14

1

Defek genetik multipel Kegemukan

Defek sel beta primerResistensi insulin jaringan perifer

Hiperglikemia

anggota keluarga mereka memastikan bahwa tidak ada satu pun gen yang berperan utama

dalam kerentanan terhadap diabetes tipe 2. Dua defek metabolic yang menandai diabetes

tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin pada sel beta dan ketidakmampuan jaringan perifer

berespons terhadap insulin (resistensi insulin).

Gangguan sekresi insulin pada sel Beta

Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang berat

dibandingkan dengan yang terjadi pada diabetes tipe 1. Pada awalnya, kadar insulin meningkat

untuk mengompensasi resistensi insulin. Pada kasus yang jarang, mutasi di reseptor insulin

menimbulkan resistensi insulin yang parah. Pada banyak pasien mempertahankan kadar glukosa

darah dalam batas normal, karena sel beta normal dapat meningkatkan produksi insulin.

Pada awalnya, sekresi insulin tampak normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang.

Tetapi, pola sekresi insulin yang berdenyut dan osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi insulin

(yang cepat) saat dipicu glukosa menurun. Namun, pada perjalanan selanjutnya, terjadi defisiensi

Page 48: Laporan Skenario a Blok 14

1

absolut insulin yang ringan sampai sedang.

Mula-mula resistensi insulin menyebabkan peningkatan kompensatorik massa sel beta

dan produksi insulinnya. Pada mereka yang memiliki kerentanan genetic terhadap DM 2,

kompensasi ini gagal. Selanjutnya, terjadi kehilangan 20-50% sel beta, tetapi belum

menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang dipicu glukosa. Tetapi, terjadi gangguan

dalam pengenalan glukosa oleh sel beta. Dasar molecular gangguan sekresi insulin yang

dirangsang glukosa ini masih belum sepenuhnya dipahami. Penelitian terakhir menunjukkan

adanya suatu protein mitokondria yang memisahkan respirasi biokimia dari fosfolirasi oksidatif

(sehingga menimbulkan panas, bukan ATP). Protein ini adalah uncoupling protein 2 (UCP2),

yang diekspresikan sel beta. Kadar UCP2 intrasel yang tinggi menumpulkan respon insulin,

sedangkan kadar yang rendah memperkuatnya.

Oleh karena itu, dihipotesiskan bahwa peningkatan kadar UCP2 di sel beta pankreas

penderita DM 2 mungkin dapat menjelaskan hilangnya sinyal glukosa yang khas pada penyakit

ini. Manipulasi terapeutik untuk menurunkan kadar UCP2 dipercaya dapat mengobati DM 2.

Mekanisme lain kegagalan sel beta pada DM 2 dilaporkan berkaitan dengan pengendapan

amiloid di islet. Amilin, komponen utama amiloid, secara normal dihasilkan sel beta pankreas

dan disekresikan bersama dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa.

Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin pada fase awal DM 2, meningkatkan

produksi amilin, yang kemudian mengendap sebagai amiloid di islet. Amilin yang mengelilingi

sel beta mungkin menyebabkan sel beta agak refrakter dalam menerima sinyal glukosa. Selain

itu, amiloid bersifat toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel

beta yang ditemukan pada kasus DM 2 tahap lanjut.

Resistensi insulin dan obesitas

Resistensi insulin adalah suatu fenomena kompleks yang tidak terbatas pada sindrom

diabetes. Pada kegemukan dan kehamilan, sensitivitas insulin jaringan sasaran menurun

(walaupun tidak diabetes), dan kadar insulin serum mungkin meningkat untuk mengompensasi

resistensi insulin tersebut. Oleh karena itu, baik kegemukan ataupun obesitas, dapat

menyebabkan terungkapnya DM 2 subklinis dengan meningkatkan resistensi insulin ke suatu

tahap yang tidak lagi dapat dikompensasi dengan meningkatkan produksi insulin.

Dasar selular dan molecular resistensi insulin masih belum sepenuhnya dimengerti.

Page 49: Laporan Skenario a Blok 14

1

Terdapat tiga sasaran utama kerja insulin: jaringan lemak dan otot (insulin meningkatkan

penyerapan glukosa), dan hati (insulin menekan produksi glukosa). Insulin bekerja pada sasaran

pertama-tama dengan berikatan dengan reseptornya. Pengaktifan reseptor insulin memicu

serangkaian respons intrasel yang memengaruhi jalur metabolisme sehingga terjadi translokasi

unit transport glukosa ke membrane sel yang memudahkan penyerapan glukosa. Resistensi

insulin dapat terjadi di tingkat reseptor insulin atau di salah satu jalur sinyal (pasca reseptor)

yang diaktifkan oleh pengikatan insulin ke reseptornya. Pada DM 2, jarang terjadi defek

kualitatif atau kuantitatif dalam reseptor insulin. Oleh karena itu, resistensi insulin diperkirakan

terutama berperan dalam pembentukan sinyal pascareseptor.

Sel-sel adiposit merupakan suatu sistem endokrin, yang memberikan efek adiposit jarak

jauh melalui zat-zat perantara yang dikeluarkan sel lemak. Molekul ini meliputi faktor nekrosis

tumor (TNF), asam lemak, leptin, dan resistin.

1. TNF, yang lebih dikenal karena efeknya pada peradangan dan imunitas, disintesis di

adiposity dan mengalami ekspresi berlebihan dalam sel lemak orang kegemukan. TNF

menyebabkan resistensi insulin dengan memengaruhi jalur-jalur sinyal pascareseptor. Pada

kegemukan, kadar asam lemak bebas lebih tinggi daripada normal, dan asam lemak ini

meningkatkan resistensi insulin melalui mekanisme yang belum sepenuhnya diketahui.

2. Leptin menyebabkan obesitas hebat dan resistensi insulin bila tidak memiliki gennya.

Pengembalian leptin mengurangi obesitas, dan secara independen resistensi insulin. Karena

itu, tidak seperti TNF, leptin memperbaiki resistensi insulin.

3. Resistin, yang diberikan nama demikian karena zat ini meningkatkan resistensi insulin.

Resistin dihasilkan sel lemak, dan kadarnya meningkat pada berbagai model obesitas.

Penurunan kadar resistin meningkatkan kerja insulin, dan sebaliknya pemberian resistin

rekombinan meningkatkan resistensi insulin pada hewan normal. Efek terapeutik ODA

tertentu yang digunakan dalam penanganan DM 2 pada manusia juga mungkin berkaitan

dengan kemampuan obat tersebut memodulasi produksi resistin.

Dampak

Tingginya kadar glukosa dalam cairan ekstraseluler mempengaruhi tekanan osmotic,

sehingga air bergerak keluar sel dan menyebabkan dehidrasi. Tingginya kadar glukosa di ginjal,

Page 50: Laporan Skenario a Blok 14

1

berpegaruh juga pada rearbsorbsi air, karena glukosa merupakan diuretic osmotic yang

menghambat rearbsorbsi air, dan menyebabkan poliuria. Karena ditemukan glukosa dalam urin

maka terjadi, glikouria. Dehidrasi juga memberikan stimulus ke hipotalamus, untuk

meningkatkan volume air, melalui polidipsia (banyak minum akibat rasa haus yang berlebih).

Dehidrasi juga mengakibatkan berkurangnya tekanan turgor kulit, dan juga ditemukan bibir dan

mulut yang kering.

Selain itu, pada penderita DM terutama DM 2, glukosa tidak dapat digunakan oleh

jaringan akibat terganggunya reseptor insulin. Hal ini menyebabkan kurangnya glukosa pada

jaringan, dan jaringan memberikan sinyal ke otak untuk menambah kadar glukosa. Cara pertama

adalah dengan meningkatkan asupan makanan (polipagia) yang diharapkan dapat menambah

glukosa. Selain itu, juga terjadi glukoneogenesis, baik dari lipid maupun protein.

Berkurangnya glukosa pada sel mengakibatkan metabolisme sel menjadi menurun, sehingga

menyebabkan keadaan fatigue.

Salah satu cara glukoneogenesis yang sering dijumpai adalah lipolisis, pemecahan lemak

untuk membentuk glukosa. Peningkatan lipolisis memberikan efek samping, yakni meningkatnya

produksi benda-benda keton (ketogenesis) di hati. Benda-benda keton ini bersifat asam, sehingga

penumpukan benda-benda keton di tubuh mengakibatkan ketoasidosis. Untuk kompensasinya,

tubuh meningkatkan produksi urin untuk mengeluarkan keton, sehingga dijumpai ketonuria.

Penggunaan lipid untuk metabolisme meningkatkan kadar kolesterol plasma, yang

memberikan berbagai macam dampak: atherosclerosis, iskemik kardiak, gangguan

serebrovaskular, gangguan vaskular perifer, gangrene, dan infark miokardium.

Dampak lain dari tingginya kadar glukosa dalam darah adalah: melambatnya aliran darah

(yang dapat menyebabkan kematian sel), nefropati (gangguan pada pembuluh darah ginjal),

retinopati (gangguan pada pembuluh darah retina), gingivitis dan periodontitis (akibat

pertumbuhan bakteri yang cepat, dan neuropati (gangguan pada sistem saraf).

2. Hipertensi

Darah tinggi atau hipertensi berarti tekanan tinggi didalam arteri-arteri. Arteri-arteri

Page 51: Laporan Skenario a Blok 14

1

adalah pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah dari jantung yang memompa ke seluruh

jaringan dan organ-organ tubuh. Tekanan darah terdiri dari sistolik (tekanan didalam arteri ketika

jantung berkontraksi dan memompa darah maju ke dalam arteri-arteri), dan diastolik (mewakili

tekanan di dalam arteri-arteri ketika jantung istirahat (relax) setelah kontraksi).

PENYEBAB HIPERTENSI

Hipertensi terdiri dari hipertensi primer (primary hypertension) dan hipertensi sekunder

(secondary hypertension).

Hipertensi Primer

Hipertensi primer adalah suatu kondisi yang lebih sering terjadi pada banyak orang. Penyebab

dasar yang mendasarinya tidak selalu diketahui, namun dapat terdiri dari beberapa faktor antara

lain:

1. Tekanan darah tidak terdeteksi (diastolik < 90 m Hg, sistolik > 105 mm Hg)

2. Peningkatan kolesterol plasma (> 240-250 mg/dl)

3. Kebiasaan merokok / alkohol

4. Kelebihan Berat Badan / Kegemukan / Obesitas

5. Kurang olah raga

6. Penggunaan garam yang berlebihan

7. Peradangan ditandai peningkatan C reactive

8. Gagal ginjal (renal insufficiency)

9. Faktor genetic / keturunan

10. Usia

Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu kelainan spesifik dari suatu organ tertentu atau

pembuluh darah, seperti ginjal, kelenjar adrenal, atau arteri aorta.

Page 52: Laporan Skenario a Blok 14

1

a) Peningkatan trigliserida plasma

b) Kelebihan Berat Badan / Kegemukan / Obesitas

c) Penyakit Kencing Manis / Diabetes

d) Stress kronis

e) Pil KB

f) Vasektomi

g) Kebiasaan merokok / alkohol

h) Kelainan spesifik dari suatu organ tertentu atau pembuluh darah, seperti ginjal, tumor

kelenjar adrenal, dan kelainan aorta

GEJALA HIPERTENSI

Hipertensi sederhana umumnya terjadi tanpa gejala-gejala apapun (diam-diam).

Hipertensi dapat berlanjut pada komplikasi penyakit jantung atau stroke. Hipertensi sederhana

mungkin hadir dan tetap tidak diketahui untuk bertahun-tahun, bahkan sampai dekade-dekade

(puluhan tahun). Beberapa penderita sampai pada kondisi darurat (Malignant hypertension)

umumnya merasakan gejala:

- sakit kepala berat

- pusing-pusing

- kehabisan napas

- penglihatan kabur

- mual

- kadangkala gagal ginjal

Malignant hypertension, yaitu suatu suatu keadaan medis darurat dan memerlukan

perawatan yang mendesak untuk mencegah suatu stroke (kerusakan otak).

TATA LAKSANA

Page 53: Laporan Skenario a Blok 14

1

Pemberian resep obat oleh dokter sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dari penderita

hipertensi.

Obat hipertensi menurunkan tekanan darah dengan beberpa cara:

Membuat pembuluh menjadi besar atau lebar

Menyempitkan saluran-saluran udara dengan menstimulasi otot-otot yang

mengelilingi saluran udara untuk berkontraksi

Mengurangi kekuatan dari aksi memompa jantung (kontraksi jantung) dan

mengendurkan sel otot pada dinding dari arteri.

Terapi non farmakologis:

a. Waktu istirahat / tidur yang cukup

b. Olahraga teratur, dianjurkan 2 – 3 kali seminggu sekurangnya 30 menit setiap kali olahraga .

c. Menghindari konsumsi rokok, alkohol, dan makanan dengan kadar garam dan lemak jenuh

yang tinggi.

Terapi farmakologis

a. ACE inhibitors

Untuk memperlambat aktivitas dari enzim ACE, yang mengurangi produksi dari

angiotensin II. Angiotensin II adalah zat kimia yng sangat kuat yang menyebabkan

otot-otot yang mengelilingi pembuluh darah untuk berkontraksi, jadi menyempitkan

pembuluh. Contoh: enalapril (Vasotec), captopril (Capoten), lisinopril (Zestril and

Prinivil), benazepril (Lotensin), quinapril (Accupril), perindopril (Aceon), ramipril

(Altace), trandolapril (Mavik), fosinopril (Monopril), moexipril (Univasc).

b. Angiotensin receptor blocker (ARB)

Untuk menghalangi aksi dari angiotensin II. ARB mencegah angiotensin II mengikat

pada reseptor angiotensin II pada pembuluh-pembuluh darah. Contoh: losartan

(Cozaar), irbesartan (Avapro), valsartan (Diovan), candesartan (Atacand),

olmesartan (Benicar), telmisartan (Micardis), eprosartan (Teveten)

c. Beta-blockers

Page 54: Laporan Skenario a Blok 14

1

Untuk menghalangi norepinefrin dan epinefrin (adrenalin) mengikat pada reseptor

beta pada syaraf. Contoh: atenolol (Tenormin), propranolol (Inderal), metoprolol

(Toprol), nadolol (Corgard), betaxolol (Kerlone), acebutolol (Sectral), pindolol

(Visken), bisoprolol (Zebeta).

d. Calcium channel blockers (CCBs)

Untuk menghalangi gerakan dari calcium kedalam sel otot dari jantung dan arteri-

arteri. Calcium diperlukan oleh otot ini untuk berkontraksi. Contoh: amlodipine

(Norvasc), sustained release nifedipine (Procardia XL, Adalat CC), felodipine

(Plendil), nisoldipine (Sular), hydrochlorothiazide (Hydrodiuril), the loop diuretics

furosemide (Lasix) dan torsemide (Demadex), kombinasi dari triamterene dan

hydrochlorothiazide (Dyazide), metolazone (Zaroxolyn).

e. Alpha-blockers

Untuk menurunkan tekanan darah dengan menghalangi reseptor alpha pada otot

halus dari arteri peripheral diseluruh jaringan tubuh. Contoh: terazosin (Hytrin),

doxazosin (Cardura).

f. Alpha-beta blockers

Cara kerja yang sama seperti alpha-blockers dan juga memperlambat denyut

jantung, seperti yang dilakukan beta-blockers, sehingga lebih sedikit darah yang

dipompa melalui pembuluh-pembuluh dan tekanan darah menurun. Contoh:

carvedilol (Coreg), labetalol (Normodyne, Trandate).

g. Clonidine

Penghalang-penghalang sistim syaraf bekerja dengan menstimulasi reseptor-reseptor pada

syaraf-syaraf di otak yang mengurangi transmisi dari pesan-pesan dari syaraf dalam otak ke

syaraf pada lain dari tubuh. Contoh: Clonidine.

h. Minoxidil

Sebagai vasodilators, yaitu pengendur (relaxants) otot yang bekerja secara langsung pada

otot halus dari arteri peripheral diseluruh tubuh, sehingga arteri melebar dan tekanan darah

berkurang. Contoh: Minoxidil.

KOMPLIKASI / KERUSAKAN ORGAN TUBUH AKIBAT HIPERTENSI

Page 55: Laporan Skenario a Blok 14

1

Suatu peningkatan dari tekanan darah sistolik dan/atau diastolik meningkatkan risiko

terjadinya penyakit lain pada penderita. Komplikasi hipertensi sering dirujuk sebagai kerusakan

akhir organ akibat tekanan darah tinggi kronis. Untuk itu, monitor tekanan darah tinggi sangat

penting dilakukan secara rutin dan berkelanjutan sehingga dapat mengupayakan tekanan darah

normal dan mencegah komplikasi penyakit ini:

- Gangguan jantung (cardiac)

Peningkatan tekanan darah pada arteri diseluruh jaringan tubuhnya, dimana

mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah melalui pembuluh darah

ini yang mengakibatkan pembesaran otot jantung.

Dan ini dapat menjadi suatu pertanda dari gagal jantung, penyakit jantung koroner, dan

suatu kelainan irama jantung (cardiac arrhythmias).

- Pengerasan dari arteri-arteri (atherosclerosis atau arteriosclerosis)

Peningkatan tekanan darah pada arteri diseluruh jaringan tubuh yang terlalu sering akan

membuat arteri menjadi keras.

- Gangguan ginjal (renal)

Tekanan darah yang tinggi meningkatnya kadar serum kreatinin dapat mengakibatkan

kerusakan ginjal. Selain itu adanya protein didalam air seni (proteinuria) merefleksikan

kerusakan ginjal.

- Kerusakan mata

Peningkatan tekanan darah mengakibatkan penyempitan arteri kecil, kebocoran retina,

dan pembengkakkan syaraf mata

- Stroke (kerusakan otak)

Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke, yang dapat menjurus pada

kerusakkan otak atau syaraf hingga hemorrhage (kebocoran darah/leaking blood) atau suatu

gumpalan darah (thrombosis) dari pembuluh darah yang mensupali darah ke otak.

DETEKSI KOMPLIKASI PADA PENDERITA HIPERTENSI

- Pemeriksaan mata pada pasien dengan hipertensi berat guna mendeteksi kerusakan,

penyempitan arteri kecil, kebocoran kecil pada retina, dan pembengkakkan syaraf mata.

- Evaluasi pembesaran jantung dengan x-ray dada, elektrokardiogram (electrocardiogram), dan

Page 56: Laporan Skenario a Blok 14

1

echocardiography (pemeriksaan jantung dengan ultrasound). Echocardiography berguna dalam

menentukan ketebalan (pembesaran) dari jantung bagian kiri (sisi pompa utama).

- Tes darah dan urine (air seni) akan berguna dalam mendeteksi kelainan ginjal pada penderita

hipertensi. Tes darah untuk mengetahui kadar serum kreatinin (serum creatinine) didalam darah

guna fungsi ginjal. Tes urine untuk mengetahui kehadiran protein didalam air seni (proteinuria),

dimana dapat merefleksikan kerusakan ginjal dari hipertensi

- Kontrol tekanan darah secara rutin dan berkelanjutan akan menjadi pencegahan yang paling

baik untuk mengantisipasi komplikasi stroke.

GIZI DAN AKTIVITAS YANG DIBUTUHKAN

Mempertahankan tekanan darah ideal pada 120/80 perlu menjadi perhatian tidak saja bagi

menderita penyakit hipertensi melainkan juga oleh setiap orang. Hal terpenting yang

mempengaruhi tekanan darah adalah gizi seimbang dari makanan yang dikonsumsi.

DAFTAR BAHAN PANGAN :

1. Serelia, dan umbi-umbian serta hasil olahannya: beras, jagung, sorgum, cantle, jail, sagu,

ubi, singkong, kentang, talas, mie, roti, bihun.

2. Sayuran:

a) Sayur daun: kangkung, bayam, pucuk labu, sawi, katuk, daun singkong, daun pepaya,

daun kacang, daun mengkudu, dan sebagainya.

b) Sayur buah: kacang panjang, labu, mentimun, kecipir, tomat, nangka muda, dan

sebagainya.

c) Sayur akar: wortel, lobak, bit, dan sebagainya.

3. Buah: jambu biji, pepaya, jeruk, nanas, alpukat, belimbing, salak, mengkudu, semangka,

melon, sawo, mangga.

4. Kacang-kacangan dan hasil olahnya (tempe, tahu) serta polong-polongan.

5. Unggas, ikan, putih telur.

6. Daging merah, kuning telur.

7. Minyak, santan, lemak (gajih), jeroan, margarine, susu dan produknya.

8. Gula, garam.

Page 57: Laporan Skenario a Blok 14

1

Beberapa aktivitas yang penting dilakukan antara lain:

Waktu istirahat / tidur yang cukup

Olahraga teratur, dianjurkan 2 – 3 kali seminggu sekurangnya 30 menit setiap kali

olahraga

Menghindari konsumsi rokok, alkohol, dan makanan dengan kadar garam dan lemak

jenuh yang tinggi.

3. HIPERGLIKEMIA

A. Pengertian

Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripoada rentang

kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 – 160

mg /100 ml darah . ( Elizabeth J. Corwin, 2001 )

Menurut Christine hancock (1999) berpendapat bahwa hiperglikemia adalah

terdapatnya glukosa dengan kadar yang tinggi didalam darah (rentang normal kadar

glukosa darah adalah 3,0-5,0 mmol/ liter). Hiperglikemi merupakan tanda yang biasanya

menunjukan penyakit diabetes mellitus.

B. Epidemiologi

Data Perkumpulan Endokrinologi Indonesia dari berbagai penelitian epidemiologis

sebagaimana diungkapkan ketua pengurus besar perkeni dr. Sidartawan Soegondo Sp.PD,

KE menujukan sekitar tahun 1980-an prevalensi diabetes pada penduduk diatas usia 15

tahun adalah 1,5-2,3%. Penelitian tahun 1991 di Surabaya mendapatkan prevalensi 1,43%

pada penduduk diatas 20 tahun. Dipedesan Jawa Timur tahun 1989 prevalensinya 1,47%.

Hasil penelitian di Jakarta menunjukan adanya peningkatan prevalensi DM 1,7% (1982)

menjadi 5,7% 1993. Sementara di depok dan Jakarta tahun 2001 angkanya 12,8%.

Prevalensi DM di makasar meningkat dari 1,5% (1981) menjadi 2,9% (1998).

(armaididarmawan blogspot.com/2010)

Page 58: Laporan Skenario a Blok 14

1

Menurut Diabetic Federation, organisasi yang peduli terhadap permasalahan diabetes,

jumlah penderita diabetes mellitus yang ada di Indonesia tahun 2001 terdapat 5,6 juta

jiwa untuk usia diatas 20 tahun. Pada tahun 2020 diestimasikan akan meningkat menjadi

8,2 juta, apabila tidak dilakukan upaya perubahan gaya hidup sehat pada penderita.

(Depkes, 2005)

Dengan terjadinya peningkatan jumlah penderita DM, maka jumlah peningkatan

penyakit hiperglikemia bisa dikatakann meningkat sesuai dengan angka kejadian diabetes

mellitus atau bahkan lebih. Peningkatan dapat diturunkan dengan melakukan pencegahan,

penanggulangan baik secara medis maupun non medis, baik oleh pemerintah maupun

masyarakat sesuai dengan porsinya masing-masing. Perawat sebagai salah satu tim

kesehatan mempunyai peran yang sangat besar dalam mengatasi hiperglikemi. diperlukan

peran perawat sebagai pelaksana dan pendidik dengan tidak mengabaikan kolaboratif.

Pentingnya peran perawat sebagai pendidik agar penderita hiperglikemi mau dan mampu

untuk melakukan latihan jasmani secara teratur dan mengatur pola makannya yang dapat

mencegah terjadinya komplikasi dari hiperglikemi.

C. Etiologi

Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan

insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan penting.

Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau

langerhans.

Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi; pada penderita

hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini

mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan

cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing.

D. Patofisiologi

Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat disebabkan oleh

proses autoimun, kerja pancreas yang berlebih, dan herediter. Insulin yang menurun

mengakibatkan glukosa sedikit yang masuk kedalam sel. Hal itu bisa menyebabkan lemas

dengan kadar glukosa dalam darah meningkat. Kompensasi tubuh dengan meningkatkan

Page 59: Laporan Skenario a Blok 14

1

glucagon sehingga terjadi proses glukoneogenesis. Selain itu tubuh akan menurunkan

penggunaan glukosa oleh otot, lemak dan hati serta peningkatan produksi glukosa oleh

hati dengan pemecahan lemak terhadap kelaparan sel. Hiperglikemia dapat meningkatkan

jumlah urin yang mengakibatkan dehidrasi sehingga tubuh akan meningkatkan rasa haus

(polydipsi). Penggunaan lemak untuk menghasilkan glukosa memproduksi badan keton

yang dapat mengakibatkan anorexia (tidak nafsu makan), nafas bau keton dan mual

(nausea) hingga terjadi asidosis.

Dengan menurunnya insulin dalam darah asupan nutrisi akan meningkat sebagai

akibat kelaparan sel. Menurunnya glukosa intrasel menyebabkan sel mudah terinfeksi.

Gula darah yang tinggi dapat menyebabkan penimbunan glukosa pada dinding pembuluh

darah yang membentuk plak sehingga pembuluh darah menjadi keras (arterisklerosis) dan

bila plak itu telepas akan menyebabkan terjadinya thrombus. Thrombus ini dapat

menutup aliran darah yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain (tergantung letak

tersumbatnya, missal cerebral dapat menyebabkan stroke, ginjal dapat menyebabkan

gagal ginjal, jantung dapat menyebabkan miocard infark, mata dapat menyebabkan

retinopati) bahkan kematian.

E. Menifestasi Klinik

Gejala awal umumnya yaitu ( akibat tingginya kadar glukosa darah) :

Polipagi

Polidipsi

Poliuri

Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering

Rasa kesemutan, kram otot

Visus menurun

Penurunan berat badan

Kelemahan tubuh

Luka yang tidak sembuh-sembuh

Komplikasi Hiperglikemia

Dibagi menjadi 2 kategori yaitu :

Page 60: Laporan Skenario a Blok 14

1

1. Komplikasi akut

2. Ketoasidosis diabetic

3. Koma hiperglikemik hiperismoler non ketotik

4. Hipoglikemia

5. Asidosis lactate

6. Infeksi berat

7. Komplikasi kronik

1. Komplikasi vaskuler

8. Makrovaskuler : PJK, stroke , pembuluh darah perifer

9. Mikrovaskuler : retinopati, nefropati

2. Komplikasi neuropati

10. Neuropati sensorimotorik, neuropati otonomik gastroporesis, diare diabetik, buli-buli

neurogenik, impotensi, gangguan refleks kardiovaskuler.

3. Campuran vascular neuropati

11. Ulkus kaki

4. Komplikasi pada kulit

12. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis dapat dibuat dengan gejala-gejala diatas + GDS > 200 mg% (Plasma vena).

Bila GDS 100-200 mg% → perlu pemeriksaan test toleransi glukosa oral.

Kriteria baru penentuan diagnostik DM menurut ADA menggunakan GDP > 126 mg/dl.

Pemeriksaan lain yang perlu diperhatikan pada pasien hiperglikemi adalah :

Glukosa darah : Meningkat 200 – 100 mg/dl, atau lebih

Aseton plasma : Positif secara mencolok.

Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.

Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.

Elektrolit :

Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun.

Page 61: Laporan Skenario a Blok 14

1

Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluller), selanjutnya

akan menurun.

Fospor : Lebih sering menurun.

Hemoglobin glikosilat :  Kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang

mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir

( lama hidup SDM ) dan karenanya sangat bermanfaat dalam

membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat Versus DKA

yang berhubungan dengan insiden.

Glukosa darah arteri : Biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3

(asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi ), leukositiosis,

hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi

ginjal).

Amilase darah :  Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankretitis akut

sebagai penyebab dari DKA.

Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (pada tipe 1)

atau normal sampai tinggi ( tipe II ) yang mengindikasikan

insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya ( endogen

/eksogen ). Resisiten insulin dapat berkembang sekunder terhadap

pembentukan antibodi. (auto antibodi).

Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa

darah dan kebutuhan akan insulin.

Urine : Gula dan aseton positif; berat jenis dan osmolalitas mungkin

menigkat.

Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi

pernapasan dan infeksi pada luka.

Ultrasonografi

13. Penatalaksanaan

Page 62: Laporan Skenario a Blok 14

1

Tujuan utama terapi Hiperglikemia adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan

kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropati.

Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan hiperglikemia :

a. Diet

1.Komposisi makanan :

a.Karbohidrat = 60 % – 70 %

b.Protein = 10 % – 15 %

c.Lemak = 20 % – 25 %

2.Jumlah kalori perhari

a.Antara 1100 -2300 kkal

b.Kebutuhan kalori basal : laki – laki : 30 kkal / kg BB

Perempuan : 25 kkal / kg BB

3.Penilaian status gizi :

BB

BBR = x 100 %

TB – 100

Kurus : BBR 110 %

Obesitas bila BBRR > 110 %

Obesitas ringan 120% – 130 %

Obesitas sedang 130% – 140%

Obesitas berat 140% – 200%

Obesitas morbit > 200 %

Jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :

Kurus : BB x 40 – 60 kalori/hari

Normal (ideal) : BB x 30 kalori/hari

Gemuk : BB x 20 kalori/hari

Obesitas : BB x 10 – 15 kalori/hari

Atau cara sederhana untuk mengetahui kebutuhan dasar adalah sebagai berikut :

Untuk wanita : (berat badan ideal x 25 kal) + 20% untuk aktivitas

Untuk pria : (berat badan ideal x 30 kal) + 20% untuk aktivitas

Page 63: Laporan Skenario a Blok 14

1

Berat badan ideal = (TB – 100 cm) – 10%

b. Latihan jasmani

Manfaat latihan jasmani :

Menurunkan kadar glukosa darah (mengurangi resistensi insulin, meningkatkan

sensitivitas insulin)

Menurunkan berat badan

Mencegah kegemukan

Mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lipid darah,

peningkatan tekanan darah, hiperkoagulasi darah

Prinsip : Continuous, Rhytmic, Interval, Progressive, Endurance (CRIPE) :

Continuous : berkesinambungan, terus-menerus tanpa henti, misal 30 menit jogging

tanpa henti

Rhytmic : berirama yaitu kontraksi dan relaksasi secara teratur (jalan kaki, jogging,

berlari, berenang, bersepeda, mendayung. Main golf, tenis, atau badminton tidak

memenuhi syarat karena banyak berhenti))

Interval : selang-seling antara gerak cepat dan lambat (jalan cepat diselingi jalan

lambat, jogging diselingi jalan)

Progressive : bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai sedang

hingga mencapai 30-60 menit

Sasaran Heart Rate : 75-85 % dari maksimum Heart Rate

Maksimum Heart Rate : 220-umur

Endurance : latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi,

seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang, dan bersepeda.

c. Penyuluhan

Dilakukan pada kelompok resiko tinggi :

Umur diatas 45 tahun

Kegemukan lebih dari 120 % BB idaman atau IMT > 27 kg/m

Hipertensi > 140 / 90 mmHg

Riwayat keluarga DM

Dislipidemia, HDL 250 mg/dl

Page 64: Laporan Skenario a Blok 14

1

Parah TGT atau GPPT ( TGT : > 140 mg/dl – 2200 mg/dl), glukosa plasma puasa

derange / GPPT : > 100 mg/dl dan < 126 mg/dl)

d. Obat berkaitan Hipoglikemia

1) Obat hipoglikemi oral :

a.Sulfoniluria : Glibenglamida, glikosit, gliguidon, glimeperide, glipizid.

b.Biguanid ( metformin )

c.Hon su insulin secretagogue ( repakglinide, natliglinide )

d.Inhibitor glucosidase

e.Tiosolidinedlones

2)      Insulin

·         Insulin reaksi pendek disebut juga sebagai clear insulin, ia adalah jenis obat

insulin yang memiliki sifat transparan dan mulai bekerja dalam tubuh dalam waktu

30 menit sejak ia dimasukkan ke dalam tubuh. Obat insulin ini bekerja secara

maksimal selama 1 sampai 3 jam dalam aliran darah penderita, dan segera

menghilang setalah 6-8 jam kemudian.

·        Insulin reaksi panjang merupakan jenis insulin yang mulai bekerja 1 hingga 2 jam

setelah ia disuntikkan ke dalam tubuh seseorang. Tetapi obat insulin ini tidak

memiliki masa reaksi puncak, sehingga ia bekerja secara stabil dalam waktu yang

lama yaitu 24 sampai 36 jam di dalam tubuh penderita diabetes, contohnya Levemir

dan Lantus.

·        Jenis insulin reaksi menengah adalah insulin yang mulai efektif bekerja

menurunkan gula darah sejak 1 sampai 2 jam setelah disuntikkan ke dalam tubuh.

Obat ini bereaksi secara maksimal selama 6-10 jam, dan berakhir setelah 10-16 jam

setelahnya, contohnya Humulin m3, Hypurin, dan Insuman.

·       Insulin reaksi cepat akan langsung bekerja 5-15 menit setelah masuk ke dalam

tubuh penderita. Ia memiliki tingkat reaksi maksimal selama 30-90 menit, dan

pengaruhnya akan segera menghilang setelah 3-5 jam kemudian. Contoh obat insulin

ini berupa Lispro, Actrapid, Novorapid, dan Velosulin.

Page 65: Laporan Skenario a Blok 14

1

4. DISLIPIDEMIA

1.1 Pengertian

Dislipidemia adalah kalainan metabolisme lipid yang ditandai denganpeningkatan maupun

penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipidyang utama adalah kenaikan kadar

kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida,serta penurunan kolesterol HDL.

1.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Kadar lipoprotein, terutama LDL meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Pada keadaan

normal pria memiliki kadar LDL yang lebih tinggi, tetapi setelah menopause kadarnya pada

wanita lebih banyak. Faktor lain yangmenyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (VLDL dan

LDL) adalah :

1. Riwayat keluarga dengan hyperlipidemia

2. Obesitas

3. Diet kaya lemak 

4. Kurang melakukan olah raga

5. Penyalahgunaan alcohol

6. Merokok

7. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik

8. Hipotiroidisme

9. Sirosis

1.3 Patofisiologi

Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, danasam lemak bebas.

Normalnya lemak ditranspor dalam darah berikatan denganlipid yang berbentuk globuler. Ikatan

protein dan lipid tersebut menghasilkan 4kelas utama lipoprotein : kilomikron, VLDL, LDL, dan

HDL. Peningkatan lipid dalam darah akan mempengaruhi kolesterol, trigliserida dan keduanya

(hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia atau kombinasinya yaitu hiperlipidemia).

Hiperlipoproteinemia biasanya juga terganggu.

Pasien dengan hiperkolesterolemia (> 200 – 220 mg/dl serum) merupakan gangguan yang

Page 66: Laporan Skenario a Blok 14

1

bersifat familial, berhubungan dengan kelebihan berat badan dan diet. Makanan berlemak

meningkatkan sintesis kolesterol di hepar yang menyebabkan penurunan densitas reseptor LDL

di serum (> 135 mg/dl). Ikatan LDL mudah melepaskan lemak dan kemudian membentuk plak

pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya arterosklerosis dan

penyakit jantung koroner

Gambar 1. Metabolisme Lipoprotein (Silbernagl, 2000)

Page 67: Laporan Skenario a Blok 14

1

Gambar 2. Metabolisme Lipoprotein Lanjutan (Silbernagl, 2000)

Jalur transport lipid dan tempat kerja obat

1. Jalur eksogen

Trigliserida dan kolesterol dari usus akan dibentuk menjadi kiomikron yang kemudian

akan diangkut ke saluran limfe dan masuk ke duktus torasikus. Didalam jaringan lemak,

trigliserida dari kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase yang

Page 68: Laporan Skenario a Blok 14

1

terdapat pada permukaan endotel sehingga akanmembentuk asam lemak dan kilomikron

remnan (kilomikron yang kehilangan trigliseridanya tetapi masih memiliki ester

kolesterol). Kemudian asam lemak masuk ke dalam endotel ke dalam jaringan lemak dan

sel otot yang selanjutnya akan diubah kembali menjadi trigliserida atau dioksidasi untuk

menghasilkan energi. Kilomikron remnan akan dibersihkan oleh hepar dengan

mekanisme endositosis dan lisosom sehingga terbentuk kolesterol bebas yang berfungsi

sintesis membran plasma, mielin dan steroid. Kolesterol dalam hepar akan membentuk

kolesterol ester atau diekskresikan dalam empedu atau diubah menjadi lipoprotein

endogen yang masuk ke dalam plasma. Jika tubuh kekurangan kolesterol, HMG-CoA

reduktase akan aktif dan terjadi sintesis kolesterol dari asetat.

 

2. Jalur endogen

Trigliserida dan kolesterol dari hepar diangkut dengan bentuk VLDL ke jaringan

kemudian mengalami hidrolisis sehingga terbentuk lipoprotein yang lebih kecil IDL dan

LDL. LDL merupakan lipoprotein dengan kadar kolesterol terbanyak (60-70%).

Peningkatan katabolisme LDL di plasma dan hepar yangakan meningkatkan kadar

kolesterol plasma. Peningkatan kadar kolesterol tersebut akan membentuk foam cell di

dalam makrofag yang berperan pada arterosklerosis prematur.

Jenis lipoprotein

1. Kilomikron

Lipoprotein dengan komponen 80% trigliserida dan 5% kolesterol ester. Kilomikron

membawa makanan ke jaringan lemak dan otot rangka serta membawa kolesterol

kembali ke hepar. Kilomikron yang dihidrolisis akanmengecil membentuk kilomikron

remnan yang kemudian masuk ke hepatosit. Kilomikronemia post prandial mereda

setelah 8 – 10 jam.

 

2. VLDL

Lipoprotein terdiri dari 60% trigliserida dan 10 – 15 % kolesterol. VLDLdigunakan untuk

mengangkut trigliserida ke jaringan. VLDL reman sebagian akan diubah menjadi

LDLyang mengikuti penurunan hipertrigliserida sedangkan sintesis karbohidrat yang

Page 69: Laporan Skenario a Blok 14

1

berasal dari asam lemak bebas dan gliserol akan meningkatkan VLDL.

3. IDL

Lipoprotein yang mengandung 30% trigliserida, dan 20% kolesterol. IDL merupakan zat

perantara sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi IDL.

4. LDL

Lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar (70%). Katabolisme LDL melalui receptor-

mediated endocytosis di hepar. Hidrolisis LDL menghasilkan kolesterolbebas yang

berfungsi untuk sintesis sel membran dan hormone steroid. Kolesterol juga dapat

disintesis dari enzim HMG-CoA reduktase berdasarkan tinggi rendahnya kolesterol di

dalam sel.

 

5. HDL

HDL diklasifikasikan lagi berdasarkan Apoprotein yang dikandungnya. ApoA-I

merupakan apoprotein utama HDL yang merupakan inverse predictor untuk resiko

penyakit jantung koroner. Kadar HDL menurun pada kegemukan, perokok,pasien

diabetes yang tidak terkontrol dan pemakai kombinasi estrogen-progestin.HDL memiliki

efek protektif yaitu mengangkut kolesterol dari perifer untuk dimetabolisme di hepar dan

menghambat modifikasi oksidatif LDL melalui paraoksonase (protein antioksidan yang

bersosiasi dengan HDL).

 

6. Lipoprotein (a)

Terdiri atas partikel LDL dan apoprotein sekunder selain apoB-100.Lipoprotein jenis ini

menghambat fibrinolisis atau bersifat aterogenik.

1.4 Gejala Klinis

Kebanyakan pasien adalah asimptomatik selama bertahun-tahun sebelumpenyakit jelas

secara klinis. Gejala-gejala yang bisa tampak diantaranya berkeringat, jantung berdebar, nafas

pendek dan cemas.

Page 70: Laporan Skenario a Blok 14

1

1.5 Diagnosis

 

1. Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien dengan faktor resiko seperti kegemukan,

diabetes mellitus, konsumsi tinggi lemak, merokok dan faktor resiko lainnya.

2. Pada pemeriksaan fisik sukar ditemukan kelainan yang spesifik

kecuali jika didaptkan riwayat penyakit yang menjadi factor resiko dislipidemia. Selain

itu, kelainan mungkin didaptkan bila sudah terjadi komplikasi lebih lanjut seperti

penyakit jantung koroner.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkandiagnosa.

Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolesteroltotal, kolesterol LDL,

kolesterol HDL dan trigliserid.

1. PersiapanPasien

Sebaiknya berada dalam keadaan metabolik yang stabil tanpa adanya perubahan berat

badan, pola makan, kebiasaan merokok, olahraga,tidak sakit berat ataupun tidak

ada operasi dalam 2 bulan terakhir. Selain itu, sebaiknya pasien tidak

mendapatkan pengobatan yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2 minggu

terakhir. Apabila keadaan ini tidak memungkinkan, pemeriksaan tetap dilakukan

dan disertai dengan catatan.

2. Pengambilan Bahan Pemeriksaan

Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan venaseminimal mungkin dan

bahan yang diambil adalah serum. Pengambilan bahan ini dilakukan setelah

pasien puasa selama 12-16 jam

3. Analisis

Analisis kadar kolesterol dan trigliserid dilakukan dengan metodeensimatik

sedangkan analisis kadar kolesterol HDL dan kolesterol LDLdilakukan dengan

metode presipitasi dan ensimatik. Kadar kolesterol LDLdapat dilakukan secara

langsung atau menggunakan rumus Friedewaid jikadidapatkan kadar trigliserida <

Page 71: Laporan Skenario a Blok 14

1

400mg/dl menggunakan rumus sebagai berikut:

.

1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Dislipidemia terdiri dari:

1. Penatalaksanaan Umum

Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologis yang meliputi modifikasi

diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan.terapi diet memiliki tujuan untuk

menurunkan resiko PKV dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta

mengembalikan kesimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan

keseimbangan kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui

kegiatan jasmani sertapembatasan asupan kalori

2. Penatalaksanaan Non- Farmakologi

a. Terapi Nutrisi Medis

Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi makanan

yang mengandung banyak lemak jenuh dan kolesterol serta berapa sering keduanya

dimakan. Jika diperlukan ketepatan yang lebih tinggi untuk menilai asupan gizi, perlu

dilakukan penilaian yang lebih rinci, yang biasanya membutuhkan bantuan ahli gizi.

Penilaian pola makan penting untuk menentukan apakah harus dimulai dengan diet

tahap I atau langsung ke diettahap ke II. Hasil diet ini terhadap kolesterol serum

dinilai setelah 4-6 minggu dan kemudian setelah 3 bulan. Pada pasien dengan kadar

kolesterol LDL ataukolesterol total yang tinggi sebaiknya mengurangi asupan lemak

jenuh. Namun pada pasien ini sebaiknya banyak mengkonsumsi lemak tak jenuh rantai tunggal

dan ganda. Asupan karbohidrat, alkohol dan lemaak perlu dikurangi pada pasien

dengan trigliserid yang tinggi.

b. Aktivitas Fisik 

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan kadar

HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin, meningkatkan

sensitivitas dan meningkatkan keseragaman fisik, menurunkan trigliserida dan LDL, dan

Page 72: Laporan Skenario a Blok 14

1

menurunkan berat badan. Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :

1. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit

2. Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut jantung

maximal ( 220 - umur ) selama 20-30 menit.

3. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan - lahan, selama5-10

menit. Frekwensi latihan sebaiknya 4-5x/minggu dengan lama latihan seperti

diutarakan diatas. Dapat juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan lamalatihan 45-60

menit dalam tahap aerobik.

Pada prinsipnya pasien dianjurkan melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kondisi

dan kemampuan pasien agar aktivitas ini berlangsung terus-menerus

3. Penatalaksanaan Farmakologi

Pengobatan farmakologi dilakukan bila terjadi kegagalan dengan pengobatan non-

farmakologis. Saat ini didapat beberapa golongan obat yaitu golongan resin, asam

nikotinat, golongan statin, derivat asam fibrat, probutol dan lain-lain namun obat lini

pertama yang danjurkan oleh NCEP-ATP III adalah HMG-CoA reductase inhibitor.

Apabila ditemukan kadar trigliserid >400mg/dl maka pengobatan dimulai dengan

golongan asam fibrat untuk menurunkan trigliserid. Menurut kesepakatan kadar

kolesterol LDL merupakan sasaran utamapencegahan penyakit arteri koroner sehingga

ketika telah didapatkan kadar trigliserid yang menurun namun kadar kolesterol LDL

belum mencapai sasaran maka HMG-CoA reductase inhibitor akan dikombinasikan

dengan asam fibrat. Selain itu, terdapat obat kombinasi dalam satu tablet (Niaspan yang

merupakankombinasi lovastatin dan asam nikotinik) yang jauh lebih efektif

dibandingkandengan lovastatin atau asam nikotinik sendiri dalam dosis tinggi

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai denganstatin atau

sekuestran asam empedu atau nicotic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6

minggu. Bila target sudah tercapai, pemantauan dilanjutakan setiap 4-6 bulan. Bila

setelah 6 minggu terapi target belum tercapai, intensifkan/naikkan dosis statin atau

kombinasi dengan yang lain.

Page 73: Laporan Skenario a Blok 14

1

5. SINDROM METABOLIK

Sindrom metabolik yang juga dikenal sebagai X sindrom metabolik, sindrom X,

sindrom resistensi insulin, sindrom Reaven, dan CHAOS (Australia) adalah kondisi klinis

dimana seseorang memiliki sekumpulan kelainan metabolik, antara lain kelainan kadar lipid

(dislipidemia), peningkatan kadar glukosa (hiperglikemia), peningkatan kadar asam urat

(hiperurikemia), penignkatan tekanan darah (hipertensi), dan kegemukan (obesitas). Kondisi

ini dikaitkan dengan resiko penyakit kardiovaskular (PKV), stroke, diabetes mellitus tipe 2,

dan kematian.

Komponen utama dari sindrom metabolik emliputi:

Resistensi insulin

Obesitas sentral

Hipertensi

Dislipidemia

Perbandingan definisi sindrom metabolik

World Health Organization (WHO), 1998

Diabetes mellitus atau glikemia puasa terganggu (Impaired fasting glucose/IFG) atau

toleransi glukosa terganggu (impaired glucose tolerance/IGT) atau resistensi insulin (RI)

ditambahn 2 atau elbih kelainan berikut:

Obesitas: Indeks Massa Tubuh/IMT >30 atau rasio pinggang terhadap pinggul

(waist-to--hip ratio) >0,9 (laki-laki) atau >0,85 (perempuan)

Dislipidemia: Trigliserida ≥150 mg/dL atau kolesterol HDL <35 mg/dL (laki-

laki) atau <40 mg/dL (perempuan)

Hipertensi: Tekanan darah >140/90 mmHg dan/atau sedang dalam pengobatan

Mikroalbuminuria: ekskresi albumin >20 µg/menit

European Group for the Study of Insulin Resistence, 1999

Resistensi insulin – hiperinsulinemia, ditambah 2 atau lebih kelainan berikut:

Page 74: Laporan Skenario a Blok 14

1

Obesitas sentral: lingkar pinggang ≥94 cm (laki-laki) atau ≥80 cm

(perempuan)

Dislipidemia: Trigliserida ≥150 mg/dL atau kolesterol HDL <35 mg/dL (laki-

laki) atau <40 mg/dL (perempuan)

Hipertensi: Tekanan darah >135/85 mmHg dan/atau sedang dalam

pengobatan

Glukosa plasma puasa ≥110 mg/dL

NCEP: ATP III, 2001

Tiga atau lebih kelainan berikut:

Obesitas sentral: lingkar pinggang ≥102 cm (laki-laki) atau ≥88 cm

(perempuan)

Dislipidemia: kolesterol HDL rendah <40 mg/dL (laki-laki) atau <50 mg/dL

(perempuan)

Hipertensi: Tekanan darah >140/90 mmHg

Hipertrigliseridemia: Trigliserid ≥150 mg/dL

Glukosa plasma puasa ≥110 mg/dL

Epidemiologi/Prevalensi

Prevalensi sindrom metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan

dan populasi yang diteliti. Prevalensi sindrom metabolik meningkat dengan bertambahnya

usia dan berat badan.

Etiologi

Penyebab sindrom metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis

menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin.

Resistensi insulin mempunyai korelasi dnegan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan

dengan pengukuran lingkar pinggar atau rasio waist-to-hip. Hubungan antara resistensi

insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oelh terjaidnya stress oksidatif yang

menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebbakan kerusakan vaskular dan

pembentukan atheroma.

Page 75: Laporan Skenario a Blok 14

1

Patofisiologi

Resistensi Insulin

Resistensi Insulin didefinisikan dengan pandangan glukosentris yaitu adanya

defek kerja insulin menyebabkan hiperinsulinemia untuk mempertahankan kadar glukosa

darah normal. Penyumbang utama timbulnya RI adalah kelebihan asam lemak bebas yang

beredar terutama berasal dari cadangan trigliserida jaringan adiposa melalui kerja lipase yang

peka terhadap hormon enzim tergantung AMP siklik (cyclic AMP-dependent enzyme

hormone sensitive lipase). Asam lemak juga berasal dari lipolisis lipoprotein kaya trigliserida

di jaringan oleh kerja lipase lipoprotein. Untuk anti lipolisis dan rangsangan lipase

lipoprotein keduanya memerlukan insulin. Timbulnya RI meningkatkan lipolisis dari molekul

triasilgliserol simpan di jaringan adiposa dan menghasilkan lebih banyak asam lemak

selanjutnya menghambat pengaruh anti lipolitik insulin sehingga menghasilkan lipolisis

tambahan.

Obesitas

Obesitas sentral yang digambarkan dengan lingkar perut lebih sensitif dalam

memprediksi gangguan metabolik dan resiko kardiovaskular dibandingkan dengan obersitas

yang digambarkan dengan indeks massa tubuh. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan

adiposa subkutan dan viseral. Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi

resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa

obese. Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolik dari

suatu resistensi insulin maupun obesitas.

Jaringan adiposa merupakan sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi

berbagai faktor pro dan antiinflammasi seperti leptin, adiponektin, TNF-alfa, IL-6 dan

resistin. Konsentrasi adiponektin plasma menurun pada kondisi DM tipe 2 dan obesitas.

Senyawa ini dipercaya memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan manusia.

Sebaliknya konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin dan obesitas

berhubungan dengan resiko kejadian kardiovaskular.

Dislipidemia

Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan

Page 76: Laporan Skenario a Blok 14

1

kadar trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol HDL biasanya normal, namun

mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dengse LDL. Peningkatan

konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke

hati sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi menunjukkan bahwa

peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial.

Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terh=jadi

transfer trigliserida ke HDL. Mekanisme lain yang emnyebabkan penurunan HDL adalah

berkaitan dengan gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resistensi insulin

sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-I (Apo A-1) oleh hati yang

selanjutnya mengakibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran sistem imunitas pada

resistensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil leipid pada subyek dengan

resistensi insulin. Studi pada hewan menunjukkan aktivasi sistem imun akan menyebbakan

gangguan pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim yang berkaitan sehingga

terjadi perubahan profil lipid.

Hipertensi

Insulin merangsang sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal,

memengaruhi transpor kation dan mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah.

Hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan

depressor.

Tatalaksana

1. Perubahan Lifestyle

Penurunan BB adalah pendekatan utama pd sindrom metabolik. Dengan penurunan BB

terjadi peningkatan sensitifitas insulin yang diikuti oleh modifikasi berbagai komponen

sindrom metabolik. Melalui kombinasi restriksi kalori, peningkatan aktifitas fisik dan

modifikasi tingkah laku.

2. Diet

Sebelum meresepkan diet penurunan BB, penting ditekankan pada pasien bahwa

Page 77: Laporan Skenario a Blok 14

1

membutuhkan waktu yang lama untuk mengurangi massa lemak. Diet restriksi

karbohidrat cepat menurunkan BB. Akhir-akhir ini disarankan pemberian diet yang

diperkaya dengan lemak saturated terutama untuk pasien dengan resiko CVD. Diet yang

baik didalamnya terdiri dari buah, sayur, whole grain, dan ikan.

3. Aktifitas Fisik

Harus dipastikan bahwa peningkatan aktifitas fisik tidak meningkatkan resiko.

Sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan kardiovaskuler sebelum dimulai terapi. Pada

pasien yg inaktif, peningkatan aktifitas fisik harus gradual untuk mencegah cedera.

Aktifitas minimal 60-90 menit perhari.

4. Obesitas

Obat penurun BB dibagi dlm 2 kelompok : penekan nafsu makan dan penghambat

absorbsi.

Penekan nafsu makan yg disahkan FDA : phentermine (short-term use,3 bln) &

sibutramine.

Orlistat menghambat absorsi hampir 30% lemak

Bariatric surgery salah satu pilihan pada BMI >40 kg/m2 or >35 kg/m2 dengan

komorbid.

Gastric bypass menghasilkan penurunan BB yg dramatis

5. LDL Cholesterol

Penurunan LDL kolesterol menurunkan resiko CVD. LDL kolesterol harus < 100

mg/dL dan lebih rendah pada pasien dengan riwayat CVD.

Diet rendah lemak saturated , lemak trans dan kolesterol (<200 mg/hr).

Bila setelah diet LDL masih tinggi dapat ditambahkan terapi farmakologis. Statin

(HMG-CoA reductase inhibitor) menurunkan LDL 20-60%. Ezetimibe (cholesterol

absorption inhibitor) ditoleransi baik dan dapat menjadi lini kedua.

Kolestiramin dan colestinol (pengikat asam empedu) lebih efektif dibandingkan

ezetimibe, eso peningkatan TG ( tidak boleh > 200 mg/dL).

Page 78: Laporan Skenario a Blok 14

1

6. HDL Cholesterol

Nicotinic acid meningkatkan HDL kolesterol

Hanya terdapat sedikit bukti bahwa peningkatan HDL menurunkan resiko CVD.

7. Tekanan Darah

Pada pasien sindrom metabolik tanpa DM, pilihan anti hipertensi adalah ACE inhibitor

dan ARB. Kedua obat ini terbukti menurunkan insiden DM tipe 2. Diet terdiri dari

Restriksi Na dan diperkaya dengan buah dan sayur serta produk susu rendah lemak

8. Impaired Fasting Glucose

Kontrol glikemik dapat memodifikasi TG puasa dan HDl kolesterol. Metformin juga

dapat menurunkan insiden diabetes walau efeknya kurang dibandingkan dengan

intervensi life style

9. Insulin Resisten

Beberapa obat seperti biguanid dan thiazolidinediones (TZD) dapat memperbaiki

resistensi insulin.

6. Pola hidup sehat

Langkah-Langkah Hidup Sehat

Ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dan dijalani untuk mencapai pola hidup

sehat, diantaranya adalah konsumsi makanan, olah raga, istirahat, kualitas udara, lingkungan

yang sehat, optimis, dan pribadi yang kuat.

Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan yang memenuhi standar kesehatan adalah harus bisa memenuhi

kebutuhan tubuh, untuk itu anda harus mengetahui tentang makanan yang dibutuhkan oleh tubuh.

Umumnya, banyak yang belum memperhatikan masalah ini. Bahkan banyak makanan yang

sebenarnya sangat berbahaya bagi kesehatan sangat diminati, seperti makanan yang mengandung

pengawet, junkfood, makanan cepat saji/makanan instan.

Page 79: Laporan Skenario a Blok 14

1

Ada beberapa tips makanan sehat:

Makanan berlemak tinggi sangat beresiko bagi kesehatan, terutama dari mentega, margarine

santan dan dari lemak hewan. Labih baik anda mendapatkannya dari kacang-kacangan atau

biji-bijian. Jeroan, otak, kulit ayam dan kuning telur sebaiknya dihindari. Sebaiknya, sebagai

sumber protein , anda memilih susu rendah lemak, yogurt, susu kedelai, ikan dan putih telur.

Tetapi jika anda menyukai daging pilihlah daging tanpa lemak.

Bahan makanan yang megandung pengawet sebaiknya dihindari. Makanan yang

mengandung pengawet dlam jangka panjang dapat memicu kanker.

Jadikan air putih sebagai minuman favorit. Kondisikan diri anda “anda belum minum jika

belum minum air putih”.

Jika anda menyukai makanan yang berwarna-warni, gunakan dari bahan makanan; warna

merah dari strawberry, warna hijau dari daun pandan, warna kuning dari kunyit, warna

coklat dari bubuk coklat. Jangan berlebihan menambahkan kecap, saus, garam dan penyedap

rasa.

Buah-buahan dan sayur-syuran harus selalu ada disetiap menu makanan anda

Olahraga adalah kegiatan yang mudah dilakukan tetapi banyak yang mengabaikannya, pada hal

olahraga merupakan sumber kesehatan bagi seluruh tubuh. Olahraga yang teratur memberikan

banyak manfaat bagi kesehatan tubuh, seperti akan lebih giat, menurunkan tekanan dara tinggi,

menguatkan tulang-tulang, meningkatkan HDL(kolesterol yang baik), mencegah kencing manis,

menurunkan resiko kanker, mengurangi stress dan depresi, dan juga akan memberikan

kebugaran.

Page 80: Laporan Skenario a Blok 14

1

Istirahat Yang Cukup

Istirahat yang cukup akan memberikan bagi tubuh kita yang letih untuk memulihkan diri dan

memberikan cukup waktu bagi tubuh untuk mengembalikan tenaga yang telah dipakai.

Menciptakan Udara Yang Bersih

Bagi yang tinggal di kota besar, tinggal di daerah yang terbebas dari polusi hampir tidak

mungkin. Walaupun demikian kita harus berusaha meminimalisir hal tersebut, setidaknya tidak

menambah buruk kondisi udara. Hal tersebut dapat kita lakukan dengan cara seperti menanam

tanaman di pot disekeling rumah, dan menyisakan lahan untuk ditanami pohon walaupun lahan

itu hanya cukup untuk satu pohon.

Menciptakan lingkungan yang sehat

Jika ingin menikmati kesehatan yang optimal maka selayaknya lingkungan harus dipelihara

dengan baik. Lingkungan itu adalah termasuk iklim, air, tanah, tumbuh-tumbuhan, dan atmosfir.

Memelihara lingkungan dengan baik berarti tidak mengotori lingkungan dengan segala macam

kotoran seperti membuang sampah sembarangan, asap rokok, sisa bahan bakar industri, asap dari

mobil ataupun pembakaran sampah dll.

Optimis

Tidak ada sesuatupun yang bisa menghalangi langkah seorang yang selalu optimis memandang

hidup. Hambatan dan kegagalan bukanlah suatu halangan untuk terus maju, akan tetapi dianggap

sebagai pelajaran untuk langkah berikutnya. Bahkan optimisme juga berdampak baik bagi

kesehatan tubuh. Ini erat kaitanya dengan sistem imun tubuh. Seorang yang optimis akan

memandang hidup seperti alunan nada, naik turun mengikuti irama, selalu cerah dan sangat

mudah tertawa. Sikap seperti inilah yang mendukung kesehatan secara menyeluruh.

Pribadi Yang Kuat

Pribadi yang kuat juga sangat erat kaitannya dengan kesehatan secara menyeluruh. Pribadi yang

kuat berarti mampu mengendalikan keseluruhan aktifitas hidupnya. Ada dua komponen penting

berkaitan dengan pengendalian diri. Pertama, pantang mengkonsumsi apapun yang bersifat

Page 81: Laporan Skenario a Blok 14

1

merusak, seperti tembakau, alkohol, narkoba, makanan yang mengandung pengawet dll. Kedua

tidak berlebihan dalam menjalani pola hidup sehat.

7. INDEKS MASA TUBUH

Istilah “normal”, “overweight” dan “obese”  dapat berbeda-beda, masing-masing negara dan

budaya mempunyai kriteria sendiri-sendiri, oleh karena itu, WHO menetapkan suatu pengukuran

/ klasifikasi obesitas yang tidak bergantung pada bias-bias kebudayaan.

Metoda yang paling berguna dan banyak digunakan untuk mengukur tingkat obesitas adalah

BMI (Body Mass Index), yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan

kuadrat dari tinggi badan (meter). Nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan

jenis kelamin.

Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi:

Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan

Wanita hamil

Orang yang sangat berotot, contohnya atlet

BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena resiko penyakit

tertentu yang disebabkan karena berat badannya. Seseorang dikatakan obese dan membutuhkan

pengobatan bila mempunyai BMI di atas 30, dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan

BB sebanyak 20%.

Page 82: Laporan Skenario a Blok 14

1

Klasifikasi BMI Menurut WHO (1998)  

Kategori BMI (kg/m2) Resiko Comorbiditas

Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)

Batas Normal 18.5 - 24.9 kg/m2 Rata-rata

Overweight: > 25

Pre-obese 25.0 – 29.9 kg/m2 Meningkat

Obese I 30.0 - 34.9kg/m2 Sedang

Obese II 35.0 - 39.9 kg/m2 Berbahaya

Obese III > 40.0 kg/m2 Sangat Berbahaya

 

Page 83: Laporan Skenario a Blok 14

1

Para ahli sedang memikirkan untuk membuat klasifikasi BMI tersendiri untuk penduduk Asia. Hasil studi di Singapura memperlihatkan bahwa orang Singapura dengan BMI 27 – 28 mempunyai lemak tubuh yang sama dengan orang-orang kulit putih dengan BMI 30. Pada orang India, peningkatan BMI dari 22  menjadi 24 dapat meningkatkan prevalensi DM menjadi 2 kali lipat,  dan prevalensi ini naik  menjadi 3 kali lipat pada orang dengan BMI 28.

Klasifikasi Berat Badan yang diusulkan berdasarkan BMI pada Penduduk Asia Dewasa (IOTF, WHO 2000)  

 

Kategori BMI (kg/m2) Risk of Co-morbidities

Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)

Batas Normal 18.5 - 22.9 kg/m2 Rata rata

Overweight: > 23

At Risk 23.0 – 24.9 kg/m2 Meningkat

Obese I 25.0 - 29.9kg/m2 Sedang

Obese II > 30.0 kg/m2 Berbahaya

Page 84: Laporan Skenario a Blok 14

1

Lingkar pinggang > 94cm > 102cm > 80cm > 88cm

Perbandingan lingkar pinggang/lingkar pinggul

0.9 1.0 0.8 0.9

Bentuk Tubuh

Cara lain untuk mengetahui distribusi lemak tubuh adalah dengan cara melihat bentuk tubuh. Terdapat 3 macam bentuk tubuh berdasarkan karakteristik 

PENYEBARAN LEMAK

 Lingkar Pinggang dan Perbandingan antara lingkar pinggang dengan lingkar pinggul

Mengetahui jumlah total lemak di dalam tubuh adalah hal utama untuk mengetahui tingkat

obesitas dan bahaya kesehatan yang ditimbulkannya, hal lain yang juga tak kalah penting adalah

mengetahui distribusi  atau lokasi lemak tersebut.

Lemak yang berada di sekitar perut memberikan resiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan

lemak di daerah paha atau bagian tubuh.yang lain. Suatu metoda yang sederhana namun cukup

akurat untuk mengetahui hal tersebut adalah lingkar pinggang.

Perlu ditekankan bahwa resiko penyakit  yang berhubungan dengan lingkar pinggang adalah

bervariasi pada populasi dan kelompok etnik yang berbeda. Sebagai contoh, lemak di sekitar perut

pada wanita kulit hitam kurang menunjukan hubungan yang kuat dengan resiko penyakit jantung

dan diabetes dibandingkan  dengan wanita kulit putih. Oleh karena itu, diperlukan nilai

maksimum (cut-off points) yang lebih spesifik berdasarkan seks dan populasi.

 

Pengukuran PRIA WANITA

Resiko MeningkatResiko sangat meningkat

Resiko Meningkat

Resiko sangat meningkat

Page 85: Laporan Skenario a Blok 14

1

distribusi lemak.  

Gynoid (Bentuk Peer) Lemak disimpan di sekitar pinggul dan bokong Tipe ini cenderung dimiliki wanita. Resiko terhadap penyakit pada tipe gynoid umumnya kecil, kecuali resiko terhadap penyakit arthritis dan varises vena (varicose veins).

 

Apple Shape (Android)

Biasanya terdapat pada pria. dimana lemak

tertumpuk di sekitar perut. Resiko kesehatan pada

tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe

Gynoid, karena sel-sel lemak di sekitar perut

lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam

pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel

lemak di tempat lain. Lemak yang masuk ke

dalam pembuluh darah dapat menyebabkan

penyempitan arteri (hipertensi), diabetes,

penyakit gallbladder, stroke, dan jenis kanker

tertentu (payudara dan endometrium).

Melihat hal tersebut di atas, dapat disimpulkan

bahwa seorang pria kurus dengan perut gendut

lebih beresiko dibandingkan dengan pria yang

lebih gemuk dengan perut lebih kecil.

Page 86: Laporan Skenario a Blok 14

1

Ovid (Bentuk Kotak Buah)

Ciri dari tipe ini adalah "besar di seluruh bagian

badan". Tipe Ovid umumnya terdapat pada

orang-orang yang gemuk secara genetik

 

 

 

OBESITAS SEBAGAI SUATU PENYAKIT KRONIK

Resiko Ko-morbiditas

Page 87: Laporan Skenario a Blok 14

1

Ko-morbiditas

Overweight dan Obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes tipe II, penyakit gallblader, disfungsi pernafasan, gout, osteoarthritis, dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes tipe II, hipertensi, dan hiperkolesterolemia. Data dari NHANES  (National Health and Nutrition Examination Survey) III, 1988 – 1994, memperlihatkan bahwa dua pertiga pasien obese dan overweight dewasa (BMI 27) mengidap paling sedikit satu dari banyak penyakit kronik tersebut dan 27% dari mereka mengidap dua atau lebih penyakit.

Lebih lanjut, dampak komorboditas pada obesitas ini berkembang seiring dengan peningkatan

BB pasien, baik itu resiko kejadian, prevalensi dan tingkat keparahan, yang secara umum

berhubungan langsung dengan BMI. Studi epidemik telah menemukan adanya hubungan linier

antara BB dan resiko peningkatan mortalitas dan morbiditas. Kenyataanya, komorbiditas

penyakit kronik merupakan suatu resiko yang utama.

Obesitas dan Diabets Tipe 2  

NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan BMI 27 menderita diabetes

tipe 2. Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 85% -

90% dari keseluruhan penderita diabetes. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada diabetes

tipe 2. Sebanyak 80% dari penderita penyakit tersebut menderita obese.

Page 88: Laporan Skenario a Blok 14

1

“Tingkat prevalensi (untuk diabetes tipe 2) meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan bertambahnya BMI, baik pada wanita maupun pada pria”. 

Tingkat resiko juga meningkat seiring dengan peningkatan BMI pada pasien dewasa (lihat

gambar di atas). Contohnya, satu studi pada wanita berusia 30 sampai 50 tahun – usia rentan

terkena diabetes tipe 2 - menunjukkan bahwa angka resiko diabetes tipe 2 pada wanita dengan

BMI 22 adalah 15.8, untuk BMI 27.0 adalah 28.9, dan untuk BMI 31.0 – 32.9 adalah 40.3.

Bandingkan angka-angka tersebut pada wanita dengan BMI 35.0 yang jauh lebih tinggi, yaitu 93

kali, terhadap peningkatan/perkembangan penyakit diabetes tipe 2 ini.

Bagi mereka yang mengalami kegemukan di sekitar perut (abdominally obese), salah satu

mekanisme yang diduga menjadi predisposisi diabetes tipe 2, adalah terjadinya pelepasan asam-

asam lemak bebas secara cepat, yang berasal dari suatu lemak visceral yang membesar. Proses

ini menerangkan terjadinya sirkulasi tingkat tinggi dari asam-asam lemak bebas di hati sehingga

kemampuan hati untuk mengikat dan mengekstrak insulin dari darah menjadi berkurang. Hal ini

dapat mengakibatkan hiperinsulinemia. Akibat lainnya adalah peningkatan glukoneogenesis -

dimana glukosa darah meningkat.

Efek kedua dari peningkatan asam-asam lemak bebas adalah menghambat pengambilan glukose

oleh sell otot, dengan demikian, walalupun kadar insulin meningkat, namun glukosa darah tetap

abnormal tinggi.  Hal ini menerangkan suatu resistensi fisiologis terhadap insulin seperti yang

Page 89: Laporan Skenario a Blok 14

1

terdapat pada diabetes tipe 2.

Keadaan di atas merupakan bagian dari suatu kompleks gangguan metabolisme yang biasa

disebut sindrom resisten insulin, atau sindrome X. Pada kasus resistensi insulin, ciri-cirinya

adalah hiperglikemia, hipertensi serta perubahan kadar dan komposisi lipoprotein – yang

meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.

Hipertensi dan Obesitas

"Obesitas merupakan suatu faktor utama (bersifat fleksibel ) yang mempengaruhi tekanan darah

dan juga perkembangan hipertensi. Kurang lebih 46% pasien dengan BMI 27 adalah penderita

hipertensi. Framingham Studi telah menemukan bahwa peningkatan 15% BB dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik  sebesar 18%. Dibandingkan dengan mereka

yang mempunyai BB normal,  orang yang overweight dengan kelebihan BB sebesar 20%

mempunyai resiko delapan kali lipat lebih besar terhadap hipertensi.

Hiperkolesterolemia dan Obesitas

Page 90: Laporan Skenario a Blok 14

1

Kadar abnormal lipid darah erat kaitannya dengan obesitas. Kurang lebih 38% pasien dengan

BMI 27 adalah penderita hiperkolesterolemia.  Pada kondisi ini , perbandingan antara HDL

(High Density Lipoprotein) dengan LDL (low Density Lipoprotein) cenderung menurun (dimana

kadar trigliserida secara umum meningkat) sehingga memperbesar resiko Atherogenesis.

Framingham Studi memperlihatkan bahwa untuk setiap 10% kenaikan BB  terjadi peningkatan

plasma kolesterol sebesar 12 mg/dL.

Dari data NHANES II juga ditemukan bahwa resiko hiperkolesterolemia (serum kolesterol 250

mg/dL) pada orang Amerika yang overweight adalah 1.5 kali lebih besar dibandingkan pada

individu normal usia 20 sampai 75 tahun.

Komorbiditas-komorbiditas lain:

Penyakit Jantung Koroner (PKH): Kurang lebih sebanyak  40% kejadian CHD

terjadi pada seseorang dengan BMI di atas 21, sehingga penyakit ini sebetulnya dapat

dicegah.

Stroke: Overweight merupakan faktor resiko utama terhadap stroke. Kegemukan

Page 91: Laporan Skenario a Blok 14

1

(terutama di sekitar perut/abdomen) dapat meningkatkan resiko stroke (kondisi ini

tidak tergantung besarnya BMI).

Penyakit Kantung Empedu: Orang obese cenderung lebih mudah terkena batu

empedu.

Osteoarthritis (OA): Overweight berhubungan dengan OA pada sendi tangan dan

lutut. Bagaimanapun, keterbatasan kemampuan berolah raga pada pasien OA juga

dapat peranan terhadap timbulnya overweight.

Kanker: Obesitas dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit kanker tertentu.

Suatu studi yang dilakukan oleh American Cancer Society menjelaskan bahwa

kematian yang diakibatkan oleh kanker prostat dan rektal-colon (colorectal)

meningkat pada laki-laki obese, sedangkan  kanker endometrium, uterus, mulut rahim

(cervix), dan indung telur (ovarium) meningkat pada wanita obese. Dibandingkan

wanita dengan berat normal pada masa post-menousal, wanita obese mempunyai

resiko yang lebih tinggi terhadap kanker payudara.

Kelainan (gangguan) lain: Obesitas juga berhubungan dengan varieses vena,

beberapa gangguan hormonal dan infertilitas.

Kompetensi Dokter Umum

Endocrine, Metabolic Disorder, and Nutrition

Endocrinological DisorderIDDM 1 2 3A 3B 4NIDDM 1 2 3A 3B 4Complication of DM (acute and chronic)

1 2 3A 3B 4

Hypoglycemia 1 2 3A 3B 4Diabetes Insipidus 1 2 3A 3B 4Acromegaly, Gigantisme 1 2 3A 3B 4Growth Hormone Deficiency 1 2 3A 3B 4Hyperparathyroidism 1 2 3A 3B 4Hypoparathyroidism 1 2 3A 3B 4Hyperthyroidism 1 2 3A 3B 4Hypothyroidism 1 2 3A 3B 4

Page 92: Laporan Skenario a Blok 14

1

Thyroiditis 1 2 3A 3B 4Cushing’s disease 1 2 3A 3B 4Adrenal Cortex Failure 1 2 3A 3B 4Primary Hyperaldosteroidisme 1 2 3A 3B 4Phaeochromocytoma 1 2 3A 3B 4Precocious puberty 1 2 3A 3B 4Testiculat feminization syndrome 1 2 3A 3B 4Hypogonadism 1 2 3A 3B 4Adrenogenital Syndrome 1 2 3A 3B 4Addison’s disease 1 2 3A 3B 4Multiple Endocrinological Neoplasia 1 2 3A 3B 4Tumor with ectopic production of hormone

1 2 3A 3B 4

Nutritional DefyciencyMarasmus 1 2 3A 3B 4Kwashiorkor 1 2 3A 3B 4Vitamin deficiencies 1 2 3A 3B 4

Error of MetabolismHyperlipoproteinemia 1 2 3A 3B 4Porphyria 1 2 3A 3B 4Gout 1 2 3A 3B 4Obesity 1 2 3A 3B 4

Page 93: Laporan Skenario a Blok 14

1

Aktivasi sistem renin angiotensin

KERANGKA KONSEP

Page 94: Laporan Skenario a Blok 14

1

KESIMPULAN:

Tn, B, 35 tahun, dengan BB 95 kg dan TB 165 cm mengalami sindroma metabolik akibat hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.

Page 95: Laporan Skenario a Blok 14

1

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2006.Penuntun Diet . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Baradero, Mary. 2009. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:

EGC.

Katzung, Bertram G.1997.Farmakologi Dasar dan Klinik.Jakarta:EGC

Kumar, Vinay, dkk.2007.Buku Ajar Patologi Robbins.Jakarta:EGC

Maryunani, Anik. 2008. Buku Saku Diabetes Pada Kehamilan. Jakarta: Trans Info Media.

Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Buku Kedkteran.EGC : Jakarta

Nurachmah, Elly. 2001. Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC

RA, Nabyl. 2009. Cara Mudah Mencegah dan Mengobati Diabetes Melitus. Yogyakarta:

Aulia Publishing.

Saraswati, Sylvia. 2009. Diet Sehat. Jogjakarta: A+Plus Books.

Soegondo,dkk. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Suyono, Slamet. 2002. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Tim editor.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Pusat Penerbitan IPD FKUI