laporan skenario 3 blok 15

109
Laporan Tutorial Skenario 3 B l o k 1 5 : S i s t e m E n d o k t i n F a k u l t a s K e d o k t e r a n U n i v e r s i t a s M a t a r a m 2 0 1 0 .

Upload: nurulnoe-cacok-hidayati

Post on 03-Jan-2016

227 views

Category:

Documents


29 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Skenario 3 Blok 15

LaporanTutorialSkenario 3

B l o k1 5 : S i s t e

mE n d o k t i n

F a k u l t a s K e d o k t e r a n

U n i v e r s i t a s M a t a r a m

2 0 1 0

.

.

Created by Angkatan2007

Page 2: Laporan Skenario 3 Blok 15

Pengantar

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena kuasanya semua yang terjadi di bumi

dan langit. Karena kuasa-Nya pulalah laporan ini dapat selesai disusun. Kami menyadari, laporan

ini masih banyak kekurangan. Maka kritik dan saran dari semua pihak akan sangat membantu

untuk perbaikan dan demi terciptanya laporan yang lebih baik.

Terima kasih pula untuk semua pihak yang telah terlibat. Terima kasih untuk segala bentuk

dukungannya. Bagi pihak yang belum disebutkan namanya, kami mohon maaf.

Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat. Amin.

Penyusun,

Mataram, Januari 2010

Page | 1

Page 3: Laporan Skenario 3 Blok 15

Kontributor

Tim blok 15, terutama tutor-tutor, yang telah mengarahkan dan menemani kami tutorial. Membimbing kami. Mengingatkan kami akan kewajiban kami sebagai mahasiswa.

Dosen-dosen pakar. Berkat ilmu dan kesabarannya menghadapi ketidaktahuan kami. Menjawab tiap kebingungan kami.

Teman-teman yang telah meluangkan waktunya untuk mewujudkan laporan ini. Zia, Diah, Hones, Ica, Heri, Toni, Ray, Mega, Gde, Nisia, Dian, Nuh, Dewi, Devi, dan Arman. Pemikiran kalian semoga menginspirasi teman sejawat lainnya dan akhirnya kita saling memperkaya pengetahuan.

Angkatan 2007 lainnya. Alen, Ardin, Aten, Ririn, Ria, Ranum, DD, Ade, Dita, Dani, Eka, Enda, Estri, Farid, Hasaniah, Hendra, Husnul, Niar, Ivan, Iwan, Subi, Rani, Jun, Yan Jo, Mirats, Mita, Fadil, Noval, Zaky, Ica kecil, Uu, Zihni, Para, Rani S,. Sintia, Yan Bro, Wawan, Kiki, wiwid, Zizo, Nita. Tanpa kalian semua tak ada artinya.

Mb Husnul yang selalu memberi info-info blok.

Pak satpam yang menjaga amannya kampus kami dan mengatur parkiran.

Dan pihak lainnya.

Hanya terima kasih yang tulus yang dapat kami berikan....

Page | 2

Page 4: Laporan Skenario 3 Blok 15

Pengantar ................................................................................................................................. 1

Kontributor ............................................................................................................................. 2

Daftar Isi .................................................................................................................................. 3

Skenario 3 ............................................................................................................................... 4

Tujuan pembelajaran (Learning Objective) ............................................................................. 5

Pendekatan Diagnosis Kelainan Endokrin dengan Tanda Pembesaran di Leher .................. 6

Tirotoksikosis ........................................................................................................................... 9

Daftar IsiPage | 3

Grave’s Disease ....................................................................................................................... 21

Tiroiditis .................................................................................................................................. 28

Hipothyroid ............................................................................................................................ 36

Goiter Endemik ...................................................................................................................... 51

Thyroid Function Testing ....................................................................................................... 56

Pembedahan pada Pembesaran Kelenjar Tiroid .................................................................... 61

Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 64

Page 5: Laporan Skenario 3 Blok 15

Skenario 3Benjolan Leher

Seorang wanita, 28 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan utama timbul benjolan di leher. Benjolan baru disadari sejak sekitar 2 bulan yang lalu. Penderita tidak merasakan nyeri, panas, ataupun keluhan lain, dan masih dapat menelan dan bernapas seperti biasa. Penderita juga merasa sering gemetaran pada tangan sehingga penderita tidak dapat mengerjakan pekerjaannya (menyulam).

Bagaimana prinsip-prinsip pengelolaan pada kasus penderita di atas?

Page | 4

Page 6: Laporan Skenario 3 Blok 15

Tujuan Pembelajaran (Learning Objective)

1. Bedakan benjolan endokrin dan non-endokrin

2. Anatomi dan fisiologi kelenjar tiroid

3. Penjelasan penyakit-penyakit akibat kelainan kelenjar tiroid

a. Definisi

b. Klasifikasi

c. Epidemiologi

d. Etiologi dan faktor risiko

e. Patofisiologi dan patologi

f. Manifestasi klinis

g. Penegakan diagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisisk, pemeriksaan penunjang)

h. Penatalaksanaan

i. Komplikasi

j. Prognosis

k. Pencegahan

Page | 5

Page 7: Laporan Skenario 3 Blok 15

PendekatanDiagnosis

KelainanEndokrindengan Tanda Pembesarandi

LeherPenyakit-penyakit pada kelenjar tiroid dapat timbul dengan tanda berupa pembesaran

yang noduler atau difus terhadap kelenjar tiroid itu sendiri yang dapat disertai dengan:

1. Gejala-gejala defisiensi hormon tiroid (Hipotiroidisme)

2. Gejala-gejala kelebihan hormon tiroid (Hipertiroidisme)

3. Komplikasi oftalmik, seperti exophtalmus atau diplopia; dan/atau

4. Penebalan kulit pada tungkai bawah atau pada area periorbital.

Untuk membedakan jika suatu pembesaran pada leher itu adalah kelenjar tiroid atau

bukan dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara meminta pasien untuk menelan lalu

diinspeksi atau dipalpasi dan diperhatikan atau dirasakan apakah ada pergerakan atau tidak. Jika

penonjolan leher tersebut bergerak ke atas ketika pasien menelan, berarti kelenjar yang

membesar tersebut adalah kelenjar tiroid, namun jika tidak mengalami pergerakan dapat kita

curigai penyakit non-tiroid seperti kista brankiogenik dan kista dermoid.

Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis dengan cara mengevaluasi ukuran dan morfologi kelenjar tiroid:

Sonografi. Inspeksi dan pemeriksaan fisik pada kelenjar tiroid (ketika menelan) dapat dipastikan

lebih lanjut dengan Ultrasonography (USG). Pencitraan radionuklida hanya dilakukan pada kondisi

spesifik. USG tiroid berguna untuk mengukur ukuran kelenjar atau nodul tiroid dan khususnya

untuk membedakannya dari nodul kistik padat.

Page | 6

Page 8: Laporan Skenario 3 Blok 15

Page | 7

FNAB (Fine-Needle Aspiration Biposy). Pemeriksaan ini digunakan untuk membedakan

pembesaran tiroid dan keganasan.

Pemeriksaan penunjang selanjutnya setelah ukuran dan morfologi kelenjar tiroid itu sendiri adalah

dengan melakukan pengukuran konsentrasi Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan Hormon

Tiroid serum.

Pengukuran TSH. Level serum TSH mencerminkan fungsi kelenjar hipofisis anterior dalam

menstimulasi pelepasan dan mengontrol kadar Triiodotironin (T3) dan Tiroksin (T4). Pemeriksaan

ultrasensitif TSH merupakan pemeriksaan yang paling sensitif, nyaman, dan paling spesifik untuk

diagnosis hipertiroidisme dan hipotiroidisme.

Pengukuran Konsentrasi Hormon Tiroid dalam Serum. Sebagian besar laboratorium menyediakan

pemeriksaan immunoassay untuk mengukur kadar Free-T3 (fT3) dan Free-T4 (fT4) dalam darah.

Page 9: Laporan Skenario 3 Blok 15

Page |

Berikut adalah beberapa perbedaan antara hipotiroidisme dan hipertiroidisme:

8

Berdasarkan tabel di atas, yaitu adanya peningkatan tonus otot, tremor, kemungkinan pasien di

skenario mengalami hipertiroid. Pada skenario gejala ini digambarkan sebagai tangan pasien yang

sering gemetaran sehingga tidak bisa menyulam.

Page 10: Laporan Skenario 3 Blok 15

Tirotoksikosis

DEFINISI

Tirotoksikosis adalah adanya kadar hormon tiroid yang berlebihan.

Hipertiroidisme adalah adalah keadaan yang disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja

(berfungsi) secara berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di

dalam darah

Tirotoksikosis tidaklah sama dengan hipertiroid.

EPIDEMIOLOGIDistribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroidi amat bervariasi dari berbagai

klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1; di RSCM

Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1. Sedangkan distribusi

menurut umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 - 30 tahun (41,73%), tetapi

menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 30—40 tahun.

ETIOLOGI

Page | 9

Page 11: Laporan Skenario 3 Blok 15

Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena long-acting thyroid

stimulator (LATS) atau thyroid stimulating imunoglobulin (TSI), sebuag IgG yang cocok dengan

reseptor TSH (terjadi pada graves, disease), struma multinodosa toksik (plumer) dan adenoma

toksik. Penyebab lain adalah tiroiditis, penyakit tropoblastis, pemakaian yodium yang berlebihan,

obat hormon tiroid, dll.

GEJALA DAN TANDA

Page | 10

1) Aktivitas/istirahat

Gejala : insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan

berat.

Tanda : Atrofi otot.

Page 12: Laporan Skenario 3 Blok 15

2) Sirkulasi

Gejala : palpitasi, nyeri dada (angina).

Tanda : disritmia (Fibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah

dengan tekanan nada yang berat, takikardia saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis

tirotoksikosis).

3) Eliminasi

Gejala: urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feses (diare).

4) Integritas ego

Gejala : Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik.

Tanda : Emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi.

5) Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,

makannya sering, kehausan, mual dan muntah.

Tanda : Pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial.

6) Neurosensori

Tanda : Bicaranya cepat dan parau, gangguan status mental dan perilaku, seperti: bingung,

disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor, koma, tremor halus pada

tangan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak – sentak, hiperaktif refleks tendon dalam

(RTD).

7) Nyeri/kenyamanan

Gejala: nyeri orbital, fotofobia.

8) Pernafasan

Tanda: frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis

tirotoksikosis).

9) Keamanan

Gejala : tidak toleransi teradap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium

(mungkin digunakan pada pemeriksaan).

Tanda : suhu meningkat di atas 37,4˚C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan,

rambut tipis, mengkilat, lurus, eksoftalmus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair,

pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.

10) Seksualitas

Tanda : penurunan libido, hipomenore, amenore dan impoten.

Page | 11

Page 13: Laporan Skenario 3 Blok 15

DIAGNOSISGambaran klinik hipertiroidi dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit dibedakan

dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita karena timbulnya

hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya berupa salah satu dari

meningkatnya nervositas, berdebar-debar atau kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok

penderita didapatkan 10 gejala yang menonjol yaitu:

a. Nervositas

b. Kelelahan atau kelemahan otot-otot

c. Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik

d. Diare atau sering buang air besar

e. Intoleransi terhadap udara panas

f. Keringat berlebihan

g. Perubahan pola menstruasi

h. Tremor

i. Berdebar-debar

j. Penonjolan mata dan leher

Gejala-gejala hipertiroidi ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa tahun

sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak menyadari

penyakitnya.

Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas yaitu : seorang penderita

tegang disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat, tanda-tanda pada mata, telapak tangan

basah dan hangat, tremor, onichōlisis, vitiligo, pembesaran leher, nadi yang cepat, aritmia,

tekanan nadi yang tinggi dan pemendekan waktu refleks Achilles.

Page | 12

Page 14: Laporan Skenario 3 Blok 15

Pemeriksaan lokal pada kelenjar tiroid:

Kelenjar tiroid membesar pada taraf tertentu

Pada saat palpasi kelenjar terasa lunak dan terasa pulsasi

Terasa adanya vibrasi

Suara bruit pada daerah arteri tiroidea : tanda peningkatan aliran darah lewat organ

tersebut

Atas dasar tanda-tanda klinis tersebut sebenarnya suatu diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan.

Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik untuk hormon tiroid tak

dapat dilakukan, penggunaan indeks Wayne dan New Castle sangat membantu menegakkan

diagnosis hipertiroid. Pengukuran metabolisme basal (BMR), bila basil BMR > ± 30, sangat mungkin

bahwa seseorang menderita hipertiroid.

Untuk konfirmasi diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan hormon tiroid (thyroid function

test), seperti kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau free thyroxine index (FT41). Adapun

pemeriksaan lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis a.l.:

- pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom,

- pengukuran kadar TSH serum,

- test penampungan yodium radioaktif (radioactive iodine uptake) dan

- pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning).

Page | 13

Page 15: Laporan Skenario 3 Blok 15

TATALAKSANABeberapa faktor harus dipertimbangkan, ialah :

1. Faktor penyebab hipertiroidi

2. Umur penderita

3. Berat ringannya penyakit

4. Ada tidaknya penyakit lain yang menyertai

5. Tanggapan penderita terhadap pengobatannya

6. Sarana diagnostik dan pengobatan serta pengalaman dokter dan klinik yang bersangkutan.

Page | 14

Page 16: Laporan Skenario 3 Blok 15

Pada dasarnya pengobatan penderita hipertiroidi meliputi :

A. Pengobatan Umum

B. Pengobatan Khusus

C. Pengobatan dengan Penyulit

Pengobatan Umum:

1) Istirahat.

Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat. Penderita

dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran balk di rumah atau di

tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit.

2) Diet.

Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain karena : terjadinya

peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium yang

negatif.

3) Obat penenang.

Sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang

dapat diberikan. Di samping itu perlu juga

pemberian psikoterapi.

Pengobatan Khusus:

1) Obat antitiroid.

Obat-obat yang termasuk golongan ini

adalah thionamide, yodium, lithium, perchlorat

dan thiocyanat.

Obat yang sering dipakai dari golongan

thionamide adalah propylthiouracyl (PTU), 1-

methyl-2 mercaptoimidazole (methimazole,

tapazole, MMI), carbimazole. Obat ini bekerja

menghambat sintesis hormon tapi tidak

menghambat sekresinya, yaitu dengan

menghambat terbentuknya monoiodotyrosine

Page | 15

Page 17: Laporan Skenario 3 Blok 15

(MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi

hormon yang aktif. PTU juga menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta

harganya lebih murah sehingga pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan.

Obat antitiroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar gondok sehingga pengaruh

pengobatan lebih tergantung pada konsentrasi obat dalam kelenjar dari pada di plasma. MMI dan

carbimazole sepuluh kali lebih kuat daripada PTU sehingga dosis yang diperlukan hanya satu

persepuluhnya.

Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk PTU atau 30 - 60 mg per

hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap 24

jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau carbimazole dosis tinggi akan

memberi remisi yang lebih besar.

Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan MMI/CBZ, antara lain adalah :

MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih lama dibanding PTU di

dalam kelenjar tiroid. Waktu paruh MMI ± 6 jam sedangkan PTU ± 1 1/2 jam.

Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik dibanding PTU

MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80% terikat pada albumin serum,

sehingga MMI lebih bebas menembus barier plasenta dan air susu, sehingga untuk ibu

hamil dan menyusui PTU lebih dianjurkan.

Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing penderita (6 - 24 bulan) dan

dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 - 70%) akan mengalami perbaikan yang bertahan

cukup lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau hanya sedikit memberikan perbaikan, maka

harus dipikirkan beberapa kemungkinan yang dapat menggagalkan pengobatan (tidak teratur

minum obat, struma yang besar, pernah mendapat pengobatan odium sebelumnya atau dosis

kurang).

Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin rash dapat

ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa perlu penghentian pengobatan. Dosis yang

sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap, cholestatic jaundice dan kadang-

kadang agranulositosis (0,2 - 0,7%), granulositopenia, kemungkinan ini lebih besar pada penderita

umur di atas 40 tahun yang menggunakan dosis besar. Efek samping lain yang jarang terjadi. a.l.

berupa : arthralgia, demam rhinitis, conjunctivitis, alopecia, sakit kepala, edema, limfadenopati,

hipoprotombinemia, trombositopenia, gangguan gastrointestinal.

Page | 16

Page 18: Laporan Skenario 3 Blok 15

Yodium.

Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa 3

minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang

bersangkutan, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibatnya terjadi penimbunan

hormon dan pada saat yodium dihentikan timbul sekresi berlebihan dan gejala hipertiroidi

menghebat.

Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk memperoleh efek yang cepat seperti

pada krisis tiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi, biasanya digunakan

dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per hari dengan dosis terbagi yang

diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan. Marigold dalam penelitiannya menggunakan

cairan Lugol dengan dosis 1/2 ml (10 tetes) 3 kali perhari yang diberikan '10 hari sebelum dan

sesudah operasi.

2) Penyekat Beta (Beta Blocker)

Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya hipersensitivitas pada

sistim simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya

kepekaan reseptor terhadap katekolamin.

β-Blockers mengurangi efek simpatomimetik tirotoksikosis (Palpitations, tremor, dan

anxiety). Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat

pengaruh hati. Reserpin, guanetidin dan penyekat beta (propranolol) merupakan obat yang

masih digunakan. Berbeda dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama dalam

kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam setelah pemberian akan tampak penurunan

gejala.

Khasiat propranolol :

− penurunan denyut jantung permenit. Khususnya pada pasien tirotoksikosis yang

mengalami sinus tachycardia atau fibrilasi atrial dengan respon ventricular yang cepat

− penurunan cardiac output

− perpanjangan waktu refleks Achilles

− pengurangan nervositas

− pengurangan produksi keringat

− pengurangan tremor

Page | 17

Page 19: Laporan Skenario 3 Blok 15

Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat menghambat konversi T4 ke T3 di

perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu ± 4 - 6 jam hipertiroid dapat kembali lagi.

Hal ini penting diperhatikan, karena penggunaan dosis tunggal propranolol sebagai persiapan

operasi dapat menimbulkan krisis tiroid sewaktu operasi. Penggunaan propranolol a.l. sebagai :

persiapan tindakan pembedahan atau pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat

dan krisis tiroid. Keluahan penurunan berat nadan, intoleransi panas, dan kelemahan tidak bisa

diminimalisir oleh obat ini

Propranolol dosis inisial: 20 to 40 mg setiap 8 jam dan dititrasi kira-kira dosis harian

maksimalnya 240 mg berdasar pada control symptom.

Pasien dengan bentuk tirotoksikosis sementara (subacute thyroiditis, autoimmune

thyroiditis, atau intoksikasi hormone tiroid eksogen) β-blocker digunakan sebagai terapi

tunggal

Page | 18

Pada pasien dengan penyakit Graves atau goiter nodular toksik β-blockers digunakan

sebagai terapi definitive inisial yang cepat sementara dikombinasikan dengan terapii obat

antitiroid, radioiodine, atau pembedahan.

Ionic Inhibitor

Iodine

Page 20: Laporan Skenario 3 Blok 15

3) Ablasi kelenjar gondok.

Pelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I131.

a) Tindakan pembedahan

Indikasi utama untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang berusia muda Page | 19

dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan pembedahan berupa

tiroidektomi subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan keadaan yang tidak mungkin

diberi pengobatan dengan I131(wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan dalam

waktu dekat).

Indikasi lain adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatannya, penderita yang

keteraturannya minum obat tidak terjamin atau mereka dengan struma yang sangat besar

dan mereka yang ingin cepat eutiroid atau bila strumanya diduga mengalami keganasan,

dan alasan kosmetik.

Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara thionamid, yodium atau

propanolol guna mencapai keadaan eutiroid. Thionamid biasanya diberikan 6 - 8 minggu

sebelum operasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan Lugol selama 10 - 14

hari sebelum operasi. Propranolol dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi,

kombinasi obat ini dengan Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum operasi.

b) Ablasi dengan I131.

Tujuan pemberian I131 adalah untuk merusak sel-sel kelenjar yang hiperfungsi. Penetapan

dosis 1131 didasarkan atas derajat hiperfungsi serta besar dan beratnya kelenjar gondok.

Dosis yang dianjurkan ± 140 — 160 micro Ci/gram atau dengan dosis rendah ± 80 micro

Ci/gram. Dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan antara lain : dosis optimum yang

diperlukan kelenjar tiroid, besar/ukuran dari kelenjar yang akan diradiasi, efektivitas I131

KOMPLIKASIKomplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik

(thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani

terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak

terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan

takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106°F), dan, apabila tidak diobati dapat

menyebabkan kematian.

Page 21: Laporan Skenario 3 Blok 15

Penderita yang dicurigai krisis tiroid:

Anamnesis: riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan turun,

perubahan suasana hati, bingung, diare, amenorea

Pemeriksaan fisik:

o Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves atau penyakit lain

o Sistem syaraf pusat terganggu: delirium/koma

o Demam tinggi sampai 40°C

o Takikardia sampai 130-200 x/menit

o Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus

Laboratorium: TSHs sangat rendah, T4/fT4/T3 tinggi, anemia normositik normokrom,

limfositosis, hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat, azotemia prerenal

EKG: sinus takikardia atau fibrilasi, atrial dengan respon ventrikuler cepat

Tata laksana krisis tiroid: ( terapi segera mulai bila di curigai krisis tiroid)

1. perawatan suportif:

kompres dingin, antipiretik (asetaminofen )

memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: infus dextros 5% dan

NaCl 0,9%

mengatasi gagal jantung: O2,diuretik,digitalis

2. Antagonis aktivitas hormon tiroid:

Blokade produksi hormon tiroid: PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO

Alternatif : metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO.

Pada keadaan sangat berat: dapat diberikan melalui pipa nasogastrik (NGT) PTU

600 – 1.000 mg atau metinazole 60-100 mg

Blokade ekskresi hormon tiroid: soluti lugol (saturated solustion of potasium

iodida) 8 tetes tiap 6 jam

Penyekat ß : propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respon (target:

frekuensi jantung < 90 x/menit)

Glukokortikoid: Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam

Bila refrakter terhadap reaksi di atas: plasmaferesis, dialisis peritoneal.

3. pengobatan terhadap faktor presipitasi: antibiotik, dll.

Page | 20

Page 22: Laporan Skenario 3 Blok 15

Grave’sDisease

EPIDEMIOLOGIGrave’s disease menyumbang sebesar 60-80% dari tirotoksikosis. Variasi prevalensi pada

populasi, tergantung terutama atas intake iodine (intake iodine tinggi berhubungan dengan

meningkatnya prevalensi Grave’s disease). Grave’s disease terjadi hingga 2% pada wanita tetapi

hanya sepersepuluh pada pria. Penyakit jarang timbul sebelum remaja dan typically timbul antara

usia 20 dan 50 tahun, tetapi jarang pada orang tua.

Potensial faktor resiko grave’s disease

Genetic Susceptibility

Perkembangan grave’s disease umumnya dipengaruhi oleh herediter. Faktor herediter

dibuktiakan dalam meingkatnya insidensi penyakit autoimun dalam anggota keluarga pasien,

seperti Grave’s dan Hashimoto’s disease, DM type 1, atau anemia pernisiosa. Kecenderungan

perkembangan autoantibodi thyroid muncul sebagai dominant trait linked terhadap CTLA-4 gen

yang mengkode untuk modulator dari second signal sel T.

Page | 21

Infeksi

Telah banyak tulisan tentang kemungkinan aksi dari infeksi dalam perkembangannya

menjadi autoimunitas melalui efek molekular mimikri. Telah lama didiskusikan bahwa grave’s

diesase berhubungan dengan agen infeksius (cth: Y. enterocolitica) tetapi masih memerlukan

penilitian untuk membuktikan hal ini. Infeksi pada thyroid sendiri (e.g., subacute thyroiditis,

congenital rubella) berhubungan dengan fenomena autoimun.

Stress

Grave’s disease umumnya muncul setelah stres emosional yang berat, seperti dipisahkan

dari orang yang tercinta, ketakutan yang luar biasa. Beberapa data menawarkan penjelasan bahwa

stress memengaruhi keadaan supresi imun dengan mekanisme non-spesifik, mungkin melalui efek

cortisol dan corticothropin-releasing hormone action pada level sel imun. Akibat dari akut imun

supresion oleh stress, mungkin terjadi overkompensasi oleh sistem imun ketika supresion itu

hilang. Hal ini dapat mencetuskan penyakit autoimun thyroid.

Page 23: Laporan Skenario 3 Blok 15

Gender

Grave’s disease lebih banyak pada wanita dibanding pria ( 7-10 :1) dan menjadi lebih

prevalen setelah pubertas. Jumlah wanita yang lebih banyak dan pada kenyataanya penyakit ini

jarang sebelum pubertas menjadi pemikiran bahwa sex steroid mungkin bertanggung jawab atas

perbedaan ini. Androgen mungkin menekan autoimun thyroiditis. Sedangkan, estrogen telah

diketahui memengaruhhi sistem imun, terutama sekali sel-B dan menjadi alasan kerentanan

wanita terhadap penyakit ini.

Kehamilan

Grave’s disease berat jarang selama masa kehamilan karena hyperthyroidism

berhubungan dengan penurunan fertilitas. Hipertiroidisme pada kehamilan meningkatkan risiko

keguguran dan komplikasi kehamilan. Beberapa data menunjukkan, kelebihan hormon tiroid dapat

meracuni fetus.

Pada kehamilan terjadi imunosupresi, terjadi pengurangan fungsi sel B dan sel T, sehingga

kemungkinan terjadi peningkatan grave’s disease selama kehamilan. Rebound dari imunosupresi

setelah melahirkan mungkin berperan dalam terjadinya postpartum tyroid disease pada wanita

yang rentan.

Iodine dan Obat-obatan

Iodine dan obat yang mengandung iodine, amiodarone, dan media contras mengandung

iodine dapat mempercepat terjadinya grave’s disease atau rekurensi pada individu yang rentan.

Iodine mungkin dapat merusak sel thyroid secara langsung dan merelease antigen thyroid ke

sistem imun.

Page | 22

Page 24: Laporan Skenario 3 Blok 15

PATOGENESISPenyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun, pada gangguan tersebut terdapat

beragam autoantibody dalam serum. Antibodi ini mencakup antibody terhadap reseptor TSH,

peroksisom tiroid, dan tiroglobulin. Dari ketiganya, reseptor TSH merupakan autoantigen

terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibody. Efek antibody yang dibentuk berbeda-

beda, bergantung pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh, salah

satu antibody yang disebut thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH

untuk merangsang jalur adenilat siklase / AMP siklik yang menyebabkan peningkatan

pembebasan TH. Golongan antibody yang lain, yang juga ditujukan untuk reseptor TSH yang

menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid ialah Thyroid Growth –Stimulating Immunoglobulin

(TGI). Antibodi yang lain lagi yang disebut TSH binding inhibitor immunoglobulins (TBII),

menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel epitel tiroid. Dalam prosesnya,

sebagian bentuk TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel tiroid,

sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel tiroid. Tidak jarang ditemukan secara

bersamaan Ig yang merangsang dan menghambat dalam serum pasien, yang dapat menjelaskan

mengapa sebagian pasien dengan penyakit Graves dapat mengalami episode hipotiroidisme.

Meskipun peran antibody sebagai penyebab penyakit Graves sudah dipastikan, apa yang

menyebabkan sel B menghasilkan autoantibody tersebut masih belum jelas. Tidak diragukan lagi

bahwa sekresi antibody oleh sel B dipicu oleh sel T penolong CD4+, yang banyak terdapat dalam

kelenjar tiroid. Sel T penolong intratiroid juga tersensitisasi ke reseptor tirotropin, dan sel ini

mengeluarkan factor larut, seperti IFN-gamma dan TNF. Faktor ini pada gilirannya memicu ekspresi

molekul HLA kelas II dan molekul kostimulatorik sel T pada sel epitel tiroid, yang memungkinkan

antigen tiroid tersaji ke sel T lain. Hal inilah yang mungkin mempertahankan pengaktifan sel

spesifik reseptor TSH di dalam tiroid. Sesuai dengan sifat utama pengaktifan sel T penolong pada

autoimunitas Tiroid.

Penyakit Graves memperlihatkan keterkaitan dengan alel HLA-DR tertentu dan

polimorfisme antigen 4 limfosit T sitotoksik (CTLA-4). Pengaktifan CTLA-4 dalam keadaan normal

meredam respon sel T, dan mungkin sebagian alel mengizinkan pengaktifan sel T yang tak

terkendali terhadap autoantigen.

Kemungkinan besar autoantibody terhadap reseptor TSH juga berperan dalam timbulnya

oftalmopati infiltrative yang khas untuk penyakit Graves. Jaringan tertentu di luar tiroid (ex.

fibroblast orbita) mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya. Sebagai respon terhadap

antibody antireseptor TSH di darah dan sitokin lain dari mileu local, fibroblast ini mengalami

Page | 23

Page 25: Laporan Skenario 3 Blok 15

diferensiasi menuju adiposity matang dan juga mengeluarkan glikosaminoglikans hidrofilik ke

dalam interstisium. Keduanya berperan menyebabkan penonjolan orbita.

MANIFESTASI KLINIKTerdapat 2 kelompok gambaran utama :

1. Ciri tiroidal

goiter akibat hyperplasia kelenjar tiroid

hipertiroidisme akibat sekresi TSH yang berlebihan : gejalanya berupa gejala

hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan.

Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila

panas, kulit lembab, BB menurun, nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi,

diare, kelemahan, atrofi otot.

2. Ciri ekstratiroidal

oftalmopati (50-80%)

ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag

(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan

konvergensi

infiltrasi kulit local yang biasanya terbatas pada tungkai bawah

Page | 24

Page 26: Laporan Skenario 3 Blok 15

EVALUASI LABORATORIUMInvestigasi laboratorium digunakan untuk menentukan adanya dan penyebab

thyrotoksikosis seperti yang tergambar dalam bagan sebelumnya (lihat bagian TIROTOKSIKOSIS).

Pada Grave’s disease, level TSH di tekan (normal range, 0.4 to 4.2 mU/L) dan level

hormon thyroid total dan bebas meningkat. Pada 2-5% pasien, hanya T3 yang meningkat (T3

toxicosis). Keadaan pengkonversian toksikosis T4, dengan peningkatan level T4 total dan bebas

dan level T3 normal, biasanya tampak ketika hipertiroidisme dipengaruhi oleh iodine yang

berlebih, sehingga menyediakan substrate yang berlebih untuk sintesis thyroid.

Depresi dan penyakit hipotalamohipofisis lainnya juga dapat menyebabkan penekanan

kadar serum TSH. Penghitungan radioactive iodine uptake (RAIU) dapat mengeksklusi

tirotoksikosis yang disebabkan bukan oleh hipertiroid. Nilai RAIU yang sangat rendah berhubungan

dengan tirotoksikosis yang disebabkan karena jaringan ektopik tiroid, tiroiditis viral subakut,

factitious tirotoksikosis, atau fase autoimun (silent) tiroiditis.

Pengukuran antibodi TPO sangat berguna dalam diferensial diagnosis. Pengukuran TBII

atau TSI akan memastikan diagnosis tetapi tidak rutin dibutuhkan. Bioassay tidak

dibutuhkan pada

P

age | 25

Page 27: Laporan Skenario 3 Blok 15

pasien hipertiroid karena pasien telah menunjukkan aktivitas autoantibodi. Pengukuran TSHRAb (TSH

Resceptor Antibodies) juga berguna pada pasien eutiroid yang menunjukkan eksoftalmus kususnya yang unilateral

dan dapat menunjukkan prognosis pasien Grave’s disease yang diobati

dengan antitiroid. Level TSHRAb yang tinggi mengindikasikan kekambuhan dari penghentian

pengobatan.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Diagnosis grave’s disease sejalan dengan pasien yang dilakukan tes biokimia untuk

memastikan thyrotoksikosis, difusse goiter pada palpasi, ophtalmopathy, positif TPO atau TSH-R

antibodi, dan sering riwayat personal atau keluarga atas penyakit autoimun. Untuk pasien dengan

thyrotoksiskosis yang tidak memiliki karakteristik diatas, metode diagnostik yang paling reliable

adalah radionuclide(99mTc, 123I, or 131I) scan pada thyroid, yang akan membedakan diffuse,

uptake yang tinggi pada grave’s disease dari penyakit nodular thyroid, destructive thyroiditis,

jaringan thryoid ectopic, dan factitious thyrotoxicosis. Pada hipertiroid sekunder karena tumor

TSH- secreting pituitary, juga menampakan diffuse goiter. Adanya nonsupressed TSH level dan

tumor pituitary, CT atau MRI scan dapat mengidentifikasinya.

Gambaran klinis thyrotoksikosis dapat menyerupai beberapa aspek penyakit lainnya,

termasuk panic attack, mania, pheocromocytoma, dan kehilangan berat badan akibat

keganasan. Diagnosis thyrotoksikosis dapat secara mudah diekslusi bila TSH dan level T3 bebas

normal.

TATALAKSANA

Sampai sekarang belum dapat diobati faktor patogenesis dasar grave’s disease. Adanya

terapi untuk

thyrotoxic

dan

manifestasi

ophtalmic

hanya

pengobatan

paliatif.

Pengobatan

thyrotoxicosis

didesign

untuk

mengendalika

n sekresi

hormon baik

secara agen

kimia

menghambat

sintesis

hormon atau

releasenya

atau dengan

menurunkan

jumlah

jaringan

thyroid.

Page 28: Laporan Skenario 3 Blok 15

Page | 26

Page 29: Laporan Skenario 3 Blok 15

Antithyroid Agents

Thionamides

Agen utama untuk mengobati thirotoxicosis adalah kelas thionamide, yang umum yakni

propylthiouracil, methimazole, dan carbimazole. Agen ini menghambat oksidasi dan ikatan organik

dari iodida thyroid dan, oleh karena itu, menghasilkan defisiensi intrathyroidal iodine yang

kemudian meningkatkan rasio dari T3 ke T4 dalam sekresi throid. Sebagai tambahan, dosis dalam

jumlah besar propylthiouracil, tetapi bukan methimazole, menghalangi konversi T4 menjadi T3

oleh tipe 1 deiodinase (D1) di jaringan perifer dan thyroid.

Pada dasarnya penggunaan thionamides pada Grave’s disease sama dengan pada

tirotoksikosis.

Thionamide dapat pula secara langsung mempengaruhi respon imun pada pasien

autoimun. Thionamide menurunkan ekspresi antigen terhadap sel tiroid dan menurunkan sekresi

prostaglandin dan sitokin dari sel tiroid. Thionamide juga menginhibisi geberasi oksigen radikal

bebas dalam sel T dan sel B, serta menurunkan APC (antigen-presenting cell), yang selanjutnya

dapat menurunkan presentasi antigen. Bukti dari semua efek di atas adalah menurunnya kadar

autoantibodi setelah pemberian thionamides.

P

age | 27

Page 30: Laporan Skenario 3 Blok 15

Tiroiditis

DEFINISI

Mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi toroid. Termasuk di

dalamnya keadaan yang timbul mendadak dengan disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid

misalnya subacute (granulomatous thyroiditis dan infectious thyroiditis) dan keadaan dimana

secara klinis tidak terdapat inflamasi dan manifestasi penyakitnya terutama dengan adanya

disfungsi tiroid atau pembesaran kelenjar tiroid (misalnya subacute lymphocytic painless

thyroiditis) dan tiroiditis fibrosa (riedels thyroiditis)

KLASIFIKASI

Berdasarkan perjalanan penyakitnya dan ada tidaknya rasa sakit, tiroiditis terbagi atas:

1. Tiroiditis akut dan disertai rasa sakit

a. Tiroiditis supurativa

b. Tiroiditis oleh karena radiasi c. Tiroiditis traumatika

2. Tiroiditis subakut

a. Yang disertai rasa sakit

Tiroiditis granulomatosa = tiroiditis non supurative = tiroiditis Quervain b. Yang tidak

disertai rasa sakit

Tiroiditis limfositik subakut

Tiroiditis post partum

Tiroiditis oleh karena obat-obatan

3.

Tiroiditis

kronik

a.

Tiroiditis

Hashimot

o b.

Tiroiditis

Riedel

c.

Tiroiditis

infeksiosa

kronik

oleh

karena

infeksi

mikobakt

erium,

jamur,

dsb.

Page 31: Laporan Skenario 3 Blok 15

Page | 28

Page 32: Laporan Skenario 3 Blok 15

TIROIDITIS AKUT DAN DISERTAI RASA SAKIT

a. Tiroiditis supurativa

Penyebabnya bakteri gram (-) ataupun gram (+)

Terjadi melalui penyebaran hematogen atau lewat fistula dari sinus piriformis yang

berdekatan dengan laring, yang merupakan anomali konginetal yang sering terjadi pada anak-anak.

Jarang terjadi kecuali pada keadaan-keadaan tertentu pada mereka yang

sebelumnya mempunyai penyakt tiroid (ca tiroid, tiroiditis Hashimoto, struma

multinoduler) atau adanya supresi sistem imun seperti orang tua, debilated, dan lebih-lebih pada

pasien AIDS. Pada pasien AIDS, CMV dapat menyerang kelenjar tiroid.

Simptom: rasa sakit yang hebat pada kelenjar tiroid, panas, menggigil, disfagia,

disfonia, sakit leher depan, nyeri tekan ada fluktuasi dan eritema.

Pemeriksaan laboratorium: Fungsi tiroid umumnya normal, sangat jarang terjadi

tirotoksikosis ataupun hipotiroid. Jumlah leukosit dan LED meningkat. Pada skintigrafi di

dapatkan pada daerah supuratif tidak menyerap iodium radioaktif (dingin).

Pasien harus segera dilakukan aspirasi dan drainase di daerah supuratif.

Penanganan: antibiotik yang sesuai dengan hasil pemeriksaan

b. Tiroiditis oleh karena radiasi

Pada penyakit Grave yang diterapi dengan iodium radioaktif sering mengalami

kesakitan dan nyeri tekan pada tiroid 5-10 hari kemudian. Hal ini disebabkan oleh kerusakan dan

nekrosis karena radiasi. Rasa sakit biasanya tidak hebat dan membaik dalam beberapa hari.

c. Tiroiditis traumatika

Manipulasi kelenjar tiroid dengan memijat yang terlalu keras pada pemeriksaan dokter

ataupun oleh pasien sendiri dapat menimbulkan rasa sakit dan mungkin dapat timbul

tirotoksikosis. Hal seperti ini juga terjadi jika menggunakan sabuk pengaman mobil yang terlalu

kencang.

P

age | 29

Page 33: Laporan Skenario 3 Blok 15

TIROIDITIS SUBAKUT

a. Tiroiditis de Quervain

Memiliki nama lain yaitu tiroiditis granulomatosa subakut, tiroiditis nonsupuratif

subakut, tiroiditis sel raksasa dan subacute painful thyroiditis.

Penyebab pasitnya belum jelas, diduga disebabkan oleh infeksi virus atau proses

inflamasi post infeksi virus. Kebanyakan pasien memiliki riwayat infeksi saluran nafas bagian

atas beberapa saat sebelum mengalami tiroiditis. Kejadian ini juga terkait dengan musim.

Tampaknya proses autoimun tidak berkaitan dengan terjadinya TGS ini, walapun demikian

TGS berkaitan dengan HLA-B35. Reaksi imunitas hanya terjadi sesaat tidak terus menerus

seperti pada penyakit tiroid autoimun.

Patofisiologi dari penyakit ini ialah terjadinya inflamasi yang menyebabkan

kerusakan pada folikel tiroid dan mengaktifkan proteolisis dari timbunan

tiroglobulin. Sehingga terjadi pelepasan T4 dan T3 yang tidak terkendali ke dalam sirkulasi dan

terjadilah hipertiroid. Hipertiroid ini akan berakhir ketika timbunan hormon telah habis, karena

sintesis hormon yang baru tidak terjadi karena rusaknya folikel dan penurunan TSH akibat

tumpukan hormon tiroid sebelumnya. Kejadian berikutnya ialah hipotiroid, yang akan berakhir

setelah folikel tiroid membaik dan sintesis hormon kembali normal.

Awitan biasanya muncul perlahan-lahan tapi kadang-kadang muncul mendadak.

Keluhannya bisanya rasa sakit yang dapat terbatas pada kelenjar tiroid atau menjalar

sampai leher depan, telinga, rahang dan tenggorokan. Biasanya terdapat malaise, demam,

anoreksia dan mialgia. Kelenjar tiroid membesar secara difus dan sakit saat dipalpasi.

Inflamasi tiroid terjadi sementara, sekitar 2-6 minggu, kemungkinan diikuti oleh

hipotiroid asimptomatik yang terjadi selama 2-8 minggu dan diikuti penyembuhan. Pada 20%

pasien dapat terjadi kekambuhan dalam beberapa bulan kemudian.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan T4 dan T3 disertai

penurunan TSH, uptake iodium radioaktif rendah, kadar tiroglobulin serum tinggi, anemia rendah,

leukositosis, dan LED yang meningkat. Biasanya tidak didapatkan peningkatan TPO antibodi

ataupun antibodi terhadap tiroglobulin.

Terapi ialah dengan memberikan NSAID atau aspirin untuk meredakan rasa sakit

d

an

inflamasi.

Dalam

keadaan

berat

dapat

diberikan

kortikost

eroid,

misalnya

predniso

n 40

mg/hari.

Dapat

juga

diberikan

alfa

blocker

seperti

propanol

ol dan

Page 34: Laporan Skenario 3 Blok 15

Page | 30

Page 35: Laporan Skenario 3 Blok 15

atenolol. Pemberian PTU ataupun metimazol tidak diperlukan karena tidak terdapat peningkatan

sintesis hormon. Bila hipotiroid dapat diberikan L-tiroksin 50-100

mcg/hari selama 6-8 minggu dan tiroksin kemudian dihentikan.

b. Tiroiditis limfositik subakut (TLSTRS)

Merupakan varian dari tiroiditis autoimun kronis (Hashimoto) . TLSTRS patut dicurgai

pada pria maupun wanita yang mengalami hipertiroid ringan kurang dari 2 bulan tanpa

pembesaran tiroid atau pembesaran ringan dan tanpa oftalmopati.

Faktor yang duga sebagai pencetus dari tiroiditis ini ialah intake iodium yang berlebihan

dan sitokin. Suatu sindrome yang menyerupai TLSTRS dapat terjadi pada pasien yang

mendapat terapi amiodarone, interferon alfa, interleukin-2 dan litium.

Patofisiologinya ialah inflamsi yang terjadi akan menyebabkan kerusakan folkel tiroid dan

mengaktifkan proteolisis tiroglobulin yang berakibat pelepasan hormon T4 dan T3 ke dalam

sirkulasi dan terjadilah hipertiroid. Hipertiroid terjadi selama timbunan T3 dan T4 masih ada,

kemudian akan terjadi hipotiroid karena tidak adanya sintesis hormon baru dan penurunan kadar

TSH. Bila inflamasi mereda sel-sel folikel mengalami regenerasi maka pembuatan hormon tiroid

akan pulih kembali.

Manifestasi klinis TLSTRS ialah terjadinya hipertiroid selama 1-2 minggu dan berakhir 2-8

minggu. Gejala hipertiroid biasanya ringan. Kelenjar tiroid membesar ringan, difus dan biasanya

tidak disertai dengan rasa sakit. Gejala hipertiroid ini akan diikuti oleh adanya perbaikan atau

terjadinya hipotiroid selama 2-8 minggu yang biasanya juga ringan atau asimptomatik, dan diikuti

perbaikan. Kadang-kadang juga dapat terjadi tiroiditis autoimun kronik dengan hipotiroid

permanen (20-50%).

Pemeriksaan laboratorium pada saat terjadi hipertiroid terjadi peningkatan kadar T3 dan

T4, dan penurunan TSH. Kadang-kadang hanya didapatkan penurunan TSH saja yang menunjukkan

adanya hipertiroid subklinik. Pada pasien yang mengalami hipotiroid kadar T4 dan T3 turun

disertai peningkatan kadar TSH. Kadang-kadang hanya didapatkan peningkatan TSH saja,

antibodi terhadap tiroid meningkat pada 50% pasien saat terdiagnosa TLSTRS.

Tatalaksana adalah bila gejala hipertiroid berat maka diberikan propanolol ataupun

atenolol. Pemberian PTU tidak terlalu diperlukan sementara prednison dapat

memperpendek masa hipertiroid. Kadang-kadang gejala hipotiroid cukup berat dan perlu diberikan

L-tiroksin

50-100

mcg/hari

selama 8-

12

minggu.

Page 36: Laporan Skenario 3 Blok 15

Page | 31

Page 37: Laporan Skenario 3 Blok 15

c. Tiroiditis karena obat

Beberapa obat yang dapat menimbulkan tiroiditis yang tidak disertai rasa sakit diantaranya

interferon-alfa, IL-2, amiodarone dan litium.

Page | 32

TIROIDITIS KRONIS

1. Tiroiditis Hashimoto

Penyakit ini sering disebut tiroiditis autoimun kronis, merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah

yang iodiumnya cukup. Karakter klinisnya berupa kegagalan tiroid yang terjadi pelan-pelan, adanya struma,

atau keduanya yang diakibatkan kerusakan tiroid oleh karena autoimun. Hampir semua pasien mempunyai titer

antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfosit ermasuk sel T dan sel B, dan apoptosis sel folikel tiroid.

Penyebab tiroiditis hashimoto di duga kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan.

Suseptibilitas gen yang dikenal adalah HLA dan CTLA-4. Mekanisnme imunopatogenetik adalah

ekspresi HLA antigen sel tiroid yang menyebabkan presentasi langsung antigen tiroid pada sel imun.

Adanya hubungan familial dengan penyakit Graves, dan penyakit Graves sering terlibat pada tiroiditis

hashimoto atau sebaliknya, menunjukkan bahwa kedua penyakit tersebut patofisiologinya sangat erat,

walaupun manifestasinya berbeda. Beberapa obat-obatan seperti amiodarone, interferon-a, interferon-b,

interleukin-2, G-CSF dapat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap tiroid. Pajanan terhadap

radiasi kepala-leher saat anak-anak juga dapat mengingkatkan resiko tiroiditis hashimoto.

Ada dua bentuk tiroiditis hashimoto yaitu bentuk goitrus (90%) dimana terjadi pembesaran

kelenjar tiroid. Tiroiditis hashimoto umumnya terdapat pada wanita dengan rasio wanita : pria adalah 7:1.

Bentuk varian tiroiditis hashimoto termasuk lymphocytic painless thyroiditis dan post-partum thyroiditis.

Pada awal perjalanan penyakit tiroiditis hashimoto ini mungkin akan dijumpai gejala

hipertiroid oleh karena proses inflamasi, tetapi kemudian akan diikuti dengan penurunan fungsi tiroid

yang pelan-pelan. Sekali mulai timbul hipotiroid maka gejala ini akan menetap.

Kelenjar tiroid mengalami pembesaran yang difus, tegas, dan bernodul halus. Satu lobus tiroid dapat

membesar secara asimetris, sehingga meningkatkan kecurigaan neoplasma. Pasien TH yang yang memiliki

nodul tiroid harus dilakukan biopsi FNA karena adanya kecurigaan terhadap neoplasma. Pasien juga

dapat mengeluhkan sesak pada leher (neck

Page 38: Laporan Skenario 3 Blok 15

tightness), nyeri jarang dirasakan. Pada sekitar 10% kasus kelenjar tiroid mengalami atrofi dan fibrosis,

terutama pada wanita yang tua.

Manifestasi sistemik TH dihubungkan dengan level hormon tiroid. Bagaimanapun,

depresi dan kelelahan kronik merupakan manifestasi yang paling sering pada pasien,

walaupun hipotiroidnya sudah dikoreksi. Sekitar 1/3 pasien TH mengalami mulut

kering (xerostomia) atau mata kering (keratoconjungtivitis sicca). TH juga sering dihubungkan

dengan myasthenia gravis yang biasanya ditemukan dalam derajat yang ringan, terutama

mengenai otot ekstraocular.

Gambaran PA-nya berupa infiltrasi limfosit yang profus, lymphoid germinal centers

dan destruksi sel-sel folikel tiroid. Fibrosis dan area hiperplasi sel folikuler (oleh karena TSH

yang meningkat) terlihat pada TH yang berat.

Ada 4 antigen yang berperan pada TH yaitu tiroglobuin, tiroid peroksidase, reseptor TSH,

dan sodium iodide symporter. Hampir semua pasien TH memilki antibodi terhadap tiroglobulin

dan TPO dengan konsentrasi yang tinggi. Pada penyakit tiroid yang lain dan pada ornag normal

kadang-kadang didapatkan juga antibodi ini tetapi dengan kadar yang lebih rendah. Antibodi

terhadap reseptor TSh dapat bersifat memblok atau stimulasi reseptor TSH. Pada penyakit Grave’s

antibodi yang bersifat stimulasi lebih dominan sehingga terjadi hipertiroid, sedangkan pada

TH antibodi yang bersifat memblok lebih dominan oleh karenanya menimbulkan hipotiroid.

Antibodi terhadap reseptor TSH ini bersifat spesifik untuk penyakit Grave’s dan TH. Antibodi

terhadap sodium iodide symporter terdapat pada 0-20% pasien TH. Antibodi ini dapat

menghambat RAIU yang dipacu TSH.

Pengobatan terhadap TH ditunjukan terhadap hipotiroid dan pembesaran tiroid.

Levotiroksin diberikan sampai kadar TSH normal. Pada pasien dengan struma baik hipoiroid

maupun eutiroid, pemberian levotiroksin selama 6 bulan dapat mengecilkan struma 30%.

Pasien tiroid disertai adanya nodul perlu dilakukan AJH untuk memastikan ada

tidaknya limfoma atau karsinoma. Walaupun jarang, resiko limfoma tiroid meningkat pada TH.

2.

Tiroiditis

Riedel

Tiroid

itis riedel

dapat

merupakan

penyakit yang

terbatas pada

kelenjar tiroid

saja atau

dapat

merupakan

bagian dari

penyakit

infiltratif

umum, yaitu

suatu

penyakit

multifokal

fibrosklerosis

yang dapat

mengenai

ruang

retroperitone

um,

mediastinum,

ruang

retroorbital,

Page 39: Laporan Skenario 3 Blok 15

dan traktus biliaris. Kelenjar tiroid membesar secara progresif yang tidak disertai rasa sakit, keras,

dan bilateral. Proses fibrotik ini berkaitan dengan adanya inflamasi sel mononuklear

Page

| 33

Page 40: Laporan Skenario 3 Blok 15

yang menjorok melewati tiroid sampai ke jaringan lunak peritiroid. Fibrosis peritroidal ini

dapat mengenai kelenjar paratiroid yang menyebabkan hipoparatiroid, ke n. Laryngeus

rekuren yang mengakibatkan suara serak, ke trakea menyebabkan kompresi, dan juga ke

mediastinum dan dinding dada.

Penyebab TR belum jelas, diduga proses autoimune mengingat adanya infiltrasi

mononuklear dan vaskulitis disertai adanya peningkatan titer antibodi terhadap tiroid.

Walaupun demikian, kemungkinan peningkatan titer antibodi tersebut disebabkan karena

terlepasnya antigen akibat kerusakan jaringan tiroid. Tampaknya fibrosis multifokal yang

terjadi adalah kelainan fibrotik primer dimana proliferasi fibroblas terpacu oleh sitokin yang

berasal dari sel limfosit B dan T.

TR jarang dijumpai, kira-kira hanya 0,05% dari seluruh operasi tiroid. Wanita lebih sering

daripada laki-laki (4:1), dengan umur 30-50 tahun. Pembesaran tiroid yang terjadi pelan-

pelan dan tanpa rasa sakit. Pembesaran ini dapat menekan leher dan meimbulkan disfagia,

suara serak, sesak napas, dan kadang-kadang hipoparatiroid. Hipotiroid sendiri terjadi pada

sekitar 30-40% pasien, walaupun tidak mengalami hipotiroid pasien sering mengeluhkan malaise

umum dan kelelahan. Kelenjar tiroid yang membesar bisa kecil atau besar, biasanya kedua lobus

walaupun tidak simetris. Kelenjar ini teraba seperti batu dan melekat di jaringan otot

disekitarnya dan keadaan ini menyebabkan TR bergerak sewaktu menelan. Kadang- kadang

didapatkan pembesaran kelenjar limfe disekitarnya. Semua keadaan tersebut

memberikan kesan suatu karsinoma.

Kebanyakan pasien TR kadar T3,T4, dan TSH normal, sekitar 30% didapatkan hipotiroid

subklinis atau hiptiroid nyata. Pada 2/3 pasien didapatkan peningkatan antibodi terhadap tiroid.

Perlu juga diperiksa kadar kalsium dan fosfor untuk mengetahui kemungkinan adanya

hipoparatiroid. Skintigrafi tiroid menunjukan gambaran yang heterogen atau adanya uptake

yang rendarh.

Secara makroskopis gambaran TR adalah keras, putih, dan avaskuler. Secara

mikroskopis didapatkan hyalinized fibrosis tissue dengan sedikit sel limfosit, plasma dan

eosinofil, disertai tidak adanya folikel tiroid. Jaringan fibrosis tersebut menembus ke jaringan

sekitarnya. Fibrosis tiroid ini juga terdapat pada TH atau Ca papilare tetapi tidak menembus

jaringan sekitarnya.

TR yang tidak diobati biasanya pelan-pelan progresif, kadang-kadang stabil, atau

malahan regresi. Pengobatan ditujukan terhadap hipotiroid yang terjadi dan penekanan yang

terjadi akibat fibrosklerosis terutama pada trakea dan esofagus. Operasi terbatas pada

obstruksi saja karena reseksi yang luas sulit dilakukan akibat medan yang sulit dan resiko

P

age | 34

Page 41: Laporan Skenario 3 Blok 15

merusak struktur disekitarnya. Pemberian glukokortikoid dan tamoksifen dapat dilakukan

walaupun belum banyak dilakukan karena kasusnya yang jarang.

3. Tiroiditis Infeksiosa Kronis

Penyakit ini jarang terjadi. Penyebabnya diantaranya jamur, mikobakteri, parasit atau

sifilis. Tiroiditis oleh karena mikobakteri hanya 19 kasus yang pernah dilaporkan. Tiroiditis TBC

biasanya berkaitan dengan TB milier dan gejala berlangsung selama beberapa bulan. Rasa sakit dan

demam jarang ditemukan.

P

age | 35

Page 42: Laporan Skenario 3 Blok 15

Hipothyroid

DEFINISI

Hipotiroidisme merupakan istilah yang menunjukkan adanya defisiensi hormone tiroid.

Hipotiroidisme merupakan akibat dari produksi hormone tiroid yang

inadekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang diperlukan untuk

semua jaringan. Produksi hormone tiroid bisa normal, tetapi bisa timbul Hipotiroidisme

karena adanya gangguan pada aktivitas reseptor hormone tiroid.

ETIOLOGI

Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis,

atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka

kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya

umpan balik negative oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila

hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan

oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik

negative baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus

akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH. Berikut ini etiologi hipotiroid secara

umum;

P

age | 36

Page 43: Laporan Skenario 3 Blok 15

TipeHipotiroidisme

Berbagai gangguan pada hipotiroid ini sangat terkait dengan kelainan atau etiologi

yang mendasarinya yang membentuk jenis atau tipe hipotiroid tertentu. Untuk itu perlu

dibahas masing-masing bagaimana tipe-tipe dari hipotiroid ini, baik itu dari gejala dan ciri

khas, perjalanan penyakit diagnosis serta penatalaksanaannya. Berikut ini beberapa jenis

hipotiroid berdasarkan etiologinya yang umumnya paling banyak ditemukan dalam praktik

kesehatan sehari-hari.

1. Congenital Hipotiroid

Prevalensi Kejadian

- Hipotiroid congenital umumnya terjadi pada sekitar 1:4000 kelahiran di

Amerika

Serikat

- Kondisi paling sering bersifat hipotiroidisme permanen, sedangkan pada

beberapa kasus bersifat transien, khususnya pada anak dengan ibu yang memiliki TSH-R

antibody bloker atau mendapatkan pengobatan antithyroid.

- Angka kejadian terkait etiologi dasarnya, pada disgenesis kelenjar tiroid sekitar

80-

85%, gangguan sintesis hormone tiroid sekitar 10-15% kasus, dan kerusakan terkait

TSH-R antibody menyebabkan kejadian sekitar 5%.

P

age | 37

Page 44: Laporan Skenario 3 Blok 15

Etiologi

Walaupun sudah disebutkan sebelumnya, bahwa

penyebab tersering dari kondisi hipotiroid congenital

ini adalah disgenesis dari kelenjar tiroid dan gangguan sintesisnya, akan tetapi

terdapat juga beberapa kelainan lain yang ikut

berpartisipasi terhadap terbentuknya kelainan congenital ini, walaupun dalam

jumlah sedikit. Berikut ini beberapa kelainan yang mendasari hipotiroid congenital;

- Disgenesis kelenjar tiroid

- Defek sintesis dari thyroxine

- Thyrotropin receptor-blocking antibody (TSH-R antibody blocer)

- Defek dari transport iodine

- Defek pada thyroid peroxisade yang menggangu proses coupling

- Defek dari sintesis thyroglobulin

- Defek dari proses deiodinasi

- Defek dalam transport hormone tiroid

- Penggunaan radioiodine

- Defisiensi thyrotropin

- Thyrotropin hormone unresponsiveness

- Abnormal dari reseptor TRH

M

anifestasi

Klinis

S

ebagian

besar

infan,

umumny

a

menunju

kkan

penampa

kan yang

normal

saat

lahir, dan

<

10%

yang

dapat

didiagnos

is

berdasark

an

manifesta

si klinis,

dimana

beberapa

kondisi

yang

dapat

ditemuka

n ketika

Page 45: Laporan Skenario 3 Blok 15

lahir ini antara lain perpanjangan jaundice, terdapat masalah dalam makan (tidak mau

makan), hypotonia, pembesaran lidah, keterlambatan maturasi tulang, dan umbilical hernia.

Selain itu kerusakan neurologis juga sering didapatkan khususnya pada anak yang tidak

mendapatkan terapi yang adekuat. Kelainan tipikal seperti yang sering ditemukan pada orang

dewasa juga beberapa dapat ditemukan sebagai berikut;

P

age | 38

Page 46: Laporan Skenario 3 Blok 15

Page | 39

Page 47: Laporan Skenario 3 Blok 15

Tabel di atas menunjukkan beberapa kondisi yang juga dapat ditemukan pada masa infan yang

mendukung diagnosis kearah hipotiroid congenital. Sedangkan gambar dibawahnya, memperlihatkan

contoh anak dengan hipotiroid congenital, dimana pada gambar A terlihat serorang anak yang

menunjukkan beberapa gejala seperti puffy face (wajah bengkak), dull expression (tidak ada ekspresi) ,

dan hirsute forehead. Kemudian gambar B, menunjukkan perkembangan setelah pengobatan selama 4

bulan.

Seandainya kondisi hipotiroid ini tidak terdeteksi atau tidak

mendapatkan pengobatan, maka progresifitas gangguannya dapat menyebabkan

gangguan pertumbuhan dan perkembangan, yang umumnya nanti akan menyebabkan kelambatan

pertumbuhan dan retradasi mental.

Diagnosis

Hampir sama dengan hipotiroid secara umum, terapi diagnosis definitifnya dapat dilakukan

dengan pemeriksaan kadar T4 atau free T4, dan juga pemeriksaan kadar TSH, untuk membedakan apakah

kelainannya bersifat primer ataupun skunder, untuk bagan lebih

Page 48: Laporan Skenario 3 Blok 15

Page | 4

jelasnya bisa dilihat pada diagnosis dari hipotiroid autoimmune

pada pembahasan selanjutnya. Akan tetapi yang perlu diperhatikan disini yaitu, nilai

normal yang berbeda pada

tiap tingkatan usia pada nilai T4 dan TSHnya. Dimana dapat dibedakan sebagai berikut;

0

Untuk diagnosis penunjang, dapat dilakukkan dengan pemeriksaan radiologi untuk melihat

perkembangan tulang. Dimana biasanya terjadi retardasi pertumbuhan pada anak dengan congenital

hipotiroid yang tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Beberapa temuan antara lain pada distal

femoral epiphysis, yang normalnya ditemukan ketika lahir, tidak ditemukan. Seiring perkembangan

juga terjadi epiphyses dysgenesis. Berikut ini gambaran radiologis yang dimaksud;

Gambar A menunjukkan tidak ditemukannya dista femoral epiphyses pada anak usia 3

bulan. Sedangkan gambar B menunjukkan anak pada usian 9

tahun yang sudah mendapatkan pengobatan tiroid yang adekuat menunjukkan adanya

epiphyseal disgenesis pada kepala humerusnya.

Page 49: Laporan Skenario 3 Blok 15

Tatalaksana

Setelah diagnosis dapat ditegakkan, selanjutnya dilakukan pemberian T4 pada dosis

awal sekitar 10-15 mcg/kg per harI, dan dosis terus disesuaikan dengan monitoring ketat

pada kadar TSHnya. Kebutuhan T4 umumnya sangat tinggi selama tahun pertama kehidupan,

dan T4 sirkulasi ini biasanya dibutuhkan untuk menormalisasi kadar TSH. Tatalaksana awal

dengan T4 ini dapat menghasilkan IQ dalam batasan normal, akan tetapi abnormaliatas

dalam neurodeplovemental dapat terjadi pada kondisi hipotiroid yang berat.

2. Hipotiroid Autoimune

Klasifikasi

Pada tahap awal umumnya hipotiroid autoimun ini terkait dengan goiter

(hasimoto/goitrous thyroiditis), yang pada tahapan selanjutnya akan menjadi minimal

residual thyroid tissue (atropihic thyroiditis). Berikut ini alur yang terjadi dari awal proses

autoimun ini sampai timbulnya gejala;

Page | 41

autoimun ↓ thyroid function

Fase compensation ↑ TSH

Minor symptom Subcinical hypothyroid

Clinical hypothyroid ↓ free T4 & ↑ TSH > 10 MU/L

Angka Kejadian

- 4:1000 wanita, 1:1000 laki-laki

- Rata-rata usia untuk penegakan diagnosis biasanya pada usia 60 tahun, dengan

angka kejadian semakin meningkat seiring meningkatnya usia

- Kondisi subclinical hypothyroid (6-8% pada wanita, dan 3% pada laki-laki)

Page 50: Laporan Skenario 3 Blok 15

Patogenesis

Penyebab Tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan

genetic untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis

Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme

terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.

Patogenensis sangat terkait dengan penyebab utamanya yaitu dari factor lingkungan

dan factor genetic, sebagai berikut:

Page | 42

Autoimun disorders

Genetic Lingkungan50%--->chrom 21 & X

HLA-DRpolymorphism (DR-3,DR4, DR5)

Pengaruh gen lain CTLA-4, T-cell regulating gene

↑ iodineintake

Congenital rubellasyndrome

Associated-otherautoimmune disease

DM-1

virtiligoPernicious anemia

Addison disease

Berikut ini bagaimana proses selluler yang terjadi terkait hipotiroid autoimun ini:

Infiltrate CD4+, CD8+ & T-cell

Cytokine production(TNF, IL-1 Interferon-γ)

Cell necrosis

Cell apoptosis

Perforin-induced

Granzyme B

Induce proinflamatorymolecule expression

Fas-production - activated T-cell

Page 51: Laporan Skenario 3 Blok 15

Page | 43

Later stage

Manifestasi Klinis

Bagaimana ringkasan gejala dan tanda yang ditemukan pada pasien hipotiroid dapat

dilihat pada bagan gejala dan tanda sebelumnya di hipotiroid congenital. Onset dari

gangguan ini biasanya berisifat tersembunyi dan membahayakan, dan pasien baru mulai

khawatir dengan gejalanya apabila kondisi eutiroid telah dilalui. Yang perlu menjadi pusat

perhatian disini yaitu biasanya pasien Hashimoto tiroiditis dapat terlihat karena goiter

(gondok) daripada gejala hipotiroidnya. Goiter yang terbentuk tidak selalu besar, akan tetapi

umumnya bersifat irregular dan konsintensi yang keras, dan jarang disertai nyeri.

Kemudian ditemukan juga gejala-gejala hipotiroid berupa:

- Kulit yang kering

- Keringat kurang

- Penipisan epidermis

- Hyperkeratosis dari stratum korneum menyebabkan kulit tampak pucat dan kuning

- Penumpukan glycosaminoglycan yang menyebabkan trap water (terperangkapnya air)

yang akan meningkatkan ketebalan kulit [mixedema (edema non-pitting)]

- Konstipasi dan peningkatan berat badan

Page 52: Laporan Skenario 3 Blok 15

- Penurunan libido

- Diffuse alopecia

- Ganggan Cardiovaskular berupa peningkatan myocardial contractility, yang ditandai

dengan (↓ pulse rate, ↓ stroke volume yang menyebabkan bradicardia, ↑ peripheral

resistance menyebabkan hipertensi, cool extremitas, 30% pasien terjadi pericardial

effusion)

- Carpa Tunel Syndrome (rasa kaku, kejang dan sakit pada otot) dan juga delayed

tendon reflex relaxation

Page | 44

Page 53: Laporan Skenario 3 Blok 15

Berikut ini ringkasan bagaimana proses timbulnya beberapa gejala utama pada hipotiroid;

Diagnosis

Page | 45

Page 54: Laporan Skenario 3 Blok 15

Gambar diatas memperlihatkan bagaimana proses investigasi yang dilakukan dalam

pemeriksaan laboratorium. Nilai TSH yang normal dapat mengeksklusi penyebab primer dari

hipotiroid. Sebaliknya, seandainya terjadi peningkatan kadar TSH, maka perlu dilihat nilai free

T4 untuk benar-benar memastikan terjadinya hipotiroid klinis, akan tetapi nilai T4 ini tidak

dapat digunakan untuk menentukan kondisi hipotiroid subklinis. Hipotiroid subklinis merujuk

kepada fakta-fakta bikemikal dari defisiensi hormone tiroid pada pasien yang memiliki manifestasi

hiporitod yang sedikit bahkan tak ada sama sekali.

Sirkulasi T3 juga dapat diperiksa dimana menunjukkan angka normal pada 25%

pasien, menunjukkan mekanisme adaptasi dari proses deiodinasi pada hipotiroid, untuk itu

pemeriksaan T3 tidak terlalu bermakna.

Setelah kondisi klinis atau subklinis dari hipotiroid dapat ditegakkan, selanjutnya

kita perlu memikirkan etiologi yang mendasari kelainan tersebut. Yang paling sering

terutama yaitu karena kejadian autoimmune, untuk itu diperlukan pemeriksaan untuk

mendeteksi TPO antibodies, dimana ditemukan pada >90% pasien dengan autoimun

hipotiroid. Apabila terdapat kasus dimana masih terdapat keraguan pada pasien goiter

setelah pemeriksaan ini dilakukan, maka FNA biopsy dapat digunakan untukmelihat

terjadinya tiroiditis autoimun. Beberapa kondisi abnormal lain terkait dengan hipotiroid ini

yaitu peningkatan creatine phosphokinase, peningkatan kolesterol dan trigliserida, dan anemi

(normoytic atau macrocytic).

Tatalaksana

Secara umum digunakan livelong levothyroxone (T4), kecuali pada beberapa kondisi

seperti (transient hypothyroid dan reversible hypothyroid). Tujuan terapi ini yaitu untuk

mencapai kondisi euthyroid, dimana ditandai dengan nilai normal dari T4 dan TSH.

Levothyroxine :

- Half life 7 days once daily dosage

- dosage : Substitution (adult) : 1.6 mcg/BW/day x 100 mcg/day (range 50-200 mcg/day)

- Evaluation / Adjustment : T4 & TSH 3-6 wkly

- Berikut ini pengaturan dosis terkait dengan kondisi tertentu;

Page | 46

Page 55: Laporan Skenario 3 Blok 15

Eldery/CAD

o Apapun penyebab hipotiroid pada geriatri, prinsipnya yaitu dimulai dengan

hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa

menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap

sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang

hidup penderita.

o Initial dose :

- Elderly : 50 mcg/day orally

- CAD : 25 mcg/day orally

o Increase by 25 mcg/day every 3-6 weeks until normal TSH or arrhytmia

Subclinical hypothyroid

o T4 to prevent conversion to overt hypothiroid

o Especially

- TSH > 10 mu/L

- anti TPO

- Goiter or non specific symptoms

Central Hypothyroid

o Deficiency of other trophic hormone ?

o ACTH defic Adrenal insuff

o T4 + Glucocorticoid to prevent adrenal crisis

Post Total Thyroidectomy

o Higher dose T4 for :

1. Substitution

2. Erradicate metastasis / prevent relaps

o Target : TSH < 0,01 mU/L

Myxedema Coma

o Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh

eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi

tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan

kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidakd iberikan HT dan

stabilisasi semua gejala.

o Aggressive, dose, IV T4

o After blood sample (T4, TSH, Cortisol)

Page | 47

Page 56: Laporan Skenario 3 Blok 15

- IV T4 : 200-300 mcg 50-100 mcg/day (+ IV T3: 5-20 mcg 2,5-10

mcg/8 hours)

- IV Hydrocortisone 100 mg/8 hr (2 days) decreased

o Supportive :

- Mech. Ventilation, O2

- IVFD

- Correct : Hypo Na, Hypothermia

- Antibiotics

3. Hipotiroid Penyebab LainnyaIatrogenic hypothyroidism merupakan penyebab lain yang cukup sering untuk

hipotiroid ini dan dapat dideteksi dengan screening sebelum perkembangan gejalanya. Pada

waktu 3-4 bulan pertama setelah pengobatan radioiodine, biasanya mulai timbul transient

hypothyroid yang dapat terjadi karena kerusakan radiasi reversible. Pemberian dosis rendah

pengobatn thyroxine dapat ditarik apabila kondisi sudah membaik. Karena level TSH ditekan

oleh hipertiroid, free T4 lebih baik diguanakan sebagai acuan dalam menentukan fungsi

tiroid dibandingkan dengan TSH. Mild hypothyroidism setelah subtotal thyroidectomy dapat

juga mengalami perbaikan setelah beberapa bulan, setelah kelenjar mulai aktif kembali

dengan stimulasi dari TSH dalam jumlah yang lebih banyak.

Iodine deficiency biasanya merupakan penyebab dari timbulnya endemic goiter dan

kreatinisme, akan tetapi tidak menjadi penyebab umum dari hipotiroid pada dewasa kecuali

intake iodine yang sangat rendah atau merupakan komplikasi dari factor lainnya, seperti

konsumsi dari thiocyanate pada ubi atau selenium defisiensi. Walaupun hipotiroid karena

defisiensi iodine dapat diobati dengan thyroxine, peningkatan intake terhadap iodine juga

harus dilakukan untuk menghilangkan masalah ini secara luas. Pengguanaan garam

beryodium sudah menunjukkan keberhasilan dalam menangani kondisi endemic ini di

beberpa daerah.

Bertentangan dengan sebelumnya, intake iodine dalam jumlah besar yang lama juga

dapat menginduksi timbulnya goiter (gondok) dan hypotiroid. Bagaimana mekanismenya bisa

terjadi masih belum jelas, akan tetapi individu dengan autoimun tiroiditis lebih sering

menunjukkan riwayat intake yang berlebihan ini. Peningkatan iodine yang terkait dengan

Page | 48

Page 57: Laporan Skenario 3 Blok 15

hipotiroid terjadi sekitar 13% pada pasien yang mendapatkan pengobatan amniodarone.

Obat lain seperti litium, juga dapat meningkatkan kejadian dari hipotiroid.

Hipotiroid sekunder, biasanya didiagnosis karena gangguan berupa defisiensi hormone

pituitary anterior, terjadinya TSH isolated deficiency (defisiensi TSH saja) sangat jarang

ditemukan. TSH level dapat sangat rendah, normal, atau sedikit meningkat pada hipotiroid

sekunder. Diagnosisnya ditegakkan dengan mendeteksi nilai free T4 yang rendah. Tujuan

terapinya sendiri yaitu untuk mempertahankan nilai T4 pada lebih dari setengah nilai

normal, dan nilai TSH tidak dapat digunakan sebagai monitor terapi.

Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi

untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan

TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini

dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan keradiasi, terutama masa anak-anak, adalah

penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker

tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.

PEMERIKSAAN FISIK pasien yang diduga hipotirtoid secara umum menunjukkan

tertundanya pengenduran otot selama pemeriksaan refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya

kuning, pinggiran alis matanya rontok, rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku

rapuh, lengan dan tungkainya membengkak serta fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital

menunjukkan perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah dan suhu tubuh rendah.

Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung.

TATALAKSANA

Secara umum pasien hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon

tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewatmulut). Yang banyak disukai adalah

hormon tiroid buatan T4. Bentuk yang lain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar

tiroid hewan).

Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid.

Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat

diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.

Page | 49

Page 58: Laporan Skenario 3 Blok 15

Preparat Levotiroksin

DOC for thyroid hormone replacement therapy

Absorbtion : small intestine (50% to 80%)

: taken on an empty stomach

: sucralfate, cholestyramine resin, iron, Ca, Al(OH)2

Excretion :

biliary excretion : phenytoin, carbamazepine, and rifampin

maximum effect : ± 10 days

passes off in 2-3 weeks

T1/2 : 7 days in euthyroid subjects; 14 d in hypothyroid; 3 d in hyperthyroid

Initial oral dose : 50-100 µg/day. Pada kondisi subklinis diberikan dalam dosis rendah: 25-

50 mcg/hari dengan tujuan menormalkan TSH

Old and pts w/ heart disease or hypertension :

− 12.5-25 µg/day for the first 2-4 weeks increasing by 12.5 µg/month until

symptoms are relieved

Steady state :

− 75-125 µg/day in women, and 100-200 µg/day in men

Target : plasma TSH to normal concentrations (0.3-3.5 mU/1)

Preparat liotironin

maximum effect : 24 h

passing off over : 24-48 h

T1/2 : 2d in euthyroid subjects

NOT used in routine treatment of hypothyroidism because its rapid onset of effect can

induce heart failure

Indication:

- initial therapy of myxedema and myxedema coma

- short-term suppression of TSH presurgery for thyroid cancer

- 5-deiodinase deficiency

Page | 50

Page 59: Laporan Skenario 3 Blok 15

Goiter Endemik

DEFINISIGoiter endemik adalah penyakit goiter/struma/ perbesaran kelenjar thyroid secara

diffuse yang disebabkan kurangnya asupan iodium. Juga disebut sebagai GAKI (Gangguan Akibat

Kekurangan Iodium) atau IDD (Iodine Deficiency Disorders).

EPIDEMIOLOGIKejadian GAKI sangat beragam dalam usia, yaitu bisa terjadi baik pada fetus hingga orang

dewasa. Dari laporan MDIS Working papers, kejadian GAKI banyak ditemukan pada daerah

pegunungan seperti Alpen, Himalaya, dan Bukit Barisan. Meski begitu, tidak menutup

kemungkinan GAKI juga ditemukan didaerah daratan rendah, bahkan tepi pantai seperti Belanda,

Yunani, Jepang, Kebumen (Jawa Tengah), dan Maluku.

Untuk menentukan suatu daerah merupakan endemi GAKI atau tidak, digunakan beberapa

kriteria yaitu dengan kriteria prevalensi kejadian atau dengan pemeriksaan iodium urine.

Berat Ringan Endemi Defisiensi Iodium

Page | 51

Indikator No endemiEndemi

ringanEndemi sedang Endemi berat

Prevalensi gondok (%) 0,0 - 4,9 5 - 19,9 20 - 29,9 >30

Kretin dan Hipotiroidi - -

Kretin tidak

terlihat jelas, ada

resiko

hipotiroidisme

Kejadian 1-10%

UEI μg I/dl

median μg I/gr creat

>10

>100

5-9,9

>50

2-4,9

25-50

<2

<25

Sumber: IPD FKUI jilid 3

Page 60: Laporan Skenario 3 Blok 15

ETIOLOGIEtiologi goiter endemik adalah:

Defisiensi iodium akibat menurunnya konsumsi iodium eksternal

Faktor goitrogen, yaitu suatu senyawa yang bekerja mengganggu hormonogenesis thyroid,

antara lain pada proses iodide transport (NIS), Tg synthesis, organification and coupling

(TPO), dan the regeneration of iodide (dehalogenase). Adapun goitrogens ini dapat

ditemukan pada singkong (yang mengandung thiocynate), sayuran dari family cruciferae

(rebung, tauge, kubis dan kol) dan pada susu hewan ternak dimana goitrogens dapat

ditemukan pada rumput didaerah tersebut. Meskipun berperan dalam kejadian GAKI,

etiologi akibat goitrogen ini jarang ditemukan. Pasien dengan goiter endemik akibat

goitrogens dapat diketahui bila setelah dilakukan terapi yang tepat dengan pemberian

iodium, tetapi tidak menunjukkan perbaikan.

Page | 52

PATOFISIOLOGIDefisiensi iodium, goiter atau perbesaran kelenjar thyroid terjadi akibat kompensasi

tubuh/kelenjar guna memerangkap iodine lebih banyak sehingga kelenjar tetap mampu

menghasilkan hormone yang adekuat meski dalam keadaan terganggu. Dalam kondisi ini, kadar

THS umumnya normal atau hanya meningkat sedikit. Perbesaran kelenjar tidak terkait efek TSH,

tapi lebih disebabkan efek langsung dari iodium pada thyroid vasculature dan secara tidak

langsung mempengaruhi pertumbuhan kelenjar melalui substansi vasoaktif seperti endothelin dan

NO (nitric oxide). Tipe perbesaran kelenjar thyroid akibat defisiensi iodium adalah diffuse nontoxic

atau disebut pula simple goiter. Simple goiter artinya perbesaran merata disemua bagian kelenjar

dan tidak membentuk nodul, selain itu ditemukan pula peningkatan jumlah koloid pada folikel

sehingga sering disebut colloid goiter.

Selain itu, perbesaran kelenjar thyroid juga terkait substansi goitrogens. Substansi ini

mengganggu proses sintesis dari hormone thyroid yang meliputi gangguan pada transport iodine,

sintesis thyroglobin, penggabungan dan coupling dan dehalogenase (regenerasi iodine). Adapun

mekanisme gangguan yang terjadi belum ada penjelasan yang jelas.

Page 61: Laporan Skenario 3 Blok 15

MANIFESTASI KLINISBila tubuh masih mampu mengkompensasi/mempertahankan fungsi hormon thyroid,

umumnya pasien asymptomatik. Bila telah ditemukan perbesaran pada kelenjar thyroid, sifat

benjolan adalah diffuse, simetris, tanpa nyeri dan konsistensi kenyal tanpa teraba adanya nodule.

Goiter substernal dapat menyebabkan obstruksi pada thoracic inlet. Dapat pula ditemukan

pemberton’s sign, yaitu gejala berupa rasa pusing dengan tanda/bukti bendungan pada vena

jugular eksterna saat melakukan manuver mengangkat tangan diatas kepala (manuver ini

menyebabkan thyroid bergerak menuju thoracic inlet).

Selain itu, kemungkinan akan ditemukan gejala-gejala gangguan fungsi hormon thyroid.

Gangguan dapat berupa hipothyroidisme atau thyrotoksikosis. Adapun gejala yang paling sering

ditemukan pada pasien defisiensi thyroid adalah gejala hypothyroidisme, antara lain: Kretinisme,

sering ditemukan kretinisme endemik pada daerah dengan endemi defisiensi iodium berat.

DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Menanyakan tentang faktor genetic dan lingkungannya yang mungkin menjadi penyebab

Diet dan obat-obatan sumber asupan iodin berlebihan

Obat antitiroid

Atau berada pada daerah defisiensi iodin atau secara natural muncul goiter diet

2. Pemeriksaan fisik

Ada suatu massa pada lehernya (ukuran, konsistensi, ada tidaknya nodular, bruit,

batasnya)

Mungkin ada penekanan pada trakea (stridor atau distress respirasi)

Perpindahan esofagus (disfagia)

Peninggian substernal pada nontoksis goiter bisa menimbulkan penekanan nervus

laryngeal berulang

3. Pemeriksaan Penunjang

Hal utama dalam evaluasi diagnosis pasien dengan goiter nontoksik adalah

Konfirmasi dari eumetabolisme

Penegakan dari penyebabnya

Page | 53

Page 62: Laporan Skenario 3 Blok 15

Penentuan pengaruh dari lesi pada struktur nontiroid penting di leher atau

mediastinum superior

Pemeriksaan Laboratorium

Serum FT4 dan total nilai T3 biasanya rendah, namun tidak terlalu menekan

level serum TSH

Pemeriksaan serum titer antibody antitiroid. Peningkatan titer antibody

(antitiroglobulin dan antibody anti tiroid peroksidase) menunjukkan fakta

terdapat autoimun dalam pembentukan goiter

Level serum tiroglobulin meningkat pada sepertiga pasien

Level plasma kalsitonin normal pada nontoksik goiter benigna

Pemeriksaan radiologi

Melakukan pemasukan tiroid radioiodid dan scintigrafi untuk menunjukkan

perluasan retrosternal. Iodin-123 tidak terlalu adekuat untuk scanning

substernal, maka digunakan iodine-131

Ultrasonografi dari tiroid bisa menentukan kista dari nodul padat pada

nontoksik goiter

Pemeriksaan radiologi rutin dada untuk menentukan massa paratrakeal dan

deviasi trakea (posteroanterior) dan hilangnya ruang retrosternal superior

(penampakan lateral).

Pemeriksaan flow-loop dan barium faringoesofagografi dapat mendeteksi

obstruksi trakea dan esofagus

Pemeriksaan histopatology

Page | 54

TERAPI

Biopsy dan aspirasi sitology dari glandula tiroid bisa menentukan status

patologi pada glandula tiroid

Suplementasi iodin dalam beberapa bentuk

Garam diperkaya iodine

Injeksi dari minyak diodisasi

Memperkenalkan minum air mengandung iodine

Suplementasi sekitar 200 mug iodine per hari

Suplementasi iodine dapat menginduksi tirotoksikosis

Page 63: Laporan Skenario 3 Blok 15

Pembedahan dilakukan apabila terjadi gejala obstruksi yang nyata dan ukuran goiter tidak

dapat dikurangi dengan terapi tioksin. Setelah tiroidektomi parsial diberikan terapi tiroksin 1,6

mug/kg/hari diberikan untuk mencegah hyperplasia regeneratif.

Terapi RAI untuk goiter yang besar telah dicoba dan banyak berhasil.Page | 55

Page 64: Laporan Skenario 3 Blok 15

ThyroidFunctionTesting

(TFT)TFT terdiri dari serangkaian pemeriksaan, antara lain :

1. T3 Uptake (T3 U)

Pada prosedur uji penyerapan T3, sejumlah T3 berlabel radioaktif ditambahkan ke serum yang

diperiksa. Hormon tiroid endogen biasanya tidak menempati semua tempat pengikatan di TBG

sehingga tersedia tempat-tempat pengikatan yang dapat bereaksi dengan T3 reagen. Jadi, jika

kadar T4 endogen rendah maka banyak tempat di TBG akan bebas bereaksi dengan T3

berlabel, dan begitu sebaliknya. Hasil dari pemeriksaan ditentukan oleh jumlah T3 berlabel

yang tersisa setelah semua tempat yang tersisa di TBG ditempati. Jika jumlah yang tersisa itu

sedikit artinya bahwa kadar hormon tiroid endogen tinggi dan begitu pula sebaliknya. Jadi,

pada hipertiroidisme, penyerapan T3 (T3U) akan meningkat, dan pada hipotiroidisme, T3U

akan menurun.

2. Free Thyroxine (FT4)

Menunjukkan sebagian kecil fraksi tiroksin total. FT4 tidak terikat pada protein dan bisa

digunakan oleh jaringan dan merupakan bentuk hormon yang aktif secara metabolik. Fraksi ini

mewakili sekitar 5% T4 yang ada di sirkulasi. FT4 memiliki nilai diagnostik pada saat kadar total

hormon tidak berkaitan dengan keadaan tirometabolik dan ada kecurigaan gangguan pada

kadar thyroxine-binding globulin (TBG). FT4 memberikan gambaran keadaan tiroid yang lebih

akurat dengan kadar TBG yang tidak normal pada kehamilan dan pada orang-orang yang

menerima terapi estrogen, androgen, fenitoin atau salisilat.

Nilai normal :

0.7-2.0 ng/dL atau 10-26 pmol/L

Untuk pasien yang mengkonsumsi levothyroxine (Synthroid), sampai 5.0 ng/dL atau 64

pmol/L

Implikasi klinis

Peningkatan kadar FT4 berhubungan dengan keadaan-keadaan berikut :

Page | 56

Page 65: Laporan Skenario 3 Blok 15

o Hipertiroidisme (Graves' disease)

o Hipotiroidisme yang diterapi dengan tiroksin

o Euthyroid sick syndrome

Penurunan kadar FT4 berhubungan dengan keadaan-keadaan :

o Hipotiroidisme primer

o Hipotiroidisme Sekunder (hipofisis)

o Hipotiroidisme Tersier (hipotalamus)

o Hipotiroidisme yang diterapi dengan triiodotironin

Faktor yang mempengaruhi :

Nilainya meningkat pada bayi saat lahir dan meningkat lebih tinggi setelah 2-3 hari

kehidupan

Obat-obatan yang mempengaruhi hasil akhir tes

Heparin menyebabkan peningkatan palsu dari FT4

Kadar FT4 berfluktuasi pada pasien dengan penyakit kronik atau penyakit berat

Kadar FT4 berfluktuasi pada kehamilan (rendah pada akhir kehamilan)

3. Free Triiodothyronine (FT3)

Digunakan untuk menyingkirkan T3 toksikosis, untuk mengevaluasi terapi penggantian tiroid,

dan untuk mengklarifikasi gangguan protein-binding.

Nilai Normal Dewasa : 260-480 pg/dL atau 4.0-7.4 pmol/L

Kemaknaan Klinis

Peningkatan FT3 terjadi pada :

- Hipertiroidisme

- Toksikosis T3

- Peripheral resistance syndrome

Penurunan kadar FT3 terjadi pada :

- Hipotiroidisme (primer dan sekunder)

- Trimester ketiga kehamilan

Faktor yang mempengaruhi :

- Obat

Page | 57

Page 66: Laporan Skenario 3 Blok 15

- Pada ketinggian : kadar FT3 lebih tinggi

4. Free Thyroxine Index (FTI, T7)

FTI adalah perhitungan matematis yang digunakan untuk mengoreksi perkiraan total T4

terhadap jumlah TBG yang ada. Untuk menghitung nilai ini diperlukan 2 nilai : kadar T4 dan

rasio uptake T3. Hasil dari kedua nilai tersebut adalah FTI. FTI berguna dalam diagnosis

hipertiroidisme dan hipotiroidisme, khususnya pada pasien yang dicurigai atau didiagnosis

ada gangguan pada kadar TBG. Pengukuran FTI juga memiliki gambaran yang lebih akurat

status tiroid pada saat TBG tidak normal di kehamilan atau pasien dengan terapi estrogen,

androgens, phenytoin, atau salisilat.

Nilai normal : 1,5-4,5 indeks

5. TSH / tirotropin

- Tes yang paling berguna untuk mengkonfirmasi atau mengeksklusi hipertiroidisme adalah

total T4, free thyroxine index (FTI), total T3, dan TSH

- Tes yang paling berguna untuk mengkonfirmasi atau mengeksklusi hipotiroidisme adalah

total T4, FTI, dan TSH

- Kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) adalah indikator yang paling sensitif untuk

disfungsi tiroid (hiper-dan hipotiroid) tetapi tidak bisa digunakan pada pasien dengan

penyakit pada hipofisis atau hipotalamus, resistensi hormon tiroid, atau pengaruh obat

pada aksis hipotalamus hipofisis tiroid (HPT-axis).

Page | 58

Page 67: Laporan Skenario 3 Blok 15

Nilai Normal

- Dewasa : 0,4-4,2 µU/mL atau 0,4-4,2 mU/L

- Anak-anak : 0,7-6,4 µU/mL atau 0,7-6,4 mU/L

- Neonatus (1-4 hari): 1-39 µU/mL or 1-39 mU/LPage | 59

Alur Diagnostik Untuk Hipotiroidisme

FT4, TSH

FT4 ↓, TSH ↑ FT4 N, TSH ↑ FT4 ↓, TSH ↓ FT4 N, TSH N

HipotiroidPrimer

HipotiroidSubklinis

HipotiroidSentral

Normal

Tes TRH

FT4 ↓, TSH ↑↑ FT4 ↑, TSH ↑ Tidak Ada Respon

Hipotiroid Primer Hipotiroid Tersier Hipotiroid Sekunder

Page 68: Laporan Skenario 3 Blok 15

Page | 60

Page 69: Laporan Skenario 3 Blok 15

Pembedahan pada Pembesaran

Kelenjar TiroidIndikasi Bedah Struma Nontoksik

Kosmetik (tiroidektomi subtotal)

Eksisi nodulus tunggal (mungkin ganas)

Struma multinoduler berat

Struma yang menyebabkan kompresi laring atau jaringan di sekitarnya

Struma retrosernal yang menyebabkan kompresi trakea dan struktur lainnya

Pembedahan

Pembedahan Diagnostik

o Biopsi insisi: ex. struma difus pradiagnosis

o Biopsi eksisi: ex. Tumor (nodul) terbatas pradiagnosis

sudah mulai ditinggalkan terutama dengan semakin akuratnya penggunaan biopsi

jarum halus.

Biasanya hanya dilakukan pada keadaan tumor yang tidak dapat dikeluarkan, seperti

pada karsinoma anaplastik.

Pembedahan Terapi

o Lobektomi total:

o Lobektomi subtotal

o Isthmolobektomi (Hemitiroidektomi): kelainan unilateral (adenoma)

o Tiroidektomi: Hipertiroid (Graves)

o Tiroidektomi subtotal: struma nodosa benigna

o Tiroidektomi total: keganasan terbatas tanpa pembesaran kelenjar limfe

(karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, atau karsinoma medularis, dengan atau

tanpa diseksi leher radikal)

o Tiroidektomi radikal: Keganasan tiroid dengan kemungkinan metastasis ke kelenjar

limfe

Page | 61

Page 70: Laporan Skenario 3 Blok 15

Komplikasi

1. Hipokalsemia

5% dari keseluruhan operasi, dan 80% kasus akan menghilang dalam 12 bulan.

2. Injury nervus

Kerusakan cabang n. Laringeus superior

Cedera pada n. Laringeus rekurens unilateral atau bilateral

3. Perdarahan

Perlu dilakukan re-eksplorasi untuk menghentikan perdarahan

4. Hematom

Dapat menimbulkan penekanan terutama terhadap trakea dan obstruksi napas

Sama dengan perdarahan, perlu dilakukan re-eksplorasi

5. Krisis tiroid (tirotoksikosis)

Adalah hipertioid yang berkembang dengan segera atau sewaktu setelah

pembedahan hipertiroid

Ditandai dengan: takikardia dan gejala/tanda hipertiroid lainnya yang bersifat akut

dan hebat

Disebabkan oleh sekresi berlebih hormon tiroid ke dalam darah setelah adanya

manipulasi yang dilakukan pada kelenjar tiroid selama pembedahan

Berbahaya karena dapat menyebabkan dekompensasi jantung

Page | 62

Waktu Terjadinya Komplikasi Komplikasi

Langsung sewaktu pembedahan Perdarahan

Cedera n. Rekurens uni- atau bilateral

Cedera trakea, esofagus, atau saraf di

leher

Kolaps trakea karena malasia trakea

Terangkatnya seluruh kelenjar

paratiroid

Terpotongnya duktus toraksikus di

leher kanan

Segera pascabedah Perdarahan di leher

Perdarahan di mediastinum

Page 71: Laporan Skenario 3 Blok 15

Edema laring

Kolaps trakea

Krisis tiroid/tirotoksikosis

Beberapa jam – hari pascabedah Hematom

Infeksi luka

Edema laring

Paralisis n. Rekurens

Gejala dan tanda cedera n. Laringeus

superior menjadi nyata

Hipokalsemia

Lama pascabedah Hipotiroid

Hipoparatiroid/hipokalsemia

Paralisis n. Rekurens

Cedera n. Laringeus superior

Nekrosis kulit

Kebocoran duktus toraksikus

Page | 63

Page 72: Laporan Skenario 3 Blok 15

Daftar PustakaFischbach, Frances Talaska & Marshall Barnett Dunning. 2009. Manual Of Laboratory And

Diagnostic Tests, 8th edition. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia.

Jameson and Weerman. 2008. Disorders of the Thyroid Gland. In: Harrison’s Principles of InternalMedicine, 17th Edition. Mc-Graw Hill companies: New York. Chapter 335.

Ladenson, Paul and Matthew Kim. 2007. Thyroid. In: Cecil Medicine, 23rd Edition. Saunders

Elsevier: New York. Chapter 244.

LaFranci, Stephen. 2007. Diseorder of The Thyroid Gland. In: Nelson’s Textbook of Pediatrics, 18

edition. Mc-Graw Hill companies: New York. Part XXV Section 2.

Ledingham, JGG and Warell. 2000. Concise Oxford Textbook of Medicine. Oxford Press.

McPhee, Stephen J. et al (editors). 2009. Current Madical Disgnosis and Treatment. Lange: New

York.

McPherson, Richard A. & Matthew R. Pincus. 2006. Henry's Clinical Diagnosis and Management by

Laboratory Methods, 21st ed. Saunders Elsevier: Philadelphia.

Provan, Drew and Andrew Krentz. 2002. Oxford Handbook of Clinical and Laboratory Investigation,

2nd Edition. Oxford University Press: New York.

Sacher, RA, Richard AM. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Penerbit

Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Silbernagl and Lang (editors). 2000. Color Atlas of Pathophysiology. Thieme: New York. Chapter 9.

Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC: Jakarta.

Sudoyo,dkk (editor). 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 3 edisi IV. Balai Pusat Penerbitan

FKUI: Jakarta.

Townsend, et al. 2007. Sabiston Textbook of Surgery, 18th Edition. Elsevier Saunders: New York.

Page | 64