laporan pbl dms 1

33
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING BLOK DERMATO-MUSKULOSKELETAL (DMS) PBL KASUS 1 “KAKIKU GATAL” Tutor : dr. Zairullah Mighfaza Kelompok 12 Aulia Nurul Izzati G1A013126 Diany Larasati G1A013127 Pratiwi Sekar Andjari G1A013128 Erine Della Aprilla G1A013129 Hasan Mursidi G1A013130 Rizka Dwi Wahyuni G1A013131 Intan Candra Khoirina G1A013132 Diva Augusti Dirgahayu G1A013133 Nastiti Maharani G1A013134 Muhammad Rifqi Jazuli G1A013135 Priambodo Jati Kuncoro G1A013136 Dias Kurniawan G1A012114 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Upload: divaaugusti

Post on 21-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Laporan Pbl Dms 1

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pbl Dms 1

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

BLOK DERMATO-MUSKULOSKELETAL (DMS)

PBL KASUS 1

“KAKIKU GATAL”

Tutor :

dr. Zairullah Mighfaza

Kelompok 12

Aulia Nurul Izzati G1A013126

Diany Larasati G1A013127

Pratiwi Sekar Andjari G1A013128

Erine Della Aprilla G1A013129

Hasan Mursidi G1A013130

Rizka Dwi Wahyuni G1A013131

Intan Candra Khoirina G1A013132

Diva Augusti Dirgahayu G1A013133

Nastiti Maharani G1A013134

Muhammad Rifqi Jazuli G1A013135

Priambodo Jati Kuncoro G1A013136

Dias Kurniawan G1A012114

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2014

Page 2: Laporan Pbl Dms 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. SKENARIO

Seorang wanita berusia 35 tahun datang dengan keluhan 1 tahun yang lalu timbul gatal-gatal di punggung kaki. Seminggu yang lalu gatal-gatal dirasakan semakin hebat disertai merah, bengkak dan lecet,terutama bila basah dan berkeringat, kulit juga dirasa menebal dan bersisik.

Informasi 1………….

Informasi 2………….

Page 3: Laporan Pbl Dms 1

BAB II

PEMBAHASAN

1. Identifikasi Masalah

a. Identitas : Wanita, 35 tahun

b. Keluhan utama : Gatal di punggung kaki

c. Keluhan penyerta : Merah, bengkak dan lecet

d. Onset : 1 tahun yang lalu

e. Kronologis : Bila basah dan berkeringat kulit menebal dan bersisik

2. Patogenesis dan patofisiologi gejala yang muncul

a. Gatal (Pruritus)

Dalam bahasa Latin, gatal adalah pruritus, yaitu sensasi yang menyebabkan

seseorang ingin atau refleks untuk menggaruk. Sains modern menunjukkan bahwa gatal

memiliki banyak kesamaan dengan nyeri, dan walaupun keduanya tidak mengenakkan,

pola responsnya berbeda; nyeri menyebabkan withdrawal reflex sementara gatal

menyebabkam scratch reflex (refleks menggaruk) (Poonawalla, 2009).

Mekanisme Gatal

Sampai saat ini neurofisiologi rasa gatal belum jelas, namun ada 3 teori yang telah

diajukan, yaitu (Yosipovitch, 2009):

2.1 Teori Spesifitas

Terdapat suatu kelompok sel saraf sensoris yang hanya memberikan respon

terhadap stimuli pruritogenik. Hal ini didukung oleh adanya sel reseptor C spesifik

yang menghantarkan rasa gatal dari perifer dan juga oleh adanya sel saraf yang

sensitif terhadap histamin pada traktus spinotalamikus.

2.2 Teori Intensitas

Teori ini menyatakan bahwa rangsang dan efek suatu stimuli besarnya

tergantung intensitasnya. Tetapi diketahui bahwa stimuli noksius pada dosis ambang

rangsang tidak mengakibatkan rasa gatal.

2.3 Teori Selektifitas

Terdapat kelompok nosiseptor aferen tertentu yang secara selektif memberikan

respon terhadap stimuli pruritogenik.

Page 4: Laporan Pbl Dms 1

2.4 Teori Sensitasi

Rasa gatal kronis memiliki banyak persamaandengan nyeri kronis, keduanya

diduga melaluimekanisme perifer dan sentral.

a. Sensitasi Perifer

Pada penderita gatal kronis, dermatitis atopikdan dermatitis kontak

terdapat peningkatanmediator neurotropin 4 (NT-4) serta ekspresiserum nerve

growth factor (NGF) (Schmelz, 2005).

b. Sensitasi Sentral

Ada banyak persamaan mekanisme sensitisasisentral pada nyeri dan rasa

gatal.Aktivitasnosiseptor kimia pada penderita gatal kronismenimbulkan

sensitisasi sentral sehingga meningkatkansensitivitas terhadap rasa

gatal.Terdapat dua tipe peningkatan sensitivitas terhadaprasa gatal, yang

pertama adalah aloknesisyang analog dengan alodinia terhadap

rangsangnyeri.Tipe kedua adalah hiperknesis punktat yanganalog dengan

hiperalgesia(Schmelz,2005).

Gambar 1. Skema sensitisasi sentral (Schmelz, 2005)

B. Merah (Eritema)

Eritema merupakan lesi kulit primer yang paling sering ditemukan pada penyakit

kulit, disebabkan dilatasi pembuluh darah dermis.Istilah ‘annular’ berasal dari bahasa

Page 5: Laporan Pbl Dms 1

Latin, yaitu ‘annulus’ yang berarti ‘dilingkari’. Lesi berupa makula atau plak berbentuk

lingkaran atau oval dengan tepi eritematosa dan tengah central clearing.

C. Bengkak (Edema)

Edema adalah pembengkakan jaringan subkutan ,yang bila ditekan akan

meninggalkancekungan (seperti sumur) .Kulit tampak mengkilat dan pucat.Hal ini

disebabkan penumpukancairan yang abnormal diantara sel di luar pembuluh darah.

Biasanya diantara sel selalu terdapat cairan ,hanya pada edema cairan ini berlebihan.

Ruang antara sel ini disebut ruang interstisial.

Edema dapat terjadi karena disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya yaitu

terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik intra vaskula menimbulkan perembesan cairan

plasma darah keluar dan masuk ke dalam ruang interstisium. Edema merupakan resiko

pasca terjadinya kongesti yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik. Secara

umum terdapat empat mekanisme terjadinya edema diantaranya yaitu:

1. peningkatan permeabilitas mikrovaskuler

2. peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler

3. penurunan tekanan osmotik intravaskuler

4. penurunan aliran limfatik

D. Lecet (Eksoriasi)

E. Menebal

F. Bersisik

Patogenesis

Kadar nukleotida yang abnormal terutama adenosine monofosfat (Camp) siklik dan

guanosin monofosfat (Cgmp) siklik Proliferasi dan migrasi sel epidermis yang cepat

Epidermis menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal, bersisik seperti perak.

Page 6: Laporan Pbl Dms 1

1. TINEA PEDIS

A. Definisi

Tinea pedis adalah infeksi jamur dermatofita yang menyerang pada telapak kaki

dan ruang interdigitalis, dapat meluas ke lateral maupun punggung kaki dan dapat terjadi

infeksi kronis Sekalipun bagi kebanyakan orang tidak menyakitkan, gangguan kulit yang

satu ini boleh dikatakan sangat menjengkelkan. Di daerah tropis, seperti di Indonesia,

hampir seluruh jenis tanaman tumbuh subur, termasuk berbagai jenis jamur yang

berkembang biak di kulit. Penyakit ini sering menyerang pada orang dewasa yang bekerja

di tempat basah seperti tukang cuci, petani atau orang yang setiap hari harus memakai

sepatu tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subyektif bervariasi mulai dari tanpa

keluhan sampai dengan rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder.Masalah

infeksi jamur menempati posisi ke dua dari seluruh penyakit kulit yang ditemui di dunia.

Hal ini dikarenakan penyakit tersebut tidak hanya menyerang suatu golongan, namun

dapat menyerang siapa saja bisa laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa,

dimana dan kapan saja, di rumah, di kantor, di sekolah bahkan di tempat paling bersih

sekalipun.

Tinea pedis atau sering disebut athelete foot adalah dermatofitosis pada kaki,

terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis adalah dermatofitosis yang

biasa terjadi. Penggunaan istilah athlete foot digunakan untuk menunjukan bentuk jari

kaki yang seperti terbelah. Prevalensi dari tinea pedis sekitar 10%, terutama disebabkan

oleh penggunaan alas kaki modern, meskipun perjalanan keliling dunia juga merupakan

faktor. Kejadiaan tinea pedis lebih tinggi diantara komuniti yang menggunakan tempat-

tempat umum seperti kamar mandi, shower atau kolam renang. . Kejadian infeksi ini

Page 7: Laporan Pbl Dms 1

sering terjadi pada iklim hangat lembab dimana dapat meningkatkan pertumbuhan jamur,

tetapi jarang ditemukan di daerah yang tidak menggunakan alas kaki.

B. Klasifikasi berdasarkan Morfologi

Gambaran klinis dari tinea pedis dapat dibedakan berdasarkan tipe:

1. Interdigitalis.

Di antara jari IV danjari V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis,

dapat meluas kebawah jari (subdigital) dan telapak kaki. Kelainan kulit berupa

kelompok vesikel. Sering terjadi maserasi pada selajari terutama sisi lateral berupa

kulit putih dan rapuh, berfisura dan sering disertai bau. Bila kulit yang mati

dibersihkan, akan terlihat kulit baru yang pada umumnya telah diserang jamur.

Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit

keluhan atau tanpak eluhan. Pada suatu ketika dapat disertai infeksi sekunder oleh

bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis, limfadenitis dan erisipelas, dengan

gejala-gejala konstitusi (Zhan, 2009).

Gambar.1 Tineapedis, Interdigitalis (Drawber, 2005)

2. Moccasin foot, tipe papuloskuamosa hiperkeratotik yang menahun. Pada seluruh

kaki, dari telapak, tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik;

eritema biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagiant epilesi. Di bagian tepi

lesi dapat pula dilihat papul dan kadang-kadang vesikel. Sering terdapat di daerah

tumit, telapak kaki, dan kaki bagian lateral, dan biasanya bilateral (Zhan, 2009).

Page 8: Laporan Pbl Dms 1

Gambar 2. Tineapedispadatelapak kaki (Drawber, 2005)

3. Pada bentuk subakut terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-kadang bula.

Kelainan ini mula-mula terdapat di pada daerah sela jari, kemudian meluas ke

punggung kaki atau telapak kaki, dan jarang pada tumit. Lesi-lesi ini mungkin

berasal dari perluasan lesi daerah interdigital. Isi vesikel berupa cairan jernih yang

kental. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik berbentuk lingkaran yang

disebut kolaret. Infeksi sekunder dapat terjadi, sehingga dapat menyebabkan selulitis,

limfangitis, dan kadang-kadang menyerupai erisipelas. Jamur terdapat pada bagian

atap vesikel. Untuk menemukannya, sebaiknya diambil atap vesikel atau bula untuk

diperiksa untuk diperiksa secara sediaan langsung atau untuk dibiak (Zhan, 2009)

Gambar 3. Tineapedis; VesikoBulosa, denganhiperpigmentasidarilesi yang inflamasi.

(Hanier, 2003)

Page 9: Laporan Pbl Dms 1

4. Bentuk yang terakhir adalah bentu kaku tul seratif pada telapak dengan maserasi, ma-

didans, dan bau. Diagnosis Tinea pedis lebih sulit karena pemeriksaan kerokan kulit

dan kultur sering tidak ditemukan jamur. (Zhan, 2009)

Gambar 4. Tineapedis Type Ulseratif

Gambar 4. TineapedistipeUlseratif (Drawber, 2005)

C. Etiologi dan Patogenesis

Tinea pedis disebabkan oleh Trichophyton rubrum(umumnya), Trichophyton

mentagrophytes, Epidermophyton floccosum. Namun, penyebab utama dari setiap pasien

rumit dengan adanya jamur saprofit, ragi dan /bakteri. Telah di observasi bahwa 9% dari

kasus tinea pedis diakibatkan oleh agen infeksi selain dermatofit. karakteristik dari

T.rubrum menghasilkan jenis yang relatif tidak ada peradangan dari dermatofitosis

dengan eritema kusam dan sisik keperakan yang melibatkan seluruh telapak kaki dan sisi

kaki menampilkan moccasin. Erosi juga terbatas pada infeksi jamur pada jari kaki atau

bawah jari kaki, kadang-kadang bersisik dan meluas sampai pada badan, gluteus, dan

extremiti. Individu dengan imun yang rendah mudah terkena infeksi, HIV/AIDS,

transplantasi organ, kemoterapi, steroid dan nutrisi parenteral diakui dapat menurunkan

resistansi pasien terhadap infeksi dermatofitosis. Kondisi seperti umur, obesitas, diabetes

melitus juga mempunyai dampak negatife terhadap kesehatan pasien secara keseluruhan

dan dapat menurunkan imunitas dan meningkatkan terjadinya tinea pedis. Diabetes

melitus itu sendiri dikategorikan sebagai penyebab infeksi, pasien dengan penyakit ini

Page 10: Laporan Pbl Dms 1

50% akan terkena infeksi jamur. Secara histologi, hiperkeratotis tinea pedis memiliki

karakteristi berupa akantosis, hiperkeratosis, dan infiltrasi perivaskular yag dangkal,

kronik dan dapat menyebar pada dermis. Bentuk vesicle-bula menampilkan spongiosis,

parakeratosis, dan subkornea atau spongiosis intraepitel vesiculasi dengan kedua tipe,

foci dari neutrofil biasanya dapat dilihat pada daerah stratum kornea. PAS atau

pewarnaan silver methenamine menampilkan organisme jamur.

Gambar 1. Tipe kering dari infeksi T. Rubrum

D. Diagnosis

a. Anamnesis

1) Keluhan utama

Gatal di punggung kaki

2) Keluhan tambahan

Bengkak, lecet dan kulit bersisik

3) Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh timbul gatal-gatal di punggung kaki selama 1 tahun yang lalu.

Seminggu yang lalu gatal dirasakan semakin hebat di sertai merah, bengkak dan

lecet, terutama bila basah dan berkeringat, kulit juga dirassa menebal dan bersisik.

4) Riwayat penyakit dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

5) Riwayat penyakit keluarga

Page 11: Laporan Pbl Dms 1

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal serupa

6) Riwayat sosial ekonomi

Pasien adalah seseorang yang bekerja sebagai tukang cuci

7) Riwayat alergi

Tidak alergi terhadap apapun

b. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis dari tinea pedis biasanya dilakukan secara klinikal dan berdasarkan

examinasi dari daerah yang terinfeksi. Diagnosis yang digunakan biasanya dengan

cara kulit dikerok untuk preparat KOH, biopsi skin, atau kulture dari daerah yang

terinfeksi.

1. KOH

Hasil preparat KOH biasanya positive di beberapa kasus dengan maserasi pada

kulit. Pada pemeriksaan mikroskop KOH dapat ditemukan hifa septate atau

bercabang, arthrospore, atau dalam beberapa kasus, sel budding menyediakan

bukti infeksi jamur.

2. Kultur

Kultur dari tinea pedis yang dicurigai dilakukan SDA(sabouraud’s dextrose

agar), pH asam dari 5,6 untuk media ini menghambat banyak spesies bakteri dan

dapat dibuat lebih selektif dengan penambahan suplemen kloramfenikol. Ini dapat

selesai 2-4 minggu. Dermatophyte test medium(DTM) digunakan untuk isolasi

selektif dan mengenali jamur dermatofitosis adalah pilihan lain diagnostik, yang

bergantung pada indikasi perubahan warna dari oranye ke merah untuk

menandakan kehadiran dermatofit.

3. Tes PAS

PAS menunjukkan dinding polisakarida-sarat dari organisme jamur yang terkait

dengan kondisi ini dan merupakan salah satu teknik yang paling banyak

digunakan untuk mendeteksi karbohidrat protein terikat (glikoprotein). Tes ini

dilakukan dengan mengekspos jaringan dari berbagai substrat untuk serangkaian

reaksi oksidasi-reduksi, sebagai hasil akhir, elemen positif seperti karbohidrat,

bahan membran basement menjadi permen apel merah(candy apple red). PAS

kontras positif komponen ini tajam terhadap latar belakang biru merah muda.

Page 12: Laporan Pbl Dms 1

Tidak seperti kulture pada SDA atau DTM, hasil PAS dapat selesai sekitar 15

menit. PAS juga telah menjadi tes diagnostik yang paling dapat diandalkan untuk

tinea pedis, dengan keberhasilan 98,8% dengan biaya paling efektif.

E. Faktor risiko

Tinea pedis mempunyai nama lain Athlete’s foot, ring worm of the foot atau kutu

air. Beberapa faktor lain penyebab tinea pedis adalah pemakaian sepatu tertutup untuk

waktu yang lama, bertambahnya kelembaban karena keringat, pecahnya kulit karena

mekanis dan paparan terhadap jamur.

Selain itu pemakaian kaus kaki dengan bahan yang tidak dapat menyerap keringat

dapat menambah kelembaban di sekitar kaki yang cenderung mendukung jamur dapat

tumbuh subur. Kondisi social ekonomi serta kurangnya kebersihan pribadi juga

memegang peranan penting pada infeksi jamur (insiden penyakit jamur pada social

ekonomi lebih rendah sering terjadi daripada social ekonomi yang lebih baik, hal ini

terkait dengan status gizi yang mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang terhadap

penyakit). Kebersihan pribadi (mencuci kaki setiap hari, menjaga kaki selalu kering)

yang kurang diperhatikan turut mendukung tumbuhnya jamur.

F. Tata Laksana

1. ANTIFUNGAL TOPIKAL

Obat topikal digunakan untuk mengobati penyakit jamur yang terlokalisir. Efek

samping dari obat-obatan ini sangat minimal, biasanya terjadi dermatitis kontak alergi,

yang biasanya terbuat dari alkohol atau komponen yang lain.

1.1 Imidazol Topikal. Efektif untuk semua jenis tinea pedis tetapi lebih cocok pada

pengobatan tinea pedis interdigitalis karena efektif pada dermatofit dan kandida.

1.2 Klotrimazole 1 %. Antifungal yang berspektrum luas  dengan menghambat

pertumbuhan bentuk yeast jamur. Obat dioleskan dua kali sehari dan diberikan

sampai waktu 2-4 minggu. Efek samping obat ini dapat terjadi rasa terbakar, eritema,

edema dan gatal.

1.2 Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum luas golongan Imidazol;

menghambat sintesis ergosterol, menyebabkan komponen sel yang mengecil hingga

menyebabkan kematian sel jamur. Obat diberikan selama 2-4 minggu.

Page 13: Laporan Pbl Dms 1

1.3 Mikonazol krim, bekerja merusak membran sel jamur dengan menghambat

biosintesis ergosterol sehingga permeabilitas sel meningkat yang menyebabkan

keluarnya zat nutrisi jamur hingga berakibat pada kematian sel jamur. Lotion 2 %

bekerja pada daerah-daerah intertriginosa. Pengobatan umumnya dalam jangka waktu

2-6 minggu.

1.4 Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian besar

dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap kandida. Digunakan secara lokal 2-3 kali

sehari. Rasa gatal akan hilang dalam 24-72 jam. Lesi interdigital oleh jamur yang

rentan dapat sembuh antara 7-21 hari. Pada lesi dengan hiperkeratosis, tolnaftat

sebaiknya diberikan bergantian dengan salep asam salisilat 10 %.

1.5 Piridones Topikal merupakan antifungal yang bersifat spektrum luas dengan

antidermatofit, antibakteri dan antijamur sehingga dapat digunakan dalam berbagai

jenis jamur.

1.6 Sikolopiroksolamin. Pengunaan kliniknya untuk dermatofitosis, kandidiasis dan tinea

versikolor. Sikolopiroksolamin tersedia dalam bentuk krim 1 % yang dioleskan pada

lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang terjadi.

2. ANTIFUNGAL SISTEMIK

Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal gagal dilakukan. Secara

umum, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian beberapa obat

antifungal di bawah ini antara lain :

2.1 Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Griseofulvin dalam bentuk

partikel utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 g untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 g

untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi

penyakit, penyebab penyakit, dan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan

2 minggu agar tidak residif. Dosis harian yang dianjurkan dibagi menjadi 4 kali sehari.

Di dalam klinik cara pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil yang cukup

baik pada sebagian besar penderita. Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu setelah

penyembuhan klinis. Efek samping dari griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan

keluhan utama ialah sefalgia yang didapati pada 15 % penderita. Efek samping yang lain

Page 14: Laporan Pbl Dms 1

dapat berupa gangguan traktus digestivus yaitu nausea, vomitus dan diare. Obat tersebut

juga dapat bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.

2.2. Ketokonazole. Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazole

yang bersifat fungistatik. Kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat

diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi

hari setelah makan. Ketokonazole merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan

hepar.

2.3 Itrakonazole. Itrakonazole merupakan suatu antifungal yangdapat digunakan sebagai

pengganti ketokonazole yang bersifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari

sepuluh hari. Itrakonazole berfungsi dalam menghambat pertumbuhan jamur dengan

mengahambat sitokorm P-45 yang dibutuhkan dalam sintesis ergosterol yang merupakan

komponen penting dalam sela membran jamur. Pemberian obat tersebut untuk penyakit

kulit dan selaput lendir oleh penyakit jamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam

selaput kapsul selama 3 hari. Interaksi dengan obat lain seperti antasida (dapat

memperlambat reabsorpsi di usus), amilodipin, nifedipin (dapat menimbulkan terjadinya

edema), sulfonilurea (dapat meningkatkan resiko hipoglikemia). Itrakonazole

diindikasikan pada tinea pedis tipe moccasion.

2.4 Terbinafin. Terbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga dapat diberikan sebagai

pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg – 250 mg sehari bergantung

berat badan. Mekanisme sebagai antifungal yaitu menghambat epoksidase sehingga

sintesis ergosterol menurun. Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10 %

penderita, yang tersering gangguan gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus, nyeri

lambung, diare dan konstipasi yang umumnya ringan. Efek samping lainnya dapat berupa

gangguan pengecapan dengan presentasinya yang kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian

atau seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara. Sefalgia

ringan dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3 % - 7 % kasus. (1)

Terbinafin baik digunakan pada pasien tinea pedis tipe moccasion yang sifatnya kronik.

Pada suatu penelitian ternyata ditemukan bahwa pengobatan tinea pedis dengan

terbinafine lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan griseofulvin.

Page 15: Laporan Pbl Dms 1

2. PSORIASIS

A. Definisi

Penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa bercak-bercak eritema

berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilat

(Siregar,2013).

B. Etiologi

Pada penyakit ini penyebabnya belum jelas, tetapi yang pasti adalah pembentukan

epidermis yang dipercepat (Siregar,2013).

C. Faktor Risiko

Pada penyakit ini faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya psoriasis

diantaranya kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna, lebih banyak pada daerah

dingin dan di musim hujan, biasanya diturunkan secara autosomal dominan, infeksi lokal

dan ganggua metabolik serta faktor stress , emosi dan kehamilan dapat memperberat

penyakit (Siregar,2013).

D. Patogenesis dan Patofisiologi

Pada kulit normal, sel basal di stratum basalis membelah diri, bergerak keatas secara

teratur sampai menjadi stratum korneum sekitar 28 hari, kemudian lapisan keratin

dipermukaan kulit dilepaskan serta digantikan yang baru. Namun pada psoriasis, proses

tersebut hanya berlangsung beberapa hari sehingga terbentuk skuama tebal,berlapis-lapis

serta berwarna keperakan. Penyebab yang pasti psoriasis belum diketahui dengan pasti,

namun,banyak faktorpredisposisi yang memegang peran penting seperti predisposisi

genetik dan kelainan imunologis. Walaupun etiopatogenesis psoriasis tidak diketahui

dengan pasti, namun banyak faktor yang diduga sebagai pemicu timbulnya psoriasis

seperti: infeksi bakterial, trauma fisik, stress psikologis dan gangguan metabolisme.

Bahkan beberapa ahli mengatakan bahwa psoriasis merupakan tanda adanya sindroma

metabolik banyak penelitian yang menyatakan adanya hubungan antara psoriasis dengan

sindroma metabolik (Mallbris et al 2006; Nestle et al 2009; Sanchez 2010).

Page 16: Laporan Pbl Dms 1

Sebelumnya psoriasis dianggap sebagai suatu penyakit primer akibat gangguan

keratinosit, namun saat ini psoriasis dikenal sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh

sistem imun. Psoriasis melibatkan interaksi kompleks diantara berbagai sel pada sistem

imun dan kulit, termasuk sel dendritik dermal, sel T, neutrofil dan keratinosit. Pada

psoriasis, sel T CD8+ terdapat di epidermis sedangkan makrofag, sel T CD4+ dan sel-sel

dendritik dermal dapat ditemukan di dermis superfisial. Sejumlah sitokin dan reseptor

permukaan sel terlibat dalam jalur molekuler yang menyebabkan manifestasi klinis

penyakit (Guyton, 2006).

Peran sistem imun dalam patogenesis psoriasis telah banyak penelitian yang

dipublikasikan. Dua dekade terakhir ini peneliti menyatakan bahwa keterlibatan

gangguan metabolisme lipid terhadap kejadian psoriasis. Beberapa penelitian menyatakan

bahwa psoriasis sangat berhubungan dengan sindroma metabolik dan metabolisme lemak

yang mengakibatkan adanya perubahan padaprofil lipid misalnya Low Density

Lipoprotein (LDL) ,High Density Lipoprotein (HDL) dan triglesirida (Zaidi dkk. 2007;

Gupta dkk.2011)

Secara patologis, psoriasis terjadinya diferensiasis dan proliferasi keratinosit yang

disertai proses inflamasi pada epidermis maupun epidermis.Peranan faktor imunologi

dalam patogenesis psoriasis ditunjukkan dengan adanya peningkatan aktifitas sel

presentasi antigen (antigene presenting cell/APC) ,yang disertai peningkatan aktivitas sel

Limfosit T helper 1 dengan mensistesis sitokin proinflamasi seperti; IL-1, IL-6, IL-10,

Interferon-gamma dan tumor necrosis factor. Sitokin proinflamasi ini akan mediasi

aktivitas faktor-faktor pertumbuhan seperti; epidermal growth factor, nerve growth

faktor, endothelian vascular growth factor, ICAM dan VCAM, yang pada akhirnya akan

terjadi proliferasi keratinosit disertai proses peradangan (Joshi 2004; Chanet dkk.2006;

Ghoreschidkk.2007; Brezinskidkk.,2013)

E. Diagnosis

Anamnesis : Ditemukannya macula dan papula eritematosa dengan ukuran mencapai

lentikular nummular yang menyebar secara sentrifugal (Siregar,2013).

Pemeriksaan fisik :

Page 17: Laporan Pbl Dms 1

a. Lokalisasi : siku,lutut,kulit kepala,telapak kaki dan tangan,punggung,tungkai atas dan

bawah, serta kuku (Siregar,2013).

b. Efloresensi / sifat-sifatnya : Makula eritematosa yang besarnya bervariasi dari miliar

sampai nummular, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar,sirsinar,

polisiklis atau geografis (Siregar,2013).

Makula ini berbatas tegas ditutupi oleh skuama kasar berwarna putih mengkilat. Jika

skuama digores oleh benda tajam menunjukkan tanda tetesan lilin. Jika penggoresan

diteruskan maka timbul tanda Auspitz dengan bintik-bintik darah. Dapat pula

menunjukkan fenomena Koebner atau reaksi isomorfik, yaitu timbul lesi-lesi psoriasis

pada bekas trauma/garukan (Siregar,2013).

Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya kepercayaan

diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak kaki dan daerah

intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bukan hanya

oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan arthritis psoriasis. Gambaran

klinis psoriasis adalah plak eritematosa sirkumskrip dengan skuama putih keperakan

diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat bervariasi dari kemerahan dengan skuama

minimal, plak putih dengan skuama tebal hingga putih keabuan tergantung pada

ketebalan skuama. Pada umumnya lesi psoriasis adalah simetris (Gudjonsson dan Elder,

2012).

Psoriasis juga dapat timbul pada tempat terjadinya trauma, hal ini disebut dengan

fenomena Koebner. Penggoresan skuama utuh dengan mengggunakan pinggir gelas

objek akan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih putih seperti tetesan lilin.

Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe klinis

psoriasis. Psoriasis vulgaris yang merupakan tipe psoriasis yang paling sering terjadi,

berupa plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas, dengan skuama

berwarna keputihan. Lesi biasanya terdistribusi secara simetris pada ekstensor

ekstremitas, terutama di siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genital.

Page 18: Laporan Pbl Dms 1

F. Klasifikasi Psoriasis

Klasifikasi Psoriasis dibagi berdasarkan beberapa jenis yaitu (Gudjonsson JE, 2008) :

1. Psoriasis Vulgaris

Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan (80%).

Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi pada

psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran mulai 0,5

cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling sering dijumpai

adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi tersebut diatas, psoriasis

ini dapat juga timbul di lokasi lain.

2. Psoriasis Gutata

Tampak sebagai papul eritematosa multipel yang sering ditemukan terutama pada

badan dan kemudian meluas hingga ekstremitas, wajah dan scalp Lesi psoriasis ini

menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami resolusi spontan. Pada

umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang seringkali diawali dengan radang

tenggorokan.

3. Psoriasis Pustulosa Generalisata (Von Zumbusch)

Psoriasis jenis ini tampak sebagai erupsi generalisata dengan eritema dan pustul.

Pada umumnya diawali oleh psoriasis tipe lainnya dan dicetuskan oleh penghentian

steroid sistemik, hipokalsemia, infeksi dan iritasi lokal.

4. Psoriasis Pustulosa Lokalisata

Kadang disebut juga dengan pustulosis palmoplantar persisten. Psoriasis ini

ditandai dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak tangan dan kaki biasanya

berbentuk simetris bilateral.

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang bertujuan menganalisis penyebab psoriasis, seperti

pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah kolesterol dan asam urat

(Siregar,2013).

Page 19: Laporan Pbl Dms 1

H. Tata Laksana Psoriasis

Terapi psoriasis digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu terapi farmakologis

dan non farmakologis. Psoriasis sebagai penyakit yang multifaktorial dengan penyebab

belum diketahui dengan pasti, sehingga penanganannya juga sangat bervariasi dan setiap

pusat pendidikan mempunyai acuan yang berbeda. Terdapat berbagai variasi terapi

psoriasis, mulai dari topikal untuk psoriasis ringan hingga fototerapi dan terapi sistemik

untuk psoriasis berat. Edukasi kepada pasien tentang faktor-faktor pencetusnya perlu

disampaikan kepada pasien maupun. Beberapa regimen terapi farmakologis yang sering

digunakan topikal maupun sistemik sebagai berikut keluarganya (Bettina, 2005) :

1. Topikal

a) Preparat Tar

Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat tar, yang efeknya adalah anti

radang. Preparat tar berguna pada keadaan-keadaan: Bila psoriasis telah resisten terhadap

steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas. Lesi yang melibatkan area yang

luas sehingga pemakaian steroid topikal kurang tepat. Bila obat-obat oral merupakan

kontra indikasi oleh karena terdapat penyakit sistemik. Menurut asalnya preparat tar

dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari : Fosil, misalnya iktiol. Kayu, misalnya oleum

kadini dan oleum ruski dan Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens.

Cara kerja obat ini sebagai antiinflamasi ringan.

b) Kortikosteroid

Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui beberapa cara , yaitu:

i. Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema.

ii. Sebagai antimitotik sehingga dapat memperlambat proliferasi seluler.

iii. Efek anti inflamasi, diketahui bahwa pada psoriasis terjadi peradangan kronis

akibat aktivasi sel T. Bila terjadi lesi plak yang tebal dipilih kortikosteroid dengan

potensi kuat seperti: Fluorinate, triamcinolone 0,1% dan flucinolone topikal efektif

untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat hidrokortison 1%-2,5%

digunakan bila lesi sudah menipis.

Page 20: Laporan Pbl Dms 1

c) Ditranol (antralin)

Hampir sama dengan tar memiliki efek antiinflamasi ringan, sebab dapat

mengikat asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan menggabungkan uridin ke

dalam RNA nukleus.

d) Vitamin D analog (Calcipotriol)

Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan menghambat proliferasi sel

dan diferensiasi keratinosit, meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit. Preparatnya

berupa salep atau krim 50 mg/g, efek sampingnya berupa iritasi, seperti rasa terbakar

dan menyengat.

e) Tazaroten

Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi

dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi

pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dankrim dengan

konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi

sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek

sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30 % kasus, juga

bersifat fotosensitif.

2. Sistemik

a) Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid sistemik masih kontroversial kecuali yang bentuk

eritrodermi, psoriasis artritis dan psoriasis pustulosa Tipe Zumbusch. Dimulai dengan

prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau steroid lain dengan dosis

ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberi dosis

pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan

dapat terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata.

b) Sitostatik

Bila keadaan berat dan terjadi eritrodermi serta kelainan sendi dapat sitostatik

yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Obat ini sering digunakan Psoriasis

Page 21: Laporan Pbl Dms 1

Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang sukar terkontrol. Bila lesi

membaik dosis diturunkan secara perlahan. Kerja metotreksat adalah menghambat

sintesis DNA dengan cara menghambat dihidrofolat reduktase dan juga hepatotoksik

maka perlu dimonitor fungsi hatinya. Karena bersifat menekan mitosis secara umum,

hati-hati juga terhadap efek supresi terhadap sumsum tulang.

c) Etretinat (tegison, tigason)

Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis

yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Etretinat

efektif untuk Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis eritroderma.

Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi terminal keratinosit yang

pada akhirnya dapat menetralkan stadium hiperproliferasi.

Efek samping dapat terjadi kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut,

mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan

persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar (peningkatan enzim hati).

d) Siklosporin A

Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya ialah

imunosupresif. Dosisnya 1-4mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik,

gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,serta hipertensi. Hasil

pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi

kekambuhan. (Gudjonsson and Elder,2012)

e) TNF-antagonis

Tumor Necrosis Factor (TNF) alpha merupakan sitokin proinflamasi yang

memegang peran penting dalam patogenesis psoriasis. Saat ini sedang dikembangkan

sebagai terapi yang memberi haparan baru. Sediaannya antara lain Adalimumab,

Infliximab, etanercept, alefacept dan efalizumab.

Sedangkan untuk terapi non-farmakologis pada Psoriasis meliputi :

1. Humektan dan Emolien

Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit dan mengurangi hidrasi kulit

sehingga kulit tidak terlalu kering. Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas

Page 22: Laporan Pbl Dms 1

dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya

juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi

emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis (Damasiewicz, 2007).

2. Fototerapi

Narrowband UVB untuk saat ini merupakan pilihan untuk psoriasis yang rekalsitran

dan eritroderma. Sinar ultraviolet masih menjadi pilihan di beberapa klinik. Sinar

ultraviolet B (UVA) mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan

untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan penyinaran secara alamiah,

tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan maka akan memperparah psoriasis. Karena

itu, digunakan sinar ulraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA.

Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-

metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter

yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA efektif pada 85 % kasus,

ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain (Suite, 2006).