laporan pbl cedera kepala

25
LAPORAN PROJECT BASED LEARNING (PJBL) CEDERA KEPALA Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah blok Neurology Yang dibimbing oleh Ns. Tina H., M.Kep Disusun Oleh: Lailatul Fitria (135070200111020) Eka Aditya Mahardika (135070200111022) Artarini Dwi Prema (135070200111024) Irfan Marsuq Wahyu (135070201111002) Puput Lifvaria Panta A. (135070201111004) Wahyuni (135070201111006) Zahirotul Ilmi (135070201111008) Nindia Setyaningrum (135070200111026) Syahra Sonia A. (135070200111026) Reguler 2 Kelompok 2

Upload: yuni

Post on 23-Jan-2016

150 views

Category:

Documents


42 download

DESCRIPTION

Laporan Pbl Cedera Kepala

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pbl Cedera Kepala

LAPORAN PROJECT BASED LEARNING (PJBL)CEDERA KEPALA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah blok Neurology

Yang dibimbing oleh Ns. Tina H., M.Kep

Disusun Oleh:

Lailatul Fitria (135070200111020)Eka Aditya Mahardika (135070200111022)Artarini Dwi Prema (135070200111024)Irfan Marsuq Wahyu (135070201111002)Puput Lifvaria Panta A. (135070201111004)Wahyuni (135070201111006)Zahirotul Ilmi (135070201111008)Nindia Setyaningrum (135070200111026)Syahra Sonia A. (135070200111026)

Reguler 2 Kelompok 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

Jalan Veteran MalangNovember 2014

Page 2: Laporan Pbl Cedera Kepala

Trigger

Seorang laki-laki usia 20 tahun datang ke unit gawat darurat karena mengalami kecelakaan

dimana sepedah motor yang dikendarainya menabrak pohon. Kondisi pasien saat ini

mengalami penurunan kesadaran, terdapat hematom pada kepala dan wajah, keluar darah

dari mulut dan hidung. Perawat kemudian melakukan pengkajian dan didapatkan data

sebagai berikut terdapat raccoon eyes pada kedua kelopak mata, hematoma pada wajah,

tampak darah dan lendir pada mulut pasien, akral dingin dan pucat, GCS 7 (E2, V2, M3).

Hasil CT scan terdapat edema serebral lobus oksipital. Tindakan yang dilakukan adalah

injeksi ketolorac 3x1 (IV).

SLO

a. Definisi Cedera kepala

b. Etiologi Cedera kepala

c. Faktor resiko Cedera kepala

d. Epidemiologi Cedera kepala

e. Manifestasi klinis Cedera kepala

f. Patofisiologi Cedera kepala

g. Pemeriksaan diagnostik Cedera kepala

h. Penatalaksanaan medis pasien dengan Cedera kepala

i. Komplikasi Cedera kepala

Page 3: Laporan Pbl Cedera Kepala

CEDERA KEPALA

1. DEFINISI CEDERA KEPALA

Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congential

ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar yang dapat

mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan

kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).

Cedera kepala adalah suatu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak

dalam dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan pekerjaan

atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan

perubahan perubahan fungsi otak (Black, 2005)

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau

tanpa disertai perdarahan intertitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008)Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,

bukan bersifat congential ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan

fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan

kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Di

bidang Ilmu Penyakit saraf cedera kepala lebih dititik beratkan pada cedera terhadap

jaringan otak, selaput otak, dan pembuluh darahnya.

2. ETIOLOGI CEDERA KEPALA

Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat, (2009 : 49) etiologi cedera kepala adalah:

a. Kecelakaan lalu lintas

b. Jatuh

c. Pukulan

d. Kejatuhan benda

e. Kecelakaan kerja atau industry

f. Cedera lahir

g. Trauma benda tumpul

h. Kecelakaan rumah tangga

Page 4: Laporan Pbl Cedera Kepala

i. Kecelakaan olahraga

j. Trauma tembak dan pecahan bom

3. FAKTOR RESIKO CEDERA KEPALA

Jenis kelamin

Pada populasi secara keseluruhan, laik-laki dua kali lebih banyak mengalami rauma

kepala daripada perempuan. Namun, pada usia lebih tua, perbandingan hampir sama. Hal

ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki

dan perempuan terhadap trauma kepala adalah 3:4:1 (jagger, Levine, Jane et al., 1984)

Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung mengalami trauma kepala

1,5 kali lebih banyak daripada perempuan (CDC, 2006)

Umur

Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30 tahun,hal ini disebabkan karena

kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang

tidak bertanggungjawab. (Jagger, Levine, Jane et al., 1984). Menurut Brain Injury Association

of America, dua kelompok umur mengalami resiko yang tertinggi adalah dari umur 0-4

tahun dan 15-19 tahun. (CDC, 2006)

4. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Pada Umumnya, cedera kepala dibagi berdasarkan mekanisme terjadinnya

cedera, tingkat kesadaran dan morfologinnya.

a. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan mekanismenya :

Cedera Kepala Tumpul: Hal ini dapat disebabkan karena kecelakaan dengan

mobil-motor, bisa juga karena jatuh dari ketinggian atau dipukul dengan benda

tumpul.

Cedera Kepala Tembus: Hal ini dapat disebabkan karena cedera peluru atau cedera

tusukan

b. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan morfologi.Cedera kepala menurut (Tandian, 2011).

Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang meliputi :

Laserasi kulit kepala

Page 5: Laporan Pbl Cedera Kepala

Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit

kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective

tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan

ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang

kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung

pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat

mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.

Fraktur tulang kepala. Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur

dibagi menjadi

Fraktur linier. Retak biasa pada hubungan tulang dan tidak merubah hubungan

dari kedua fragmen

Fraktur diastasis. Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura

tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulangkepala.

Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum

menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada

sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.

Fraktur kominutiff. Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang

meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.

Fraktur impresi. Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan

tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal.

Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau

laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna

terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna

segmen tulang yang sehat.

Fraktur basis kranii

Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang

tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang

merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak

anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur

fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii

dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan

Page 6: Laporan Pbl Cedera Kepala

daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang

dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat

menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran

cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak

(meningitis). Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon

eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign

(fraktur basis kranii fossa media).

Menurut (Tobing, 2011) Cedera kepala di area intrakranial.yang diklasifikasikan

menjadi cedera otak fokal dan cedera otak difus. Cedera otak fokal yang meliputi

Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)

Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut.

Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik

Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)

Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)

Cedera otak difus menurut (Sadewa, 2011)

Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI

Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang

menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi),

maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi)

danserabut yang menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura)

mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya rotasi

antara initi profunda dengan inti permukaan .

Kontsuio cerebri

Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena

efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab

kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut

menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang

terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi

kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang

berlawanan dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala.

Edema cerebri

Page 7: Laporan Pbl Cedera Kepala

Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada

edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat

pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral

lebih disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya

renjatan hipovolemik.

Iskemia cerebri

Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang

atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan

disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak.

c. Klasifikasi Cedera Otak Berdasarkan GCS / tingkat kesadaran

Cedera Kepala Ringan

Apabila nilai GCS berdada pada rentan 13-15, dimana pada tahap ini pasien bias

kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, fraktur tengkorak (-), terdapat

kontusio atau hematom.

Cedera Kepala Sedang

Apabila nilai GCS berdada pada rentan 9-12, dimana pasien dapat kehilangan

kesadaran selama 30 menit – 24 jam, fraktur tengkorak (+) yang disertai

disorientasi ringan.

Cedera Kepala Berat

Apabila nilai GCS berdad pada rentan 3-8, dimana pasien bisa kehilangan

kesadaran lebih dari 24 jam, biasannya disertai kontusio, laserasi atau hematom dan

edema serebral (Lionel Ginsberg, 2007).

d. Cedera Kepala juga dibedakan berdasarkan kerusakan jaringan otak, yaitu :

Komosio Serebri (Gegar Otak)

Gangguan fungsi neurologi ringa tanpa adannya kerusakan struktur otak, terjadi

hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai retrograde

amnesia, mual muntah dan nyeri kepala

Page 8: Laporan Pbl Cedera Kepala

Kontusio Serebri

Gangguan fungsi neurologi disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas

otak masih utuh, hilangmya kesadaran lebih dari 10 menit

Laserasio Serebri

Gangguan fungsi neurologi disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur

tengkorak terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari rongga intracranial (Tarwoto :

2007)

5. MANIFESTASI KLINIS CEDERA KEPALA

a. Manifestasi klinis cedera kepala berdasarkan tingkat kesadaran:

Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15.

1. Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.

2. Tidak ada kehilangan kesadaran

3. Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang

4. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

5. Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala

6. Tidak adanya criteria cedera kepala sedang-berat

Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13.

1. Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberirespon

yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.

2. Amnesia paska trauma

3. Muntah

4. Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,

hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)

5. Kejang

Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.

1. Penurunan kesadaran sacara progresif

2. Tanda neorologis fokal

3. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium (mansjoer, 2000)

b. Manifestasi klinis cedera kepala berdasarkan mekanismenya

Page 9: Laporan Pbl Cedera Kepala

Cedera kepala tumpul:

1. pusing atau gangguan kesadaran yang singkat

2. Sakit kepala

3. Penglihatan yang kabur

4. Mual dan muntah

5. Trauma kepala tumpul yang berat dapat menyebabkan gangguan kesadaran

yang berlangsung beberapa menit sampai dengan beberapa hari atau lebih.

Kejang dapat dijumpai, kadang – kadang pada keadaan yang berat akan ditemui

defisit neurologis yang permanen atau kematian. Defisit neurologis yang

diakibatkan oleh trauma kepala menyerupai keadaan pada stroke yang terdiri

dari kelumpuhan, kejang, kesulitan dalam berbicara, melihat, mendengar, dan

berjalan.

Cedera kepala tembus:

Menyebabkan gejala yang segera terjadi, berat, atau gejala yang ringan saja

meskipun trauma yang berpotensial mengancam jiwa kematian dapat terjadi pada

awal trauma

c. Manifestasi klinis cedera kepala berdasarkan morfologi:

Fraktur tulang kepala

Pada fraktur basis kranii ditemukan manifestasi klinis seperti rhinorrhea dan raccon

eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign (fraktur

basis kranii fossa media).

Cedera otak fokal

1. Pada perdarahan subdural ditemukan gejala seperti sakit kepala, kelemahan

anggota gerak sesisi dan bahkan penurunan kesadaran. Keadaan umumnya

serius dan memerlukan terapi operatif.

2. Pada perdarahan epidural darah akan menekan jaringan otak ke arah medial

dan menyebabkan penekanan terhadap n.III sehingga pupil yang sepihak

dengan epidural hematom akan midriasis ( melebar) dan perangsangan cahaya

akan negatif. Hal ini umumnya terjadi ketika putusnya arteri meningia media..

6. PATOFISIOLOGI

Page 10: Laporan Pbl Cedera Kepala

(terlampir)

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CEDERA KEPALA

Pemeriksaan diagnostik :

a. CT scan (dengan/tanpa kontras)

Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ventrikuler pergeseran

jaringan otak. Untuk mengevaluasi pasien yang diduga menderita cedera intracranial.

Hasil dari gambar cross-sectional dari struktur anatomi kepalan meliputi :

struktur cranial internal

jaringan otak

cairan cerebrospinal

gambar axial dari kepala

Immediate CT scan Indikasi :

Pasien dengan koma, GCS ≤ 8

Pasien depresi dengan level kesadaran GCS 9 – 13 (scull fracture)

Pasien dengan kondisi yang semakin buruk dengan mengarah ke kondisi koma

Urgent CT scan Indikasi :

Pasien disorientasi dengan GCS 14-15(scull fracture)

Pasien dengan tanda neurologi abnormal bersamaan dengan scull fracture

Pasien depresi dengan GCS 9 – 13 dengan defisit neurologi fokal.

Pasien yang akan menjalani CT scan harus mempunyai persyaratan-persyaratan

kondisi sebagai berikut :

Jalan nafas yang paten

Ventilasi yang adekuat

Tidak ada defisit cairan

Perdarahan yang terkontrol

Yang perlu diperhatikan :

Alergi terhadap bahan contrast , ex : Iodine.

Reaksi pasien selama dan setelah prosedur.

Page 11: Laporan Pbl Cedera Kepala

Apakah pasien calustrophobia.

Tanyakan apakah pasien sedang hamil atau tidak.

b. MRI

Berguna dalam mendiagnosis tumor, infark dan kelainan pada pembuluh darah

c. Angiografi serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema

dan perdarahan trauma

d. Foto rontgen

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis

(perdarahan/edema), dan fragmen tulang

e. Pemeriksaan CFS, pungsi lumbal

Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subaraknoid

f. Angiografi substraksi digital

Untuk memperlihatkan pembuluh saraf tanpa gangguan dari tulang dan jaringan lunak

disekitarnya

Pemeriksaan penunjang :

a. Glasgow Coma Scale

Respon membuka mata (E)

Buka mata spontan 4

Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara 3

Buka mata bila dirangsang nyeri 2

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon verbal (V)

Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5

Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4

Kata-kata tidak teratur 3

Suara tidak jelas 2

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon Motorik

Page 12: Laporan Pbl Cedera Kepala

Mengikuti perintah 6

Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan 5

Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan 4

Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal 3

Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal 2

Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi 1

Penilaian GCS = ( E+V+M)

b. EEG berkala

Mengukur aktivitas listrik lapisan superfisial korteks serebri

c. PET

Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

d. Kadar elektrolit

Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial

e. Skrinning toksikologi

Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran

f. Analisis Gas Darah (AGD)

Salah satu tes diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat

digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam

basa

g. ENG (Elektronistagmogram)

Untuk mendiagnosis gangguan sistem saraf pusat

h. BAEK (Brain Audit on Euked Tomografi)

Menentukan fungsi korteks dan batang otak

i. Kadar anti konvulsan

Untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang (Doenges

2000, Price dan Wilson 2006)

8. PENATALAKSANAAN MEDIS CEDERA KEPALA

a. Penatalaksanaan cedera kepala secara umum, antara lain:

Page 13: Laporan Pbl Cedera Kepala

Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai

dengan berat ringannya trauma.

Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.

Pemberian analgetik.

Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%

atau gliserol.

Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob

diberikan metronidazole.

Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jampertama dari

terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

Pembedahan.(Smelzer, 2001)

b. Penatalaksanaan penderita cedera kepala berdasarkan tingkat kesadaran

a. Cedera kepala sedang dengan GCS 9-13 meliputi:

Anamnesa penderita yang. terdiri dari; nama,umur,jenis kelamin, ras, pekerjaan.

Mekanisme cedera kepala.

Waktu terjadinya cedera.

Adanya gangguan tingkat kesadaran setelah cedera.

Amnesia : retrogade, antegrade.

Sakit kepala : ringan, sedang, berat

Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik

Pemeriksaan neurulogis secara periodik.

Pemeriksaan CT scan kepala.

Penderita dilakukan rawat inap untuk observasi.

Bila kondisi penderita membaik (90%). penderita dapat dipulangkan dan kontrol di

poliklinik.

Bila kondisi penderita memburuk (10%) segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang

dan penatalaksanaan sesuai dengan protokol cedera kepala berat. (IKABI, 2004)

Cedera kepala sedang walaupun masih bisa menuruti perintah sederhana masih

ada kemungkinan untuk jatuh ke kondisi cedera kepala berat. Maka harus diperhatikan

dan ditangani secara serius. Penatalaksanaan cedera kepala sedang adalah untuk

Page 14: Laporan Pbl Cedera Kepala

mencegah terjadinya cedera kepala sekunder oleh karena adanya massa intrakranial

atau infeksi intrakranial. Penderita yang setelah lewat 24 jam terjadinya trauma kepala,

meskipun keadaan stabil harus dilakukan perawatan untuk keperluan obserfasi.

(Markam S, Atmadja, Budijanto A, 1999). Observasi bertujuan untuk menemukan sedini

mungkin penyulit atau kelainan lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala.

(Hidajat, 2004). Untuk melakukan observasi pada panderita cedera kepala digunakan

metode glasgow coma scale (GCS).

b. Penatalaksanaan penderita cedera kepala dengan GCS<13

Oksigen dgn masker

Pasang collar brace

Atasi hipotensi dengan RL atau NaCl 0,9% sampai tanda-tanda perfusi baik

Infus D51/2NS 30-40 cc/kgBB/24 jam

Posisi berbaring, kepala lebih tinggi 20° dari badan

Pasang NG tube untuk mengeluarkan isi lambung, mencegah aspirasi

Periksa kadar Hb dan gula darah

Observasi ketat : tiap 15 menit selama 6 jam pertama, dan 30 menit selama 6 jam

berikutnya (dicatat)

Terapi

a. Medikamentosa

b. Antibiotika, bila ada luka atau indikasi lain

c. Anti tetanus bila lukanya kotor

d. Analgetika

e. Anti muntah

f. Neurotropik

g. Anti kejang : Phenytoin, Diazepam

h. Obat penenang : CPZ 12,5 mg atau diazepam 5 mg

9. KOMPLIKASI CEDERA KEPALA

a. Edema pulmonal

Page 15: Laporan Pbl Cedera Kepala

Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari

gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasandewasa. Edema paru

terjadi akibat reflex cushing/perlindungan yang berusaha mempertahan kantekanan

perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intracranial meningkat tekanan darah

sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah ke otak, bila

keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi

respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk

keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang

membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan

vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan

keparu, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses

berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari

darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.

b. Peningkatan TIK

Tekanan intracranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan

herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang

mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi cererebral. Yang merupakan

komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal

jantung serta kematian.

c. Kejang

Kejang terjadikira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat

harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel

lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga

peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya

mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya

tindakan medis untu kmengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan

obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara

intavena.Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan,pantau selama pemberian

diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.

d. Kebocoran cairan serebrospinalis

Page 16: Laporan Pbl Cedera Kepala

Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekatsinus frontal atau dari fraktur

tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,

sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau

dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga. Instruksikan klien

untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.

e. Infeksi

Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)

sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen inibiasanya berbahaya karena

keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain. Seperti

Meningitis (radang selaput otak) dan Encephalitis (radangotak)

f. Perdarahan Subarakhnoid

Insidennya bervariasi 14,3% hingga 40% dan semakin meningkat mengikuti

angka kejadian kecelakaan kendaraan bermotor. Dalam keadaan normal rongga ini terisi

oleh cairan serebrospinal yang jernih dan tidak berwarna serta jaringan penunjang pada

trabekula.

g. Koma

Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini,

secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita

akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau

mati penderita pada masa vegetative state sering membuka matanya dan

mengerakkannya, menjerit atau menunjukan respon reflek. Walaupun demikian

penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Keadaan ini

dapat berkembang menjadi

h. Kerusakan

Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus

facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk

pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda.

i. Hilangnya kemampuan kognitif

Berfikir, akal sehat , penyelesaian masalah, proses informasi dan memori

merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat

mengalami masalah kesadaran.

Page 17: Laporan Pbl Cedera Kepala

j. Penyakit Alzheimer dan Parkinson

Pada kasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer tinggi

dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung \frekuensi dan

keparahan cedera.

Page 18: Laporan Pbl Cedera Kepala

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2010. (online) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/130/jtptunimus-gdl-z

trimanings-6499-3-babii.pdf. (Diakses tanggal 13 November 2013)

Aritonang,S. 2007.Makalah cedera kepala. (online). http://eprints.undip.ac.id/29403/3/Bab_2.pdf. (Diakses pada tanggal 13 November 2014 pukul 11.46)

Ginsberg, Lionel. 2005. Neurology. Jakarta: Erlangga

Jual, Lynda. 2007. Buku Saku Diagnostik Keperawatan. Jakarta: EGC

Muttaqqin, Arif. 2008. Buku ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba

Saiful, Nurhidayat. 2009. Perawatan Cedera Kepala dan Stroke. Jogjakarata: Ardana Media

Unimus. 2012. Cedera Kepala. (Online) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/130/jtptunimus-gdl-trimanings-6499-3-babii.pdf (diakses Tanggal 17 November 2014 Pukul 19.00)

Veni, K. 20111. (online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/3/Chapter%20II.pdf . diakses tanggal 11 November 2014 pukul 14.13