laporan pbl 4.1

30
LAPORAN PBL 4 BLOK DIGESTIVE SYSTEM Sakitnya Perutku..... Kelompok 14 Tutor : dr. Yeni Nila Fristiani Anggota : Mutia Milidiah G1A011003 Irma Nuraeni Hidayat G1A011005 Isnila F Kelilauw G1A011007 Lannida G1A011008 Desvia Ira Restiana G1A011012 Halimah Chairunnisa G1A011013 Stefanus Ariyanto W G1A011015 Rizak Tiara Yusan G1A011016 Wedha Jati Tyas U G1A007092 Arya Yunan Permaidi G1A009113 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATAN

Upload: tembem-anggraeni-rahmatika

Post on 26-Oct-2015

80 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

digest

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PBL 4.1

LAPORAN PBL 4

BLOK DIGESTIVE SYSTEM

Sakitnya Perutku.....

Kelompok 14

Tutor : dr. Yeni Nila Fristiani

Anggota :

Mutia Milidiah G1A011003

Irma Nuraeni Hidayat G1A011005

Isnila F Kelilauw G1A011007

Lannida G1A011008

Desvia Ira Restiana G1A011012

Halimah Chairunnisa G1A011013

Stefanus Ariyanto W G1A011015

Rizak Tiara Yusan G1A011016

Wedha Jati Tyas U G1A007092

Arya Yunan Permaidi G1A009113

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

2013

Page 2: LAPORAN PBL 4.1

I. PENDAHULUAN

Informasi 1

Sdr. H 19 th datang ke IGD RSMS dengan keluhan nyeri perut

diseluruh bagian. Nyeri dirasakan sejak 1 hari yang lalu. Nyeri dirasakan

seperti ditusuk-tusuk dan menetap dan semakin berat jika pasien bergerak

atau batuk. Pada awalnya nyeri dirasakan di perut bagian kanan bawah,

kemudian menjalar keseluruh bagian perut. Pasien juga mengeluh demam

sejak beberapa jam yang lalu. Sudah 1 hari ini pasien tidak BAB dan flatus

sehingga perutnya terasa kembung. Pasien juga mengeluhkan mual dan

muntah. Pasien mengaku 1 hari yang lalu mengalami kecelakaan lalu-lintas

dan perut kanan bawahnya terbentur stang sepeda motor.

Informasi 2

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : tampak kesakitan

Kesadaran : compos mentis

Vital sign :

Tekanan darah : 100/60 mmHg rendah

Denyut nadi : 100x/menit, isi dan tegangan cukup normal

Frekuensi napas : 32x/menit takipneu

Suhu aksila : 38,2oC meningkat

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

normal

Thoraks :

Paru : dalam batas normal

Jantung : dalam batas normal

Abdomen :

Inspeksi : dinding perut tegang, tidak tampak bekas oprasi,

tampak jejas di region lumbal dekstra, venektasi (-),

darm contour (-), darm steifung (-)

Auskultasi : bising usus (-)/menurun, metallic sound (-),

borborigmi (-)

Page 3: LAPORAN PBL 4.1

Perkusi : hipertimpani di seluruh lapang abdomen, pekak hati

menghilang, pekak alih (-)

Palpasi : defans muscular (+), nyeri tekan di seluruh lapang

abdomen (+), nyeri tekan lepas (rebourn tenderness) (+)

Extremitas : superior : edema -/-, akral dingin -/- ; inferior :

edema -/-, akral dingin -/-

Informasi 3

Pemeriksaan Rectal Toucher (RT) : Tonus spincter ani lemah, ampula

recti kolaps, mukosa rectum licin, terdapat nyeri pada seluruh arah jam,

tidak teraba benjolan, prostat tidak membesar, STLD (-), feses (-).

Informasi 4

Pemeriksaan darah

Hb : 13,8 g/Dl normal (N : 13-16 g/dl)

Ht : 43% normal (N: 40-48 %)

Eritrosit : 5,9 jt/ μl meningkat sedikit (N: 4,5-5,5juta)

Leukosit : 18.000/ μl meningkat (N: 5000-10.000)

Trombosit: 185.000/ μl normal ( 150.000- 400.000)

LED : 41 mm/jam meningkat

Hitung jenis : eosinofil 2, basofil 0, batang 2, segmen 72, limfosit 20,

monosit 4 normal (N: eosinofil: 1-3, basofil: 0-1, batang: 2-6,

segmen: 50-70, limfosit: 20-40, monosit : 2-8)

Pemeriksaan urin :

Warna : tidak berwarna, jernih normal

Bau : khas normal

Berat jenis : 1,010

Leukosit : negative

pH : 6,5

Bakteri : (-)

Foto abdomen :

LLD: didapatkan free air intra peritoneal pada daerah perut yang paling

tinggi

Informasi 5

Page 4: LAPORAN PBL 4.1

Diagnosis : Suspect Peritonitis e.c Perforasi Colon

Intial assessment :

Pasien dipuasakan

IVFD RL

Pasang NGT (Dekompresi)

Pasang DC (Monitoring Output)

Konsul Sp.B Pro Laparotomi eksplorasi cito

Inj. Ceftriaxon 2x1 gr iv

Inf. Metrinodazol 3x500 mg

Inj. Ketorolac 2x30 mg

Page 5: LAPORAN PBL 4.1

II. ISI

A. Klarifikasi Istilah

1. Flatus

2. Darm contour

3. Darm steifung

B. Batasan Masalah

1. Identitas

a. Nama : Sdr H

b. Usia : 19 tahun

2. RPS

a. Keluhan Utama : Nyeri perut di seluruh bagian

b. Onset : 1 hari yang lalu

c. Progresivitas : Semakin berat, awal nyeri perut bagian kanan

saja kemudian menjalar sampai nyeri seluruh lapang

d. Kualitas : Mengganggu aktivitas, nyeri seperti ditusuk-

tusuk

e. Kuantitas : Terus menerus/ menetap

f. Faktor perberat : Bergerak dan batuk

g. Faktor peringan : (-) / tidak ada keterangan

h. Gejala penyerta : Demam, perut kembung karena tidak BAB

dan flatus, mual dan muntah.

3. RPD

Sehari yang lalu mengalami kecelakaan

4. RPK

(-) / tidak ada keterangan

5. RSE

(-) / tidak ada keterangan

Page 6: LAPORAN PBL 4.1

C. Analisis Masalah

1. Kandungan flatus apa? Dan bagaimana efeknya jika tidak

dikeluarkan terhadap tubuh ?

Komposisi gas flatus tergantung dari apa yang dikonsumsi

dan banyak konsumsinya. NH3, CO2, H2S, dan Ch4 berasal dari

pembusukan bakteri di kolon terhadap sisa zat makanan. H2 dan CO2

dihasilkan dari karbohidrat yang tidak dicerna dalam pencernaan atas

(“upper digestine tract”) tetapi difermentasi oleh bakteri usus (“colon

bacteria”) (Sukardi et al., 2012). Konsumsi kacang-kacangan dapat

berdampak pada flatus, yaitu memperbanyak jumlah flatus yang

dihasilkan oleh bakteri (Rochsitasari, 2011).

2. Apa saja faktor yang menyebabkan tidak bisa flatus?

3. Mekanisme flatus

4. Klarifikasi nyeri abdomen

Pada dasarnya, nyeri abdomen terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Nyeri viseral

Nyeri ini terjadi jika ada rangsangan di organ atau struktur

yang ada di dalam rongga abdomen, misalnya akibat inflamasi,

trauma, dll yang diinervasi oleh saraf otonom. Nyeri ini tidak

timbul akibat adanya rabaan maupun pemotongan pada organ

maupun struktur di rongga abdomen, melainkan timbul akibat

adanya tarikan, regangan, maupun kontraksi yang berlebihan pada

organ terkait. Jika pasien mengalami nyeri ini, ia tidak mampu

menunjukkan secara spesifik (melokalisasi) pusat nyeri dengan

jari tangan, melainkan hanya mampu menunjukkan dengan

seluruh permukaan telapak tangan di daerah yang nyeri. Pasien

yang mengalami nyeri ini tidak akan bertambah hebat rasa

nyerinya ketika bergerak karena pada nyeri ini tidak disertai

rangsangan pada peritoneum (Jong, 2005).

b. Nyeri somatik

Nyeri ini timbul jika terdapat rangsangan pada bagian yang

diinervasi oleh saraf tepi. Rangsangan tersebut dapat berupa

Page 7: LAPORAN PBL 4.1

rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, maupun inflamasi. Pasien

yang mengalami nyeri ini akan merasa seperti ditusuk atau disayat

dan pasien dapat secara jelas menunjukkan lokasi nyeri dengan

menggunakan jari tangan. Pasien yang mengalami nyeri ini akan

bertambah parah rasa nyerinya jika bergerak, bernapas yang

dalam, ataupun batuk sehingga biasanya pasien yang mengalami

nyeri ini akan lebih banyak diam, bernapas secara dangkal, dan

menahan batuk (Jong, 2005).

5. Bagaiman keterkaitan/ hubungan antara mual muntah dengan nyeri

abdomen?

Pada nyeri visceralis, yang berperan sebagai reseptor adalah

peritoneum visceralis. Semakin luas inflamasi yang terjadi, maka

akan semakin meningkatkan rangsangan saraf otonom yang akan

menginterpretasikan nyeri tersebut. Semakin hebat rangsangan pada

saraf otonom akan mengakibatkan aktifnya beberapa lingkar perut.

Jika pada peristatik dapat membuat peristaltic menurun bahkan

sampai menghilang, sedangkan pada pusat muntah, akan terjadi mual

dan muntah (Sander, 2011).

6. Kenapa pada kasus diawali nyeri bagian kanan perut kemudian

menjalar ke seluruh lapang abdomen?

D. Sasaran Belajar

1. Kenapa terjadi tegang pada peritonitis ?

2. Kandungan flatus dan keterkaitan muntah,mual

3. Gambaran foto abdomen LLD

4. Gambaran free air

5. Definisi peritonitis

6. Etiologi

7. Epidemiologi

8. Faktor risiko

9. Gejala klinis

10. Patogenesis

11. Patofisiologi

Page 8: LAPORAN PBL 4.1

12. Penatalaksanaan

13. Komplikasi

14. Prognosis

E. Prognosis Belajar Mandiri

Sudah dilakukan

F. Pembahasan sasaran belajar

1. PERUT TEGANG

Reseptor tegang di abdomen (peritonium parietal)

Rangsangan sensoris (nyeri)

Ambang rangsang berkurang pada peritonitis

Tegang abdomen menetap

Distensi abdomen

2. Kandungan flatus

Komposisi gas flatus tergantung dari apa yang dikonsumsi

dan banyak konsumsinya. NH3, CO2, H2S, dan Ch4 berasal dari

pembusukan bakteri di kolon terhadap sisa zat makanan. H2 dan

CO2 dihasilkan dari karbohidrat yang tidak dicerna dalam

pencernaan atas (“upper digestine tract”) tetapi difermentasi oleh

bakteri usus (“colon bacteria”) (Sukardi et al., 2012). Konsumsi

kacang-kacangan dapat berdampak pada flatus, yaitu

memperbanyak jumlah flatus yang dihasilkan oleh bakteri

(Rochsitasari, 2011).

keterkaitan mual, muntah dengan nyeri

Page 9: LAPORAN PBL 4.1

Pada nyeri visceralis, yang berperan sebagai reseptor adalah

peritoneum visceralis. Semakin luas inflamasi yang terjadi, maka

akan semakin meningkatkan rangsangan saraf otonom yang akan

menginterpretasikan nyeri tersebut. Semakin hebat rangsangan

pada saraf otonom akan mengakibatkan aktifnya beberapa lingkar

perut. Jika pada peristatik dapat membuat peristaltic menurun

bahkan sampai menghilang, sedangkan pada pusat muntah, akan

terjadi mual dan muntah (Sander, 2011).

3. Proyeksi pemeriksaan LLD (Patel, 2005) :

a. Persiapan pasien : Pasien tetap posisi miring (LLD) selama 10

atau 20 menit sebelum dilakukan eksposi  untuk memberikan

kesempatan udara bebas agar naik hingga daerah permukaan atas

rongga peritoneum.

PP (Posisi Pasien) : Pasien berbaring miring dengan sisi kiri

tubuh menempel pada meja pemeriksaan. kedua lengan ditekuk

dengan lutut diletakkan agak ke depan bidang anterior abdomen.

b. PO (Posisi objek) :Kaset dan grid dengan ukuran sesuai

kebutuhan dipasang dibelakang punggung secara vertikal dan

diganjal agar posisinya terfiksasi. Pertengahan kaset berada pada

garis yang menghubungkan kedua Crista iliaca. Bidang median

sagital (MSP) berada sejajar dengan meja pemeriksaan dan tegak

lurus kaset. Kaset harus mencakup diafragma

a. Ukuran kaset :30x40 cm Horizontal

b. CR : Tegak lurus Horizontal

c. CP : Pada Umbilikus (Pusar) atau 3jari di atas

Krista iliaca

d. FFD : 100cm

e. Marker : L Orientasi AP

Page 10: LAPORAN PBL 4.1

Gambar 1.x

c. Kriteria gambaran : Vertebrae Lumbal, Diafragma, Krista

iliaca, T11 dan T12

Gambar 2.x

d. Kriteria Evaluasi

a. Diafragma dan Abdomen bawah terlihat

b. Batas air dan udara (air-fluid level) di abdomen dengan

detail soft tissue tampak di anterior abdomen

Page 11: LAPORAN PBL 4.1

4. Gambaran Free Air

Free air atau udara bebas atau pneumoperitoneum

merupakan udara atau gas yang terperangkap di dalam cavum

peritoneum namun di luar dari lumen usus. Hal ini dapat terjadi

akibat adanya perforasi usus atau akibat insuflasi gas (CO2 atau

gas) selama laparoskopi. Dari kedua penyebab ini memiliki

gambaran radiologis yang serupa, namun manifestasi klinisnya

berbeda (Lloyd, 2010).

Pasien yang menunjukkan gejala akut abdomen harus

diperiksa terlebih dahulu dengan foto thoraks posisi ereksi

(tegak) ataupun foto abdomen posisi supinasi. Pasien harus

diposisikan duduk tegak selama 10 – 20 menit dengan tujuan

agar udara bebas intra abdomen naik ke atas dan membentuk

gambaran sabit di dekat diafragma. Berikut ini beberapa contoh

gambaran udara bebas dari foto thoraks dan abdomen (Lloyd,

2010):

1. Udara di bawah diafragma

Terdapat udara dalam volume yang besar di bawah diafragma

dengan gambaran seperti bulan sabit. Pasien ini memiliki ulkus

duodenum disertai perforasi (Lloyd, 2010).

Page 12: LAPORAN PBL 4.1

2. Rigler’s / double wall sign

Normalnya hanya dinding sebelah dalam dari usus yang

terlihat, namun pada kasus penumoperitoneum terlihat kedua sisi dari

dinding usus, baik sebelah dalam maupun sebelah luar dinding

terlihat (Lloyd, 2010).

3. Football sign

Pada gambar ini terlihat udara bebas dalam volume yang besar naik

ke bagian depan cavum peritoneum yang mengakibatkan adanya area

hitam bulat yang besar seperti bola (Lloyd, 2010).

4. Chilaiditi’s phenomenon

Page 13: LAPORAN PBL 4.1

Terlihat udara di dekat bentukan sabit di bawah hemidiafragma

dekstra. Udara dapat terlihat berada di dalam usus. Selain itu, terlihat

juga gambaran hiperekspansi paru akibat emfisema (Lloyd, 2010).

7. Epidemiologi

Sindrom dari peritonitis bakterial spontan umumnya terjadi

pada peritonitis akut pada pasien dengan dasar sirosis. Sirosis

mempengaruhi 3,6 dari 1000 orang dewasa di Amerika Serikat

dan bertanggungjawab terhadap 26000 kematian per tahun.

Perdarahan variseal akut dan peritonitis bakterial spontan

merupakan beberapa komplikasi dari sirosis yang mengancam

jiwa. Kondisi yang berkaitan yang menyebabkan abnormalitas

yang signifikan mencakup ascites dan enselofati hepatik. Sekitar

50% pasien dengan sirosis yang menimbulkan ascites meninggal

dalam 2 tahun setelah diagnosis (Peralta, 2006)

8 . Etiologi

Etiologi(Molmenti,2004).

1. Mikroorganisme pada penyakit gastrointestinal

Page 14: LAPORAN PBL 4.1

2. Apendisisitis yang meradang dan perforasi

3. Tukak pepetik ( lambung dan duodenum)

4. Tukak typoid

5. Tukak disentrie amoeba

6. Tukak pada tumor

7. Salphingitis

8. Divertikulosis

9. Operasi yang tidak stabil

10. Trauma pada kecelakaan

11. Secara hematogen

Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya

suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-

organ intraabdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal,

colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih),

yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi

peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami

strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan

bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli)

9. Gejala Klinis

Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala

yang terdiri : ( Alfa, 2008).

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba – tiba, nyeri bersifat serang

–serangan., nyeri menghilang selama 10 – 20 menit, kemudian

timbul lagi serangan baru.

2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas,

kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.

Page 15: LAPORAN PBL 4.1

3. Buang air besar campur darah dan lendir

10. Patogenesis Peritonitis(Schrock, 2000)

Trauma Colon

Perforasi

Bakteri dari Colon keluar

Penetrasi ke organ sekitar, karena trauma di

ventral, maka kuman juga akan berpenetrasi ke

arah ventral, yaitu peritonium

Peritonium bereaksi, karena terkena bakteri yang

bukan tempatnya di peritonium

Reaksi inflamasi

Terbentuk eksudat

Sebagai respons tubuh, disekeliling eksudat terbentuk

jaringan fibros untuk mencegak reaksi inflamasi

menyebar dan eksudat menjadi luas

Keadaan ini yang disebut peritonitis

(Schrock, 2000)

peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik berkurang sampai

timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang.

Cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus, menyebabkan terjadinya

Page 16: LAPORAN PBL 4.1

dehidrasi, gangguan sirkulasi oligouria dan mungkin syok.

Perlekatan antara lekukan usus mengganggu motilitas usus dan

menyebabkan terjadinya obstruksi usus.

Page 17: LAPORAN PBL 4.1

12.Tata Laksana Farmakologis

1. Terapi Kausatif

Penngobatan kausatif dilakukan dengan berupa pemberian

obat antibiotik karena peritonitis disebabkan oleh infeksi bakteri.

Obat antibiotik yang diberikan umumnya adalah golongan

sefalosporin. Obat – obat tersebut diantaranya adalah (Caruntu,

2006):

a. Cefotaxime

1) Bekerja dengan menghambat sintesis mukopeptida pada

dinding sel bakteri

2) Bersifat bakterisidal

3) Merupakan antibiotik spektrum luas

4) Efek Samping : Inflamasi pada tempat injeksi, demam,

urtikaria, anafilaksis, diare, mual, muntah, colitis.

5) Dosis : 2 gr i.v tiap 8 jam selama 5 hari

6) Dosis maksimum : 12 gr dalam 24 jam

b. Ceftriaxone

1) Bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri

2) Bersifat bakterisidal

3) Efek Samping : Urtikaria, pruritus, ruam, anafilaksis,

diare, konvulsi, ensefalopati, hipoprotrombinemia.

4) Dosis : 2 gr i.v tiap 24 jam selama 5 hari

5) Dosis maksimum : 4 gr tiap 24 jam

c. Amoxicillin + Calvulanic Acid

1) Bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri

2) Bersifat bakterisidal

3) Efek Samping : Diare, mual, muntah, kandidiasis,

urtikaria, ruam eritema, anafilaksis, angioedema.

4) Dosis : 1,2 gr tiap 6 – 8 jam selama 2 hari

2. Terapi Adjuvant

Page 18: LAPORAN PBL 4.1

Pengobatan pendukung dapat dilakukan dengan memberikan

obat – obat jenis lain, diantaranya adalah (Caruntu, 2006):

a. Prokinetik

1) Bekerja dengan menurunkan waktu transit intestinal

sehingga diharapkan dapat mengurangi pertumbuhan

berlebihan bakteri intestinal dan menurunkan risiko

terjadinya translokasi bakteri ke peritoneum (Caruntu,

2006).

2) Contoh obat : Agonis reseptor 5 HT 4

b. Probiotik

Diberikan dengan tujuan agar dapat terjadi

keseimbangan dari jumlah flora normal di intestinal dan

peningkatan jumlah bakteri anaerob yang bersifat protektif

(Caruntu, 2006).

c. Bakterioterapi dengan Lactobacillus

Ini dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki

kondisi pertumbuhan berlebihan dari bakteri intestinal,

menstabilkan fungsi barrier mukosa, dan menstimulasi

mekanisme pertahanan lokal (Caruntu, 2006).

13.Komplikasi

a.Komplikasi dini

1) Septikemia dan syok septik

2) Syok hipovolemik

3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol

dengan kegagalan multi sistem

4) Abses residual intraperitoneal

5) Portal Pyemia (misal abses hepar)

b. Komplikasi lanjut

1) Adhesi

1) Obstruksi intestinal rekuren

c.Komplikasi terapi dengan Laparotomi

1) trauma peritoneum

Page 19: LAPORAN PBL 4.1

2) fistula enterokutan

3) kematian di meja operasi

4) peritonitis berulang.

d. pasca laparotomi

1) perawatan lama dapat menyebabkan pneumonia

2) sepsis

3) kegagalan reanimasi

14.Prognosis

Dubia at malam

Peritonitis mempunyai tingkat mortalitas sekitar 40 %. Faktor

yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain

tipepenyakit primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ

multipel sebelum pengobatan serta usia dan kondisi kesehatan pasien

Page 20: LAPORAN PBL 4.1

DAFTAR PUSTAKA

Caruntu, Florin Alexandru, Loredana Benea. 2006. Spontaneus Bacterial

Peritonitis : Pathogenesis, Diagnosis, Treatment. Journal of

Gastrointestinal Liver Disease Vol. 15 No. 1.

Doherty, Gerard. 2006. Peritoneal Cavity in Current surgical Diagnosis &

Treatment 12ed. USA ; The McGraw-Hill Companies

Jong, Wim de, R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:

EGC.

Rochsitasari, Noverita. 2011. Perbedaan Frekuensi Defekasi dan

Konsistensi Tinja Bayi Sehat Usia 0-4 Bulan yang Mendapat ASI

Eksklusif, Non Ekskusif dan Susu Formula. Semarang : Universitas

Diponegoro.

Page 21: LAPORAN PBL 4.1

Sukardi., Hindun, M., Hidayat, Nur. 2012. Optimasi Penurunan Kandungan

Oligosakarida pada Pembuatan Tepung Ubijalar Dengan Cara

Fermentasi. Malang : Universitas Brawijaya.

Sander, Mochammad Aleq. 2011. Apendisitis akut : bagaimana sebenarnya

dokter umum dan perawat dapat mengenali tanda dan gejala lebih

dini pada penyakit ini. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Malang. Vol 2(1) : 15-20.

Patel, R. Pradip. 2005. Lecture Notes : Radiology. Jakarta : Penerbit

Erlangga.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.

Rochsitasari, Noverita. 2011. Perbedaan Frekuensi Defekasi dan

Konsistensi Tinja Bayi Sehat Usia 0-4 Bulan yang Mendapat ASI

Eksklusif, Non Ekskusif dan Susu Formula. Semarang : Universitas

Diponegoro.

Sukardi., Hindun, M., Hidayat, Nur. 2012. Optimasi Penurunan Kandungan

Oligosakarida pada Pembuatan Tepung Ubijalar Dengan Cara

Fermentasi. Malang : Universitas Brawijaya.

Sander, Mochammad Aleq. 2011. Apendisitis akut : bagaimana sebenarnya

dokter umum dan perawat dapat mengenali tanda dan gejala lebih

dini pada penyakit ini. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Malang. Vol 2(1) : 15-20.

Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plus

sorces: http://sanirachman.blogspot.com/2009/10/penatalaksanaan-

Page 22: LAPORAN PBL 4.1

peritonitis.html#ixzz2Vfa7sLx5 Under Creative Commons

License: Attribution Non-Commercial

Sjamsuhidajat R., Wim deJong, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2.

Jakarta: ECG

Brunicardi FC. 2009. Schwartzs’s Principle of Surgery 5th edition. New

York: Mc-Graw-Hill Professional

Yung S. Chan TM. 2012. Pathophysiological Changes to the Peritoneal

Membrane during PD-Related Peritonitis: The Role of Mesothelial

Cells. Mediators of Inflammation. Hindawi Publishing Corporation