laporan pbl 1 jadi

Upload: cha-chiby

Post on 17-Jul-2015

286 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING BLOK NBSS KASUS I

KELOMPOK III RUSMAN SHIDDIQ ELOK NURFAIQOH TIA NURYANI RIFQI MAZIYANSYAH HELMI BEN BELLA GRAHITA ANINDITA P SELVIA LETI INDAH OKTAVIANI M RIZKI FADLAN DICKY BASKORO SETIADI TULUS PRIHARYONO G1A007008 G1A007047 G1A007053 G1A007054 G1A007078 G1A007079 G1A007126 G1A007127 G1A007130 G1A006043 G1A006046

Tutor : dr. Diah Krisnansari

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER PURWOKERTO 2010

BAB I PENDAHULUAN

Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu metode pengajaran yang melatih keaktifan mahasiswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, sehingga dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mahasiswa. Tujuan dari

kegiatan Problem Based Learning ini adalah agar mahasiswa tidak monoton terpaku dalam materi kuliah yang diberikan oleh dosen pada saat kuliah, tetapi lebih aktif dalam mencari sumber-sumber lain yang relevan dengan materi kuliah. Sehingga nantinya mahasiswa akan dapat malatih untuk berpikir kritis, berusaha mencari apa yang masih kurang jelas, dan tentunya dapat melatih keterampilan berkomunikasi di forum dengan peraturan-peraturan yang sudah ditentukan. Problem Based Learnig (PBL) kasus 1 blok NBSS merupakan suatu wadah diskusi yang digunakan oleh mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran sebagai bekal menjadi dokter umum. Dalam PBL kali ini membahas tentang kasus stroke. dimana kasus stroke sering dijumpai di masyarakat. Dalam diskusi ini kami sedikit mengalami hambatan disebabkan oleh materi kuliah yang belum diberikan dan masih sedikit ilmu yang kita dapatkan. Oleh karena itu, disinilah perlu adanya PBL kita lakukan agar kita dapat saling menukar ilmu dan informasi antara satu dengan yang lain. Akan tetapi di dalam berdiskusi, informasinya harus didasari referensi yang diakui kebenarannya, misalnya text book atau jurnal. Mahasiswa diberikan sebuah skenario tentang sebuah masalah yang tejadi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat memecahkan masalah tersebut dengan menggunakan langkah-langkah yang ada. Dengan adanya sistem pembelajaran seperti ini mahasiswa diharapkan dapat menjadi lebih aktif dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Setelah PBL mahasiswa diharapkan dapat menguasai outline yang diberikan dalam bentuk skenario, dan menganalisa permasalahan-permasalahan yang timbul dengan pendekatan yang komprehensif, terintegrasi, dan sistematis.

BAB II PEMBAHASAN

2. 1. Informasi Kasus Tutorial I Informasi I Ny.S, 65 tahun dibawa ke IGD oleh keluarganya karena kelemahan anggota gerak bagian kanan yang dirasakan kira-kira setengah jam yang lalu yaitu ketika bangun tidur jam 5 pagi.

Informasi II Pasien tampak mengantuk, tidak merasakan nyeri kepala. Tidak ada mual dan muntah. Tidak ada kejang. Pasien sulit berkomunikasi. Sebelumnya pasien belum pernah sakit seperti sekarang. Riwayat kesehatan : Ny.S adalah penderita DM dan hipertensi, keduanya tidak terkontrol, kurang lebih 10 tahun, jarang berolahraga, dengan pola makan yang tidak teratur. Suami Ny.S seorang perokok berat, 15-20 batang per hari.

Informasi III Pemeriksaan Fisik : KU GCS Tekanan darah Denyut nadi Respirasi Suhu Tubuh Status internus : Somnolen : E3M6V (afasia) : 160/100 mmHg : 76x/menit, regular : 24x/menit : 36,5 C : dalam batas normal

Pemeriksaan Neurologis : Meningeal sign (-) N.Cranialis : Parese N VII kanan tipe sentral

Parese N XII kanan Fungsi Motorik Gerak Kekuatan Refleks fisiologis Refleks patologis Tonus Trofi 2/5 meningkat/Normal -/N/N Eutrofi Superior (D/S) /N 3/5 meningkat/Normal +/N/N eutrofi Inferior (D/S) /N

Fungsi sensorik : hemihipestesia kanan Fungsi vegetatif : dalam batas normal Informasi IV Hasil laboratorium Hb Leukosit Trombosit Gula darah puasa Gula darah 2 jam PP Kolesterol total HDL LDL Trigliserida Asam urat : 12,8 gr/dl (N) : 7800/mm3 (N) : 240.000/mm3 (N) : 140 mg/dl (meningkat) : 210 mg/dl (meningkat) : 245 mg/dl (N) : 45 mg/dl (N) : 170 mg/dl (N) : 190 mg/dl (N) : 5,2 mg/dl (normal)

Pemeriksaan penunjang lain CT Scan kepala terdapat gambaran infark cerebri Tutorial II Informasi V Diagnosis Diagnosis Klinis : Hemiparesis Dekstra Afasia Parese N VII dan N XII Hemihipestesia dekstra Diagnosis topis : Hemispher sinistra Diagnosis etiologis : Stroke Non Hemoragic Informasi VI Penatalaksanaan a) Bed rest

b) Obat anti agregasi platelet Rehabilitasi : Komunikasi, mobilisasi, aktivitas sehari-hari 2.2. Klarifikasi Istilah Kelemahan : - hemiparesis : a. kelelahan b. kelumpuhan ringan - hemiplegi : kelumpuhanberat / mutlak Sulit berkomunikasi : afasia

2.3. Identifikasi Masalah Identitas pasien Nama Usia Keluhan utama RPS Onset Lokasi Kronologis RPD DM dan Hipertensi Vital Sign Tekanan darah : 160/100 mmHg : setengah jam yang lalu : bagian tubuh sisi kanan : ketika bangun tidur jam 5 pagi : Ny. S : 65 tahun : kelemahan anggota gerak kanan

Pemeriksaan neurologis Fungsi sensorik : hemihipestesia kanan N.Cranialis : Parese N VII kanan tipe sentral Parese N XII kanan Afasia Hemiparesis Dextra

2.4. Analisis Masalah 1. Anatomi cerebrum dan cerebellum Cerebrum

Cerebrum merupakan bagian terbesar otak dan terletak di fossa cranii anterior dan medius serta menempati seluruh cekungan termpurung tengkorak. Cerebrum terbagi menjadi dua bagian: diencephalon yang membentuk inti sentral dan tetelncephalon yang membentuk

hemispherium cerebri. Hemisperium cerebri merupakan bagian otak yang paling besar dan merupakan oleh fissura longitudinalis cerebri. Fissura longitudinalis superior berisi lipatan durameter yang berbentuk seperti bulan sabit, yang biasanya disebut sebagai falx cerebri dan juga berisi arteria cerebralis anterior. Cerebrum dibagi menjadi dua hemisfer, yaitu : 1. Hemisfer dextra 2. Hemisfer sinistra Kedua hemisfer tersebut dipisahkan oleh fisura longitudinaliSulcus

Gambar 1. Cerebrum (dikutip dari Martini)

Lobus cerebrum dibagi menjadi 4 lobus, yaitu : 1. Frontalis 2. Parietalis

3. Occipitalis 4. Temporalis Sulcus yang memisahkan antar lobus dibagi menjadi: 1. Sulcus centralis Sulcus centralis yaitu sulcus yang memisahkan lobus frontal dengan lobus parietal. Sulcus centralis sangat penting karena gyrus yang terletak di sebelah anteriornya mengandung sel-sel motorik yang menginisiasi gerakan-gerakan tubuh sisi kontralateral; di posterior sulcus ini terletak korteks sensorik umum yang menerima informasi sensorik dari sisi tubuh kontralateral. 2. Sulcus parietooccipitalis Sulcus parietooccipitalis yaitu sulcus yang memisahkan lobus parietal dengan lobus uccipital. Sulcus ini terdiri dari batang pendek yang terbagi menjadi tiga ramuSulcus Sulcus ini merupakan celah yang dalam terutama ditemukan di permukaan inferior dan lateral hemisfer cerebri. 3. Sulcus lateralis Sulcus lateralis merupakan sulcus yang memisahkan lobus parietal dengan lobus temporal.sulcus ini dimulai dari tepi medial superior hemisphere sekitar 2 inci (5 cm) di anterior polus occipitalis. Sulcus ini berjalan turun 7ank e arah anterior pada permukaan medial untuk bertemu dengan sulcus calcarina.

Gambar 2. Lobus dan sulcus cerebrum (dikutip dari Martini) 2. Anatomi sistem perdarahan otak Sumber pembuluh darah utama di otak adalah arteri carotis interna dan arteri vertebralis yang akan membentuk anastomosis menjadi Circulus Arteriosus Willisi. A.rteri carotis interna dipercabangkan oleh a. carotis communis di regio colli. Sedangkan arteri vertebralis dipercabangkan dari Arteri subclavia. Setelah melewati voramen magnum arteri vertebralis dextra dan sinistra bergabung menjadi arteri cerebri posterior. Anastomosis arteri carotis interna dan vertebralis : 1. A. cerebralis anterior 2. A. communicans anterior 3. A. carotis interna 4. A. communicans posterior 5. A. cerebralis posterior

Gambar 3. Sirkulus Willisi (dikutip dari Martini)

Darah darah dari vena di otak akan melalui sinus-sinus yang terdiri dari : 1. Sinus sagitalis Superior 2. Sinus sagitalis Inferior 3. Sinus Rectus 4. Sinus Transversalis Dekstra 5. Sinus Sigmoid Vena di ruang sub arachnoid dan vena-vena lain sinus sgitalis superior et inferior sinus rectus sinus transversalis dekstra sinus sigmoid vena jugularis interna

Gambar 4. Sistim sinus dan duramater (dikutip dari Martini)

3. Fisiologi aliran pembuluh darah otak Pada dasarnya suplai darah ke otak dapat mencapai

700-800 ml / menit dimana dupertiga melalui karotis interna dan satu pertiga melalui arteri vertebra basilaris. Otak dapat dikatakan sebagai suatu ruangan tertutup yang sebenarnya sangat konstan volume di dalamnya. Volume tersebut hanya tersusun atas otak, LCS dan darah di dalam pembuluh darah otak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa : volume otak + volume LCS + volume darah = harus tetap. (Monroe Kellie). Sistem peredaran darah di otak terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah otak dipengaruhi oleh 3 faktor. Dua yang paling penting adalah tekanan untuk memompakan darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga adalah faktor darah sendiri

yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku). Dari faktor pertama yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg). Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga diantaranya seperti seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta susunan jaringan yang asam (pH CO2 turun, PO2 naik, atau susunan pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas atau kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulabilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, dan aliran darah lambat, akibat ADO yang menurun. Dalam rongga cranial yang terisi oleh otak, LCS dan darah, pada saat tertentu dapat mengalami perubahan volume. Perubahan volume hanya dapat terjadi pada LCS dan darah. Oleh karena itu untuk menanggulangi perubahan volume yang terlalu signifikan, maka terdapat kompensasi. Kompensasi dapat diklasifikasikan secara intrinsic dan ekstrinsik. 1. Ekstrinsik (ekstraserebral) a. Tekanan jantung sangat berpengaruh pada suplai darah ke otak. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tekanan arterial sistemik. b. Tekanan darah sistemik. Tekanan ini sangat berpengaruh pada korteks (area 12, 23, 32) dan barosreeptor. c. Plaque sklerotik. Pada umunya terdapat pada arteri carotis dan arteri vertebralis, juga dipengaruhi CVD. d. Viskositas darah. Polistemia, dehidrasi berat, leukemia. 2. Intrinsik (intraserebral)

a. Autoregulasi serebral Adalah suatu pengaturan dilatasi dan kontriksi arteri serebral. Batas dari pengaturan ini adalah jika tekanan sistemik kurang dari 50mmHg. b. Biokimiawi serebral Dipengaruhi oleh CO2 dalam serebral dan substansi lain. Bila terdapat gangguan aliran darah pada otak maka akan terdapat gejala-gejala sesuai dengan bagian otak yang terkena. Adapun gambaran klinis sehubungan dengan isufisiensi darah sesuai dengan percabangan sirkulus wilisi adalah sebagai berikut : 1. arteri vertebro basilaris (sirkulasi posterior biasanya bilateral) - kelemahan salah satu atrau keempat anggota gerak - ataksia - barbinski bilateral - disfagia - sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat - gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis) - muka baal 2. arteri karotis interna (sirkulasi anterior biasanya unilateral) jika terjadi pada : arteri retina : buta mata satu episodic (amaurosis fugaks)

arteri serebri media : gangguan anggota tubuh kolateral

jika terjadi pada : - antara a. cerebri anterior dan a. cerebri media : lemah mula-mula anggota gerak atas dan wajah 3. arteri serebri anterior - kelemahan kontralateral tungkai, lengan proksimal, gangguan gerak volunteer tungkai gangguan sensorik kontralateral

- demensia, refleks mencengkram, refleks patologis (lkovbus frontalis lesion) 4. arteri cerebri posterior - koma - hemiparesis kontralateral - afasia - kelumpuhan saraf III hemianopsia 5. arteri cerebri media - hemiparesis terutama lengan - hemianopsia - afasia global - disfagia

4. Kelemahan, afasia dan paresis n.VII dan n. XII Anggota gerak sebelah kanan Ny. S tidak tidak bisa digerakkan, kemungkinan Ny. S mengalami gangguan di hemisfer sinistra. Selain itu, terdapat gangguan pada nervus XII dan VII yang menyebakan sulit berkomunikasi (afasia) dan hemihipestesis sisi tubuh kanan. Ny. S juga menderita hipertensi dan DM. Hipertensi dan DM merupakan faktor resiko terjadinya stroke. Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosis yang diderita Ny. S di perlukan informasi dan pemeriksaan lebih lanjut, baik anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang. Pengaturan motorik anggota gerak di persarafi oleh jaras kortikospinalis (piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral pada decussatio piramidalis di medulla oblongata. Sehingga lesi di salah satu hemisfer akan menimbulkan efek pada sisi kontralateralnya. Jaras piramidalis saat melewati crus posterior kapsula interna akan

berdampingan dengan saraf afferent (sensorik). Sehingga jika terjadi lesi pada daerah tersebut, maka akan terjadi hemihipestesia kontralateral. Inti motorik n.VII terletak di pons. Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat perbedaan antara

gejala kelumpuhan n.VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh; yang lumpuh adalah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan n.VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama saraf fasialis. Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari N VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bbagian atasny tidak. Lesi supranuklir (upper motor neuron) N VII sering merupakan bagian dari hemplegia. Hal ini dapat dijumpai pada stroke dan lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, thalamus, mesensefalon ,dan pons di atas inti N VII. Kerusakan N XII akan menyebabkan afasia. Fungsi bicara di atur oleh daearah wernick dan area broca di cerebrum. Sehingga jika terjadi lesi pada daerah tersebut maka akan ditemukan afasia pada pasien. Dari uraian di atas dan hasil pemeriksaan, maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis topic pada kasus ini adalah hemisfer cerebri sinistra. Jaras Kortikospinal dan kortiko bulbar Substansia grisea korda spinalis terutama terdiri dari badan- badan sel saraf serta dendritnya, antar neuron dan sel- sel glia. Substansia alba tersusun menjadi traktus atau jaras yaitu berkas- berkas serat- serat saraf (akson- akson dari neuron yang panjang) dengan fungsi serupa. Berkasberkas itu dikelompok- kelompokkan menjadi kolumna yang berjalan disepanjang korda. Setiap traktus ini berawal atau berakhir di dalam daerah tertentu di otak dan masing- masing memiliki kekhususan dalam

mengenai informasi yang disampaikannya. Sebagian adalah traktus asenden atau korda ke otak yang menyaurkan sinyal aferen ke otak. Yang lain adalah traktus desenden atau otak ke korda yang menyampaikan pesan- pesan dari otak ke neuron eferen. Traktus pada umumnya diberi nama berdasarkan asal dan ujungnya. Sebagai contoh traktus

kortikospinalis adalah suatu jalur desenden; badan selnya terutama berasal dari daerah motorik korteks serebrum, dan akson- aksonnya berjalan ke bawah untuk berakhir di korda spinalis pada badan- badan sel neuron motorik efern yang mempersarafi otot- otot rangka. Sebaliknya, traktus spinotalamikus lateral adalah suatu jalur asenden yang berasal dari korda spinalis dan berjalan secara lateral di sepanjang korda sampai bersinaps di thalamus. Jaras ini membawa informasi sensorik mengenai rasa nyeri dan suhu yang berasal dari berbagai bagian tubuh melalui korda spinalis ke thalamus, yang kemudian menyortir dan menyalurkan informasi tersebut ke korteks somatosensorik. Perlu diketahui bahwa di dalm korda spinalis berbagai jenis sinyal dipisah- pisahkan dan, dengan demikian, kesusakan daerah tertentu di korda dapat mengganggu sebagian fungsi dan fungsi lain tetap utuh, hanya bagian-bagian akson dari banyak neuron. Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN tergolong dalam kelompok UMN. Berdasarkan perbedaan anatomic dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan pyramidal dan susunan ekstrapiramidal. Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni girus presentralis. Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan korteks motorik. Yang berada di korteks motorik yang menghadap ke fisura longitudinalis serebri mempunyai koneksi dengan gerak otot kaki dan tungkai bawah. Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi motoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan motoneuron di kornu anterior melalui medula spinalis. Akson-akson tersebut menyusun jaras

kortikobulbar-kortikospinal. Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan tingkat talamus dan ganglia basalia mereka terdapat di anatara kedua bangunan tersebut. Itulah yang dikenal sebagai kapsula interna, yang dapat dibagi dalam krus anterior dan krus posterior. Di tingkat mesensefalon serabut-serabut itu berkumpul di 3/5 bagian tengah pedunkulus serebri dan diapit oleh daerah serabut-serabut frontopontin dari sisi medial dan serabut-serabut parietotemporopontin dari sisi lateral. Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka, untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung di motoneuron saraf kranial motorik ( n.III,n.IV,n.V,n.VI,n.VI,n.VII,n.IX,n.X, dan n.XII) atau interneuronnya di sisi kontralateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar berakhir di inti-inti saraf kranial motorik sisi ipsilateral juga. Di perbatasan antara medulla oblongata dan medula spinalis, serabut-serabut kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinalis lateral. Sebagian dari mereka tidak menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medula spinalis di funikulus ventralis ipsilateral. Kawasan jaras piramidal lateral dan ventral makin ke kaudal makin kecil, karena banyak serabut sudah mengakhiri perjalanan. Pada bagian servical disampaikan 55% jumlah serabut kortikospinal, sedangkan pada bagian thorakal dan lumbosakral berturut-turut mendapat 20% dan 25%.

Gambar 5. Jaras kortikospinal dan kortikobulbar 5. Fisiologi serebrum Beberapa daerah tertentu korteks serebri telah diketahui memiliki fungsi spesifik. Brodmann telah membagi korteks serebri menjadi 47 area berdasar struktur selular. Korteks serebri memiliki area primer dan asosiasi untuk berbagai fungsi. Area primer adalah daerah dimana terjadi persepsi atau gerakan. Area asosiasi diperlukan untuk integrasi dan peningkatan perilaku dan intelektual (Budianto, 2005). .Korteks frontalis merupakan area motorik primer yaitu area 4 Brodmann yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan volunter. Area ini terletak di sepanjang gyrus presentralis. Korteks pramotorik, area 6, bertanggungjawab atas gerakan terlatih seperti menulis, mengemudi, atau mengetik. Area 8 dinamakan lapang pandang

frontal, bersama area 6, bertanggung jawab atas gerakan menyidik volunteer dan deviasi konjugat dari mata dan kepala. Gerakan mata volunteer mendapat input dari area 4, 6, 8,9, dan 46 (Price dan Wilson, 2006).Area 44 dan 45 adalah area bicara motorik broca, bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik bicara. Apabila lesi akan menyebabkan gangguan bicara (afasia) (Mardjono dan Sidharta, 2008).Area Wernicke adalah area bicara sensorik, dihubungkan dengan area broca oleh berkas serabut saraf yang disebut fasciculus arcuata. Area ini membentuk pemahaman bahasa tulisan dan lisan serta memungkinkan orang dapat membaca sebuah kalimat, mengerti kalimat tersebut, dan mengucapkannya dengan suara keras (Snell, 2007). Keadaan bangun dan tingkat kesadaran dikendalikan oleh formation retikularis. Jaras asendens multiple yang membawa informasi sensorik ke pusat-pusat yang lebih tinggi dihantarkan melalui formation reticularis yang akan memproyeksikan informasi ini ke berbagai bagian cortex serebri, serta menyebabkan seseorang yang sedang tidur terbangun. Bahkan, saat ini diyakini bahwa keadaan sadar bergantung pada proyeksi informasi sensorik yang konmtinu ke korteks (Snell, 2007).Telah diketahui bahwa hipokampus berkaitan dengan perubahan memori baru menjadi memori jangka panjang. Lesi pada area ini menyebabkan hilangnya ingatan baru. Memori kejadian masa lalu yang sudah tersimpan sebelum timbul lesi biasanya tidak terpengaruh (Price dan Wilson, 2006; Snell, 2007)

6. Fungsi korteks cerebri Fungsi Lobus Cerebri. 1. Lobus oksipitalis Lobus ini terletak di sebelah posterior. Fungsi lobus oksipitalis adalah bertanggung jawab untuk pengolahan awal masukan pengeliatan. Lobus oksipitalis mengandung korteks pengeliatan primer yang menerima informasi pengeliatan dan menyadari sensasi warna apabila terjadi kerusakan akan berakibat gangguan lapang pandang.

2. Lobus temporalis. Lobus ini terletak di sebelah lateral atau sisi kepala, fungsi lobus temporalis ini adalah untuk menerima sensasi suara. Lobus temporalis merupakan area sensorik reseptif untuk impuls pendengaran. 3. Lobus parietalis Terletak di bagian puncak kepala yang letaknya hanpir bersamaan dengan lobus frontalis yang dipisahkan oleh lipatan. Lobus parietalis ini terletak di belakang sulkus sentralis pada kedua sisi. Fungsi lobus parietalis ini bertanggung jawab untuk menerima dan mengolah masukan sensorik seperti sentuhan, tekanan panas , dingin dan nyeri dari permukaan tubuh. . Sensasi- sensasi ini secara kolektif dikenal sebagai sensasi somestik. Lobus parietalis juga merasakan kesadaran mengenai posisi tubuh, suatu fenomena yang disebut sebagai propriosepsi. 4. Lobus frontalis. Lobus ini terletak di korteks bagian depan. Fungsi lobus frontal ini bertanggung jawab terhadap tiga fungsi utama. a. Aktivitas motorik volunteer

b. Kemampuan berbicara. c. Elaborasi pikiran

Daerah di lobus frontalis belakang tepat di depan sulkus sentralis dan dekat dengan korteks somatosensorik adalah korteks motorik primer daerah ini memberi control volunter atas gerakan yang dihasilkan oleh otot-otot rangka dan di tiap sisi otak terutama mengontrol otot di sisi tubuh berlawanan.

7. Anatomi dan fungsi saraf kranialis

Gambar 6. Saraf Kranialis (dikutip dari Martini)

8. Perbedaan fungsi hemisfer serebri Serebrum merupakan bagian terbesar dari otak manusia, dibagi menjadi 2 belahan yaitu hemisfer serebrum kiri dan kanan. Cerebrum terbagi menjadi 2 hemisfer, yaitu kiri dan kanan. Secara umum, hemisfer kiri menerima input ( sensorik ) dari sisi kanan tubuh dan mengontrol sisi kanan ( kontralateral ). Begitupula pada hemisfer kanan. Meski demikian, fungsi kedua hemisfer tidaklah sama. Pada orang yang tidak kidal, hemisfer kiri lebih dominan dan berperan pada pengolahan bahasa. Hemisfer kanan cenderung berfungsi kognitif, hubungan spatial , pemfokusan pikiran dan ketrampilan seperti music. Berbagai daerah di korteks bertaggung jawab dalam berbagai aspek pengolahan syaraf, berikut daerah beserta fungsi : 1. Korteks motorik primer 2. Korteks somatosensorik propriosepsi 3. Korteks pramotorik 4. Korteks asosiasi prafrontalis : koordinasi gerakan komplek : perencanaan aktivitas vpolunter, : mengatur gerakan volunteer : menerima sensai somesretik dan

pembuatan keputusan ; sifat pribadi )

5. Korteks auditorik primer 6. Korteks asosiasi limbic ; ingatan 7. Korteks parietalis posterior

: pendengaran : berfungsi dalam motivasi dan emosi

:integrasi masukan somatosensorik

dan penglihatan ; penting untuk gerakan gerakan kompleks 8. Daerah wernick 9. Korteks penglihatan primer 10. Daerah broca (Sherwood,2001 ; Brass,) : pemahaman pembicaraan : penglihatan : pembentukan bicara

9. Stroke Pengertian Stroke adalah gangguan sirkulasi darah otak yang disebabkan iskemik dan ganggun fungsi neuron, bukan karena trauma, tumor dan atau infeksi.. Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Menurut Chandra (1986) Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena ganggguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Klasifikasi stroke Menurut National of Neurologicals Disorders and Stroke (NINDS), berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi : 1. Stroke Hemoragik, yang terdiri atas : a. Perdarahan Intracerebral (PIS) b. Perdarahan Subarachnoid c. Perdarahan Intra kranial oleh karena AVM

2. Stroke Non Hemoragik, yang berdasarkan perjalanan klinisnya terdiri dari : a. b. c. d. TIA ( Transient Ischemic Attack) RIND ( Reversible Ischemich Neurologis Defisit) Progressing Stroke atau Stroke Non Evolution Completed Stroke

Stroke hemoragik Stroke Hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi : a. Perdarahan Intracerebral (PIS) Gejala klinis yang timbul pada perdarahan intra serebral disebabkan adanya akumulasi darah akibat pecahnya pembuluh darah di dalam parenkim otak. Gejala yang timbul tergantung daerah otak mana yang mengalami gangguan. b. Perdarahan di Lobus Tanda dan gejala yang timbul : 1) Lobus frontalis : hemiparesis kontralateral dengan lengan lebih nyata disertai sakit kepala bifrontal, deviasi conjugat ke arah lesi. 2) Lobus Parietalis : defisit persepsi sensorik kontralateral dengan hemiparesis ringan. 3) Lobus Oksipitalis : hemianopia dengan atau tanpa hemiparesis yang minimal pada sisi ipsilateral dengan hemianopianya. 4) Lobus Temporalis : afasia sensorik bila area Wernicke hemisfer dominan terkena, hemianopia atau kuadranopia karena massa darah mengganggu radiasi optika.

c. Perdarahan Area Striata Tanda dan gejala yang timbul : 1) Hemiparesis/hemiplegi kontralateral

2) Defisit hemisensorik dan mungkin disertai jugahemianopia homonim 3) Afasia bila mengenai hemisfer dominan d. Perdarahan Thalamus Tanda dan gejala yang timbul : 1) 2) 3) Defisit sensorik Hemiparesis/ hemiplegi kontralateral Afasia, anomia jika mengenai hemisfer dominan

e. Perdarahan Pons Perdarahan batang otak tersering adalah pons, dengan tanda dan gejala yang timbul : 1) Kesadaran menurun dengan cepat tanpa didahului sakit kepala, vertigo, mual dan muntah. 2) 3) 4) Biasanya kuadriplegi dan flaksid Pupil kecil dan reaksi cahaya minimal Pernafasan cheyne stokes dan febril

f. Perdarahan Sub Arachnoid (PSA) Perdarahan sub arachnoid primer atau spontan disebabkan oleh perdarahan arterial non traumatik ke dalam ruang sub arachnoid di sekeliling otak. Tanda dan gejala yang timbal antara lain :

1) Sakit kepala mendadak 2) Kaku kuduk 3) Penurunan kesadaran mulai dari mengantuk sampai koma 4) Paresis nervus okulomotorius 5) Pupil anisokor 6) Perdarahan retina (funduskopi)Stroke nonhemoragik Stroke non hemoragik adalah tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke non hemoragik.

Jenis Stroke Non Hemoragik berdasarkan perjalanan klinisnya. a. TIA (Transient Ischemic Attact = gangguan peredaran darah otak sepintas) TIA didefinisikan sebagai suatu gangguan akut dan fungsi fokal serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau emboli.Pada TIA ini, gejala yang timbul akan cepat menghilang, berlangsung hanya dalam beberapa menit saja, tetapi juga dapat sampai sehari penuh. Dilihat dari gejala dan tanda yang ada, dapat dibedakan antara TIA tersebut bersumber pada system karotis dan bersumber pada system vertebrobasilaris. Tanda dan gejala TIA yang disebabkan gangguan pada system karotis : 1) Gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri

2) Kelumpuhan lengan atau tungkai atau keduanya pada sisi yang sama 3) Defisit sensorik atau motorik dari wajah saja, wajah dan lengan atau tungkai saja secara unilateral. 4) Kesulitan untuk mengerti bahasa dan atau berbicara dan gejala yang disebabkan gangguan pada sistem

Tanda

vertebrobasilaris : 1) Vertigo dengan atau tanpa disertai nausea dan atau muntah, terutama bila disertai dengan diplopia, disfagia atau disartri. 2) 3) 4) 5) Mendadak tidak stabil, Gangguan visual, motorik, sensorik, unilateral atau bilateral. Hemianopsia homonim Drop attack

b. RIND ( Reversible Ischemic Neurologik Deficit) Gejala neurologis yang ada pada RIND juga akan menghilang, hanya waktu berlangsunya lebih lama yaitu lebih dari 24 jam bahkan sampai 24 hari. c. Progresing Stroke ( Stroke in evalution)

Pada stroke ini, kelainan atau defisit neurologis yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang bersifat ringan menjadi lebih berat. Diagnosis progressing stroke ditegakkan oleh dokter, karena dokter dapat mengamati sendiri secara langsung atau berdasarkan keterangan pasien. d. Completed Stroke Pada stroke jenis ini, kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis yang timbul bermacam-macam tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark. Namun jika infark tersebut terletak di batang otak, meskipun dengan pemeriksaan CT-Scan infark tersebut tidak akan terlihat. Etiologi Stroke Etiologi Stroke Hemoragik 1. Perdarahan intraserebral a. Hipertensi b. Malformasi arteri vena c. Anfiopati amilod 2. Perdarahan subarakhnoid Etiologi Stroke Non Hemoragik 1. Trombosis a. Atherosklerosis b. Vaskulitis c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis d. Gangguan darah : polisitemia, hemoglobinopati ( penyakit sel sabit) 2. Embolisme a. Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, kardiomiopati iskemik.

b. Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal. c. Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepi oral, karsinoma. 3. Vasokontriksi Vasospasme serebrum setelah PSA ( Perdarahan Sub Arachnoid) Faktor Resiko Faktor Resiko Stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya

resiko tersebut ditanggulangi / diubah : 1. 2. Faktor resiko yang tak dapat diubah atau dicegah/dimodifikasi Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

Pengenalan faktor-faktor resiko ini sangat penting, karena banyak pasien mempunyai faktor resiko lebih dari satu atau bahkan kadang-kadang faktor resiko ini diabaikan. Setelah mengetahui faktor resiko, maka perlu dikenal juga bagaimana cara pencegahan dan penanganannya. 1. Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi a. Umur Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring

bertambahnya umur. Sehingga semakin bertambah umur, semakin tinggi kemungkinan mendapat sroke. Dalam statistik faktor ini menjadi dua kali lipat setelah usia 55 tahun. b. Jenis Kelamin Stroke diketahui lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan. c. Ras d. Faktor Keturunan Adanya riwayat stroke pada orang tua. 2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi a. b. c. d. e. Riwayat Stroke Hipertensi Penyakit Jantung Diabetes Melitus Transient Ischemic Attack

f. g. h.

Hiperkolesterol Obesitas Merokok

Tanda dan Gejala Stroke Tanda dan gejala Stroke, berdasarkan lokasinya di tubuh: 1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik. 2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah. 3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan. Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana

merupakan serangan kecil atau serangan awal . Gejala dan tanda pada stroke hemoragik: Onset manifestasi kliniknya cepat, gejala fisik neurologis yang muncul tergantung pada tempat perdarahan dan besarnya perdarahan, mayoritas pasien kehilangan kesadaran, dan banyak yang akhirnya meninggal tanpa sempat sadar lagi, sebelum pingsan, pasien umumnya akan mengalami sakit kepala dan dizziness. Pemeriksaan Fisik Stroke Fokus pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada pasien dengan stroke adalah status neurologis yaitu fungsi sistem persyarafan secara keseluruhan. Baik saraf kranial, reflek-reflek dan juga kekuatam motorik pasien. Hal ini diperlukan untuk mengidentifikasi area otak yang mana saja yang mengalami masalah atau terjadi kerusakan karena dari respon atau adanya tanda-tanda manifestasi klinik yang terjadi dapat

diprediksikan daerah mana saja yang terjadi kerusakan.

10. Patogenesis dan patofisiologi stroke hemoragik dan non hemoragik

Gambar 7. Patogenesis dan patofisiologi stroke hemoragik dan nonhemoragik

11. Pemeriksaan umum dan neurologis Pada pemeriksaan neurologis didapatkan bahwa tidak ada tandatanda iritasi meningeal, berarti hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat kerusakan maupun lesi pada meninges atau selaput kepala. Pada pemeriksaan Nervus Cranialis didapatkan : - Parese N VII kanan tipe sentral - Parese N XII kanan - Fungsi motorik hemiparesis kanan - Fungsi sensorik hemihipestesia kanan - Fungsi vegetatif dalam batas normal Paralisis atau paresis nervus fasialis adalah gangguan yang paling umum. Dan yang sering dijumpai adalah paresis fasialis perifer. Untuk dapat membedakan berbagai lesi yang mengakibatkan timbulnya paresis fasialis, pemeriksaan dapat menunjukan ciri-ciri yang khas bagi lesi masing-masing. Pemeriksaan dapat dibedakan menjadi pemeriksaan nervus fasialis Uper Motor Neuron, dan gerakan fasialis Coger Motor Neuron. Pada pemeriksaan pada lesi UMN pemeriksaanya dapat dilakukan dengan memerintah pasien melakuka sebuah gerakan atau menggunakan gerakan volunter atau disadari, yaitu menyuruh pasien memejamkan matanya, atau menyuruh pasien untuk memejamkan matanya atas kemaunya sendiri. Sedangkan untuk memeriksa adanya lesi LMN atau pada nervus fasialis ini disebut gerakan otot wajah psikomotorik, yaitu pasien disuruh untuk mengekspresikan perasaannya dengan wajahnya, contohnya adalah dengan gerakan mimik wajah saat marah yaitu memicingkan mata dan menaikan alis, merenggutkan dahi, atau mengangkat sudut mulut, bila hal ini tidak dapat dilakukan berarti pasien mengalami lesi pada Coger Motor Neuron. Dengan ke dua pemeriksaan di atas dapat di temukan kerusakan pada korteks somatomotorik bila didapatkan gerakan volunter yang menurun dan gerakan psikomotorik normal, dan bila ditemukan keadaan

yang sebaliknya yaitu gerakan volunter normal dan gerakan psikomotorik turun akan menunjukan adanya kerusakan pada kortek psikomotorik. Pada pemeriksaan nervus XII atau hypoglosus pasien disuruh untuk mengeluarkan lidahnya secara lupus di garis tengah. Pada kelumpuhan sesisi lidah tidak dapat dikeluarkan secara lurus digaris tengah melainkan akan menyimpang kesisi yang lumpuh. Pada kelumpuhan bilateral yang bertipe UMN gerakan lidah secara volunter akan terlihat lambat dan kaku sehingga dalam pengucapan kata akan menjadi kurang jelas dan apabila pasien di perintahkan untuk menjulurkan lidah pasien tidak akan bisa melakukannya. Sedangkan pada UMN unilateral (keadaan ini biasa terjadi pada pasien yang tenderita stroke) pada pasien ini juga akan didapatkan distaria, jika diperintahkan mengeluarkan lidah pasien akan dapat mengeluarkan lidah dan pada pasien penyimpangan lidah ke sisi yang lumpuh akan dapat dilihat dan lidah tidak akan bergerak ke sisi yang sehat pada pasien tidak didapatkan atrofi papil-papil lidah. Pada kelumpuhan lidah yang bersifat unilateral LMN akan didapatkan atrofi lidah, garis tengah lidah dan velan lidah pada pasien ini menjadi cembung dan velan lidah yang lumpuh menjadi tipis dan keriput. sedangkan pada kelumpuhan bilateral LMN akan didapatkan seluruh lidah menjadi tipis, gepeng dan keriput, dan pada pasien ini proses bicara dan menelan akan terganggu. Mata deviasi konjugat adalah adanya gangguan pada kedua bola mata yang tidak dapat digerakkan ke atas. Jika lesinya paralitik maka mata deviasi ke arah yang sehat. Sedangkan lesinya iritatif pada epilepsi maka mata deviasi ke arah yang iritasi. Hemiparesis spastik kanan disebabkan oleh lesi vaskuler (yang terjadi karena penyumbatan atau perdarahan suatu arteri cerebral) unilateral di kapsula interna atau korteks motorik. Lesi vaskuler dikenal sebagai manifestasi stroke yang berupa infark serebri regional bisa bersifat iskemik atau hemoragik. Lesi yang merusak neuron-neuron di korteks piramidalis atau akson-aksonnya di daerah subkortikal, kapsula interna,

pendukulus cerebri, pes pontis, piramis medulae oblongata atau di funikulus dorsolateralis medula spinalis menimbulkan gejala sindrom piramidalis (hilangnya gerakan voluntar yang halus dan tangkas, serta tanda UMN) Akibat lesi di susunan saraf pusat dapat timbul hipestesia atau parastesia. Polanya khas bagi lesi yang mendasarinya. Hipestesia yang dirasakan sesisi tubuh dinamakan hemihipestesia. Lesi yang menimbulkan gejala itu terletak pada korteks somato sensorik primer pada gyrus post sentralis. Fungsi vegetatif dalam batas normal, hal ini berarti hypotalamus tidak mengalami gangguan. Fungsi vegetatif antaralain regulasi kecepatan denyut jantung dan arteri, regulasi suhu tubuh, osmolaritas cairan, masukan makanan dan sekresi hormon. Reflek Fisiologis a. Reflek Biseps : Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan ibu

jari di atas tendon biseps, tekan bila perlu, kemudian ketuk dengan palu reflek (n. Muskulokutaneus, C5-C6). Normalnya fleksi sendi siku dan tampak kontraksi otot biseps. b. Reflek Triseps : Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetok

daerah di atas siku sekitar 4-5 cm (n. Radialis, C6-C8). Normalnya ekstensi siku dan tampak kontraksi otot triseps. c. Reflek Radial : Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetok

dengan perlahan pada radius, kira-kira 5 cm di atas pergelangan tangan sambil mengamati dan merasakan adanya kontraksi

(n. Radialis, C5-C6). Normalnya fleksi siku dan ekstensi lemah jari tangan. d. Reflek Ankle : Pemeriksaan ini dilakukan bisa dengan 2 cara,

dalam posisi duduk dan posisi berbaring. Saat posisi duduk, kaki diposisikan dalam keadaan dorsofleksi optimal, sedangkan pada posisi berbaring dilakukan dalam posisi fleksi panggul dan lutut sambil sedikit

rotasi paha keluar, kemudian tendon achilles/tumit diketok dengan palu reflek (n. Tibialis, L5, S1-S2). Normalnya fleksi plantar dan kontraksi otot gastrocnemius.

Reflek Patologis a. Reflek Babinski : Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggoreskan sebuah benda yang berujung agak tajam, telapak kaki digores dari arah tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari. Hasilnya akan (+) bila terjadi dorsofleksi ibu jari disertai dengan abduksi jari-jari lainnya. Salah satu instrumen untuk menilai kondisi mental seseorang yang banyak dipakai ahli saraf adalah sistim skoring memakai The Mini Mental State Examination atau MMSE oleh Folstein dkk, 1975. Apabila dalam skoring MMSE kurang dari 24 dapat dianggap terdapat gangguan kognitif sehingga memerlukan pemeriksaan seorang dokter

neurogeriatri (saraf), dokter jiwa, dokter THT dan dokter mata.

12. Penatalaksanaan stroke Prinsip penatalaksanaan stroke memiliki 3 tujuan, yaitu: 1. Mencegah cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah iskemik non infark. 2. Memperbaiki cedera otak. 3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel didaerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat. Penatalaksanaan umum pasien stroke: a. Aktifitas Bed rest dibutuhkan untuk penghematan energi dan menurunkan metabolisme, sehingga tidak meningkatkan metabolisme otak yang akan memperburuk kerusakan otak. Kepala dan tubuh atas dalam posisi 300 dengan bahu sisi yang lemah diganjal bantal.

b. Perawatan Prinsip 5 B, yaitu: 1. Breathing (pernapasan) a. Mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing ataupun sebagai akibat strokenya sendiri. b. Melakukan oksigenasi. 2. Blood (tekanan darah) a. Mengusahakan otak tetap mendapat aliran darah yang cukup. b. Jangan melakukan penurunan tekanan darah dengan cepat pada masa akut karena akan menurunkan perfusi ke otak. 3. Brain (fungsi otak) a. Mengatasi kejang yang timbul. b. Mengurangi edema otak dan tekanan intrakranial yang tinggi. 4. Bladder (kandung kemih) Memasang kateter bila terjadi retensi urin. 5. Bowel (pencernaan) a. Mengupayakan kelancaran defekasi. b. Apabila tidak dapat makan per oral, maka dipasang NGT. c. Medikasi Pada pasien stroke non hemoragik: 1. Neuroprotektif Neuroprotektif untuk mempertahankan fungsi jaringan yang dapat dilakukan dengan cara hipotermia dan atau obat neuroprotektif. a. Hipotermia Cara kerja metode ini adalah menurunkan metabolisme dan kebutuhan oksigen sel- sel neuron. Dengan demikian, neuron terlindung dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang biasanya timbul setelah cedera sel neuron.

b. Obat neuroprotektif Obat ini berfungsi untuk menurunkan metabolisme neuron, mencegah pelepasan zat- zat toksik dari neuron yang rusak, atau memperkecil respon hipereksitatorik yang merusak dari neuron- neuron di penumbra iskemik yang mengelilingi daerah infark pada stroke. Jenis obat neuroprotektif, antara lain antagonis kalsium, anatagonis glutamat, dan antioksidan. 2. Trombolisis Trombolisis dapat membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama), misalnya dengan rt-PA (recombinant tissue- plasminogen). Pengobatan ini hanya boleh diberikan pada stroke iskemik dengan onset kurang dari 3 jam dan hasil CT scan normal. 3. Antikoagulasi Antikoagulasi untuk mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi trombus dan untuk penderita yang mengalami kelainan jantung, namun memiliki efek samping trombositopenia. 4. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard. Bila fibrilasi atrium respons cepat, maka dapat diberikan digoksin 0,125- 0,5 mg intravena atau verapamil 510 mg intravena atau amidaron 200 mg drips dalam 12 jam. 5. Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh diturunkan dengan cepat karena akan memperluas infark dan perburukan neurologist. Aliran darah yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang meningkat bermanfaan bagi daerah otak yang mendapat perfusi marginal (penumbra iskemik). Tetapi tekanan darah terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri. Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali pengukuran selang 15 menit: a) Sistolik > 220 mmHg

b) Diastolik > 120 mmHg c) Tekanan arteri rata- rata >140 mmHg d. Nutrisi 1. Mengontrol edem serebri dengan pembatasan cairan atau penggunaan manitol. 2. Pada 24 jam pertama diberikan cairan emergensi intravena dan selanjutnya diberikan cairan kristaloid atau koloid sesuai kebutuhan. 3. Pasien gangguan menelan atau gangguan kesadaran diberikan makanan cair melalui pipa nasogastrik (NGT). 4. Jumlah total kalori pada fase kut 25 kkal/kgBB/hari dengan komposisi lemak 30-35%, protein 1,2-1,5 gr/kgBB/hari dan atau sesuai keadaan. e. Observasi Umum dan Tanda Vital Observasi neurologis dan tanda vital secara rutin pada 24-48 jam pertama dengan tujuan mengetahui sejak awal komplikasi medis atau neurologis yang dapat menambah morbiditas dan mortalitas stroke. f. Terapi 1. Fisioterapi a. Mobilisasi untuk mencegah deep vein thrombosis (DVT) maupun kompikasi pulmonal. b. Pasien imobil latihan ruang lingkup sendi untuk mencegah kontraktur. c. Fisioterapi dada, fungsi menelan, dan berkemih. 2. Terapi wicara Terapi wicara harus dilakukan sedini mungkin pada pasien afasia dengan stimulasi sedini mungkin, terapi komunikasi, terapi aksi visual, terapi intonasi melodik, dan sebagainya. 3. Depresi Depresi diobati sedini mungkin dengan obat antidepresi yang tidak mengganggu fungsi kognitif.

g. Edukasi Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai stroke, sehingga dapat mengendalikan factor- factor resiko yang dapat mencetuskan timbulnya stroke berulang.

2.5. Diagnosis Banding Stroke : Stroke hemoragik Stroke non hemoragik Tumor otak pasien tidak merasakan nyeri kepala dan muntah Meningitis meningeal sign (-)

2.6. Diagnosis Diagnosis etiologis Stroke Tabel. 1 Perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik Perbedaan Waktu serangan Strok hemoragik Sedang aktif (beraktivitas) Tanda dan gejala sebelum serangan (misalnya kesemutan) Nyeri kepala Kejang Muntah Penurunan kesadaran (karena peningkatan tekanan intracranial) Bradikardi Udem papil Sangat nyata Ada Tidak nyata Tidak Sangat berat Ada Ada Ada, tapi hanya ringan Tidak Tidak Tidak Stroke non hemoragik Sedang (misalnya tidur) Ada istirahat

Ada, sangat berat sampai Kadang ada, tapi kadang koma tidak ada

Kaku kuduk Tanda kernig,

Ada dan Ada

Tidak tidak

brudzinski I dan II

1. Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisik- neurologis 2. Sistem skor untuk membedakan jenis stroke Skor Strok Siriraj (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolic) (3 x petanda ateroma) 12 = (2,5 x 1) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) (3 x 1) 12 = - 2,5 Skor > 1 Skor -1 sampai 1 Skor < -1 Derajat kesadaran Vomitus : perdarahan supratentorial : perlu CT scan : infark serebri : 0 = komposmentis; 1 = somnolen; 2= spoor/ koma : 0 = tidak ada; 1 = ada

Nyeri kepala : 0 = tidak ada; 1 = ada Ateroma : 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (DM, angina, atau penyakit pembuluh darah) Skor didapatkan 2,5 ( stroke non hemoragik) 3. CT Scan merupakan merupakan pemeriksaan baku emas untuk

membedakan infark dengan perdarahan. Interpretasi hasil CT Scan menunjukkan infark serebri 4. Scan resonansi magnetic (MRI) lebih sensitive dari CT Scan dalam mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak. Diagnosis topis Hemisfer sinistra

Diagnosis Klinis Hemiparesis Dekstra Afasia Parese N VII dan N XII Hemihipestesia dekstra

2.7. Sudut pandang aspek psikologi dan etik Dilihat berdasarkan sudut pandang psikologi pasien, diketahui bahwa dalam penyembuhan stroke membutuhkan waktu lama, dan penyembuhannya dipengaruhi dari banyak faktor, salah satunya yaitu dari kondisi psikologi pasien sendiri. Pasien membutuhkan dukungan dari keluarga terdekatnya sebagai motivasi untuk sembuh. Sedangkan dari segi etik keluarga pasien segera membawa pasien ke rumah sakit setengah jam setelah serangan sehingga proses pemulihan masih bisa dilakukan. 2.8. Prognosis Sekitar 30% - 40% penderita stroke dapat sembuh sempurna pada penanganan stroke dalam jangka waktu 6 jam atau kurang. Hal ini penting untuk mencegah kecacatan pada pasien dan kalaupun terdapat gejala sisa seperti jalannya pincang atau bicaranya pelo, namun gejala ini dapat disembuhkan dengan terapi. Sebagian besar penderita stroke datang ke rumah sakit 48- 72 jam setelah terjadinya serangan, sehingga tindakan yang dapat dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke. Upaya pemulihan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealny 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Berdasarkan informasi dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang bahwa prognosis penyakit Ny. S adalah quo ad fungsionamnya baik, quo ad kosmetikamnya baik, quo ad sanamnya baik, dan quo ad vitamnya baik. Semua prognosis ini bisa berubah menjadi buruk bila DM, hipertensi dan pencegahan stroknya tidak terkontrol.

BAB III KESIMPULAN

1. Diagnosis Ny. S yang berusia 65 tahun dengan keluhan utama hemiparesis dekstra dan gejala serta tanda adalah stroke non hemoragik. 2. Stroke adalah gangguan sirkulasi darah otak yang disebabkan iskemik dan ganggun fungsi neuron, bukan karena trauma, tumor dan atau infeksi.. 3. Etiologi strok hemoragik adalah disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak., sedangkan etiologi stroke non hemoragik adalah tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 4. Faktor resiko terjadinya stroke ada 2 macam, yaitu faktor resiko yang tak dapat diubah atau dicegah/dimodifikasi (usia, jenis kelamin, ras, dan factor keturunan) dan ada yang dapat dimodifikasi (riwayat stroke, hipertensi, DM, obesitas dan merokok). 5. Pemeriksaan penunjang yang menjadi gold standard untuk menentukan diagnosis stroke adalah pemeriksaan CT-scan 6. Prinsip penatalaksanaan stroke adalah mencegah cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah iskemik non infark, memperbaiki cedera otak., dan mencegah cedera neurologik lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Gejala, diagnosa, dan terapi

stroke non hemorhagik.

2009,

http//www.jevuska.com. diakses tgl:10 maret 2010. Brass, Lawrence M. , M.D.. Stroke.Available At Url :. Diakses tanggal 11 Maret 2010. Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy III (revisi). Surakarta: Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS. Duus, Peter. 1996. Diagnosis Topik Neurologi: anatomi, fisiologi, tanda, gejala Ed.2. Jakarta: EGC. 33-4, 38-9 Hodis, H.N et all. 2009.High-Dose B Vitamin Supplementation and Progression of Subclinical Atherosclerosis. available at URL:

http://stroke.ahajournals.org/cgi/content/full/40/3/730. Diakses tanggal 10 maret 2010.

2009;40;730-736.

Lumbantobing, S. M. 2010. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 56-7. Mardjono dan Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. Jakarta: Dian Rakyat. Martini, Karleskint. 1998. Foundation of Anatomy and Physiology. USA: Prentice Hall. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Susunan syaraf pusat. Jakarta : EGC. Hal . 118 Sidharta, Priguna. 2008. Neurologi Klinis dalam Praktik Umum. Cetakan ke-6. Jakarta: Dian Rakyat. Sidharta, Priguna. 2008. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Cetakan ke-6. Jakarta: Dian Rakyat. Silbernagl dan Lang. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC. Snell, Richard S. 2007. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed : 5. Jakarta: EGC.