laporan pbl kel. 4

88
LAPORAN PBL SISTEM UROGENITAL Tutor: dr. Yusnam Sjarief Kelompok 4 Ketua : Mahardika (2011730153) Sekretaris : Lia Dafia (2011730148) Anggota : Arafani Putri Yaman (2011730123) Gustiayu Putri Pitoyo (2011730138) Havara Kausar Akbar (2011730139) Intan Azzahra (2011730141) Kusuma Intan (2011730145) M. Hafidz Ramadhan (2011730150) Nindya Adeline (2011730156) Yudha Daud Pratama (2011730168) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

Upload: arafani-putri

Post on 21-Dec-2014

156 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan PBL Kel. 4

LAPORAN PBL

SISTEM UROGENITAL

Tutor: dr. Yusnam Sjarief

Kelompok 4

Ketua : Mahardika (2011730153)

Sekretaris : Lia Dafia (2011730148)

Anggota : Arafani Putri Yaman (2011730123)

Gustiayu Putri Pitoyo (2011730138)

Havara Kausar Akbar (2011730139)

Intan Azzahra (2011730141)

Kusuma Intan (2011730145)

M. Hafidz Ramadhan (2011730150)

Nindya Adeline (2011730156)

Yudha Daud Pratama (2011730168)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN AJARAN 2012-2013

Page 2: Laporan PBL Kel. 4

I. Skenario

Seorang pria, 68 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing

berkurang. Gejala ini disertai muntah-muntah, merasa sangat lemas, dan malaise. Dua

minggu sebelumnya penderita sangat lemas dan sakit seluruh tubuh, terutama lengan

dan kaki, dan penderita minum obat untuk mengurangi rasa sakit tersebut.

II. Kalimat Kunci

1. Pria, 68 tahun.

2. Produksi kencing berkurang.

3. Muntah-muntah, sangat lemas, dan malaise.

4. Dua miggu sebelumnya sangat lemas dan sakit seluruh tubuh, lengan dan kaki.

5. Minum obat untuk mengurangi rasa sakit

III. Pertanyaan

1. Jelaskan mekanisme uropoiesis secara anatomi fisiologis, dan biokimia!

2. Jelaskan klasifikasi produksi urine! (Oliguria, anuria, dan polyuria)

3. Jelaskan produksi urine menurun secara fisiologis dan patologisnya!

4. Jelaskan hubungan jenis kelamin dan usia terhadap produsi urin menurun!

5. Jelaskan bagaimana mekanisme muntah!

6. Jelaskan bagaimana mekanisme malaise!

7. Jelaskan pengaruh minum obat analgetik terhadap produksi urin menurun! Dan

jelaskan dosis, indikasi, kontraindikasi, dan efek samping dari obat tersebut!

8. DD?

i. Gangguan Ginjal Akut

ii. Hiperplasia Prostat

iii. Urolitiasis

iv. Acute Necrosis Tubular

v. Urophaty Obstructif

Page 3: Laporan PBL Kel. 4

IV. Jawaban

M. Hafidz Ramadhan (2011730150)

1. Jelaskan mekanisme uropoiesis secara anatomi fisiologis, dan biokimia!

A Mekanisme Pembentukan urin

1. Penyaringan ( Filtrasi )

Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik

dibuat untuk menahan komponen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam

vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan

komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari

jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut

sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus

dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara

glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang

mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus

proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler,

membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang

perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton.1996).

Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute

menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan

oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatan untuk proses filtrasi.

Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang

medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektif

permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasma tetap di dalam darah,

sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.1996).

Page 4: Laporan PBL Kel. 4

Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul

2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga

mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu

beban listirk (electric charged ) dari setiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation

( positive ) lebih mudah tersaring dari pada anion. Bahan-bahan kecil yang dapat terlarut

dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam

lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di

glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan

darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton.1996).

2. Penyerapan ( Absorbsi)

Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered

solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tidak sama.

Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi

ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring

di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal

tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi

pergerakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur

paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairan tubulus

melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah

dari sel, melewati basolateral membrane plasma (Sherwood, 2001).

Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerak dari

cairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang

mendempet sel tubulus proksimal satu dan lainnya. Paraselluler transport terjadi dari

difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi

optimal, Na, K, ATPase pump menekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan

mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K

di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar.

Jadi interior sel bersifat negative .

Page 5: Laporan PBL Kel. 4

Pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di

membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya

dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan

( countertransport ) (Sherwood, 2001).

Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary

active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion.

Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat

substansi melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi

terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient

Na (Sherwood, 2001)

3. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )

Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat

glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi

penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih

berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan

garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal

mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar

dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood.2001).

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang

komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih

diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme

yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03′, dalam urin primer dapat

mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara.

Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa

osmosis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal

(Sherwood.2001).

Page 6: Laporan PBL Kel. 4

4. Augmentasi

Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus

kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5%

garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi

memberi warna dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat

makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh.

Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat

(Cuningham, 2002). Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa

pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua

senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa

zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai penjaga kestabilan PH dalam darah.

Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut

(Sherwood.2001).

Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun

bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika

untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang

kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil

perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong

empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna

pada tinja dan urin. Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen

(sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia,

karena daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood.2001).

Page 7: Laporan PBL Kel. 4

B. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine adalah :

1. Hormon

ADH

Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat

mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh

hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan

meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel ( Frandson,2003 )

Aldosteron

Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di

tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan

konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin ( Frandson, 2003)

Prostaglandin

Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi

merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan

pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur

sirkulasi ginjal ( Frandson, 2003)

Gukokortikoid

Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang

menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium ( Frandson,

2003)

Page 8: Laporan PBL Kel. 4

Renin

Selain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus

jukstaglomerularis pada :

a. Konstriksi arteria renalis ( iskemia ginjal )

b. Terdapat perdarahan ( iskemia ginjal )

c. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )

d. Innervasi ginjal dihilangkan

e. Transplantasi ginjal ( iskemia ginjal )

Sel aparatus juxtaglomerularis merupakan regangan yang apabila regangannya turun

akan mengeluarkan renin. Renin mengakibatkan hipertensi ginjal, sebab renin

mengakibatkan aktifnya angiotensinogen menjadi angiotensin I, yg oleh enzim lain

diubah menjadi angiotensin II; dan ini efeknya menaikkan tekanan darah (sherwood,

2001).

2. Zat - zat diuretik

Banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak mengkonsumsi zat

diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi, sehingga volume urin bertambah.

3. Suhu internal atau eksternal

Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan mengurangi

volume urin.

4. Konsentrasi Darah

Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah rendah.Reabsorpsi

air di ginjal mengingkat, volume urin menurun.

5. Emosi

Emosi tertentu dapat merangsang peningkatan dan penurunan volume urin.

Page 9: Laporan PBL Kel. 4

C. Mekanisme Miksturisi

Mekanisme proses Miksi ( Mikturisi ) Miksi ( proses berkemih ) ialah proses dimana

kandung kencing akan mengosongkan dirinya waktu sudah penuh dengan urine. Mikturisi

ialah proses pengeluaran urine sebagai gerak refleks yang dapat dikendalikan

(dirangsang/dihambat) oleh sistim persarafan dimana gerakannya dilakukan oleh kontraksi

otot perut yg menambah tekanan intra abdominalis, dan organ organ lain yang menekan

kandung kencing sehigga membantu mengosongkan urine.

Pada dasarnya, proses miksi/mikturisi merupakan suatu refleks spinal yg dikendalikan oleh

suatu pusat di otak dan korteks cerebri. Proses miksturisi dapat digambarkan dalam skema di

bwah ini :

Pertambahan vol urine → tek intra vesicalis ↑ → keregangan dinding vesicalis (m.detrusor)

→ sinyal-sinyal miksi ke pusat saraf lebih tinggi (pusat kencing) → untuk diteruskan

kembali ke saraf saraf spinal → timbul refleks spinal → melalui n. Pelvicus → timbul

perasaan tegang pada vesica urinaria shg akibatnya menimbulkan permulaan perasaan ingin

berkemih.

Kandungan Urin Normal

Urin mengandung sekitar 95% air. Komposisi lain dalam urin normal adalah bagian padaat

yang terkandung didalam air. Ini dapat dibedakan beradasarkan ukuran ataupun

kelektrolitanya, diantaranya adalah :

Molekul Organik : Memiliki sifat non elektrolit dimana memiliki ukaran yang reativ besar,

didalam urin terkandung : Urea CON2H4 atau (NH2)2CO, Kreatin, Asam Urat C5H4N4O3,

Dan subtansi lainya seperti hormon (Guyton, 1996)

Ion : Sodium (Na+), Potassium (K+), Chloride (Cl-), Magnesium (Mg2+, Calcium (Ca2+).

Dalam Jumlah Kecil : Ammonium (NH4+), Sulphates (SO42-), Phosphates (H2PO4-,

HPO42-, PO43-), (Guyton, 1996)

Page 10: Laporan PBL Kel. 4

Warna : Normal urine berwarna kekuning-kuningan. Obat-obatan dapat mengubah warna

urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya

penyakit ( Anonim, 2008 ).

Bau : Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang merupakan indikasi

adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.

Berat jenis : Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu

volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar.

Kejernihan : Normal urine terang dan transparan. Urine dapat menjadi keruh karena ada

mukus atau pus.

pH : Normal pH urine sedikit asam (4,5 - 7,5). Urine yang telah melewati temperatur ruangan

untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri. Vegetarian urinennya

sedikit alkali.

Page 11: Laporan PBL Kel. 4

Mahardika (2011730153)

2. Jelaskan klasifikasi produksi urine! (Oliguria, anuria, dan polyuria)

3. Jelaskan produksi urine menurun secara fisiologis dan patologisnya!

FISIOLOGI PEMBENTUKAN URIN

Fungsi Ginjal

Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal sebagian besar ditunjukan untuk mempertahankan

kestabilan lingkungan cairan internal ,yaitu :

1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.

2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES,termasuk

Na+,Cl-,K+,HCO3-,Ca++,Mg++,So4--,Po4-- dan H+.

3. Memelihara Volume plasma yang sesuai(sebagai pengatur keseimbangan garam dan

H2O.

4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh dengan menyesuaikan

pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin.

5. Memelihara Osmolaritas (Konsentrasi asam basa tubuh dengan menyesuaikan

pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin.

6. Mengeksresikan(eliminasi) produk-produk sisa dari metabolisme tubuh misalnya urea ,

asam urat dan Kreatinin

7. Mengeksresikan banyak senyawa asing.

8. Mengeksresikan eritpodetin

9. Mengeksresikan renin

10. Mengubah Vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Page 12: Laporan PBL Kel. 4

Pembentukan Urin 

Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin ,yaitu:

Filtrasi Glomerulus : Pada saat darah mengalir melalui Glomerulus ,terjadi filtrasi plasma bebas

protein menembus kapiler glomerulus ke dalam Kapsula Bowman.Cairan yang difiltrasi dari

glomerulus ke dalam kapsul Bowman harus melewati 3 lapisan yang Membran

Glomerulus ,yaitu:dinding kapiler glomerulus,lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai

membran basal dan lapisan dalam kapsul bowman secara kolektif.Ketiga lapisan ini berfungsi

sebagai saringan molekul halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma tetapi

melewatkan H2O dan zat terlarut lain yang ukuran molekulernya cukup kecil.

Reabsorpsi Tubulus : Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus , zat-zat yang bermanfaat bagi

tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Zat-zat reabsorbsi tidak keluar dari tubuh

melalui urin tapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung

untuk kembali diedarkan.Untuk dapat di reabsorpsi , suatu bahan harus melewati 5 langkah yang

disebut Transportasi Transepitel ,berikut ini langkahnya: Pertama bahan tersebut harus

meninggalkan cairan tubulus dengan melintasi membran luminal sel tubulus,selanjutnya bahan

tersebut harus berjalan menyeberangi membran basolateral Sel tubulus untuk masuk ke cairan

interstisium.Lalu Bahan tersebut harus menyebrangi membran basolateral sel tubulus untuk

masuk ke cairan interstisium.Selanjutnya,bahan tersebut harus berdifusi melintasi cairan

interstisium dan terakhir bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke dalam

plasma darah.

2 Jenis reabsorpsi tubulus:

Reabsorpsi pasif : Semua langkah dalam transportasi transepitel suatuu bahan dari lumen

tubulus ke plasma bersifat pasif(tidak ada penggunaan energi untuk memindahkan secara

netto bahan tersebut tapi terjadi karena mengikuti penurunan gradien elektrokimia atau

osmotik

Page 13: Laporan PBL Kel. 4

Reabsorpsi aktif : Bila salah satu dari rangkaian tersebut memerlukan energi , walaupun

keempat lainnya pasif.Perpindahan netto suatu bahan dari lumen ke plasma berlangsung

melawan gradien elektrokimia yang diabsorpsi merupakan bahan yang penting bagi

tubuh.Misalnya glukosa,asam amino dan nutrien organik lain.

Sekresi Tubulus 

Mekanisme yang dapat lebih cepat mengeleminasi zat-zat terterntu dari plasma dengan

mengeksresikan lebih banyak zat yang tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus dan

menambahkan zat yang sama ke jumlah yang sudah ada di dalam tubulus akibat filtrasi

Bahan yang paling penting disekresikan oleh tubulus adalah ion Hidrogen,ion kalium

serta anion dan kation organik yan banyak diantaranya adalah senyawa yang asing bagi

tubuh

Ekskresi Urin 

Eleminasi zat-zat dari tubuh di urin

Semua konstituen plasma yang mencapai tubulus yaitu yang difitrasi atau

disekresikan ,tapi tidak direabsorpsi akan tetap berada di dalam tubulus dan mengalir ke

pelvis ginjal untuk dieksresikan sebagai urin

Aspek Biokimia Peran Ginjal

Fungsi Regulasi Ginjal 

1. Ginjal mengatur dan konsentrasi sebagian besar elektrolit CES,termasuk elektrolit yang

penting untuk mengatur ekstrabilitas neuromuskulus

2. Berperan mempertahankan PH yang sesuai dengan mengeleminasi kelebihan (H+)asam

atau HCO3- (basa) dalam urin

Page 14: Laporan PBL Kel. 4

3. Membantu mempertahankan volume plasma yang sesuai,yang penting untuk pengaturan

jangka panjang tekanan darah arteri dengan mengontrol keseimbangan garam dalam

tubuh

4. Ginjal mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh,yang penting untuk

mempertahankan osmolaritas CES yang sesuai

KLASIFIKASI PRODUKSI URIN

OLIGURIA

Oliguria mengacu pada volume air kemih yang tidak memadai untuk mempertahankan hidup,

yaitu biasanya kurang dari 400mL/hari pada orang dewasa berukuran rata-rata. Volume urin

sehari-hari sulit diukur jika kecepatan aliranya rendah, karena kesalahan absolut kecil dalam

mengukur volume dalam kisaran 50-100mL/hari urin, atau waktu pengumpulan dapat

memberikan kesalahan presentase yang besar. Oliguria merupakan salah satu tanda klinik dari

gagal ginjal. Mula timbul oliguria sering akut, sering merupakan tanda pertama dari kemunduran

fungsi ginjal, dan merupakan tantangan diagnostik dan manajemen bagi dokter. Pada sebagian

besar situasi klinik, oliguria akut bersifat reversibel dan tidak mengakibatkan gagal ginjal.

ANURIA

Anuria adalah tidak adanya aliran kenih, biasanya disebabkan oleh obstruksi saluran kemih, yang

harus disingkirkan sebagai penghentian pertama ataupun akibat oklusi total arteria dan vena

renalis. Penyakit ginjal yang berat seperti nekrosis korteks dan glomerulusnefritis progresif cepat

sangat jarang menyebabkan anuria pada orang dewasa, sehingga anuria seharusnya tidak pernah

dikaitkan dengan suatu penyakit ginjal primer sebelum patensi saluran kenih pembuluh darah

ginjal utama dipastikan.

Page 15: Laporan PBL Kel. 4

POLIURIA

Poliruia secara definisi yang masuk akal adalah volume air kemih yang melebihi 3 L/hari dengan

pengetahuan bahwa individu yang normal yang meminum asupan cairan yang jumlah besar

mampu membentuk volume air kemih yang besar pula. Pasien tidak selalu dapat membedakan

polyuria dari frekuensi, yaitu gejala sering berkemih dalam volume kecil. Karena volume air

kemih tidak jelas dari anamnesis, maka poliuria perlu dipastikan dengan pengumpulan air kemih

24 jam sebelum menyelidiki penyebabnya.

Sebab-sebab polyuria dapat disebabkan oleh sekresi vasopresin yang tidak memadai , kegagalan

tubulus ginjal bereaksi terhadap vasopresin, diuresis solute, atau natriuriesis. Juga dapat terjadi

sebagai respons fisiologik bila minum yang terlalu banyak.

NOKTURIA

Nokturia adalah berkemih lebih dari satu kali pada malam hari, di antara episode tidur. Pasien

akan merasa tidak nyaman jika semalaman harus bangun untuk miksi lebih dari satu kali. Seperti

polakisuria, pada nokturia mungkin disebabkan karena produksi urin meningkat ataupun karena

kapasitas buli-buli yang menurun. Orang yang mengkonsumsi banyak air sebelum tidur apalagi

mengandung alcohol dan kopi menyebabkan produksi urine meningkat. Pada malam hari,

produksi urine meningkat pada pasien gagal jantung kongestif dan udem perifer karena berada

pada posisi supinasi. Demikian halnya pada pasien usia tua tidak jarang terjadi peningkatan

produksi urine pada malam hari karena kegagalan ginjal melakukan konsentrasi (pemekatan)

urine.

DISURIA

Dysuria adalah nyeri saat miksi dan terutama disebabkan karena inflamasi pada buli-buli atau

ureta. Seringkali nyeri ini dirasakan paling sakit disekitar meatus uretra eksternus. Dysuria yang

terjadi pada awal miksi biasanya berasal dari kelainan pada uretra, dan jika terjadi pada akhir

miksi adalah kelainan buli-buli. Perasaan miksi sangat nyeri dan disertai dengan hematuria

disebut sebagai stranguria.

Page 16: Laporan PBL Kel. 4

Lia Dafia (2011730148)

4. Jelaskan hubungan jenis kelamin dan usia terhadap produsi urin menurun!

Volume urin yang dikeluarkan sangat berpengaruh dengan usia, karena disetiap tingkatan usia,

volume urin yang dihasilkan berbeda-beda. Volume urine menentukan beberapa jumlah urine

yang di keluarkan dalam waktu 24 jam. Berdasarkan usia, volume urine normal dapat di tetukan

sebagai berikut:

Usia 1-2 hari : 15-60 ml/hari

Usia 3-10 hari : 100-300 ml/hari

Usia 10-12 bulan : 250-400 ml/hari

Usia 1-3 tahun : 500-600 ml/hari

Usia 3-5 tahun : 600-700 ml/hari

Usia 5-8 tahun : 700-1000 ml/hari

Usia 8-14 tahun : 800-1400 mll/hari

Usia 14 tahun – dewasa : 1500 ml/hari

Dewasa tua : <1500 ml/hari

Sedangkan hubungan jenis kelamin dengan produksi urin, wanita lebih sering pergi ke toilet

daripada pria. Hal ini berkaitan dengan volume kandung kemih, yang lebih besar pada pria

dibandingkan pada wanita. Pria memakan waktu lebih lama untuk memenuhi kandung kemihnya

sehingga mereka lebih jarang buang air kecil. Dan dalam sebab lain, produksi urin antara pria

dan wanita berbeda ketika wanita sedang megalami menstruasi dan dalam keadaan hamil. Pada

wanita, Hormon dalam tubuh berubah terus sepanjang bulan. Tepat sebelum menstruasi biasanya

kelembaban wanita meningkat. Dalam beberapa hari menstruasi, kelembaban ekstra itu

meninggalkan tubuh sehingga meningkatkan frekuensi buang air kecil. Sedangkan dalam kondisi

hamil, pada minggu-minggu awal kehamilan rahim mengalami perkembangan sehingga

menekan kandung kemih, menyebabkan sering buang air kecil.

Page 17: Laporan PBL Kel. 4

Intan Azzahra (2011730141)

5. Jelaskan bagaimana mekanisme muntah!

6. Jelaskan bagaimana mekanisme malaise!

Muntah didefinisikan sebagai suatu reflek yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi

lambung atau usus atau keduanya ke mulut. Pusat muntah menerima masukan dari korteks

serbral, organ vestibular, daerah pemacu kemoreseptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ), dan

serabut aferen. Muntah terjadi akibat rangsangan pada pusat muntah yang terletak di daerah

postrema medulla oblongata. Muntah dapat dirangsang melalui jalur saraf aferen oleh

rangsangan nervus vagus dan simpatis atau oleh rangsangan emetik yang menimbulkan muntah

dengan aktivasi CTZ. Jalur eferen menerima sinyal yang menyebabkan terjadinya gerakan

ekspulsif otot abdomen, gastrointestinal, dan pernapasan yang terkordinasi dengan epifenomena

emetic yang menyertai.

Sinyal sensoris yang mencentuskan muntah terutama berasal dari faring, esophagus,

lambung, dan bagian atas usus halus. Impuls saraf kemudian di transmisikan oleh serabut saraf

aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke bagian nucleus yang tersebar di batang otak yang

semuanya bersama sama disebut ”pusat muntah”. Dari sini, impuls-impuls motorik yang

menyebabkan muntah melalui jalur saraf kranialis V, VII, IX,X, dan XII ke traktus

gastrointestinal bagian atas, melalui saraf vagus dan simpatis ke traktus yang lebih bawah, dan

melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen.

Hubungan Muntah dengan oliguria

Gangguan ginjal menyebabkan ekskresi senyawa-senyawa yang tidak berguna terganggu,

sehingga zat-zat yang seharusnya dibuang di simpan dalam darah, jika terus menrus akan

menumpuk di darah kemudian menyebabkan azotemia di mana terjadi peningkatan kadar

kreatinin dan nitrogen urea darah. Kondisi ini dapat disebabkan oleh filtrasi darah pada ginjal

yang kurang memadai. Kemudian kondisi azotemia tersebut merangsang kemoreseptor trigger

zone yang akan merangsang vomiting center atau pusat muntah untuk mengeluarkan isi dalam

lambung atau usus.

Page 18: Laporan PBL Kel. 4

Hubungan lemas malaise dengan oliguria

Gangguan pada ginjal menyebabkan produksi urin menurun, yang mengakibatkan

terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kemudian terjadi hipoosmolaritas di

mana terjadi kelebihan cairan dan menyebabkan penurunan cairan ekstraselular dalam jumlah

signifikan. Cairan bergerak dari ekstraseluler ke intraselular, Natrium yang berada di dalam

cairan ekstraselular ikut masuk ke intraselular. Dalam kondisi normal Natrium lebih banyak

terdapat di ekstraseluler. Kompensasi tubuh untuk mengembalikan Natrium ke intraseluler

membutuhkan energi cukup besar yang menyebabkan pasien lelah dan malaise.

Page 19: Laporan PBL Kel. 4

Havara Kausar Akbar (2011730

7. Jelaskan pengaruh minum obat analgetik terhadap produksi urin menurun! Dan jelaskan

dosis, indikasi, kontraindikasi, dan efek samping dari obat tersebut!

Analgesik – Antipiretik – Anti-inflamasi

Analgesik adalah golongan obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri seperti nyeri

kepala, nyeri gigi, nyeri sendi, dan lain-lain. Contoh obat analgesik misalnya aspirin,

parasetamol, antalgin, dan lain-lain. Ada juga analgesik potent yang biasanya termasuk golongan

opium seperti morfin, pethidin, fentanil, dan lain-lain (Lubis., 1993).

Obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu

kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun

demikian obat-obat ini ternyata memeliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek

samping. Protip obat gologan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga

sebagai obat mirip aspirin Sifat dasar obat antiinflamasi non-steroid. Golongan obat ini

menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadfi PGG2

terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan cara yang berbeda. Khusus

parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid

seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan

oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek antiinflamasi parasetamol praktis tidak ada.

Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur

dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi

obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat dengan bahan-bahan lain tersebut

termasuk obat tradisional dansenyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika

duaatau lebih obat sekaligus dalam satu periode (polifarmasi ) digunakanbersama-sama. Interaksi

obat berarti saling pengaruh antarobat sehingga terjadi perubahan efek.

Page 20: Laporan PBL Kel. 4

Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di

keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme

(biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan

secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi

dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.

Penggolongan Analgetika

Atas kerja farmakologisnya, analgesic dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:

A. Analgetik Perifer (non narkotik)

Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat- obat

inidinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak

menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer juga memiliki

kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut juga

analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur kalor di

hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya

pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.

Penggolongan analgetika perifer secara kimiawi adalah sebagai berikut:

1. Salisilat-salisilat, Na-salisilat, asetosal, salisilamida, dan benirilat

2. Derivat-derivat p-aminofenol:fenasetin dan parasetamol

3. Derivat-derivat pirozolon:antipirin,aminofenazon, dipiron, fenilbutazon dan turunan-

turunannya

4. Derivat-derivat antranilat: glafenin, asam mefenamat, dan asam nifluminat.

Efek-efek samping yang biasanya muncul adalah gangguan-gangguan lambung-usus,

kerusakan darah, kerusakan hati, dan ginjal dan juga reaksi-reaksi alergi kulit. Efek-efek

samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau pada dosis besar, maka sebaiknya

janganlah menggunakan analgetika ini secara terus-menerus.

Page 21: Laporan PBL Kel. 4

B. Analgetik Narkotik

Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur dan kanker. Nyeri pada

kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu : obat perifer (non

Opioid) peroral atau rectal; parasetamol, asetosal, obat perifer bersama kodein atau tramadol,

obat sentral (Opioid) peroral atau rectal, obat Opioid parenteral. Guna memperkuat analgetik

dapat dikombinasikan dengan co-analgetikum, seperti psikofarmaka (amitriptilin, levopromazin

atau prednisone).

Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan tingkat kerja yang

terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan

menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi dan

kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala-

gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan.

Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat

menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan

selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan

COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik.

Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di

berbagai jaringan khususnya ginjal, salurancerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi

COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. Siklooksigenase-2 semula diduga

diinduksi berbagai stimulusinflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan

(growth factors).

Ternyata COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vaskulardan

pada proses perbaikan jaringan. Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1 dari pada COX-

2. Penghambat COX-2 dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk pengobatan

inflamasi dan nyeri yang kurang menyebabkan toksisitas saluran cerna dan pendarahan. Khusus

parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi pada lingkungan yang rendah kadar peroksid

yaitu di hipotalamus.

Page 22: Laporan PBL Kel. 4

Parasetamol diduga menghambat isoenzim COX-3,suatu variant dari COX-1. COX-3 ini hanya

terdapat di otak. Aspirin sendirimenghambat dengan mengasetilasi gugus aktiv serin dari COX-

1, trombosit sangat rentan terhadap enzim karena trombosit tidak mampu mensintesis enzim

baru. Dosis tunggal aspirin 40 mg sehari cukup untuk menghambat siklooksigenase trombosit

manusia selama masa hidup trombosit, yaitu 8-11 hari. Ini berarti bahwa pembentukan trombosit

kira-kira 10% sehari. Untuk fungsi pembekuan darah aktivitas siklooksigenase mencukupi

sehingga pembekuan darah tetap dapat berlangsung. Semua obat mirip-aspirin bersifat

antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi. Ada perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut,

misalnya parasetamol (asetaminofen) bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat

antiinflamasinya lemah sekali. Sebagai antipiretik, obat mirip-aspirin akan menurunkan suhu

badan dalam keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek

antipiretik ,tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena sifat toksik bila digunakan secara

rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis bahwa COX yang ada di sentral otak

terutamaCOX-3 dimana hanya parasetamol dan beberapa obat AINS lainnya dapat menghambat.

Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan

tersebut menghambat enzim siklooksigenase (COX 2), dapat memproduksi leukotrien, sehingga

produksi prostaglandin turun, jumlah prostaglandin turun sehingga set point mengatur suhu

tubuh. Obat: paracetamol, peroksikam, fenilbutazon, diklofenak, ibuprofen(neoremasil),

metamizol (antalgin), asetosal (aspirin), indometasin, dan naproxen.

Sediaan AINS yang mampu menghambat sintesis mediator nyeri prostaglandin

mempunyai struktur kimia yang heterogen dan berbeda di dalam farmakodinamiknya. Oleh

karena itu berbagai cara telah diterapkan untuk mengelompokkan AINS, apakah menurut 1).

struktur kimia, 2). tingkat keasaman dan 3). ketersediaan awalnya (pro-drug atau bukan) dan

sekarang berdasarkan selektivitas hambatannya pada COX-1 dan COX-2, apakah selektif COX-1

inhibitor, non-selektif COX inhibitor, preferentially selektif COX-2 inhibitor dan sangat selektif

COX-2 inhibiotr. Khasiat suatu AINS sangat ditentukan kemampuannya menghambat sintesis

prostaglandin melalui hambatan aktivitas COX.

Page 23: Laporan PBL Kel. 4

Dari penelitian Duffy dkk (2003) diketahui bahwa kadar PGE2 penderita rematik di

plasma berkurang setelah pemberian diklofenak (dari 28.15 +/- 2.86 ng/mL menjadi 0.85 +/-

2.86 ng/mL setelah 4 jam pemberian) dan nimesulide (dari 24.45 +/- 2.71 ng/mL menjadi 1.74

+/- 2.71 ng/ mL setelah 2 jam pemberian) dan di cairan sinovium berkurang setelah pemberian

diklofenak dan nimesulide (dari 319 +/- 89 pg/mL menjadi 235 +/- 72 pg/mL setelah 4 jam

pemberian) bahkan pada pemakaian jangka lama kadar PGE2 di cairan sinovium dapat turun

menjadi 61 +/- 24 pg/ mL. Aspirin dan meloxicam juga mampu menurunkan kadar prostaglandin

di darah dan cairan sinovium (Jones dkk, 2002). Dari berbagai uji klinik pada penderita

osteoarthritis ditunjukkan bahwa AINS baik yang non-selektif (naproxen) maupun selektif

menghambat aktivitas COX-2 (celecoxib) berkhasiat dalam mengurangi nyeri rematik (Bensen

dkk, 1999). Hasil temuan yang sama dilaporkan antara rofecoxib dan ibuprofen (Ehrich dkk,

1999) serta diclofenac (Cannon dkk, 2000). Simon dkk (1999) mengkaji khasiat anti-nyeri

celecoxib dan naproxen pada penderita rheumatoid arthritis. Kelompok peneliti ini menemukan

bahwa kedua AINS ini efektif dalam menanggulangi nyeri dan inflamasi pada penderita

rheumatoid arthritis. Namun, kelihatannya makin lebih selektif suatu AINS menghambat COX-1

makin berkurang khasiatnya sebagai antiinflamasi, dan sebaliknya dengan sediaan yang makin

lebih selektif menghambat COX-2. Penggunaan AINS sebagai sediaan analgetika tunggal akan

menunjukkan efek mengatap (ceiling effect). Niederberger dkk (2001) menunjukkan kejadiaan

tersebut pada celecoxib, dimana dengan dosis 800 mg per-hari memberikan khasiat analgetik

yang tidak lebih besar daripada dosis optimum yang dianjurkan (200 mg), malah lebih rendah

daripada dosis 200 mg per-hari. Oleh karena semua AINS menunjukkan efek mengatap (ceiling

effect) yang akan membatasi khasiatnya pada penanggulangan nyeri rematik yang makin

meningkat parah, sehingga penggunaan dosis yang lebih besar dari yang semestinya tidak

dianjurkan.

Ada 3 jenis obat golongan NSAID:

1. COX-1 selective inhibitor. Yaitu obat golongan NSAID yang cenderung menghambat

aktivitas COX-1, contohnya asam mefenamat. Pernah denger asam mefenamat kan? itu

lho yang biasanya digunakan untuk menghilangkan nyeri di persendian karena terkilir.

2. COX-2 selective inhibitor. Golongan obat NSAID yang punya kecenderungan

menghambat aktivitas COX-2, contohnya celecoxib, kalo di apotik biasanya namanya

celebrex.

Page 24: Laporan PBL Kel. 4

3. Non-selective COX inhibitor. Obat NSAID golongan ini menghambat aktivitas COX-1

dan COX-2, contohnya aspirin dan parasetamol

Gangguan ginjal

Pengembangan sediaan AINS dengan hambatan sangat selektif COX-2 celecoxib dan

rofecoxib membuat para dokter untuk lebih peduli dengan peran masing-masing COX-1 dan

COX-2 pada faal ginjal. Bukti menunjukkan bahwa hambatan aktivitas COX-2 akan

menyebabkan retensi natrium. Hal ini sudah tentu dapat meninggikan tekanan darah penderita.

Lebih lanjut, kejadian edema pada penderita osteoartritis yang mendapat sediaan AINS dengan

hambatan sangat selektif COX-2 menunjukkan bahwa makin selektif (rofecoxib, 25 mg) makin

nyata kejadian edemanya dibandingkan yang kurang selektif (celecoxib, 200 mg)

(Whelton,2001).

Page 25: Laporan PBL Kel. 4

8. DD?

Kusuma Intan (2011730145)

i. Gangguan Ginjal Akut

GANGGUAN GINJAL AKUT

Definisi dan Klasifikasi

Secara konseptual gangguan ginjal akut adalah suatu sindrom yang reversible dan

memiliki banyak etiologi dengan karakteristik peningkatan konsentrasi kreatinin dan sampah

nitrogen didalam darah dan ketidakmampuan ginjal untuk meregulasi homeostasis cairan dan

elektrolit.

Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal (gangguan

ginjal akut “klasik”) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease). Dahulu, hal di atas

disebut sebagai gagal ginjal akut dan tidak ada definisi operasional yang seragam, sehingga

parameter dan batas parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada berbagai

kepustakaan. Hal itu menyebabkan permasalahan antara lain kesulitan membandingkan hasil

penelitian untuk kepentingan meta-analisis, penurunan sensitivitas kriteria untuk membuat

diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk menilai tahap penyakit yang diharapkan dapat

menggambarkan prognosis pasien.

Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan

para nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF (Acute

Renal Failure) menjadi AKI (Acute Kidney Injury). Penggantian istilah renal menjadi kidney

diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah

failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal. Kriteria

yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain :

1. kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap penyakit;

2. sedikit saja perbedaan kadar kreatinin serum ternyata mempengaruhi prognosis penderita;

3. kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan

produksi urin yang seringkali mendahului peningkatan serum kreatinin;

Page 26: Laporan PBL Kel. 4

4. penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar serum kreatinin, produksi urin dan laju

filtrasi glomerulus mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan

fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja.

ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi gangguan ginjal akut dengan kriteria RIFLE yang

terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar serum kreatinin dan kriteria produksi urin)

yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan

prognosis gangguan ginjal.

Tabel 1. Klasifikasi Gangguan Ginjal akut berdasarkan kriteria RIFLE, ADQI revisi 2007

Epidemiologi

Angka kejadian gangguan ginjal akut akut pada anak secara pasti tidak diketahui. Namun

pada penelitihan akhir-akhir ini di negara maju diperoleh gangguan ginjal akut pada anak yang

dirawat di rumah sakit banyak disebabkan tindakan pembedahan jantung dan terapi stem cell.

Pada keadaan ini gangguan ginjal akut akibat multi faktor, namun faktor terpenting adalah akibat

hipoksia/iskemia serta akibat bahan nefrotoksik. Gangguan ginjal akut akibat faktor pre-renal,

bagian interinsik ginjal masih normal. Fungsi ginjal akan kembali normal setelah dilakukan

dilakukan  penggantian cairan sehingga perfusi ginjal kembali normal. Sedang pada gangguan

interinsik ginjal misalnya nikrosis tubular akut, fungsi ginjal akan membaik setelah interinsik

Page 27: Laporan PBL Kel. 4

ginjal membaik. Penelitian epidemiologi pada anak dengan gangguan ginjal akut belum banyak

dilakukan. Namun demikian, hipoksia/iskemia dan gangguan ginjal akut akibat bahan

nefrotoksik tampaknya merupakan penyebab penting terjadi gangguan ginjal akut pada neonatus,

anak dan remaja.

Dengan klasifikasi RIFLE terbukti dapat mendeteksi gangguan fungsi ginjal paling ringan

sampai keadaan paling berat.  Evaluasi penggunaan klasifikasi RIFLE dicetuskan dengan

melakukan penelitian 247 penderita yang dirawat di perawatan intensif (ICU). Penderita dengan

kadar kreatinin awal diatas 1,5 mg/dl, tidak ada satupun yang menjadi gagal ginjal akut. Pada

penelitian ini juga ditemukan bahwa penderita klasifikasi F (failure), mempunyai mortalitas

paling tinggi yaitu 74,5% dibandingkan dengan klasifikasi I (injury) mortalitas 50% sedang pada

klasifikasi R (Risk) mortalitas 38,3%.

Penelitian lebih besar dengan melibatkan 5383 penderita yang dirawat di ICU, penderita

dengan gangguan ginjal akut ditemukan 67% di mana 12% klasifikasi R, 28% klasifikasi F. Dari

kelompok penderita dengan klasifikasi R, 56% progress menjadi klasifikasi I atau F. Penderita

dengan klasifikasi R mortalitas 8,8%, sedangkan klasifikasi I mortalitas 11,4% dan klasifikasi F

mortalitas 26,3%. Penelitian lebih besar dengan melibatkan 20126 penderita juga mendapatkan

hasil lebih kurang sama. Pada penelitian ini juga mendapatkan hubungan linier antara klasifikasi

RIFLE dengan mortalitas penderita. Pada penderita dengan klasifikasi I mempunyai mortalitas

dua kali dari pada R. Sedang penderita dengan klasifikasi F mempunyai mortalitas sepuluh kali

lebih tinggi dari pada penderita yang dirawat tanpa gangguan ginjal akut. Analisis lebih lanjut

didapatkan bahwa penderita dengan klasifikasi R mempunyai odds ratio mortalitas 2,5, odds

ratio klasifikasi I sebesar 5,4 dan odds ratio klasifikasi F sebesar 10,1. Dengan demikian

klasifikasi RIFLE dapat memprediksi prognosis penderita.  Penggunaan klasifikasi RIFLE pada

penderita dengan gangguan ginjal akut, dengan intervensi lebih dini, dapat mencegah penderita

mengalami gangguan ginjal dengan klasifikasi lebih berat.

Page 28: Laporan PBL Kel. 4

Etiologi

 Etiologi gangguan ginjal akut pada anak dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu prerenal,

renal/ intrinsik, dan pascarenal. Pembagian ini berdasarkan lokasi terjadinya kelainan

patofisiologi yang menimbulkan gangguan ginjal akut.

Tabel Etiologi gangguan ginjal akut pada anak

Tipe Etiologi

Prerenal 1. Kehilangan volume cairan tubuh : Dehidrasi,Perdarahan

2. Penurunan volume vaskular efektif:

Sepsis akibat vasodilatasi

Luka bakar, terutama akibat pengumpulan cairan di

ruang ketiga

Sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia

3. Penurunan curah jantung : gagal jantung, kardiomiopati,

pasca bedah jantung

4. Nekrosis tubular akut

5. Hipoksia/iskemik

6. Obat-obatan

Penyakit ginjal

intrinsic

1. Toksin :

Toksin endogen : hemoglobin, mioglobin

Toksin eksogen  : Etilen glikol, metanol

2. Nefropati asam urat dan sindrom lisis tumor

3. Nefritis intertisial :Obat-obatan, Idiopatik

4. Glomerulonefritis:

Rapidly progressive glomerulonephritis (RPGN)

5. Kelainan vaskuler :

Trombosis arteri renalis

Trombosis vena renalis

Nekrosis kortikal

Hemolytic Uremic Syndrome (HUS)

Page 29: Laporan PBL Kel. 4

Hipoplasia/diaplasia dengan/tanpa uropati obstruksi

Idiopatik

Paparan obat-obat nefrotoksik intrauterin

Penyakit

pascarenal

Obstruksi ureter bilateral

Obstruksi uretra

Obstruksi ginjal soliter

Patogenesis

Gangguan Ginjal Akut Prerenal 

Jejas iskemi pada ginjal akan berlanjut menjadi kerusakan parenkim ginjal melalui empat

fase yaitu :

Fase awal : Terjadi penurunan perfusi ginjal dan kekurangan adenine mono phosphate

(ATP) 

Fase lanjut : terjadi reperfusi, proses inflamasi, iskemi berkepanjangan sehingga jejas

menjadi lebih berat. Pada fase ini mulai terjadi regenerasi tubulus proksimal dan

ascenden yang merupakan unit nefron, namun juga dapat berlanjut menjadi nekrosis dan

apoptosis, Beratnya jejas pada fase ini akan menentukan prognosis.

Fase rumatan : proses inflamasi, jejas pada sel ginjal terus berlangsung. Sehingga akan

terjadi nekrosis dan apoptosis.

Fase final atau penyembuhan : terjadi regenerasi, perbaikan dan proliferasi dari sel yang

mengalami jejas.

Derajat dan luas jejas akan menentukan apakah ginjal akan mengalami perbaikan secara

penuh, berproses menjadi penyakit renal fase akhir, atau menjadi penyakit ginjal kronik.

Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya jejas pre-renal yaitu perdarahan, dehidrasi

akibat gangguan gastrointestinal, gangguan adrenal misalnya diabetes insipidus, luka bakar.

Page 30: Laporan PBL Kel. 4

Penyakit lain yang dapat meningkatkan ekskresi cairan yaitu nefrotik sindrom, sepsis, sindrom

kebocoran kapiler. Penurunan volume darah efektif pada ginjal juga dapat menyebabkan

gangguan ginjal akut pre-renal misalnya gagal jantung kongestif, tamponade jantung, sindrom

hepato renal. Apapun jenis penurunan volume darah penyebab jejas pre renal, koreksi gangguan

yang mendasari akan mengembalikan fungsi ginjal.

Beberapa parameter dapat dipergunakan untuk membedakan antara jejas pre-renal dengan

gangguan ginjal akut akibat hipoksi/iskemi. Pemeriksaan urin yaitu osmolaritas urin, konsentrasi

sodium urin, fraksi ekskresi urin. Pada gangguan ginjal akut karena faktor pre-renal, tubulus

ginjal akan meningkatkan absorbsi sodium dan air oleh karena terjadi penurunan perfusi ginjal.

Akibatnya akan terjadi peningkatan osmolalitas urin menjadi 400-500 mosmol/L. Ekskresi

sodium dalam urin menurun menjadi lebih kecil dari 10-20 mEq/L dan fraksi ekskresi sodium

lebih kecil dari 1%. Keadaan ini tidak terjadi pada gangguan ginjal akut akibat hipoksi/iskemi

yang disebut juga nefropati vasomotor atau nikrosis tubular akut. Oleh karena pada

hipoksi/iskemi terjadi kerusakan tubulus ginjal.

Pada anak dengan gangguan ginjal akut akibat keadaan hipoksia/iskemia, sindrom

hemolitik–uremik (HUS), glomerulonefritis akut (GNA) pada umumnya mempunyai gejala

oligouri atau anuri. Produksi urin pada keadaan ini kurang dari 500 ml/24 jam untuk anak lebih

besar, sedang pada anak lebih kecil produksi urin lebih kecil 1 ml/kg per jam. Pada penderita

dengan nefritis akut interstisiel, obat nefrotoksik misalnya aminoglikosida dan nefropati akibat

pemakaian kontras, gangguan ginjal akut terjadi dengan produksi urin normal. Pada penelitian

diperoleh bahwa gangguan ginjal akut non oliguri mempunyai mortalitas lebih kecil dari pada

penderita dengan oliguri.

Gangguan Ginjal Akut renal

Page 31: Laporan PBL Kel. 4

Hipoksi/iskemi sebagai penyebab gangguan ginjal akut interinsik telah dijelaskan diatas

dapat merupakan kelanjutan gangguan ginjal akut pre-renal yang berkepanjangan. Pada keadaan

ini tidak hanya terjadi gangguan pada epitel tubulus ginjal tetapi juga terjadi kerusakan pada

vaskuler ginjal dan sel endotel. Kerusakan ini juga sangat penting untuk menentukan apakah

fungsi ginjal akan kembali normal atau berlanjut menjadi penyakit ginjal kronik. Kerusakan

vaskuler dan endotel ini akan memicu terjadinya proses inflamasi yang akan menyebabkan

kerusakan fungsi organ tidak hanya di ginjal tetapi juga organ diluar ginjal misalnya otak, paru-

paru, jantung, hati, sumsum tulang dan saluran cerna.

Bahan nefrotoksik dapat menyebabkan kerusakan ginjal, tergantung pada jenis bahan

nefrotoksiknya. NSAID, diuretik, ACE-inhibitor akan menurunkan perfusi ginjal.

Aminoglikosida, cephalosporin, amphoterisin B, rifampin, vancomicin, bahan kontras,

myoglobin/hemoglobin akan merusak secara langsung pada epitel tubulus ginjal. Penelitian oleh

Zappitelli mendapatkan bahwa penggunaan aminoglikosida paling sedikit lima hari akan

menyebabkan terjadinya gangguan ginjal akut sebesar 33%. Bahan lain yang diduga dapat

mengganggu fungsi  ginjal adalah asiklovir, asam urat. Pada intersisial akut, sindrom tumor lisis

juga terjadi mekanisme yang sama.

    Glomerulonefritis/gangguan vaskuler harus menjadi pertimbangan bila gangguan ginjal

akut tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Pemeriksaan sedimen urin antara lain adanya cast

eritrosit, dapat membedakan gangguan di glomerulus atau tubulus ginjal. Pemeriksaan

laboratorium untuk mendeteksi adanya gangguan autoimmune misalnya anti neutrophil

cytoplasmic antibody (p-ANCA), C-ANCA, antiglomerular basement membrane antibody,

antinuclear antibody, complement C3 (C3), C4 dan biopsi ginjal kadang diperlukan untuk

mengetahui penyebab dan derajat beratnya gangguan ginjal akut.

Gangguan Ginjal Akut pascarenal

Gangguan obstruksi akut sebagai penyebab gangguan ginjal akut pada anak terutama

akibat kelainan kongenital misalnya sindrom prune belly, obstruksi katup urethra posterior,

prepusium imperforata, neurogenik bladder, batu ginjal dan sumbatan akibat jamur. Tergantung

pada penyebab sumbatan, usaha untuk menghilangkan sumbatan dengan segera sangat penting

menentukan fungsi ginjal.

Page 32: Laporan PBL Kel. 4

Pendekatan Diagnosis

Diagnosis gangguan ginjal akut dapat ditegakkan berdasarkan adanya peningkatan

kreatinin serum dan atau peningkatan kadar ureum, dan atau penurunan produksi urin.

Peningkatan ureum dan kreatinin serum bukan hanya disebabkan oleh kerusakan ginjal, tetapi

dapat sebagai respon normal ginjal terhadap deplesi volume intraselular atau penurunan aliran

darah ginjal. Serum kreatinin merupakan gambaran dari laju fltrasi glomerulus.

Dalam perkembangannya, untuk menegakkan diagnosis gangguan ginjal akut

menggunakan kriteria RIFLE menurut  Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) dan biomarker

untuk gangguan ginjal akut. Beberapa biomarker (penanda biologis) dapat digunakan untuk

mendeteksi gangguan ginjal akut secara dini, antara lain cystatin C serum, neutrophil gelatinase

associated lipocalin (NGAL), interleukin 18, and kidney injury molecule-1(KIM-1). 

Tabel. Biomarker gangguan ginjal akut

Pemeriksaan Klinis

Keluhan dan gejala klinis gangguan ginjal akut pada anak tidak spesifik, dan seringkali

merupakan gejala dari penyakit awalnya, misalnya glomerulonefritis akut. Pendekatan diagnosis

gangguan ginjal akut dapat ditentukan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis

yang baik untuk menentukan penyebab prerenal, renal, atau pascarenal.

Anamnesis yang baik akan sangat membantu mencari penyebab terjadinya gangguan ginjal

akut. Adanya riwayat diare, muntah, trauma atau pascaoperasi menunjukkan ke arah gangguan

Page 33: Laporan PBL Kel. 4

ginjal akut prerenal. Sakit tenggorok, 1-2 minggu sebelumnya atau koreng di kulit, hematuria,

sembab periorbita menunjukkan ke arah gangguan ginjal akut renal, yaitu GNA pasca

streptococcus. Adanya riwayat sering panas, ruam kulit, artritis menunjukkan ke arah lupus

eritematosus sistemik atau vaskulitis. Adanya riwayat obstruksi saluran kemih, seperti kurang

lancar, frekuensi, menetes merupakan petunjuk gangguan ginjal akut postrenal.

Tabel. Gejala klinis yang berkaitan dengan nekrosis tubular akut

Gejala klinis Frekuensi

Leukocyturia 82%

Microhematuria 67%

Fever 42%

Eosinophilia 34%

Rash

Oliguria

23%

23%

      Tabel. Gejala klinis yang sering didapatkan pada AKI

Gejala pada intravascular

Takikardi

Hipotensi

Akral dingin

Mukosa membrane kering

Cappilary refill time > 2 detik

Gejala Akibat Kelebihan Cairan

Edema

Hipertensi

Page 34: Laporan PBL Kel. 4

Irama Gallop

Hepatomegali

Krepitasi

JVP meningkat

Gejala dari Penyakit Penyebab

Anemia (penyakit ginjal kronik)

Purpura (Henoch_Schonlein purpura)

Malar Rash (SLE)

Pembesaran ginjal (Trombosis vena renalis, Hidronefrosis)

Gangguan pertumbuhan

Tender kidney (Pyelonefritis, penolakan transplantasi)

Pembesaran ginjal (Uropati Obstruksi)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis gangguan ginjal akut terdiri dari

urinalisis, kimia darah, pemeriksaan radiologis, dan bila perlu dilakukan pemeriksaan biopsi

ginjal.

Page 35: Laporan PBL Kel. 4

1. Urinalisis

Pemeriksaan urin sebaiknya dilakukan sebelum pemberian diuretika. Adanya proteinuria

(> 3 g/24 jam), eritrosit, silinder eritrosit,dan silinder granular ditemukan pada glomerulonefritis

atau vaskulitis. Bila tidak ditemukan adanya elemen seluler dan proteinuria maka kemungkinan

gangguan ginjal akut prerenal dan pascarenal.

Untuk membedakan gangguan ginjal akut prerenal dan renal dapat dilakukan pemeriksaan

laboratorium urin, sebagai berikut :

Tabel. Perbedaan pemeriksaan urin antara gangguan ginjal akut prarenal dengan renal14

Urine Prarenal Renal

Warna

Volume

Kuning pekat

Sedikit

Kuning

Sedikit

Protein Negatif Sering positif

Sedimen Normal Torak granular, eritrosit

Berat jenis > 1020 1010 – 1015

Na urin (mmol/l) < 10 > 25

Urea urin (mmol/l) > 250 < 160

Osmolalitas (mmol/l) > 500 200-350

Rasio osmolalitas U/P > 1.3 < 1,1

FENa < 1 > 1

2. Pemeriksaan Radiologis

            Ultrasonografi (USG) ginjal merupakan pemeriksaan radiologis yang harus dilakukan

pada anak dengan gangguan ginjal akut yang etiologinya tidak jelas. Tujuan pemeriksaan USG

ginjal adalah untuk menentukan apakah kedua ginjal ada, menentukan ukuran/besar ginjal,

Page 36: Laporan PBL Kel. 4

mengevaluasi parenkim ginjal, mengevaluasi adanya obstruksi pada saluran kemih, melihat

aliran darah ginjal. Untuk mengevaluasi aliran darah ginjal dari arteri dan vena renalis,

digunakan pemeriksaan radiologis USG Doppler.

3. Biopsi ginjal

Biopsi ginjal digunakan apabila hasil evaluasi pemeriksaan yang non-invasif tidak dapat

menegakkan diagnosis etiologinya, atau pada keadaan tertentu yaitu dicurigai kemungkinan

glomerulonefritis progresif cepat atau nefritis interstisial.

Pengobatan

Tatalaksana gangguan ginjal akut secara garis besar terdiri dari terapi konservatif dan

terapi pengganti ginjal. Terapi konservatif dilakukan sesuai keadaan penderita. Pada gangguan

ginjal akut karena faktor interinsik pemberian diuretik, norepineprin, fenoldopam diduga

mempunyai efek untuk meningkatkan produksi urin. Pemberian dopamin masih  kontroversi.

Pemberian nutrisi adekuat diperlukan walaupun keadaan ini tidak mudah karena biasanya

penderita gangguan ginjal akut disertai oliguri. Pada gangguan ginjal akut pre-renal penggantian

cairan untuk mengembalikan volume intra vaskuler sangat penting. Terapi pengganti ginjal perlu

dipertimbangkan terutama penderita disertai overload cairan. Hasil jangka panjang tergantung

keadaan penderita. Bila penderita dalam keadaan sehat sebelum menderita gangguan ginjal akut,

pada umumnya morbiditas dan mortalitasnya rendah. Sedang penderita gangguan ginjal akut

yang sebelumnya mengalami hiperfiltrasi, hipertensi dan mikroalbumin urin mempunyai

prognosis yang kurang baik. Pengobatan gangguan ginjal akut pada anak meliputi pengobatan

konservatif dan renal replacement therapy (RRT) atau terapi pengganti ginjal.

1. Pengobatan Konservatif

Pengobatan konservatif gangguan ginjal akut pada anak, antara lain pengaturan

keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa, stabilisasi tekanan darah, penanganan anemia,

pemberian nutrisi yang adekuat, pengaturan pemberian dosis dan jenis obat-obatan. Perawatan

Page 37: Laporan PBL Kel. 4

dapat dilakukan di ruang bangsal atau di ruang intensive care unit (ICU) tergantung pada gejala

klinis. Apabila penderita dengan manifestasi klinis didapatkan adanya gangguan jantung-paru,

harus dilakukan pengamatan ketat, atau pada penderita  dengan dialisis harus dirawat di ruang

ICU.

2. Diuretika

Pemberian diuretika dan obat-obat vasoaktif seringkali digunakan untuk mencegah atau

mengurangi gangguan ginjal akut. Diuretika furosemid intravena (1-5 mg/kg/dosis) dapat

meningkatkan produksi urin. Pemberian diuretika dapat diberikan dengan cara diuresis paksa,

meskipun  tindakan ini masih kontroversi. Sebelum melakukan tindakan ini, penderita tidak

dehidrasi dan tidak didapatkan adanya obstruksi saluran kemih (gangguan ginjal akut

pascarenal). Efek samping pemberian furosemid adalah eksaserbasi gagal ginjal dan ototoksisitas

terutama bila diberikan dalam dosis tinggi dan keadaan asidosis metabolik.

Obat manitol (0.5-1.0 g/kg) dapat pula digunakan untuk meningkatkan produksi urin.

Apabila anak tidak respon terhadap pemberian diuretika, maka melanjutkan pemberian diuretika

tidak boleh dilakukan karena membahayakan dengan efek samping obat yaitu meningkatkan

volume darah dan edema paru. Obat dopamin dapat memperbaiki tekanan darah dan

memperbaiki perfusi ginjal. Untuk menjaga perfusi yang adekuat diperlukan pengawasan ketat

tekanan vena sentral.

Dopamin dosis rendah (0,5 – 3.0 µg/kg/ menit)  dapat memperbaiki aliran darah ginjal

melalui vasodilatasi. Perfusi glomerulus dipengaruhi oleh tekanan dan volume glomerulus.

Dilaporkan bahwa pemberian dopamin dosis rendah pada anak-anak belum efektif untuk

meningkatkan perfusi glomerulus. Bahkan dapat meningkatkan risiko terjadinya takiaritmia dan

iskemik miokardium oleh karena konsumsi oksigen miokardium meningkat.

Fenolodam, agonis dopamine selektif dapat meningkatkan aliran darah ginjal dan mungkin

mengurangi mortalitas dan terapi pengganti ginjal pada dewasa. Fenolodam dosis 0.07 +

0.08μg/kg/min meningkatkan produksi urin pada anak dengan progresif oliguria tetapi tidak

mempengaruhi hasil akhir secara umum.

3. Terapi cairan

Page 38: Laporan PBL Kel. 4

Terapi cairan dan oksigen adalah landasan resusitasi untuk semua pasien dengan penyakit

kronis. Sangat penting untuk mengenali bahwa defisit cairan dapat terjadi karena vasodilatasi

atau perubahan permeabilitas kapiler. Hipovolemi mengakibatkan aliran darah tidak memadai

untuk memenuhi metabolism jaringan dan harus ditangani dengan segera jika ingin menghindari

gangguan ginjal akut.

Sebelum pemberian terapi cairan, harus ditentukan terlebih dahulu apakah anak dalam

keadaan hipovolemia, euvolemia atau kelebihan cairan. Parameter untuk menentukan status

volume cairan adalah gejala klinis, yaitu adanya perubahan berat badan secara mendadak dan

laboratorium seperti Na urin, fraksi ekskresi Natrium (FeNa) BJ dan osmolalitas urin. Bila tidak

dapat ditentukan maka diberikan percobaan (challenge) cairan normal saline/ringer lactate (RL),

10-20 ml/kg selama 30-60 menit. Kemudian dilakukan penilaian lagi. Biasanya terjadi diuresis

setelah 2-4 jam setelah rehidrasi. Bila setelah resusitasi cairan, produksi urin tidak meningkat

dan azotemia tidak membaik, maka indikasi umtuk dilakukan pemasangan tekanan vena

sentral / central venous pressure (CVP) yang dapat membantu untuk memantau apakah cairan

yang diberikan sudah mencukupi.

Terapi cairan pada gangguan ginjal akut renal harus dilakukan balans cairan secara cermat.

Balans cairan yang benar adalah bila berat badan menurun 0,1-0,2% setiap hari. Pemberian

cairan diperhitungkan berdasarkan insensible water loss (IWL) + jumlah produksi urin 1 hari

sebelumya serta ditambahkan dengan cairan yang keluar melalui muntah, feses, slang

nasogastrik, dan lain-lain. Dan dikoreksi dengan kenaikan suhu tubuh setiap 10C sebanyak 12%.

Perhitungan IWL dapat dilakukan berdasarkan caloric expenditure, sebagai berikut :

Tabel Perhitungan IWL dapat dilakukan berdasarkan caloric expenditure

Berat badan                 0-10 kg           : 100 kal/kg/hari

                                       11-20 kg      : 1000 kal + 50 kal/kg/hari

                                        > 20 kg           : 1500 kal + 20 kal/kg/hari

Page 39: Laporan PBL Kel. 4

Jumlah IWL                 = 25 ml per 100 kal.

4. Renal Replacement Therapy          

            Tujuan renal replacement theraphy (RRT) atau terapi pengganti ginjal adalah untuk

menghilangkan toksin endogen dan eksogen dan menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan

asam basa sampai ada perbaikan fungsi ginjal. Renal replacement theraphy terdiri dari peritoneal

dyalisis atau dialisis peritoneal (DP), hemodialisis (HD), dan transplantasi ginjal. Beberapa

faktor, seperti usia, berat badan, penyebab gangguan ginjal akut, derajat gangguan metabolik,

tekanan darah, status gizi harus diketahui sebelum memulai RRT dan menentukan modalitas

yang akan digunakan. Tiga hal yang harus diperhatikan ketika akan memulai dialisis pada

penderita gangguan ginjal akut, yaitu saat  memulai dialisis, modalitas dialisis, dan dosis

pemberian dialysis.

Gustiayu Putri Pitoyo (2011730138)

ii. Hiperplasia Prostat Benigna

Definisi

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit yang muncul ketika

pertumbuhan prostat tidak semestinya menghambat aliran urine sehingga mengakibatkan gejala

traktus urinaria, infeksi dan hematuria (Black & Hawks, 2005).

BPH adalah suatu kondisi yang sering terjadi pada pria dengan usia di atas 50 tahun,

dimana kelenjer prostatnya mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung

kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra. ( Smeltzer,2001).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua

dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius

( Marilynn, 2000). Menurut Nursalam (2006) pada usia lanjut, beberapa pria menagalami

pembesaran prostate benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan

Page 40: Laporan PBL Kel. 4

kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjer prostat mengakibatkan

terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi.

Etiologi

Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, beberapa hipotesis menyatakan

bahwa gangguan ini ada kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT)

dan proses penuaan. Hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia

prostate adalah:

1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT).

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel

dan stroma dari kelenjar prostate mengalami hiperplasia.

2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron.

Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen

dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan

terjadinya hyperplasia stroma.

3. Interaksi stroma – epitel.

Page 41: Laporan PBL Kel. 4

Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan

penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan

epitel.

4. Penurunan sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan

epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori stem cell.

Teori ini menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga

menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjer prostat menjadi berlebihan.

Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat

aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat

mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi

yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli-buli berupa hipertrofi otot

detrusor, trabekulasi terbentuknya selula, sakula, dan divetrikel buli-buli. Perubahan struktur

pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah

atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali

pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik

urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi reflukx hidro nefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke

dalam gagal ginjal.

Page 42: Laporan PBL Kel. 4

Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh

adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot

polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot

polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.

Gejala Klinis

Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan

iritasi.Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat

sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau

miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus

(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen

karena overflow yaitu:

1. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang

disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama

meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.

2. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena

ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai

berakhirnya miksi.

3. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

4. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu

untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

5. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran

prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum

penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara

lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan

ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000).

1. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

2. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam

hari (Nocturia) dan pada siang hari.

3. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

Page 43: Laporan PBL Kel. 4

Gejala generalisata atau gejala secara umumnya meliputi:

1. Keletihan

2. Anoreksia

3. Mual dan muntah

4. Rasa tidak nyaman pada epigastrik

Alur Diagnostik

Anamnesis

Pada anamnesis biasanya akan ditemukan keluhan-keluhan:

1. Bila miksi harus mengejan

2. Pancaran lemah

3. Pengosongan tidak sempurna

4. Kencing tidak puas

5. Kencing terputus

6. Sering kencing

7. Kesulitan menahan rasa ingin kencing

8. Menetes setelah kencing

Pemeriksaan Fisik

1. Kandung kencing penuh (Adanya retensio urine)

2. Nyeri Suprapubik (Tanda-tanda infeksi saluran kencing)

3. Pada pemeriksaan colok dubur teraba perbesaran prostat

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya

sel leukosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus di perhitungkan

etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih,

walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan

kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.

Page 44: Laporan PBL Kel. 4

Pemeriksaan Prostate Specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan

perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak

perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah Prostate Specific

Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD

≥ 0,15 maka sebaiknya di lakukan biopsi prostat. Demikian pula bila nilai PSAD >

10 ng/ml (Mansjoer, 2000).

2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan yang dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena,

USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencintraan ini adalah untuk

memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume

residu urin dan mencari kelainan patologi lain, baik yag berhubungan maupun tidak

dengan BPH. Dari foto polos ndapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius ,

pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga di lihat lesi osteoblastik sebagai tanda

metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.

Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,

hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter berbelok-

belok di vesika), indentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urin atau filling

defect di vesika.

USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi

residu urin, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli. (Mansjoer, 2000).

Penatalaksanaan

1. Observasi

Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi,

hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.

2. Medikamentosa

a. Mengharnbat adrenoreseptor α

b. Obat anti androgen

c. Penghambat enzim α -2 reduktase

d. Fisioterapi

3. Terapi Bedah

Page 45: Laporan PBL Kel. 4

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal,

infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter,

hidronefrosis, jenis pembedahan:

a. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui

sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.

b. Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada

kandung kemih.

c. Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah

melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.

d. Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara

skrotum dan rektum.

e. Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan

jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah,

uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.

Page 46: Laporan PBL Kel. 4

Nindya Adeline (2011730156)

iii. Urolitiasis

BATU SALURAN KEMIH (UROLITHIASIS)

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir

kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi.

Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia. Di negara-negara berkembang banyak

ditemukan pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu

saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-

hari.

Di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih.

Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran

kemih dan pembesaran prostat benigna.

Etiologi

Page 47: Laporan PBL Kel. 4

Terbentuknya batu saluran kemih didiga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin,

gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih

belum terungkap (idiopatik).

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya baru

saluran kemih pada seseorang, faktor tersebut yaitu intrinsik dan ekstrinsik.

Faktor intrinsik antara lain:

1. Herediter (keturunan)

2. Umur: 30-50 tahun

3. Jenis kelamin: laki-laki 3 kali lebih banyak daripada perempuan

Sedangkan faktor ekstrinsiknya, yaitu:

1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada

daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).

2. Iklim dan temperature

3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang

dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4. Diet: diet banyak purin, oksalat dan kalsium.

5. Pekerjaan: lebih banyak diderita oleh orang yang pekerjaannya lebih banyak duduk atau

kurang aktifitas atau sedentary life.

Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih

Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama tempat-tempat yang sering

mengalami hambatan aliran urin (statis urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli,

adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi

infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik

merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.

Page 48: Laporan PBL Kel. 4

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun

anorganik yang terlarut di dalam urin. Kristal-kristal tersebut berada dalam keadaan metastable

(tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya

presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu

(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga

menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh

dan belum cukup mampu membantu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada

epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal) dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada

agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.

Kondisi metastable dipengaruhi suhu, pH larutan, adanya koloid dalam urin, konsentrasi

solute dalam urin, laju aliran urin dalam saluran kemih atau adanya korpus alineum di dalam

saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas

batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun fosfat.

Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh adanya

keseimbangan antara zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat yang mampu mencegah

timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat terbentuknya batu saluran kemih,

yang bekerja mulai dari proses reabsorpsi kalsium di dalam usus, proses pembentukan inti batu

atau kristal, proses agregasi kristal hingga retensi kristal. Beberapa protein atau senyawa organic

lain mampu bertindak sebagai inhibitor, senyawa itu adalah glikosaminoglikan (GAG), protein

Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid, nefrokalsin dan osteopontin. Defisiensi zat yang

berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu factor penyebab timbulnya batu saluran

kemih.

Batu Ginjal dan Batu Ureter

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis

ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan

lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu

staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal mempermudah timbulnya batu

saluran kemih.

Page 49: Laporan PBL Kel. 4

Batu yang tidak terlalu besar didorong oelh peristaltic otot pelvikaliks dan turun ke ureter

menjadi batu ureter. Tenaga peristaltic ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke

buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan

yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang (periureteritis)

serta manimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis.

Alur Diagnosis dan Gambaran Klinis

Keluhan yang disampaikan tergantung pada: posisi atau letak batu, besar batu dan

penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan adalah nyeri pinggang, bisa kolik

ataupun non-kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltic otot polos sistem kalises

ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan

peristaltic itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari

terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non-kolik terjadi akibat peregangan kapusl

ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.

Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat

kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar spontan setelah

melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka dan saat

ureter masuk ke dalam buli-buli. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma

pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didaptkan

dari pemeriksaan urunalisis berupa hematuria mikroskopik.

Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini juga merupakan

kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomi

Page 50: Laporan PBL Kel. 4

pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsi dan segera dilakukan terapi berupa

drainase dan pemberian antibiotic.

Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra,

teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urin dan

jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Sedimen Urin

Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria dan dijumpai

berbagai Kristal pembentuk batu.

Pemeriksaan Kultur Urin

Dalam pemeriksaan ini mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah

urea.

Pemeriksaan Faal Ginjal

Hal ini bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan

untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVU. Perlu juga diperiksa

kadar elektrolit yang diduga sebagai factor penyebab timbulnya batu saluran kemih

(antara lain: kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam darah atau urin).

Foto Polos Abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak

di saluran kemih. Batubatu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan

paling sering dijumpai diantara batu jenis lain. Sedangkan batu asam urat bersifat non-opak

(radio-lusen).

JENIS BATU RADIO-OPASITAS

Kalsium Opak

MAP Semi-opak

Urat/Sistin Non-opak

Pielografi Intra Vena (PIV)

Page 51: Laporan PBL Kel. 4

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu

IVU dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang tidak terlihat

oleh foto polos perut. Jika IVU belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih

akibat penurunan fungsi ginjal, sebagai gantinya adalah pemeriksaan pielografi retrogard.

Ultrasonografi (USG)

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVU, yaitu pada

keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada

wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di

buli-buli (echoic shadow), hidronefrosis, pielonefrosis atau pengerutan ginjal.

Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan

agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih parah. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi

pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi atau harus

diambil karena sesuatu indikasi social.

Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya <5mm karena diharapkan

batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri,

memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum dan minum banyak supaya dapat

mendorong batu keluar dari saluran kemih.

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada

tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu buli-buli

tanpa melaui tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-

fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.

Endourologi

Page 52: Laporan PBL Kel. 4

Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minal untuk mengeluarkan batu saluran

kemih yang terdiri atas memecah batu dan kemudian mengeluarkannya dari saluran

kemih melalui alat yang dimasukan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu

dimasukkan melaui uretra atau melaului insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses

pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik dengan memakai energy hidraulik,

energy gelombang suara atau dengan enersi laser. Beberapa tindakannya adalah:

1. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) usaha untuk mengeluarkan batu yang

berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem

kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih

dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

2. Litotripsi memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat

pemecah batu (lititriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan

evakuator Ellik.

3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi memasukkan alat ureteroskopi per-uretram

guna melihat keadaan ureter atau sisten pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energy

tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah

melalui tuntunan ereteroskopi/ ureteronoskopi ini.

4. Ekstraksi Dormi mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat

keranjang Dormia

Bedah Laparoskopi

Ini untuk mengambil batu saluran kemih yang sedang berkembang.

Bedah Terbuka

Pembedahan terbuka ini antara lain: pielotitiomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu

pada saluran ginjal dam ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus

menjalani tindakan nefrotomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak

berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami

pengkertutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang

menahun.

Pencegahan

Page 53: Laporan PBL Kel. 4

Pencegahan yang dilakukan ada;ah berdasarkan kandungan unsure yang menyusun batu

saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya, yaitu: 1) menghindari dehidrasi

dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin sebanyak 2-3 liter per hari, 2) diet untuk

mengurangi kadar zat komponen penyusun batu, 3) aktivitas harian yang cukup dan 4)

pemberian medikamentosa.

Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah: 1) Rendah protein,

karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi

lebih asam, 2) Rendah oksalat, 3) Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya

hiperkalsiuria dan 4) Rendah purin. Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada

hiperkalsiuria absorbtif type II.

Page 54: Laporan PBL Kel. 4

Arafani Putri Yaman (2011730123)

iv. Acute Necrosis Tubular

Acute Tubular Necrosis

Akut tubular nekrosis atau bisa disebut juga akut tubular nefropati merupakan Gagal

ginjal akut, yang terkait dengan kerusakan sel-sel tubulus ginjal karena banyak penyebab.

Diklasifikasikan menjadi dua subkelompok, ATN iskemik dan ATN nefrotoksik. Dapat

mengenai semua usia dan semua populasi.

Etiologi

Akut Tubular Nekrosis Iskemik, merupakan hasil dari penurunan perfusi dan / atau

oksigenasi memadai untuk tubulus ginjal. Paling umum setelah episode yang mendalam

peredaran darah perifer tapi mengejutkan langka setelah pendarahan besar rumit. Hemolisis

masif atau otot rangka yang parah cedera, dengan pelepasan protein heme atau mioglobin otot

menyebabkan bentuk khusus dari iskemik

ATN Nefrotoksik, merupakan hasil dari banyak agen yang secara langsung dan secara khusus

merusak epitel tubulus ginjal

Patogenesis

Patogenesis ATN bervariasi dengan agen penyebab, tetapi beberapa mekanisme dapat bertindak

sendiri-sendiri atau dalam kombinasi untuk menghasilkan penurunan aliran darah ginjal,

menurunkan filtrasi glomerulus, mengurangi aliran darah tubular, dan perkembangan akhir

oliguria. Ini termasuk: (1) depolarisasi dari sel epitel tubular karena cedera iskemik atau

beberapa agen toksik, (2) Persistent vasokonstriksi preglomerular arteriol dari pelepasan agen

Page 55: Laporan PBL Kel. 4

vasokonstriksi (angiotensin II, tromboksan, katekolamin) atau hilangnya efek vasodilator

(prostaglandin). (3) arus balik tubular yang diikuti dengan kerusakan atau perubahan intergritas

tubular, (4) Obstruksi Tubular dari sel tubular nekrotik dan materi protein, (5) Pengaruh

langsung permeabilitas glomerulus dengan menumpulkan aksi vasodilator.

Faktor Risiko

Reaksi transfusi darah

Cedera atau trauma yang merusak otot

Tekanan darah rendah (hypotension) yang berlangsung lebih dari 30 menit

Operasi besar

Syok septik karena infeksi berat

Penyakit liver dan kerusakan ginjal akibat diabetes (nefropati diabetik) dapat membuat

seseorang lebih rentan terhadap kondisi tersebut.

Dye (kontras) yang digunakan untuk x-ray (radiologi) studi obat-obatan yang toxicto

ginjal (seperti antibiotik aminoglycoside atau amfoterisin)

Gejala Klinis

Asidosis Metabolik

Demam

Penurunan Kesadaran, atau Koma

Ketidakseimbangan cairan elektrolit

Output urine berkurang (oliguria) atau tidak ada produksi urin (anuria)

Edema sistemik, retensi cairan

Mual muntah

Konsekuensi dari Acute Renal Failure ; volume overload dari CHF (Congestive Heart

Failure) dan edema paru. Aritmia Jantung, peningkatan kerentanan infeksi.

Page 56: Laporan PBL Kel. 4

Anemia normositik normokrom, terlihat dari penurunan atau menghilangkan produksi

eritropoetin

Alur Diagnostik

Anamnesis

1. Apakah pasien pernah mengalami jatuh atau trauma di sekitar punggung atau perut ?

2. Apakah pasien memiliki riwayat operasi besar beberapa waktu sebelumnya ?

3. Apakah sebelumnya pasien mengalami batuk pilek ? atau demam ?

4. Apakah pasien memiliki riwayat diabetes mellitus ?

5. Apakah pasien pernah melakukan pemeriksaan radiologi/ transfusi darah ?

Pemeriksaan Fisik

1. Terdengar suara paru dan jantung yang abnormal

2. GCS menurun

3. Edema Sistemik

4. Turgor menurun

Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa gejala klinis yang ditemukan pada Acute Tubulus Nekrosis

1. Urinalisis

Gejala klinis Frekuensi

Leukocyturia 82%

Microhematuria 67%

Fever 42%

Oliguria 23%

Page 57: Laporan PBL Kel. 4

- Muddy Brown Casts : Bila pada urinalisis ditemukan

adanya Muddy Brown Casts maka diagnosis yang

mendukung dari Acute Tubular Necrosis, karena

Muddy Brown Casts biasa ditemukan pada hematuria,

Sel Tubular yang mengalami nekrosis.

- Adanya kristal asam urat dapat mewakili ATN berhubungan dengan nefropati

asam urin, sedangkan kristal kalsium mengoksidasi mungkin hadir dalam ARF

karena keracunan etylene glikol. Urin dan nilai serum asam urat mungkin menjadi

indikator yang berguna untuk sindrom tumor lisis, penyebab penting AFR

2. Biopsi Ginjal

3. KIM-1 adalah glikoprotein transmembran tipe 1 yang mempunyai domain ekstraselular

dan domain sitoplasmik dengan berat molekul 80-85 kDa. Beberapa hal yang mendukung

KIM-1 sebagai penanda NTA dan/atau dediferensiasi awal yaitu KIM-1 tidak terdeteksi

pada ginjal normal tetapi diekspresikan dengan kadar sangat tinggi setelah cedera atau

iskemia epitel tubulus proksimal, akan tetap ada di epitel hingga sel sembuh dari cedera

dan ektodomain KIM-1 diekskresikan di urin. Pemeriksaan KIM-1 yang saat ini

digunakan adalah dengan metode enzymelinked immunosorbent assay (ELISA) dan

lateral-flow assay.

Terapi

Pada kebanyakan orang, nekrosis tubular akut reversibel. Tujuan dari pengobatan adalah untuk

mencegah komplikasi yang mengancam jiwa gagal ginjal akut selama waktu lesi hadir.

Pengobatan berfokus pada pencegahan kelebihan penumpukan cairan dan limbah, sementara

memungkinkan ginjal untuk menyembuhkan. Paten harus diawasi untuk penurunan fungsi ginjal.

Pengobatan dapat meliputi:

- Mengidentifikasi dan mengobati penyebab masalah

- Membatasi asupan cairan dengan volume sama dengan volume urin yang diproduksi

Page 58: Laporan PBL Kel. 4

- Membatasi zat yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal (seperti protein, natrium, kalium)

untuk meminimalkan penumpukan mereka dalam tubuh

- Mengambil obat untuk membantu mengontrol kadar kalium dalam darah

- Mengambil pil air (diuretik) untuk meningkatkan pemindahan cairan dari ginjal

- Dialisis dapat menghapus kelebihan limbah dan cairan. Hal ini dapat membuat Anda

merasa lebih baik, dan dapat membuat gagal ginjal lebih mudah untuk mengontrol.

Dialisis mungkin tidak diperlukan bagi semua orang, tetapi sering menyelamatkan

nyawa, terutama jika kalium serum sangat tinggi.

Dialisis mungkin diperlukan dalam kasus berikut:

- Penurunan status mental

- overload cairan

- Peningkatan kadar kalium

- pericarditis

- Total kurangnya produksi urin

- Penumpukan terkendali produk limbah nitrogen

Prognosis

Lamanya gejala bervariasi. Penurunan urin output fase dapat berlangsung dari beberapa hari

sampai 6 minggu atau lebih. Hal ini kadang-kadang diikuti dengan periode output urin yang

tinggi, di mana sembuh dan baru berfungsi ginjal mencoba untuk membersihkan tubuh dari

cairan dan limbah. Satu atau dua hari setelah urin output meningkat, gejala mengurangi dan nilai-

nilai laboratorium mulai kembali normal.

Komplikasi

- Gagal ginjal kronis

- Stadium akhir penyakit ginjal

- Kehilangan darah gastrointestinal

Page 59: Laporan PBL Kel. 4

- Hipertensi

- Peningkatan risiko infeksi

Yudha Daud Pratama (2011730168)

v. Urophaty Obstructif

Obstruksi saluran kemih

Etiologi:

Disebabkan oleh :

Congenital (bawaan)

Didapat (acquired)

Penyakit yang ada di dalam lumen

Desakan dari lumen saluran kemih

Obstruksi saluran kemih sebelah atas mengakibatkan kerusakan saluran kemih (utreter dan

ginjal) pada sisi yang terkenapada kedua sistem saluran kemih sebelah atas (bilateral)

Patofisiologi:Obstruksi saluran kemih akan menyebabkan kerusakan ginjal, baik struktur maupun

fungsinya. Keursakan itu tergantung pada :

1. Lama obstruksi

2. Derajat obstruksi

3. Unilateral atau bilateral

4. Adanya infeksi yang menyertainya

Trifase obstruksi:

1. Fase I atau akut ( 0-90menit)

2. Fase II atau pertengahan ( 2-5jam)

3. Fase III atau lanjut ( 24jam)

Page 60: Laporan PBL Kel. 4

Pengaruh trifase obstruksi terhadap :

Tekanan hidrostatik sistem pelvikalises: tekanan intraureter pada saat istirahat adalah 0-10cm

H2O. tekanan peristaltic urine bervariasi sekitar 20 dan 60 cm H2O . pada obstruksi akut,

terjadi kenaikan tekanan intraureter dan intrarenal yang terjadi mendadak, yang sejalan

dengan keadaan diuresis. Kenaikan tekanan itu akan di transmisikan balik ke lumen tubulus.

Kenaikan tekanan tidak berlangsung lama, kemudian diikuti penurunan secara perlahan.

Aliran darah ginjal (RBF): pada fase akut, RBF meningkat perlahan, terutama korteks

sebelah dalam dan daerah kortiko-medular. Hal ini disebabkan karena vasodilatasi, yang

diinduksi prostaglandin E2. Jika obstruksi berlangsung lama, maka akan terjadi

vasokonstriksi dan dapat mengakibatkan penurunan RBF yang lebih bermakna

Rerata Laju Filtrasi Glomerulus (GFR) : Penurunan RBF dengan sendirinya akan

menurunkan GFR

Fungsi tubulus sebelah distal (DTF) : pada obstruksi akut, aliran urine menjadi lambat

sehingga kolum cariran yang diteruskan ke nefron distal berkurang. Akibatnya pembentukan

cairan berkurang. Reabsorpsi garam bertambah, dan tubulus menjadi tidak responsive

terhadap ADH sehingga ginjal tak dapat menghasilkan urine yang pekat.

Fungsi Tubulus:

Pada obstruksi unilateral, eksresi kalium menurun lebih kurang sebanding dengan GFR. Pada

obstruksi bilateral, eksresi kalium meningkat yang sebanding dengan eksresi natrium.

Osmolalitas urine pada saat obstruksi hampir sama dengan osmolalitas plasma, hal ini

menunjukkan ginjal gagal melakukan fungsi konsentrasi maupun difusi urine. Kelainan ini akibat

kemampuan thick ascending limb untuk mengambil solute tanpa air dari urine dan kegagalan

duktus kolengentes meningkatkan permeabilitas air terhadap respon ADH dan cAMP.

Hipertensi akibat uropati obstruktif : diakibatkan kelebihan cairan dan elektrolit tidak dapat

dikeluarkan oleh urine.

Page 61: Laporan PBL Kel. 4

Diagnosis:

Gejala Klinis:

1. Nyeri hebat pada pinggang yang menjalar sepanjang ureter

2. Hematuria makroskopik

3. Gejala gastrointestinal

4. Demam dan menggigil

5. Perasaan panas saat berkemih

6. Urine keruh

Pemfis:

1. Ginjal yang hidronefrosis teraba pada palpasi

2. Terasa nyeri saat perkusi

PP:

1. Pemlab

2. USG

3. IVU dan uterorenoskopi

4. Renografi

Medikamentosa:

1. NSAID untuk inflamasi

2. Antipiretik

3. Pemasangan kateter (bila terjadi anuria obstruktif)