laporan diskusi pbl 3

29
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING I “MENGANTUK TERUS” BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME Tutor : dr. Dyah Krisnansari Disusun oleh : KELOMPOK 3 Indah Annisa.D G1A009004 Gohlena Raja.N C G1A009009 Dera Fakhrunnisa G1A009020 Purindri Maharani G1A009050 Fikri Fajrul Falah G1A009056 Andina Frastiningsih G1A009057 Yanuar Firdaus G1A009079 Harlinda Yudi Saputri G1A009080 Yuni Hanifah G1A009097 Annisaa Auliyaa G1A009118 Egi Dwi Satria G1A009122 Anggia Puspitasari G1A008058

Upload: dera-fakhrunnisa-rukmana

Post on 16-Feb-2015

129 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Diskusi PBL 3

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING I

“MENGANTUK TERUS”

BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME

Tutor : dr. Dyah Krisnansari

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

Indah Annisa.D G1A009004

Gohlena Raja.N C G1A009009

Dera Fakhrunnisa G1A009020

Purindri Maharani G1A009050

Fikri Fajrul Falah G1A009056

Andina Frastiningsih G1A009057

Yanuar Firdaus G1A009079

Harlinda Yudi Saputri G1A009080

Yuni Hanifah G1A009097

Annisaa Auliyaa G1A009118

Egi Dwi Satria G1A009122

Anggia Puspitasari G1A008058

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2010

Page 2: Laporan Diskusi PBL 3

BAB I

PENDAHULUAN

Kegiatan PBL sangat bermanfaat dalam dunia perkuliahan kedokteran. Di dalam

kegiatan PBL kami dapat saling bertukar pikiran dan berdiskusi tentang suatu kasus yang

telah disediakan, selain itu kami jga dapat saling menambah informasi yang kami dapatkan

tentang kasus tersebut dan mencari informasi yang benar dalam kasus, sehingga akhirnya

dapat menentukan diagnosis yang terjadi serta diagnosis bandingnya. Menjelaskan gejala-

gejalanya, gambaran radiologist dan histologisnya, serta dapat menentukan penatalaksanaan

pada kasus ini.

Kegiatan diskusi PBL ini, yang mengacu pada analisis permasalahan, kegiatan ini

sangat bermanfaat bagi mahasiwa. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan mhasisiwa tidak

terpaku pada materi kuliah saja, tetapi dapat mencari informasi-informasi dan ilmu-ilmu lain

dari berbagai sumber dan dapat berpikir kritis tentang suatu kasus.

Pertemuan PBL pada blok Endokrin dan Metabolisme ini, kami mempelajari

mengenai struktur, fungsi fisiologis dan patofisiologi dari gangguan atau penyakit yang

berkaitan dengan sistem endokrin dalam sirkulasi serta sistem metabolisme dalam tubuh.

Terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan yang dapat menyerang

sistem endokrin dan metabolisme di dalam tubuh manusia, baik gangguan yang menyerang

organ endokrin, hormon endokrin, organ target atau reseptornya sendiri maupun gangguan

yang menyerang sistem metabolisme dalam tubuh.

Page 3: Laporan Diskusi PBL 3

BAB II

PEMBAHASAN

SKENARIO

Informasi I

MENGANTUK TERUS

Tn. KD berusia 52 tahun dibawa ke IGD karena tampak mengantuk dan sulit diajak

bicara sejak 1 hari yang lalu. Dari alloanamnesis, diketahui bahwa Tn. KD menderita diabetes

mellitus sejak 1 tahun yang lalu dan rutin minum obat glibenclamid dan metformin. Diet dan

aktivitas fisik tidak terkontrol dengan baik. Penderita mengeluh demam disertai batuk

berdahak sejak 4 hari yang lalu. Meskipun telah minum obat batuk dan penurun panas,

keluhan semakin berat.

Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan hasil :

Keadaan umum : tampak sakit berat, somnolen

Kulit : hangat dan kering

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Denyut nadi : 132 x/menit

Frekuensi napas : 36 x/menit

Temperatur aksila : 39’3 C

Kepala : mata tidak anemis, tidak ikterik

pernapasan bau segar

Thoraks : Cor ukuran dalam batas normal, takikardia, murmur (-)

Pulmo gerak simetris, hiperventilasi, suara dasar paru vesikuler, ronchi (+)

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

1. Klarifikasi Istilah

a. Somnolen

Kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun

kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi

dan mampu memberi jawaban verbal.

Tingkat kesadaran merupakan ukuran dari kesadaran dan respon seseorang

terhadap rangsangan dari lingkungan.

Page 4: Laporan Diskusi PBL 3

Tingkat kesadaran ada 5 yaitu:

1. Compos Mentis: kesadaran penuh

2. Apatis: keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,

sikapnya acuh tak acuh.

3. Somnolen: kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur,

namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh

tertidur lagi dan mampu memberi jawaban verbal.

4. Stupor: keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

5. Koma: tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun

(tidak ada respon kornea maupun refleks muntah, mungkin juga tidak ada respon

pupil terhadap cahaya).

6. Mati

b. Hiperventilasi

Hiperventilasi adalah bernapas dalam dan berlebihan, karena adanya

peningkatan ventilasi paru melebihi kebutuhan metabolik tubuh.

c. Murmur

Murmur berdasarkan waktu munculnya dibagi menjadi dua yaitu:

a) Murmur sistolik

Murmur sistolik terjadi antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 (lup –

murmur – dup)

b) Murmur diastolik

Murmur diastolik terjadi antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung 1 (lup –

dup – murmur)

Murmur sistol menandakan adanya stenosis (kaku) pada katup aorta atau pun pada

katup semilunaris pulmonalis, dah akibat adanya murmur akan timbul bunyi seperti

siulan. (Sherwood, 2001).

d. Ronki

suara tambahan pada paru yang seharusnya tidak terdengar pada paru yang

sehat timbul karena adanya sekret pada saluran pernafasan atau penyempitan saluran

pernafasan. Ada 2 jenis ronki, yaitu ronki basah dan ronki kering. Ronki basah

suaranya terdengar seperti udara yang masuk ke dalam air, sedangkan ronki kering

terjadi karena penyempitan saluran pernafasan.

Page 5: Laporan Diskusi PBL 3

e. Suara dasar paru vesikuler

Suara dasar paru vesikuler adalah suara saat melewati ductus alveolar dan

alveoli, suara terdengar diseluruh lapang paru, suaranya halus, rendah, inspirasi lebih

panjang dari ekspirasi 3:1, terdengar paling jelas di periver paru-paru.

2. Batasan Masalah

a. Anamnesis

a) Identitas : Tn. KD 52 tahun

b) Keluhan Utama : mengantuk dan sulit diajak bicara

c) Riwayat Penyakit Sekarang

1. Onset : 1 hari

2. Kualitas : somnolen

3. Kuantitas : keluhan semakin berat

4. Gejala Penyerta : deman dan batuk berdahak

5. Faktor memperberat dan memperingan : DM, diet dan aktivitas tidak

terkontrol, rutin minum obat.

6. Kronologi : DM

7. Lokasi : -

d) Riwayat Penyakit Dahulu : DM, terapi metformin dan glibenclamid.

e) RPK : -

f) Riwayat Sosial Ekonomi : kontrol diet dan olahraga kurang.

b. Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum : tampak sakit berat, somnolen

Kulit : hangat dan kering

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Denyut nadi : 132 x/menit

Frekuensi napas : 36 x/menit

Temperatur aksila : 39’3 C

Kepala : mata tidak anemis, tidak ikterik

Pernapasan bau segar

Thoraks : Cor ukuran dalam batas normal, takikardia, murmur (-)

Pulmo gerak simetris, hiperventilasi, suara dasar paru vesikuler, ronchi (+)

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

Page 6: Laporan Diskusi PBL 3

3. Analisis Masalah

a. Analisis hasil pemeriksaan fisik yang ada.

b. Kompliksai DM.

c. Penyabab timbulnya mengantuk.

d. Penyebab timbulnya demam dan batuk berdahak.

e. Penyebab hiperventilasi.

4. Susunan Penjelasan mengenai Permasalahan

a. Analisis hasil pemeriksaan

Keadaan umum : tampak sakit berat, somnolen

(Somnolen adalah keadaan mengatuk yang masih dapt

dirangsang, tetapi bila rangsangan berhenti maka pasien akan

tertidur kembali.)

Kulit : hangat dan kering ( karena dehidrasi)

Tekanan darah : 100/70 mmHg (hipotensi)

Denyut nadi : 132 x/menit (takikardi)

Frekuensi napas : 36 x/menit (cepat)

Temperatur aksila : 39’3 C (hipertermi)

Kepala : mata tidak anemis, tidak ikterik

pernapasan bau segar (abnormal, merupakan salah satu gejala

dari katoasidosi)

Thoraks : Cor ukuran dalam batas normal, takikardia, murmur (-)

Pulmo gerak simetris, hiperventilasi, suara dasar paru vesikuler, ronchi (+)

(Hiperventilasi adalah nafas cepat dan dalam dan ronchi (+)

menandakan adanya suara tambahan pada paru-paru yang bisa

disebabkan oleh adanya sekret ata penyempitan saluran

pernafasan.)

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

b. Komplikasi DM

1. Akut

a) Koma hipoglikemik

Page 7: Laporan Diskusi PBL 3

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinik gangguan saraf yang

disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat berupa gelisah sampai

berat berupa koma dengan kejang. Penyebab hipoglikemia adalah obat-obat

hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid (Waspadji,

2005). Penderita koma hipoglikemia harus segera dibawa ke rumah sakit

karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infus glukosa. Diabetesi

yang mengalami reaksi hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik,

biasanya disebabkan obat anti-diabetes yang diminum terlalu tinggi, penderita

terlambat makan atau latihan fisik berlebihan (Tjokroprawiro, 2006).

b) Koma ketoasidosis

Ketoasidosis diabetik merupakan keadaan yang disebabkan karena

meningkatnya keasaman tubuh oleh bahan-bahan keton akibat defisiensi

insulin. Defisiensi insulin merupakan penyebab utama glukoneogenesis, yang

kemudian menambah hiperglikemia (Supartondo, 2004).

c) Koma hiperosmoler

Definisi KHNK ialah suatu sindrom yang ditandai hiperglikemia

berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis disertai menurunnya

kesadaran. Sindrom ini merupakan salah satu jenis koma non ketoasidosis.

Secara klinis sering ditemukan pada usia lanjut, semakin muda semakin

berkurang dan pada anak belum pernah ditemukan (Ranakusuma, 2004).

d) Koma laktat asidosis

Asidosis laktat adalah suatu keadaan gangguan keseimbangan asam

basa darah yang ditandai dengan kenaikan kadar asam laktat lebih besar dari 5

mmolatau adanya anion gap lebih besar dari 20 mEq/L. Gangguan metabolik

ini sering ditemui pada keadaan shock, sebagai kompensasi tubuh berupaya

mengurangi sirkulasi ke daerah viseral agar sirkulasi ke otak tetap cukup,

akibatnya organ seperti ginjal, hati dan usus akan mengalami kekurangan

oksigen (Ranakusuma, 2004).

2. Kronis

a) Makroangiopati, Makrovaskuler lebih mudah mengidap penyakit jantung

koroner, penyakit pembuluh darah kaki dan penyakit pembuluh darah otak.

b) Mikrovaskuler mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit ginjal dan mata.

Sedangkan pada makrovaskuler dan mikrovaskuler akan mudah timbul infeksi

dan penyakit nefropati (Waspadji ,2004).

Page 8: Laporan Diskusi PBL 3

c. Penyebab timbulnya mengatuk

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan mengantuk:

a) Pada DM kadar glukosa darah plasma meningkat tetapi glukosa tidak dapat masuk

ke dalam sel sel kekurangan glukosa, termasuk sel-sel di otak menyebabkan

mengantuk

b) Kekurangan O2, kekurangan Fe, kekurangan vitamin B

Tidak dapat berbicara merupakan efek dari kurangnya energi yang dihasilkan oleh

sel karena kekurangan glukosa.

d. Penyebab demam dan batuk berdahak

Batuk disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyerang paru-paru. Adanya

paru-paru yang tidak normal ditandai dengan ronchi pada auskultasi. Adanya sekret

pada paru-paru menyebabkan kompensasi tubuh untuk mengeluarkannya melalui

batuk. Infeksi bakteri pada paru-paru juga mengakibatkan peradangan sehingga dapat

menaikkan suhu tubuh. Pada pemberian obat batuk dan penurun panas, keluhan tidak

membaik dikarenakan bakteri yang hidup subur karena adanya nutrisi glukosa yang

melimpah pada aliran darah penderita diabetes melitus.

e. Penyebab hiperventilasi

Hiperventilasi merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah oksigen

dalam paru-paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam.

Hiperventilasai dapat disebabkan karena:

1. Kecemasan

2. Infeksi (sepsis)

3. Keracunan obat-obatan

4. Ketidakseimbangan asam basa sepert pada asidasi metabolik.

Tanda-tanda dan gejala hiperventilasi:

1. Takikardi

2. Nafas pendek

3. Nyeri dada

4. Menurunnya konsentrasi

5. Disorientasi

6. Tinnitus

Page 9: Laporan Diskusi PBL 3

Informasi II

Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan :

pH : 7,12 ( menurun, normal = 7,35-7,45)

pCO2 : 17 mmHg (menurun, normal = 35-45)

bicarbonate :6 mEq/l ( menurun, normal =19-25)

urinalisis : glukosa 4+

: keton 3+

lab darah : kadar glukosa darah 420 mg/dl ( naik)

BUN 16 mg/dl

Creatinine 1,3 mg/dl (normal)

Sodium 139 mEq/l ( normal)

Chloride 112 mEq/l (naik tidak signifikan, normal = 98-106)

Postassium 5 mEq/l (normal)

Hasil rontgen thorax menunjukkan adanya infiltrate pada kedua lapang paru.

Dari informasi II ini, diagnosis lebih mengarah kepada koma Diabetes Ketoasidosis

karena ditemukan keton (+++) pada urinalisis.

Patogenesis Diabetes Ketoasidosis:

5.

Defisiensi Insulin

Sebagai kompensasi, Lipolisis meningkat

Asam lemak darah meningkat

Diubah menjadi keton

Terbentuk ketosis

Normal: dibentuk VLDL di hepar

Oleh enzim carnitin palmitoyltransferase

Page 10: Laporan Diskusi PBL 3

Asidosis metabolik

Normal: dinetralkan oleh bikarbonat,

tetapi kadar bikarbonat sedikit

Menekan fungsi otak, menyebabkan tidak

sadar/koma

Terjadi hiperventilasi

Untuk mengeluarkan CO2 pembentuk asam ekshalasi

aseton napas bau buah

Defisiensi Insulin

Hiperglikemi

Glukosuria Lipolisis meningkat

Lipogenesis menurun

Oksidasi asam lemak menjadi

Sifat glukosa yang menarik air

Diuresis osmotik

Terjadi dehidrasi dan elektrolit

berkurang

Syok hipovolemik dan

hipotensi

Benda-benda keton

Ketosis

Asidosis metabolik

Asam napas segar, bau buah

Page 11: Laporan Diskusi PBL 3

5. Sasaran Belajar

a. Komplikasi Diabetes Melitus

b. Faktor Resiko Diabetes Melitus

c. Patomekanisme gejala

d. Kegawatdaruratan Diabetes Melitus

e. Penatalaksanaan

f. Sistem Rujukan

6. Belajar Mandiri

7. Sistem Informasi Didapat

a. Komplikasi Diabetes Melitus

1. Akut

a) Koma hipoglikemik

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinik gangguan saraf yang

disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat berupa gelisah sampai

berat berupa koma dengan kejang. Penyebab hipoglikemia adalah obat-obat

hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid (Waspadji,

2005). Penderita koma hipoglikemia harus segera dibawa ke rumah sakit

karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infus glukosa. Diabetesi

yang mengalami reaksi hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik,

biasanya disebabkan obat anti-diabetes yang diminum terlalu tinggi, penderita

terlambat makan atau latihan fisik berlebihan (Tjokroprawiro, 2006).

Tanda dan gejala:

1) Otonom : berkeringat, jatung berdebar , tremor dan lapar.

2) Neuroglikopenik : bingung (confusion), mengantuk, sulit berbicaca,

inkoordinasi, perilaku yang berbeda, gangguan visul dan parastesis.

3) Malaise : mual dan sakit kepala.

b) Koma ketoasidosis

Ketoasidosis diabetik merupakan keadaan yang disebabkan karena

meningkatnya keasaman tubuh oleh bahan-bahan keton akibat defisiensi

insulin. Defisiensi insulin merupakan penyebab utama glukoneogenesis, yang

kemudian menambah hiperglikemia (Supartondo, 2004).

Page 12: Laporan Diskusi PBL 3

Tanda dan Gejala:

1) Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul)

2) Berbagai derajat dehidrasi : turgor kulit berkurang, bibir dan lidah kering.

3) Hipovolemik sampai syok.

4) Tercium keton pada bau hawa nafas

5) Pada anak biasanya disertai dengan muntah-muntah.

c) Koma hiperosmoler

Definisi KHNK ialah suatu sindrom yang ditandai hiperglikemia

berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis disertai menurunnya

kesadaran. Sindrom ini merupakan salah satu jenis koma non ketoasidosis.

Secara klinis sering ditemukan pada usia lanjut, semakin muda semakin

berkurang dan pada anak belum pernah ditemukan (Ranakusuma, 2004).

Tanda dan Gejala:

1) Rasa lemah

2) Gangguan penglihatan.

3) Kaki kejang.

4) Mual dan muntah.

5) Gangguan pada saraf : letargi, disorientasi, hemiparesis, kajang atau

koma.

6) Pemeriksaan fisik : turgor yang buruk, mukos pipi yang kering, mata yang

cekung, perabaan extremitas yang dingin, denyut nadi yang cepat dan

lemah.

d) Koma laktat asidosis

Asidosis laktat adalah suatu keadaan gangguan keseimbangan asam

basa darah yang ditandai dengan kenaikan kadar asam laktat lebih besar dari 5

mmolatau adanya anion gap lebih besar dari 20 mEq/L. Gangguan metabolik

ini sering ditemui pada keadaan shock, sebagai kompensasi tubuh berupaya

mengurangi sirkulasi ke daerah viseral agar sirkulasi ke otak tetap cukup,

akibatnya organ seperti ginjal, hati dan usus akan mengalami kekurangan

oksigen (Ranakusuma, 2004). Tanda dan Gejala:

1) Malaise

2) Anoreksia

3) Muntah

4) Ada Kusmaul

Page 13: Laporan Diskusi PBL 3

5) Kadar glukosa biasanya normal

2. Kronis

a) Makroangiopati, Makrovaskuler lebih mudah mengidap penyakit jantung

koroner, penyakit pembuluh darah kaki (gangrene) dan penyakit pembuluh

darah otak. Terjadi pada pembuluh darah besar.

b) Mikrovaskuler mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit ginjal dan mata.

Sedangkan pada makrovaskuler dan mikrovaskuler akan mudah timbul

infeksi dan penyakit nefropati (Waspadji ,2004). Mikroangiopati akan

menyebabkan retinopati, nefropati, dan neuropati. Mikroangiopati ini hanya

terjadi pada pembuluh darah yang kecil-kecil saja.

b. Faktor Resiko Diabetes Melitus

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa obeistas, hipertensi, kolesterol tinggi,

riwayat keluarga dan stres merupakan faktor risiko kejadian diabetes melitus.

kolestrol tinggi merupakan faktor risiko paling besar terhadap kejadian diabetes

melitus (Susilowati dan Amirudin, 2008).

c. Patomekanisme Gejala

1 Nafas bau buah

Defisiensi insulin akut menyebabkan moibilisasi cepat energy dari

cadangannya di otot dan lemak, menyebabkan peningkatan aliran asam amino ke

hati untuk pengubahan menjadi glukosa, dan pengubahan asam lemak menjadi

keton (asetoasetat, β-hidroksibutirat, dan aseton). Melalui mekanisme yang sama,

gangguan ekskresi ion hydrogen oleh ginjal akan memperhebat asidosis metabolic

yang yang terjadi akibat akumulasi asam-asam keton, β-hidroksibutirat, dan

asetoasetat. Akumulasi keton dapat menyebabkan muntah, yang kemudian

menurunkan volume intravascular. Sehingga pada saat ekspirasi akan tercium bau

buah karena terjadi penumpukan keton yang bersifat asam.

2 Hiperventilasi

Melalui mekanisme yang sama, defisiensi insulin menyebabkan glukoneogensis

dan lipolisis meningkat. Sehingga terjadi pemecahan asam lemak menjadi keton

dalam jumlah yang banyak sebagai kompensasi agar sel mendapatkan bahan bakar

untuk energy. Tetapi karena sebenarnya tidak ada kekurangan glukosa (yang

Page 14: Laporan Diskusi PBL 3

terjadi hanyalah kekurangan insulin sehingga glukosa tidak bisa masuk ke dalam

sel) maka terjadi hiperglikemi. Penumpukan keton akan menyebabkan pH darah

turun dan menjadi sangat asam, sebagai kompensasi untuk menormalkan pH darah

agar tidak menjadi terlalu asam, maka CO2 sebagai pengikat asam dikeluarkan

dalam jumlah yang banyak melalui jalan nafas (ekspirasi). Sehingga terjadi

hiperventilasi (nafas yang dalam dan panjang) untuk mengeluarkan CO2 dalam

jumlah banyak.

3 Koma (tidak sadar)

Hiperglikemia yang terjadi karena defisiensi insulin akan menyebabkan

diuresis osmotic (sifat glukosa yang menarik air) yang menyebabkan penurunan

volume intravascular. Bila penurunan ini berlanjut, maka gangguan aliran darah

ke ginjal akan mengurangi kemampuan ginjal untuk mengekskresi glukosa, dan

hiperglikemia menjadi makin buruk. Hiperosmolaritas yang berat akan menekan

fungsi otak dan berkaitan erat dengan depresi sitem saraf pusat dan koma.

4 Muntah

Patomekanisme terjadi muntah juga dikarenakan akumulasi keton, sehingga

menyebabkan muntah.

d. Kegawatdaruratan Diabetes Melitus

Komplikasi yang termasuk ke dalam kegawatdaruratan adalah :

1. Koma Hipoglikemia

2. Ketosidosis Diabetik

3. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik

4. Hipotensi dan syok

Syok adaah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak

adekuat untuk memenuhi keutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang

adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung, volume darah, dan tonus

vasomotor perifer. Jika salah satu dari ketiga faaktor penentu ini kacau dan faktor lain

tidak dapat melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah

arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah

jantung. Jika syok beranjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer

meningkat. Jika hipotensi menetap dan vasokonstriksi erlanjut, hipoperfusi

mengakibatakan asidosis asam laktat, oliguris, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup

rendah, terjadi disfungsi otak dan oto jantung (Mansjoer dkk, 2001).

Page 15: Laporan Diskusi PBL 3

e. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan : 1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi

dan rehidrasi), 2) Menghentikan ketogenesis (insulin), 3) Koreksi gangguan elektrolit,

4) Mencegah komplikasi, 5) Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.

1 Resusitasi

a.       Pertahankan jalan napas.

b.      Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.

c.       Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.

d.      Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk

menghindari aspirasi lambung.

2. Rehidrasi

Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan

resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.

b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.

 

c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)

rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.

d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.

e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.

3. Penggantian Natrium

a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.

b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.

Page 16: Laporan Diskusi PBL 3

c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia

yang terjadi.

 

 Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap

peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.

Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.

Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan

NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.

Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema

serebri.

4. Penggantian Kalium

Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun

konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya

Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun

dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.

a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi,

dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40

mmol/L cairan.

b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.

5. Penggantian Bikarbonat

a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.

b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:

1. Terjadinya asidosis cerebral.

2. Hipokalemia.

3. Excessive osmolar load.

4. Hipoksia jaringan.

Page 17: Laporan Diskusi PBL 3

c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan

bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok

yang persistent.

d. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam

waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼

dari kebutuhan.

6. Pemberian Insulin

a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.

b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).

c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah

walaupun insulin belum diberikan.

d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada

anak < 2 tahun.

e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml

atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit

dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.

f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100

mg/dL/jam.

g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.

h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).

i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10

½ Salin.

j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.

k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.

l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk

menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.

m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang

kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon

pemberian insulin.

n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau

subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

7. Tatalaksana Edema Serebri

Page 18: Laporan Diskusi PBL 3

Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,

meliputi:

a. Kurangi kecepatan infus.

b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan

pemberian akan kurang efektif).

c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.

d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.

e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

8. Fase Pemulihan 

Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1)

Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.

a. Memulai diet per-oral.

1.      Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250

mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.

2.      Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30

menit sesudah snack berakhir.

3.      Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.

4.      Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai

60 menit sesudah makan utama berakhir.

b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.

1.      Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil,

dan anak dapat menghabiskan makanan utama.

2.      Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin

iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.

3.      Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual

tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1

unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.

c.       Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan

siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.

f. Sistem Rujukan Diabetes Melitus?????

Page 19: Laporan Diskusi PBL 3

BAB III

KESIMPULAN

Page 20: Laporan Diskusi PBL 3

DAFTAR PUSTAKA

APEG. Clinical Practice Guidelines : Type-1 Diabetes in Children and Adolescents. 2005.

Dunger DB, et al. European Society for Paediatric Endocrinology/Lawson Wilkins Pediatric

Endocrine Society Consensus Statement on Diabetic Ketoacidosis in Children and

Adolescents. Pediatrics 2004; 113 : e133-40.

ISPAD. Consensus Guidelines. ISPAD Consensus Guidelines for The Management of Type I

Diabetes Mellitus in Childhood and Adolescents. 2000.

Kitabchi AE, et al. Management of Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes.

Diabetes Care 2001; 24 (1) : 131-53.

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta

Susilowati, Andi dan Ridwan Amirudin. 2008. Faktor Resiko Diabetes Melitus di Rumah

Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar, 2007. Medika. Vol (34) no. 3:

Halaman 182

Wallace TM, Matthews DR. Recent Advance in The Monitoring and management of Diabetic

Ketoacidosis. QJ Med 2004; 97 : 773-80.