laporan pbl kelompok a15

49
LAPORAN PBL KELOMPOK SISTEM TUMBUH KEMBANG ANAK DAN GERIATRI MODUL PROTEIN ENERGY MALNUTRITION KELOMPOK A 15 : Paramita C111 06 093 Januar R. Andriani C111 07 002 M.Mirza Hakim C111 07 028 Maharany Kurniawaty C111 07 057 Fatimah C111 07 110 Nur Rahmansyah C111 07 128 Otto Parandangi C111 07 146 Gabriella A. Mustakim C111 07 164 Jumiati Satrul C111 07 184 Noviana Akib C111 07 207 Anggiat Humusor Ulina C111 07 226 Helda C111 07 247 Riska Mega H. W. C111 07 269 Ezzah Nafisah arfan C111 07 378 Moh. Adri Alifwansyah C111 07 231

Upload: nishibuchi

Post on 30-Sep-2015

58 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

LAPORAN PBL KELOMPOK

SISTEM TUMBUH KEMBANG ANAK DAN GERIATRI

MODUL PROTEIN ENERGY MALNUTRITION

KELOMPOK A 15 :

Paramita

C111 06 093

Januar R. Andriani

C111 07 002

M.Mirza Hakim

C111 07 028Maharany Kurniawaty C111 07 057

Fatimah

C111 07 110

Nur Rahmansyah

C111 07 128

Otto Parandangi

C111 07 146

Gabriella A. Mustakim C111 07 164

Jumiati Satrul

C111 07 184

Noviana Akib

C111 07 207

Anggiat Humusor UlinaC111 07 226

Helda

C111 07 247

Riska Mega H. W.

C111 07 269

Ezzah Nafisah arfan

C111 07 378

Moh. Adri Alifwansyah C111 07 231

TUTOR:

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2010 SKENARIO

Seorang anak laki-laki umur 1 tahun 11 bulan masuk rawat inap di rumah sakit karena demam dan batuk berulang 6 bulan terakhir. Sekarang dengan sesak napas. Nafsu makan sangat kurang. Kaki, tungkai serta perut membengkak secara berangsur 1 bulan ini. Anak mencret berulang dan berlanjut, kadang tinja disertai darah dan lender. Kondisi sosio-ekonomi kurang. Kontak dengan penderita tb paru tidak jelas.

Pemeriksaan fisik: anak nampak sakit berat, gizi buruk, apati. BB 8,1 kg, PB 76 cm. nampak sesak, pernapasan cuping hidung, takipnue, retraksi, sianosis. Paru ronkhi basah halus namun tidak jelas. Jantung dalam batas normal. Nampak muka, telapak tangan dan kaki pucat. Hati 3 cm b.a.c dan limpa S1. edema dorsum pedis dan pretibial serta tungkai atas dan ascites. Skor dehidrasi 10.

KATA KUNCI

Anamnesis: Identitas pasien: anak umur 1 thn 11 bln KU: Demam + batuk berulang 6 bulan terakhir Sesak nafas (sekarang) Keluhan lain: Nafsu makan sangat kurang Kaki, tungkai, perut membesar secara berangsur 1 bln ini Diare ( tinja disertai darah dan lendir Riwayat Lingkungan : kondisi SOSEK kurang, kontak dgn penderta TBC Paru ??Pemfis:Inspeksi: Sakit berat, gizi buruk, apati Sesak, pernafasan cuping hidung, takipneu, retraksi, dan sianosis Muka, telapak tangan, dan kaki pucat Edema dorsum pedis, pretibial, tungkai atas, dan ascites Palpasi: Hati 3 cm b.a.c, limpa S1Auskultasi: Paru ronkhi basah halus namun tidak jelas Jantung normalPemeriksaan Anthropometri: BB 8,1 kg, PB 76 cmSkor dehidrasi : 10 PERTANYAAN

1. Bagaimana interpretasi status gizi anak tersebut?

2. Bagaimana interpretasi skor dehidrasi anak tersebut?

3. Bagaimana patomekanisme gejala dan hubungan antar gejala dengan skenario diatas?

4. Bagaimana anamnesis dan pemeriksaan tambahan untuk menegakkan diagnosis anak tersebut?

5. Differensial Diagnosis?

JAWABAN1. Interpretasi status gizi:

Interpretasi Status Gizi menurut Waterlow:

Obesitas = 120%

Overweight = 110 120%

Gizi cukup = 90 110%

Gizi kurang = 70 90%

Gizi buruk < 70%

Pada skenario

Anak laki-laki umur 1 tahun 11 bulan = 23 bulan

BB 8, 1kg PB 76 cm

Penilaian Status Gizi

BB/U: 8,1/12,5 (64.8%) ( gizi buruk

TB/U: 76/86,5 (87,86%) ( gizi kurang

BB/TB: 8,1/10,4 (77,8%) ( gizi kurang

Jadi, interpretasi status gizi pada pasien di atas adalah gizi kurang

2. Interpretasi skor dehidrasi:

Dehidarasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea. Muntah, terutama pada anak kecil dan usia lamjut. Dehidrasi bermanifestasi sebagai ras haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan urin berwarna gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahn ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarag ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan sakit kepala.

Menurut keadaan klinisnya:

a. Dehidarsi Ringan (hilang cairan 2-5% BB): suara sesak , rasa haus, turgor kurang

b. Dehidrasi Sedang (hilang cairan 5-8% BB): suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam

c. Dehidrasi Berat (hilang cairan *-10% BB): tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun, otot-otot kaku dan sianosis

Penentuan derajat dehidrasi:

Keadaan Klinis

Berat Jenis Plasma:

a. Dehidrasi Berat: BJ plasma 1,032-1,040

b. Dehidarsi Sedang: BJ plasma 1,028-1,032

c. Dehidari Ringan: BJ plasma1,025-1,028

Pengukuran Central Venous Pressure (CVP):

Bila CVP +4 s/d +11 cm H2: Normal

Syok atau dehidarsi maka CVP kurang dari +4 cm

3. HASIL ANALISA SKENARIO

Status gizi buruk pada anak dipengaruhi oleh asupan gizi anak dan faktor infeksi. Asupan gizi anak besrgantung pada ketersediaan pangan dalam keluarga terkait dengan sosio-ekonomi keluarga dan juga bergantung pada pola asuh anak dimana kurangnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan seorang ibu (dan atau ayah) bisa mempengaruhi pola pemberian makanan pada anak. Status gizi pada anak juga dipengaruhi oleh faktor infeksi. Keadaan infeksi yang lama bisa menurunkan status gizi pada anak dimana pada keadaan infeksi terjadi metabolisme tubuh yang lebih tinggi dan disisi lain terjadi anoreksia yang bisa menurunkan asupan makan anak. Keadaan infeksi pada anak boleh juga disebabkan karena kurangnya peran dari puskesmas dalam mengupayakan lingkungan yang bersih serta deteksi dini gizi buruk di daerah tersebut.

Pada keadaan gizi buruk seperti kwasiorkor, terjadi defiasiensi protein yang cukup berarti. Dalam keadaan defisiensi protein banyak jaringan urat daging yang terbuang (digunakan) dan protein plasma menurun terutama albumin yang menyebabkan rendahnya tekanan onkotik plasma yang penting untuk aliran air bersama elektrolit dari cairan interstisiel kembali ke dalam darah; hal ini akan menyebabkan edema dan peregangan perut pada anak-anak penderita malnutrisi tersebut. Defisiensi energi bersama asam amino esensial menambah tekanan pada protein urat daging dan protein jaringan lainnya karena jaringan-jaringan inilah yang merupakan sumber energi potensial yang mungkin dibutuhkan untuk pemeliharaan glukosa darah melalui glukoneogenesis. Malnutrisi protein (sesuai dengan defenisi) menyebabkan neraca protein negatif (keluaran/output > masukan/input) yang akan lebih parah kalau konsumsi energi juga rendah. Walaupun asam amino esensial dalam keadaan marjinal, defisiensi energi mempercepat pemecahan protein yang segera menyebabkan neraca N negatif. Hal ini juga dapat terjadikalau seseorang menguruskan tubuh melalui diet. Jelaslah bahwa malnutrisi protein adalah malnutrisi dengan resiko diiringi oleh berbagai macam penyakit.

Protein terlibat dalam proses pertahanan tubuh baik non spesifik maupun spesifik. Adanya defisiensi protein dan juga diperparah dengan kurangnya energi menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap penyakit karena menurunkan kemampuan pertahanan non spesifik dan reaksi imun. Jika faktor agen infeksi masuk, maka akan lebih mudah menyebabkan terkenanya suatu penyakit seperti infeksi pernapasan dan atau diare yang selanjutnya bermanifestasi pada keadaan yang lebih memburuk bahkan bisa menyebabkan kematian.

Pada status gizi buruk, terjadi hepatomegali yang merupakan respon terhadap kerja sel hepatosit yang meningkat dalam hal sintesa protein akut pertahanan tubuh, regulasi untuk energi dan mikronuterien serta terjadi proses perlemakan hati. Sedangkan splenomegali terjadi karena meningkatnya destruksi sel darah merah karena umur sel darah merah menjadi lebih pendek akibat kualitas sel darah merah yang buruk karena defisiensi besi, folat, vitamin B12 yang biasanya bersamaan dengan malnutrisi dan bermanifestasi pada anemia.

4. Anamnesis dan Pemeriksaan Tambahan

1. Riwayat penyakit

2. Riwayat makanan

3. Riwayat vaksinasi

4. Riwayat tumbuh kembang bayi

5. Riwayat psikososial

5. Differensial Diagnosis

Kwasiorkor

DefinisiKata kwarshiorkor berasal dari bahasa Ghana-Afrika yang berati anak yang kekurangan kasih sayang ibu. Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang normal atau tinggi. Dibedakan dengan Marasmus yang disebabkan oleh intake dengan kualitas yang normal namun kurang dalam jumlah. EtiologiPenyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain:

1. Pola makan

Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.

2. Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.

3. Faktor ekonomi

Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.

4. Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

Gejala KlinisTanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan Malnutrisi protein berat-Kwashiorkor, antara lain:

* Gagal untuk menambah berat badan

* Pertumbuhan linear terhenti.

* Edema gerenal (muka sembab, punggung kaki, perut yang membuncit)

* Diare yang tidak membaik

* Dermatitis, perubahan pigmen kulit (deskuamasi dan vitiligo).

* Perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan mudah dicabut.

* Penurunan masa otot

* Perubahan mental seperti lethargia, iritabilitas dan apatis dapat terjadi.

* Perubahan lain yang dapat terjadi adala perlemakan hati, gangguan fungsi ginjal, dan anemia.

* Pada keadaan berat/ akhir (final stages) dapat mengakibatkan shock, coma dan berakhir dengan kematian. DiagnosisDiagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamesis

Keluhan yanga sering ditemukan adalah pertumbuhan anak yang kurang, seperti berat badan yang kurang dibandingkan anak lain (yang sehat). Bisa juga didapatkan keluhan anak yang tidak mau makan (anoreksia), anak tampak lemas serta menjadi lebih pendiam, dan sering menderita sakit yang berulang.2. Pemeriksaan Fisik

Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik antara lain:* Perubahan mental sampai apatis

* Edema (terutama pada muka, punggung kaki dan perut)

* Atrofi otot

* Ganguan sistem gastrointestinal

* Perubahan rambut (warna menjadi kemerahan dan mudah dicabut)

* Perubahan kulit (perubahan pigmentasi kulit)

* Pembesaran hati

* Tanda-tanda anemia

3. Pemeriksaan penunjang

Darah lengkap, urin lengkap, feses lengkap, protein serum (albumin, globulin), elektrolit serum, transferin, feritin, profil lemak. Foto thorak, dan EKG. KomplikasiAnak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara permanen. Penatalaksanaan/ terapiPenatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan.Dikarenakan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu yang lama, memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah, khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas kalori yang tinggi. Makanan harus diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak dari anak penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose intolerance) dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang mengandung enzim lactase. PrognosisPenanganan dini pada kasus-kasus kwashiorkor umumnya memberikan hasil yang baik. Penanganan yang terlambat (late stages) mungkin dapat memperbaiki status kesehatan anak secara umum, namun anak dapat mengalami gangguan fisik yang permanen dan gangguan intelektualnya. Kasus-kasus kwashiorkor yang tidak dilakukan penanganan atau penanganannya yang terlambat, akanmemberikan akibta yang fatal. DisentriDisentri merupakan suatu peradangan pada usus besar yang ditandai dengan gejala sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah. Berdasarkanpenyebabnya disentri dapat dibedakan menjadi dua yaitu disentri amuba dan disentri basiler. Penyebab yang paling umum yaitu adanya infeksi parasit Entamoeba histolytica yang menyebabkan disentri amuba dan infeksi bakteri golongan Shigella yang menjadi penyebab disentri basiler.Kuman-kuman tersebut dapat tersebar dan menular ke orang lain melalui makanan dan air yang sudah terkontaminasi kotoran dan juga lalat. Parasit Entamoeba hystolytica hidup dalam usus besar, parasit tersebut mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk yang bergerak dan bentuk yang tidak bergerak. Parasit yang berbentuk tidak bergerak tidak menimbulkan gejala, sedangkan bentuk yang bergerak bila menyerang dinding usus penderita dapat menyebabkan mulas, perut kembung, suhu tubuh meningkat, serta diare yang mengandung darah dan bercampur lendir, namun diarenya tidak terlalu sering.Disentri amoeba merupakan diare disertai darah dan lender didalam tinja, Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit dari pada disentri basiler (kurang dari 10x/hari), sakit perut hebat. Gejala konstitusional biasanya tidak ada.Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja bercampur darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis etiologi melalui gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja untuk mengetahui agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan waktu lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika empiris.Penatalaksanaan 1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok sepsis. 2. Komponen terapi disentri : a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit. b. Diet c. Antibiotika d. SanitasiDisentri basiler biasanya menyerang secara tiba tiba sekitar dua hari setelah kemasukan kuman/bakteri Shigella. Gejalanya yaitu demam, mual dan muntah-muntah, diare dan tidak napsu makan. Bila tidak segera diatasi, dua atau tiga hari kemudian keluar darah, lendir atau nanah dalam feses penderita. Pada disentri basiler, penderita mengalami diare yang hebat yaitu mengeluarkan feses yang encer hingga 20-30 kali sehari sehingga menjadi lemas, kurus dan mata cekung karena kekurangan cairan tubuh (dehidrasi). Hal tersebut tidak bisa dianggap remeh, karena bila tidak segera diatasi dehidrasi dapat mengakibatkan kematian. Gejala lainnya yaitu perut terasa nyeri dan mengejang.Penyakit ini umumnya lebih cepat menyerang anak-anak. Kuman kuman masuk ke dalam organ pencernaan yang mengakibatkan pembengkakan dan pemborokan sehingga timbul peradangan pada usus besar. Penderita disentri harus segera mendapat perawatan dan yang perlu dihindari adalah mencegah terjadinya dehidrasi karena dapat berakibat fatal. Dalam keadaan darurat, dehidrasi yang ringan dapat diatasi dengan pemberian cairan elektrolit (oralit) untuk mengganti cairan yang hilang akibat diare dan muntah-muntah. Oralit dilarutkan dalam 200 cc air matang, diaduk dan diberikan sedikit demi sedikit dengan sendok kepada penderita. Apabila oralit tidak tersedia, dapat membuat larutan campuran gula dan garam (1 sendok teh gula + sendok teh garam, dilarutkan dengan 200 cc air hangat) atau bisa juga dengan meminum air kelapa. Apabila dehidrasi cukup berat, setelah diberi oralit atau larutan campuran gula dan garam sebagai pertolongan pertama, sebaiknya penderita di bawa ke rumah sakit untuk diberikan perawatan.Langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi penyakit disentri yaitu dengan memperhatikan pola hidup sehat dan bersih, seperti selalu menjaga kebersihan makanan dan minuman dari kontaminasi kotoran dan serangga pembawa kuman, menjaga kebersihan lingkungan, membersihkan tangan secara baik sesudah buang air besar atau menjelang makan atau ketika memegang makanan yang akan dimakan. Tuberculosis ( TBC ) PengertianTubercuosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, yaitu suatu bakteri tahan asam.

Etiologi1. Mycobaterium tuberculosa2. Mycobaterium bovisFaktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis:1. Herediter : resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetic

2. Jenis kelamin : pada akhir masa kanak- kanak dan remaja, angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan3. Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi4. Ada masa puber dan remaja dimana terjadi masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan infeksi cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat.5. Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress emisonal, kelelahan yang kronik)6. Meningkatkan sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.7. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah.8. Status nutrisi yang kurang.9. Infeksi berulang : HIV, measles, pertusis10. Tidak mematuhi aturan pengobatan. Patofisiologi Masukan kuman tuberkulosis ke dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia. Segera setelah menghirup basil tuberculosis hidup kedalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas disebut fokus primer. Basil tuberkulosis akan menyebar, histosit mulai mengangkut organisme tersebut kekelenjar limpe regional mellaui saluran getah bening menuju kelenjar regional terjadi sekitar 2 - 10 minggu (6-8 minggu) pasca infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi pula hypersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji tuberkulin. Masa terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.

Pada anak yang lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama di perifer dekat pleura, tetapi lebih banyak terjadi dilapangan bawah perlu dibanding dengan lapangan atas. Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta penyembuhannya mengarah ke kalsifikasi dan penyebarannya lebih banyak terjadi melalui hematogen. Pada reaksi radang diamna lekosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil menyebar ke Limfe dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitive terhadap organisme TBC dan membebaskan limfokin yang merubah makrofag atau mengaktifkan magrofak. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Penumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal., atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, yang disebut nekrosis kaseosa. Terdapat 3 macam penyebaran secara patogen pada tuberkulosis anak, penyebaran hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin timbul gejala atau tanpa gejala klinis. Penyebaran hematogen umum, penyebaran milier, biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang kronis, penyebaran hematogen berulang. Manifestasi Klinis Demam, malaise, anoreksia, berat badan menurun, kadang-kadang batuk (batuk tidak selalu ada, menurun sejalan dengan lamanya penyakit, nyeri dada, hemoptysis Gejala lanjut (jaringan paru-paru sudah banyak yang rusak) : pucat anemia, lemah dan berat badan menurun. Permulaan tuberkulesis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena mulainya penyakit secara perlahan. Kadang tuberculosis ditemukan pada anak tanpa gejala atau keluhan. Tetapi secara rutin dengan uji tuberculosis primer dapat berupa demam yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek. Gambaran klinisnya demam, batuk, anoreksia, dan badan menurun. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan fisik2. Riwayat penyakit : riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi penyakit3. Reaksi terhadap test tuberculin reaksi test positif (diameter = 5 mm) menunjukkan adanya infeksi primer.4. Radiologi terdapat kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran, pembesaran kelenjar paratrakeal, penyebaran bronkogen, atelektasis, pleuritis dengan efusi, cairan asites.5. Kultur sputum : kultur bilasan lambung atau sputum, cairan pleura, peritonium, kulit ditemukan tuberculdan basil tahan asam.

6. Uji BCG reaksi positif jika setelah mendapat suntikan BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.7. Infeksi TB : hanya diperlihatkan oleh skin test tuberkulin positif.8. Penyakit TB : gambaran radiologi, positif, kultur sputum positif dan adanya gejala -gejala penyakit.

PencegahanMenghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkolusis, mempertahankan status kesehatan dengan intake nutrisi yang adekuat, meminum susu yang sudah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan kometerapi, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.

Komplikasi Meningitis Spondilitis Pleuritis Bronkopneumoni Atelektasis

Penatalaksanaan Nutrisi adekuat KemoterapiPemberian terapi pada tubercolusis didasarkan pada 3 karakteristik basil, yaitu basil yang berkembang cepat ditempat yang kaya akan oksigen, hasil yang hidup dalam lingkungan yang kurang oksigen, basil yang hidup dalam lingkungan yang kurang oksigen berkembang lambat dan dorman - hingga beberapa tahun, basil yang mengalami mutasi sehingga resisten terhadap obat. Isonized (INH) bekerja sebagai bakterisidal terhadap basil yang tumbuh aktif, diberikan selama 18 - 24bulan, dosis 10-20 mg/kgbb/hari melalui oral. Selanjutnya kombinasi antara INH, rifampizin, dan pyrazinamid (PZA) diberikan selama 6 bulan. Selama dua bulan pertama obat diberikan setiap hari, selanjutnya obat diberikan dua kali dalam satu minggu. Obat tambahan antara lain streptomycin (diberikan intramuskular) dan ethambutol. Terapi kortikosteroid diberikan bersama dengan obat antituberkulosis, untuk mengurangi respon peradangan, misalnya pada meningitis. Pembedahan

Dilakukan jika kometerapi tidak berhasil. Dilakukan dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.

Informasi Tambahan Pneumonia DefinisiPneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Selain gambaran umum di atas, Pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis lainnya dan pemeriksaan penunjang (Rontgen, Laboratorium). Pada usia anak-anak, Pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Angka kematian Pneumonia pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21 % (Unicef, 2006). Adapun angka kesakitan diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya. Fakta yang sangat mencengangkan. Karenanya, kita patut mewaspadai setiap keluhan panas, batuk, sesak pada anak dengan memeriksakannya secara dini.

EtiologiSebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri). Dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi). Berbagai penyebab Pneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi). Mikroorganisme tersering sebagai penyebab Pneumonia adalah virus, terutama Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%. Sedangkan golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae type b (Hib).

Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet), kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran napas bagian atas ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil karena penyebaran melalui aliran darah (Setiowulan, 2000).

Sedangkan dari sudut pandang sosial penyebab pneumonia menurut Depkes RI (2004) antara lain:

a. Status gizi bayi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck. 2000 : 1).

b. Riwayat persalinan

Riwayat persalinan yang mempengaruhi terjadinya pneumonia adalah ketuban pecah dini dan persalinan preterm.

c. Kondisi sosial ekonomi orang tua

Kemampuan orang tua dalam menyediakan lingkungan tumbuh yang sehat pada bayi juga sangat mempengaruhi terhadap terjadinya pneumonia. Klasifikasi kesejahteraan keluarga adalah :

1) Keluarga sejahtera yaitu keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras. dan seimbang antar anggota, serta antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya

2) Keluarga sejahtera I yaitu keluarga yang kondisi ekonominya baru bisa

memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya.

3) Keluarga pra sejahtera yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, belum mampu melaksanakan ibadah berdasarkan agamanya masing-masing, memenuhi kebutuhan makan minimal dua kali sehari, pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian, memiliki rumah yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan belum mampu untuk berobat di sarana kesehatan modern.d. Lingkungan tumbuh bayi

Lingkunngan tumbuh bayi yang mempengaruhi terhadap terjadinya pneumonia adalah kondisi sirkulasi udara dirumah, adanya pencemaran udara di sekitar rumah dan lingkungan perumahan yang padat.

e. Konsumsi ASI

Jumlah konsumsi ASI bayi akan sangat mempengaruhi imunitas bayi, bayi yang diberi ASI secara eksklusif akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif. Klasifikasi PneumoniaProgram Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi pneumonia sebagai berikut:

a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).

b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat

c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

Tanda dan GejalaTanda-tanda Pneumonia sangat bervariasi, tergantung golongan umur, mikroorganisme penyebab, kekebalan tubuh (imunologis) dan berat ringannya penyakit.Pada umumnya, diawali dengan panas, batuk, pilek, suara serak, nyeri tenggorokan. Selanjutnya panas makin tinggi, batuk makin hebat, pernapasan cepat (takipnea), tarikan otot rusuk (retraksi), sesak napas dan penderita menjadi kebiruan (sianosis). Adakalanya disertai tanda lain seperti nyeri kepala, nyeri perut dan muntah (pada anak di atas 5 tahun).Pada bayi (usia di bawah 1 tahun) tanda-tanda pnemonia tidak spesifik, tidak selalu ditemukan demam dan batuk.Selain tanda-tanda di atas, WHO telah menggunakan penghitungan frekuensi napas per menit berdasarkan golongan umur sebagai salah satu pedoman untuk memudahkan diagnosa Pneumonia, terutama di institusi pelayanan kesehatan dasar.

Tabel 2.1. Pedoman Perhitungan Frekuensi Napas (WHO)

Umur AnakNapas NormalTakipnea (Napas cepat)

0 2 Bulan30-50 per menitsama atau > 60 x per menit

2-12 Bulan25-40 per menitsama atau > 50 x per menit

PenatalaksanaanPengobatan ditujukan kepada pemberantasan mikroorganisme penyebabnya. Walaupun adakalanya tidak diperlukan antibiotika jika penyebabnya adalah virus, namun untuk daerah yang belum memiliki fasilitas biakan mikroorganisme akan menjadi masalah tersendiri mengingat perjalanan penyakit berlangsung cepat, sedangkan di sisi lain ada kesulitan membedakan penyebab antara virus dan bakteri. Selain itu, masih dimungkinkan adanya keterlibatan infeksi sekunder oleh bakteri.Oleh karena itu, antibiotika diberikan jika penderita telah ditetapkan sebagai Pneumonia. Ini sejalan dengan kebijakan Depkes RI (sejak tahun 1995, melalui program Quality Assurance ) yang memberlakukan pedoman penatalaksaan Pneumonia bagi Puskesmas di seluruh Indonesia.Masalah lain dalam hal perawatan penderita Pneumonia adalah terbatasnya akses pelayanan karena faktor geografis. Lokasi yang berjauhan dan belum meratanya akses tranportasi tentu menyulitkan perawatan manakala penderita pneumonia memerlukan perawatan lanjutan (rujukan).

Perawatan di rumah yang dapat dilakukan pada bayi atau anak yang menderita pneumonia antara lain :

a. Mengatasi demam

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

b. Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

c. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.d. Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

e. Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang. PencegahanMengingat Pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda awalnya sangat mirip dengan Flu, alangkah baiknya para orang tua tetap waspada dengan memperhatikan tips berikut :

a. Menghindarkan bayi (anak) dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat keramaian yang berpotensi penularan.

b. Menghindarkan bayi (anak) dari kontak dengan penderita ISPA.

c. Membiasakan pemberian ASI.

d. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas dan adanya tarikan pada otot diantara rusuk (retraksi).

e. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan. Dan segera ke RS jika kondisi anak memburuk.

f. Imunisasi Hib (untuk memberikan kekebalan terhadap Haemophilus influenzae, vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD= invasive pneumococcal diseases) dan vaksinasi influenzae pada anak resiko tinggi, terutama usia 6-23 bulan. Sayang vaksin ini belum dapat dinikmati oleh semua anak karena harganya yang cukup mahal.

g. Menyediakan rumah sehat bagi bayi yang memenuhi persyaratan :

1) Memiliki luas ventilasi sebesar 12 20% dari luas lantai.

2) Tempat masuknya cahaya yang berupa jendela, pintu atau kaca sebesar 20%.

3) Terletak jauh dari sumber-sumber pencemaran, misalnya pabrik, tempat pembakaran dan tempat penampungan sampah sementara maupun akhir.

Bronkolitis Akut DefenisiBronkiolitis adalah penyakit inflamasi akut pada saluran nafas atas dan bawah yang menimbulkan obstruksi saluran nafas kecil ( bronkiolus ). Bronkiolitis timbul pada 2 tahun pertama bayi dengan insiden puncak pada umur 6 bulan. Dan penyakit ini paling sering menyebabkan rawat inap bayi di rumah sakit. Pada dasarnya penyakit ini menyerang semua umur, tapi karena ukuran saluran nafas orang dewasa lebih baik dalam mengkompensasi edema mukosa, sehingga simptom pernafasan paling sering tampak pada bayi.

EtiologiBronkiolitis merupakan penyakit yang disebabkan virus. Agen-agen yang sering menjadi penyebab bronkiolitis1: Respiratory Scyncitial Virus (RSV) yang menyebabkan sekitar 75% kasus rawat inap bayi berumur dibawah 2 tahun Parainfuenza Virus Adenovirus Influenza Virus Mycoplasma pneumoniae

EpidemiologiBronkiolitis sering terjadi pada bayi laki-laki antara umur 3 dan 6 bulan yang belum pernah disusui ibunya dan yang hidup pada daerah yang penuh sesak. Sumber infeksi biasanya anggota keluarga dengan penyakit pernafasan yang minor. Anak yang lebih tua dan orang dewasa mentoleransi edema bronkiolus lebih baik daripada bayi dan tidak berkembang bronkiolitis kronis walaupun jalan nafas saluran pernafasannya yang lebih kecil terinfeksi virus.Bayi yang ibunya merokok lebih mungkin berkembang bronkiolitis daripada bayi ibu-ibu tidak merokok. Selain itu telah diketahui bahwa ada resiko infeksi pernafasan dari tempat rawatan anak, bayi yang tinggal di rumah dengan ibu perokok berat beresiko lebih daripada bayi yang datang ke pusat perawatan harian. PatofisiologiBronkiolitis timbul akibat infeksi virus pada bronkiolus yang mengakibatkan nekrosis epitel saluran nafas yang merupakan lesi awal bronkiolitis, kemudian timbul proliferasi sel goblet yang menyebabkan produksi mukus meningkat sedangkan regenerasi sel epitel saluran pernafasan adalah sel yang tidak bersilia sehingga tidak dapat mengkompensasi sekresi mukus. Selain itu didapati infiltrasi limfosit dan netrofil yang menyebabkan edema mukosa, namun tidak dijumpai kerusakan kolagen, otot dan jaringan ikat.

Kombinasi dari adanya debris-debris dan edema menimbulkan penyempitan bahkan obstruksi total saluran nafas kecil. Proses ini pada akhirnya mengakibatkan hiperinflasi, peningkatan resistensi saluran nafas, atelektase dan ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang dapat berlanjut menjadi keadaan hipoksemia. Pada gambaran radiologis dapat dijumpai berupa atelektase pada beberapa bagian paru, sedangkan pada bagian lain dapat timbul distensi yang berlebihan.

Mekanisme pernafasan pada bronkolitis menjadi abnormal, pernafasan berada pada volume yang besar dan kapasitas residu fungsional paru meningkat. Compliance dari paru sendiri menurun akibat pernafasan bayi pada tingkat volume tinggi dan resistensi jalan udara dan kedua hal ini mengakibatkan peningkatan kerja nafas.Penyembuhan dari bronkiolitis akut dimulai dari regenerasi epitel bronkiolar setelah 3-4 hari, akan tetapi, silia epitel belum muncul sampai kira-kira 15 hari. Gumpalan mukus akan dibuang oleh makrofag.Faktor Resiko Bronkiolitis: Berat badan lahir rendah, terutama bayi prematur Sosioekonomi rendah Lingkungan tempat tinggal yang padat Orangtua perokok Penyakit paru kronis yang menyebabkan displasia epitel saluran nafas Gangguan neurologis didapat maupun kongenital Congenital Heart Disease dengan hipertensi pulmonum Penyakit defisiensi imun didapat maupun kongenital

DiagnosaPenegakan diagnosa bronkiolitis didasarkan atas anamnese, manifestasi klinis dan kejadian-kejadian endemis yang berkaitan dengan cuaca. 1. Anamnese60% infeksi RSV primer terdapat pada saluran nafas atas dengan gejala rhinorhea ringan , batuk dan demam ringan. Selama 2-5 hari periode ini infeksi dapat menyebar ke saluran nafas bawah yang dapat menyebabkan batuk, sesak nafas, wheezing dan sulit makan. Selain itu pada bronkiolitis sering didapati infeksi RSV pada organ lain seperti otitis media.Selain itu, perlu juga ditanyakan riwayat pasien apakah ada riwayat timbul simptom-simptom seperti: Demam Peningkatan kerja nafas Wheezing Sianosis Grunting Pernafasan berbunyi Muntah setelah batuk-batuk Irritabilitas Sulit makan dan tidak ada selera makan

2. Manifestasi KlinisGejala Klinis yang sering timbul pada penderita: Tachyipnoe 50-60 x/menit Tachycardi Demam 38-39oC Konjungtivitis dan pharingitis ringan Wheezing ekspirasi Hidung merah Retraksi interkostal Sianosis Ronchi kering Otitis Media Apnoe Hepar dan Lien teraba oleh karena hiperinflasi paru dan depresi diafragma

Dalam mendiagnosa pasien, klinisi juga harus menentukan derajat keparahan dari bronkiolitis11.Skor Wheezing Retraksi SpO2 RR HR0 (-) (-) 95% Normal (. Last update January 2007 [diakses pada tanggal 20 November 2007].3. Tropical Medicine Central Resource. Kwashiorkor (Protein-Calorie Malnutrition). Avaliable from : http://tmcr.Usuhs.mil/tmcr/chapter16/Kwashiorkor.htm. Last update July 2007 [diakses pada tanggal 17 November 2007].4. Van Voorhees BW. Kwashiorkor. Avaliable from : http://Pennhealth.com/ency/article/001604.htm. Last update June 13rd 2007 [diakses pada tanggal 20 November 2007].

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Malnutrisi energi protein. Dalam : Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2004 ; 217-222.6. Health-cares Foundation. Kwashiorkor (kwash&180;eorkor). Avaliable from : http://health.allrefer.com/health/kwashiorkor-info.htlm. Last update January 2006 [diakses pada tanggal 23 November 2007]6. [email protected]. Diktat kuliah nefrologi anak, Dr.dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K). penerbit bagian ilmu kesehatan anak FK-UNHAS. Makassar 2002.

8. (bahan kuliah Nefrologi anak-Prof.Dr.dr.Syarifuddin Rauf,SpA(K)-2009)9. Sylvia A. price & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Vol.2 edisi 6.2006. EGC.jakarta 10. Kliegman, RM., Greenbaum, LA., Lye, PS (eds). 2004. Practical Strategies in Pediatric Diagnosis and Therapy, 2nd ed. Philadelphia, Elsevier, p 274.

Krisis ekonomi

Sosio-ekonomi rendah

Ketersediaan pangan

Dalam keluarga

Pola asuh anak

Yang tdk memadai

Kurang pendidkan,

Pengetahuan+ketrampilan

Peran puskesmas

kurang

Faktor infeksi

Asupan gizi

Status gizi buruk

Hepatomegali

Splenomegali

edema

Lingkungan

buruk

Meningkatnya kerentanan

Terhadap penyakit

Infeksi baru

Sal. napas

disentri