laporan pbl 1 trauma

32
Laporan PBL Sistem Emergensi dan Traumatologi MODUL 1 KESADARAN MENURUN Oleh: 1. MUHAMMAD RIFAT C111 06 136 2. NUR AISYAH C111 08 195 3. ANNEKE HOLLY C111 09 004 4. NURUL REZKI FITRIANI AZIS C111 09 109 5. REYNALDO MAILOA C111 09 131 6. HARDIANTY MAULIDINA HARUN C111 09 151 7. YURITSA LEONARD LIONG C111 09 267 8. CAHYADI PANGEMANAN C111 09 287 9. ZULKARNAEN HASYIM C111 09 306 10. ANGELA MICHELLE C111 09 326 11. FAHMI AWALUDDIN C111 09 344 12. IRA ANASTASYA C111 09 363 13. NUR RAISYAH ULFAH C111 09 382 14. FADLIA N. C111 09 406

Upload: fanny-ayu

Post on 28-Dec-2015

392 views

Category:

Documents


61 download

TRANSCRIPT

Laporan PBL

Sistem Emergensi dan Traumatologi

MODUL 1

KESADARAN MENURUN

Oleh:

1. MUHAMMAD RIFAT C111 06 136

2. NUR AISYAH C111 08 195

3. ANNEKE HOLLY C111 09 004

4. NURUL REZKI FITRIANI AZIS C111 09 109

5. REYNALDO MAILOA C111 09 131

6. HARDIANTY MAULIDINA HARUN C111 09 151

7. YURITSA LEONARD LIONG C111 09 267

8. CAHYADI PANGEMANAN C111 09 287

9. ZULKARNAEN HASYIM C111 09 306

10. ANGELA MICHELLE C111 09 326

11. FAHMI AWALUDDIN C111 09 344

12. IRA ANASTASYA C111 09 363

13. NUR RAISYAH ULFAH C111 09 382

14. FADLIA N. C111 09 406

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2012

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena

rahmat dan hidayahNya sehingga laporan PBL modul I “ Kesadaran Menurun” sistem trauma dan

emergensi ini dapat disusun sebagimana mestinya.

Penyusunan laporan ini dimaksudkan sebagai salah satu tugas pascatutorial sistem trauma dan

emergensi dengan tujuan agar kami mencapai kompetisi minimal yang diharapkan.

Laporan ini tentu saja jauh dari kesempurnaan. Karena itu, penulis sangat mengharapkan saran

dan kritik demi penyempurnaan dan perbaikan laporan ini.

Akhirnya, kepada seluruh pihak yang turut memberikan bantuan dalam terwujudnya laporan ini,

tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih.

Mudah-mudahan, laporan ini dapat bermanfaat bagi kegiatan pembelajaran lebih lanjut dan

dapat membantu mahasiswa lain dalam memecahkan masalah-masalah trauma dan emergesi.

Makassar, Februari 2012

Kelompok 3

BAB I

Skenario

Perempuan 21 tahun dibawa ke Puskesmas dalam keadaan tidak sadar. Setelah diletakkan di tempat

tidur dan diperiksa, penderita tidak memberi respon dan tetap mendengkur dengan irama napas 40

kali/menit. Muka kelihatan pucat, nadi radial tidak teraba. Ditemukan jejas pada daerah pelipis kanan,

bahu kanan, dan perut kiri bawah. Dari beberapa orang yang mengantar tidak satupun yang tinggal dan

dapat memberi keterangan tentang keadaan dan apa yang terjadi pada penderita tersebut.

Kata sulit

Mendengkur (snoring) adalah suara bising yang disebabkan oleh aliran udara melalui sumbatan parsial

saluran nafas pada bagian belakang hidung dan mulut yang terjadi saat tidur. Sumbatan terjadi akibat

kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas melakukan stabilisasi jalan nafas pada saat tidur.

Kata Kunci

– Perempuan 21 tahun

– Tidak sadar

– Tidak merespon

– Mendengkur

– Irama napas 40x per menit

– Muka pucat

– Nadi radial tidak teraba

– Jejas pada pelipis kanan, bahu kanan,perut

kiri bawah

Pertanyaan

1. Jelaskan definisi, tingkat-tingkat kesadaran, mekanisme penurunan kesadaran dan penyebab

penurunan kesadaran!

2. Jelaskan mekanisme terjadinya pucat pada pasien dan nadi radial tidak teraba!

3. Apa yang menyebabkan pasien mendengkur dengan irama napas 40x/menit?

4. Jelaskan hubungan jejas yang terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis!

5. Apa penanganan awal pada pasien dengan kesadaran menurun!

6. Apa diagnosis banding berdasarkan scenario?

7. Apa pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan penurunan kesadaran?

BAB II

PEMBAHASAN

1. Kesadaran adalah

Tingkat-tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap

rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab

semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,

sikapnya acuh tak acuh.

Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,

berhalusinasi, kadang berhayal.

Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,

mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi

jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan

apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon

pupil terhadap cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam

lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah

ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem

aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan

peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). Jadi sangat penting dalam

mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu

bagian dari vital sign.

Mekanisme penurunan kesadaran

Kesadaran menurun terjadi ketika terdapat gangguan pada ARAS (ascending reticular activating

system) yang merupakan susunan penggalak kewaspadaan atau gangguan pada korteks serebri

yang merupakan pengolah kesadaran. Contoh gangguan ARAS antara lain tumor otak, abses,

perdarahan intracranial. Lesi massa ini dapat menekan batang otak yang menyebabkan herniasi

yang dapat menekan ARAS dan mengakibatkan penurunan kesadaran. Gangguan fungsi korteks

serebri dapat diakibatkan oleh gangguan metabolisme neuron di SSP atau gangguan suplai

oksigen dan glukosa ke otak sehingga sel neuron tak berfungsi optimal. Contoh penyebab

gangguan fungsi korteks serebri antara lain: Epilepsi, hipoksia , keracunan, penyakit metabolik,

hipotensi, dan alkohol.

Penyebab penurunan kesadaran

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat

menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah

(seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ;

pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan,

alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena

perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.

- Kelainan struktur intrakranial (33 %)

• Kebanyakan kasus ditegakkan melalui pemeriksaan imajing otak ( computed tomography

[CT] or magnetic resonance imaging [MRI] )

- Kelainan metabolik atau keracunan (66%)

• Dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah, tapi tidak selalu positif.

- Kelainan psikiatris (1%)

Menurut kausa:

1. Kelainan otak

- trauma : komosio, kontusio, laserasio,hematoma epidural, hematoma subdural

- gangguan sirkulasi : perdarahan intraserebral, infark otak oleh thrombosis dan emboli

- radang : ensefalitis, meningitis

- neoplasma : primer, metastatic

- epilepsi : status epilepsy

2. Kelainan sistemik

- Gangguan metabolism : hipoglikemia, diabetic ketoasidosis, uremia, gangguan hepar,

hipokalsemia, hiponatremia

- hipoksia : penyakit paru berat, kegagalan jantung berat, anemia berat

- toksik : keracunan CO, logam berat, obat, alkohol

2. Mekanisme pucat: Kekurangan suplai darah pada kulit yang menyebabkan terhambatnya laju

metabolisme untuk pembentukan panas tubuh.

Trauma perdarahan hipovolemik autoregulasi (simpatetik) vasokontriksi di semua

pembuluh darah perifer karena darah di supply diutamakan ke otak dan jantung tidak terjadi

aliran darah ke pembuluh darah perifer kulit pucat

Mekanisme nadi radial tidak teraba:

Secara normal, jantung memompakan darah ke seluruh tubuh. Apabila terjadi syok, maka

sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok tersebut, khususnya pada syok

hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan

vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan

norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus

caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga

berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi

kulit, otot, dan traktus gastrointestinal. Dengan berkurangnya aliran darah perifer maka nadi

radial bias saja tidak teraba.

3. Penyebab pasien mendengkur: adanya turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas akibat

sumbatan.

Penyebab irama napas 40x per menit: kompensasi tubuh akibat kegagalan respirasi.

4. Hubungan jejas yang terjadi pada pasien dengan menifestasi klinis:

Jejas dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, salah satunya adalah trauma. Fungsi sel normal

memerlukan keseimbangan antara kebutuhan fisiologik serta keterbatasan struktur-struktur sel

dan kemampuan metabolic. Hasilnya adalah keadaan yang terus seimbang atau homeostasis.

Keadaan fungsional sel akan berubah ketika bereaksi terhadap stress yang ringan untuk

mempertahankan keadaan yang seimbang. Perubahan inilah yang disebut dengan adaptasi sel.

Peningkatan kemampuan adaptif sel ini menimbulkan jejas sel. (Robbins, 2009).

Inflamasi adalah reaksi vascular yang menimbulkan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut,

dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial di daerah cidera atau nekrosis.

(Wilson, 2005). Inflamasi ini terbagi atas 2, yaitu: inflamasi akut dan inflamasi kronik. Pada

kasus berdasarkan skenariom inflamasi yang terjadi adalah inflamasi akut. Inflamasi akut

adalah onset yang dini (dalam hitungan detik hingga menit), durasi yang pendek (dalam

hitungan menit hingga hari) dengan melibatkan proses eksudasi cairan (edema) dan emigrasi sel

polimorfonuklear (neutrofil). (Robbins, 2009). Pada inflamasi terjadi 5 proses, dimana

kesemuanya berhubungan dengan pembuluh darah, saraf, dan jaringan yang mengalami trauma.

Pada pembuluh darah terjadi perubahan berupa rubor dan kalor, dimana pembuluh darah akan

berdilatasi kemudian aliran darah akan di tingkatkan ke tempat yang mengalami inflamasi

sehingga, aliran darah tepi akan menjadi berkurang. Apabila trauma yang terjadi adalah trauma

yang berat dan menimbulkan robekan pada pembuluh darah seperti pada kepala, maka darah

yang di alirkan ke tempat trauma tersebut akan merembes keluar dari pembuluh darah sehingga

dapat menimbulkan peningkatan tekanan intracranial dan mengakibatkan terjadinya syok

dengan tanda-tanda nadi perifer dapat tidak teraba, tubuh menjadi dingin, pernapasan mejadi

cepat, kulit menjadi pucat. Kesemuanya tanda tersebut merupakan kompensasi tubuh.

5. Penanganan awal pasien dengan kesadaran menurun:

- Airway

- Breathing

- Circulation

- Disability

- Exposure/Environment

6. Diagnosis banding:

- Fraktur cervical

- Trauma abdomen

- Trauma capitis

7. Pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan kesadaran menurun:

a. AnamnesisDalam kasus gangguan kesadaran, auto-anamnesis masih dapat dilakukan bila gangguan kesadaran masih bersifat “ringan”, pasien masih dapat menjawab pertanyaan. Hasil auto-anamesis ini dapat dimanfaatkan untuk menetapkan adanya gangguan kesadaran yang bersifat psikiatrik-termasuk sindrom otak organik atau gangguan kesadaran yang bersifat neurologik (dinyatakan secara kualitatif maupun kuantitatif ke dalam GCS). Namun

demikian arti klinis dari anamnesis perlu dicari dari dengan hetero-anamnesis, yaitu anamnesis terhadap pengantar dan atau keluarganya. Berbagai hal yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis adalah sebagai berikut :

i. Penyakit yang pernah diderita sebelum terjadinya gangguan kesadaran misalnya diabetes melitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, epilepsi, adiksi obat tertentu.

ii. Keluhan pasien sebelum terjadinya gangguan kesadaran, antara lain nyeri kepala yang mendadak atau sudah lama, perasaan pusing berputar, mual dan muntah, penglihatan ganda, kejang, kelumpuhan anggota gerak.

iii.Obat-obat yang diminum secara rutin oleh pasien, misalnya obat penenang, obat tidur, antikoagulansia, obat antidiabetes (dapat dalam bentuk injeksi), antihipertensi.

iv. Apakah gangguan kesadaran terjadi secara bertahap atau mendadak, apakah disertai gejala lain/ikutan?

v. Apakah ada inkontinensi urin dan/atau alvi?vi. Apakah dijumpai surat tertentu (misalnya “perpisahan”)?

b. Pemeriksaan Fisik (status internus)Pada pemeriksaan ini hendaknya diperhatikan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh setiap dokter, dengan memperhatikan sistematika dan ketelitian, sebagai berikut :i. Nadi, meliputi frekuensi, isi, dan irama denyutii. Tekanan darah, diukur pada lengan kanan dan lengan kiri, perhatikanlah apakan

tensimeter masih berfungsi dengan baik.iii. Suhu tubuh, pada umumnya termometer dipasang di ketiak, bila perlu diperiksa secara

rektal.iv. Respirasi, meliputi frekuensi, keteraturan, kedalaman, dan bau pernapasan (aseton,

amonia, alkohol, bahan kimia tertentu, dll.)v. Kulit, meliputi turgor, warna dan permukaan kulit (dehidrasi, ikterus, sianosis, bekas

suntikan, luka karena trauma, dll).vi. Kepala, apakah ada luka dan fraktur.vii. Konjungtiva, apakah normal, pucat, atau ada perdarahan.viii. Mukosa mulut dan bibir, apakah ada perdarahan, perubahan warna.ix. Telinga, apakah keluar cairan bening, keruh, darah, termasuk bau cairan perlu

diperhatikan.x. Hidung, apakah ada darah dan atau cairan yang keluar dari hidung.xi. Orbita, apakah ada brill hematoma, trauma pada bulbus okuli, kelainan pasangan bola

mata (paresis N III, IV, VI), pupil, celah palpebra, ptosis.xii. Leher, apakah ada fraktur vertebra, bila yakin tidak ada fraktur maka diperiksa apakah

ada kaku kuduk.xiii. Dada, pemeriksaan fungsi jantung dan paru secara sistematik dan teliti.xiv. Perut, meliputi pemeriksaan hati, limpa, ada distensi atau tidak, suara peristaltik usus,

nyeri tekan di daerah tertentu.

c. Pemeriksaan neurologikDi samping pemeriksaan neurologik yang rutin, maka terdapat beberapa pemeriksaan neurologik khusus yang harus dilakukan oleh setiap pemeriksa. Pemeriksaan khusus tadi meliputi pemeriksaan kesadaran dengan menggunakan GCS dan pemeriksaan untuk menetapkan letak proses patologik di batang otak.1) Pemeriksaan dengan menggunakan GCS

GLASGOW COMA SCALE

PEMERIKSAAN AKTIVITAS PASIEN NILAI

Membuka Mata

Membuka mata spontan 4

Membuka mata atas perintah 3

Membuka mata bila dirangsang nyeri 2

Tidak membuka mata bila dirangsang nyeri 1

Berbicara

Orientasi waktu, tempat, dan perorangan baik 5

Kalimat dan kata baik, tetapi isi percakapan tidak jelas 4

Kata baik, tetapi kalimat tidak jelas maknanya 3

Makna kata tidak dapat dimengerti 2

Tidak keluar kata (bedakan dengan afasia) 1

Gerakan Motorik

Gerakan mengikuti perintah 6

Dapat menunjuk lokasi (localizes) 5

Menarik lengan/tungkai, hanya gerakan reduksi 4

Gerakan fleksi 3

Responsi ekstensor 2

Tidak ada gerakan 1

2) Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses patologik di batang otaka. Observasi umum, meliputi :

1. Gerakan otomatik, misalnya menelan, menguap, membasahi bibir2. Adanya gerakan otomatik ini menunjukkan bahwa fungsi nukleus di batang otak

masih baik, hal ini berarti bahwa prognosis relatif baik.3. Adanya kejat mioklonik multifokal dan berulang kali, gejala ini biasanya

disebabkan oleh gangguan metabolisme sel hemisfer otak.4. Letak lengan dan tungkai; bila lengan dan tungkai dalam posisi fleksi maka hal ini

berarti gangguan terletak di hemisfer otak. Bila kedua lengan dan tungkai dalam

keadaan ekstensi (rigiditas deserebrasi) maka ini menunjukkan adanya gangguan di batang otak dan keadaan ini sangat serius.

b. Pengamatan pola pernapasan1. Bentuk Cheyne-Stokes atau periodic breathing

i. Pola pernapasan seperti ini disebabkan oleh proses patologik di hemisfer dan / atau batang otak bagian atas.

2. Central neurogenic breathing (pernapasan Kussmauk / Biot)i. Pola pernapasan seperti disebabkan oleh proses patologik di tegmentum (batas

antara mesensefalon dan pons)ii. Letak proses ini lebih kaudal bila dibandingkan dengan proses patologik yang

menimbulkan pola pernapasan Cheyne-Stokes3. Pernapasan apneustik : inspirasi dalam kemudian diikuti berhentinya napas pasca-

ekspirasi4. Pernapasan ataksik : pernapasan yang cepat, dangkal, dan tak teratur.

i. Pola pernapasan seperti ini biasanya tampak ketika formasio retikularis bagian dorsomedial medula oblongata terganggu

ii. Pola pernapasan seperti ini sering tampak pada tahap agonal, sehingga dianggap sebagai tanda menjelang kematian

c. Kelainan pupil1. Pemeriksaan pupil terutama pada pasien koma sama nilainya dengan pemeriksaan

tanda vital lainnya2. Bila pupil tampak sangat kecil (pin point) maka diperlukan kaca pembesar3. Sebelum diperiksa dengan teliti, maka mata jangan ditetesi midriatikum4. Yang harus diperiksa meliputi :

i. Besar/lebar pupilii. Perbandingan lebar pupil kanan dan kiriiii.Bentuk pupiliv. Refleks pupil terhadap cahaya dan konvergensiv. Reaksi konsensual pupil

d. Gerak dan / atau kedudukan bola mata1. Deviasi konjugat

i. Kedua bola mata melirik ke samping, ke arah hemisfer yang tergangguii. Ukuran dan bentuk pupil normaliii.Refleks cahaya positifiv. Bila gangguan pada area 8 lobus frontalis

2. Proses di talamusi. Kedua bola mata melirik ke hidungii. Pasien tidak dapat menggerakkan kedua bola mata ke atasiii.Pupil kecil dan refleks cahaya negatif

3. Proses di ponsi. Kedua bola mata berada di tengah

ii. Bila kepala pasien digerakkan ke samping maka tidak terlihat gerakan bola mata ke samping (dolls eye manuever yang abnormal)

iii.Pupil sangat kecil, reaksi terhadap cahaya positif (dilihat dengan kaca pembesar)

iv. Kadang tampak adanya ocular bobbing4. Proses di serebelum

i. Pasien tidak dapat melihat ke sampingii. Pupil normal (bentuk dan reaksi terhadap cahaya)

e. Refleks sefalik batang otak1. Refleks pupil (mesensefalon)

i. Refleks cahaya, refleks konsensual, dan refleks konvergensiii. Pada pasien koma hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan konvergensiiii.Bila refleks cahaya terganggu berarti ada gangguan di mesensefalon (bagian

atas batang otak)2. Doll’s eye manuever

i. Bila kepala pasien digerakkan ke samping maka bola mata akan bergerak ke arah yang berlawanan

ii. Refleks negatif bila ada gangguan di pons4. Refleks okulo-auditorik

i. Bila telinga pasien dirangsang dengan suara yang keras maka pasien akan menutup matanya (auditory blink reflex)

5. Refleks okulovestibular (pons)i. Bila meatus akustikus eksternus dirangsang dengan air panas (44°C) maka akan terjadi

gerakan bola mata cepat ke arah telinga yang dirangsang.ii. Bila tes kalori ini negatif berarti ada gangguan di pons.

6. Refleks korneai. Bila kornea digores dengan kapas halus maka akan terjadi penutupan kelopak mata.

7. Refleks muntah (medula oblongata)i. Dinding belakang faring dirangsang dengan spatel maka akan terjadi refleks muntah.

f.Reaksi terhadap rangsang nyeri1. Tekanan di atas orbita, jaringan di bawah kuku jari tangan, atau tekanan pada sternum2. Reaksi yang dapat dilihat :

i. Gerakan abduksi, seakan-akan pasien menghalau rangsangan; ini menandakan bahwa masih terdapat fungsi hemisfer (high level function)

ii. Gerakan adduksi, seakan-akan pasien menjauhi rangsangan (withdrawal); ini berarti bahwa masih terdapat fungsi tingkat bawah.

iii.Gerakan fleksi lengan dan tungkai; ini berarti bahwa terdapat gangguan di hemisferiv. Kedua lengan dan tungkai mengambil posisi ekstensi (rigiditas deserebrasi); hal ini berarti

bahwa terdapat gangguan di batang otak.g. Fungsi traktus piramidalis

1. Traktus piramidalis merupakan saluran saraf terpanjang dan karena itu amat sering terganggu pada suatu kerusakan struktural susunan saraf pusat.

2. Bila tidak dijumpai gangguan traktus piramidalis maka kita harus mencari penyebab koma ke arah gangguan metabolik

3. Gangguan traktus piramidalis dapat diketahui dari :i. Kelumpuhan

• Dengan rangsangan nyeri, ada gerakan lengan/tungkai atau tidak• Menempatkan lengan/tungkai dalam kedudukan sulit• Menjatuhkan lengan/tungkai dan membandingkan lengan/tungkai kanan dan kiri;

ekstremitas yang lumpuh akan jatuh lebih cepat dan lebih beratii. Refleks tendon

• Pada tahap akut di sisi kontralateral lesi akan terjadi penurunan refleks• Pada tahap pasca-akut di sisi kontralateral lesi muncul peningkatan refleks

iii.Refleks patologik• Dijumpai refleks patologik di sisi kontralateral lesi, di tangan maupun kaki

iv. Tonus• Pada tahap akut di sisi kontralateral lesi dijumpai penurunan tonus• Pada tahap pasca-akut di sisi kontralateral lesi dijumpai peningkatan tonus

g. Pemeriksaan laboratorium1) Darah

a. Yang harus diperiksa adalah jumlah lekosit dan diferensiasinya, kadar hemoglobin, hematokrit, fungsi hati, fungsi ginjal, elektrolit, kadar gula darah, faal hemostatik

b. Berdasarkan temuan klinik dan laboratorik dapat dipertimbangkan pemeriksaan darah yang lebih khusus atau relevan dengan situasinya

2) Cairan serebrospinala. Bila ada indikasi yang kuat diperlukan pemeriksaan cairan serebrospinal (dengan

sendirinya juga mengingat kontraindikasi punksi lumbal)

h. Pemeriksaan dengan alat1) Oftalmoskop ; untuk pemeriksaan funduskopi, meliputi kemungkinan adanya edema papil,

edema retina, arteriosklerosis / fenomenon silang, perdarahan retina, tuberkel retina.2) Elektroensefalografi ; bila keadaan memungkinkan dan memang ada indikasi kuat untuk

pemeriksaan EEG.3) Ekhoensefalografi ; untuk mengetahui ada / tidak adanya pendorongan garis tengah karena

adanya perdarahan atau tumor.4) CT Scan atau MRI ; melihat kelainan struktur otak.5) Arteriografi ; pada kasus kemungkinan malformasi arteriovenosa maka arteriografi akan

sangat bermanfaat.

INFORMASI TAMBAHAN

Fisiologi Kesadaran

Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal

retikularis dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang

menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak

dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis

menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan

gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis

midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi

formasio reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System), suatu

proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk

dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri (Mardiati, 1996).

Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, meneria imput dari

korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua

sistem sensorik. Sedangkan serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum,

hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia

basalis (Price, 2006). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di

korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi

korteks secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal

spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke

korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang

kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal

umum dan terjaga (Mardiati, 1996).

Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik, monoaminergik

dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks

ini berperan dalam kesadaran akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris

(awareness). Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran

diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus parietalis

superior meluas sampai permukaan medial hemisfer (Price, 2006; Tjokronegoro, 2004).

Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri menuju ARAS →

diproyeksikan kembali ke korteks cerebri → terjadi peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran (Price,

2006).

Tingkat Kesadaran Manusia: (Price, 2006)

Sadar → sadar penuh, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu, kooperatif, dapat

mengingat angka yang diberitahukan beberapa menit sebelumnya.

Otomatisme → tingkah laku normal, dapat bicara, kesulitan mengingat, bertindak otomatis tanpa

tahu apa yang baru saja dilakukan.

Konfusi → canggung, mengalami gangguan daya ingat, kurang kooperatif, sulit dibangunkan,

bingung.

Delirium → disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak kooperatif, agitasi, gelisah, sulit

dibangunkan dari tidurnya.

Stupor → diam, tidur, berespon terhadap rangsang suara keras dan cahaya, berespo baik terhadap

rangsang sakit.

Stupor dalam → bisu, sulit dibangunkan, masih berespon terhadap nyeri.

Koma → tidak sadar, tidak berespon, refleks masi ada.

Koma ireversibel/mati → refleks tidak ada, pupil dilatasi, tidak ada denyut jantung dan nafas.

Penurunan Kesadaran, disebabkan oleh: (Tjokronegoro, 2004)

1. Lesi masa supra (infra tentorium) ditandai dengan peningkatan TIK dan disertai kelainan fokal.

Kelainan ini dapat berupa neoplasma, hematoma, infark cerebri dengan oedema, abses, fokal

ensefalitis, venus sinus trombosis.

2. Lesi destruktif pada subtentorial (lokal efek toksik) biasanya merupakan kerusakan langsung dari

ARAS, yang dapat berupa infark batang otak, rhombensefalitis, demyelinasi batang otak,

keracuana obat sedatif.

3. Lesi difus pada korteks cerebri yang merupakan lesi bilateral umumnya karena hipoksia, iskemia,

hipoglikemia, ketoasidosis, kelainan elektrolit, meningitis, ensefalitis, ensefalomielitis,

subarachnoid hemorrhage.

Mekanisme mendengkur:

Faring adalah struktur yang sangat lentur. Pada saat inspirasi, otot-otot dilator faring berkontraksi 50

mili-detik sebelum kontraksi otot pernafasan sehingga lumen faring tidak kolaps akibat tekanan

intrafaring yang negatif oleh karena kontraksi otot dinding dada dan diafragma. Pada waktu tidur

aktivitas otot dilator faring relatif tertekan (relaksasi) sehingga ada kecenderungan lumen faring

menyempit pada saat inspirasi. Mengapa hal ini terjadi hanya pada sebagian orang, terutama

berhubungan dengan ukuran faring dan faktor-faktor yang mengurangi dimensi statik lumen sehingga

menjadi lebih sempit atau menutup pada waktu tidur. Faktor yang paling berperan adalah:

obesitas

pembesaran tonsil

posisi relatif rahang atas dan bawah.

Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas akibat sumbatan.

Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum. Sumbatan terjadi akibat kegagalan

otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan jalan nafas pada waktu tidur di mana otot-otot faring

berelaksasi, lidah dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi.

Trauma pada jaringan di saluran nafas atas pada waktu mendengkur mengakibatkan kerusakan

pada serat-serat otot dan serabut-serabut saraf perifer. Akibatnya kemampuan otot untuk menstabilkan

saluran nafas terganggu dan meningkatkan kecenderungan saluran nafas untuk mengalami obstruksi.

Obstruksi yang diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi pada waktu mendengkur dapat

berperan pada progresivitas mendengkur menjadi sleep apnea pada individu tertentu.

Mekanisme pernapasan cepat:

Kelebihan karbondioksida atau ion hidrogen mempengaruhi pernapasan terutama efek perangsangan

pusat pernapasannya sendiri, yang menyebabkan peningkatan sinyal inspirasi dan ekspirasi yang kuat

ke otot-otot pernapasan. Akibat peningkatan ventilasi pelepasan karbondioksida dari darah meningkat,

ini juga mengeluarkan ion hidrogen dari darah karena pengurangan karbondioksida juga mengurangi

asam karbonat darah.

Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita trauma

kepal/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot lidah dan sphincter

cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup

orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan isi

lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman terjadinya sumbatan

jalan napas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh aspirasi cair, sebab pada keadaan ini

pada umumnya reflek batuk sudah menurun atau hilang.

Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi. Kegagalan

oksigenasi dapat disebabkan oleh:

(1) ketimpangan antara ventilasi dan perfusi.

(2) hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri.

(3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena tercampur darah

yang mengandung oksigen rendah.

(4) gangguan difusi pada membran kapiler alveoler.

(5) hipoventilasi alveoler.

Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35. Kegagalan ventilasi

terjadi bila “minut ventilation” berkurang secara tidak wajar atau bila tidak dapat meningkat dalam

usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak

berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan otot-otot respirasi /kelemahan otot-otot respirasi

timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma tidak mampu membangkitkan tekanan yang

diperlukan untuk mempertahankan ventilasi yang sudah cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan

otot-otot inspirasi seringkali mendahului penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang

berakibat kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa pernapasan yang dangkal dan cepat yang diikuti oleh

aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak terkoordinsiberupa alterans respirasi (pernapasan dada dan perut

bergantian), dan gerakan abdominal paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi)

dapat menunjukan asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti napas.

Penanganan Awal:

Jalan nafas (airway)

Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)

Buka jalan nafas, yakinkan adekuat

Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan menggunakan teknik Head

Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada korban trauma

Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut

Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut

Suctioning bila perlu

Pernafasan (breathing)

Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada pertukaran hawa panas

yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan nafas atau tidak

Perdarahan (circulation)

Lihat adanya perdarahan eksterna/interna

Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress, Elevation (istirahatkan lokasi luka,

kompres es, tekan/bebat, tinggikan)

Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill time, nadi, sianosis, pulsus

arteri distal

Susunan Saraf Pusat (disability)

cek kesadaran

Adakah cedera kepala?

Adakah cedera leher?

perhatikan cedera pada tulang belakang

Kontrol Lingkungan (Exposure/ environmental )

Buka baju penderita lihat kemungkinan cedera yang timbul tetapi cegah hipotermi/kedinginan

Fraktur Cervical

Trauma cervical adalah trauma cervical adalah trauma/injuri yang terjadi akibat benturan dibagian leher

yang menyebabkan respon penurunan neurovaskuler secara tiba-tiba dan hilangnya fungsi pernafasan,

dan ditandai dengan konkusi, kontusio, laserasi, edema. Untuk mengetahui lebih lanjut tingkat

keparahan dari trauma cervical maka perlu diadakan serangkaian pemeriksaan/tes diagnostic, yaitu:

Sp ina l X- r ay

CT-scan

Myelog raphy

dapat dilakukan pengelolaan medik sebagai berikut :

Cerv i ca l t r a c t i on

The halo system

Cerv i ca l co l l a r .

Trauma Abdomen

Adalah : kerusakan terhadap struktur yg terletak diantara diafragmadan pelvis,yg diakibatkan oleh luka

tumpul atau menusuk. Di bagi atas:

Trauma tajam/luka tembak

Trauma tumpul: Riwayat Trauma; Mekanisme Trauma

Etiologi :

T. t a j am: t r auma abdomen dengan pene t r a s i ke da l am rongga perotonium.

contoh: luka tembak.

T.Tumpul : trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam ronggaperitonium.

contoh: jatuh,pukulan,kecelakaan kendaraanbermotor,ledakan,dll

Patofisiologi:

Trauma tumpul pada abdomen disebabkan olehpengguntingan, penghancuran atau kuatnya tekanan

yang menyebabkanrupture pada usus atau struktur abdomen yang lain.

Alat bantu diagnostik:

Riw .trauma (mekanisme trauma,pada kecelakaan lalu lintas kecepatandan arah)

Pemfis(lokasi trauma,palpasi,perkusi,auskultasi,pemeriksaan rektal)

Laboratorium

”Diagnostik Peritoneal Lavage” (DPL),(bila gejala klinik meragukan)

CT-Scan

USG

Laparaskopi

Penanganan :

Abdominal paracentesis untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium,

merupakan indikasi untuk laparotomi

Pemeriksaan laparoskopi untuk mengetahui secara langsung peneyebab akut abdomen

Pemasangan NGT untuk memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen

Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi

L a p a r o t o m i

TRAUMA CAPITIS

DEFINISI

Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atautidak langsung mengenai kepala

dan mengakibatkan gangguan fungsineurologis.

The Traumatic Coma Data Bank

mendefinisikan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow (cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4):

Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah) - Skor skala koma Glasglow 15 (sadar

penuh,atentif,dan orientatif)

tidak kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)

tidak intoksikasi alkohol atau obat terlarang

- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

- Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala

- Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.

Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)

Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)

K o n k u s i

Amnesia pasca trauma

M u n t a h

Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,matarabun,hemotimpanum,otorhea atau

rinorhea cairan serebrospinal).

Cidera kepala berat (kelompok resiko berat) :

Skor skala koma glasglow 3-8 (koma) - penurunan kesadaran secara progresif

Tanda neurologis fokal

Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.

Jenis-jenis cidera kepala (Suddarth, dkk, 2000, l2210-2213)

Cidera kulit kepala. Cidera pada bagian ini banyak mengandung pembuluhdarah, kulit kepala berdarah

bila cidera dalam. Luka kulit kepala maupuntempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat

menyebabkan abrasi,kontusio, laserasi atau avulsi.

Jenis-jenis cidera kepala (Suddarth, dkk, 2000, l2210-2213)

Cidera kulit kepala

Fraktur tengkorak atau rusaknya kontinuitas tulang

Klasifikasi Fraktur Tengkorak

Terbuka → Dura Rusak

Tertutup → Dura Rusak

Cidera Otak

- Komosio → tidak sadarkan diri dalam waktu selama beberapa detik sampai beberapa

menit.(Cedera Kepala Minor dan biasanya tanpa sekuele yang berarti)

- Kontusio(Memar) → Kemungkina Adanya Daerah Haemoragi

- Haemoragi intrakranial → seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk

menyebabkan distorsi dan herniasi otaks erta peningkatan TIK.

Hematoma epidural (hamatoma ekstradural atau haemoragi) arteri meningeal tengah

putus /rusak (laserasi), dimana arteri ini b e r a d a d i d u r a d a n t e n g k o r a k d a e r a h

i n f e r i o r m e n u j u b a g i a n t i p i s t u l a n g t e m p o r a l → Peningkatan TIK

Hematoma sub dural

» Hematoma diantara dura dan dasar, suatu ruang yang pada keadaannormal diisi oleh cairan

» Hematoma sub dural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik.

Tergantung ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada.

Haemoragi intraserebral dan hematoma. Haemoragi ini biasanya terjadi pada cidera kepala

dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cidera peluru atau luka tembak; cidera

kumpil).

Mekanisme Cedera Kepala

- Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam. Contoh : akibat

pukulan lemparan.

- Deselerasi.Contoh : kepala membentur aspal.

- Deformitas.Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagan tubuh

yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.

Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama ( Hoffman, dkk,

1996):

- Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus

- Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan berpikir kompleks

- Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas

Pemeriksaan Dianostik:

- CT – Scan

- M R I

- Angiografi Serebral

- E E G

- S i n a r X

- BAER (Brain Eauditory Evoked)

- PET (Pesikon Emission Tomografi)

- Pungsi Lumbal CSS

- Kimia/elektrolit darah

- GDA (Gas Da rah Ar t e r i )

- Pemeriksaan toksitologi

- Kadar antikonvulsan darah

Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder.

Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh karena

kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada

penderita cedera kepala (Turner, 2000).

Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :

- Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.

- Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.

- Berikan oksigenasi.

- Awasi tekanan darah

- Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik.

- A ta s i shock

- Awasi kemungkinan munculnya kejang.

Penatalaksanaan lainnya:

- Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosissesuai dengan berat

ringannya trauma.

- Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat).Untuk mengurangi vasodilatasi.

- Pemberian analgetika

- Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atauglukosa 40 % atau gliserol

10 %.

- Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin)

- Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidakdapat diberikan apa-

apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel(18 jam pertama dan terjadinya

kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikanamakanan lunak.

- Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan.Dextrosa 5% untuk 8 jam

pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dandextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari

selanjutnya bila kesadaran rendah,makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp).Pemberian

protein tergantungnilai urea N.

Syarat-Syarat Melakukan Transport

Seorang penderita gawat darurat dapat ditransportasikan bila penderitatersebut siap (memenuhi

syarat) untuk ditransportasikan, yaitu:Gangguan pernafasan dan kardiovaskular telah ditangani.

Penyebab sumbatan jalan nafas telah diketahui dan ditangani

- RKP dan obat-obatan bila perlu

- Perdarahan telah dihentikan

- Luka telah dibalut

- Fraktur telah dibidai

Hal-hal yang perlu dimonitor selama transportasi(perjalanan)

- Kesadaran

- Pernafasan

- Tekanan darah dan denyut nadi

- Daerah perlukaan

22