laptut skenario 3

55
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan berkah dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial berdasarkan hasil diskusi kami ini dengan tepat waktu. Di dalam laporan hasil diskusi tutorial ke-tiga pada blok empat belas ini, kami akan membahas skenario mengenai seorang perempuan mengeluhkan nyeri perut bagian kanan atas dan mata kekuningan. Demikian skenario beserta learning objectives-nya yang telah kami diskusikan pada pertemuan-pertemuan tutorial minggu kedua blok digestive. Semoga hasil diskusi tutorial ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram untuk lebih memahami mengenai penyakit- penyakit yang dapat menganggu sistem digestive. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan turut membantu dalam penyelesaian laporan ini, masukan sangat kami harapkan untuk perbaikan dalam pembuatan laporan tutorial selanjutnya. Jumat, 30 Oktober 2015 Kelompok Tutorial VI Semester V 1

Upload: rizqikholifaturrahmy

Post on 03-Feb-2016

26 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: laptut skenario 3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

limpahan berkah dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial

berdasarkan hasil diskusi kami ini dengan tepat waktu.

Di dalam laporan hasil diskusi tutorial ke-tiga pada blok empat belas ini, kami akan

membahas skenario mengenai seorang perempuan mengeluhkan nyeri perut bagian kanan

atas dan mata kekuningan.

Demikian skenario beserta learning objectives-nya yang telah kami diskusikan pada

pertemuan-pertemuan tutorial minggu kedua blok digestive. Semoga hasil diskusi tutorial ini

dapat bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

untuk lebih memahami mengenai penyakit-penyakit yang dapat menganggu sistem digestive.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan turut membantu

dalam penyelesaian laporan ini, masukan sangat kami harapkan untuk perbaikan dalam

pembuatan laporan tutorial selanjutnya.

Jumat, 30 Oktober 2015

Kelompok Tutorial VI Semester V

1

Page 2: laptut skenario 3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... 1

Daftar Isi.......................................................................................................... 2

I. Pendahuluan

1.1 Skenario 3 Blok 14............................................................................... 3

1.2 Keywords.............................................................................................. 3

1.3 Learning Objectives.............................................................................. 3

1.4 Mind Map............................................................................................. 4

II. Pembahasan

2.1 Hepatitis................................................................................................ 5

2.2 Kolelitiasis............................................................................................ 19

2.3 Kolesistitis............................................................................................ 29

2.4 Metabolisme Bilirubin.......................................................................... 33

2.5 Analisis Skenario.................................................................................. 35

III.Penutup

3.1 Kesimpulan......................................................................................... 36

IV. Daftar Pustaka.......................................................................................... 37

2

Page 3: laptut skenario 3

SKENARIO III

Seorang perempuan berusia 40 tahun datang dengan keluhan nyeri di perut atas bagian kanan

sejak 1 hari yang lalu. Awalnya kemarin perut mulai terasa tidak nyaman, selanjutnya mulai

memberat. Pagi tadi setelah sarapan ia merasakan nyeri yang hebat di perut atas bagian

kanan. Selain nyeri, pasien mengatakan tadi malam ia demam dan menggigil. Ia mengira ia

terkena infeksi saluran kemih karena beberapa hari ini urinenya berwarna agak gelap. Pasien

juga menceritakan bahwa suaminya mengomentari matanya yang menurut sang suami

menjadi kekuningan. Ia menjadi khawatir karena ia baca di internet mata kuning merupakan

salah satu tanda hepatitis.

KEYWORDS

- Seorang perempuan, berusia 40 tahun

- Nyeri perut bagian kanan atas dan tidak nyaman

- Nyeri memberat

- Setelah sarapan mengeluhkan nyeri yang sangat hebat

- Pada malam hari demam dan menggigil

- Urine yang berwarna gelap

- Mata pasien kekuningan

1.3 LEARNING OBJECTIVE

Definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,

tatalaksana, komplikasi, pencegahan, prognosis dari hepatitis, kolelitiasis, dan kolesistitis,

metabolisme bilirubin, serta analisis skenario.

3

Page 4: laptut skenario 3

1.4 Mind Map

4

Hasil Anamnesis:1. Nyeri perut bagian kanan atas dan tidak

nyaman2. Nyeri memberatSetelah sarapan 3. mengeluhkan nyeri yang sangat hebat 4. Pada malam hari demam dan menggigil5. Urine yang berwarna gelap6. Mata pasien kekuningan

Perempuan, berusia 40 tahun

Penegakan diagnosis

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Banding:1. hepatitis, 2. kolelitiasis3. kolesistitis

Page 5: laptut skenario 3

II. PEMBAHASAN

2.1 HEPATITIS

2.1.1 DEFINISI HEPATITIS

Hepatitis merupakan istilah untuk penyakit peradangan pada hati (liver). Peradangan

terjadi karena adanya toxin yang berada pada liver. Penyakit ini dapat menyeran g pada

semua orang, tak terkecuali orang yang memiliki kekebalan tubuh yang sangat baik. Hepatitis

ini bisa berakibat fatal apabila tidak ditanggulangi secara lanjut oleh si penderita. Hepatitis

yang dialami penderita selama kurang dari 6 bulan disebut hepatitis akut, sedangkan hepatitis

yang dialami lebih dari 6 bulan disebut hepatitis kronis.

2.1.2 EPIDEMIOLOGI HEPATITIS

Indonesia menempati peringkat ketiga dunia setelah China dan India untuk jumlah

penderita hepatitis.Di Indonesia infeksi HVA banyak mengenai anak usia< 5 tahun dan

biasanya tanpa gejala. Anak-anak ini merupakan sumber penularan bagi orang dewasa di

sekitarnya dengan risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih berat.

Ahli kesehatan dari Divisi Hepatologi, Depatemen Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia Ali Sulaiman memperkirakan sejumlah 13 juta penduduk

Indonesia mengidap hepatitis B dan empat juta penduduk lainnya menderita hepatitis C.

Meskipun belum mendapatkan angka pasti penderita penyakit yang menyerang fungsi

hati tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tjandra

Yoga Adhitama, memperkirakan sekitar 20 juta orang di Indonesia menderita Hepatitis B dan

C.

Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih

merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari

39,8-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan dengan umur mulai terjadi

dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan di bawah standar. Lebih dari 75% anak

dari berbagai benua Asia, Afrika, India, menunjukkan sudah memiliki antibody anti-HAV

pada usia 5 tahun. Sebagian besar infeksi HAV didapat pada awal kehidupan, kebanyakan

asimtomatik atau sekurangnya aniktertik.

Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5% di

Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sehingga termasuk dalam  kelompok negara dengan

endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-negara Asia diperkirakan bahwa penyebaran

5

Page 6: laptut skenario 3

perinatal dari ibu pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi infeksi virus

hepatitis B yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HBeAg positif

akan terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HbeAg pada ibu

sangat berperan penting untuk penularan.Walaupun ibu mengandung HBsAg positif namun

jika HBeAg dalam darah negative, maka daya tularnya menjadi rendah. Data di Indonesia

telah dilaporkan pada tahun 1993, bahwa dari hasil pemantauan pada 66 ibu hamil pengidap

hepatitis B, bayi yang mendapat penularan secara vertical adalah sebanyak 22 bayi (45,9%).

Prevalensi anti-HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan

angka di antara 0,5%-3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut

menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5%-46,4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis A

akut (39,8%-68,3%) sedangkan urutan ketiga ditempati oleh hepatitis B (6,4%-25,9%). Untuk

hepatitis D, walaupun infeksi hepatitis ini erat hubungannya dengan infeksi hepatitis B, di

Asia Tenggara dan Cina infeksi hepatitis D tidak biasa dijumpai pada daerah dimana

prevalensi HBsAg sangat tinggi. Laporan dari Indonesia pada tahun 1982 mendapatkan hasil

2,7% (2 orang) anti HDV positif dari 73 karier hepatitis B dari donor darah. Pada tahun 1985,

melaporkan, di Mataram, pada pemeriksaan terhadap 90 karier hepatitis B, terdapat satu anti

HDV positif (1,1%).

Pada tahun 1991 pemerintah Indonesia memperluas program imunisasi hepatitis B ke

4 propinsi yaitu mencakup seluruh kabupaten dipropinsi NTB, Bali, D.I. Yogyakarta, dan 5

kabupaten di Jatim.

Kemudian pada tahun1992/1995 imunisasi telah dikembangkan di 6 Propinsi lainnya,

yaitu di Lampung, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat dan Kalimantan Barat.

Selanjutnya pada tahun 1996/1997 dikembangkan secara nasional ke 27 Propinsi

dengan tahapan sebagai berikut: Prioritas khusus untuk propinsi dengan endemisitas tinggi,

yaitu Irian Jaya, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur; propinsi lainnya masing-masing

satu kabupaten/kotamadya dalam tahap awal pengembangan.

Akhirnya, pada satu Maret 1997 vaksin hepatitis B dimasukkan kedalam program

immunisasi rutin. Pada tahun 2003, ditingkatkan dengan mencakup bayi baru lahir dengan

pemberian Hepatitis B – Uniject pada bayi usia 0 – 7 hari dan kini telah dilaksanakan di

seluruh Indonesia serta telah berhasil menurunkan prevalensi hepatitis B pada anak di bawah

4 tahun dari 6,2 persen menjadi 1,4 persen.

6

Page 7: laptut skenario 3

Hepatitis A merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di dunia. Hepatitis

A terjadi secara sporadis di seluruh dunia, dengan kecenderungan pengulangan siklus

epidemi.Di dunia prevalensi infeksi virus hepatitis A sekitar 1.4 juta jiwa setiap tahun dengan

prevalensi tertinggi pada negara berkembang. Epidemi yang terkait dengan makanan atau air

yang terkontaminasi dapat meletus eksplosif, seperti epidemi di Shanghai pada tahun 1988

yang mempengaruhi sekitar 300 000 orang.

Infeksi Hepatitis B ditemukan di seluruh dunia, dengan tingkat prevalensi yang

berbeda-beda antar negara. Pembawa infeksi kronis merupakan reservoir utama, di beberapa

negara, khususnya di negara-negara belahan timur, 5-15 dari semua orang membawa virus,

meskipun sebagian besar tidak menunjukkan gejala. Pasien dengan infeksi HIV, 10% adalah

pembawa kronis hepatitis B. Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa 1,5 juta orang

terinfeksi hepatitis B, dan diperkirakan 300.000 kasus baru terjadi setiap tahunnya. Sekitar

300 orang ini mati dengan hepatitis fulminan akut, dan 5-10% dari pasien yang terinfeksi

hepatitis B kronis menjadi pembawa virus.Sekitar 4000 orang mati per tahun karena sirosis

hatiterkait hepatitis B dan 1000 karena karsinoma hepatoseluler.Sekitar 50% dariinfeksi di

Amerika Serikat menular secara seksual.

Sebelum skrining donor untuk anti-HCV (1992), HCV adalah penyebab paling umum

pasca transfusi hepatitis di seluruh dunia, jumlahnya untuk sekitar 90% dari penyakit ini di

Amerika Serikat. Studi yang dilakukan pada 1970 menunjukkan bahwa sekitar 7% dari

penerima transfusi menderita hepatitis NANB, dan bahwa sampai 1% dari darah unit

mungkin berisi virus. Pengenalan skrining anti-HCV telah mengurangi transmisi hingga

hampir 100%.

Saat ini diAmerika Serikat, HCV menyumbang sekitar 20% dari kasus hepatitis virus

akut, kurang dari 5% berhubungan dengan transfusi darah. Prevalensi anti-HCV tertinggi

pada pengguna narkoba suntik dan penderita penyakit darah (hingga 98%), sangat bervariasi

pada pasien hemodialisis (<10% -90%), prevalensi rendah pada heteroseksual dengan mitra

seksual multipel, pria homoseksual, pekerjakesehatan dan kontak keluarga orang terinfeksi

HCV (1% -5%), dan terendah didonor darah sukarela (0,3% -0,5%). Dalam populasi umum

bervariasi (0,2%-18%). Daerah prevalensi tinggi meliputi negara-negara di belahan timur,

Negara-negara Mediterania dan daerah-daerah tertentu di Afrika dan Eropa Timur.

Penyakit hepatitis A ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian

setiap tahunnya.Secara global, virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang

7

Page 8: laptut skenario 3

persisten. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih

merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar 39,8-

68,3%. Pada tahun 2002-2003 terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) hepatitis dengan 80%

penderita berasal dari kalangan mahasiswa. Dari data penderita hepatitis pada mahasiswa

menunjukkan 56% mahasiswa tersebut terbiasa makan di warung atau pedagang kuliner kaki

lima dengan hygiene sanitasi yang tidak baik.

Pada tahun 2010, prevalensi penyakit infeksi virus hepatitis A mencapai angka 9.3%

dari total penduduk 237.6 juta jiwa. Di sumsel tahun 2007 dengan jumlah penduduk

7.019.964 jiwa, prevalensi hepatitis A adalah 0.2-1.9%.

Di Indonesia, kurang lebih 10 persen (3,4-20,3%) dari populasi adalah pembawa virus

hepatitis B (HBV). Prevalensi ini tidak menurun. Di Jakarta, hampir 9 persen pengguna

narkoba suntikan (IDU) HBsAg+ (mempunyai infeksi HBV kronis, dan dapat menular pada

orang lain). Namun di Asia-Pasifik, kebanyakan penularan terjadi dari ibu-ke-bayi, dan 90

persen anak yang terinfeksi tetap mempunyai infeksi kronis waktu menjadi dewasa. Penyakit

hepatitis biasanya juga didapat karena seseorang telah mengkonsumsi makanan yang

terkontaminasi, susu, atau air. Pada tahun 2001, ada lebih dari 10.000 kasus infeksi hepatitis

akut  dilaporkan di AS.

Ada empat serotipe HBV yang umum di Indonesia: adw di Sumatera, Java, Kalsel,

Bali, Lombok, dan Maluku Utara; ayw di NTT/NTB lain dan Maluku; adr di Papua; ayr di

Manado; dan campuran di Kalimantan, Sulawesi dan Sumbawa. Sementara genotipe B paling

umum di Indonesia, tetapi juga ada C dan D. Dampak dari perbedaan serotipe dan genotipe

tidak jelas.

2.1.3 ETIOLOGI HEPATITIS

Hepatitis merupakan istilah untuk penyakit peradangan pada hati (liver). Peradangan

terjadi karena adanya toxin yang berada pada liver. Penyakit ini dapat menyeran gpada semua

orang, tak terkecuali orang yang memiliki kekebalan tubuh yang sangat baik. Hepatitis ini

bisa berakibat fatal apabila tidak ditanggulangi secara lanjut oleh si penderita. Hepatitis yang

dialami penderita selama kurang dari 6 bulan disebut hepatitis akut, sedangkan hepatitis yang

dialami lebih Secara umum hepatitis disebabkan oleh virus.

8

Page 9: laptut skenario 3

Hepatits bisa disebabkan karena beberapa faktor yaitu :

a. Virus

HAV HBV HCV HDV HEV

Etiologi Ukuran 27 nm

RNA strainded

Non-enveloped

Bentuk

icosahedral

Jenis

heparnavirus

genus

picornaviridae

Ukuran 42nm

DNA virus

hepatotropik

Termasuk

dalam

Hepadnavirid

ae

Ukuran 33nm

RNA virus

rantai tunggal

Termasuk

dalam

klasifikasi

Flaviviridae,

genus

hepacivirus

Ukuran 35

nm

RNA virus

rantai tunggal

Diselubungi

oleh HBsAg

Memerlukan

bantuan HBV

untuk

ekspresinya

Ukura 27-34

nm

RNA virus

b. Bakteri

c. Zak kimia

Zat kimia ( yang paling sering: karbon tetra kloroda, fosfor, kloroform dan senyawa omas )

d. Obat-obatan

Obat-obatan seperti isoniazid, halotan, asetaminofen dan antibiotik tertentu, anti metabolik

serta obat-obat anastesi

2.1.4 PATOFISIOLOGI HEPATITIS

Inflamasi yang menyebar pada hepar dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi

toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut

lobul dan unit tersebut unik karena memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan

berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar akan ikut terganggu.

Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar akan menyebabkan nekrosis dan

kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masa inflamasi, sel-sel hepar yang telah rusak akan

dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang

sehat. Oleh karenanya, sebagian besar pasien yang mengalami hepatitis dapat sembuh dari

penyakitnya dengan fungsi hepar yang tetap normal.

9

Page 10: laptut skenario 3

Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan

dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut

kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.

Kerusakan sel parenkim hati akan menyebabkan ikterus pada penderita hepatitis.

Walaupun jumlah bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap

normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka akan

terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut di dalam hati. Selain itu, juga terjadi

kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya, billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui

duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada

duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang

sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama

disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.

Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis).

Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam urin,

sehingga menimbulkan bilirubin urinaria dan urin berwarna gelap. Peningkatan kadar

bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang

akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

2.1.5 MANIFESTASI KLINIS HEPATITIS

Secara umum gejala yang paling sering muncul pada hepatitis virus akut:

a. Myalgia

b. Nausea dan muntah

c. Fatigue dan malise

d. Perubahan penciuman dan pengecapan

e. Nyeri abdomen kuadran kanan atas

f. Coryza, photophobia, dan skait kepala

g. Diare ( mungkin feses yang seperti dempul atau urin yang berwarna gelap)

2.1.6 PENEGAKANDIAGNOSIS HEPATITIS

Diagnosis Hepatitis

1. Anamnesis

a. Fase Akut

10

Page 11: laptut skenario 3

Periode inkubasi sekitar 1-6 bulan.

Simptompnya bisa ikterik dan bisa anikterik. Pasien dengan

anikterik memiliki kecendrungan untuk menjadi hepatitis yang

kronis.

Hepatitis ikterik dihubungkan dengan periode prodromal, dengan

simptom:

- Anoreksia

- Mual

- Muntah

- Low grade-fever

- Mialgia

- Fatigue

- Gangguan indera penciuman dan indera pengecap

- Nyeri pada kuadran kanan atas dan area epigastrik.

Pasien hiperakut biasanya menunjukkan:

- Hepatic encephalopathy

- Somnolen

- Gangguan tidur

- Kebingungan, penurunan fungsi mental

b. Fase Kronis

Pasien dengan hepatitis kronis bisa menjadi karier yang sehat tanpa

adanya tanda dan biasanya asimptomatik.

- Pasien dengan hepatitis kronis, selama fase replikatif akan

mengeluhkan beberapa hal antara lain:

- Simptom yang mirip akut

- Fatigue

- Anorexia

- Muntah

- Rasa tidak nyaman dan nyeri pada kuadaran kanan atas

- Dekompesasi hepatic

2. Pemeriksaaan Fisik

11

Page 12: laptut skenario 3

Pemeriksaan fisik biasanya menemukan bervariasi dari minimal sampai

dekompensasi hepatic.

a. Pasien dengan hepatitis akut biasanya menemukan beberapa pada

pemeriksaan fisik antara lain:

Low-grade fever (flu like syndrome)

Kuning, setelah terlihat simptompnya dan paling tidak akan tetap

kuning sampai dengan 3 bulan (rata-rata 1-3 bulan).

Hepatomegali, disertai dengan nyeri tekan di kuadran kanan atas

dan area epigastrik

Splenomegaly (5-15%)

Eritema palmar (jarang)

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Akut penyakit hepatitis B

Tingginya tingkat level alanine aminotransferase (ALT) dan

aspartat aminotransferase (AST), pada rentang 1000-2000 IU / mL,

merupakan ciri khas penyakit ini, meskipun nilai-nilai 100 kali

lebih dari batas atas normal (ULN) dapat diidentifikasi . Nilai yang

lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan hepatitis icteric.

Tingkat SGPT biasanya lebih tinggi daripada tingkat SGOT.

Alkaline phosphatase (ALP) mungkin berada dalam nilai tinggi,

tetapi nilainya biasanya tidak lebih dari 3 kali batas atas normal.

Tingkat albumin dapat sedikit rendah, dan kadar zat besi serum

dapat meningkat. Dalam periode preicteric (yaitu, sebelum

munculnya penyakit kuning), leukopenia (yaitu, granulocytopenia)

dan lymphocytosis adalah yang paling umum hematologic kelainan

dan disertai dengan peningkatan dalam tingkat sedimentasi eritrosit

(ESR).

Anemia karena pemendekan masa hidup sel darah merah jarang

ditemukan, walaupun hemolisis dapat dicatat. Trombositopenia

jarang ditemukan.

Pasien dengan hepatitis parah mengalami perpanjangan waktu

prothrombin (PT).

12

Page 13: laptut skenario 3

Beberapa penanda virus dapat diidentifikasi dalam serum dan hati.

HbsAg (antigen Australia) dan HBeAg (penanda infektivitas)

adalah penanda pertama yang dapat diidentifikasi dalam serum.

HBcAb (IgM) setelah itu muncul.

Bagi pasien yang sembuh, serokonversi untuk HBsAb dan HBeAb

diamati, dan HBcAb adalah dari kelas IgG. Pasien dengan HbsAg

terus-menerus selama lebih dari 6 bulan mengembangkan hepatitis

kronis.

b. Hepatitis B kronis tidak aktif

Pembawa sehat memiliki SGOT normal dan SGPT yang

meningkat, dan tanda-tanda infektivitas (yaitu, HBeAg, HBV

DNA) dapat negatif.

HbsAg, IgG HBcAb dari jenis, dan HBeAb juga ditemukan di

dalam serum.

c. Hepatitis B Aktif Kronis

Pasien memiliki nilai yang ringan hingga sedang elevasi dari

aminotransferases (kurang dari atau sama dengan 5 kali ULN).

SGPT biasanya lebih tinggi daripada tingkat SGOT. Sangat

tingginya kadar ALT dapat diamati selama eksaserbasi atau

reaktivasi dari penyakit, dan mereka dapat disertai dengan

gangguan fungsi sintetik hati (yakni, penurunan kadar albumin,

kadar bilirubin meningkat, dan berkepanjangan PT). HbsAg dan

HBcAb dari jenis IgG atau IgM (dalam kasus reaktivasi)

teridentifikasi dalam serum.

Jika tingkat SGOT lebih tinggi daripada tingkat SGPT, diagnosis

sirosis harus dikecualikan. Jaringan-antibodi spesifik, seperti

antismooth muscle antibodi (ASMAs) (20-25%) atau antinuclear

antibodi (ANAs) (10-20%), dapat diidentifikasi. Jaringan-antibodi

spesifik, seperti antibodi terhadap kelenjar tiroid (10-20%), juga

dapat ditemukan. Peningkatan sedikit kadar faktor rematoid (RF)

biasanya ditemukan.

13

Page 14: laptut skenario 3

d. Komplikasi Sirosis

Pada tahap awal, temuan virus hepatitis kronis dapat ditemukan.

Kemudian, dapat diidentifikasi kadar albumin rendah,

hyperbilirubinemia, PT memanjang, jumlah platelet dan jumlah sel

darah putih rendah, dan tingkat AST lebih tinggi daripada tingkat

SGPT.

Tingkat ALP dan gamma-glutamil transpeptidase (GGT) dapat

sedikit meningkat.

e. Derajat

Berdasarkan pada komponen inflamasi, dibagi menjadi:

Grade Explanation

Grade 0

Grade 1

Grade 2

Grade 3

Grade 4

Grade 0 – Portal inflammation only, no activity

Grade 1 – Minimal portal inflammation and patchy

lymphocytic necrosis, with minimal lobular

inflammation and spotty necrosis

Grade 2 – Mild portal inflammation and lymphocytic

necrosis involving some or all portal tracts, with mild

hepatocellular damage

Grade 3 – Moderate portal inflammation and

lymphocytic necrosis involving all portal tracts, with

noticeable lobular inflammation and hepatocellular

change

Grade 4 – Severe portal inflammation and severe

lymphocytic bridging necrosis, with severe lobular

inflammation and prominent diffuse hepatocellular

damage

2.1.7 TATALAKSANA HEPATITIS

14

Page 15: laptut skenario 3

Hepatitis A

Penderita yang menunjukkan gejala hepatitis A seperti minggu pertama munculnya

yang disebut penyakit kuning, letih dan sebagainya, diharapkan untuk tidak banyak

beraktivitas serta segera mengunjungi fasilitas pelayan kesehatan terdekat untuk

mendapatkan pengobatan dari gejala yang timbul seperti paracetamol sebagai penurun

demam dan pusing, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan nafsu makan serta

obat-obatan yang mengurangi rasa mual dan muntah.

Pengobatan umum untuk hepatitis A adalah istirahat di tempat tidur.Juga penting

untuk minum banyak cairan, terutama bila kita mengalami diare atau muntah.Obat penawar

rasa sakit yang dijual bebas, misalnya ibuprofen dapat mengurangi gejala hepatitis A, tetapi

sebaiknya dibicarakan lebih dahulu dengan dokter.

Bila kita merasa kita mungkin terpajan pada HAV – misalnya bila seseorang dalam

rumah tangga kita baru didiagnosis hepatitis A – sebaiknya kita memeriksakan diri ke dokter

untuk membicarakan manfaat suntikan immune globulin (juga disebut sebagai gamma

globulin).Immune globulin mengandung banyak antibodi terhadap HAV, yang dapat

membantu mencegah timbulnya penyakit bila kita terpajan pada virus.Immune globulin harus

diberikan dalam dua hingga enam minggu setelah kita mungkin terpajan pada HAV.Bila kita

menerima immune globulin untuk mencegah hepatitis A, sebaiknya kita juga menerima

vaksinasi hepatitis A.

Hepatitis B

Saat ini ada beberapa pengobatan yang dapat dilakukan untuk Hepatitis B, pengobatan

tersebut tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir  dan modulator

sistem kebal seperti InteAlfa (Uniferon).

Dengan mengambil interferon sebagai obat, tubuh akan merangsang sistem kekebalan

tubuh untuk melawan virus hepatitis B. Namun, tidak semua orang dapat mengambil

interferon karena efek samping. Dalam dua minggu pertama mengambil interferon, tubuh

dapat memperburuk gejala dan akan dapat mengalami depresi, lelah, dan menderita nyeri

otot, demam dan mual.

Meskipun interferon suntik sedikit berbeda dengan yang dihasilkan tubuh, interferon

ini dapat membantu menumpas virus dengan dua cara:o Pertama sebagai imunomodulator membantu sistem imun dalam menghentikan

perkembangbiakan virus.o Kedua sebagai antiviral – menginduksi jalur degradasi RNA melalui induksi enzim  2’-5’-

OAS sehingga mencegah replikasi virus.

Interferon yang digunakan untuk pengobatan hepatitis  meliputi interferon alfa dan

pegylated interferon alfa.o Telbivudine

o Merupakan obat antivirus lain yang digunakan untuk menghentikan virus hepatitis B

dari replikasi.Ini adalah dalam bentuk pil yang harus diambil setiap hari. Terdapat

15

Page 16: laptut skenario 3

hampir tidak ada efek samping tetapi jika Anda berhenti minum pil, gejala mungkin

akan memburuk. Selain itu, jika minum pil terlalu lama, virus bisa menjadi resisten

terhadap obat-obatan.o Entecavir

o Merupakan obat antivirus lain dalam bentuk pil. Pil ini harus dilakukan sekali sehari

dan jika menghentikannya, akan timbul gejala-gejala yang menjadi lebih buruk.o Lamivudine

o Mirip dengan Telbivudine tetapi tidak kuat.Ini juga merupakan pil yang harus

diminum sekali sehari.Obat antivirus ini tidak dianjurkan untuk orang dengan masalah

ginjal.o Adefovir dipivoxil

o Obat anti virus dalam bentuk pil yang mampu menghentikan virus dari replikasi.Obat

ini sangat efektif untuk orang-orang yang resisten terhadap Lamivudine.

Selain itu, ada juga pengobatan tradisional yang dapat dilakukan.Tumbuhan obat atau

herbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan Hepatitis

diantaranya mempunyai efek sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh

zat toksik yang dapat merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik,

yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati.

Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan  Hepatitis,

antara lain yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma longa), sambiloto

(Andrographis paniculata), meniran (Phyllanthus urinaria), daun serut/mirten, jamur

kayu/lingzhi (Ganoderma lucidum), akar alang-alang (Imperata cyllindrica), rumput mutiara

(Hedyotis corymbosa), pegagan(Centella asiatica), buah kacapiring (Gardenia augusta), buah

mengkudu (Morinda citrifolia), jombang (Taraxacum officinale). Selain itu juga ada

pengobatan alternatif lain Hepatitis B seperti hijamah/bekam yang bisa menyembuhkan

segala penyakit hepatitis, asal dilakukan dengan benar dan juga dengan standar medis.

Hepatitis C

Saat ini pengobatan Hepatitis C dilakukan dengan pemberian obat seperti Interferon

alfa, Pegylated interferon alfa dan Ribavirin.Adapun tujuan pengobatan dari Hepatitis C

adalah menghilangkan virus dari tubuh anda sedini mungkin untuk mencegah perkembangan

yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati.Pengobatan pada penderita Hepatitis C

memerlukan waktu yang cukup lama bahkan pada penderita tertentu hal ini tidak dapat

menolong, untuk itu perlu penanganan pada stadium awalnya.

PENCEGAHAN HEPATITIS

Dalam hal mencegah hepatitis ini terbagi menjadi dua kategori pencegahan penyakit

hepatitis ini.Yaitu pencegahan penyakit hepatitis secara umum dan juga pencegahan penyakit

16

Page 17: laptut skenario 3

hepatitis secara khusus. Karena penyakit hepatitis ini adalah karena virus dan sebagian besar

menular melalui darah atau pun cairan tubuh yang tercemar dengan virus hepatitis ini maka

kita harus benar-benar waspada akan penularan penyakit hepatitis ini.

Yang termasuk kategori mencegah penularan penyakit hepatitis secara umum adalah

sebagai berikut :

a. Menghindari kontak seksual atau hubungan badan dengan penderita hepatitis B,

termasuk dalam hal ini kontak dengan cairan tubuh seperti ludah dan juga sperma.

b. Menghindari pemakaian alat suntik yang tidak steril ( dalam dunia kesehatan

harus menggunakan alat suntik sekali pakai ), alat tatto, alat tindik, pemakaian

narkoba yang menggunakan jenis alat suntik sebagai medianya, berganti-ganti

pasangan.

c. Pada ibu hamil untuk mengadakan skrining pada awal kehamilan serta juga

setelah memasuki trimester ke III kehamilan.

Dan yang masuk dalam mencegah dan pencegahan penyakit hepatitis secara khusus

adalah dengan melakukan imunisasi aktif. Imunisasi aktif hepatitis ini adalah bertujuan jalur

transmisi penyebaran penyakit hepatitis ini melalui program imunisasi bayi baru lahir

dan kelompok resiko tinggi tertular hepatitis.

2.1.8 KOMPLIKASI HEPATITIS

1. Hepatitis fulminan

Suatu sindrom klinis akibat nekrosis masif sel-sel hepar, sehingga terjadi gagal hati

yang berat secara mendadak.

2. Hepatitis kronik persisten

Perjalanan penyakit yang memanjang 4-8 bulan, namun biasanya dapat sembuh

kembali.

3. Hepatitis relaps

Kekambuhan setelah serangan awal akibat minum alcohol atau aktivitas fisik

berlebih.

4. Hepatitis kronik aktif (hepatitis agresif)

Kerusakan hepar permanen berlanjut menjadi sirosis. Kematian biasanya terjadi

dalam 5 tahun.

5. Sirosis hati

Sirosis hati merupakan komplikasi paling sering. Pada keadaan ini kerusakan sel-sel

hepar diganti oleh jaringan parut (sikatrik). Semakin parah kerusakan, semakin besar

jaringan parut yang terbentuk dan semakin berkurang jumlah sel hati yang sehat.

17

Page 18: laptut skenario 3

Sehingga berdampak pada penurunan sejumlah fungsi sel hati sehingga menimbulkan

sejumlah gangguan pada fungsi tubuh secara keseluruhan.

6. Kanker hati (karsinoma hepatoseluler)

Kanker hati ini merupakan komplikasi lanjut yang bermakna. Penyebab utamanya

adalah infeksi HBV kronik dan sirosis

2.1.9 PROGNOSIS HEPATITIS:

Prognosis Hepatitis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,

beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.

2.2 KOLELITIASIS

18

Page 19: laptut skenario 3

2.2.1 DEFINISI KOLELITIASIS

Kolelitiasis atau biasa disebut batu empedu merupakan endapan satu atau lebih

komponen empedu yaitu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak,

dan fosfolipid . Kejadian kolelitiasis biasanya diikuti dengan kemunculan gelaja peradangan

kandung empedu atau disebut kolesistitis.

Batu empedu menurut komposisinya dibagi menjadi 3 jenis yaitu batu pigmen, batu

kolesterol, dan batu campuran. Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari

keempat anion ini yaitu bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang. Batu-

batu ini cenderung berukuran kecil, multiple, dan berwarna hitam kecoklatan. Batu pigmen

yang berwarna hitam berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu pigmen berwarna coklat

berkaitan dengan infeksi empedu kronis, batu semacam ini lebih jarang dijumpai.

2.2.2 EPIDEMIOLOGI KOLELITIASIS

Kejadian batu empedu dinegara – negara industri antara 10 – 15 %. Di Amerika

Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi

oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi

sedangkan, penelitian di Jakarta pada 51 pasien pasien didapatkan batu pigmen pada 73%

pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien. Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan

etnis. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita.

Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu empedu dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu : 1. Batu kolesterol dimana komposisi

kolesterol melebihi 70%, 2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang

mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama, dan 3. Batu pigmen hitam yang kaya

akan residu hitam tak terekstraksi.

Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol : 1.

Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, 2. Percepatan terjadinya kristalisasi

kolesterol dan 3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus.Sedangkan patogenesis batu

pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor

diet.Kelebihan aktivitas β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran

kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur.

Walaupun batu dapat terjadi dimana saja dalam saluran empedu, namun batu kandung

empedu ialah yang tersering didapat.Bila batu empedu ini tetap saja tinggal di dalam kandung

19

Page 20: laptut skenario 3

empedu, maka biasanya tidak menimbulkan gejala apapun.Gejala – gejala biasanya timbul

bila batu ini keluar menuju duodenum melalui saluran empedu, karena dapat menyebabkan

kolik empedu akibat iritasi, hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus cysticus.Bila

obstruksi terjadi pada duktus koledokus maka dapat terjadi kolangitis ascendens, ikterus, dan

kadang – kadang sirosis bilier.

Jika batu empedu tidak menimbulkan gejala biasanya pasien tidak memerlukan

pengobatan.Meski demikian, banyak juga kasus batu empedu yang membutuhkan tindakan

operasi yang disebut cholecystectomy.Saat ini operasi sudah biasa dilakukan dengan

laparoskopi atau bedah minimal.Karena hanya dengan sayatan kecil, proses pemulihannya

pun lebih cepat.Bedah minimal juga hanya menimbulkan sedikit nyeri dan kalaupun terjadi

komplikasi hanya ringan saja, tidak seperti bedah terbuka.Ada pula kasus yang

mengharuskan kantong empedu diangkat.Walaupun organ ini sudah dibuang, seseorang bisa

saja melanjutkan kehidupannya dengan normal dan tetap produktif karena sebetulnya

kantong empedu hanya berfungsi sebagai tempat penampungan. Setelah menjalani

pengangkatan kantong empedu, pasien sebaiknya memperhatikan pola makan yaitu dengan

membatasi asupan makanan berlemak atau berminyak.

2.2.3 ETIOLOGI KOLELITIASIS

Penyebab dari batu empedu bermacam-macam. Ada 2 tipe utama dari batu empedu :

Batu yang terbuat dari kolsterol, yang merupakan tipe paling umum.

Batu yang terbuat dari bilirubin, yang dapat terjadi ketika hemolisis yang memicu

meningkatnya bilirubin. Batu ini disebut batu pigmen.

Adapun hal-hal yang dapat mendukung terjadinya batu empedu :

Transplantasi sumsum tulang atau organ lain

Diabetes

Gagalnya kandung empedu untuk mengosongkan empedu (biasanya terjadi saat

hamil)

Sirosis hati dan infeksi traktus bilier (Batu pigmen)

Kondisi yang menyebabkan meningkatnya bilirubin seperti anemia hemolitik kronis,

termasuk anemia sickle cell

20

Page 21: laptut skenario 3

Faktor risiko batu empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty

(gemuk), Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih berisiko

mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40 th

tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa wanita di bawah 40 th dan

pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus ( DM ), baik wanita maupun pria,

berisiko mengalami komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak – anak

pun bisa mengalaminya, terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.

FAKTOR RESIKO

a. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.

Orang dengan usia> 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari

40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu

semakin tinggi. Hal ini disebabkan:

1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.

2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan

bertambahnya usia.

3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

dengan pria.Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan

eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 %

pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia,

walaupun umumnya selalu pada wanita.

c. Obesitas

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi

untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol

dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta

mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

21

Page 22: laptut skenario 3

d. Makanan

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko

untuk menderita kolelitiasis.Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar

kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu

dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan

berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan

dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Aktivitas Fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya

kolelitiasis.Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

2.2.4 PATOFISIOLOGI KOLELITIASIS

Kolelitiasis dibagi menjadi 2 tipe besar, yaitu batu kolesterol (80%) dan batu pigmen

(20%).Batu kolesterol biasanya berisi >50% kolesterol monohidrat dan campuran antara

garam kalsium, pigmen empedu, protein, dan asam lemak.Batu pigmen tersusun atas kalsium

bilirubinat yang mengandung <20% kolesterol dan diklasifikasikan menjadi tipe “hitam” dan

“coklat”.

a. Batu Kolesterol

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan

kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam

empedu.Hati berperan sebagai metabolisme lemak.Kira-kira 80% kolesterol yang

disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian

disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa

oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.

Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi

garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu.Jika

konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi),

kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal

menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.

22

Page 23: laptut skenario 3

Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna.Sejumlah penyelidikan

menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat

jenuh dengan kolesterol.Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori

dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan

penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk

menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam

kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.

b. Batu Pigmen

Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu

pigmen, tidak banyak bervariasi.Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil,

dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam,

dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.Patogenesis batu berpigmen

didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut

dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium.Bilirubin adalah suatu produk

penguraian sel darah merah.

2.2.5 MANIFESTASI KLINIS KOLELITIASIS

23

Page 24: laptut skenario 3

Gejala yang paling spesifik adalah dikeluhkannya biliary colic yang konstan dan

berlangsung lama dapat hingga 5 jam pada daerah kuadran kanan atas abdomen.

Mual dan muntah sering dirasakan menyertai nyeri biliar.

Bila didapatkan demam dan rigor menandakan telah terdapat komplikasi yakni

kholesistitis, pancreatitis, cholangitis.

Keluhan seperti epigastric fullness, dyspepsia, flatulence terjadi terutama pada saat

mengkonsumsi makanan berlemak.

2.2.6 DIAGNOSIS KOLELITIASIS

Penegakkan diagnosis kolelitiasis

a. Anamnesis

- Keluhan utama :

apakah ada rasa nyeri pada daerah epigastrium yang menjalar ke derah

bahu kanan?

apakah nyerinya hilang timbul atau terjadi secara terus menerus?

Kapan mulai merasakan nyeri?

Bagaiman rasa nyeri tersebut dapat timbul?

Jika diberikan skala 1-10, nyeri yang pasien rasakan berada pada skala

berapa? (untuk menentukan derajat kesakitan yang dirasakan pasien)

Apakah rasa nyeri sampai menggangu aktivitas atau tidak?

- Keluhan penyerta :

Apakah ada demam, mual dan muntah?

- Riwayat penyakit dahulu :

Apakah dahulu pernah mengalami sakit yang sama atau ini baru yang

pertama kalinya?

Atau dahulu pernah menderita suatu penyakit?

- Riwayat penyakit keluarga ?

Apakah dalam keluarga ada yang mengalami hal yang sama atau hanya

pasien tersebut seorang?

b. Pemeriksaan Fisik

24

Page 25: laptut skenario 3

- Pemeriksaan Vital Sign : tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan

suhu.

- Inspeksi : dilihat secara umum dari penampakan pada pasien, apakah pasien

terlihat kesakitan, sangat keakitan atua tidak, dilihat apakah pasien ikterik atau

anemis, kemudian dilihat pada daerah yang nyeri apakah terjadi perubahan warna,

kelainan bentuk atau terdapat penampakan yang abnormal pada daerah yang sakit.

- Palpasi : pada palpasi biasanya ditemukan nyeri tekan, dan murphy’s sign positif

c. Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan laboratorium

Uji ekskresi empedu

Untuk mengukur kemampuan hati untuk mengkonjugasi dan

mengekresikan pigmen

Bilirubi direk (terkonjugasi), untuk mengukur kemampuan hati

untuk mengkonjugasi dan mengekresikan pigmen empedu.

Bilirubin ini akan meningkat bila terjadi gangguan ekresi bilirubin

terkonjugasi

Bilirubin indirek (tak terkonjugasi), bilirubin ini akn meningkat

pada keadaan hemolitik

Bilirubin serum total, merupakan bilirubin serum direk dan total

meningkat pada penyakit hepatoseluler

Biliribin urine/bilirubinia, merupakan bilirubin terkonjugasi

diekresi dalam urin, apabila kadarnya meningkat dalam serum

menandakan adanya obstruksi pada sel hati atau saluran empedu

Uji enzim serum

Dilakukan pemeriksaan Asparte aminotransferase (AST) dan alanin

aminotransferase (ALT), merukan enzim intrasel yang terutama

berada dijantung, hepar dan jaringan skelet yang dilepaskan dari

jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau terjadi perubahan

permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati. Kadar

ALT akan meningkat jika terjadi obstruksi biliaris.

- Foto polos abdomen

Untuk melihat keadaan dari kandung empedu apakah terdapat penampakan yang

abnormal.

25

Page 26: laptut skenario 3

- Kolangiografi hepatic perkutan

Penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier, dapat dilihat semua

komponen system bilier (duktus hepatikus, duktus koledukus, suktus sistikus dan

kandung empedu)

- ERCP (endoscopic retrograde Cholangio Pancreatograph)

Yaitu sebuah kanul yang dimasukkan kedalam duktus koledukus dan duktus

pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan kedalam duktus tersebut.

Fungsi pemeriksaan ini untuk memudahkan visualisasi langsung struktur bilier

dan memudahkan akses kedalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil

batu empedu, selain itu juga berfungsi untuk mebedakan ikterus yang disebabkna

oleh penyakit hati dengan ikterus yang disebabkan oleh obstruksi bilier, dan untuk

menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya

sudah diangkat.

2.2.7 PENATALAKSANAAN KOLELITIASIS

Konservatif

a) Lisis batu dengan obat-obatan

Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami

keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya

keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan

sehingga penanganan dapat elektif.Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk

melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan

diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi.Terapi efektif pada ukuran batu kecil

dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun.

b) Disolusi kontak

Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut

kolesterol ke kandung empedu.Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah

angka kekambuhan yang tinggi.

c) Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)

Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun

yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang

26

Page 27: laptut skenario 3

benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.Efektifitas ESWL

memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.

Penanganan operatif

a) Open kolesistektomi

Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu

simtomatik.Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi

trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas

pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian

secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 %

sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %.

b) Kolesistektomi laparoskopik

Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan

lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan

biaya yang lebih murah.Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang.Kontra

indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi

tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.Komplikasi yang

terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma

duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya

berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan

lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari,

cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk

aktifitas olahraga.

c) Kolesistektomi minilaparatomi.

Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil

dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah.

2.2.8 KOMPLIKASI KOLELITIASIS

27

Page 28: laptut skenario 3

1. Kolesistisis: Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat oleh

batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu. Komplikasi ini

dapat terjadi akut maupun kronis.

2. Kolangitis: peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar

melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh

sebuah batu empedu.

3. Hidrops: Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung

empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan

dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak

dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat

kuratif.

4. Empiema: Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat

membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

5. Kolik bilier

2.2.9 PROGNOSIS KOLELITIASIS

Kurang dari setengah pasien dengan batu empedu menjadi simtomatik. Mortalitas

untuk kolesistektomi elektif adalah 0,5% dengan kurang dari 10% morbiditas. Tingkat

kematian untuk emergent kolesistektomi adalah 3-5% dengan morbiditas 30-50%.Sekitar 10-

15% pasien berhubungan dengan koledokolitiasis.Prognosis pada pasien koledokolitiasis

tergantung pada ada dan keparahan komplikasi.Semua pasien yang menolak operasi atau

tidak dapat menjalani operasi, 45% tetap asimtomatik, 55% mengalami komplikasi.

28

Page 29: laptut skenario 3

2.3 KOLESISTITIS

2.3.1 DEFINISI KOLESISTITIS

Kolesistitis adalah istilah medis yang menunjukkan adanya peradangan pada kandung

empedu. Sesuai dengan namanya, kandung empedu berfungsi menampung cairan empedu

yang diproduksi hati (liver) kemudian memompanya ke dalam usus halus saat ada makanan

masuk. Fungsi cairan empedu adalah membantu mencerna lemak. Secara fisik, kandung

empedu berbentuk seperti buah pir, tetapi ukurannya lebih kecil. Letaknya pada regio perut

kanan atas, persis di bawah hepar.

2.3.2 EPIDEMIOLOGI KOLESISTITIS

Di dunia, faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di

kalangan orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, dan jarang

terjadi di antara orang dari sub-Sahara Afrika dan Asia. Sejauh ini belum ada data

epidemiologis penduduk di Indonesia, insidens kolesistitis di Indonesia relative lebih rendah

di banding negara-negara barat. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka

kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun.

2.3.3 ETIOLOGI KOLESISTITIS

Penyebab terjadinya kolesistitis adalah statis cairan empedu, infeksi kuman dan

iskemia dinding kandung empedu. Banyak faktor yang berpengaruh seperti kepekatan cairan

empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding

kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.

Selain faktor-faktor di atas kolesistitis dapat juga terjadi pada pasien yang dirawat

cukup lama dan mendapat nutrisi secara parentesal pada sumbatan karena keganasan kandung

empedu, batu di saluran emepedu atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti

demam tifoid.

2.3.4 PATOFISIOLOGI KOLESISTITIS

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:

Pembentukan empedu yang supersaturasi

Nukleasi atau pembentukan inti batu, dan

29

Page 30: laptut skenario 3

Berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan

masalah terpenting dalam pebentukan semua batu, kecuali batu pigmen.

Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu

dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun dibawah harga

tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air

empedu. Dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang

mempunyai inti sentral kolesterol, diselingi oleh mantel kulit yang hidrofilik dari

garam empedu dan fosfolipid (lesitin), jadi sekresi kolesterol yang berlebihan

(karena empedu adalah saluran utama yang mengeluarkan bahan inti dari badan)

atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan

yang litogenik.

Batu empedu ada dua tipe utama:

1. Batu pigmen

Batu pigmen sangat berisiko terjadi pada seseorang yang mengalami

sirosis, hemolisis, infeksi pada percabangan bilier, dan batu ini tidak bisa

dilarutkan dan pengeluarannya harus dengan operasi. Batu pigmen komposisnya

terdiri dari kalsium bilirubinat. Tidak seperti batu kolesterol, batu ini seringkali

murni, berwarna hitam pekat, dan disebut jack stones.

2. Batu kolesterol

Pada 80% kasus, kolestrerol merupakan komponen terbesar dari batu

empedu (batu kolesterol). Komposisi batu ini biasanya merupakan kalsium

karbonat, fosfat, atau bilirubin, tetapi batu-batu ini jarang terdiri dari satu

komponen saja. Batu kolesterol klasik berdiameter 1-3 cm, kuning pucat sampai

coklat, sering multipel, bulat atau persegi oleh karena aposisi yang berdesakan.

Penyakit batu kolesterol terjadi akibat beberapa defek yaitu: penjenuhan empedu

oleh kolesterol, nukleasi kolesterol monohidrat diikuti oleh retensi kristal dan

pertumbuhan batu., gangguan motorik kandung empedu yang menyebabkan

perlambatan pengosongan dan stasis

3. Batu campuran

Batu yang terbentuk dari campuran antara kolesterol dan pigmen, dimana

mengandung 20-50% kolesterol.

30

Page 31: laptut skenario 3

2.2.5 MANIFESTASI KLINIS KOLESISTITIS

75% orang yang memiliki empedu tidak memperlihatkan gejala.

Kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium

Nyeri tekan

Kenaikan suhu badan

Nyeri menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60

menit tanpa reda.

Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling

ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur.

Nausea dan muntah

Bila penyakit mereda, nyeri dapat ditemukan di atas kandung empedu

2.2.6 PENEGAKAN DIAGNOSIS KOLESISTITIS

a. Pemeriksaan fisis:

o Teraba masa kandung empedu

o Nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda murphy).

o Didapatkan ikterus, dijumpai pada 20% kasus dan umumnya derajat ringan.

b. Pemeriksaan laboratorium

Menunjukkan adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian serum

transaminase dan fosfatase alkali.

c. Pencitraan

o Foto polos abdomen: Tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya

pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak)

oleh karena mengandung kalsium cukup banyak.

o Kolesistografi oral: tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada

obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistisis akut.

o Pemeriksaan ultrasonografi (USG): sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat

bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu,

batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekatan dan ketepatan USG

mencapai 90-95%.

31

Page 32: laptut skenario 3

o Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99n Tc6

Iminodiacetik mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak

mudah. Terlihat gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung

empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong

kolesistitis akut.

o Pemeriksaan CT scan abdomen: Kurang sensitif dan mahal tapi mampu

memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak

terlihat pada peeriksaan USG.

o Koleskintigrafi: yaitu suatu metode menggunakan agen radioaktif IV. Selanjutnya

pemindaian dilakukan pada saluran empedu untuk melihat adanya kandung empedu

dan pola biliar. Cara ini digunakan apabila tidak ada alat USG.

2.2.8 PENATALAKSANAAN KOLESISTITIS

1.      Penatalaksanaan pendukung dan diet

o Istirahat yang cukup

o Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda.

o Berikan diet makanan cair rendah lemak dan karbohidrat

o Pemberian buah yang masak, nasi / ketela, daging tanpa lemak, kentang yang

dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti,kopi atau teh.

o Hindari telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bubu-bumbu berlemak.

2.      Farmakoterapi

o Diberikan asam ursodeoksikolat (uradafalk) dan kerodeoksikolat (chenodical,

chenofalk digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang

berukuran kecil terutama terbentuk dari kolesterol .

o Mekanisme kerja ursodeoksikolat dan konodeoksikolat adalah menghambat

sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah

empedu.

2.2.8 KOMPLIKASI KOLESISTITIS

- Koledokolithiasis dan pankreatitis; merupakan komplikasi yang paling sering

- Kolangitis, abses hati, sirosis billier, empiema, ikterus obstruktif; lebih jarang terjadi

32

Page 33: laptut skenario 3

2.2.9 PROGNOSIS KOLESISTITIS

Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik, dengan tingkat kematian

sangat rendah. Pada 85% kasus, didapatkan penyembuhan secara spontan sekalipun kandung

empedu menjadi tebal, fibrotic, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang

menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat

menjadi gangrene, empiema, dan perforasi kandung empedu, fisitel, abses hati atau peritonitis

umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotic yang adekuat pada awal serangan.

Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (˃75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek

disamping kemungkinan banyak komplikasi yang timbul pasca pembedahan.

2.4 METABOLISME BILIRUBIN

Metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase, yaitu prehepatik, intrahepatik,

pascahepatik, masih relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga

pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor

plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada

salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.

a. Fase Prehepatik

Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin. Perhari

bilirubin dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa, berasal dari pemecahan

hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan hemprotein lainnya.

Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air.

Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml

plasma hanya lebih kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin

yang melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdiffusi kejaringan.

Bilirubin I (indirek) bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan

biliverdin. Pada reptil, amfibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme ialah biliverdin dan

bukan bilirubin seperti pada mamalia. Keuntungannya adalah ternyata bilirubin merupakan

suatu anti oksidan yang sangat efektif, sedangkan biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang

terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan

terhadap peroksida yang larut dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti

oksidan yang kuat dalam membran, bersaing dengan vitamin E.

b. Fase Intrahepatik

33

Page 34: laptut skenario 3

Di hati, bilirubin I (indirek) yang terikat pada albumin diambil pada permukaan

sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini

mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada

kelancaran proses yang akan dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar (I / indirek)

akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut (II / direk). Hepatosit akan

mengubah bilirubin menjadi bentuk larut (II / direk) yang dapat diekskresikan dengan mudah

ke dalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang

dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzym bilirubin glukoronosiltransferase.

Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat

terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap,

memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan

membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi

menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua.

c. Fase Posthepatik

Eksresi bilirubin larut ke dalam saluran dan kandung empedu berlangsung dengan

mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam keadaan fisiologis,

seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada dalam bentuk terkonjugasi

(bilirubin II).

Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh

enzym bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida direduksi oleh

bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak berwarna. Sejumlah

urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan dibawa ke ginjal

kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada urine. Sebagian

besar urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi oleh bakteri usus membentuk

sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan.

34

Page 35: laptut skenario 3

2.5 ANALISIS SKENARIO

Skenario Analisis

Perempuan, 40 tahun Resiko tinggi kolelitiasis (4F: Female, Fourty, Fatty,

Fertile)

KU : nyeri di perut atas bagian kanan

sejak 1 hari yang lalu

Terjadi karena adanya iritasi pada organ-organ di

daerah epigastrium dan sekitarnya (hati, kandung

empedu, pancreas dan lambung). Dimana organ

tersebut mengalami suatu gangguan atau kelainan

(misal: infeksi) yang akan mencetuskan nyeri yang

didukung dengan adanya ujung-ujung saraf nyeri.

Nyeri hebat di perut kanan atas setelah

sarapan

Kemungkinan apabila makanan yang dikonsumsi

tinggi kolesterol, dan kolesterol di metabolisme di

hati dan dieskresi di empedu. Sehingga jika terjadi

obstruksi pada embedu, dapat menimbulkan

nyeri.

Urin berwarna agak gelap Berhubungan dengan kelainan metabolisme

bilirubin (hiperbilirubinemia conjugated). Bilirubin

direk yang telah berhasil dikonjugasikan tidak

dapat di ekskresikan ke dalam duktus biliaris

akibat dari kekurangan ATP. Sehingga bilirubin

direk di serum meningkat dan terfiltrasi oleh

glomerulus dieksresikan di urin.

Mata menjadi kekuningan Hal ini adalah efek dari ikterus. Ikterus adalah

perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan

lainnya yang menjadi kuning karena pewarnaan

oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam

sirkulasi darah. Biasanya yang pertama kali

mengalami ikterus adalah jaringan yang kaya

35

Page 36: laptut skenario 3

elastin.

Kesimpulan Analisis Skenario

Berdasarkan keluhan utama dan gejala yang dialami pasien, diagnosis banding yang

didapatkan adalah hepatitis, kolelitiasis, kolesistitis. Untuk membantu menegakkan diagnosis kerja

diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan serum antibodi terhadap hepatitis,

pemeriksaan pencitraan untuk melihat adanya kolelitiasis, pemeriksaan lab serum transaminase dan

fosfatase alkali untuk melihat adanya kolesistitis.

III. PENUTUP

Dalam diskusi tutorial ini, kita telah mempelajari beberapa jenis penyakit yang secara

khusus memiliki gambaran klinis nyeri perut kanan atas, tubuh berwarna kekuningan.

diagnosis banding penyakit tersebut hepatitis virus, kolesistitis dan kolelitiasis. Untuk

dapat menegakkan diagnosis secara pasti pada kasus di skenario, harus dilakukan

pemeriksaan fisik dan penunjang lebih lanjut. Penatalaksanaan dari penyakit tergantung dari

hasil diagnosis berdasarkan etiologi yang diperoleh. Prognosis penyakit akan menjadi lebih

baik apabila penatalaksanaan secara farmakologis maupun non-farmakologis dilakukan sedini

mungkin.

36

Page 37: laptut skenario 3

IV. DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi V. Jakarta: Interna

Publishing.

Fauci, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. Boston: Mcgraw

Hill Companies, Inc.

IDAI. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Ikatan Dokter Anak

Indonesia. 2012.

Kumar V, Cotran RZ,. Gastroenterologi. Robbins SL, editor, 2007. Buku Ajar Patologi

robbins. Edisi 7. Vol.2. Jakarta; EGC.

Price, S.A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. 6. Jakart: EGC

Sudoyo, A.W. dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

37