laporan tutorial blok 18a-1

83
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 18 Disusun oleh : Satria Marrantiza 04111401012 Chyntia Rahma Vanvie 04111401014 Retno Tharra H 04111401020 Eliya 04111401031 M Ramadhandie Odiesta 04111401033 Salsabil Dhia Adzhani 04111401041 Muhammad Mukhlis 04111401053 Deswan Capri Nughroho 04111401062 A Rifky Rizaldi 04111401067 Syena Damara Riza Gustam 04111401081 Kelompok B8 Tutor : dr. Aspitriani 1

Upload: retno-tharra

Post on 09-Feb-2016

194 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Blok 18A-1

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 18

Disusun oleh :

Satria Marrantiza 04111401012

Chyntia Rahma Vanvie 04111401014

Retno Tharra H 04111401020

Eliya 04111401031

M Ramadhandie Odiesta 04111401033

Salsabil Dhia Adzhani 04111401041

Muhammad Mukhlis 04111401053

Deswan Capri Nughroho 04111401062

A Rifky Rizaldi 04111401067

Syena Damara Riza Gustam 04111401081

Kelompok B8

Tutor :

dr. Aspitriani

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

1

Page 2: Laporan Tutorial Blok 18A-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai respirologi yang berada

dalam blok 18 pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter

Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK di

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan

pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

skenario ini.

2

Page 3: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Skenario C blok 17 tahun 2013

Seorang laki-laki berumur 65 tahum dirawat di RS dengan keluhan BAB cair yang semakin

sering sejak 1 hari SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak 5 hari SMRS pasien mengalami BAB cair, 7-8 hari, encer warna kuning, setiap BAB

banyaknya 1 gelas belimbing, darah dan lender tidak ada. Pasien juga mengeluh mual muntah,

3kali/hari , isi apa yang dimakan/diminum, banyaknya ½- 1 gelas belimbing setiap kali muntah.

Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluh BAB cair makin sering, 10-12 kali perhari, dan BAK

sedikit dan jarang, ½ gelas/ hari.

Riwayat darah tinggi disangkal, riwayat kencing manis disangkal.

Pemeriksaan Fisik

KU : tampak sakit berat, sensorium delirium, TD 90/60mmHg,Nadi 120x/menit, RR 30x/menit,

temperature 38,9C

Kepala : kongtiva palpebral pucat -/-, sclera ikterik -/-, mata cekung +/+

Thoraks : Jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen : turgor kurang, bunyi usus menurun

Ekstremitas ; Akral dingin

Pemeriksaan Penunjang

HB 11,8 g%, leukosit 10.000/mm3 , trombosit 340.000/mm3, ureum 109 dl/menit, kreatinin 4,3

dl/menit.

3

Page 4: Laporan Tutorial Blok 18A-1

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah

1. BAB cair : pengeluaran feses cair berkali-kali dan tidak normal

2. Kencing Manis : setiap kelainan yang ditandai dengan ekskresi urin yang

berlebihan

3. Delirium : gangguan mental yang berlangsung singkat yang biasanya

mencerminkan keadaan keracunan yang ditandai oleh ilusi, halusinasi, delusi,

kegelisahan, gangguan memori dan inkoheren

4. Konjungtiva palpebra : Membran halus yang melapisi kelopak mata dan menutupi

bola mata

5. Akral dingin : Berkenaan dengan atau mempengaruhi tungkai atau ekstremitas

yang dingin

6. Mual muntah : Sensasi tidak menyenangkan pada epigastrium dan abdomen

dengan kecenderungan untuk muntah

7. Darah tinggi : Tekanan darah di atas normal (normalnya 120/80mmHg)

8. Sklera Ikterik : Warna kekuningan pada sclera mata (putih mata)

9. BAK jarang/sedikit : intensitas dan frekuensi BAK kurang dari normal

10. Bising usus menurun : Penurunan peristaltic usus

11. Turgor : keadaan membengkak dan terkongesti

12. Kreatinin : suatu anhidrida keratin, hasil akhir metabolime fosfokreatin yang

digunakan untuk indicator diagnostic fungsi ginjal dan massa otot.

13. Ureum : Produk akhir Nitrogen utama dari metabolisme protein yang dibentuk

dalam hati dari asam amino dan dari senyawa amoniak yang ditemukan dalam

urin, darah dan limfe

4

Page 5: Laporan Tutorial Blok 18A-1

II. Identifikasi Masalah

1. Seorang laki-laki berumur 65 tahum dirawat di RS dengan keluhan BAB cair

yang semakin sering sejak 1 hari SMRS

2. Sejak 5 hari SMRS pasien mengalami BAB cair, 7-8 hari, encer warna kuning,

setiap BAB banyaknya 1 gelas belimbing, darah dan lender tidak ada. Pasien juga

mengeluh mual muntah, 3kali/hari , isi apa yang dimakan/diminum, banyaknya

½- 1 gelas belimbing setiap kali muntah.

3. Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluh BAB cair makin sering, 10-12 kali perhari,

dan BAK sedikit dan jarang, ½ gelas/ hari. Riwayat darah tinggi disangkal,

riwayat kencing manis disangkal.

4. Pemeriksaan Fisik

KU : tampak sakit berat, sensorium delirium, TD 90/60mmHg,Nadi 120x/menit,

RR 30x/menit, temperature 38,9C

Kepala : kongtiva palpebral pucat -/-, sclera ikterik -/-, mata cekung +/+

Thoraks : Jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen : turgor kurang, bunyi usus menurun

Ekstremitas ; Akral dingin

5. Pemeriksaan Penunjang

HB 11,8 g%, leukosit 10.000/mm3 , trombosit 340.000/mm3, ureum 109

dl/menit, kreatinin 4,3 dl/menit.

5

Page 6: Laporan Tutorial Blok 18A-1

III. Analisis Masalah

1. Seorang laki-laki berumur 65 tahun dirawat di RS dengan keluhan BAB cair yang

semakin sering sejak 1 hari SMRS

a. Apa kaitan usia dan jenis kelamin dengan keluhan utama?

Menurut penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032 penderita GGA,

51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%. Berdasarkan ras,

jumlah penderita yang berkulit putih ada sebesar 62,3%, kulit hitam 14,4% dan yang lainnya

berjumlah 23,4%. Berdasarkan umur, penderita GGA paling banyak diderita oleh kelompok

umur 60-82 tahun.

Menurut penelitian Ravindra L. Mehta dkk (2002), dari empat rumah sakit

yang ada di California Selatan, penderita GGA yang laki-laki ada sebesar 71,6%

sedangkan perempuan sebesar 28,4%. Berdasarkan ras jumlah penderita yang berkulit putih

adalah sebesar 59,5% dan paling tinggi terjadi pada mereka yang berusia > 65 tahun (39,0%).

b. Bagaimana mekanisme dan etiologi BAB cair ?

Patofisiologi dasar terjadinya diare adalah absorpsi yang berkurang dan atau sekresi yang

meningkat. Adapun mekanisme yang mendasarinya adalah mekanisme sekretorik, mekanisme

osmotik dan campuran.

Mekanisme sekretorik atau disebut juga dengan diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan

elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi, bila absorpsi natrium oleh villi gagal sedangkan

sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Kalau pada diare infeksi prinsip

dasarnya adalah kemampuan bakteri mengeluarkan toksin-toksin yang bertindak sebagai reseptor

untuk melekat pada enterosit, merusak membran enterosit dan kemudian menghancurkan

membran enterosit, mengaktifkan enzim-enzim intraseluler sehingga terjadi peningkatan sekresi,

sehingga terjadi diare sekresi. Tapi jika ada kerusakan enterosit, maka disamping diare sekresi

juga dapat terjadi diare osmotik tergantung dari derajat kerusakannya.

Diare osmotik terjadi karena tidak dicernanya bahan makanan secara maksimal, akibat dari

insufisiensi enzim. Makanan dicerna sebagian, dan sisanya akan menimbulkan beban osmotik

6

Page 7: Laporan Tutorial Blok 18A-1

intraluminal bagian distal. Hal ini memicu pergerakan cairan intravascular ke intraluminal,

sehingga terjadi okumulasi cairan dan sisa makanan. Di kolon sisa makanan tersebut akan

didecomposisi oleh bakteri-bakteri kolon menjadi asam lemak rantai pendek, gas hydrogen dan

lain-lain. Adanya bahan-bahan makanan yang sudah didecomposisi ini menyebabkan tekanan

osmotik intraluminal kolon akan lebih meningkat lagi, sehingga sejumlah cairan akan tertarik

lagi ke intraluminal kolon sehingga terjadi diare osmotik.

Etiologi Diare:

Sebagian besar (85%) diare disebabkan oleh virus dan sisanya (15%) disebabkan oleh bakteri,

parasit, jamur, alergi makanan, keracunan makanan, malabsorpsi makanan dan lain-lain.

Golongan virus penyebab diare, terdiri dari Rotavirus, virus Norwalk, Norwalk like virus,

Astrovius, Calcivirus, dan Adenovirus.

Golongan bakteri penyebab diare, antara lain Escherichia coli (EPEC, ETEC, EHEC, EIEC),

Salmonella, Shigella, Vibrio cholera, Clostridium difficile, Aeromonas hydrophilia, Plesiomonas

shigelloides, Yersinia enterocolitis, Campilobacter jejuni, Staphilococcus aureus dan Clostridium

botulinum.

Golongan parasit penyebab diare, antara lain Entamoeba histolytica, Dientamoeba fragilis,

Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum, Cyclospora sp, Isospora belli, Blastocyctis hominis

dan Enterobius vermicularis.

Golongan cacing penyebab diare, antara lain Strongiloides stercoralis, Capillaria philippinensis

dan Trichinella spiralis.

Golongan jamur penyebab diare, antara lain Candidiasis, Zygomycosis dan Coccidioidomycosis.

2. Sejak 5 hari SMRS pasien mengalami BAB cair, 7-8 hari, encer warna kuning,

setiap BAB banyaknya 1 gelas belimbing, darah dan lendir tidak ada. Pasien juga

mengeluh mual muntah, 3kali/hari , isi apa yang dimakan/diminum, banyaknya ½- 1 gelas

belimbing setiap kali muntah.

7

Page 8: Laporan Tutorial Blok 18A-1

a. Bagaimana mekanisme dan etiologi dari mual muntah?

Mekanisme Muntah Secara Fisiologis

Distensi yang berlebihan duodenum menyebabkan suatu rangsangan khususyang

kemudian ditransmisikan oleh saraf afferen vagus dan sarafv simpatis ke pusat muntah bilateral

di medulla oblongata, kemudian impuls diteruskan oleh reaksi motorik otomatis untuk kemudian

impuls-impuls muntah di transmisikan dari pusat muntah melalui saraf cranialis V, VII, IX, X

dan XII ke tractus gastrointestinal bagian atas dan saraf spinalis ke diafragma dan abdomen.

Adapun dalam muntah kita juga mengenal istilah antiperistalsis, yaitu pendahuluan

terhadap muntah. Adapaun mekanisme dari antiperistalsis adalah:

Iritasi gastrointestinal atau distensi yang berlebihan menyebabkan antiperistalsis pada

ileum dan gelombang antiperistalsis bergerak mundur naik ke usus halus dalam waktu 2-3 menit,

yamg kemudian akan mendoromg isi usus kembali ke duodenum dan lambung yang mmakan

waktu 3-5 menit. Bagian atas gestrointestinal terutama duodenum akan meregang sehinggga

menyebabkan kontraksi intrinsik duodenum dan lembung yang berlanjut dengan relaksasi

spincter esofagus bagian atas  sehingga muntahan akan bergerak ke esofagus dengan melibatkan

otot-otot abdomen.

b. Bagaimana makna klinis dari 7-8 hari, encer warna kuning, setiap BAB banyaknya

1 gelas belimbing tanpa darah dan lendir?

85%: Rotavirus, ETEC, dan non microorganisme, 15% kasus lainnya: other bacterium, other

virus, parasite, malabsorption, food allergy, food poisoning, immunodeficiency, dll.

Contoh mikroorganisme penyebab diare adalah:

a. Virus : Rotavirus, virus Norwalk, Norwalk like virus, Astrovirus, Calcivirus,

Adenovirus.

b.Bacteria : Escherichia coli (EPEC, ETEC, EHEC, EIEC), Salmonella, Shigella, Vibrio

cholera 01, Clostridium difficile, Aeromonashydrophilia, Plesiomonasshigelloides, Yersinia

enterocolitis, Campilobacterjejuni, Staphilococcusaureus, Clostridium botulinum

8

Page 9: Laporan Tutorial Blok 18A-1

c. Parasite : Entamoebahistolytica, Dientamoebafragilis, Giardia lamblia,

Cryptosporidium parvum, Cyclosporasp, Isospora belli, Blastocystishominis,

Enterobiusvermicularis.

d. Cacing : Strongiloidesstercoralis, Capillariaphilippinensis, Trichinellaspiralis.

e. Jamur : Candidiasis, Zygomycosis,Coccidioidomycosis

f. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas, imunodefisiensi,

kesulitan makan, dll.

Yang tersering menurut buku IPDL PAPDI adalah karena E.coli

Mekanisme patogenesis ada 2, yaitu pada diare bakteri non-invasif ( pada kasus) misalnya

karena ETEC dan diare invasif /enterovasif (berdarah, berlendir, tidak pada kasus )

Mekanisme: Enterotoksin menyebabkan kegiatan berlebihan nikotanamid adenin dinukleotid

pada dinding usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’-5’ siklik monofosfat (siklik AMP)

dalam sel yang menyebabkan sekresi anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air,

ion bikarbonat, kation natrium dan kalium (IPDL PAPDI hal 551)

c. Bagaimana makna klinis dari pasien memuntahkan apa yang

dimakan/diminumnya?

3 kali / hari di sini kemungkinan merujuk pada waktu makan pasien 3kali/ hari yang berarti

pasien tidak memiliki input cairan dan nutrisi yang berarti selama perjalanan penyakitnya karena

muntah tersebut.

Jumlah cairan normal pasien: 60% x 50L = 30L

Cairan yang hilang dari diare : (4 x 7 x 200mL) + (10 x ½ x 200mL) = 5600mL + 1000 mL =

6,6L

Cairan yang hilang dari muntah: 5x 3x ½ x 200mL = 1500mL

IWL = 900ml x 5 hari = 4,5 L

Persentase cairan yang hilang : 6,6/30 x 100 = 42% (excluding urine output dan input cairan)

maka termasuk ‘hipovolemi berat

9

Page 10: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Iritasi traktus gastrointestinal

Timbul gerakan antiperistaltik sampai sejauh

ileum

Mendorong isi usus kembali ke

duodenum & lambung

Duodenum & lambung

menjadi sangat

meregang

Rangsangan emetik

Saraf afferent vagal Saraf simpatis

Pusat muntah pada postrema m.oblongata di dasar ventrikel

keempat

Impuls motorik ke GIT atas (lewat saraf cranial V, VII, IX, X, XII) & ke otot diafragma dan abdomen (melalui

saraf spinalis)

Bernafas dalamNaiknya tulang lidah & laring untuk menarik sfingter esophagus atas supaya terbukaPenutupan glottisPengangkatan palatum ole untuk menutup nares posterior

Kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi semua otot dinding

abdomen

Memeras perut, tekanan intragastrik sampai ke batas

yang tinggi

muntah

Secara anatomis berdekatan dengan

traktus solitarius (pusat salivasi)

hipersalivasi

d. Bagaimana hubungan mual muntah dengan BAB cair?

10

Page 11: Laporan Tutorial Blok 18A-1

3. Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluh BAB cair makin sering, 10-12 kali perhari, dan

BAK sedikit dan jarang, ½ gelas/ hari. Riwayat darah tinggi disangkal, riwayat kencing

manis disangkal.

a. Bagaimana mekanisme dan etiologi BAK sedikit dan jarang (oliguria) ?

Normalnya ginjal menerima suplai darah yang sangat banyak ,sekitar 1200 ml/menit atau sekitar

20-25 persen dari curah jantung. Makna utama dari aliran darah yang tinggi ke ginjal ini adalah

untuk menyediakan cukup plasma guna mengimbangi lajju filtrasi glomerulus yang tinggi yang

dibutuhkan untuk pengaturan efektif volume cairan tubuh dan konsentrasi zat terlarut .

Oleh karena itu , keadaan hipovolemia yang dikarenakan BAB cair terus menerus dan muntah

yang dialami os mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal biasanya diikuti oleh penurunan

GFR dan penurunan jumlah urin.

Akkibatnya,keadaan yang secara akut menyebabkan oliguria (urin <400ml/hari) .jika aliran darah

ginjal sangat menurun maka dapat terjadi penghentian total urin yang disebut anuria ( urin

<50ml/hari)

turunnya perfusià aktifasi barorec.à aktifa si sistim neurohumoral à RAA system à

vasokonstriksi sistemik, retensi garam &air, shg. tekanan& vol.darah dpt.dipertahankan; bila

gagal LFG menurun à azotemi

b. Bagaimana keterkaitan antar keluhan utama dengan BAK sedikit dan jarang ?

Ketika seseorang pasien mengalami diare berat, pasien tersebut akan kehilangan cairan tubuh

yang sangat banyak. Cairan tersebut keluar dan hilang bersama sama dengan feses. Hal tersebut

menandakan bahwa dalam tubuh pasien terjadi kekurangan cairan, dengan ini tubuh secara

otomatis akan mengkompensasi dengan cara mensekresikan hormon ADH, yang bersifat

menyebabkan vasokonstriksi pada afferen glomerulus sehingga air tak dapat menuju ke keluar.

11

Page 12: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Hal ini secara klinis dilihat bahwa pasien akan BAK sedikit.

12

Page 13: Laporan Tutorial Blok 18A-1

4. Pemeriksaan Fisik

KU : tampak sakit berat, sensorium delirium, TD 90/60mmHg,Nadi 120x/menit, RR

30x/menit, temperature 38,9C

Kepala : kongtiva palpebra pucat -/-, sclera ikterik -/-, mata cekung +/+

Thoraks : Jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen : turgor kurang, bunyi usus menurun

Ekstremitas ; Akral dingin

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?

Pemeriksaan Normal Pada kasus Interpretasi

Keadaan Umum

Kesan Sehat Tampak sakit

berat

Tidak normal.

Kesadaran (GCS) Compos mentis Sensorium

Delirium

Tidak normal.

TD 120/80mmHg 90/60 Hipotensi

Nadi 60-100x/menit 120x/mnt Takikardia

RR 16-24x/menit 30x/mnt Tachypneu

Temperature 36-37C 38.9C Febris

Kepala

Konjungtiva

Palpebra

Tidak pucat Tidak pucat Normal, tidak ada anemia.

Sklera Tidak ikterik Tidak ikterik Normal, tidak ada

hiperbilirubinemia.

Mata Tidak

cekung/cembung

Cekung Tidak normal, mata cekung

disebabkan oleh dehidrasi

Thorax

Jantung dan Paru Tidak membesar; Dalam batas Normal, tidak ada pembesaran.

13

Page 14: Laporan Tutorial Blok 18A-1

dalam batas normal normal

Abdomen

Turgor Cepat Kurang Turgor lambat karena dehidrasi.

Bunyi Usus Normal 3-4x/menit Menurun Abnormal;

Ekstremitas

Akral Tidak dingin Dingin Akral dingin, karena hipovolemik

yang berakibat pada penurunan

aliran darah ke ekstremitas.

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?

Tampak sakit Berat, Sensorium Delirium

Mekanisme: Terjadi karena kondisi dehidrasi berat oleh karena diare yang dialami Budi.

BP 90/60 mmHg; Hipotensi

Mekanisme: Cairan dalam tubuh didistribusikan ke dua kompartmen yaitu cairan

ekstrasel dan cairan intrasel. Cairan ekstrasel dibagi menjadi cairan interstisial dan

plasma darah. Volume darah mengandung cairan ekstrasel (cairan dalam plasma) dan

cairan intrasel (cairan dalam sel darah merah). Ketidakseimbangan volume yang

disebabkan oleh diare akut memengaruhi cairan ekstrasel yang berdampak pada hilangnya

air dan elektrolit dalam tubuh terutama natrium sehingga menimbulkan dehidrasi yang

berat. Defisit volume cairan ekstraselular ECF atau hipovolemia menganggu curah jantung

dengan mengurangi aliran balik vena ke jantung. Penurunan curah jantung inilah yang

menyebabkan menurunnya tekanan darah pada pasien.

Nadi 120x/menit; Takikardia

14

Page 15: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Mekanisme: Penurunan curah jantung yang terjadi akibat dari deficit volume cairan

ekstraseluler (hipovolemia) / dehidrasi menyebabkan penurunan tekanan darah. Penurunan

tekanan darah (Blood Pressure) dideteksi oleh baroreseptor di jantung dan arteri karotis

lalu diteruskan ke pusat vasomotor di batang otak, yang kemudian menginduksi respons

simpatis. Respon simpatis inilah yang berupa vasokontriksi perifer, peningkatan

kontraktilitias dan frekuensi denyut jantung.

Mekanisme abnormal Mata cekung, Turgor kulit menurun, Ujung-ujung ekstremitas

dingin

Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat

menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan

hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.

Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi

cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi

serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan

tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien

mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena

kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

c. Bagaimana makna klinis dari bunyi usus menurun pada kasus ini?

15

Page 16: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Diare -> kesimbangan elektrolit terganggu -> hyperkalemia ->motilitas usus menurun -> bising

usus menurun.

5. Pemeriksaan Penunjang

HB 11,8 g%, leukosit 10.000/mm3 , trombosit 340.000/mm3, ureum 109 dl/menit, kreatinin

4,3 dl/menit.

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan penunjang?

Pemeriksaan Normal Kasus Interpretasi dan Mekanisme

Hb L : 13-14 g/ dL 11,8 g/ dL Anemia

AKI → ↓ produksi eritropoietin →

produksi RBC ↓

AKI → ekskresi ureum ↓ →

hiperuremia → menghambat

eritropoiesis → produksi RBC ↓

Leukosit 5.000 – 10.000/

mm³

10.000/ mm³ Normal

Trombosit 150.000-

400.000/ mm³

340.000/ mm³ Normal

Ureum 8-20 mg/dL 109 dl/ menit Meningkat

Diare → dehidrasi berat → perfusi

ke ginjal ↓ → AKI → ekskresi

ureum di urine ↓ → ↑ ureum serum.

Kreatinin 0,7 – 1,3 mg/dL 4,3 dl/ menit Meningkat

Diare → dehidrasi berat → perfusi

ke ginjal ↓ → AKI → ekskresi

kreatinin di urine ↓ → ↑ kreatinin

serum.

16

Page 17: Laporan Tutorial Blok 18A-1

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan penunjang?

Ureum dan kreatinin meningkat :

Normalnya ginjal menerima suplai darah yang sangat banyak,sekitar 1200ml/menit, atau sekitar

20-25% dari curah jantung. Makna utama dari aliran darah yang tinggi ke ginjal ini adalah untuk

menyediakan cukup plasma guna mengimbangi laju filtrasi glomerulus yang tinggi yang

dibutuhkan untuk pengaturan efektif volume cairan tubuh dan konsentrasi zat terlarut. Pada gagal

ginjal akut tejadi penurunan aliran darah ke ginjal yang diikuti oleh penurunan GFR dan

penurunan pengeluaran air dan zat terlarut,sehingga terjadi oliguria , namun berbeda dengan

elektrolit, produk buangan metabolism seperti ureum dan kreatinin justru menumpuk hampir

sebanding dengan jumlah nefron yang rusak. Ureum dan kreatinin sangat bergantung pada

filtrasi glomerulus untuk ekskresinya ,dan tidak direabsorbsi sebanyak elektrolit.jadi ketika

GFR menurun, maka laju ekskresi kreatinin dan ureum akan meningkat dan menyebabkan

akumulasi kreatinin serta ureum dalam cairan tubuh

6. Diferential Diagnosis

a. Gagal ginjal akut

b. Pre renal azotemia

c. ATN (acute tubular necrosis)

d. Gagal Ginjal Kronis

7. How to diagnose

Anamnesis

Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah dipaparkan di

atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut memang merupakan AKI atau

merupakan suatu keadaan akut pada penyakit ginjal kronik (PGK). Beberapa patokan umum

yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi

penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit

(pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai.

17

Page 18: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal

bahkan membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik. (Kasper et al,

2005) Upaya pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI,

dan penentuan komplikasi.

o Keluhan utama: BAK <<

Pemeriksaan Klinis

Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan urine output dan berat

badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS, ACE

inhibitor dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan

takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering,

stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis.

Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik

tidak memperbaiki tanda AKI.

Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik

ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam urat). Diagnosis AKI renal

lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang menyokong seperti gejala trombosis,

glomerulonefritis akut, atau hipertensi maligna. AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri

sudut kostovertebra atau suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau

kandung kemih. Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi

ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran

prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat.

Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan

disfungsi saraf otonom. (Sudoyo dkk, 2007)

Pemeriksaan Penunjang

Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi glomerulus, tubulus,

infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang didapatkan

aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI pascarenal juga menunjukkan

gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada obstruksi

intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast yang dapat

18

Page 19: Laporan Tutorial Blok 18A-1

mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented “muddy brown” granular cast, cast

yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada

kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented “muddy

brown” granular cast pada nefritis interstitial.

Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas urin,

kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI.

Pada keadaan fungsi tubulus ginjal yang baik, vasokonstriksi pembuluh darah ginjal akan

menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus hingga mencapai 99%. Akibatnya,

ketika sampah nitrogen (ureum dan kreatinin) terakumulasi di dalam darah akibat

vasokonstriksi pembuluh darah ginjal dengan fungsi tubulus yang masih terjaga baik, fraksi

ekskresi natrium (FENa = [(Na urin x Cr plasma)/(Na plasma x Cr urin)] mencapai kurang dari

1%, FEUrea kurang dari 35%. Sebagai pengecualian, adalah jika vasokonstriksi terjadi pada

seseorang yang menggunakan diuretik, manitol, atau glukosuria yang menurunkan reabsorbsi

Na oleh tubulus dan menyebabkan peningkatan FENa. Hal yang sama juga berlaku untuk

pasien dengan PGK tahap lanjut yang telah mengalami adaptasi kronik dengan pengurangan

LFG. Meskipun demikian, pada beberapa keadaan spesifik seperti ARF renal akibat

radiokontras dan mioglobinuria, terjadi vasokonstriksi berat pembuluh darah ginjal secara dini

dengan fungsi tubulus ginjal yang masih baik sehingga FENa dapat pula menunjukkan hasil

kurang dari 1%. (Schrier, Poole, Mitra; 2004)

Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal adalah pemeriksaan

urin residu pascaberkemih. Jika volume urin residu kurang dari 50 cc, didukung dengan

pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil

kemungkinan penyebab AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto polos

abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan sesuai indikasi. (Kasper et al,

2005)

Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan penyebab renal yang belum jelas,

namun penyebab pra- dan pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan tersebut

terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal non-ATN yang memiliki tata laksana spesifik,

seperti glomerulonefritis, vaskulitis, dan lain lain. (Kasper et al, 2005)

19

Page 20: Laporan Tutorial Blok 18A-1

8. Working Diagnosis

Seorang laki2 usia 65 thn dengan bb 50 kg diduga mengalami Gagal Ginjal Akut pre renal

dengan Dehidrasi berat dan hipovolemic et causa gastroenteritis berat tipe disentri form

basiller

9. Epidemiologi

Tabel 2 Epidemiologi,Gejala Klinis dan Pendekatan Diagnostik pada Penyebab Utama AKI

Etiologi Epidemiologi Gejala Klinis Pemeriksaan

Serum

Pemeriksaan

Urine

Pemeriksaa

n lain

Prerenal Paling sering

pada

komunitas,

riwayat asupan

cairan kurang,

pengobatan

dengan

NSAIDs/ACEI/A

RB,

perburukan

gagal jantung

Penurunan

volume

(absolut/hipoten

si postural),

penurunan JVP,

membrane

mukosa kering,

penurunan

volume sirkulasi

efektif (pada

gagal jantung

atau penyakit

hepar)

Peningkatan

BUN/ rasio CR

(>20) , sugestif,

namun bukan

diagnostic

Hyaline

castsFENa

<1%UNa <10

mmol/LSG>1.0

18

Intrinsik

Penyakit pembuluh darah renal besar

Renal artery

thrombosis

Umum pada

pasien dengan

fibrilasi atrial

atau

thrombosis

Nyeri pinggang

atau abdomen

Peningkatan

LDH

Mild

proteinuria

ringan,

kadang –

kadang

Renal

angiogram

atau MR

angiogram

merupakan

20

Page 21: Laporan Tutorial Blok 18A-1

arterial hematuria alat

diagnostic

Atheroembolic

disease

Penyakit

vaskuler,

secara klasik

terjadi

beberapa hari

– minggu

setelah

manipulasi

aorta atau

pembuluh

darah besar

lain, seringkali

dengan

penggunaan

antikoagulan

Plak retina,

purpura yang

palpabel, livedo

reticularis

Eosinofilia

Hypokomplemen

emia

Eosinofiluria Biopsi kulit

atau renal

Trombosis Vena

Renalis

Riwayat

nephrotic

syndrome atau

emboli paru

Nyeri pinggang Proteinuria

ringan,

kadang –

kadang

hematuria

Renal

venogram

atau MR

venogram

bersifat

diagnostikl

Penyakit pembuluh darah kecil dan glomeruli

Glomerulonephritis/

vasculitis

Berhubungan

dengan infeksi

sebelumnya

(postinfeksi

atau

endokarditis),

SLE, penyakit

Murmur baru

(postinfeksi),

Skin rash/ulkus,

arthralgias

(lupus), Sinusitis

(anti-GBM

disease),

ANA, ANCA, anti-

GBM antibody,

serologi

hepatitis,

cryoglobulins,

kultur darah,

ASO,

Hematuria

dengan

silinder sel

darah

merah / sel

darah merah

dismorfik,

Biopsi ginjal

21

Page 22: Laporan Tutorial Blok 18A-1

hepar(hepatitis

B atau C), Anti-

GBM disease:

Biasanya pada

pria 20 – 40

tahun, ANCA

disease: 2

puncak : 20–30

tahun and 50–

60 tahun

perdarahan paru

(anti-GBM,

ANCA, lupus)

komplemen

(positif

berdasarkan

etiologi)

silinder

granular

protein

(biasanya <1

g/hari)

Hemolytic-uremic

syndrome/thromboti

c thrombocytopenic

Infeksi GI (E.

coli) atau

penggunaan

calcineurin

inhibitors

(FK506 dan

cyclosporine)

Demam,

abnormalitas

neurologis

Schistocytes

pada SADT,

peningkatan

LDH, anemia,

thrombositopeni

Hematuria

ringan,

proteinuria,

silinder sel

darah merah

(jarang)

Biopsy

ginjal

Hipertensi Maligna Hipertensi

berat / tidak

terkontrol

Adanya bukti

kerusakan target

organ : sakit

kepala,

papiledema,

gagal jantung

dengan LVH dari

ekokardiografi

atau EKG)

Biasanya

keluhan

berkurang

dengan

pengontrolan

Hematuria

dengan

silinder

eritrosit atau

proteinuria

22

Page 23: Laporan Tutorial Blok 18A-1

tekanan darah

Acute tubular necrosis

Iskemi Perdarahan

atau hipotensi

berat

sebelumnya

Sel epitel

granular atau

epithelial

yang coklat

seperti

lumpur FENa

>1%UNa >20

mmol/LSG

<1.015

Toksin eksogen Terpapar oleh

antibiotic

nefrotoksisk

atau

kemoterapi,

seringkali

berhubungan

dengan sepsis

atau

penurunan

volume

depletion

Sel epitel

granular atau

epithelial

yang coklat

seperti

lumpur FENa

>1%UNa >20

mmol/LSG

<1.015

Terpapar oleh

radiocontrast,

seringkali

berhubungan

dengan

penurunan

Sel epitel

granular atau

epithelial

yang coklat

seperti

lumpur ,

23

Page 24: Laporan Tutorial Blok 18A-1

volume,

diabetes atau

CKD

urinalisis

dapat normal,

FENa seringkali

<1%UNa

seringkali <20

mmol/L

Toksin endogen Rhabdomyolisi

s

Status post ictal

(kejang), adanya

trauma atau

imobilisasi yang

lama

peningkatan

myoglobin,

creatine kinase

U/A positif

untuk heme

tapi tidak ada

hematuria

Hemolisis:

transfusi darah

Demam,bukti

lain reaksi

transfuse

Pink plasma,

peningkatan LDH

Pink, heme-

positive urine

tanpa

hematuria

Pemantaua

n reaksi

transfuse

Tumor Lysis

Syndrome:

kemoterapi

Hiperurisemia,

peningkatan LDH

Kristal urate

Multiple

myeloma

Individu >60

tahun, dengan

gejala

konstitusional

( kelelahan,

malaise)

Circulating

monoclonal

spike, anemia

Dipstick-

negative

proteinuria,

monoclonal

spike pada

electroforesis

Biopsy

sumsum

tulang atau

ginjal

ingesti

Ethylene glycol

Riwayat

ketergantungan

alkohol,

perubahan

status mental

Metabolic gap

acidosis dengan

osmolal gap,

toksikologi

positif

Kristal Oksalat

24

Page 25: Laporan Tutorial Blok 18A-1

penyakit tubulointerstitium

Allergic interstitial

nephritis

Terpapar obat

– obatan

Demam, rash,

arthralgias

Eosinophilia Silinder

leukosit,

eosinofiluria

Biopsy

ginjal

Pyelonefritis bilateral

akut

Demam, nyeri

pinggang, nyeri

tekan

Kultur darah

positif

Leukosit,

proteinuria,

kultur urine

positif

Postrenal Riwayat batu

ginjal atau

penyakit

prostat

Kandung kemih

terpalpasi, nyeri

abdomen atau

pinggang

Biasanya

normal,

hematuria

bila karena

batu

Pencitraan

untuk

melihat

obstruksi

10.

25

Page 26: Laporan Tutorial Blok 18A-1

11. Faktor resiko

Age > 75 yrs

Chronic kidney disease (CKD, eGFR < 60 mls/min/1.73m2)

Cardiac failure 

Diabetes mellitus

Hypovolemia

Nephrotoxic medication

Atherosclerotic peripheral vascular disease

Liver disease

Sepsis

12. Penatalaksanaan farmako dan non farmako

Terapi pada GGA bertujuan untuk

1.mencegah perluasan kerusakan ginjal

2.mengatasi perluasan kerusakan ginjal

3. mempercepat pemulihan fungsi ginjal.

Ketiga tujuan tersebut dapat dicapai dengan 2 cara, yaitu pengobatan konservatif dan atau

terapi pengganti dengan dialisis.

Pengobatan konservatif terdiri dari tiga strategi,

1.usaha untuk memperlambat laju penurunan (progresivitas) fungsi ginjal.

2. mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut.

3. berupa pengelolaan berbagai masalah yang terdapat pada pasien GGA dan komplikasinya.

No Golongan Obat Jenis

26

Page 27: Laporan Tutorial Blok 18A-1

1 Cairan dan elektrolit NaCl 0,9%, Dekstrosa, Asering,

RL,Kaen IB,Kaen MG3

2 Antibiotik Seftriakson,Siprofoksasin,

Amoksisilin, Ampisilin,

Levoflosasin

3 Antasida dan Antiulserasi Metoklopramid, Domperidon,

Ranitidin, Simetidin,

Omeprazol,

Sukralfat, Antasida, Atalpugit

4 Vitamin dan mineral CaCO3, Vit.B, Vit.K, Kalium

Aspartat

5 Diuretik Hidroklortiazid, Furosemid,

Spironolakton

6 Analgesik PCT ,metampiron

7 Antihipertensi Kaptopril, Kandesartan,

Amlodipin, Nifedipin, Klonidin

8 Antigout alupurinol

9 Dietikum Ketosteril

10 Antianemi Asam folat

11 Antiseptik saluran kemih Fosfomisin

27

Page 28: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Penjelasan :

1.Pemberian terapi cairan dan elektrolit

dimaksudkan untuk memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadi akibat fungsi

ginjal yang terganggu.

Larutan ringer laktat (RL) diberikan terutama pada pasien dengan asidosis

metabolik dan kekurangan volume cairan. Natrium laktat yang terkandung di dalam larutan RL

akan dimetabolisme oleh tubuh menjadi natrium bikarbonat yang berperan dalam memperbaiki

asidosis.

KA-EN IB berisi ion natrium, ion klorida dan glukosa yang

berfungsi untuk menyeimbangkan kebutuhan cairan, elektrolit dan menyediakan kebutuhan

kalori.

KA-EN MG3 berfungsi dalam ketidakseimbangan elektolit dan menyediakan kebutuhan

kalori.

Dextrose berfungsi untuk rehidrasi dan mensuplai kebutuhan kalori pada

pasien GGA.

2. Antibiotik

Pnggunaan antibiotik diberikan untuk mencegah salah satu komplikasi pada pasien GGA

berupa infeksi. Infeksi merupakan komplikasi yang paling ditakuti yang muncul pada50-90%

pasien GGA dan menyebabkan kematian hingga 75% (Isserbacher et al., 2000)

3. Antasida dan antiulserasi

Obat saluran cerna digunakan untuk terapi simptomatis pada pasien GGA seperti

mual, muntah dan untuk mengatasi penyakit komplikasi yang dialami pasien pada saluran

gastrointestinal seperti diare, gastritis dan dispepsia. Pada pasien GGA dapat terjadi

peningkatan kadar urea yang dapat menyebabkan terjadinya pengurangan sel mukosa dan

peningkatan sekresi asam. (Marriot and Smith, 2003).

28

Page 29: Laporan Tutorial Blok 18A-1

4. Diuretika

Diuretik digunakan pada pasien overload cairan dan pada pasien oliguria (Mueller, 2005).

Pemberian diuretik bertujuan untuk mempertinggi aliran urin guna mengatasi kelebihan garam

dan air sebagai akibat berkurangnya kemampuan fungsi ginjal. Retensi garam dan air yang

tidak segera diperbaiki akan mengakibatkan volume aliran darah meningkat, selanjutnya

mengarah pada terjadinya hipertensi, udema, dan gagal jantung kongestif (Katzung, 2001).

Dengan demikian, diuretik memiliki peranan penting dalam mencegah komplikasi GGA

5. Antihipertensi

Antihipertensi merupakan obat yang banyak digunakan akibat penyakit komplikasi pada pasien

GGA. Pasien yang menggunakan antihipertensi sebanyak 16 kasus (27,6%)dari total kasus

pasien GGA.

6.Vitamin dan Mineral

satu suplemen yang banyak diberikan berupa CaCO3 yang berperan dalam meningkatkan kadar

kalsium serum dan mengatur kadar fosfat dalam serum. Pada fungsi ginjal yang normal, ginjal

memiliki kemampuan untuk menghasilkan calsiterol yang merupakan bentuk dari vitamin D.

Calsiterol mengatur penyerapan kalsium dari makanan untuk disimpan dalam darah dan tulang.

Penurunan fungsi ginjal akan menurunkan produksi calsiterol dan kadar hormon

paratiroid. Hal ini mengakibatkan berkurangnya penyerapan kalsium dari makanan dan

kebutuhan kalsium akan diambil dari tulang. Penurunan kadar kalsium dalam tulang dapat

menyebabkan tulang menjadi rapuh. Kerapuhan tulang yang terkait dengan penurunan fungsi

ginjal tersebut di sebut osteodistrofi renal. Tanda laboratorium yang mengindikasikan

osteodistrofi renal adalah meningkatnya kadar fosfat serum (hiperfosfatemia). Pemberian

CaCO3 berperan dalam menormalkan kembali keseimbangan kalsium dan fosfat. CaCO3 juga

berfungsi dalam pencegahan asidosis metabolik (Anonim, 2005).

Dalam penelitian ini selain CaCO3, asam folat juga banyak diberikan pada pasien

GGA. Asam folat diindikasikan pada pengobatan anemia defisiensi folat. Asam folat

merupakan obat yang biasanya diberikan bersamaan dengan CaCO3.

Selain penggunaan obat, evaluasi kebutuhan nutrisi pasien juga harus diperhatikan.

Pada pasien GGA selain mendapatkan diet tinggi kalori biasanya juga memperoleh

29

Page 30: Laporan Tutorial Blok 18A-1

tambahan dietikum seperti ketosteril yang berisi asam amino esensial. Diet pada GGA

bertujuan untuk mencegah katabolisme protein.

Terapi non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien GGA adalah terapi

suportif berupa pengelolaan cairan dan elektrolit. Curah jantung dan tekanan darah harus dijaga

agar tetap memberikan perfusi jaringan yang adekuat. Pemberian terapi farmakologi berupa

obat pada pasien GGA kadang masih kontroversial (Mueller, 2005)

Non farmako

Haemodialisa

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk

mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti

air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi

permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses

difusi, osmosis dan ultra filtrasi.

13. Komplikasi

AKI mengakibatkan ketidakseimbangan ekskresi Natrium, Kalium dan air serta homeostasis

kation divalent serta terjadinya mekanisme pengasaman urine. Hal – hal tersebut mengakibatkan

overload volume, hiponatremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hipermagnesia dan

metabolic asidosis. Selain itu, pasien juga tidak dapat mengekskresi produk sisa nitrogen

sehingga meningkatkan resiko terjadinya sindrom uremik.

Peningkatan volume ekstraseluler merupakan konsekuensi dari penurunan ekskresi garam dan

air pada individu dengan oliguria atau anuria. Bentuk ringan dari peningkatan volume

ekstraseluler ini adalah peningkatan berat badan, ronkhi pada basal kedua paru, peningkatan

JVP, dan edema, kemudian dapat pula terjadi edema paru. Asupan air melalui ingesti ataupun

nasogasrik arau sebagai larutan hipotonis atau isotonis dapat menginduksi hipoosmolalitas dan

hiponatremia, dan bila berat, dapat mengakibatkan gangguan neurologis, termasuk kejang.

30

Page 31: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Hiperkalemia merupakan komplikasi AKI yang sering terjadi. Asidosis metabolik dapat

memperberat hiperkalemia dengan merangsang efluks kalium dari sel. Hiperkalemia berat dapat

ditemukan pada pasien dengan rhabdomiolisis, hemolisis, dan tumor lysis syndrome.

Hiperkalemia ringan (<6.0 mmol/L) biasanya asimtomatik. Kalium yang lebih tinggi dapat

mengakibatkan abnormalitas EKG dan atau aritmia.

Komplikasi AKI yang biasa terjadi adalah asidosis metabolic. Asidosis berat dapat terjadi bila

produksi ion hydrogen meningkat oleh mekanisme lain seperti DKA, asidosis laktat karena

hipoperfusi seluruh jaringan, penyakit hepar, sepsis, metabolisme ethylene glycol atau

methanol).

Hyperphosphatemia adalah komplikasi AKI yang jarang terjadi. Hiperfosfatemia berat dapat

terjadi pada pasien dengan katabolisme tinggi seperti pada pasien rhabdomyolisis, hemolisis,

atau iskemi jaringan. Deposisi metastatic Ca fosfat dapat mengakibatkan hipokalsemia, dengan

peningkatan Ca dan Fosfat serum. Faktor lain yang berkontribusi terhadap hipokalsemia adalah

resistensi jaringan terhadap kerja PTH dan penurunan 1,25-dihydroxyvitamin D. Hipokalsemia

biasanya asimtomatik namun dapat mengakibatkan perioral paresthesia, kram otot, kejang ,

perubahan status mental, pemanjangan interval QT dan perubahan gelombang T non spesifik

pada EKG.

Anemia berkembang dengan cepat pada AKI dan biasanya multifaktorial. Faktor – faktor yang

mempengaruhi yaitu gangguan eritropoiesis, hemolisis, perdarahan, hemodilusi, dan penurunan

waktu hidup eritrosit. Pemanjangan waktu perdarahan (BT) sering terjadi. Faktor yang

berpengaruh antara lain adalah trombositopenia ringan, disfungsi platelet, danatau abnormalitas

faktor pembekuan. Infeksi merupakan komplikasi umum dan serius pada AKI. Mengapa pasien

AKI mengalami penurunan respon imun secara signifikan belum jelas. komplikasi

kardiopulmonal pada AKI termasuk aritmia, perikarditis, efusi pericardial dan edema paru.

Diuresis yang banyak dapat terjadi pada fase perbaikan AKI sehingga dapat mengakibatkan

penurunan volume intravaskuler. Dapat terjadi hipernatremia bila kehilangan air tidak diganti

atau diganti dengan cairan hipertonis. Namun hipokalemia, hipemagnesia, hipofosfatemia jarang

terjadi pada fase perbaikan namun dapat terjadi sebagai respon terhadap injury yang diakibatkan

31

Page 32: Laporan Tutorial Blok 18A-1

obat – obatan tertentu (ifosphamide dapat mengakibatkan Fanconi syndrome atau type II renal

tubular acidosis yang berhubungan dengan hipokalemia, asidosis, hipofosfatemia, dan

glikosuria).

AKI menyebabkan penurunan jumlah urine dan peningkatan jumlah cairan intravaskuler, hal ini

akan berefek pada

peningkatan konsentasi natrium dalam darah(hipernatremia)

peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler sehingga terjadi edema

penurunan ekresi metabolic waste sehingga terjadi azotemia

penurunan ekresi anion organik sehingga terjadi asidosis metabolik, yang juga akan

memperburuk kondisi hiperkalemia

Komplikasi AKI yang memerlukan pengelolaan segera adalah:

a. Gangguan keseimbangan tubuh dan elektrolit

b. Gangguan keseimbangan elektolit(hiponatremi dan hiperkalemi)

c. Asidosis metabolik

d. Gagal jantung

e. Gagal napas

Azotemia

14. Prognosis

Gangguan ginjal akut akibat faktor pre-renal, bagian interinsik ginjal masih normal. Fungsi ginjal

akan kembali normal setelah dilakukan dilakukan  penggantian cairan sehingga perfusi ginjal

kembali normal

penderita dengan klasifikasi R mempunyai odds ratio mortalitas 2,5, odds ratio klasifikasi I

sebesar 5,4 dan odds ratio klasifikasi F sebesar 10,1. Dengan demikian klasifikasi RIFLE dapat

memprediksi prognosis penderita

Sebagian besar pasien dengan AKI dapat mencapai fungsi renal yang cukup dan bebas dari dialysis

namun 10 – 20 % memerlukan dialisis yang kontinu.

32

Page 33: Laporan Tutorial Blok 18A-1

15. KDU

Tingkat Kemampuan 2

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

pemeriksaantambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratoriumsederhana

atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevandan mampu

menindaklanjuti sesudahnya.

IV. Hipotesis

Seorang laki-laki (65 tahun) dirawat di RS dengan keluhan utamam BAB cair yang

semakin sering dan BAK sedikit/jarang diduga Gagal Ginjal Akut dikarenakan

Dehidrasi berat et causa gastroenteritis berat

V. Learning Issue

Anatomi dan Fisiologi Tractus   Urinarius

Yang dimaksud dengan Tractus Urinarius atau Sistem Urinaria adalah suatu sistem sistem

kerjasama tubuh yang memiliki tujuan utama mempertahankan keseimbangan internal atau

Homeostatis, selain itu dalam sistem ini terjadi proses penyaringan darah sehingga darah bebas

dan bersih dari zat-zat yang tidak digunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih

dipergunakan oleh tubuh.Hasil keluaran sistem urinari berupa urin atau air seni. Sistem ini terdiri

dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.

33

Page 34: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Ginjal

Ginjal biasa juga disebut dengan renal, kidney, terletak di belakang rongga peritoneum dan

berhubungan dengan dinding belakang dari rongga abdomen, dibungkus lapisan lemak yang

tebal. Ginjal terdiri dari dua buah yaitu bagian kanan dan bagian kiri. Ginjal kanan lebih rendah

dan lebih tebal dari ginjal kiri, hal ini karena adanya tekanan dari hati. Letak ginjal kanan

setinggi lumbal I sedangkan letak dari ginjal kiri setinggi thorakal XI dan XII. Bentuknya seperti

biji kacang tanah dan margo lateralnya berbentuk konveks dan margo medialnya berbentuk

konkav. Panjangnya sekitar 4,5 inchi (11,25 cm), lebarnya 3 inchi (7,5cm), dan tebalnya 1,25

inchi (3,75cm). Bagian luar dari ginjal disebut dengan substansia kortikal sedang bagian

dalamnya disebut substansia medularis dan dibungkus oleh lapisan yang tipis dari jaringan

fibrosa.

Nefron merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri

dari glomerulus, tubulus proksimal, lengkung hendle, tubulus distal, dan tubulus urinarius

34

Page 35: Laporan Tutorial Blok 18A-1

(papilla vateri). Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat

menyaring darah 170 liter, arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang-

lubang yang terdapat pada pyramid renal masing-masing membentuk simpul dan kapiler suatu

badan malphigi yang disebut glomerulus. Pembuluh afferent bercabang membentuk kapiler

menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior.

Fungsi ginjal antara lain :

1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun

2. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan

3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh

4. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh

5. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum, kreatinin, dan amoniak.

Ureter

Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara 10 sampai 12 inchi (25-30 cm),

dan diameternya sekitar 1 mm sampai 1 cm. Ureter terdiri atas dinding luar yang fibrus, lapisan

tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum

ginjal, dan letaknya menurun dari ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan

di depan dari muskulus psoas dan prosesus transversus dari vertebra lumbal dan berjalan menuju

ke dalam pelvis dan dengan arah oblik bermuara ke kandung kemih melalui bagian posterior

lateral. Pada ureter terdapat 3 daerah penyempitan anatomis, yaitu :

1. Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal pelvis sampai bagian

ureter yang mengecil

2. Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh darah arteri iliaka

3. Vesikouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam vesika urinaria (kandung

kemih).

Ureter berfungsi untuk menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih. Gerakan peristaltik

mendorong urine melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk

pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.

35

Page 36: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Kandung Kemih

Kandung kemih

merupakan muskulus membrane yang berbentuk kantong yang merupakan tempat penampungan

urine yang dihasilkan oleh ginjal, organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di dalam

panggul besar, sekitar bagian postero superior dari simfisis pubis. Bagian kandung kemih terdiri

dari fundus (berhubungan dengan rectal ampula pada laki-laki, serta uterus bagian atas dari

kanalis vagina pada wanita), korpus, dan korteks. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan

peritoneum (lapisan sebelah luar), tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa, dan

lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Kandung kemih bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan

posisinya, tergantung dari volume urine yang ada di dalamnya. Secara umum volume dari vesika

urinaria adalah 350-500 ml.

Kandung kemih berfungsi sebagai tempat penampungan sementara (reservoa) urine, mempunyai

selaput mukosa berbentuk lipatan disebut rugae (kerutan) dan dinding otot elastis sehingga

kandung kencing dapat membesar dan menampung jumlah urine yang banyak.

Uretra

Uretra adalah saluran sempit yang terdiri dari mukosa membrane dengan muskulus yang

berbentuk spinkter pada bagian bawah dari kandung kemih. Letaknya agak ke atas orivisium

internal dari uretra pada kandung kemih, dan terbentang sepanjang 1,5 inchi (3,75 cm) pada

wanita dan 7-8 inchi (18,75 cm) pada pria. Uretra pria dibagi atas pars prostatika, pars

membrane, dan pars kavernosa.

36

Page 37: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Fungsi uretra yaitu untuk transport urine dari kandung kencing ke meatus eksterna, uretra

merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kencing ke lubang air.

Pembentukan Urin

Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar air (96%) air dan sebagian

kecil zat terlarut (4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan sementara dalam kandung kemih

dan dibuang melalui proses mikturisi.

Urin dihasilkan dari penyaringan darah yang dialirkan melalui cabang aorta abdominalis yaitu

arteri renalis oleh nefron-nefron yang ada di ginjal. Nefron-nefron itu melakukan fungsi-fungsi

seperti Filtrasi, Reabsorbsi, dan Sekresi.

Proses pembentukan urin, yaitu :

a. Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam

glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel

darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti

glukosa, asam amino dan garam-garam.

37

Page 38: Laporan Tutorial Blok 18A-1

b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam urin primer

yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urin sekunder) dengan

kadar urea yang tinggi.

c. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain

yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+.

Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.

Acute Kidney Injury

Definisi

Defenisi acute kidney injury (gagal ginjal akut) secara konseptual menurut Van Biensen dkk.

(2006) serta Murray & Palevsky (2007) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak, dalam

beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh kegagalan ginjal untuk mengekresi sisa

metabolisme nitrogen dengan atau tanpa disertai terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit.

Kriteria diagnosis AKI menurut Acute Kidney Injury Network (AKIN), 2007 adalah: penurunan

mendadak fungsi ginjal (dalam 48 jam) yang ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin serum

sebesar > 0,3 mg/dl (26,4 umol/l) atau kenaikan kadar kreatinin serum lebih dari 1.5 kali (>50%)

bila dibandingan dengan kadar sebelumnya atau penurunan urine output menjadi kurang dari 0.5

cc/jam selama lebih dari 6 jam.

Kriteria RIFLE

Pada tahun 2004, kelompok kerja ADQI (Acute Dialysis Quality Initiative) menetapkan definisi

dan system klasifikasi AKI yang disingkat menjadi RIFLE yaitu Risk of renal dysfunction,

Injury to the kidney, Failure atau Loss of kidney function, dan End-stage kidney disease.

38

Page 39: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Tabel 1. Kriteria RIFLE

Stage GFR** Criteria Urine Output Criteria Probability

Risk Kreatinin serum

meningkat 1.5 x

 atau

GFR menurun >25%

UO‡ <0.5 mL/kg/jam ×

6 jam

Sensitivitasi tinggi

(Risk >Injury >Failure)

Injury Kreatinin serum

meningkat 2 x

 atau 

GFR menurun >50%

UO <0.5 mL/kg/jam ×

12 jam

Failure Kreatinin serum

meningkat 3 x

atau 

GFR menurun 75%

atau 

Kreatinin serum ≥4

mg/dL; akut meningkat

≥0.5 mg/dL

UO <0.3 mL/kg/h × 24

jam

(oliguria)

atau 

anuria × 12 jam

Loss Gagal ginjal persisten , hilangnya fungsi ginjal

penuh > 4 minggu

Spesifisitas tinggi

ESKD* Hilangnya fungsi ginjal penuh > 3 bulan

*ESKD : End Stage Kidney Disease ; ** GFR ; GLomerular Filtration Rate *UO : Urine Output

Etiologi AKI

Etiologi AKI dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Prerenal – sebagai respon adaptif terhadap penurunan volume yang banyak dan hipotensi,

dengan nefron yang intak secara struktural

39

Page 40: Laporan Tutorial Blok 18A-1

2. Intrinsik – sebagai respon terhadap sitotoksik, iskemik, atau inflamasi ginjal, dengan

kerusakan struktur dan fungsi nefron

3. Postrenal – terjadinya obstruksi pasase urine

1. ETIOLOGI PRE RENAL

a. Kehilangan volume cairan tubuh, melalui

Dehidrasi

Pendarahan

Gastrointestinal: diare, muntah

Ginjal: diuretik, osmotik diuretik, insuffisiensi adrenal

Kulit: luka bakar, diaphoresis

Preitoneum: drain pasca operasi

b. Penurunan volume efektif pembuluh darah

Infark miokard

Kardiomiopati

Perikarditis( konstruktif atau tamponade jantung)

Aritmia

Disfungsi katuo

Gagal jantung

Emboli paru

Hipertensi pulmonal

Penggunaan ventilator

c. Redistribusi cairan

Hipoalbuminemi( sindroma nefrotik, sirosis hepatik, malnutrisi)

Syok vasodilator (sepsis, gagal hati)

Peritonitis

Pankreatitis

Rhabdomiolisis

Asites

Obat vasodilator

d. Obstruksi renovaskuler

40

Page 41: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Arteri renalis (stenosis intravaskuler, embolus, laserasi trombus)

Vena renalis ( trombosis intra vaskuler, infiltrasi tumor)

2. ETIOLOGI RENAL (INTRINSIK)

a. Tubular nekrosis akut

Obat-obatan: aminoglikosid. Cisplatin, amphotericin B

Iskemia

Syok septik

Obstruksi intratubular: rhabdomyolisis, hemolisis, multiple myeloma, asam urat,

kalsium oksalat

Toksin: zat kontras radiologi, karbon tetraklorid, etilen glikol, logam berat

b. Nefritis interstitial akut

Obat-obatan: penicillin, NSAID, inhibitor ACE, allopurinol, cimetidine, H2

blocker, protont pump inhibitor

Infeksi: streptokokus, difteri, leptospirosis

Metabolik: hiperurikemia, nefrokalsinosis,

Toksin: etilen glikol, kalsium oksalat

Penyakit autoimmun: SLE

c. Glomerulonefritis akut

Paska infeksi: streptokokus, bakteria, hepatitis B, HIV, abses viseral

Vaskulitis sitemik: SLE, Wageners granulomatous, poliarteritis nodosa, IgA

nefritis, sindrome goodpasture

Glomerulonefritis membranoproliferatif

idiopatik

d. Oklusi mikrokapiler

Trombotik trombositopenik purpura

Hemolitik uremic syndrome

Disseminated intravaskular coagulation cryoglobunemia

Emboli kolesterol

e. Nekrosis kortikal akut

3. ETIOLOGI POST RENAL

41

Page 42: Laporan Tutorial Blok 18A-1

a. Obstruksi ureter (bilateral atau unilateral

i. Ekstrinsik:

Tumor: endometrium, serviks, limpoma, metastase

Pendarahan/fibrosis retroperitonium

Ligasi ureter secara tidak sengaja

ii. Intrinsik

Batu

Bekuan darah

Tumor

Nekrosis papila ginjal

b. Obstruksi kantung kemih atau uretra

Tumor atau hipetrofi prostat

Tumor kantung kemih

Prolaps uteri

Neurogenik bladder

Batu, bekuan darah atau sloughed papillae

Obstruksi kateter folley

Patofisiologi

42

Page 43: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Diagnosis

Kriteria diagnosis AKI menurut Acute Kidney Injury Network (AKIN), 2007 adalah: penurunan

mendadak fungsi ginjal (dalam 48 jam) yang ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin serum

sebesar > 0,3 mg/dl (26,4 umol/l) atau kenaikan kadar kreatinin serum lebih dari 1.5 kali (>50%)

bila dibandingan dengan kadar sebelumnya atau penurunan urine output menjadi kurang dari 0.5

cc/jam selama lebih dari 6 jam.

1. Anamnesis

Anamnesis ditujukan untuk mencari penyebab AKI apakah pre-renal, renal, atau post

renal.

Gejala prerenal termasuk haus dan pusing saat orthostatic. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan hipotensi orthostatic, takikardia, penurunan JVP, penurunan turgor kulit, dan

kekeringan membrane mukosa. Perlu diperhatikan pada pemeriksaan klinis apakah ada stigmata

penyakit hati kronik dan hipertensi portal, gagal jantung berat, sepsis, atau penyebab lain yang

mengakibatkan penurunan volume darah arterial efektif. Selain itu perlu didokumentasikan

adanya penurunan urine output secara progresif dan riwayat pengobatan dengan diuretik,

NSAID, ACE inhibitor, atau ARB.

43

Penurunan perfusiSekresi

vasodilator prostaglan

dinStimulasi

hiperfungsi tubulus

(oleh aldosteron

, vasopresin

, angiotensi

n)

Peningkatan

reabsorbsi Na dan airRetensi

produk sisa

nitrogen

Kostriksi arteriol eferent melalui

mekanisme renin –

angiotensin II

Mekanisme yang lama

mengakibatkan

kegagalan kompensa

si

Penurunan GFR akut

Volume urine

rendahOsmolalita

s > 600mOsm/

kgNa rendah

<20 mmol/L

azotemia

Hipovolemia

syok- gagal jantung

- penyempit

an arteri renalis

Diganggu oleh ACEI

/ ARB

Diganggu oleh NSAI

D

Page 44: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Hipovolemia, syok septik, dan bedah mayor merupakan faktor resiko untuk ATN

iskemik. Diagnosis ATN nefrotoksin memerlukan pengkajian tentang ada tidaknya paparan obat-

obatan nefrotoksik, radiocontrast agent, atau toksin endogen.

Walaupun ATN iskemik dan nefrotoksin terdapat pada > 90% kasus AKI, penyakit

parenkim ginjal lain juga perlu dipikirkan. Demam, arthralgia dan rash eritematus yang gatal

setelah mengkonsumsi obat baru mengindikasikan adanya nefritis interstitial alergi, walaupun

gejala klinis hipersensitivitas sistemik tidak ditemukan. Nyeri pinggang dapat menjadi gejala

utama yang terjadi pada oklusi arteri atau vena renalis dan pada distensi capsula renalis (seperti

pada glomerulonefritis berat atau pyelonefritis). Nodul subkutan, , livedo retikularis , plak

arteriol pada retina yang berwarna oranye, dan iskemia jari ("purple toes"), walaupun denyut

pedis dapat dirasakan, perlu dipikirkan adanya atheroembolisasi. AKI yang disertai dengan

oliguria, edema, dan hipertensi dengan sedimen urine aktif (nephritic syndrome), dapat

dipikirkan adanya glomerulonefritis akut atau vaskulitis. Hipertensi maligna dapat

mengakibatkan AKI, seringkali berhubungan dengan kerusakan organ lain ( seperti papilledema,

gangguan neurologis, hipertrofi ventrikel kiri).

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, dapat dibedakan AKI dengan CKD, misalnya anemia dan ukuran

ginjal yang kecil dapat mengindikasikan adanya CKD.

3. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosa AKI diperlukan pemeriksaan laboratorium, yaitu kreatinin dan

urinalisis. Bila memungkinkan, dapat pula dilakukan pemeriksaan GFR. Selain itu

beberapa pemeriksaan juga berguna dalam menegakkan diagnosa AKI, yaitu :

- Pemeriksaan mikroskopis urine : petanda inflamasi glomerulus atau tubulus, ISK

atau uropati Kristal

- Pemeriksaan biokimia urine : membedakan AKI pre-renal atau renal

- Darah perifer lengkap : untuk menentukan ada tidaknya anemia,

leukositosis atau trombositopenia

44

Page 45: Laporan Tutorial Blok 18A-1

- USG ginjal : untuk menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya obstruksi,

tekstur parenkim ginjal yang abnormal

- CT scan abdomen : untuk mengetahui struktur abnormal ginjal dan traktus

urinarius

- Pielogram : evaluasi perbaikan dari obstruksi traktus urinarius

- Biopsi Ginjal : melihat patologi penyakit ginjal

Tabel 2 Epidemiologi,Gejala Klinis dan Pendekatan Diagnostik pada Penyebab Utama AKI

Etiologi Epidemiologi Gejala Klinis Pemeriksaan

Serum

Pemeriksaan

Urine

Pemeriksa

an lain

Prerenal Paling sering

pada

komunitas,

riwayat

asupan cairan

kurang,

pengobatan

dengan

NSAIDs/ACE

I/ARB,

perburukan

gagal jantung

Penurunan

volume

(absolut/hipote

nsi postural),

penurunan JVP,

membrane

mukosa kering,

penurunan

volume

sirkulasi efektif

(pada gagal

jantung atau

penyakit hepar)

Peningkatan

BUN/ rasio

CR (>20) ,

sugestif,

namun bukan

diagnostic

Hyaline

castsFENa

<1%UNa <10

mmol/LSG>1.

018

 

 

Intrinsik

 Penyakit pembuluh darah renal besar 

Renal artery

thrombosis

Umum pada

pasien dengan

fibrilasi atrial

atau

thrombosis

Nyeri pinggang

atau abdomen

Peningkatan

LDH

Mild

proteinuria

ringan,

kadang –

kadang

Renal

angiogram

atau MR

angiogram

merupakan

45

Page 46: Laporan Tutorial Blok 18A-1

arterial hematuria alat

diagnostic

Atheroembolic

disease

Penyakit

vaskuler,

secara klasik

terjadi

beberapa hari

– minggu

setelah

manipulasi

aorta atau

pembuluh

darah besar

lain,

seringkali

dengan

penggunaan

antikoagulan

Plak retina,

purpura yang

palpabel, livedo

reticularis

Eosinofilia

Hypokomplem

enemia

Eosinofiluria Biopsi

kulit atau

renal

Trombosis Vena

Renalis

Riwayat

nephrotic

syndrome

atau emboli

paru

Nyeri pinggang   Proteinuria

ringan,

kadang –

kadang

hematuria

Renal

venogram

atau MR

venogram

bersifat

diagnostikl

 Penyakit pembuluh darah kecil dan glomeruli

Glomerulonephritis/

vasculitis

Berhubungan

dengan

infeksi

sebelumnya

(postinfeksi

Murmur baru

(postinfeksi),

Skin

rash/ulkus,

arthralgias

ANA, ANCA,

anti-GBM

antibody,

serologi

hepatitis,

Hematuria

dengan

silinder sel

darah

merah / sel

Biopsi

ginjal

46

Page 47: Laporan Tutorial Blok 18A-1

atau

endokarditis),

SLE, penyakit

hepar(hepatiti

s B atau C),

Anti-GBM

disease:

Biasanya

pada pria 20 –

40 tahun,

ANCA

disease: 2

puncak : 20–

30 tahun and

50–60 tahun

(lupus),

Sinusitis (anti-

GBM disease),

perdarahan

paru (anti-

GBM, ANCA,

lupus)

cryoglobulins,

kultur darah,

ASO,

komplemen

(positif

berdasarkan

etiologi)

darah merah

dismorfik,

silinder

granular

protein

(biasanya <1

g/hari)

Hemolytic-uremic

syndrome/thromboti

c thrombocytopenic

Infeksi GI (E.

coli) atau

penggunaan

calcineurin

inhibitors

(FK506 dan

cyclosporine)

Demam,

abnormalitas

neurologis

Schistocytes

pada SADT,

peningkatan

LDH, anemia,

thrombositopen

i

Hematuria

ringan,

proteinuria,

silinder sel

darah merah

(jarang)

Biopsy

ginjal

Hipertensi Maligna Hipertensi

berat / tidak

terkontrol

Adanya bukti

kerusakan

target organ :

sakit kepala,

papiledema,

gagal jantung

dengan LVH

dari

  Hematuria

dengan

silinder

eritrosit atau

proteinuria

 

47

Page 48: Laporan Tutorial Blok 18A-1

ekokardiografi

atau EKG)

Biasanya

keluhan

berkurang

dengan

pengontrolan

tekanan darah

         

   Acute tubular necrosis  

Iskemi Perdarahan

atau hipotensi

berat

sebelumnya

    Sel epitel

granular atau

epithelial

yang coklat

seperti

lumpur FENa

>1%UNa >20

mmol/LSG

<1.015

 

 

Toksin eksogen Terpapar oleh

antibiotic

nefrotoksisk

atau

kemoterapi,

seringkali

berhubungan

dengan sepsis

atau

penurunan

    Sel epitel

granular atau

epithelial

yang coklat

seperti

lumpur FENa

>1%UNa >20

mmol/LSG

<1.015

 

 

48

Page 49: Laporan Tutorial Blok 18A-1

volume

depletion

      Terpapar oleh

radiocontrast,

seringkali

berhubungan

dengan

penurunan

volume,

diabetes atau

CKD

    Sel epitel

granular atau

epithelial

yang coklat

seperti

lumpur ,

urinalisis

dapat

normal, FENa

seringkali

<1%UNa

seringkali

<20 mmol/L

 

 

 Toksin endogen Rhabdomyoli

sis

Status post ictal

(kejang),

adanya trauma

atau imobilisasi

yang lama

peningkatan

myoglobin,

creatine kinase

U/A positif

untuk heme

tapi tidak

ada

hematuria

 

  Hemolisis:

transfusi

darah

Demam,bukti

lain reaksi

transfuse

Pink plasma,

peningkatan

LDH

Pink, heme-

positive

urine tanpa

hematuria

Pemantaua

n reaksi

transfuse

  Tumor Lysis

Syndrome:

kemoterapi

  Hiperurisemia,

peningkatan

LDH

Kristal urate  

  Multiple

myeloma

Individu >60

tahun, dengan

Circulating

monoclonal

Dipstick-

negative

Biopsy

sumsum

49

Page 50: Laporan Tutorial Blok 18A-1

gejala

konstitusional (

kelelahan,

malaise)

spike, anemia proteinuria,

monoclonal

spike pada

electroforesi

s

tulang atau

ginjal

  ingesti

Ethylene

glycol

Riwayat

ketergantungan

alkohol,

perubahan

status mental

Metabolic gap

acidosis dengan

osmolal gap,

toksikologi

positif

Kristal

Oksalat

 

penyakit tubulointerstitium 

 Allergic interstitial

nephritis

Terpapar obat

– obatan

Demam, rash,

arthralgias

Eosinophilia Silinder

leukosit,

eosinofiluria

Biopsy

ginjal

Pyelonefritis

bilateral akut

  Demam, nyeri

pinggang, nyeri

tekan

Kultur darah

positif

Leukosit,

proteinuria,

kultur urine

positif

 

Postrenal Riwayat batu

ginjal atau

penyakit

prostat

Kandung kemih

terpalpasi,

nyeri abdomen

atau pinggang

  Biasanya

normal,

hematuria

bila karena

batu

Pencitraan

untuk

melihat

obstruksi

50

Page 51: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Komplikasi

AKI mengakibatkan ketidakseimbangan ekskresi Natrium, Kalium dan air serta homeostasis

kation divalent serta terjadinya mekanisme pengasaman urine. Hal – hal tersebut mengakibatkan

overload volume, hiponatremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hipermagnesia dan

metabolic asidosis. Selain itu, pasien juga tidak dapat mengekskresi produk sisa nitrogen

sehingga meningkatkan resiko terjadinya sindrom uremik.

Peningkatan volume ekstraseluler merupakan konsekuensi dari penurunan ekskresi garam dan

air pada individu dengan oliguria atau anuria. Bentuk ringan dari peningkatan volume

ekstraseluler ini adalah peningkatan berat badan, ronkhi pada basal kedua paru, peningkatan

JVP, dan edema, kemudian dapat pula terjadi edema paru. Asupan air melalui ingesti ataupun

nasogasrik arau sebagai larutan hipotonis atau isotonis dapat menginduksi hipoosmolalitas dan

hiponatremia, dan bila berat, dapat mengakibatkan gangguan neurologis, termasuk kejang.

Hiperkalemia merupakan komplikasi AKI yang sering terjadi. Asidosis metabolik dapat

memperberat hiperkalemia dengan merangsang efluks kalium dari sel. Hiperkalemia berat dapat

ditemukan pada pasien dengan rhabdomiolisis, hemolisis, dan tumor lysis syndrome.

Hiperkalemia ringan (<6.0 mmol/L) biasanya asimtomatik. Kalium yang lebih tinggi dapat

mengakibatkan abnormalitas EKG dan atau aritmia.

Komplikasi AKI yang biasa terjadi adalah asidosis metabolic. Asidosis berat dapat terjadi bila

produksi ion hydrogen meningkat oleh mekanisme lain seperti DKA, asidosis laktat karena

hipoperfusi seluruh jaringan, penyakit hepar, sepsis, metabolisme ethylene glycol atau

methanol).

Hyperphosphatemia adalah komplikasi AKI yang jarang terjadi. Hiperfosfatemia berat dapat

terjadi pada pasien dengan katabolisme tinggi seperti pada pasien rhabdomyolisis, hemolisis,

atau iskemi jaringan. Deposisi metastatic Ca fosfat dapat mengakibatkan hipokalsemia, dengan

peningkatan Ca dan Fosfat serum. Faktor lain yang berkontribusi terhadap hipokalsemia adalah

resistensi jaringan terhadap kerja PTH dan penurunan 1,25-dihydroxyvitamin D. Hipokalsemia

biasanya asimtomatik namun dapat mengakibatkan perioral paresthesia, kram otot, kejang ,

51

Page 52: Laporan Tutorial Blok 18A-1

perubahan status mental, pemanjangan interval QT dan perubahan gelombang T non spesifik

pada EKG.

Anemia berkembang dengan cepat pada AKI dan biasanya multifaktorial. Faktor – faktor yang

mempengaruhi yaitu gangguan eritropoiesis, hemolisis, perdarahan, hemodilusi, dan penurunan

waktu hidup eritrosit. Pemanjangan waktu perdarahan (BT) sering terjadi. Faktor yang

berpengaruh antara lain adalah trombositopenia ringan, disfungsi platelet, danatau abnormalitas

faktor pembekuan. Infeksi merupakan komplikasi umum dan serius pada AKI. Mengapa pasien

AKI mengalami penurunan respon imun secara signifikan belum jelas. komplikasi

kardiopulmonal pada AKI termasuk aritmia, perikarditis, efusi pericardial dan edema paru.

Diuresis yang banyak dapat terjadi pada fase perbaikan AKI sehingga dapat mengakibatkan

penurunan volume intravaskuler. Dapat terjadi hipernatremia bila kehilangan air tidak diganti

atau diganti dengan cairan hipertonis. Namun hipokalemia, hipemagnesia, hipofosfatemia jarang

terjadi pada fase perbaikan namun dapat terjadi sebagai respon terhadap injury yang diakibatkan

obat – obatan tertentu (ifosphamide dapat mengakibatkan Fanconi syndrome atau type II renal

tubular acidosis yang berhubungan dengan hipokalemia, asidosis, hipofosfatemia, dan

glikosuria).

AKI menyebabkan penurunan jumlah urine dan peningkatan jumlah cairan intravaskuler, hal ini

akan berefek pada

peningkatan konsentasi natrium dalam darah(hipernatremia)

peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler sehingga terjadi edema

penurunan ekresi metabolic waste sehingga terjadi azotemia

penurunan ekresi anion organik sehingga terjadi asidosis metabolik, yang juga akan

memperburuk kondisi hiperkalemia

Komplikasi AKI yang memerlukan pengelolaan segera adalah:

f. Gangguan keseimbangan tubuh dan elektrolit

g. Gangguan keseimbangan elektolit(hiponatremi dan hiperkalemi)

h. Asidosis metabolik

52

Page 53: Laporan Tutorial Blok 18A-1

i. Gagal jantung

j. Gagal napas

k. azotemia

Pengobatan

Prioritas tatalaksana Pasien dengan AKI

Cari dan perbaiki faktor pre dan pasca renal

Evaluasi obat – obatan yang telah diberikan

Optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal

Perbaiki dan atau tingkatkan aliran urine

Monitor asupan cairan dan pengeluaran cairan, timbang berat badan setiap hari

Cari dan obati komplikasi akut (hiperkalemia, hipernatremia, asidosis, hiperfosfatemia,

edema paru)

Asupan nutrisi adekuat sejak dini

Cari fokus infeksi dan atasi infeksi secara agresif

Perawatan menyeluruh yang baik (kateter, kulit, psikologis)

Segera memulai terapi dialysis sebelum timbul komplikasi

Berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal

Terapi spesifik

Sesuai dengan definisinya, AKI prerenal bersifat reversible bila dilakukan koreksi terhadap

abnormalitas hemodinamik primer dan AKI postrenal dapat membaik dengan menghilangkan

obstruksi. Penatalaksanaan kelainan ini harus difokuskan pada eliminasi penyerbab abnormalitas

hemodinamik atau toksin, pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi. Pengobatan spesifik

untuk AKI intrinsic bergantung pada patologi yang mendasarinya.

TERAPI KONSERVATIF SUPORTIF PADA AKI

1. kelebihan cairan intravaskuler:

batasi garam (1-2 gram / hari ) dan air (<1L / hari)

53

Page 54: Laporan Tutorial Blok 18A-1

diuretik ( biasanya furesemid +/- tiazide)

2. hiponatremia

batasi cairan ( <1liter / hari)

hindari pemberian cairan hipotonis (dextrose 5 %)

3. hiperkalemia

batasi intake kalium( <40 mmol /hari)

beri natrium bikarbonat (50-100 mmol)

beri glukosa 50% sebanyak 50 cc + insulin 10 unit

beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau 0,5-1mg IV

4. asidosis metabolik

batasi intake protein(0,8-1,0 gr/KgBB/hari )

beri natruim bikarbonat(usahakan kadar serum bikarbonat plasma >15 mmol/L

dan Ph arteri >7,2)

5. hiperfosfatemia

batasi intake pospat (800 mg /hari)

beri pengikat pospat (kalsium asetat karbonat, aluminium Hcl)

6. hipokalsemia

beri kalsium karbonat / kalsium glukonat 10 % (10-20cc)

7. hiperuriksemia

tidak perlu terapi jika kadar asam urat <15 mg /dl

Hemodialisis

Dialisis bermanfaat untuk koreksi akibat metabolic AKI. Dengan dialysis dapat diberikan

cairan/nutrisi dan obat – obat lain yang diperlukan seperti antibiotic.

Kriteria untuk memulai terapi pengganti ginjal pada pasien kritis dengan AKI

Oliguria : produksi urine < 400 ml/ 24 jam

Anuria : produksi urine < 100 ml/24 jam

Hiperkalemia : kalium > 6,5 mmol / L

Asidemia berat : pH < 7,0

54

Page 55: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L

Ensefalopati uremikum

Neuropati/miopati uremikum

Perikarditis uremikum

Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120mmol/L

Hipertermia

Keracunan obat

Kebutuhan nutrisi pada AKI amat bervariasi sesuai penyakit dasar atau kondisi komorbidnya,

dari kebutuhan biasa sampai dengan kebutuhan yang tinggi seperti pada pasien dengan sepsis,

rekomendasi nutrisi pada AKI berbeda dengan pada CKD yang dilakukan pembatasan –

pembatasan. Pada AKI, nutrisi disesuaikan dengan proses katabolik yang terjadi.

Prognosis

Sebagian besar pasien dengan AKI dapat mencapai fungsi renal yang cukup dan bebas dari

dialysis namun 10 – 20 % memerlukan dialisis yang kontinu.

VI. DAFTAR PUSTAKA

55

Page 56: Laporan Tutorial Blok 18A-1

Snell, Richard S. 2000 Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Jakarta : EGC

Guyton, Arthur C.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC

Prince, Sylvia A. Lorraine M. Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru W. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : internalpublising

Murray, Robert K. dkk.2006. Biokimia Harper. Jakarta : EGC

Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

56