laporan sken d

Upload: fredy-rizki

Post on 05-Apr-2018

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    1/40

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar BelakangBlok Respirasi adalah blok XI pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis

    Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

    Palembang.

    Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario B yang

    memaparkan kasus mengenai Tonsilopharingitis

    1.2 Maksud dan TujuanAdapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :

    1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistempembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

    Palembang.

    2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario kasus mengenaiTonsilopharingitis.

    3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    2/40

    2

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Data Tutorial

    TUTORIAL SKENARIO B

    Tutor : dr. R.A. Tanzila

    Moderator : Metry Tiara Nanda

    Sekretaris meja : Maulana Iskandardinata

    Sekretaris papan : Ayu Ika Gustati Nurrahmah

    Waktu : Selasa dan Kamis,17 April 2012 & 19 April 2012

    Rule tutorial : 1. Alat komunikasi di silentkan

    2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat

    3. Jika ingin mengeluarkan pendapat, mengacungkan tangan

    terlebih dahulu.

    2.2 Skenario

    Rian, laki-laki, umur 15 tahun, datang ke dokter dengan keluhan utama merasa

    sakit dan sukar menelan, sejak 2 hari yang lalu. Gejala tersebut disertai batuk,

    demam tinggi dan pembesaran kelenjar di bawah rahang bawah kanan dan kiri.

    Rian menderita gejala seperti ini setiap 2-3 bulan dan gejala membaik setelah

    berobat ke puskesmas.

    Pemeriksaan Fisik :

    Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, compos mentis

    Tanda vital : TD: 100/70 mmHg, N : 112x/menit reguler, RR : 24x/menit, T:

    39,1oC.

    Pemeriksaan leher : Teraba pembesaran kelenjar submandibular kanan dan kiri.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    3/40

    3

    Status THT :

    Telinga : membrana timpani utuh, refleks cahaya +/+

    Hidung : Cavum nasi : lapang, mukosa normal, masa -/-

    Tenggorokan : faring keerahan, lateral band dan granula membesar

    Tonsil T3/T3, detritus +/+, kripta membesar

    2.3 Data Seven Jump

    2.3.1 Klarifikasi Istilah

    1. Kelenjar submandibular : kelenjar yang berada di bawah mandibula

    2. Membrana timpani : partisi tipis antara meatus acusticus externus dan telinga bagian

    dalam

    3. Cavum nasi : rongga hidung

    4. Lateral band : bagian lateral Daerah di belakang pilar posterioryang berbatas tegas

    dengan dindingpharynxlateral, kadang dapat menonjol, merah seperti

    daging

    5. Granula : partikel kecil yang berupa butiran

    6. Detritus : sisa-sisa jaringan yang telah hancur

    7. Kripta : lekuk kecil yang bermuara pada permukaan terbuka

    2.3.2 Identifikasi masalah

    1. Rian, laki-laki, umur 15 tahun, datang ke dokter dengan keluhan utamamerasa sakit dan sukar menelan, sejak 2 hari yang lalu.

    2. Gejala tersebut disertai batuk, demam tinggi dan pembesaran kelenjar dibawah rahang bawah kanan dan kiri.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    4/40

    4

    3. Rian menderita gejala seperti ini setiap 2-3 bulan dan gejala membaik setelahberobat ke puskesmas.

    4. Pemeriksaan Fisik :Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

    Tanda vital : TD: 100/70 mmHg, N : 112x/menit reguler, T: 39,1oC.

    Pemeriksaan leher : Teraba pembesaran kelenjar submandibular kanan dan

    kiri.

    5. Status THT :Tenggorokan : Faring kemerahan, lateral band dan granula membesar

    Tonsil T3/T3, detritus +/+, kripta membesar

    2.3.3 Analisis Masalah

    1. a. Bagaimana anatomi, fisiologi, histologi tenggorokan ?1.1. Anatomi Faring

    Faring merupakan bagian tubuh yang merupakan suatu traktus aerodigestivus

    dengan struktur tubular iregular mulai dari dasar tengkorak sampai setinggi vertebra

    servikal VI, berlanjut menjadi esophagus dan sebelah anteriornya laring berlanjut

    menjadi trakea.

    Batas-batas faring :

    Superior : Oksipital dan sinus sphenoid

    Inferior : Berhubungan dengan esophagus setinggi m. Krikofaringeus

    Anterior : Kavum nasi, kavum oris, dan laring

    Posterior : kolumna vertebra servikal melalui jaringan areolar yang longgar.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    5/40

    5

    Faring dibagi menjadi tiga bagian :

    Nasofaring (Epifaring)

    Orofaring (Mesofaring)

    Laringofaring (Hipofaring)

    1.1.1. Nasofaring

    Batas-batas nasofaring :

    Superior : Basis Cranii

    Inferior : Bidang datar yang melalui palatum molle

    Anterior : Berhubungan dengan cavun nasi melalui choana

    Posterior : Vertebra Servikalis

    Lateral : Otot-otot konstriktor faring

    Mukosa nasofaring sama seperti mukosa hidung dan sinus paranasalis yaitu terdiri

    dari epitel pernafasan yang bersilia dan mengandung beberapa kelenjar mukus di

    bawah selaput (membrana) mukosa terdapat jaringan fibrosa faring sebagai tempat

    melekatnya mukosa.

    Ruang nasofaring yang relatif kecil mempunyai beberapa sturktur penting, yaitu :

    Jaringan adenoid, suatu jaringan limfoid yang kadang disebut tonsila faringea atau

    tonsil nasofaringeal, yang terletak di garis tengah dinding anterior basis sphenoid.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    6/40

    6

    Torus tubarius atau tuba faringotimpanik, merupakan tonjolan berbentuk seperti koma

    di dinding lateral nasofaring, tepat di atas perlekatan palatum molle dan satu

    sentimeter di belakang tepi posterior konka inferior.

    Resesus faringeus terletak posterosuperior torus tubarius, dikenal sebagai fossa

    Rosenmuler, merupakan tempat predileksi karsinoma faring

    Muara tuba eustachius atau orifisium tube, terletak di dinding lateral nasofaring, dan

    inferior torus tubarius, setinggi palatum molle

    Koana atau nares posterior

    1.1.2. Orofaring (Mesofaring)

    Merupakan kelanjutan dari nasofaring pada tepi bebas dari palatum molle. Batasnya :

    Superior : Palatum molle

    Inferior : Bidang datar yang melalui tepi atas epiglotis

    Anterior : Berhubungan dengan kavum oris melalui istmus

    Posterior : Vertebra servikalis 2 dan 3 bersama dengan otot-otot prevertebra

    Istmus faucius dibatasi oleh arkus faringeus kanan dan kiri. Arkus faringeus sendiri

    dibentuk oleh pilar tonsilaris yang pada bagian anterior terdapat m. Palatoglosus dan

    bagian posterior terdapat m. Palatofaringeus. Diantara kedua pilar tersebut terdapat

    fossa/ruang tonsilaris, berisi jaringan limfoid yang disebut tonsila palatina.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    7/40

    7

    Gambar. Penampang Faring

    1.1.3. Laringofaring (Hipofaring)

    Terletak di belakang dan sisi kiri dan kanan laring yang disebut sinus atau fossa

    piriformis. Dimulai dari segitiga valekula yang merupakan batas orofaring dengan

    laringofaring, sampai setinggi tepi bawah kartilago krikoid, tempat masuknya

    spingter krikofaringeus. Batas-batas lainnya :

    Superior : Bidang datar melewati tepi atas epiglotis atau setinggi valekula

    Inferior : Tepi bawah kartilago krikoid

    Anterior : Aditus Laring

    Posetrior : Vertebra servikalis 3 sampai 6.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    8/40

    8

    Valekula sendiri merupakan suatu cekungan yang dangkal dengan batas-batas :

    Anterior : basis lidah

    Posterior : fasies epiglotis anterior

    Lateral : plika faringoepiglotika

    Medial : plika glossoepiglotika

    Fossa piriformis mempunyai batas-batas :

    Medial : Plika ariepiglotika

    Lateral : kartilago tiroid dan membran tirohioid

    1.2. Jaringan Limfoid pada Faring

    Jaringan limfoid yang berkembang pada faring dengan baik dikenal dengan nama

    cincin Waldeyer yang terdiri dari :

    Tonsila Palatina (faucial)

    Tonsila Faringeal (adenoid)

    Tonsila Lingualis

    Lateral Faringeal Band

    Nodul-nodul soliter di belakang faring

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    9/40

    9

    Gambar. Cincin Waldeyer

    Jaringan Limfoid Nasofaring

    Adenoid atau bursa faringeal/faringeal tonsil merupakan massa limfoid yang berlobus

    dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus

    atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen dengan selah atau kantung

    diantaranya. Penyakit Thornwaldts merupakan infeksi dari bursa faringeal ini.

    Adenoid bertindak sebagai kelenjar limfe yang terletak di perifer, yang duktus

    eferennya menuju kelenjar limfe leher yang terdekat. Dilapisi epitel selapis semu

    bersilia yang merupakan kelanjutan epitel pernafasan dari dalam hidung dan mukosa

    sekitar nasofaring. Adenoid mendapat suplai darah dari A. Karotis Interna dan

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    10/40

    10

    sebagian kecil cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus

    faringeus ke dalam Vena Jugularis Interna.

    Gambar. Adenoid

    Aliran limfe melalui kelenjar interfaringeal yang kemudian masuk ke dalam kelenjar

    Jugularis. Persarafan sensoris melalui N. Nasofaringeal, cabang N IX serta N. Vagus.

    Tubal tonsil dibentuk terutama oleh perluasan nodulus limfatikus faringeal tonsil ke

    arah anterior mukosa dinding lateral nasofaring. Nodulus-nodulus tersebut terutama

    ditemukan pada mukosa tuba eustachius dan fossa Rossenmuler. Jaringan limfoid ini

    disebut juga Gerlachs Tonsil.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    11/40

    11

    Gambar. Nasofaring dan Orofaring

    Jaringan Limfoid Orofaring

    1.2.2.1. Tonsila Lingualis

    Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak berkapsul dan terdapat pada basis

    lidah diantara kedua tonsil palatina, dan meluas ke arah anteroposterior dari papila

    sirkumvalata ke epiglotis. Pada permukaannya terdapat kripta yang dangkal dengan

    jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini sering mengalami degenerasi disertai

    deskuamasi sel-sel epitel dan bakteri, yang akhirnya membentuk detritus.

    Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan cabang dari

    A. Karotis Eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke Vena Jugularis

    Interna. Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda. Persarafannya melalui

    cabang lingual N. IX.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    12/40

    12

    Tonsila Palatina

    1.2.2.2.1. Embriologi

    Tonsil merupakan derivat dari kedua lapisan germinal entoderm dan mesoderm,

    dimana entoderm akan membentuk bagian epitel sedangkan mesoderm akan tumbuh

    menjadi jaringan mesenkim tonsil.

    Pada masa perkembangan janin, faring akan tumbuh dan meluas ke arah lateral

    dimana kantung kedua akan tumbuh ke arah dalam dari dinding faring yang

    selanjutnya akan menjadi fossa tonsilar primitif yang terletak antara arkus brakialiskedua dan ketiga. Fossa tonsilaris ini akan terlihat jelas secara makroskopis pada

    minggu keenambelas.

    Gambar. Embriologi Tonsil

    Pilar tonsil dibentuk oleh arkus brakialis kedua dan ketiga melalui pertumbuhan ke

    arah dorsal atau palatum molle. Kripta-kripta tonsil akan tumbuh secara progresif saat

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    13/40

    13

    usia janin tiga sampai enam bulan, sebgai massa yang solid yang tumbuh ke arah

    dalam dari permukaan epitel dan selanjutnya tumbuh bercabang-cabang dan

    berongga. Sedang limfosit-limfosit muncul dekat susunan epitel kripta pada bulan

    ketiga, lalu tumbuh secara terorganisir sebagai nodul-nodul setelah janin berusia

    enam bulan.

    1.2.2.2.2. Anatomi Tonsila Palatina

    Dalam bidang THT dikenal tiga buah tonsil, yaitu tonsila palatina, tonsila faringeal

    dan tonsila lingualis. Dalam pengertian sehari-hari, yang dikenal sebagai tonsil adalah

    tonsila palatina, sedangkan tonsila faringeal dikenal sebagai adenoid.

    Tonsil terletak dalam fossa tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran dewasa panjang

    20-25 mm, lebar 15-20 mm, tebal 15 mm dan berat sekitar 1,5 gram. Fossa tonsilaris,

    di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus palatina anterior), sedangkan di

    bagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior), yang

    kemudian bersatu di pole atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m. Palatina

    membentuk palatum molle.

    Permukaan lateral tonsil dilapisi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan berhubungan

    dengan fascia faringobasilaris yang melapisi m.Konstriktor Faringeus. Kapsul tonsil

    tersebut masuk ke dalam jaringan tonsil , membentuk septa yang mengandung

    pembuluh darah dan saraf tonsil.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    14/40

    14

    Gambar. Tonsila Palatina

    Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang

    merupakan muara kripta tonsil. Kripta tonsil berjumlah sekitar 10-20 buah, berbentuk

    celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Kripta yang paling besar terletak

    di pole atas, sering menjadi tempat pertumbuhan kuman karena kelembaban dan

    suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman, dan juga karena tersedianya substansi

    makanan di daerah tersebut.

    Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika triangularis

    dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang membesar. Plika ini

    penting karena sikatriks yang terbentuk setelah proses tonsilektomi dapat menarik

    folikel tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa

    tonsil.

    Pole atas tonsil terletak pad cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut sebagai

    plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya dekat

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    15/40

    15

    denganruang supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa dari Weber, yang

    penting peranannya dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat tonsilektomi,

    jaringan areolar yang lunak, antara tonsil dangan fossa tonsilaris mudah dipisahkan.

    Di sekitar tonsil terdapat tiga ruang potensial yang secara klinik sering menjadi

    tempat penyebaran infeksi dari tonsil, yaitu :

    Ruang peritonsil (ruang supratonsil)

    Berbentuk hampir segitiga dengan batas-batas :

    Anterior : M. Palatoglossus

    Lateral dan Posterior : M. Palatofaringeus

    Dasar segitiga : Pole atas tonsil

    Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivari Weber, yang bila terinfeksi dapat menyebar

    ke ruang peritonsil, menjadi abses peritonial.

    Ruang retromolar

    Terdapat tepat di belakang gigi molar tiga berbentuk oval, merupakan sudut yang

    dibentuk oleh ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m.

    Buccinator, sementara pada bagian posteromedialnya terdapat m. Pterigoideus

    Internus dan bagian atas terdapat fasikulus longus m.temporalis. bila terjadi abses

    hebat pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama trismus disertai sakit yang

    amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses peritonsilar.

    Ruang parafaring (ruang faringomaksilar ; ruang pterigomandibula)

    Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh darah

    besar, sehingga bila terjadi abses berbahaya sekali. Adapun batas-batas ruang ini

    adalah :

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    16/40

    16

    Superior : basis cranii dekat foramen jugulare

    Inferior : os hyoid

    Medial : m. Konstriktor faringeus superior

    Lateral : ramus asendens mandibula, tempat m.Pterigoideus Interna dan bagian

    posterior kelenjar parotis

    Posterior : otot-otot prevertebra.

    Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosessus styloideus dan otot-

    otot yang melekat pada prosessus styloideus tersebut.

    Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radang tonsil,

    mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.

    Ruang post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat : A. Karotis Interna, V.

    Jugularis, N. Vagus dan saraf-saraf simpatis.

    Gambar. Tonsila Palatina dan struktur sekitarnya

    1.2.2.2.3. Vaskularisasi Tonsil

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    17/40

    17

    Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah, yaitu :

    A.Palatina Asendens, cabang A. Fasialis memperdarahi bagian postero inferior

    A.Tonsilaris, cabang A.Fasialis memperdarahi daerah antero inferior

    A.Lingualis Dorsalis, cabang A.Maksilaris Interna memperdarahi daerah antero

    media

    A.Faringeal Asendens, cabang A.Karotis Eksterna memperdarahi daerah postero

    superior

    A.Palatina Desendens dan cabangnya, A.Palatina Mayor dan Minor memperdarahi

    daerah antero superior.

    Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke V. Lingualis dan

    pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara ke V. Jugularis Interna.

    Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum, menyilang bagian lateral kapsula dan

    selanjutnya menembus dinding faring.

    Gambar. Vaskularisasi Tonsil

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    18/40

    18

    1.2.2.2.4. Aliran Limfe Tonsil

    Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsil

    ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula, yang

    kemudian membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan menembus m.

    Konstriktor Faringeus Superior, selanjutnya menembus fascia bucofaringeus dan

    akhirnya menuju kelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang pembuluh

    darah besar leher, di belakang dan di bawah arkus mandibula. Kemudian aliran limfe

    dilanjutkan ke nodulus limfatikus daerah dada untuk selanjutnya bermuara ke dalam

    duktus torasikus.

    Gambar. Aliran Limfe Tonsil

    1.2.2.2.5. Inervasi Tonsil

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    19/40

    19

    Terutama melalui N. Palatina Mayor dan Minor (cabang N V) dan N. Lingualis

    (cabang N IX). Nyeri pada tonsilitis sering menjalar ke telinga, hal ini terjadi karena

    N IX juga mempersarafi membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui

    Jacobsons Nerve.

    Gambar. Inervasi Tonsil

    1.2.2.2.5. Histologi Tonsil

    Kapsul tonsil terutama terdiri dari jaringan ikat dan serabut elastin yang meliputi dua

    pertiga bagian permukaan lateral tonsil. Kapsul ini pada beberapa tempat masuk

    menjorok ke dalam tonsil, membentuk kerangka penyokong struktur di dalam tonsil

    yang disebut trabekula. Trabekula merupakan tempat lewatnya pembuluh darah,pembuluh limfatik eferen, dan saraf. Di dalam kapsul dapat dijumpai serabut-serabut

    otot serta pulau-pulau kartilago hialin, yang merupakan sisa jaringan embrional arkus

    brakialis. Membrana mukusa tonsil terdiri dari epitel berlapis gepeng dan pada

    beberapa tempat, lapisan mukosa ini akan mengadakan invaginasi ke dalam massa

    tonsil, membentuk saluran buntu yang disebut kripta. Kripta ini berbentuk tidak

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    20/40

    20

    teratur dan bercabang-cabang. Lapisan epitel mukosa kripta lebih tipis bila

    dibandingkan dengan epitel mukosa tonsil, bahkan pada bebrapa tempat, kripta ini

    tidak dilapisi mukosa sam sekali. Komposisi terbesar dari jaringan tonsil adalah

    jaringan limfoid yang pada beberapa tempat berkelompok, berbentuk bulat atau oval

    yang disebut folikel, dengan diameter sekitar 1-2 cm. Di dalam folikel, terdapat sel-

    sel limfosit dalam berbagai stadium pertumbuhan, dengan pusat pertumbuhannya

    disebut sentrum germinativum. Kadang-kadang di sepanjang epitel dapat ditemukan

    sel-sel limfosit yang bermigrasi atau mengadakan infiltrasi melalui mukosa yang

    tipis.

    1.2.2.3. Lateral Faringeal Band (Adenoid)

    Merupakan jaringan limfoid yang mempunyai beberapa kripta yang rudimenter dan

    terletak mulai dari sudut yang diben tuk oleh permukaan belakang pilar posterior

    dengan dinding faring.

    1.2.2.4. Nodul-nodul Limfatik Soliter

    Tersebar pada dinding posterior faring, di bawah adenoid, melengkapi terbentuknya

    cincin Waldeyer. Nodul-nodul ini bila meradang akan membengkak denga hebat,

    sementara tonsil akan tenang saja, padahal jarak keduanya hanya 3-4 mm.

    1.2.3. Jaringan Limfoid Hipofaring

    Dari beberapa literatur menyebutkan tidak ada jaringan limfoid yang spesifik di

    daerah hipofaring/ laringfaring ini, seperti halnya di nasofaring dan orofaring. Hanya

    disebutkan bahwa jaringan limfoid tersebut banyak tersebar pada seluruh permukaan

    mukosa hipofaring sebagai kumpulan massa yang kecil-kecil (folikel limfoid).

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    21/40

    21

    Mengenai jaringan limfoid daerah laring, disebutkan memegang peranan penting di

    dalam klinik terutama hubungannya dengan proses keganasan.

    Daerah glotis terdiri dari serabut-serabut elastis sehingga tidak memiliki jaringan

    limfoid. Daerah Supraglotis sebaliknya memiliki jaringan limfoid yang banyak

    terutama pada plika fentrikularis. Aliran limfatiknya berawal dari insersi anterior

    plika ariepiglotika dan berakhir sebagai pembuluh yang lebih kecil sebagai bundle

    neurovaskular laring. Jaringan limfoid ini bertanggung jawab terhadap metastase

    karsinoma bilateral dan kontralateral.

    Jaringan Infraglotis, tidak sebanyak di supraglotis, tetapi dapat terjadi invasi

    karsinoma bilateral dan kontralateral melalui jaringan pre dan paratrakeal.

    Seluruh jaringan limfoid daerah laring bermuara ke jaringan limfoid servikal superior

    dan inferior dalam.

    1.3. Fisiologi Rongga Mulut dan Faring

    Secara umum, rongga mulut dan faring mempunyai fungsi dalam :

    Proses menelan dan pernafasan

    Pertahanan tubuh

    Proses fonasi

    Fungsi utama nasofaring adalah sebgai tbung kaku dan terbuka untuk udara

    pernafasan. Pada waktu menelan, muntah, sendawa, dan tercekik, nasofaring akan

    terpisah dengan sempurna dari orofaring karena palatum molle terangkat sampai ke

    dinding posterior orofaring.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    22/40

    22

    Nasofaring juga merupakan saluran ventilasi dari telinga tengah melalui tuba

    eustachius dan sebagai saluran untuk drainase dari hidung dan tuba eustachius.

    Sebagai ruang resonansi sangat penting dalam pembentukan suara.

    Orofaring dan hipofaring selain berfungsi sebagai saluran pernafasan,juga berfungsi

    sebagai saluran drainase dari nasofaring, sebagai saluran makanandan minuman dari

    rongga mulut, terakhir sebagai rung resonansi dalam pembentukan suara.

    1.3.1. Proses Menelan dan Pernafasan

    Proses menelan merupakan fungsi neuromuscular kompleks yang melibatkan strukturdari cavum oris, faring, laring, dan esophagus. Dibagi dalam 4 fase, yaitu : fase

    persiapan oral, fase oral, fase faringeal, dan fase esophagus. Fase pertama dan kedua

    di bawah control volunter, fase ketiga dan keempat adalah involunter.

    1.3.1.1. Fase Volunter

    Fase persiapan oral :

    Meliputi gerakan mengunyah yang melibatkan kordinasi dari

    Penutupan bibir untuk menahan makanan dalam mulut bagian anterior

    Tekanan dari otot labial dan buccal untuk menutup sulkus anterior dan lateral

    Gerakan memutar dari rahang untuk mengunyah

    Gerakan memutar ke lateral dari lidah untuk menempatkan posisi makanan di atas

    gigi selama proses mastikasi

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    23/40

    23

    Palatum molle bulging ke belakang mendorong cavum oris ke belakang dan

    melindungi jalan nafas, serta persiapan untuk menelan.

    Pada akhir dari fase ini dan persiapan untuk fase oral, lidah mendorong makanan

    menjadi bolus dan menahan dengan gaya kohesif pada palatum durum.

    Fase Oral :

    Fase oral masih merupakan proses menelan secara mekanik, dimana makanan

    dipindahkan dari belakang cavum oris ke anterior faucial arches untuk memulai

    proses menelan. Pada fase ini, lidah memegang peranan yang sangat penting, dimanadengan lidah dapat mengangkat dan menekan bolus ke belakang dank e dapan

    palatum durum, sehingga makanan dapat memenuhi bagian anterior faucial arches.

    Tekanan otot-otot bucal juga berperan dalam mendorong bolus ke belakang namun

    tidak sekuat dorongan lidah. Setelah makanan berada di anterior faucial arches,

    terjadi presipitasi rfleks menelan melalui nn. Glossofaringeus.

    1.3.1.2. Fase Involunter

    Aspek refleks dalam menelan sangat penting karena jalan nafas harus terlindungi

    selama proses ini. Fase persiapan oral dan fase oral dapat dipersingkat dengan

    merubah konsistensi makanan menjadi cari, meletakkan makanan pada bagian

    belakang mulut, atau dengan mengubah posisi kepala ke belakang sehingga gaya

    gravitasi dapat membawa makanan ke faring. Namun fase faringeal atau fase reflek

    ini tidak dapat dipersingkat.

    Reflek menelan dirangsang di formatioretikularis pada otak yang berdekatan dengan

    pusat respirasi. Terdapat koordinasi dari kedua pusat ini dimana respirasi berhenti

    untuk memberikan waktu beberapa detik selama proses menelan berlangsung.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    24/40

    24

    Terdapat juga rangsang kortikal untuk merangsang gerakan menelan melalui bentuk

    gerakan lidah pada fase oral dari menelan.

    Aktifitas Neuromuskular

    Pada waktu reflek menelan terjadi, pusat menelan di pusat otak memprogram 4

    aktifitas neuromuscular, yaitu :

    Penutupan velofaringeal untuk mencegah refluk dari makanan ke rongga hidung

    Peristaltik faringeal untuk menyiapkan bolus melalui faring

    Proteksi jalan nafas, dimana melibatkan elevasi dan penutupan laring

    Spingter krikofaringeal atau esophagus bagian atas membuka sehingga bolus dapat

    masuk ke esophagus

    Proteksi jalan nafas

    Proteksi jalan nafas akibat adanya elevasi dan penutupan laring. Elevasi disebabkan

    oleh kontraksi dari strap muscle, dimana posisi laring ke atas dank e belakang lidah

    pada saat basis lidah retraksi diakhir fase oral dari menelan. Laring akan ke atas dan

    berada diluar jalur yang dilalui makanan pada saat melalui basis lidah.

    Penutupan laring melibatkan tiga spingter yaitu epiglottis ariepiglotik fold, false vocal

    fold, dan true vocal fold. Jalan nafas menutup hanya untuk memberikan waktu untukmakanan melalui jalan nafas dan kembali terbuka setelah makanan melaluinya.

    Peristaltik Faringeal

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    25/40

    25

    Peristaltic faringeal bertanggung jawab dalam membersihkan material makanan dari

    resesus faringeal, termasuk valekula dan sinus piriformis setelah proses menelan.

    Krikofaringeal

    Otot krikofaringeal bekerja bekerja berlawanan dengan mekanisme otot konstriktor

    dari faring. Pada saat istirahat mm konstriktor relaksasi dan mm krikofaringeus atau

    spingter esophagus menutup untuk mencegah masuknya udara kedalam esophagus

    bersamaan dengan inhalasi ke paru-paru.

    Bila bolus telah melalui daerah krikofaringeus maka dimulai fase esophageal.Sepertiga bagian atas dari esophagus terdiri dari campuran otot volunter dan

    involunter, sedang dua pertiganya secara keseluruhan merupakan otot volunter.

    Spingter esophageal bawah berfungsi sebagai katup bagi lambung. Katup ini relaksasi

    pada saat bolus masuk ke dalam lambung.

    1.3.2. Fungsi Faring (Tonsil) dalam Proses Pertahanan Tubuh

    1.3.2.1. Fisiologi Tonsil

    Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil mempunyai peranan penting dalam fase-fase

    awal kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum

    masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian juga menunjukkan

    bahwa parenkim tonsil mampu menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan

    dalam menghasilkan Ig-A, yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadaporganisme patogen.

    Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum germinativum,

    biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai terjadi

    pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa anak-anak

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    26/40

    26

    dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu

    pubertas atau sbelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai

    proses involusi.

    Terdapat dua mekanisme pertahanan, yaitu spesifik dan non spesifik.

    1.3.2.1.1. Mekanisme Pertahanan Non-Spesifik

    Mekanisme pertahanan spesifik berupa lapisan mukosa tonsil dan kemampuan

    limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa tempat lapisan

    mukosa ini sangat tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah dalam pertahanan darimasuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman dapat masuk ke dalam lapisan

    mukosa, maka kuman ini dapat ditangkap oleh sel fagosit. Sebelumnya kuman akan

    mengalami opsonisasi sehingga menimbulkan kepekaan bakteri terhadap fagosit.

    Setelah terjadi proses opsonisasi maka sel fagosit akan bergerak mengelilingi bakteri

    dan memakannya dengan cara memasukkannya dalam suatu kantong yang disebut

    fagosom. Proses selanjutnya adalah digesti dan mematikan bakteri. Mekanismenya

    belum diketahui pasti, tetapi diduga terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang

    diperlukan untuk pembentukan superoksidase yang akan membentuk H2O2, yang

    bersifat bakterisidal. H2O2 yang terbentuk akan masuk ke dalam fagosom atau

    berdifusi di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri dengan proses oksidasi.

    Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom. Bila fagosit kontak dengan bakteri

    maka membran lisosom akan mengalami ruptur dan enzim hidrolitiknya mengalir

    dalam fagosom membentuk rongga digestif, yang selanjutnya akan menghancurkan

    bakteri dengan proses digestif.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    27/40

    27

    b. Apa kemungkinan penyebab susah menelan ?

    Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas

    1. disfagia mekanik

    Bolus makanan yang besar atau benda asing Keadaan inflamasi dan pembengkakan seperti stomatitis, faringitis, esofagitis Tumor maligna (adenokarsinoma, limfoma, karsinoma sel skuamosa) dan

    benigna (leiomioma, lipoma, angioma)

    Iskemia Pasca operasi atau pasca radiasi

    Kongenital Spondilitis cervicalis Pembesaran kelenjar tiroid

    2. disfagia motorik

    Lesi oral dan paralisis lidah Anestesia orofaring Penurunan produksi saliva Lesi pada pusat menelan Lesi pada komponen sensorik nervus vagus dan glossofaringeus Lesi upper dan lower motor neuron Miastenia gravis Miopati Rabies dan tetanus

    3. disfagia oleh gangguan emosi

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    28/40

    28

    c. Bagaimana mekanisme sukar menelan ?

    Infeksi bakteri dan virus saluran nafas bagias atas infeksi pada hidung dan

    faring menyebar melalui sistem limfa ke tonsil infeksi dan inflamasi tonsil

    membesar, peradangan kemerahan, edema palatum mole sakit tenggorokan

    susah menelan.

    d. Apa interpretasi sakit dan sukar menelan sejak 2 hari yang lalu ?

    Ini berarti sudah terjadi inflamasi akut

    2. a. Apa kemungkinan penyebab batuk ?-infeksi-mekanis-rangsangan kimia-inflamasi pada saluran pernafasanb. Apa kemungkinan penyebab demam tinggi ?

    - infeksi mikroorganisme

    - reaksi peradangan

    - pengaruh obat-obatan

    c. Apa kemungkinan penyebab pembesaran kelenjar di bawah rahang ?

    - infeksi virus atau bakteri

    - keganasan

    d. Bagaimana mekanisme batuk ?

    Fase 1 (inspirasi): paru-paru memasukan kurang lebih 2.5 liter udara,esophagus dan pita suara menutup udara terjerat dalam paru-paru

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    29/40

    29

    Fase 2 (kompresi): otot perut berkontraksi diafragma naik dan menekanparu-paru, diikuti pula dengan kontraksi intercosta internus, yang pada

    akhirnya menyebbakan tekanan pada paru-paru hingga 100 mm/Hg

    Fase 3 ( Ekspirasi): spontan esophagus dan pita suara terbuka dan udarameledak keluar dari paru-paru batuk

    Umum :

    Batuk dapat terjadi dengan sengaja atau karena refleks. Refleks batuk terjadi

    melalui afferentdan efferent pathways.

    Iritasi percabangan trakeobronkial otot-otot inspirasi berkontraksi maksimal

    diikuti menutupnya glotis tekanan intra thoraks glotis terbuka, perbedaan

    tekanan yang besar antara saluran napas dan udara luar menghasilkan aliran udara

    yang cepat melalui trakea partikel-partikel keluar menempel bersama sputum

    ataupun tidak menempel (kering)batuk

    Kasus:

    infeksi reaksi inflamasi aktivasi mediator sekresi eksudat meningkat mula-

    mula serosa kemudian jadi tebal melekat pada dinding faring dahak sulit

    dikeluarkan usaha tubuh untuk mengeluarkan dahak batuk

    e. Bagaimana mekanisme demam tinggi ?

    infeksi masuk pirogen eksogen pirogen endogen (IL-6, IL-2, dll) memacu COX2

    metabolisme asam arakidonat prostaglandin memacu termostat di hipotalamus

    demam

    f. Bagaimana mekanisme pembesaran kelenjar di bawah rahang ?

    infeksi

    penyebaran melalui sistem limfa ke tonsil

    reaksi inflamasi

    bakteridifagosit makrofag APC dibawa ke kelenjar limfa regional di daerah

    submandibular pembengkakan kelenjar limfe

    g. Bagaimana hubungan keluhan penyerta dan keluhan utama ?

    Keluhan penyerta dan keluhan utama sama-sama merupakan respon imunologi

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    30/40

    30

    h. Apa interpretasi pembesaran kelenjar di bawah rahang kanan dan kiri ?

    Terjadi pembesaran kelenjar getah bening

    3. a. Apa makna gejala sering timbul 2-3 bulan ?Gejala sudah pada fase eksaserbasi dan sebagai indikasi untuk dilakukan

    tonsilektomi

    b. Mengapa gejala sering berulang ?

    - pengobatan yang tidak adekuat

    - adanya faktor pencetus, misalnya makanan

    c. Apa dampak gejala yang sering berulang ?

    - tonsil lebih membesar

    - mengganggu jalan nafas

    d. Obat apa yang diberikan kepada rian ?

    - kortikosteroid / Ibuprofen

    - Antipiretik

    - Ekspetorat dan Mukolitik

    - Antibiotik

    - Suntikan penisilin ; jika susah menelan

    4. a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme keadaan umum ?- low intake

    - demam

    - tonsil membesar menyebabkan susah menelan

    b. Bagaimana interpretasi dan mekanisme nadi ?

    Meningkat, setiap peningkatan 1oC nadi meningkat 15 point

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    31/40

    31

    c. Bagaimana interpretasi dan mekanisme suhu ?

    Demam tinggi

    d. Bagaimana interpretasi dan mekanisme pemeriksaan leher ?

    Terjadi pembesaran

    5. a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme faring kemerahan ?Telah terjadi peradangan

    Infeksi reaksi inflamasi peningkatan permeabilitas kapiler hiperemis

    b. Bagaimana interpretasi dan mekanisme lateral band ?

    Membesar

    Infeksi reaksi inflamasi hiperemis pembesaran lateral band

    c. Bagaimana interpretasi dan mekanisme granula membesar ?

    infeksi terjadi pada dinding faring granul membesar

    d. Bagaimana interpretasi dan mekanisme tonsil T3/T3 ?

    -T3: pembesaran dari arcus anterior dan uvula

    Mekanisme:

    Proses radang berulang epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis proses penyembuhan

    jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut jaringan mengkerut, ruang antara kelompok

    melebaryang akan diisi oleh defritus proses ini meluas hingga menembus kapsul timbul

    perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsialaris

    e. Apa saja klasifikasi pembesaran tonsil ?

    -T0: tidak ada pembesaran sudah diangkat

    -T1:pembesaran dari arcus anterior dan uvula

    -T2: pembesaran 2/4 dari arcus anterior dan uvula

    -T3: pembesaran dari arcus anterior dan uvula

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    32/40

    32

    -T4: pembesaran sama dengan arcus anterior dan uvula

    Sehingga secara menis sendiri dibagi beberapa level atau klasifikasi sebagai berikut :

    1. Tonsilitis akut adalah gejala tonsil membengkak permukaan-nya yang diliputieksudat yang berwarna putih kekuning- kuningan.

    2. Tonsilitis folikularis dengan gejala tonsil yang membengkak dan hiperemisdengan permukaannya berbentuk bercak putih yang mengisi kripti tonsil yang

    disebut detritus. Detritus terdiri dari leukosit, epitel yang terlepas akibat

    peradangan, termasuk sisa-sisa makanan yang tersangkut tonsilitis lakunaris

    dengan gejala bercak yang berdekatan, bersatu dan mengisi lekuk-lekuk pada

    permukaan tonsil.

    3. Tonsilitis membranosa dengan gejala eksudat yang menutup permukaan tonsilyang membengkak tersebut meluas menyerupai membran atau lapisan. Membran

    ini biasanya dapat dengan mudah diangkat atau di buang dan berwarna putih

    kekuning- kuningan.

    4. Infiltrat peritonsiler dengan gejala perkembangan lebih lanjut dari tonsiitis akut.Perkembangan ini sampai ke bagian langit-langit, tonsil menjadi terdorong ke

    tengah, rasa nyeri yang sangat hebat , air liur pun tidak bisa di telan. Apabila

    dilakukan penyedotan dengan suntikan di tempat pembengkakan berdekatan

    palatum mole akan keluar darah.

    5. Abses peritonsil bersama gejala perkembangan lanjut dari infiltrat peritonsili.Serta gejala klinis sama dengan infiltrat perintonsiler. Apabila dilakukan aspirasi

    (penyedotan dengan spuit/ suntikan) di tempat pembengkakan di dekat palatum

    mole akan keluar nanah putih kekuningan.

    f. Bagaimana interpretasi dan mekanisme detritus +/+ ?

    Positif ada bercak/bintik-bintik putih pada dinding tenggorokan.

    Mekanisme:

    http://obatamandel.com/tonsilitis.htmlhttp://obatamandel.com/tag/tonsilhttp://lamandel.blogspot.com/http://obatamandel.com/tonsilitis.htmlhttp://obatamandel.com/tonsilitis.htmlhttp://lamandel.blogspot.com/http://obatamandel.com/tag/tonsilhttp://obatamandel.com/tonsilitis.html
  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    33/40

    33

    Folikel mengalami peradangan tonsil akan membengkak membentuk eksudat yang

    akan mengalir dalam saluran lalu keluar dan mengisi kripta kotoran putih/ bercak

    kuningdetritus

    g. Bagaimana interpretasi dan mekanisme kripta melebar ?

    Pada tonsillitis, terjadi proses radang berulang yang timbul epitelmukosa dan jaringan

    limfoid terkikis terjadi proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan

    jaringan parut jaringan parut mengalami pengerutan kripta melebar

    6. Jika data-data diatas saling dikaitkan :a. Apa kemungkinan penyakit yang diderita Rian ?

    Gejala Tonsilopharingitis Angina plaut

    vincent

    Tonsilitis difteri

    Sakit

    tenggorokan

    + + +

    Sukar menelan + - +

    Demam tinggi + + Subfebris

    Batuk + - -

    Pembesaran

    kelenjar

    + + +

    Faring hiperemis + + -

    Detritus + - +

    Kripta melebar + - +

    Tonsil membesar + - +

    b. How to make a diagnosis ?- Anamnesis

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    34/40

    34

    - Pemeriksaan fisik- Pemeriksaan labc. Data apa saja yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis Rian ?

    1.Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit

    (electrolyte level measurement), dan kultur darah (blood cultures).

    2.Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsillitis

    dan bilateral cervical lymphadenopathy. Jika hasilnya positif, penderita memerlukan

    evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver function tests perlu dilakukan pada

    penderita dengan hepatomegaly.

    3. Throat culture atau throat swab and culture: diperlukan untuk identifikasi

    organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan antibiotik yang

    tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya resistensi antibiotik.

    4.Plain radiographs: pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue views) dari

    nasopharynx dan oropharynx dapat membantu dokter dalam menyingkirkan

    diagnosis abses retropharyngeal.

    5.Computerized tomography (CT scan): biasanya tampak kumpulan cairan

    hypodense di apex tonsil yang terinfeksi (the affected tonsil), dengan peripheral rim

    enhancement.

    6.Ultrasound, contohnya: intraoral ultrasonography.

    d. Apa penyakit yang paling mungkin diderita Rian ?Tonsilopharingitis

    e. Bagaimana penanganan yang harus di lakukan terhadap kasus ini ?a. Kausatif

    - Penisilin dosisnya 250 mg po bid selama 10 hari untuk pasien < 27kg dan 500 mg untuk pasien yg BB > 27 kg.

    - Amoxicillin- Sefalosporin generasi I dan klindamisin- Jika pasien alergi terhadap penicillin dapat digunakan antibiotic

    gol.makrolide (eritromisin).

    b. Simtomatik- Nyeri tekan ibuprofen, acetaminophen, aspirin- Vit. C

    Non-Medikamentosaa. Suportif

    - Banyak istirahat- Banyak minum

    b. Rehabilitatif

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    35/40

    35

    - Hindari iritan (polusi, asap, dll)- Hindari alcohol

    c. Preventif- Banyak cuci tangan- Bila ada yg sakit tenggorokan, pisahkan alat makannya

    Terapi Bedah

    Tonsilektomi dilakukan dengan indikasi tertentu

    Usaha untuk membedakan tonsilofaringitis bakteri atau virus bertujuan agar

    pemberian antibiotik sesuai indikasi. Tonsilofaringitis streptokokus grup A

    merupakan satu-satunya tonsilofaringitis yang memiliki indikasi kuat dan aturan

    khusus dalam penggunaan antibiotik.

    Penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada tonsilofaringitis virus karena tidak akanmempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan. Istirahat

    cukup dan pemberian cairan intravena yang sesuai terpi suportif yang dapat diberikan.

    Selain tiu, pemberian obat kumur dan obat hisap, pada anak yang cukup besar dapat

    meringankan keluhan nyeri tenggorok. Apabilaterdapat nyeri atau demam, dapat

    diberikan paracetamol atau ibuprofen. Pemberian aspirin tidak dianjurkan, terutama

    pada infeksi Influenza, karena insiden sidrom Reye kerap terjadi.

    Pemberian antibiotik pada faringitis harus berdasar pada gejal klinis dannhasil kultur

    positif pada pemeriksaan usapan tenggorok. Antibiotik pilihan pada terapi

    tonsilofaringitis akut Streptokokus grup A adalah Penisilin V oral 15-30mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selam 10 hari atau benzatin penisilin G IM dengan dosis

    600.000 IU (BB30kg). Amoksisilin dapat digunakan

    sebagai pengganti penisilin pada anak yang lebih kecil, karena selain efeknya sama,

    amoksisilin juga memiliki rasa yang lebih enak. Amoksisilin dengan dosis 50

    mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis selama 6 hari, efektivitasnya sama dengan

    penisilin V oral selama 10 hari. Untuk anak alergi dapat diberikan eritromisin etil

    suksinat 40 mg/kgBB/hari, eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari, dengan

    pemberian 2-4 kali per hari selama 10 hari.

    Pembedahan elektif adenoid dan tonsil telah digunakan secara luas untuk

    mengurangi frekuensi tonsilitis rekuran. Dasar tindakan ini masih belum jelas.

    Pengobatan dengan adenoidektomi dan tonsilektomi telah menurun dalam 2

    tahun terakhir. Ukuran tonsil dan adenoid bukanlan indikator yang tepat.

    Tonsilektomi biasanya dilakukkan pada tonsilofaringits berulang atau kronis.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    36/40

    36

    f. Jika tidak ditangani secara komprehensif, apa yang terjadi ?Gangguan tonsilitis kronis dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi

    perkontinuitatum, hematogen atau limfogen. Penyebaran perkontinuitatum

    dapat menimbulkan rhinitis kronis, sinusitis dan otitis media. Penyebaran

    hematogen atau koimfogen dapat menyebabkan endokarditis, artritis, miositis,

    nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, urtikaria, furunkulosis dan pruritus.

    g. Jika sudah ditangani secara komprehensif bagaimana prognosisnya ?Quo ad vitam : Dubia ad bonam

    Quo ad fungsional : Dubia ad bonam

    h. Bagaimana kompetensi KDU pada kasus ini ?

    Tingkat Kemampuan 4

    Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

    pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :

    pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan

    dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

    7. Bagaimana pandangan islam pada kasus ini ?"Nikmat apa saja yang kamu peroleh maka itu dari Allah dan musibah apa saja yang

    menimpamu maka itu dari ulahmu sendiri" (an-nisa: 79).

    2.3.4 Hipotesis

    Rian, laki-laki, 15 tahun mengalami tonsilitis grade 3 yang disebabkan oleh infeksi atau

    peradangan

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    37/40

    37

    2.3.5 Kerangka Konsep

    Infeksi pada lapisan epitel Reaksi inflamasi

    Pengeluaran leukosit PMN Pirogen endogen Sekresi eksudat

    banyak

    Terbentuk detritus

    Kripta melebar

    Tonsil membesar

    Sakit dan sukar menelan

    Pembesaran kelenjar

    Asam arakidonat

    Prostaglandin

    Memacu termostat

    dihipitalamus

    Demam tinggi

    Menempel pada

    dinding faring

    Usaha tubuh untuk

    mengeluarkan dahak

    Batuk

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    38/40

    38

    2.3.6 Learning Issue

    TONSILOFARINGITIS

    Defenisi

    Tonsilofaringitis merupakan peradangan pada tonsil atau faring ataupun keduanya

    yang disebabkan oleh bakteri (seperti str. Beta hemolyticus, str. Viridans, dan str.

    Pyogenes) dan juga oleh virus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur.

    Etiologi

    Tonsilofaringitis biasanya disebabkan oleh virus, lebih sering disebabkan oleh

    virus common cold (adenovirus, rhinovirus, influenza, coronavirus, respiratory syncytial

    virus), tapi kadang-kadang disebabkan oleh virus Epstein-Barr, herpes simplex,

    cytomegalovirus, atau HIV. Sekitar 30% kasus disebabkan oleh bakteri. Group A -

    hemolytic streptococcus (GABHS) adalah yang paling sering, namun Staphylococcus

    aureus, Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan Chlamydia

    pneumoniae juga dapat menjadi penyebab.

    Prevalensi

    Tonsilofaringitis dapat mengenai semua umur, dengan insiden tertinggi pada

    anak-anak usia 5-15 tahun. Pada anak-anak, Group A streptococcus menyebabkan sekitar30% kasus tonsilofaringitis akut, sedangkan pada orang dewasa hanya sekitar 5-10%.

    Tonsilofaringitis akut yang disebabkan oleh Group A streptococcus jarang terjadi pada

    anak berusia 2 tahun ke bawah.

    Patofisiologi

    Penularan terjadi melalui percikan ludah (droplet infection). Mula-mula kuman

    menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid

    superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit

    polimorfonuklear.

    Gejala Klinis

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    39/40

    39

    Gejala yang sering ditemukan ialah suhu tubuh naik sampai mencapai 40 0C, rasa

    gatal/kering di tenggorokan, rasa lesu, rasa nyeri di sendi, odinofagia, tidak nafsu makan

    (anoreksia) , dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Bila laring terkena, suara akan menjadi

    serak. Pada kasus yang berat, penderita dapat menolak untuk makan dan minum melalui

    mulut.1,3,5

    Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, tonsil membengkak, hiperemis ; terdapat

    detritus (tonsilitis folikularis), kadang detritus berdekatan menjadi satu (tonsilitis

    lakunaris), atau berupa membran semu. Kelenjar submandibula mambengkak dan nyeri

    tekan; terutama pada anak-anak.

    Penatalaksanaan

    Pada umumnya penyakit yang bersifat akut dan disertai demam sebaiknya tirahbaring, pemberian cairan adekuat, dan diet ringan. Sistemik Antibiotik golongan penisilin

    atau sulfonamide Antipiretik.Pengobatan Oral Obat kumur atau obat isap yang

    mengandung desinfektan.

    Tonsilektomi

    Tonsilektomi dilakukan hanya bila anak menderita serangan yang berat dan

    berulang-ulang yang mengganggu kehidupannya. Tindakan ini harus dilakukan bila

    disertai abses peritonsilar. Tidak boleh dilakukan 3 minggu setelah serangn tonsilitis

    akut, pada palatoskisis, atau pada waktu ada epidemi poliomielitis.

    Komplikasi

    Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut. Komplikasi tonsilitis akut,

    dapat berupa abses peritonsil, abses parafaring, toksemia, septikemia, otitis media akut,

    bronkitis, nefritis akut, miokarditis serta arthritis.

    Prognosis

    Penderita biasanya sembuh dengan pengobatan antibiotik yang tepat. Dapat terjadi infeksi

    yang berulang. Dapat timbul komplikasi seperti abses peritonsilar, ruam kulit akibat stroptokok,

    otitis media akut, demam rematik, dan nefritis akut.

  • 7/31/2019 Laporan Sken D

    40/40

    DAFTAR PUSTAKA

    Aru W. Sudoyo et al.Buku AjarIlmu Penyakit Dalam, Interna Publishing, Edisi V Jilid

    III, 2009 ; h24952502, 25382549

    Ali, Muhammad. 2000. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta; Pustaka

    Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC

    Guyton, Arthur C dan John E. Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran. Jakarta; EGC

    Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta : KKI

    Kumala, Poppy. 1998. Kamus Kedokteran Dorlan, Jakarta; EGC

    Latief, Abdul, dkk. 2003.Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto

    Latief, Abdul, dkk. 2007.Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FK UI

    Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

    Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta; EGC