laporan pbl 3

Upload: atep-lutpia-pahlepi

Post on 12-Jul-2015

480 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PBL III BLOK DERMATOMUSKULOSKELETAL SKABIES

Judul Skenario : KELOMPOK VI Tutor : dr Ika Murti Harini

Anggota kelompok : HIMATUN ISTIJABAH AYUSTIA FANI F KHOLIFAH ALHUDA RATIH PARINGGIT PARTOGI ANDRES M WIDYA KUSUMASTUTI RAHMAT VANADI N DYAH RETNO YUS F MASROMI HENDRIYA W TIARA GIAN PUSPI ELMA LAENI BAROKAH TRIYANI DESI G1A010007 G1A010008 G1A010013 G1A010023 G1A010030 G1A010040 G1A010058 G1A010087 G1A010088 G1A010096 G1A010101 G1A007114

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2011

PBL JUDUL SKENARIO KELOMPOK HARI/TANGGAL TUTORIAL

: III (KETIGA) : SKABIES : VI : SENIN/28 NOVEMBER 2011 SELASA/29 NOVEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN

Sistem Integumen merupakan barrier pertama yang melindungi tubuh dari serangan patogen-patogen, baik berupa bakteri, parasit, jamur, maupun virus. Kelainan pada sistem integumen akan mempermudah patogen-patogen tersebut dalam menginvasi dan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Ilmu yang mempelajari mengenai syitem integumen dinamakan dermatology. Dermatology ini dipelajari khususnya pada blok Dermatomuskuloskeletal (DMS) pada semester ketiga ini. Pada kegiatan Problem Based Learning (PBL) yang kedua ini, kelompok kami akan membahas mengenai kasus yang berkaitan dengan gangguan dermatologi sesuai dengan kasus yang terdapat dalam skenario SKABIES.

BAB II PEMBAHASAN

SKABIES Informasi I Seorang anak laki-laki, 13 tahun dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan gatal sejak 3 bulan tinggal di pesantren. Gatal dirasakan di sela-sela jari tangan dan kaki, ketiak, perut, dan seputar kelamin terutama pada malam hari.

A. Klarifikasi dan Kejelasan Istilah Tidak ada B. Batasan Masalah a. Identitas : Anak laki-laki berumur 13 tahun b. Hasil anamnesis Keluhan utama : gatal RPS Onset Lokasi kelamin Faktor yang memperberat Faktor yang memperingan Kuantitas/kualitas Keluhan penyerta Kronologi RPD RPK RSE : malam hari : - (tidak terdapat dalam informasi) : - (tidak terdapat dalam imformasi) : - (tidak terdapat dalam informasi) : gatal sejak tiga bulan tinggal di pesantren : - (tidak terdapat dalam imformasi) : - (tidak terdapat dalam imformasi) : tinggal di pesantren : tiga bulan : di sela-sela jari tangan dan kaki, ketiak, perut, dan seputar

C. Rumusan Masalah Apa saja diagnosis banding yang didasarkan dari gejala-gejala yang tertera di dalam informasi I? a. Skabies

b. c. d. e. f.

Dermatitis Kontak Alergi (DKA) Cutaneus Larva Migrans (Creeping Eruption) Prurigo Urtikaria akut Pediculosis corporis

D. Analisis Masalah 1. Diagnosis Banding No Penyakit Gejala dan Tanda Predileksi Faktor predisposisi 1. Skabies Gatal malam hari, Sela-sela papul dan vesikel tangan miliar lentikular, sampai kaki, pergelangan jari Kurang dan kebersihan, daerah penduduk di padat dan

ekskoriasi, kusta, tangan, ketiak, menyerang terowongan dengan 1-10 sekitar pusat, semua anggota. bagian Menemukan Sarcoptes pada

panjang paha mm dan dalam,

berjumlah banyak.

genitalia pria, scabiei dan bokong.

pemeriksaan mikroskopis.

2.

Dermatitis Kontak Alergi

Gatal, numular plakat, vesikel

eritema Semua bagian Zat alergen hingga tubuh papul,

berkelompok. 3. Cutaneus Larva Migrans Gatal malam hari, Punggung papul, vesikel, tangan, kaki, Disebabkan oleh cacing tambang dan mudah

terowongan linear anus, bokong, atau berkelok- paha, dan

menulari orangorang yang

kelok panjang.

telapak kaki.

sering berkontak

langsung dengan tanah. 4. Prurigo Gatal, lentikuler nodul Ekstremitas bagian Idiopatik, dicurigai karena pengaruh sinar

dikelilingi daerah ekstensor hiperpigmentasi.

matahari, gigitan serangga, udara dingin, dan

penyakit infeksi kronik 5. Urtikaria Akut Gatal, makula Terutama pada Disebabkan tetapi karena juga alergi. reaksi

coklat kemerahan, badan papul-papul dapat

kehitaman, nodul, mengenai vesikel. ekstremitas, kepala, leher. 6. Pediculosis corporis Gatal, papul disertai adanya garukan. papul- Pinggang, miliar ketiak, dengan inguinal. bekas Disebabkan oleh Pediculosis corporis menyerang orang yang dan

kurang menjaga kebersihan. (Siregar, 2005; Djuanda dkk, 2010) Keterangan : = tanda khas

2. Berdasarkan informasi hasil pemeriksaan fisik dan tabel di atas, maka gejala dan tanda yang terdapat pada pasien lebih condong ke arah skabies sebagai diagnosis kerja.

Definisi Skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (Siregar, 2005; Djuanda dkk, 2010). Etiologi, Epidemiologi, dan Penularan Skabies Skabies disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var hominis. Penyakit ini menyerang anak-anak dan dewasa, serta memiliki frekuensi yang sama pada pria dan wanita. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit ini, yaitu: a. Bangsa/ras : semua bangsa

b. Lingkungan : populasi padat, kumuh, kebersihan dan higiene yang buruk (Siregar, 2005). Skabies ditularkan melalui kontak langsung dengan kulit, misalnya jabat tangan. Dapat juga melalui penularan tidak langsung melalui pakaian, handuk, peralatan tidur, dan lain-lain (Siregar, 2005). Gejala dan Tanda a. Gatal terutama pada malam hari b. Papula dan vesikel miliar sampai lentikular disertai ekskoriasi. c. Terowongan (kanalikuli) dengan panjang 1 10 mm dengan jumlah yang cukup banyak (Siregar, 2005; Djuanda dkk, 2010). Morfologi dan Siklus Hidup Cacing Tambang Larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan betina dalam bentuk bebas. Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform dan dalam beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes (Natadisastra & Ridad, 2009).

E. Sasaran Belajar a. Patogenesis Skabies Sarcoptes scabiei betina membentuk suatu lesi primer di kulit berupa terowongan. Pada saat membuat terowongan, S. scabiei mengeluarkan sekret yang dapat melisiskan stratum korneum. Selain itu, sekret dan ekskret

yang dihasilkan oleh S. scabiei menyebabkan sensitisasi sehingga menimbulkan pruritus dan lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustul dan kadang bula. Lesi tersier berupa ekskoriasi, eksematisasi dan pioderma juga dapat terjadi. Namun, S. scabiei ini hanya bias ditemukan pada lesi primer, yaitu terowongan (Sutanto dkk, 2008). b. Patofisiologi Skabies

S. Scabei betina dan jantan kopulasi S. scabei jantan akan mati S. Scabei betina membentuk terowongan sampai batas St. Corneum dan St. granulosum

S. Scabei betina bertelur dan mengeluarkan sekret Kulit tersensitasi ekskret dan sekret

rash Terkena serabut saraf gatal Digaruk ditempat predileksi Ekskoriasi, erosi dan infeksi

(Gandahusada, 2008).

c. Penegakan Diagnosis Skabies Skabies memiliki 4 tanda, yaitu: 1. Pruritus nokturna Gatal pada malam hari disebabkan aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan hangat. 2. Penyakit menyerang secara berkelompok Dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu juga salam sebuah perkampungan yang padat penduduk. 3. Adanya terowongan (kanalikuli) Adanya terowongan pada tempat tempat predileksi berwarna putih atau keabu abuan berbentuk garis lurus atau berkelok dengan rata rata panjang 1 cm (0 10 mm). 4. Menemukan tungau dan siklus hidupnya Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini, dari telur, larva maupun skibala (butiran feses) (Kartikawati, 2008). Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda umum tersebut (Kartikawati, 2008). Anamnesis Gejala 1 minggu: Gatal disertai munculnya bruntus bruntus di punggung tangan, telapak tangan, sela sela jari (Siregar, 2005). Gejala 1 bulan: Gatal memberat saat malam hari, bruntus bruntus meluas keperut, genitalia, lutut sebelah kanan. Terdapat benjolan bernanah. Sudah berobat ke dokter dan diberi salep gentamisin, tapi tidak sembuh (Siregar, 2005). Pemeriksaan Fisik Distribus: Regional Predileksi: punggung tangan, sela sela jari, telapak tangan, perut, genitalia, selangkangan, lutut kaki kanan. Lesi: multiple, diskret, sebagian konfluens, bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular, diameter antara 0,2 0,5 mm, berbatas tegas, menimbul

dari permukaan kulit, tepi tidak tampak lebih aktif, lesi kering tegas, dasar eritem dengan tepi yang aktif. Efloresensi: papuleritematosa, ekskoriasis, krusta, pustul (Siregar, 2005). Pemeriksaan Penunjang Kerokan kulit: Papul atau kanalikuli ditetesi minyak mineral atau KOH 10%, lakukan kerokan dengan menggunakan scapel untuk mengangkat pappul. Lalu diletakkan di object glass dan ditutup cover glass, diperiksa di bawah mikroskop. Mengambil tunagu dengan jarum: Pada terowongan, jarum ditusukan ke dalam terowongan dan digerakkan secara tangensial dan dikeluarkan. Jika hasilnya positif, di ujung jarum terdapat parasit yang sangat kecil dan transparan. Membuat biopsi irisan: Menjepit lesi dengan ibu jari kemudian dibuat irisan tipis, dan lakukan irisan superficial menggunakan pisau. Kerokan tersebut dilettakkan diatas object glass dan ditetesi minyak mineral dan diliat di mikroskop menggunakan pewarnaan HE (Handoko, 2005). d. Penatalaksanaan Skabies 1. Penatalaksanaan Medikamentosa a) Sulfur Presipitatum. Bentuk sediaan berupa salep atau krim dengan kadar 4 20%. Efektif terhadap stadium larva, nimfa, dan dewasa tetapi tidak dapat membunuh telur sehingga pengobatan dilakukan minimal tiga hari hingga telur menetas sehingga dapat dibasmi. Dapat dipakai pada bayi dengan usia dibawah dua tahun. Kekurangan dari obat ini yaitu menimbulkan bau, mengotori pakaian, dan kadang menimbulkan iritasi. b) Emulsi Benzil Benzoas. Bentuk sediaan berupa salep dengan kadar 20 25%. Efektif terhadap semua stadium. Diberikan setiap malam

selama tiga hari. Kekurangan obat ini yaitu sulit diperoleh, sering menimbulkan iritasi, dan meyebabkan gatal. c) Gama Benzena Heksa Klorida/Gameksan. Sediaan berbentuk krim atau losio. Efektif terhadap semua stadium dan jarang menimbulkan iritasi. Kontraindikasi pada wanita hamil dan anak dibawah enam tahun. d) Krotamiton. Sediaan berbentuk krim atau losio dengan kadar 10%. Mempunyai efek antiskabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. e) Permetrin. Sediaan berbentuk salep dengan kadar 5%. Memiliki efek kurang toksik dibandingkan dengan gameksan namun tingkat efektivitasnya sama. Tidak boleh digunakan untuk bayi dibawah dua bulan (Djuanda dkk, 2010). Prinsip pengobatan medikamentosa untuk skabies yaitu krim harus dioleskan ke seluruh tubuh mulai leher sampai kaki selama minimal 12 jam. Apabila terhapus sebelum waktunya maka harus dioleskan kembali (Djuanda dkk, 2010). Syarat obat yang ideal: a) Harus efektif terhadap semua stadium tungau. b) Tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik. c) Tidak berbau atau kotorserta tidak merusak atau mewarnai pakaian. d) Mudah diperoleh dan harganya murah (Djuanda dkk, 2010). 2. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa a) Edukasi : Memelihara kebersihan (sering mengganti dan mencuci handuk, sprei, pakaian dan barang- barang pribadi lainnya) b) Pada kasus ini pasien tinggal di pesantren, jadi pengobatan harus ditangani secara keseluruhan, tidak hanya penderita saja (Djuanda dkk, 2010). e. Prognosis Skabies Pada umumnya prognosis baik dengan beberapa syarat:

1. 2. 3.

Memperhatikan pemilihan obat memperhatikan cara pemakaian obat Menghilangkan faktor predisposisi (Djuanda dkk, 2010).

f. Klasifikasi Skabies Atipik Beberapa bentuk tersebut antara lain: 1) Skabies pada orang bersih (Scabies of cultivated) Bentuk ditandai lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya, sehingga sulit ditemukan. 2) Skabies incognito Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik atau dapat tersamarkan, tetapi tungan tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. 3) Skabies nodular Lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki laki, inguinal dan aksila. Nodus dapat menetap selama berbulan bulan sampai satu tahun meskipun sudah diberi pengobatan antiskabies dan kortikosteroid. 4) Skabies yang ditularkan melalui hewan Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini tidak didapati terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi terdapat pada daerah yang kontak langsung dengan binatang, seperti paha, dada, lengan dan perut. Masa inkubasinya lebih pendek dan transmisinya lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei varietas binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya di dalam tubuh manusia. 5) Skabies Norwegia atau scabies krustosa Ditandai lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hiperkeratosis yang tebal. Predileksi biasanya pada kulit kepala yang berambut, telinga, bokong, siku, telapak tangan dan kaki serta dapat disertai distrofi kuku. Rasa gatal biasanya tidak menonjol, tetapi bentuk

ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). 6) Skabies pada bayi dan anak Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan dan kaki, serta sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemui. Pada bayi, lesi biasanya terdapat di muka. 7) Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden) Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur (Kartikawati, 2008). g. Patogenesis Cutaneus Larva Migrans Penyebab utama cutaneus larva migran adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing. Biasanya larva tersebut merupakan stadium ketiga siklus hidupnya. Nematoda hidup pada hospes, ovum biasa ditemukan pada kotoran binatang dan arena kelembaban telur akan berubah menjadi larva yang mampu mengadakan penetrasi pada kulit. Larva ini tinggal dikulit berjalan jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari baru akan timbur gejala primer pada kulit (Djuanda, 2010). h. Patofisiologi Cutaneus Larva Migrans Telur

Larva

Dibantu protease dan hyalurodinase

Menembus kulit

Migrasi dalam kulit

kanalikuli/terowongan

Gatal pada malam hari

Penetrasi cacing tambang tergantung pada sekresi dari zat bioakif seperti enzim proteolitik, hyaluronidase, dan sekresi-sekresi protein litik. Kulit manusia merupakan penghalang yang kuat terhadap patogen invasif, termasuk cacing tambang. Larva cacing tambang mensekresi beberapa protease yang dilepaskan ketika larva aktif, dianggap mencerna molekulmolekul besar dan jaringan kulit. Diantaranya, Ancylostoma caninum astacin-like zinc-metalloprotease (Ac-MTP-1) telah ditemukan sebagai produk sekret dari larva cacing tambang. Selain protease lava cacing tambang juga memproduksi hyaluronidase yang mempunyai kemampuan untuk menghancurkan komponen-komponen dari matriks ekstraseluler. Kombinasi dari dua anzim pencerna ini diduga berperan dalam penetrasi cacing tambang pada kulit manusia. Larva cacing tambang memasuki kulit manusia melewati folikel rambut dan kelenjar sebaseous. Larva tersebut memulai migrasi dalam kulit setelah 4 hari penetrasi dan lebih aktif pada malam hari (Velho, 2003). i. Penegakan Diagnosis Cutaneus Larva Migrans Anamnesis Keluhan pasien: gatal, panas, dan nyeri Setelah itu kita bisa menanyakan pada pasien, jika pada anak-anak biasanya mempunyai riwayat suka bermain tanpa menggunakan alas kaki ataupun pada dewasa kita bisa menanyakan riwayat pekerjaan. Biasanya pasien yang terkena cutaneus larva migran memiliki riwayat pekerjaan yang selalu berkontak dengan tanah. Gejala : pada tempat masuk larva tampak papula yang menjalar dan berkelok-kelok , polisiklis sehingga tampak garis liniar yang berkelok dikulit. Pemeriksaan kulit: Lokalisasi: pada tungkai ,plantar tangan, anus , bokong dan paha. Efloresensi:garis merah berkelok kelok yang merupakan kumpulan papul dan vesikel sehingga membentuk terowongan atau kanalikuli

Pemeriksaan laboratorium: Mencari larva dari ujung ruam yang menjalar diambil dengan jarum untuk mendapatkan larva cacing tambang tersebut (Siregar, 2005). j. Penatalaksanaan Cutaneus Larva Migrans 1) Diberi antihelmintes berspektrum luas, seperti tiabendazol (mintezol) dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, sehari 2 kali, diberikan berturut turut selama 2 hari. Dosis maksimumnya 3 gran sehari, jika belum sembuh bisa diulang setelah beberapa hari. Obat ini memiliki efek samping seperti mual, pusing dan muntah. 2) Albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal, diberikan 3 hari berturut turut. 3) Cryotherapy yaitu menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan 45 detik sampai 1 menit, dua hari berturut turut (Djuanda, 2010). k. Definisi Zoonosis Zoonsis didefinisikan sebagai infeksi atau penyakit infeksius apa pun yang dapat menular dari binatang ke manusia. Skabies dapat ditularkan dari manusia ke manusia. Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei var. hominis. Sakabies juga dapat ditularkan dari binatang peliharaan ke manusia. Skabies ini ditimbulkan oleh Sarcoptes scabiei var. canis pada anjing, Sarcoptes scabiei var. suis pada babi, dan Sarcoptes scabiei var. ovis pada domba. Cara penularan dari hewan ke manusia ini dapat terjadi karena kontak langsung. Namun, parasit ini hanya berdiam dalam tubuh manusia sementara waktu dan tidak menembus kulit untuk berkembangbiak, tetapi parasit dalam tubuh manusia tetap menimbulkan tanda dan gejala berupa gatal. Sedangkan, parasit pada hewan akan berkembangbiak dan menimbulkan lesi yang luas. Jadi, Skabies merupakan salah satu dari zoonosis (Timmreck, 2004; Soeharsono, 2002).

BAB III KESIMPULAN

1.

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var hominis.

2.

Gejala dan tanda khas dari penyakit skabies berupa gatal terutama pada malam hari, adanya terowongan (kanalikuli) dengan panjang 1-10 mm dan berjumlah banyak, sering ditemukan di daerah yang padat penduduk dan menyerang seluruh anggota penduduk serta ditemukannya stadium telur, larva, dewasa, serta kotoran Sarcoptes scabiei pada terowongan tersebut.

3. 4.

Penatalaksanaan medikamentosa berupa.. Prognosis skabies umumnya baik.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Gandahusada,Srisari. 2008. Buku Ajar Parasitologi edisi 4. Jakarta: Balai Pustaka FKUI. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta: FKUI. Kartikawati, Henny. 2008. Skabies. Semarang: RS Telogorejo. Natadisastra, Djaenudin dan Ridad Agoes. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC. Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC. Sutanto, Inge, dkk. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Soeharsono. 2002. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : EGC. Velho, P. E. N. F., Faria, A. V., Cintra, M. L., Souza, E. M. & Morase, A. M. 2003. Larva Migrans: A Case Report and Review. Rev. Inst. Med. Trop. S. Paulo. 45(3):167-171, May-June, 2003.