laporan pbl 1 fix
TRANSCRIPT
LAPORAN PBL 1
BLOK NEUROLOGY AND SPESIFIC SENSE SYSTEM (NSS)
“Oh Kisut Ada Apa Denganmu…”
Tutor : dr. Mohamad Fakih, MM
Kelompok 5
Fachrurozy Irsyad G1A011043
Agustus Wiji Gunardi G1A011044
Diana Rizki Ramadhany G1A011045
Aisyah Aulia Wahida G1A011046
Desy Ayu Wulandari G1A011047
Riandi Candra Prayoga G1A011048
Prakosa Jati Pamungkas G1A011049
Yahdiyani Razanah G1A011050
Ratih Rizki Indrayani G1A011051
Bayu Aji Pamungkas G1A011071
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
Dalam diskusi PBL pertama di Blok NSS ini, dilakukan pembahasan
mengenai suatu kasus mulai anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, hingga pada akhirnya tercapailah penentuan diagnosis kerja dari kasus
pasien. PBL 1 di blok NSS ini disimpulkan bahwa pasien mengalami Stroke non-
haemoragik. Kasus ini cukup sering ditemui di Indonesia, sehingga dokter umum
dituntut untuk memiliki kompetensi menangani kasus ini.
Berbagai faktor risiko diketahui berkaitan dengan prevalensi kasus Stroke
tersebut. Pada PBL pertama yang dilangsungkan selama dua kali pertemuan inilah
kelompok kami membahas lebih mendalam tentang penyakit ini. Tidak hanya dari
segi patogenesis dan patofisiologis saja, namun pembahasan juga mencakup
penatalaksanaan dari penyakit tersebut.
Diharapakan setelah membahasnya dalam kelompok kami bisa lebih
mengerti tentang Stroke dan mengerti cara penanganannya.
II. PEMBAHASAN
Skenario
Info 1
Tn. Kisut laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD RSMS diantar oleh
keluarganya dengan keluhan utama tangan dan kaki sebelah kanan lemah secara
mendadak ketika sedang menonton TV kira-kira 2 jam yang lalu. Jika dipaksakan
pasien hanya mampu mengangkat tangan namun sebentar. Pada anamnesis
selanjutnya didapatkan pasien pelo dan mulutnya menceng kekiri. Pasien tidak
mengeluh nyeri kepala, mual maupun muntah dan tetap dalam keadaan sadar
Sebelum, saat, maupun sesudah kejadian. Pasien tidak mengeluh ada riwayat
demam maupun kejang sebelumnya. Pasien juga menyangkal mengalami trauma
kepala sebelumnya. Tn Kisut baru pertama mengalami sakit seperti ini. Tn Kisut
seorang perokok sejak 35 tahun yang lalu, biasanya menghabiskan sekitar 1
bungkus / hari. Tn Kisut suka makanan bersantan seperti gulai, tongseng dan
makanan padang.
Info 2
RPD
1. Keluhan serupa disangkal
2. Riwayat diabetes elitus disangkal
3. Rwayat penyakit jantung dan hipertensi disangkal
4. Riwayat hiperkolesterolemia diakui
RPK
1. Riwayat keluarga dengan keluhan serupa (ayah pasien)
2. Riwayat penyakit jantung dan hipertensi disangkal
3. Riwayat diabetes melitus disangkal
A. Klarfikasi Istilah
1. Hemiparesis : Kelumpuhan otot yang ringan pada salah satu lengan dan
kaki pada sisi yang sama. Kekuatan motoriknya masih diatas nol, jadi masih
dapat bergerak walau terbatas (Mardjono, 2010).
2. Hemiplegia : Hemiplegia adalah kelumpuhan atau kelemahan otot- otot
lengan tungkai berikut wajah pada salah satu sisi tubuh. Kelumpuhan
tersebut biasanya disebabkan oleh lesi vascular unilateral di kapsula interna
atau korteks motorik ( Sidharta, 1999).
3. Pelo : Disartria (pelo, cadel) merupakan gangguan pada artikulasi,
pengucapan kata. Pada keadaan ini, kemampuan berbahasa seperti
gramatika (tata bahasa), kompeherensi dan pemilihan kata tidak terganggu.
Disartria disebabkan oleh gangguan pada kontrol neuromuscular pada
proses artikulasi (Lumbantobing, 2013).
4. Nyeri kepala : Nyeri kepala adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk
nyeri di belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian
belakang (Goadsby,2009).
B. Batasan Masalah
1. Nama : Tn Kisut
2. Umur : 50 tahun
3. Jenis kelamin : Laki – laki
4. Keluhan utama : tangan dan kaki sebelah kanan lemah
5. Onset : 2 jam yang lalu
6. Kualitas : hanya mampu mengangkat tangan sebentar
7. Kuantitas : -
8. Progresivitas : pasien sedang menonton TV lalu mendadak
tangan dan kakinya tidak bisa digerakan dan lemah, 2 jam kemudian pasien
di bawa ke RSMS. Pasien juga mengalami pelo dan mulutnya menceng ke
kiri.
9. Keluhan lainnya : -
10. Riwayat Penyakit keluarga :
a. Riwayat keluarga dengan keluhan serupa (ayah pasien)
b. Riwayat penyakit jantung dan hipertensi disangkal
c. Riwayat diabetes melitus disangkal
11. Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Keluhan serupa disangkal
b. Riwayat diabetes elitus disangkal
c. Riwayat penyakit jantung dan hipertensi disangkal
d. Riwayat hiperkolesterolemia diakui
12. Riwayat sosial-ekonomi:
a. Perokok sejak usia 35 tahun, 1 bukus per hari
b. Suka makan makanan bersantan
C. Analisis Masalah
1. Lesi di otak sebelah mana ?
a. Fungsi lobus otak yang berkaitan dengan kasus.
Lubus frontalis yang terletak di bagian depan, bertanggung jawab
terhadap 3 fungsi utama : (1) aktivitas motoric bolunter, (2)
kemampuan bicara, (3) elaborasi pikiran. Daerah di lobus frontalis
belakang tepat di depan sulkus sentralis adalah korteks motoric primer.
Daerah ini memberikan control volunteer atas gerakan yang dihasilkan
otot – otot rangka. Korteks motoric di setiap sisi otak terutama
mengontrol otot sisi tubuh yang berlawanan maupun lisan. Sedangkan
pada lobus temporalis terdapat daerah broca yang bertanggung jawab
untuk kemampuan bicara.Terletak di lobus frontalis kiri dan berkaitan
erat dengan daerah motoric korteks yang mengontrol otot – otot penting
untuk artikulasi. Daerah wernick, yang terletak di korteks kiri pada
pertemuan lobus-lobus parietalis, temporalis, dan oksipitalis,
berhubungan dengan pemahaman bahasa. Daerah ini berperan penting
dalam pemahaman Bahasa baik tertulis maupun lisan (Sherwood,
2001).
2. Anatomi dan fisiologi SSP ?
a. Anatomi sistem saraf pusat
b. Fisiologi sistem saraf
Skema 1. fisiologi sistem saraf pusat( Sherwood, 2001)
5. Diagnosis banding ?
Stroke Iskemik
Pada kasus hemiplegia, atau kelumpuhan pada tungkai lengan salah
satu sisi tubuh, lesi yang mendasari adalah sebagian besar lesi vascular,
berupa penyumbatan atau perdarahan suatu arteri serebral. Hemiplegia
akibat suatu lesi vascular serebral dikenal dengan istilah “stroke”.Lesi
tersebut berupa infark serebri regional yang dapat berupa iskemik atau
hemoragik( Sidharta, 1999).
Lesi pada iskemik dapat disebabkan oleh proses oklusi arteri setempat
karena thrombus menutupi lumen arteri. Dapat juga karena lumen disumbat
oleh suatu embolus yang terlepas dari thrombus pangkal arteri serebri.
Infark hemoragik timbul karena perdarahan intra serebral atau perembesan
darah sedikit demi sedikit. Sesuai uraian tadi, stroke dapatdibedakan
menjadi stroke iskemik atau nonhemoragikdan stroke hemoragik ( Sidharta,
1999).
Stroke iskemik dapat berkembang sedikit demi sedikit, sesuai dengan
perkembangan infark serebri yang bersifat iskemik. Stroke yang
berkembang sedikit demi sedikit dinamakan stroke in evolution. Sedangkan
stroke yang terjadi secara berulang dan sindromadinamakan transient
ischemic attacks (TIA). Serangan – serangan timbulnya deficit serebral
untuk sementara waktu itu dapat berakhir dengan stroke dimana lengan dan
tungkai sesisi lumpuh secara serentak. Stroke ini disebut completed stroke.
Baik TIA maupun completed stroke kesadaran pasien tidak terganggu
( Sidharta, 1999).
Berbeda dengan stroke iskemik, stroke hemoragik senantiasa
dilengkapi dengan hilangnya kesadaran. Anamnesa kasus stroke hemoragik
adalah khas. Perderita biasanya hipertensif, dengan tiba – tiba jatuh karena
terserang kelumpuhan sesisi tubuh secara mendadak. Pasien stroke
hemoragik nampak wajah yang merah, asimetrik karena salah satu sudut
mulut lebih rendah, berkeringat banyak, kedua bola mata bergerak melirik
kearah lesi terus-menerus, dan nafas yang dalam dan cepat. Dalam beberapa
jam penderita kehilangan kesadaran dan berada dalam keadaan koma. Bila
terjadi perembesan darah sedikit demi sedikit maka kesadaran pasien
menurun snnedkit demi sedikit dalam waktu beberapa jam sampai hari
(Sidharta, 1999).
Info 3
Pemeriksaan fisik
Kesadaran umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kuantitatif : GCS E4 M6 V5
Vital sign TD : 160/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit, regular
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,3’ C
Kepala : mesocephal, tanda trauma (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, reflek cahaya
+/+, pupil isokor diameter 2mm/2mm
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Jantung : batas kiri 2 cm lateral midclavicular line, lainnya dalam
batas normal
Paru
a. Inspeksi : simetris, statis, dan dinamis
b. Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
c. Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
d. Auskultasi : vesikuler, suara tambahan (-)
Abdomen
a. Inspeksi : datar
b. Auskultasi : bising usus (+) normal
c. Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar lien idak teraba
d. Perkusi : tympani
Info 4
Pemeriksaan Neurologis
Tidak didapatkan tanda-tanda iritasi meningeal: kaku kuduk (-), brudzinski’s sign
(-)
N. Cranialis:
Parese N VII kanan tipe sentral
Parese N XII kanan tipe sentral
Fungsi Motorik Superior (D/S) Inferior (D/S)
Gerak T / B T / B
Kekuatan 3 / 5 3 / 5
Reflek fisiologis + / + N + / + N
Reflek patologis + / - + / -
Tonus N / N N / N
Trofi E / E E / E
Info V
Hasil Laboratorium
Hb : 13 gr/dl
Leukosit : 12.000/mm3
Hematokrit : 40%
LED : 12 mm
Trombosit : 410.000/mm3
GDS : 300 mg/dl
Kolesterol total : 170 mg/dl
HDL : 45 mg/dl
LDL : 175 mg.dl
Trigliserida : 155 mg.dl
Asam urat : 5,2 mg/dl
BUN : 25 mg/dl
Kreatinin serum : 1,1 mg/dl
Pemeriksaan Penunjang lain
EKG : Hipertrofi ventrikel kiri
Ro Thorax : kardiomegali ringan
CT scan kepala : gambaran hipodens pada hemisfer kiri
Info VI
Assesment
Diagnois Klinis I : hemiparese dextra
Parese N VII dextra sentral
Parese N XII dextra sentral
Diagnosis Klinis II : hipertensi, hiperkolesterolemia
Diagnosis Topik : kapsula interna sinistra
Diagnosis Etiologi : stroke non hemoragik
Diagnosis Banding : stroke hemoragik
Info 7
Penatalaksanaan
Farmakologi
a. Tirah baring
b. O2 kanul
c. IVFD Asering 20 tpm
d. Cilostazol 2 x 100 mg PO
e. Piracetam 4 x 3 gram iv
f. Insulin 6 unit tiap 6 jam subkutan
Monitoring
a. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
b. 5 B (Breathing, Blood, Brain, Bowel, Bladder)
Rehabilitasi
a. Komunikasi
b. Mobilisasi
c. Aktivitas sehari-hari
Edukasi
a. Mengatur pola makan yang sehat
b. Menghentikan rokok
c. Melakukan olahraga yang teratur
d. Menghindari stress dan beristirahat cukup
Info 8
Fungsional : dubia ad bonam
Vitam : bonam
Sanam : bonam
D. Merumuskan Tujuan Belajar
1. Jelaskan anatomi dari serebrum ?
2. Jelaskan anatomi dari saraf cranialis ?
3. Jelaskan Fungsi korteks serebri yang terdapat pada masing-masing lobus?
4. Apa perbedaan fungsi hemisfer serebri dekstra dan sinistra?
5. Jelaskan fungsi saraf cranialis ?
6. Jelaskan perjalanan jaras piramidalis ?
7. Jelaskan definisi dan insidensi stroke
8. Jeaskan Mekanisme dan klasifikasi stroke?
9. Jelaskan faktor risiko stroke?
10. Jelaskan tanda dan gejala dari stroke?
11. Bagaimana patofisiologi dari gejala dan tanda stroke ?
12. Bagaimana pemeriksaan fisik umum dan neurologis ?
13. Jelaskan scoring untuk penilaian jenis stroke ?
14. Jelaskan diagnosis etiologis dan diagnosis banding stroke?
15. Jelaskan diagnosis topis berdasarkan keadaan klinis dari penyakit stroke?
16. Jelaskan macam-macam Komplikasi akibat stroke ?
17. Jelaskan talak stroke, farmako non farmako ?
18. Bagaimana cara melakukan monitoring pada penyakit stroke?
19. Bagaimana rehabilitasi medik dari pasien stroke?
20. Apkaah yang menjadi aspek psikososial dari pasien stroke ?
21. Jelaskan mengenai Prognosis penyakit stroke?
E. Menarik Atau Mengambil Sistem Informasi Yang Dibutuhkan Dari
Informasi Yang Ada
1. Anatomi serebri ?
Cerebrum merupakan bagian terbesar otak dan terletak di fossa
cranii anterior dan medius serta menempati seluruh cekungan tempurung
tengkorak. Cerebrum terbagi menjadi dua bagian: diencephalon yang
membentuk inti sentral dan telencephalon yang membentuk hemispherium
cerebri (Snell, 2011).
a. Hemispherium cerebri
Hemisperium cerebri merupakan bagian otak yang paling besar dan
merupakan oleh fissura longitudinalis cerebri. Fissura longitudinalis
superior berisi lipatan durameter yang berbentuk seperti bulan sabit,
yang biasanya disebut sebagai falx cerebri dan juga berisi arteria
cerebralis anterior. Di bagian fissura yang dalam, terdapat corpus
callosum yang menghungkan hemisfer cerebri dextra dan hemisfer
cerebri sinistra (Snell, 2011).
Gambar 1. Cerebrum (Martini, 2009).
Sulcus-sulcus utama yang berada di cerebrum adalah:
1) Sulcus centralis
Sulcus centralis yaitu sulcus yang memisahkan lobus frontal dengan lobus
parietal. Sulcus centralis sangat penting karena gyrus yang terletak di sebelah
anteriornya mengandung sel-sel motorik yang menginisiasi gerakan-gerakan
tubuh sisi kontralateral; di posterior sulcus ini terletak korteks sensorik umum
yang menerima informasi sensorik dari sisi tubuh kontralateral (Snell, 2011).
2) Sulcus parietooccipitalis
Sulcus parietooccipitalis merupakan sulcus yang memisahkan lobus parietal
dengan lobus ocipital. Sulcus ini dimulai dari tepi medial superior
hemisphere sekitar 2 inci (5 cm) di anterior polus occipitalis. Sulcus ini
berjalan turun ke arah anterior pada permukaan medial untuk bertemu dengan
sulcus calcarina (Snell, 2011).
3) Sulcus lateralis
Sulcus lateralis memisahkan lobus frontalis dengan lobus frontalis, dan
dibagian caudal memisahkan lobus oarietal dan occipital. Di dasar lobus
lateralis terdapat insula (Snell, 2011).
4) Sulcus calcarinus
Ditemukan pada bagian medial hemisfer cerebri. Sulcus ini dimulai dari
bawah ujung posterior corpus callosum dan melengkung ke atas dan belakang
untuk mencapai polus occcipitalis yang merupakan tempat berakhirnnya
sulcus tersebut (Snell, 2011).
Lobus cerebrum dibagi menjadi 4 lobus, yaitu :
1) Frontalis
Lobus frontalis menempati daerah anterior sulcus sentralis dan superior
dari sulcus lateralis. Permukaan superolateral lobus frontalis dibagi oleh
tiga sulcus menjadi empat gyrus yaitu gyrus frontalis superior, gyrus
frontalis media, gyrus frontalis inferior, dan gyrus presentralis. Gyrus
presentralis merupakan area motorik primer dimana seluruh tubuh
terwakili secara topografi. Gyrus frontalis inferior terbagi oleh ramus
asendens sulcus lateralis menjadi tiga bagian, yaitu pars orbitalis,
triangularis, dan oppercularis. Pars triangularis dan oppercuralis disebut
area bicara broca yang berperan dalam mekanisme motorik untuk
formulasi bicara (Snell, 2011; FK UNDIP, 2004).
2) Parietalis
Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak di posterior sulcus
sentralis, di atas fisura lateralis, dan meluas ke belakang ke fisura
parieto-oksipitalis. Lobus parietalis terbagi menjadi tiga bagian yaitu
gyrus post centralis (area somesthetica primer), lobulus parietalis
superior, dan lobulus parietalis inferior (FK UNDIP, 2004).
3) Occipitalis
Lobus oksipitalis adalah lobus posterior korteks serebrum. Lobus ini
terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis. Cortex pada kedua tepi
sulcus calcarinus merupakan cortex visual primer (Martini, 2009, Snell,
2011).
4) Temporalis
Lobus ini terletak disebelah ventral dari sulcus lateralis. Pada permukaan
lateralnya terdapat 3 gyrus yaitu gyrus temporalis superior, gyrus
temporalis medius. Dan gyrus temporalis medius. Pada sisi dalam dari
sulcus lateralis terdapat beberapa lintasantasan pendek miring disebut gyri
temporale tranversi dari hescl yang merupakaan cortex auditori. Pada
gyrus temporalis superior juga terdapat area wernicke sebagai tempat
pemahaman bahasa (Snell, 2011; FK UNDIP, 2004).
5) Insula
Cortex ini terdapat di dalam sulcus lateralis dan baru dapat dilihat bila
lobus temporalis dipisahkan dari lobus frontalis.
6) Lobus limbicus
b. Struktur interna hemispherium cerebri
Hemispherium cerebri diliputi oleh selapis substansia grisea yang
disebut cortex cerebri. Di bagian dalam hemispherium cerebri terdapat
ventriculus lateralis, massa substansia grisea yang disebut nucleus basalis
dan serabut – serabut saraf. Serabut – serabut saraf tertanam di neuroglia
dan membentuk substansia alba. Nucleus basales terdiri dari (Snell, 2011):
1) Corpus Stiatum
Terletak di lateral thalamus. Corpus ini hampir terbagi secara lengkap
oleh sebuah pita serabut saraf – yaitu capsula interna – menjadi
nucleus caudatus dan lentiformis.
2) Nucleus Amygdala
Terletak di lobus temporalis berdekatan dengan uncus.
3) Claustrum
Merupakan lapisan dari permukaan lateral tipis substantia grisea yang
dipisahkan dari permukaan lateral nucleus lentiformis oleh capsula
externa.
Gambar 2. Nucleus basalis (Netter, 2002; Martini, 2009)
c. Diencephalon
Diencephalon terdiri dari ventriculus tertius dan struktur – struktur yang
membatasinya. Diencephalon meluas ke posterior di tempat ventriculus
tertius bersambung dengan aqueductus cerebri dan ke anterior sejauh
foramina interventricularis. Jadi, diencephalon merupakan struktur yang
terletak di garis tengah dengan belahan kanan dan kiri yang simetris.
Jelaslah, subdivisi otak dibuat untuk memudahkan dan dari titik pandang
fungsional serabut – serabut saraf bebas melewati batas – batasnya.
1) Gambaran Umum
Permukaan inferior diencephalon merupakan satu – satunya daerah
diencephalon yang terpajan permukaan dalam otak. Permukaan ini
dibentuk oleh struktur hipotalamik dan struktur lainnya yang meliputi
– dari anterior ke posterior – chiasma opticum dengan tractus opticus
di sisi lain; infundibulum dengan tuber cinereum; serta corpus
mamillare.
Permukaan superior diencephalon tertutup oleh fornix yang
merupakan berkas serabut – serabut yang tebal dan berasa dari
hippocampus lobus temporalis. Selain itu, pada bagian posterior
melengkung melewati thalamus, lalu bergabung dengan corpus
mamillare. Dinding superior diencephalon yang sebenarnya dibentuk
oleh atap ventriculus tertius. Dinding tersebut terdiri dari saru lapis
ependyma yang bersambung dengan lapisanependyma lain yang
membatasi ventriculus tertius. Pada bagian superior ditutupi oleh
lipatan vascular piamater yang disebut tela choroidea ventriculus
tertius. Dari atas ventriculus tertius terdapat sepasang tonjolan vascular
yang menonjol ke bawah dari garis tengah ke rongga ventriculus
tertius, yaitu plexus choroideus ventriculus tertius.
Permukaan lateral diencephalon dibatasi oleh capsula interna
substansia alba dan mengandung serabut – serabut saraf yang
menghubungkan cortex cerebri dengan bagian – bagian lain pada
batang otak dan medulla spinalis.
Oleh karena terbagi menjadi dua bagian yang simetris oleh
ventriculus tertius yang berbentuk seperti celah, diencephalon juga
memiliki permukaan medial. Bagian superior pada permukaan medial
diencephalon, yaitu dinding lateral ventriculus tertius, dibentuk
permukaan medial thalamus , sedangkan bagian inferiornya oleh
hipotalamus. Kedua daerah ini dipisahkan satu dengan yang lain oleh
sulcus yang dangkal, yaitu sulcus hypothalamicus. Seberkas serabut
saraf – yang merupakan serabut – serabut aferen ke nucleus
habenularis – membentuk rigi di sepanjang tepi superior permukaan
medial diencephalon dan disebut stria medullaris thalamicus.
Diencephalon dapat dibagi menjadi empat bagian besar: thalamus,
subthalamus, epithalamus, dan hypothalamus.
Gambar 3. Diencephalon (Netter, 2002)
2) Thalamus
Thalamus adalah massa substansi grisea yang besar dan berbentuk
oval yang membentuk bagian utama diencephalon. Thalamus
merupakan daerah yang penting dan berperan sebagai pusat seluruh
system sensorik utama, kecuali jaras olfactorius. Thalamus terletak di
setiap sisi ventrikulus tertius. Ujung anterior thalamus sempit, bulat,
dan membentuk batas posterior foramen interventrikularis. Ujung
posterior melebar membentuk pulvinar yang bergantung diatas
colliculus superior dan brachium superioris. Corpus geniculatum
laterale membentuk tonjolan kecil di aspek bawah bagian lateral
pulvinar.
Permukaan superior thalamus di sebelah medial ditutupi oleh
ependyma dan membentuk sebagian lantai ventrikulus lateralis; bagian
lateral sebagian tertutup oleh plexus choroideus ventriculus lateralis.
Permukaan inferior bersambung dengan tegmentum mesencephalon.
Permukaan medial thalamus membentuk bagian superior dinding
lateral ventrikulus tertius dan biasanya berhubungan dengan thalamus
sisa yang berlawanan melalui pita substansia grisea yang disebut
hubungan intertalamik (adhesion interthalamicus). Permukaan lateral
thalamus terpisah dari nucleus lentiformis oleh pita substansia alba
yang penting yang disebut capsula interna.
Thalamus merupakan pusat sel yang penting dan menerima traktus
– traktus sensorik utama (kecuali jaras olfactorius). Struktur ini
dianggap sebagai pusat yang mengintegrasikan dan menyalurkan
berbagai informasi ke cortex cerebri dan berbagi region subkortikal
lainnya. Thalamus juga berperan penting untuk mengintegrasikan
fungsi visceral dan somatik.
3) Subthalamus
Subthalamus terletak di inferior thalamus dan diantara thalamus dan
tegmentum mesencephalon; di bagian kraniomedial, subthalamus
berhubungan dengan hypothalamus. Kumpulan sel yang ditemukan di
dalam subthalamus merupakan ujung cranial nucleus ruber dan
substansia nigra. Nukleus subthalamicus berbentuk seperti lensa
bikonveks.
4) Epithalamus
Epithalamus terdiri dari nucleus habenularis dan hubungan –
hubungannya, serta glandula pinealis.
a) Nukleus Habenularis
Nukleus habenulari adalah sekelompok kecil neuron yang
terletak tepat di medial permukaan posterior thalamus. Serabut –
serabut aferen diterima dari nucleus amygdale di dalam lobus
temporalis dan melewati stria medullaris thalami. Serabut – serabut
lainnya berjalan dari formation hippocampus melalui fornix.
Bebebrapa serabut stria medullaris thalami menyilang garis tengah
dan menuju nucleus habenularis sisi yang berlawanan. Serabut –
serabut yang terakhir ini membentuk commisusura habenularum.
b) Glandula Pinealis (Corpus)
Glandula pinealis merupakan struktur kecil yang berbentuk
kerucut dan melekat menuju diencephalon melalui tangkai pineal.
Bagian superior dasar tangkai ini mengandung commissural
habenularis dan bagian inferior basis tangkai tersebut berisi
commisura posterior. Glandula pinealis saat ini dikenal sebagai
kelenjar endokrin yang dapat mempengaruhi aktivitas kelenjar
hipofisis, pulau – pulau Langerhans pancreas, paratiroid, adrenal
dan gonad. Sekret glandula pinealis, yang dihasilkan oleh
pinealosit, mencapai target organnya melalui aliran darah atau
cairan serebrospinalis. Kerja utamanya sebagai inhibitor, baik
menghambat produksi hormone secara langsung maupun
menghambat sekresi releasing factor dari hipotalamus secara tidak
langsung. Penting diperhatikan bahwa glandula pineal tidak
mempunyai sawar darah otak.
5) Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian diencephalon yang terbentang dari
daerah chiasma opticum ke tepi kaudal corpus mammillare. Struktur
ini terletak di bawah sulcus hypothalamicus pada dinding lateral
ventriculus tertius. Jadi hipotalamus secara anatomi merupakan area
kecil otak yang terletak sangat dekat dengan system limbic, thalamus,
traktus – traktus asendens dan desendens serta hipofisis. Hipotalamus
mengendalikan dan mengintegrasikan fungsi system saraf otonom dan
system endokrin serta berperan penting dalam mempertahankan
homeostatis tubuh. Hipotalamus terlibat dalam pengaturan suhu tubuh,
cairan tubuh, rasa lapar dan haus, perilaku seksual, serta emosi.
6) Chiasma Opticum
7) Tuber cinereum
8) Corps mamilare
d. Sistem Perdarahan Otak
Sumber pembuluh darah utama di otak adalah arteri carotis
interna dan arteri vertebralis yang akan membentuk anastomosis
menjadi Circulus Arteriosus Willisi. A.rteri carotis interna
dipercabangkan oleh a. carotis communis di regio colli. Sedangkan
arteri vertebralis dipercabangkan dari Arteri subclavia. Setelah
melewati voramen magnum arteri vertebralis dextra dan sinistra
bergabung menjadi arteri cerebri posterior.
Anastomosis arteri carotis interna dan vertebralis :
1. A. cerebralis anterior
2. A. communicans anterior
3. A. carotis interna
4. A. communicans posterior
5. A. cerebralis posterior
Darah darah dari vena di otak akan melalui sinus-sinus yang terdiri
dari :
1. Sinus sagitalis Superior
2. Sinus sagitalis Inferior
3. Sinus Rectus
4. Sinus Transversalis Dekstra
5. Sinus Sigmoid
Aliran darah dari vena di ruang sub arachnoid dan vena-vena lain akan
melewati secara berturut-turut ke sinus sgitalis superior et inferior,
sinus rectus, sinus transversalis dekstra dan sinista, sinus sigmoid,
bulbus superior vena jugularis, dan vena jugularis interna
Gambar 3. Arteri dan Vena Otak
e. Vaskularisasi Otak
Arteri carotis communis bercabang menjadi a. carotis externa dan
interna. a.carotis externa akan memperdarahi bagian leher, esophagus,
faring, laring, rahang bawah, wajah. Sedangkan a.carotis interna akan
masuk melalui canalis carotidis os temporal dan menuju ke otak. Di dasar
a.carotis interna terdapat sinus carotidis.
Terdapat 3 cabang utama vaskularisasi otak : a.carotis interna dextra
et sinistra, a.basilaris. a.carotis interna berjalan ascenden setinggi
n.opticus, bercabang menjadi 3 yaitu a. Opthalmicus ke mata, a. cerebri
anterior ke bagian lobus frontal dan parietal, a. cerebri media menuju
mesencephalon, dan permukaan lateral hemisphere otak.
a. subclavia bercabang menjadi a.vertebralis dextra et sinistra menuju
foramina transverses vertebra cervicalis dan masuk foramen magnum
bergabung di permukaan depan medulla oblongata membentuk a.
basilaris.
2. Anatomi nervus cranialis?
Gambar 4. Nervus Cranialis (Encyclopedia Britanica, 2014)
Anatomi nervus cranialis (Baehr dan Michael, 2010)
Nama Asal Keluar
N. I Sel-sel olfaktori pada epitel olfaktori Lamina cribriformis
N. II Retina, sel-sel ganglion retina Kanalis opticus
N.III Nuclei n. okulomotor Fisura orbitalis superior
N.IV Nuclei n. trochlearis Fisura orbitalis superior
N. V Sel-sel bipolar di ganglion semilunar, nuclei
motorik, nuclei trigeminus
V cabang 1 : fisura
orbitalis superior, V
cabang 2 : foramen
rotundum, V cabang 3 :
foramen ovale
N.VI Nucleus n. abdusens Fisura orbitalis superior
N.VII Nucleus n. fasialis Meatus akustikus
internus
N.VII
I
Ganglion vestibulare dan ganglion spirale Meatus akustikus
internus
N.IX Nucleus ambiguus, ganglion inferius Foramen jugulare
N.X Nucleus ambiguus, ganglion inferius Foramen jugulare
N.XI Nucleus ambiguous Foramen jugulare
N.XII Nukleus n. hipoglosus Kanalis hipoglosus
3. Fungsi korteks serebri masing-masing lobus :
a. Lobus Frontalis
Lobus ini merupakan yang paling besar, memiliki ukuran 1/3 luas
hemispher cerebri. Pada lobus frontalis dibagi menjadi beberapa gyrus,
terdapat 4 gyrus yang terdapat pada lobus frontalis yaitu gyrus
precentralis, gyrus frontalis superior, gyrus frontalis medius, gyrus
frontalis inferior. Gyrus precentralis terletak di anterior sulcus centralis,
pada gyrus ini merupakan area motorik primerdimana seluruh tubuh
terwakili secara topografik. Gyrus frontalis inferior terbagi menjadi 3
bagian oleh ramus ascendens sulcus lateralis yaitu pars orbitalis, pars
opercularis, dan pars trigeminalis. Pada pars opercularis dan pars
trigeminalis disebut sebagai area brocca yang sering disebut sebagai
area bicara motorik, sebagai formulasi bicara (Staff Anatomi FK
UNDIP, 2005). Gangguan pada lobus frontalis dapat menimbulkan
gejala-gejala :
1) Monoplegi atau hemiplegi
2) Disfasia motorik (disfasia ekspresif)
3) Perubahan kepribadian dengan perilaku antisosial, kehilangan
inisiatif
4) Inkontinensia urin
b. Lobus Temporalis
Lobus temporalis terletak di inferior sulcus lateralis, terdapat 3 gyrus
yang membentang secara miring yaitu gyrus temporalis superior, gyrus
temporalis medius, dan gyrus temporalis inferior. Pada bagian dalam
sulcus lateralis terdapat gyrus tambahan yaitu gyrus temporalis
tranversi yang merupakan cortex auditori (Staff Anatomi FK UNDIP,
2005). Selain itu lobus temporalis berperan dalam pembentukan &
perkembangan emosi dan pusat pendengaran. Terdapat korteks
audotorik, pada sisi dominan berfungsi untuk pusat pendengaran dalam
bahasa dan pada sisi nondominan untuk pendengaran dari suara, irama,
dan musik. Pada girus temporalis media dan inferior berhubungan
dengan proses belajar dan memori. Gangguan pada
lobustemporalisdapatmenyebabkan :
1) Tulisensorik
2) Gangguan pendengaran irama (mamusia)
3) Gangguanbelajar dan ingatan
4) Kelainan pada sistem limbik : halusinasi olfaktorik, perilaku agresif
dan antisosial, gangguan ingatan jangka pendek
5) Kelainan pada hemisfer dominan akan menimbulkan disfasia
Wernicke atau disfasia reseptif(Sherwood, 2001).
c. Lobus Occipitalis
Merupakan lobus kecil, yang memiliki batas anterior dengan sulcus
parietoocipitalis. Pada bagian lateral lobus occipitalis dibagi menjadi
gyrus occipitalis lateral oleh sulcus occipitalis lateralis. Pada bagian
medial terdapat sulcus calcarina menjadi gyrus cuneus dan gyrus
lingualis. Coteks pada tepi dari sulcus calcarina merupakan area visual
primer (Staff Anatomi FK UNDIP, 2005). Gangguan pada lobus
oksipitalis dapat menyebabkan:
1) Gangguan lapang pandang
2) Buta kortikal bila kelainannya di korteks striata (area 17)
3) Gangguan interpretasi visual bila kerusakannya di korteks striata dan
parastriata (Sherwood, 2001).
d. Lobus Parietalis
Merupakan lobus yang memiliki batas kurang jelas, lobus parietalis
dibagi menjadi 3 lobus yaitu gyrus psotcentralis, lobulus parietalis
superior, lobulus parietalis inferior. Pada posterior sulcus centralis
merupakan area sensorik tepatnya pada gyrus postcentralis yang
merupakan area somesthetica primer,dimana menjadi pusat rasa taktil
(Staff Anatomi FK UNDIP, 2005). Pada gyrus postsentral berfungsi
untuk menerima jaras aferen untuk rasa posisi, raba, dan gerakan
pasif. Gyrus supramarginal dan angular hemisfer dominan untuk area
reseptif untuk bahasa dimana komprehensi anatara aspek pendengaran
dan visual berintegrasi. Selain itu berfungsi juga untuk kemampuan
kalkulasi, kemampuan untuk konstruksi tubuh, dan pada hemisfer
dominan untuk konsep body image dan kesiagaan terhadap lingkungan
eksternal. Gangguan pada lobusparietalisdapatmenyebabkan :
1) Gangguan rasa posisi
2) Gangguansensorikgerakpasif
3) Gangguan rasa halus
4) Gangguantwopointdiscrimination
5) Astereognosia (gangguanmengenalbentukmelaluiperabaan)
6) Afasia reseptif atau afasia sensorik
7) Kelainan pada sisi dominan akan didapatkan Gerstmann Syndrom
dengan gejala-gejala : tak dapat membedakan ekstremitas kiri dan
kanan, kesulitan mengenal jari tangan (finger agnosia), gangguan
berhitung (akalkuli), gangguan menulis (agrafia)
8) Kelainan pada sisi nondominan akan didapatkan gejala :
anosognosia (tak mengenal ekstremitas kontralateral dan tak
mengakui kelumpuhannya), apraxia (kesulitan melakukan suatu
tindakan yang kompleks, seperti memakai baju, menalikan sepatu),
geographical agnosia (tidak mengenal lokasi tempat),
apraksia konstruksional ( tak dapat meniru gambar-gambar
geometris) (Sherwood, 2001).
e. Lobus Limbicus
Lobus yang mengelilingi rostral encephali dan commisura
interhemispheric ini bukanlah lobus yang sebenarnya. Lobus limbicus
dibagi menjadi gyrus parahipocampus, gyrus cinguli, gyrus
hipocampus. Lobus limbicus dapat berfungsi sebagai rasa afektif (Staff
Anatomi FK UNDIP, 2005). Selain itu lobus limbik merupakan media
dari sensasi olfaktorik, emosi, dan perilaku afektif (Sherwood, 2001)
f. Lobus Insulae
Lobus yang terlihat jika lobus temporalis dipisahkan dengan lobus
frontalis, didalam lobus insulae terdapat ganglia basalis, yang dibagi
menjadi corpus striatum, nuclei amygdala, dan claustrum. Lobus ini
memiliki fungsi sebagai pengatur postur tubuh dangerakan volunter
(Staff Anatomi FK UNDIP, 2005).
4. Perbedaan fungsi hemisfer serebri
Daerah korteks sejauh ini terdistribusi merata, kecuali bahasa, yang
dijumpai di satu sisi, biasanya hemisfer kiri. Sisi kiri biasanya juga
dominan untuk control motorik halus. Dengan demikian sebagian besar
orang lebih dominan pada hemisfer kiri. Selain itu hemisfer dextra dan
sinistra memiliki spesialisasi masing-masing. hemisfer cerebri sinistra
unggul dalam melaksanakan tugas logis, analitis, sekuensial, dan verbal,
misalnya matematika, bahasa, dan filsafat. Selain itu pengolahan informasi
lebih bersifat fragmenter, sehingga orang dengan dominasi hemisfer
sinistra dikaitkan dengan “pemikir yang ilmiah”. Sedangkan untuk
hemisfer cerebri dextra dextra biasanya unggul dalam non-bahasa, seperti
persepsi spasial, artistic, dan music. Selain itu pengolahan informasi lebih
bersifat holistik, sehingga orang dengan dominasi hemisfer dextra
dikaitkan dengan “pencipta” (Sherwood, 2001).
5. Fungsi saraf cranialis :
No
.Nama
KomponenFungsi
1. Nervus Olfaktorius (sensorik) Aferen Viseral Khusus Penghidu
2. Nervus Optikus (sensorik) Aferen Somatik Khusus Penglihatan
3. Nervus Okulomotorius
(motorik)
(a) Eferen Somatik Mempersarafi
- M. Rektus Superior
- M. Rektus Inferior
- M. Rektus Medialis
- M. Obliquus Inferior
- M. Levator Palpebrae
(b) Eferen Viseral M. sfingter pupilae, M.
siliaris
(c) Aferen Somatik Propriosepsi
4. Nervus Trokhlearis (motorik) (a) Eferen Somatik M. Obliquus superior
(b) Aferen Somatik Propriosepsi
5. Nervus Trigeminus
(Motosensorik)
(a) Aferen Somatik Sensasi pada wajah serta di
dalam rongga hidung dan
mulut
(b) Eferen Brankhial Otot-otot pengunyah
(c) Aferen Somatik Propriosepsi
6. Nervus Abdusens
(motosensorik)
Eferen Somatik M. Rektus Lateralis
7. Nervus Fasialis
(motosensorik)
(a) Eferen Brankhialis - M. stilohioideus,
- M. digastrikus
- Otot-otot ekspresi wajah
- Platisma
(b) Eferen Viseral - Glandula nasalis
- Glandula Lakrimalis
- Salivasi
- Glandula Sublingualis
- Glandula Submandibularis
(c) Aferen Viseral
Khusus
- Pengecapan (2/3 anterior
lidah)
(d) Aferen Somatik - Telinga luar
- Bagian kanalis auditorius
8. Nervus Vestibulokoklearis
(sensorik)
Aferen Somatik Khusus - Keseimbangan
- Pendengaran
- Organ Corti
9. Nervus Glossofaringeus
(motosensorik)
(a) Eferen Brankhialis - M. Stilofaringeus
- M. Faringeus
(b) Eferen Viseral Salivasi, Glandula Parotid
(c) Aferen Viseral
Khusus
Pengecapan (1/3 posterior
lidah)
(d) Aferen Viseral Somatosensorik (1/3
posterior lidah)
(e) Aferen Somatik Telinga tengah, tiba
eustakhius
10. Nervus Vagus (motosensorik) (a) Eferen Brankhialis Otot-otot laring dan faring
(b) Eferen Viseral Visera torasik dan abdominal
(c) Aferen Viseral Rongga abdomen
(d) Aferen Viseral
Khusus
Pengecapan: epiglotis
(e) Aferen Somatik Kanalis auditorius, duramater
11. Nervus Asesorius
(motosensorik)
(a) Eferen Brankhialis Otot-otot laring dan faring
(b) Sel-sel kornu
anterius
M. Sternokleidomastoideus,
M. trapezius
12. Nervus Hypoglossus
(motorik)
Eferen somatikOtot-otot lidah
Tabel 1. Fungsi Nervus Kranialis
6. Jelaskan jaras piramidalis :
Sistem saraf untuk motorik dibagi menjadi sistem pyramidalis dan extra
pyramidalis. Tractus pyramidalis terdiri dari tractus corticospinal dan
tractus corticobulbar. Tractus extra pyramidalis dibagi menjadi lateral
pathway dan medial pathway. Lateral pathway terdiri dari tractus
rubrospinal dan medial pathway terdiri dari tractusvestibulospinal, tractus
tectospinal dan tractusretikulospinal. Medial pathway mengontrol tonus
otot dan pergerakan kasar daerah leher, dada dan ekstremitas bagian
proksimal. Sedangkan untuk Lateral Pathway mengontrol gerakan halus
dari ekstremitas bagian distal (Martini danNath, 2006).
a. Tractus Corticospinal
Serabut tractus corticospinal berasal dari sel pyramidal di cortex
cerebri. Dua pertiga serabut ini berasal dari gyrus precentralis dan
sepertiga dari gyrus postcentralis. Serabut desendens tersebut lalu
mengumpul di corona radiata, kemudian berjalan melalui crus posterius
capsula interna. Pada medulla oblongata tractus corticospinal nampak
pada permukaan ventral yang disebut pyramids. Pada bagian caudal
medulla oblongata tersebut 85% tractus corticospinal menyilang kesisi
kontralateral pada decussatio pyramidalis sedangkan sisanya tetap pada
sisi ipsilateral walaupun akhirnya akan tetap bersinaps pada neuron
tingkat tiga pada sisi kontra lateral pada medulla spinalis.
Tractuscorticospinalis yang menyilang pada ducassatio akan
membentuk tractus corticospinal lateral dan yang tidak menyilang akan
membentuk tractus corticospinal anterior (Snell, 2002).
b. Tractus Corticobulbar
Serabut tractus corticobulbar mengalami perjalanan yang hampir sama
dengan tractus corticospinal, namun tractus cortico bulbar bersinaps
pada motor neuron nervus cranialis III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII.
Tractus coricobulbar menjalankan fungsi kontrol volunter otot skelet
yang terdapat pada mata, dagu, muka, dan beberapa otot pada faring
dan leher.Seperti halnya dengan tractus corticospinal, tractus cortico
bulbar pun mengalami persilangan namun persilangannya terdapat pada
tempat keluarnya motor neuron tersebut.(Martini danNath, 2006).
Gambar 5. Traktus Pyramidalis
7. Definisi dan insidensi stroke
Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi dengan mendadak
dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah ke otak.
Gangguan suplai darah ini dapat berupa iskemia yang diakibatkan oleh
trombosis atau emboli dan pecahnya pembuluh darah (perdarahan) otak.
Gangguan suplai darah ini dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel otak
karena tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup dan nutrisi yang
dibutuhkan oleh sel otak (Lumbantobing, 2001).
WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit
fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak
dan bukan oleh yang lain dari itu.
Insidensi Stroke (Ikawati, 2009) :
a. Di AS, stroke mrp penyebab kematian ke-3 setelah jantung dan
kanker, diderita oleh 500.000 orang per tahunnya
b. Di Indonesia, menurut SKRT th 1995, stroke termasuk penyebab
kematian utama, dengan 3 per 1000 penduduk menderita penyakit
stroke dan jantung iskemik.
c. Di dunia, menurut SEAMIC Health Statistic 2000, penyakit
serbiovaskuler seperti jantung koroner dan stroke berada di urutan
kedua penyebab kematian tertinggi di dunia.
8. Klasifikasi stroke :
Stroke dapat diklasifikasikan mejadi beberapa:
a. Bedasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1) Stroke ischemik
a) Trombosis cerebri
b) Emboli cerebri
c) Hipoperfusi cerebri
2) Stroke haemoragik
a) Perdarahan intra serebri
b) Perdarahan ekstraserebri (hematoma subdural, hematoma
epidural, hemaoma subarachnoid)
b. Berdasarkan stadium waktu
1) Trancient Ischemik attack
2) Reversible ischemik neurologis deficit
3) Stroke in evolution
4) Completed stroke
c. Berdasarkan letak lesi
1) Sistem karotis
2) Sistem vetebrobasiler (Anandita, 2011)
9. Faktor risiko stroke :
Menurut WHO (2009), factor risiko untuk penyakit stroke adalah sebagai
berikut:
a. Bisa di ubah (Modifiable)
1) Faktor risiko Mayor
Kriteria mayor ini di dapat dari tingginya tingkat prevalensi dalam
masyarakat dan adanya penurunan tingkat kejadian bila factor risiko
ini dikendalikan.
a) Tekanan darah tinggi
b) Lipid darah yang abnormal, total kolesterol, LDL, dan TG
meningkat HDL menurun.
c) Merokok
d) Jarang berolahraga dapat meningkatkan risiko sebesar 50 %.
e) Obesitas
f) Diet yang salah, rendahnya intake buah-buahan dan sayur-sayuran
serta tingginya intake lemak bersaturasi tinggi dapat
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 11 %.
g) Diabetes Mellitus
2) Faktor risiko Lain
a) Status sosioekonomi yang rendah
b) Penyakit mental seperti depresi
c) Stres psikososial seperti terisolasi dari kehidupan social dan
kecemasan
d) Penggunaan alcohol dapat meningkatkan risiko sebesar 30 %.
e) Penggunaan obat – obatan tertentu seperti obat kontrasepsi oral
dan terapi penggantian hormon.
f) Hipertrofi ventrikel kiri (Left Ventricular Hipertrophy/LVH)
g) Peningkatan homosistein dalam darah
h) Peningkatan C-reactive Protein (CRP)
i) Gangguan koagulasi darah
b. Tidak bisa diubah (Non-Modifiable)
1) Umur
Risikoakanmeningkat 2 kali lipatbilasudahmelaluiumur 55 tahun.
2) Ras
3) Gender
4) Riwayatpenyakitkeluarga
5) Hipertensi
6) Penyakit kardiovaskuler-embolisme
7) Kolesterol tinggi
8) Obesitas
9) Peningkatan hematokrit (meningkatkan risiko infark serebri)
10) Diabetes mellitus (terkait aterogenesis terakselerasi)
11) Kontrasepsi oral
12) Merokok
13) Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
14) Konsumsi alkohol (Muttaqin, 2008).
Menurut Muttaqin tahun 2008
a. Faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi
1) Usia
Semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena stroke karena
berkaitan dengan adanya proses degenerasi (panuan) yang terjadi
secara alamiah dan pada umumnya pada orang usia lanjut
pembuluh darahnya lebih kaku oleh karena adanya plak
(atherosklerosis)
2) Jenis kelamin
Laki-laki lebih resiko lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-
laki cenderung merokok dan rokok itu sendiri akan menyebabkan
lapisan dari pembuluh darah rusak.
3) Herediter
Terkait dengan stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke
pada keluarga,memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena
stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya.
4) Ras
b. Faktor yang dapat di modifikasi
1) Hipertensi
2) Penyakit jantung
3) Diabetes melitus
4) Hiperkolesterolemia
5) Obesitas
6) Merokok
10. Tanda dan gejala stroke
Tabel 2. Tanda dan Gejala Stroke Iskemik (Non Haemoragic)
(Wirawan, 2009).
Tabel 3. Tanda dan Gejala Stroke Haemoragic (Wirawan, 2009).
11. Patofisiologi dari gejala dan tanda stroke :
Skema 2. Patofisiologi Stroke (Snell, 2011)
12. Pemeriksaaan fisik umum dan neurologis :
Tabel 4. Tabel GCS
a. Reflek Pupil
Jika terjadi gangguan bisa berakibat pada mata, N.II/N.III, saraf
simpatis cervical, brainstem.Ukuran pupil ditentukan oleh : iris yang
mengandung 2 kelompok otot polos :Sphincter pupillae : m.constrictor
dikontrol secara parasimpatis dan dilator pupillae : m dilator dikontrol
secara simpatis
1) Reflek Cahaya
colicullus superior (reflek) dan nucleus geniculatum lateral
(visual) bersinaps di nucleus pretectal. Radiasi optic ke korteks
visual primer (midbrain) oleh nuclei Edinger-Westphal
(parasimpatik).
Jalur efferent : Nucleus Edinger-Westphal pada N.III di
ganglion ciliaris sphincter pupillae dan corpus ciliaris dimana
cahaya di satu mata dapat menghasilkan konstriksi di dua pupil
(respon konsensual). Terdapat beberapa tipe lesi:
a) Lesi di jalur afferent
1.1) Lesi di radiasi optic, korteks visual, atau colliculi
superior tidak memiliki efek ke reflek cahaya pupil.
1.2) Lesi di area pretectal dapat menghilangkan reflek pupil
tetapi mekanismenya belum jelas.
1.3) Lesi di N.II dapat menjadi gangguan respon cahaya
pupil ke sisi lesi, ipsilateral atau kontralateral.
b) Lesi di jalur efferent
Lesi di N.III / ganglion ciliaris terjadi karena impuls
dari nucleus Edinger Westphal tidak mencapai sphincter pupil
pada mata yang ipsilateral sehingga mengakbatkan midriasis
dengan tidak ada reflek cahaya. Selain itu juga anisocor yaitu
ukuran pupil yang melebar tidak sama, jika ukurannya terlalu
besar dapat dicurigai massa intracranial unilateral yang
menekan N.III, klinisnya sering akibat pemakaian obat2an
konstriktor atau dilator pada satu mata yang harus dihindari, ex
pada pasien pingsan.
Berikut cara pemeriksaan refleks pupil :
1) Reflek cahaya
a) Tutup salah satu mata
b) Penderita diminta melihat jauh agar tidak ada akomodasi dan
otot sphincter relaksasi
c) Beri cahaya dari samping mata
2) Reflek akomodasi
a) Penderita diminta melihat benda yang dipegang pemeriksa
b) Penderita mengikuti gerak benda tsb menuju bag tengah mata
c) Reflektoris pada kontriksi pupil
3) Reflek Konsensual
a) Beri pembatas antar kedua mata
b) Mata sebelah diberi cahaya, mata yang lain ikut konstriksi
b. Reflek Patologis
1) Reflek hoffmann tromer
Tangan pasein ditumpu oleh tangan pemeriksa. Kemudian ujung
jari tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah
tangan penderita. Reflek positif jika terjadi fleksi jari yang lain dan
adduksi ibu jari
2) Grasping reflek
Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara
ibu jari dan telunjuk penderita. Maka timbul genggaman dari jari
penderita, menjepit jari pemeriksa. Jika reflek ini ada maka penderita
dapat membebaskan jari pemeriksa.
Normal masih terdapat pada anak kecil. Jika positif pada dewasa
maka kemungkinan terdapat lesi di area premotorik cortex.
3) Reflek palmomental
Garukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi
muskulus mentali ipsilateral. Reflek patologis ini timbul akibat
kerusakan lesi UMN di atas inti saraf VII kontralateral
4) Reflek snouting
Ketukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularis oris maka
akan menimbulkan reflek menyusu. Menggaruk bibir dengan tongue
spatel akan timbul reflek menyusu. Normal pada bayi, jika positif
pada dewasa akan menandakan lesi UMN bilateral
5) Mayer reflek
Fleksikan jari manis di sendi metacarpophalangeal, secara halus
normal akan timbul adduksi dan aposisi dari ibu jari. Absennya
respon ini menandakan lesi di tractus pyramidalis
6) Reflek babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari
melalui sisi lateral. Orang normal akan memberikan resopn fleksi
jari-jari dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul
respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan
menyebar atau membuka, normal pada bayi masih ada. Terdapat
juga reflek dengan konsolidasi yang sama dengan babinski:
a) Reflek oppenheim
Goresan di sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah,
dengan kedua jari telunjuk dan tengah.
b) Reflek Gordon
Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius.
c) Reflek schaefer
lakukan dengan cara melakukan tekanan pada tendo achiles
d) Reflek caddock
Gores di sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak
kaki, dari tumit ke depan.
7) Reflek rossolimo
Pukulkan hammer reflek pada dorsal kaki pada tulang cuboid. Reflek
akan terjadi fleksi jari-jari kaki.
8) Reflek mendel-bacctrerew
Pukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi
jari-jari kaki.
13. Skoring untuk penilaian jenis stroke :
Catatan : 1. SSS > 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
Tabel 5. Skoring untuk Penilaian Stroke
NoNo Gejala/TandaGejala/Tanda PenilaianPenilaian IndeksIndeks SkorSkor
11 KesadaranKesadaran (0) Kompos mentis(0) Kompos mentis
(1) Mengantuk(1) Mengantuk
(2) Semi koma/koma(2) Semi koma/koma
X 2,5X 2,5 ++
22 MuntahMuntah (0) Tidak(0) Tidak
(1) Ya(1) Ya
X 2X 2 ++
33 NyerikepalaNyerikepala (0) Tidak(0) Tidak
(1) Ya(1) Ya
X 2X 2 ++
44 TekanandarahTekanandarah DiastolikDiastolik X 10%X 10% ++
55 AteromaAteroma
a. D M a. D M
b. Angina pektoris b. Angina pektoris
c. Klaudikasiointermiten c. Klaudikasiointermiten
(0) Tidak(0) Tidak
(1) Ya(1) Ya
X (-3)X (-3) --
66 KonstanteKonstante - 12- 12 - 12- 12
H A S I L S SSH A S I L S SS
Skema 3. Algoritma stroke Gajah mada (mardjono,2010)
14. Diagnosis etiologi : Stroke non hemoragik
15. Diagnosis topik : Kapsulainternasinistra
16. Komplikasi penyakit stroke diantaranya adalah
a. Kelumpuhan total
b. Rekurensi stroke
c. Akibat tirah baring lama bisa terjadi pneumonia, dekubitus,
inkonrinensia serta berbagai akibat imobilisasilain
b. Gangguan sosial ekonomi
c. Gangguan psikologi
17. Tatalaksana farmakologis dan nonfarmakologis :
a. Terapi farmakologis
1) IVFD dengan asering atau RL per 12 jam (bila tidak ditemukan
kelainan jantung)
2) Jika tekanan darah tinggi
a) MAP > 140(pada stroke ishkemik): turunkan dengan
antihipertensi parenteral 20-25% dari MAP
b) MAP > 130 (pada stroke haemoragik): turunkan dengan
antihipertensi parenteral 20-25% dari MAP
c) Jika terdapat hiperglikemi dan dislipidemi berikan
tatalaksanan sesuai dengan konsesnsus endokrnologi dan
metabolik
d) Jika GD > 150 gr/dl mka lakukan sliding scale dengan
menggunakan insulin
e) Bila tidak memungkinkan untuk dirujuk ke pelayanan
kesehatan yang memadai < 5 jam, maka dapat diberikan
obat golongan statin
f) Evalusai fungsi kemih
3) Pemberian obat antiplatelet pada stroke sekunder
a) Aspirin
Dosis pemberian 50-325 mg per oral, sekali sehari
b) Aspirin+dipiridomal
Dosis dan cara pemberian: Aspirin 25 mg + dipiridomal
SR 200 mg per oral diberikan 2 kali sehari
c) Cilostazol
Dosis dan cara pemberian: 100mg per oral 2 kali sehari
Clopidogrel
Dosis dan cara pemberian: 75 mg peroral sekali sehari
d) Ticlodipin
Dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral, 2 x sehari
4) Pemberian antikoagulan diberikan pada pasien yang memiliki
faktor risiko atrial fibrilasi contoh obatnya adalah walfarin
5) Lain-lain
a) Statin: simvastatin 1 x 10 mg
b) Beta blocker, ACE inhibitor, manitol (Kemenkes, 2013)
b. Terapi non-farmakologis\
1) Airway dengan melakukan elevasi pada kepala 300
2) Evaluasi fungsi menelan jika mengalami gangguan lakukan
pemasangan NGT
3) Hindari faktor risiko stroke
4) Hindari stress
5) Istirahat cukup
6) Lakukan monitoring
7) Lakukan evaluasi bulanan, 3 bulanan, dan tahunan
8) Diet lunak
9) Cegah kondisi hipertemia (Kemenkes, 2013).
18. Monitoring penyakit stroke
Dalam melakukan monitoring dan observsi kemungkinan perburukan
karena kondisi kardiovaskuler maupun neurologis. Setelah pemberian
obat-obatan stroke harus selalu dipantau keadaan umum, kesadaran,
tanda vital, dan 5B (Breathing, Blood, Brain, Bladder, Bowel)
(Hennerici,, 2005).
a. Breathing : pantau terus jalan nafas pasien, jangan sampai terjadi
gangguan pernafasan.
b. Blood : apabila terjadi tekanan darah di atas 220/120 mmHg,
usahakan untuk menurunkan tekanan darah tersebut, namun tidak
boleh secara drastis, harus perlahan. Jaga komposisi darah agar tetap
seimbang, bila gula darah pasien mencapai lebih dari 200 mg/dl harus
diturunkan.
c. Brain : kondisi otak harus dijaga agar tidak terjadi kejang dan
peningkatan tekanan intrakranial. Apabila terjadi peningkatan tekanan
intrakranial dapat diberikan manitol dengan dosis titrasi (dosis
semakin diturunkan setelah pemberian pertama).
d. Bladder : perhatikan kemungkinan terjadinya inkontinensia/retensio
urin, bila perlu pasang kateter.
e. Bowel : asupan gizi yang seimbang diperlukan oleh pasien, hindari
mengejan karena akan menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial.
19. Rehabilitasi medik pada pasien stroke
Rehabilitasi medik untuk stroke dibagi menjadi dua yaitu : pemulihan
neurologis dan pemulihan fungsional. Pemulihan neurologis adalah
pemulihan awal setelah stroke yaitu pulihnya fungsi sel otak pada area
penumbra yang berada di sekitar area infark.
Pemulihan fungsional dibagi menjadi dua yaitu proses substitusi dan
proses kompensasi. Proses substitusi dilakukan dengan adanya stimuli
eksternal melalui terapi dan latihan. Proses kompensasi adalah
menyeimbangkan keinginan aktivitas fungsional pasien dan
kemampuan fungsi pasien yang masih ada. Hal-hal yang biasa
dilakukan untuk rehabilitasi penderita stroke adalah :
a. Bergerak. Gerakkan bagian sehat dan sakit. Saat ada kebutuhan
gerak diharapkan sirkuit baru terbentuk.
b. Gerak fungsional. Contoh gerak fungsional adalah memegang,
meraih, menggerakkan gelas ke mulut.
c. Bantu dan arahkan pasien untuk lakukan gerak fungsional sesuai
kebutuhan pasien. Tidak terlalu dibantu atau terlalu dibiarkan.
d. Latih gerak fungsional apabila stabilitas batang tubuh sudah
tercapai.
e. Persiapkan pasien dalam kondisi prima.
f. Hasil terapi latihan yang diharapkan optimal bila ditunjang oleh
kemampuan fungsi kognitif, persepsi, dan semua modalitas
sensoris yang utuh.
20. Aspek psikososial :
Aspek ini merupakan hubungan antara pasien dengan lingkungan
disekitarnya khususnya masyarakat. Jika pasien merasakan susah
untuk melakukan interaksi dengan masyarakat akibat dari stroke yang
diderita dapat memicu terjadinya depresi pada pasien. Depresi dapat
disebabkan karena pasien merasa kehilangan hal-hal yang dicintainya
sebelum pasien terkena stroke. Jika kondisi ini tetap dibiarkan akan
dapat memicu serangan stroke yang berikutnya. Aspek psikososial
juga berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien karena kualitas
hidup merupakan sesuatu hal yang bersifat subjektif dan tidak bisa
didefinisikan secara empiris (Suwantara, 2004)
21. Prognosis stroke :
Prognosis penyakit stroke ditentukan melalui banyak faktor salah
satunya adalah tipe stroke, luas serangan stroke, umur dari onset awal
terkena stroke, berapa kali terkena stroke (Ikawati, 2009)
Kesimpulan
1. Diagnosis pasien pada kasus ini adalah stroke non hemoragik
2. Menurut National of Neurologicals Disorders and Stroke (NINDS),
berdasarkan etiologinya stroke dibedakan menjadi stroke hemorrhagik dan
stroke non hemorrhagik
3. Etiologi stroke non hemorrhagik adalah atherosclerosis, embolisasi, dan
penurunan tekanan darah sistemik, sedangkan etiologi stroke hemorrhagi
adalah pecahnya arteri, pecahnya aneurisma, dan AVM (Arteriol-Venula
Malformation)
4. Faktor risiko penyakit stroke ada dua macam, yaitu faktor risiko yang
dapat dimodifikasi (riwayat stroke, hipertensi, DM, obesitas, dan
merokok), dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis
kelamin, ras, dan faktor keturunan)
Daftar Pustaka
Baehr, Mathias dan Michael Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologi Duus : Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta. EGC.
Bahrudin, Moch. 2009. Diagnosa Stroke. Staf Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.
Demarquay, G. et al., 2005. Ethical Issues of Informed Consent in Acute Stroke. Cerebrovascular Diseases, 19, pp.65-68.
Encyclopedia Britanica. 2014. “The Human Nervous System Gallery : Cranial Nerves”. Available at : http://www.britannica.com/EBchecked/media/46720/The-cranial-nerves-and-their-areas-of-innervation (diakses pada 10 Maret 2014).
Goadsby PJ. 2009. Pathophysiology of migraine. Neurol clin.
Hennerici, Michael G. 2005. Stroke, In Clinical Practice Series. Totenham United Kingdom : Elsevier
Ikawati, Zullies. 2009. Stroke. Yogyakarta: UGM
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Pengendalian Stroke. Jakarta: Bakti Husada
Laboratorium Anatomi FK UNDIP. 2004. Systema Nervosum Centrale.
Lumbantobing. 2013. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: FKUI
Mardjono dan Sidharta. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-15. Jakarta: Dian Rakyat.
Martini, F.H., Nath J.L. 2009. Fundamentals of anatomy and physiology. 8th
Edition. Pearson Education,inc. San Fransisco
Martini, Frederic H; Nath, Judi L. 2010. Fundamentals of Anatomy and Physiology Eight Edition. San Fransisco : Pearson International Education
Martini, Frederich. Judi Nath. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology 9 th
Edition. San Fransisco: Pearson Benjamin Cumming
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika. P. 236-7
Netter, Frank, John Craig, James P. 2002. Atlas of Neuroanatomi and Neurophisiology. USA: Entacopone.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sel. Jakarta : EGC
Sidharta, Priguna. 1999. Tata Pemeriksaan Dalam Neurologi. Jakarta : Dian Rakyat
Snell, Richard. 2007. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 6.Jakarta : EGC.
Snell, Richard. 2011. Neuroanatomi klinik Edisi 7. Jakarta : EGC.
Staff Anatomi FK UNDIP. 2005. Sistema Nervosum Centralis. Semarang: Laboratorium FK UNDIP
Suwantara JR. 2004. Depresi Pasca Stroke: Epidemiologi, Rehabilitasi, dan Psikoterpi. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol. 23. No. 4. hal 3-4
Wirawan, Rosiana Pradanasari .2009. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer. Majalah Kedokteran Indonesia. Volum: 59: (2). Hal 61-71