skenario 4 ikterus

23
Skenario 4 Ikterus Definisi Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan. Atau bisa juga Ikterus adalah akumulasi abnormal pigmen bilirubin dalarn darah yang menyebabkan air seni berwarna gelap, warna tinja menjadi pucat dan perubahan warna kulit menjadi kekuningan. Icterus merupakan kondisi berubahnya jaringan menjadi berwarna kuning akibat deposisi bilirubin. Ikterus paling mudah dilihat pada, sklera mata karena elastin pada sklera mengikat bilirubin. Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang disebabkan asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandung pigmen lipokrom, misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Pada karotemia warna kuning terutama tampak pada telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya. Sklere pada karotemia tidak kuning. Istilah ikterus dapat dikacaukan dengan kolestasis yang umumnya disertai ikterus. Definisi kolestasis adalah hambatan aliran empedu normal normal untuk mencapai duodenum. Kolestatasis ini dulu sering dinamakan jaundice obstruktif. Normalnya, bilirubin total <1> Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar

Upload: muzayyinatul-hayat

Post on 12-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

FLJLSLLGM

TRANSCRIPT

Skenario 4 Ikterus DefinisiIkterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan.Atau bisa juga Ikterus adalah akumulasi abnormal pigmen bilirubin dalarn darah yang menyebabkan air seni berwarna gelap, warna tinja menjadi pucat dan perubahan warna kulit menjadi kekuningan. Icterus merupakan kondisi berubahnya jaringan menjadi berwarna kuning akibat deposisibilirubin. Ikterus paling mudah dilihat pada, sklera mata karena elastin pada sklera mengikat bilirubin.Ikterus harus dibedakan dengankarotenemiayaitu warna kulit kekuningan yang disebabkan asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandung pigmen lipokrom, misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Pada karotemia warna kuning terutama tampak pada telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya. Sklere pada karotemia tidak kuning. Istilah ikterus dapat dikacaukan dengan kolestasis yang umumnya disertai ikterus. Definisi kolestasis adalah hambatan aliran empedu normal normal untuk mencapai duodenum. Kolestatasis ini dulu sering dinamakanjaundice obstruktif.Normalnya, bilirubin total Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 uniol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenamya sudah mencapai angka 7 mg%.Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40 mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik.(3)Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.

Etiologi ikterusIkterus merupakan suatu keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen empedu pada tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning, terutama pada jaringan tubuh yang banyak mengandung serabut elastin sperti aorta dan sklera (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995). Warna kuning ini disebabkan adanya akumulasi bilirubin pada proses (hiperbilirubinemia). Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:1. Ikterus pre-hepatikIkterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh:Babesia sp.,danAnaplasma sp.Menurut Price dan Wilson (2002), bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Contoh kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh infeksiLeptospira grippotyphosa.2. Ikterus hepatikIkterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002). Ikterus3. Ikterus Post-HepatikMekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan domestik. Larva nematoda yang melewati hati dapat menyebabkan inflamasi danhepatocellular necrosis(nekrosa sel hati). Bekas infeksi ini kemudian diganti dengan jaringan ikat fibrosa (jaringan parut) yang sering terjadi pada kapsula hati. Cacing yang telah dewasa berpindah pada duktus empedu dan menyebabkan cholangitis atau cholangiohepatitis yang akan berdampak pada penyumbatan/obstruksi duktus empedu. Contoh nematoda yang menyerang hati anjing adalahCapillaria hepatica.Cacing cestoda yang berhabitat pada sistem hepatobiliary anjing antara lainTaenia hydatigenadanEchinococcus granulosus.Cacing trematoda yang berhabitat di duktus empedu anjing meliputiDicrocoelium dendriticum, Ophisthorcis tenuicollis, Pseudamphistomum truncatum, Methorcis conjunctus, M. albidus, Parametorchis complexus,dan lain-lain (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995).

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:1. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan2. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam3. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis)4. Ikterus yang disertai oleh: Berat lahir 8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB)

A.Macam Macam Ikterus1. Ikterus Fisiologisa. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.b Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.2. Ikterus Patologika. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas :1. Ikterus pra hepatic : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi :a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus.b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.3. Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu.4. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab : Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri) Kadang oleh defisiensi G-6-PO5. Ikterus yang timbul 24 72 jam setelah lahir dengan penyebab: Biasanya ikteruk fisiologis Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam Polisitemia Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar sub kapsuler dan lain-lain) Dehidrasis asidosis Defisiensi enzim eritrosis lainnya6. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab Biasanya karena infeksi (sepsis) Dehidrasi asidosis Defisiensi enzim G-6-PD Pengaruh obat Sindrom gilber7. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab : biasanya karena obstruksi hipotiroidime hipo breast milk jaundice infeksi neonatal hepatitis galaktosemia1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV.2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.(Ngastiyah, 1997)(Suriadi,2001)

Jenis-jenis Ikterus Menurut Waktu Terjadinya1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh : Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain Infeksiintra uterine Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir Biasanya ikterus fisiologis Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin. Policitemia Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll)

3. Iktersua yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama Sepsis Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD Pegaruh obat-obatan Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya Ikterus obtruktive Hipotiroidisme Breast milk jaundice Infeksi Hepatitis neonatal GalaktosemiaB. PATOFISIOLOGIBilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.1. Ikterus fisiologisSecara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.1

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Penelitian di RSCM Jakarta menunjukkan bahwa dianggap hiperbilirubinemia bila:1.Ikterus terjadi pada 24 jam pertama2.Peningkatan konsentrasi bilirubin darah lebih dari 5 mg% atau lebih setiap 24 jam3.Konsentrasi bilirubin darah 10 mg% pada neonatus (bayi baru lahir) kurang bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan4.Ikterus yang disertai proses hemolisis (pemecahan darah yang berlebihan) pada inkompatibilitas darah (darah ibu berlawanan rhesus dengan bayinya), kekurangan enzim G-6-PD, dan sepsis)5.Ikterus yang disertai dengan keadaan-keadaan sebagai berikut:Berat lahir kurang dari 2 kgMasa kehamilan kurang dari 36 mingguAsfiksia, hipoksia (kekurangan oksigen), sindrom gangguan pernafasanInfeksiTrauma lahir pada kepalaHipoglikemi (kadar gula terlalu rendah), hipercarbia (kelebihan carbondioksida)Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut Kernikterus.Kernikterusadalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak.Gejalanyaantara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan keterbelakangan mental.

Gejala dan tanda klinis

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi* Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)2. Pucat* Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.3. Trauma lahir* Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah)* Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK5. Letargik dan gejala sepsis lainnya6. Petekiae (bintik merah di kulit)* Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis

7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)* Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)9. Omfalitis (peradangan umbilikus)10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)12. Feses dempul disertai urin warna coklat* Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:1. Dehidrasi Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)2. Pucat Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.3. Trauma lahir Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.4. Pletorik (penumpukan darah) Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK5. Letargik dan gejala sepsis lainnya6. Petekiae (bintik merah di kulit) Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)9. Omfalitis (peradangan umbilikus)10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)12. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.

Manifestasi ikterusJaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien.(2)Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzimuridine diphosphateglucuronyl transferasemengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin.

ANATOMI SISTEM HEPATOBILIERPengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan hubungannya dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier karena biasanya terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada traktus biliaris hanya muncul pada 58% populasi.(4)Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudalforegutdiawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitanforegut, nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.(4)Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.(4)Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater.(4)Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum.(4)METABOLISME NORMAL BILIRUBINBilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini dikombinasikan dengan albumin membentuk kompleks protein-pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek berdasar reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan tidak dikeluarkan melalui urin. Didalam sel inti hati albumin dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang larut dalam air dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo Van den Berg memberikan reaksi langsung sehingga disebut bilirubin direk.(5)Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang terlalu banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati, terjadinya refluks bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran empedu menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah. Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia dengan manifestasi klinis berupa ikterus.KLASIFIKASIGambar 3 berisi daftar skema bagi klasifikasi umum jaundice: pre-hepatik, hepatik dan post-hepatik. Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik.Gejala kuning pada yang dikenal sebagai ikterus dibagi 3 golongan berdasarkan penyebab kuningnya tersebut. (1)Ikterus hemolitik, ikterus yang timbul karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Misal pada keadaan infeksi (sepsis), ketidak cocokan gol darah ibu dengan golongan darah bayi, bayi yang baru lahir (ikterus fisiologik) dsb. (2)Ikterus parenkimatosa,ikterus yang terjadi akibat kerusakan atau peradangan jaringan hati, misal pada penyakit hepatitis. (3)Ikterus obstruktif, ikterus yang timbul akibat adanya bendungan yang mengganggu aliran empedu. Misal pada tumor, kelainan bawaan (atresia bilier), batu pada kandung empedu dsb.Hiperbilirubinemia sendiri dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan penyebabnya yaituhiperbilirubinemia retensiyang disebabkan oleh produksi yang berlebih (bilirubin indirek meningkat) danhiperbilirubinemia regurgitasiyang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena adanya obstruksi bilier (bilirubin direknya juga meningkat dan produksi sterkobilinogen menurun).Hiperbilirubinemia retensidapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit secara massive misalnyaanemia hemolitikpada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam darah (indirek). Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga denganikterus acholuria. Pada neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena hepar belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah. Jika ada dugaan ikterus hemolitik perlu dipastikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin total, bilirubin indirek, darah rutin, serologi virus hepatitis.Apabila peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan albumin mengikat kuat, bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak dan menyebabkan ensephalopaty toksik yang disebut sebagaikern ikterus(ikterus neonatorum pathologis yang ditandai peningkatan bilirubin direk dan pemecahan eritrosit). Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya sepertiSyndroma Crigler NajjarI yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl. Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam getah empedu.Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan.Hiperbilirubinemia regurgitasipaling sering terjadi karena terdapatnyaobstruksi saluran empedu, misalnya karena tumor caput pankreas (ditandai Couvisiers Law), batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe. Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan disebut sebagaiikterus choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu disebut juga sebagaiikterus kolestatik. Pada kasus ini didapatkan peningkatan bilirubin direk, bilirubin indirek, zat yang larut dalam empedu serta batu empedu. Jadi pada ikterus obstruktif ini perlu dibuktikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin serum, bilirubin urin, urobilin urin, USG, alkali fosfatase.Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalahSyndroma Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang penyebab pastinya belum diketahui.Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion an organik termasuk bilirubin, dengan gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui.Hiperbilirubinemia toksikadalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi. Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang tidak larut. Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi bilirubin dan menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi tidak pada sindroma Crigler najjar.

E. Penegakan Diagnosis

1. Visual

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut: Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. (tabel 1)

2. Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)

Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.

3. Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.

Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p 72> 2 minggu**15-1818-2020*****253030*****202525***

* Jika bilirubin awal yang terpresentasi tinggi, fototerapi yang intensif harus dimulai dan persiapan untuk transfusi tukar dilakukan. Jika fototerapi gagal mengurangi kadar bilirubuin sampai ke kadar yang tercatat pada kolom sebelah kanan, mulailah transfusi tukar.** Ikterus pada umur 24 jam tidak tampak pada bayi sehat.*** Ikterus mendadak muncul pada umur 2 minggu atau berlanjut sesudah umur 2 minggu dengan kadar hiperbilirubinemia yang berarti; untuk membenarkan pemberian terapi maka harus diamati secara rinci, karena ikterus ini paling mungkin disebabkan etiologi yang sudah ada seperti atresia biliaris, galaktosemia, hipotyiroidisme, atau hepatitis neonatus.

1. ReferensiAbdurachman Sukadi, Ali Usman, Syarief Hidayat Efendi. 2002. Ikterus Neonatorum. Perinatologi. Bandung. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 64-84.2. Behrman, Kliegman, Jenson. 2004.Kernicteru. Textbook of Pediatrics. New Yorkl. 17thedition. Saunders. 596-598.3. Garna Herry, dkk. 2000. Ikterus Neonatorum. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 97-1034. Carlton WW dan MD. McGavin. 1995.Thomsons Special Veterinary Pathology. Ed. 2. Mosby-Year Book, Inc.