refarat (blm fix)

31
Bagian ilmu Kesehatan kulit dan Kelamin Referat Fakultas kedokteran April 2015 Universitas Halu oleo “Tinea Pedis” Oleh : Muhammad Ali Badar K1A2 10 033 Pembimbing : dr. Shinta Novianti Barnas, M.Kes, Sp.KK KEPANITERAAN BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN

Upload: fakru-ronal

Post on 19-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

refarat

TRANSCRIPT

Page 1: Refarat (Blm Fix)

Bagian ilmu Kesehatan kulit dan Kelamin Referat

Fakultas kedokteran April 2015

Universitas Halu oleo

“Tinea Pedis”

Oleh :

Muhammad Ali Badar

K1A2 10 033

Pembimbing : dr. Shinta Novianti Barnas, M.Kes, Sp.KK

KEPANITERAAN BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO/

RUMAH ABU NAWAS

KENDARI

2015

Page 2: Refarat (Blm Fix)

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Muhammad Ali Badar

Stambuk : K1 A2 10 033

Judul Refarat : Tinea Pedis

Telah menyelesaikan pembacaan Refarat dalam rangka kepanitraan klinik pada

bagian ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Halu

Oleo pada hari ………, ….. April 2015.

Kendari,…..April 2015

Pembimbing

dr. Shinta Novianti Barnas, M.Kes, Sp.KK

Page 3: Refarat (Blm Fix)

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Tinea pedis adalah infeksi kulit dari jamur superfisial pada kaki. Tinea

pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari

dan telapak kaki. Tinea pedis merupakan golongan dermatofitosis pada kaki.

Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis.

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk

atau stratum korneum pada lapisan epidermis di kulit, rambut dan kuku

yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita merupakan arti umum,

yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit.

Hampir semua orang dalam populasi umumnya terkena jamur yang

menyebabkan Tinea pedis. Sistem kekebalan tubuh masing-masing orang

menentukan apakah hasil infeksi dari eksposur tersebut. Sebagai orang usia

dewasa, retak kecil berkembang di kulit kaki, meningkatkan kerentanan

terhadap infeksi tinea. Prevalensi Tinea pedis sekitar 10%, terutama

disebabkan oleh oklusif alas kaki.

Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur,

sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS,

insidensi penyakit jamur yang terjadi di berbagai rumah sakit pendidikan di

Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%. Meskipun angka ini tidak

menggambarkan populasi umum.

Page 4: Refarat (Blm Fix)

Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita

penduduk negara tropis. Di Indonesia angka yang tepat, berapa

sesungguhnya insiden dermatomikosis belum ada. Di Denpasar, golongan

penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka insiden

tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar

Indonesia lainnya. Di daerah pedalaman angka ini mungkin akan meningkat

dengan variasi penyakit yang berbeda.Sebuah penelitian retrospektif yang

dilakukan pada penderita dermatomikosis yang dirawat di IRNA Penyakit

Kulit Dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya dalam kurun waktu antara 2

Januari 1998 sampai dengan 31 Desember 2002. Dari pengamatan selama 5

tahun didapatkan 19 penderita dermatomikosis. Kasus terbanyak terjadi

pada usia antara 15-24 tahun (26,3%), penderita wanita hampir sebanding

dengan laki-laki(10:9). Dermatomikosis terbanyak ialah Tinea kapitis,

Aktinomisetoma, Tinea kruris et korporis, Kandidiasis oral, dan Kandidiasis

vulvovaginalis.

Page 5: Refarat (Blm Fix)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Defenisi Tinea pedis

Tinea manus et Pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur

dermatofita di daerah kulit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-

jari tangan dan kaki, serta daerah interdigital 1

Tinea pedis atau ringworm of the foot adalah infeksi dermatofita pada kaki,

terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis merupakan infeksi jamur

yang paling sering terjadi. Penyebabnya yang paling sering adalah

Trichophyton rubrum yang memberikan kelainan menahun. Paling banyak

ditemukan diantara jari ke-4 dan ke-5, dan seringkali meluas ke bawah jari dan

sela jari-jari lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka sering terlihat maserasi

berupa kulit putih dan rapuh. Jika bagian kulit yang mati ini dibersihkan,

maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah diserang jamur 2

Pada umumnya, jamur tumbuh pada kulit kaki karena faktor kelembaban.

Hal itu dapat disebabkan kaki yang sering berkeringat, kaos kaki kurang dijaga

kebersihannya, atau sepatu terlalu tertutup. Jari-jari kaki sangat rentan terinfeksi

jamur Tinea pedis, terutama pada orang yang sering memakai sepatu tertutup

pada kesehariannya.

Jadi dapat dikatakan di sini bahwa Tinea berhubungan

dengan kebersihan, dan keringat. Bentuk klinis dapat terjadi bertahun-tahun,

tanpa keluhan berarti. Bahkan sebagian di antara penderitanya total bebas gejala.

Sebagian penderitanya baru merasa terganggu ketika muncul bau tak sedap dari

kulit kaki mereka. Tidak menutup kemungkinan munculnya infeksi bakteri

(infeksi sekunder) yang dapat menunjukkan gejala mulai dari yang ringan

(bintil-bintil merah yang perih) 2

Page 6: Refarat (Blm Fix)

2. Etiologi Patogenesis

Penyebab yang sering adalah T. Rubrum, T. Mentagrophytes, E. Floccosum1

Tabel 1 Klasifikasi Tinea Mentagrophytes Dikutip dari kepustakaan 3

Kingdom -Fungi Phylum

-Ascomycota Class

-Euascomycetes Order

-Onygenales

Family Arthrodermataceae

Genus Trichophyton

Spesies Trichophyton mentagrophytes

Morfologi

Bentuk makroskopis Trichophyton mentagrophytes adalah merupakan

tenunan lilin, berwarna putih sampai putih kekuningan yang agak terang atau

berwarna violet merah. Kadang bahkan berwarna pucat kekuningan dan coklat.

Karakter dari jamur: merupakan jamur filamentous yang menyerang kulit

yang menggunakan keratin sebagai nutrisinya. Keratin adalah protein utama

dalam kulit, rambut dan kuku 3

Gambar 1 : Trichophyton mentagrophytes (dikutip dari kepustakaan No. 3)

Page 7: Refarat (Blm Fix)

Siklus Hidup

Pada Trichophyton mentagrophytes, penggabungan sitoplasma tidak diikuti

segera dengan penggabungan inti. Hal ini menyebabkan terjadinya fase pendek

dikaryotic. Hifa dikariotik dilindungi dan diberi makan oleh hifa haploid yang

berdiferensiasi menjadi ascoma. Ascospora dilepaskan dari ascoma dan

berkecambah membentuk miselium haploid baru 3

Patogenesis dermatofita memiliki 3 step: 5

1. Adherence/pengikatan. Fungi selalu mempunyai hambatan dalam proses

infeksinya, fungi harus resisten terhadap sinar UV, tahan terhadap berbagai

temperatur dan kelembaban, kompetisi dengan flora normal kulit, spingosine

yang di hasilkan oleh keratinosit. Asam lemak yg diproduksi oleh glandula

sebasea bersifat fungistatik (menghambat pertumbuhan jamur). Mulainya

diproduksi asam lemak pada anak anak post-pubertas mungkin menerangkan

menurunnya kejadian Tinea kapitis secara drastis.

2. Penetrasi setelah fase adherence, spora akan tumbuh dan memasuki stratum

korneum dengan kecepatan yang lebih cepat dari waktu deskuamasi epidermis.

Penetrasi juga di dukung dengan keluarnya enzim proteinase, lipase dan

musinolitik yang juga membantu dalam pembuatan nutrisi fungi. Trauma dan

maserasi merupakan faktor penting dalam memudahkan penetrasi fungi

terutama pada kasus Tinea pedis. Fungal mannans yang ada di dinding sel

Page 8: Refarat (Blm Fix)

dermatofita juga dapat menurunkan poliferasi sel keratinosit. Pertahanan terbaru

pada lapisan epidermis yang lebih dapat tercapai diantaranya berkompetisi

dengan besi dan juga penghambatan pertumbuhan jamur oleh progesteron.

3. Development a host response/respon host. Proses inflamasi yang terjadi

sangat tergantung dari sistem imun host dan juga oleh jenis organisme.

Beberapa fungi dapat menghasilkan faktor kemotaktik dengan berat melekul

rendah seperti yang dihasilkan bakteri. Antibodi tidak terlihat pada infeksi

dermatofita, tetapi hanya menggunakan jalur reaksi hipersensitivitas tipe IV.

Infeksi yang sangat ringan sering hanya menimbulkan inflamasi yang ringan

juga, pertama muncul berupa eritema dan scale / skuama yang menandakan

terjadinya peningkatan pergantian keratinosit(keratinocyte turnover). Antigen

dermatofit diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan di nodus

limpa lokal menuju ke limfosit T. Kemudian limfosit T mengalami poliferasi

dan bermigrasi ke lokasi untuk membunuh jamur dan pada waktu ini lesi

menjadi mendadak inflamasi. Oleh sebab ini barier epidermal menjadi

permeable terhadap transferin dan migrasi sel.

3. Faktor risiko Tinea pedis

Tinea pedis yang mempunyai nama lain Athlete's foot, ring worm of the foot atau

kutu air, (padahal bukan betul-betul kutu, melainkan kapang jamur yang menyukai

bagian kulit yang sering dibiarkan basah dan lembab). Beberapa faktor lain

penyebab Tinea pedis adalah pemakaian sepatu tertutup untuk waktu yang lama,

bertambahnya kelembaban karena keringat, pecahnya kulit karena mekanis, dan

paparan terhadap jamur di gedung olah raga atau kolam renang 2

Selain itu pemakaian kaus kaki dengan bahan yang tidak dapat menyerap keringat

dapat menambah kelembaban di sekitar kaki yang cenderung mendukung jamur

dapat tumbuh subur. Kondisi sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan pribadi juga

memegang peranan penting pada infeksi jamur (insiden penyakit jamur pada sosial

Page 9: Refarat (Blm Fix)

ekonomi lebih rendah lebih sering terjadi daripada sosial ekonomi yang lebih baik, hal

ini terkait dengan status gizi yang mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang terhadap

penyakit). Kebersihan pribadi (mencuci kaki setiap hari, menjaga kaki selalu kering)

yang kurang diperhatikan turut mendukung tumbuhnya jamur 2

4. Gejala Klinis Tinea pedis

Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa yang setiap hari harus memakai

sepatu tertutup dan pada orang yang sering bekerja di tempat yang basah, mencuci, di

sawah dan sebagainya. Keluhan penderita bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai

mengeluh sangat gatal dan nyeri Karena terjadinya infeksi sekunder dan peradangan2

Tinea Pedis ialah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela- sela jari

dan telapak kaki, yang secara klinik dapat kita jumpai yakni: 4

1. Tinea pedis yang tersering dilihat adalah bentuk interdigitalis. Diantara jari

IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini

dapat meluas kebawah jari (subdigitalis) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh

karena daerah ini lembab, sehingga sering dilihat maserasi. Aspek klinik

maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini

dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah

diserang oleh jamur. Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun

dengan menimbulkan sedikit keluhan sama sekali. Pada suatu ketika kelainan

ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulilitis,

limfangitis, limfadenitis, dan dapat pula disertai erysipelas, yang disertai

gejala- gejala umum.

2. Bentuk lain ialah yang disebut moccasin foot. Pada seluruh kaki, dari telapak,

tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema

biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi

dapat pula dilihat papul dan kadang- kadang vesikel.

3. Pada bagian subakut terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang bula.

Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari, kemudian meluas pada

Page 10: Refarat (Blm Fix)

punggung kaki atau telapak kaki. Isi vesikel berupa cairan jernih yang kental.

Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran

yang disebut koleret. Infeksi sekunder dapat terjadi juga pada bentuk ini,

sehingga dapat menyebabkan selulitis, limfangitis, dan kadang- kadang

menyerupai erysipelas. Jamur terdapat pada bagian atap vesikel. Untuk

menemukannya, sebaiknya diambil atap vesikel atau bula untuk diperiksa

secara sediaan langsung atau untuk dibiak.

Tinea pedis banyak terlihat pada orang yang dalam kehidupan sehari-hari

banyak bersepatu tertutup disertai perwatan kaki yang buruk dan para pekerja

dengan kaki yang buruk dan para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering

basah. Penderita biasnya orang dewasa. Di Indonesia penyakit ini tidak begitu

sering dilihat di poliklinik penyakit kulit dan kelamin diberbagai kota besar 4

5. Pemeriksaan Kulit dan Gambaran Histopatologi

a. Pemeriksaan Kulit6

- Lokalisasi : Interdigitalis, antara jari- jari ke-3, 4 dan 5;

serta telapak kaki.

- Efloresensi/ sifat : 1. Fissure pada sisi kaki, beberapa millimeter

sampai 0,5 cm

2. Sisik halus putih kecoklatan

3. vesikula miliar dan dalam.

4. vesikopustula miliar sampai lentikular

pada telapak kaki dan sela jari.

5. hiperkeratotik biasanya pada telapak kaki

- Gambaran Histopatologi: keadaan akut, pada epidermis tampak

migrasi leukosit, edema intraseluler, spongiosis dan parakeratosis.

Jika terdapat vesikel intraepidermal, biasanya superfisialis,

multinukleus, mengandung serum, fibrin dan neutrofil. Pada lesi yang

aktif tampak akantosis, dan pada dermis terlihat infiltrasi sel radang

akut, filament dan spora 6

Page 11: Refarat (Blm Fix)

6. Diagnosis Tinea pedis

Diagnosis tinea pada umumnya dapat ditegakkan berdasarkan gejala-gejala

klinis yang khas dan pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% dan

biakan. Untuk mendiagnosis diperlukan skuama dari bagian tepi lesi yang

diambil dengan menggunakan skalpel. Skuama tersebut ditaruh pada slide yang

ditetesi oleh larutan kalium hidroksida. Diagnosis dibuat dengan memeriksa

skuama yang terinfeksi tersebut secara mikroskopis dan mengisolasi

mikroorganisme penyebab dalam media kultur 2

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan

kerokan kulit dengan larutan KOH 10-20 % yang menunjukkan elemen jamur 1

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan langsung menggunakan

mikroskop, mula-mula dengan pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran

10x45. Pemeriksaan dengan pembesaran 10x100 biasanya tidak diperlukan.

Sediaan basah dilakukan dengan meletakkan bahan diatas gelas alas, kemudian

ditambah 1-2 tetes larutan KoH. Konsentrasi larutan untuk sediaan rambut adalah

10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan

KoH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk

mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah diatas

api kecil. Pada saat mulai keluar uap pada sediaan tersebut, pemanasan sudah

cukup. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KoH, sehingga tujuan

yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat

ditambahkan zat warna pada sediaan KoH, misalnya tinta Parker superchoom

blue black. Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai 2 garis

sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang maupun spora berderet (artrospora)

pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati. 5

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan

Page 12: Refarat (Blm Fix)

langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap

paling baik pada waktu ini adalah medium agar dextrosa Sabouraud. Pada agar

Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol) atau ditambah pula

klorheksimit. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan kontaminasi

bakterial maupun jamur kontaminan.5

Gambar 2 : KOH: Tampak hifa dan spora (mikrokonidia)

Gambar 3 : Gambaran histopatologi dari Tinea pedis; hifa pada lapisan superfisial dari epidermis  

7. Diagnosis Banding Tinea pedis

Tinea pedis perlu dibedakan dengan penyakit lain di kaki, ada beberapa diagnosis

banding yang perlu diketahui, antara lain: 2

a. Dermatitis kontak alergi

Dermatitis kontak alergik dapat menyebabkan gatal disertai eritema, vesikel,

skuamasi terutama pada jari-jari, punggung, dan kaki. Disebabkan oleh kontak

dengan bahan yang dapat menimbulkan reaksi alergi.

b. Dermatitis atopik

Dermatitis atopik dapat menyebabkan skuamasi kering yang disertai gatal di bagian

punggung kaki. Atau yang lebih dikenal sebagai eksim, timbul pada penderita

dengan riwayat atopi (urtikaria, rinitis alergika, hay fever dan asma).

c. Psoriasis pustulosa

Merupakan penyakit yang diturunkan (cacat herediter yang menyebabkan over

Page 13: Refarat (Blm Fix)

produksi keratin), bersifat kronik yang dapat terjadi pada setiap usia. Penyakit

inflamasi noninfeksius yang kronik pada kulit di mana produksi sel-sel

epidermis terjadi dengan kecepatan ± enam hingga sembilan kali

lebih besar daripada kecepatan yang normal. Berupa plak bersisik putih

yang terdapat pada daerah lutut, siku, dan kulit kepala. Juga dapat dijumpai di jari-

jari tangan dan jari-jari kaki memperlihatkan plak-plak yang licin dan merah dengan

permukaan yang mengalami maserasi.

d. Skabies pada kaki

Disebabkan oleh kutu atau tungau skabies yang masuk ke dalam kulit

manusia, menimbulkan perasan gatal. Dapat menghinggapi badan, sela jari tangan,

sela paha dan lipatan siku.

8. Pengobatan Tinea pedis 5

Secara umum penatalaksanaan Tinea pedis didasarkan atas klasifikasi

dan tipenya.

Tabel 2. Klasifikasi jenis Tinea pedis dan pengobatannya

Tipe Organisme Penyebab

Gejala Klinis Pengobatan

Moccasin Trichophyton rubrum

Epidermophyton floccosum

Scytalidium hyalinum

S. dimidiatum

Hiperkeratosis yang difus, eritema dan retakan pada permukaan telapak kaki; pada umumnya sifatnya kronik dan sulit disembuhkan; berhubungan dengan defisiensi Cell Mediated Immunity (CMI)

Antifungal topikal disertai dengan obat-obatan keratolitik asam salisilat, urea dan asam laktat untuk mengurangi hiperkeratosis; dapat juga ditambahkan dengan obat-obatan oral

Page 14: Refarat (Blm Fix)

Interdigital T. mentagrophytes

(var. interdigitale)

T. rubrum

E. floccosum

S. hyalinum

S. dimidiatum

Candida spp.

Tipe yang paling sering; eritema, krusta dan maserasi yang terjadi pada sela-sela jari kaki,

Obat-obatan topikal; bisa juga menggunakan obat-obatan oral dan pemberian antibiotik jika terdapat infeksi bakteri; kronik : ammonium klorida hexahidrate 20 %

Inflamasi / Vesikobulosa

T. mentagrophytes

(var. mentagrophytes)

Vesikel dan bula pada pertengahan kaki; berhubungan dengan reaksi dermatofit

Obat-obatan topikal biasanya cukup pada fase akut, namun apabila dalam keadaan berat maka indikasi pemberian glukokortikoid

Ulseratif T. rubrum

T. mentagrophytes

E. floccosum

Eksaserbasi pada daerah interdigital; Ulserasi dan erosi; biasanya terdapat infeksi sekunder oleh bakteri; biasanya terdapat pada pasien imunokompromais dan pasien diabetes

Obat-obatan topikal; antibiotik digunakan apabila terdapat infeksi sekunder

ANTIFUNGAL TOPIKAL

Obat topikal digunakan untuk mengobati penyakit jamur yang

terlokalisir. Efek samping dari obat-obatan ini sangat minimal, biasanya terjadi

dermatitis kontak alergi, yang biasanya terbuat dari alkohol atau komponen

yang lain.

a.     Imidazol Topikal. Efektif untuk semua jenis Tinea pedis tetapi lebih

cocok pada pengobatan Tinea pedis interdigitalis karena efektif pada

dermatofit dan kandida.

Page 15: Refarat (Blm Fix)

Klotrimazole 1 %. Antifungal yang berspektrum luas  dengan

menghambat pertumbuhan bentuk yeast jamur. Obat dioleskan dua

kali sehari dan diberikan sampai waktu 2-4 minggu. Efek samping

obat ini dapat terjadi rasa terbakar, eritema, edema dan gatal.(13)

Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum luas

golongan Imidazol; menghambat sintesis ergosterol, menyebabkan

komponen sel yang mengecil hingga menyebabkan kematian sel

jamur. Obat diberikan selama 2-4 minggu.(13)

Mikonazol krim, bekerja merusak membran sel jamur dengan

menghambat biosintesis ergosterol sehingga permeabilitas sel

meningkat yang menyebabkan keluarnya zat nutrisi jamur hingga

berakibat pada kematian sel jamur. Lotion 2 % bekerja pada

daerah-daerah intertriginosa. Pengobatan umumnya dalam jangka

waktu 2-6 minggu.(13)

b.   Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian

besar dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap kandida. Digunakan

secara lokal 2-3 kali sehari. Rasa gatal akan hilang dalam 24-72 jam.

Lesi interdigital oleh jamur yang rentan dapat sembuh antara 7-21 hari.

Pada lesi dengan hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya diberikan bergantian

dengan salep asam salisilat 10 %.

c.   Piridones Topikal merupakan antifungal yang bersifat spektrum luas

dengan antidermatofit, antibakteri dan antijamur sehingga dapat

digunakan dalam berbagai jenis jamur.

Sikolopiroksolamin. Pengunaan kliniknya untuk dermatofitosis,

kandidiasis dan tinea versikolor. Sikolopiroksolamin tersedia

dalam bentuk krim 1 % yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari.

Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang terjadi.

d.   Alilamin Topikal. Efektif terhadap berbagai jenis jamur. Obat ini juga

berguna pada Tinea pedis yang sifatnya berulang (seperi hiperkeratotik

kronik).

Page 16: Refarat (Blm Fix)

Terbinafine (Lamisil®), menurunkan sintesis ergosterol, yang

mengakibatkan kematian sel jamur. Jangka waktu pengobatan 1

sampai 4 minggu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa

terbinafine 1% memiliki keefektifan yang sama dengan terbinafine

10% dalam mengobati tine pedis namun dalam dosis yang lebih

kecil dan lebih aman.

e.   Antijamur Topikal Lainnya.

Asam benzoat dan asam salisilat. Kombinasi asam benzoat dan

asam salisilat dalam perbandingan 2 : 1 (biasanya 6 % dan 3 %) ini

dikenal sebagai salep Whitfield. Asam benzoat memberikan efek

fungistatik sedangkan asam salisilat memberikan efek keratolitik.

Asam benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru

tercapai setelah lapisan tanduk yang menderita infeksi terkelupas

seluruhnya. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat pemakaian,

juga ada keluhan yang kurang menyenangkan dari para

pemakainya karena salep ini berlemak.

Asam Undesilenat. Dosis dari asam ini hanya menimbulkan efek

fungistatik tetapi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang lama

dapat memberikan efek fungisidal. Obat  ini tersedia dalam bentuk

salep campuran  yang mengandung 5 % undesilenat dan 20% seng

undesilenat.

Haloprogin. Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik,

berbentuk kristal kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut

dalam alkohol. Haloprogin tersedia dalam bentuk krim dan larutan

dengan kadar 1 %.

ANTIFUNGAL SISTEMIK

Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal

gagal dilakukan. Secara umum, dermatofitosis pada umumnya dapat

diatasi dengan pemberian beberapa obat antifungal di bawah ini antara

lain

Page 17: Refarat (Blm Fix)

1. Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Griseofulvin

dalam bentuk partikel utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 g

untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 g untuk anak-anak sehari atau

10-25 mg/kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi

penyakit, penyebab penyakit, dan imunitas penderita. Setelah

sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Dosis harian

yang dianjurkan dibagi menjadi 4 kali sehari. Di dalam klinik cara

pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil yang cukup

baik pada sebagian besar penderita. Griseofulvin diteruskan selama

2 minggu setelah penyembuhan klinis. Efek samping dari

griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah

sefalgia yang didapati pada 15 % penderita. Efek samping yang lain

dapat berupa gangguan traktus digestivus yaitu nausea, vomitus dan

diare. Obat tersebut juga dapat bersifat fotosensitif dan dapat

mengganggu fungsi hepar.

2. Ketokonazole. Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis

yaitu ketokonazole yang bersifat fungistatik. Kasus-kasus yang

resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat tersebut

sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari

setelah makan. Ketokonazole merupakan kontraindikasi untuk

penderita kelainan hepar.

3. Itrakonazole. Itrakonazole merupakan suatu antifungal yangdapat

digunakan sebagai pengganti ketokonazole yang bersifat

hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari sepuluh hari.

Itrakonazole berfungsi dalam menghambat pertumbuhan jamur

dengan mengahambat sitokorm P-45 yang dibutuhkan dalam

sintesis ergosterol yang merupakan komponen penting dalam sela

membran jamur. Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan

selaput lendir oleh penyakit jamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg

sehari dalam selaput kapsul selama 3 hari. Interaksi dengan obat

lain seperti antasida (dapat memperlambat reabsorpsi di usus),

Page 18: Refarat (Blm Fix)

amilodipin, nifedipin (dapat menimbulkan terjadinya edema),

sulfonilurea (dapat meningkatkan resiko hipoglikemia).

Itrakonazole diindikasikan pada Tinea pedis tipe moccasion.

4. Terbinafin. Terbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga dapat

diberikan sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu,

dosisnya 62,5 mg – 250 mg sehari bergantung berat badan.

Mekanisme sebagai antifungal yaitu menghambat epoksidase

sehingga sintesis ergosterol menurun. Efek samping terbinafin

ditemukan pada kira-kira 10 % penderita, yang tersering gangguan

gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diare

dan konstipasi yang umumnya ringan. Efek samping lainnya dapat

berupa gangguan pengecapan dengan presentasinya yang kecil.

Rasa pengecapan hilang sebagian atau seluruhnya setelah beberapa

minggu makan obat dan bersifat sementara. Sefalgia ringan dapat

pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3 % - 7 %

kasus. Terbinafin baik digunakan pada pasien Tinea pedis tipe

moccasion yang sifatnya kronik. Pada suatu penelitian ternyata

ditemukan bahwa pengobatan Tinea pedis dengan terbinafine lebih

efektif dibandingkan dengan pengobatan griseofulvin.5

9. Pencegahan

Untuk menghindari penyakit kulit, hal yang harus dilakukan adalah

menghambat pertumbuhan dari jamur kulit. Banyak cara yang dapat dilakukan

untuk menghambat pertumbuhan jamur kulit. Dimulai dari mencuci kaki setiap

hari. Kaki yang telah dicuci dikeringkan dengan baik, khususnya di sela-sela kaki.

Jika menggunakan kaus kaki, gunakan kaus kaki yang bersih. Jangan

menggunakan kaus kaki yang basah dan lembab. Usahakan menggunakan kaus

kaki yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat 3

10. Prognosis

Pengobatan yang diterapkan dalam beberapa minggu pada kaki biasanya

Page 19: Refarat (Blm Fix)

dapat menyembuhkan Tinea pedis (Athlete’s Foot) pada penderita dengan gejala

yang baru. Infeksi Tinea pedis kronis atauberulangjugabisa disembuhkandengan

cara ini, tetapimungkin memerlukanperubahan signifikan dalamperawatan

kakidan beberapaminggu pengobatan. Kasus yang lebih parahmungkin

memerlukanobat oral. Bahkan setelahpengobatan berhasil, penderita tetap berisiko

terhadapinfeksi ulangjika mereka tidakmengikuti pedomanpencegahan 5

Sebagian besar kasusAthlete’s foot sembuh dalam waktu dua minggu. Kasus

yang lebih parahdapat mencapai waktu satu bulanatau bahkan lebih lamadengan

asumsipenyebabnya adalahinfeksi jamur.5

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

- Tinea pedis adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela- sela jari

dan telapak kaki.

- Tinea pedis dapat disebabkan oleh epidermophyton, trichophyton, dan C.

Albicans, yang ditularkan secara kontak langsung atau tidak langsung.

- Gejala klinis dapat dilihat sesuai dengan lokalisasi yang dapat dilihat

dalam bentuk interdigitalis, bentuk mocassain foot dan bentuk subakut.

- Diagnosis dapat di tegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

Page 20: Refarat (Blm Fix)

pemeriksaan penunjang seperti kerokan kulit+KOH 10 % : hifa positif,

biakan agar sabouraud : tumbuh koloni- koloni jamur, sinar wood :

fluoresensi positif.

- Pencegahan dan pengobatan adekuat pada penyakit tinea pedis dapat

memberikan prognosis yang baik.

A. Saran

-

DAFTAR PUSTAKA

1) Marwali H. in Tinea manus et Pedis. Ilmu Penyakit Kulit. Penyakit. Yogyakarta:

Hipokrates; 2006. p. 79-80

2) Ratna DK. Tesis Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Tinea Pedis Pada

Pemulung Di TPA Jatibarang. Semarang : Undip ; 2006.

3) Iskandar, Japari, All about tinea Pedis. Lampung : Bagian Ilmu kulit dan Kelamin; 2002

4) Unandar B. Mikosis. In. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan

kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai penerbitan FKUI; 2007. p. 89- 104

Page 21: Refarat (Blm Fix)

5) Agustya, Dwi. Refarat Tinea Pedis. Lampung : SMF Kulit dan Kelamin ; 2013

6) Siregar, R.S. in Tinea Pedis. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 2. Palembang :

EGC; 2004. p. 23-26

7) Robin G, dkk. In Tinea Pedis. Lecture Notes Dermatologi. Surabaya : EMS ; 2005. p. 23

8) Claire J. Carlo, MD. Patricia MacWilliams Bowe, RN, MS. Tinea pedis(Athlete’s Foot)

9) Kumar V, Tilak R, Prakash P, Nigam C, Gupta R. inTinea pedis: An Update. Asian

Journal of Medical Sciences 2 (2011)