refarat nhs copy 2.doc

34
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, serta merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia. Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di Amerika setiap tahunnya adalah 50 – 100 dari 100.000 orang penderita .(1,2) Di negara-negara ASEAN penyakit stroke juga merupakan masalah kesehatan utama yang menyebabkan kematian. Dari data South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian stroke terbesar terjadi di Indonesia yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina, Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Dari seluruh penderita stroke di Indonesia, stroke ischemic merupakan jenis yang paling banyak diderita yaitu sebesar 52,9%, diikuti secara berurutan oleh perdarahan intraserebral, emboli dan perdarahan subaraknoid dengan angka kejadian masing-masingnya sebesar 38,5%, 7,2%, dan 1,4% (1) Stroke disebabkan oleh keadaan ischemic atau proses hemorrhagic yang seringkali diawali oleh adanya lesi atau perlukaan pada pembuluh darah arteri. Dari seluruh kejadian stroke, duapertiganya adalah ischemic dan sepertiganya adalah hemorrhagic. Disebut stroke ischemic karena adanya sumbatan pembuluh darah oleh

Upload: arham-jaya

Post on 19-Jan-2016

24 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFARAT NHS copy 2.doc

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan

kanker, serta merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia. Menurut

American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di Amerika

setiap tahunnya adalah 50 – 100 dari 100.000 orang penderita.(1,2)

Di negara-negara ASEAN penyakit stroke juga merupakan masalah

kesehatan utama yang menyebabkan kematian. Dari data South East Asian

Medical Information Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian stroke

terbesar terjadi di Indonesia yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina,

Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Dari seluruh penderita stroke di

Indonesia, stroke ischemic merupakan jenis yang paling banyak diderita yaitu

sebesar 52,9%, diikuti secara berurutan oleh perdarahan intraserebral, emboli dan

perdarahan subaraknoid dengan angka kejadian masing-masingnya sebesar 38,5%,

7,2%, dan 1,4% (1)

Stroke disebabkan oleh keadaan ischemic atau proses hemorrhagic yang

seringkali diawali oleh adanya lesi atau perlukaan pada pembuluh darah arteri.

Dari seluruh kejadian stroke, duapertiganya adalah ischemic dan sepertiganya

adalah hemorrhagic. Disebut stroke ischemic karena adanya sumbatan pembuluh

darah oleh thromboembolic yang mengakibatkan daerah di bawah sumbatan

tersebut mengalami ischemic. Hal ini sangat berbeda dengan stroke hemorrhagic

yang terjadi akibat adanya mycroaneurisme yang pecah (3,4)

B. INSIDEN

Strok mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun sebagian besar

kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia diatas 40. Walaupun demikian

jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia dibawah 45 tahun terus

meningkat. Pada konferensi ahli saraf internasional di Inggris dilaporkan bahwa

terdapat lebih dari 1000 penderita stroke berusia kurang dari 30 tahun. Badan

kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat

seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta

pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030(5)

Page 2: REFARAT NHS copy 2.doc

C. EPIDEMIOLOGI

Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak, karena

kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak di Asia. Jumlah penderita

stroke dengan rata-rata berusia 60 tahun ke atas berada di urutan kedua terbanyak

di Asia, sedangkan usia 15-59 tahun berada di urutan ke lima terbanyak di Asia (6)

Jumlah penderita stroke mencapai 8,3 per 100 populasi di Indonesia dengan

populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1,7 juta penderita stroke di

Indonesia (7). Menurut laporan P2PL Pemberantasan penyakit tidak menular rawat

inap berbasis puskesmas tahun 2012 di sulawesi selatan penyebab kematian

tertinggi yaitu kecelakaan lalu lintas 99 kasus, hipertensi 58 kasus, asma 32 ,

stroke 18 kasus dan DM 14 kasus, dan kematian penyakit tidak menular berbasis

puskesmas rawat jalan hipertensi 606 kasus, strok 389 kasus, asma 352 kasus, DM

218 dan kecelakaan lalu lintas 193 kasus.

Pada tahun 2012 laporan P2PL terdapat lima penyakit tidak menular berbasis

Rumah Sakit sentinel yaitu Kardiovaskuler (43,62), Diabetes Militus (27,64%),

Gakece (16,25.%),PKD(9,41%) dan Kanker (3,09%), sedangkan penyebab

kematian tertinggi penyakit tidak menular berbasis rumah sakit rawat inap yaitu

Strokedi urutan pertama (135 kasus), Kecelakaan lalu lintas(77 kasus), Hypertensi

Esensial primer (65kasus), PPOK (33 kasus) dan Penyakit Ginjal Kronik (32%)

dan kematian tertinggi penyakit tidak menular berbasis rumah sakit rawat jalan

yaitu Jantung Hypertensi ( 67 kasus), Hypewrtensi esensial (52 kasus), Stroke (36

kasus), Kecelakaan lalu lintas 22 kasus, Diabetes Militus Tipe lainnya (20 kasus) (8)

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-

tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau

Page 3: REFARAT NHS copy 2.doc

global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat

menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (9)

B. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK

Otak memperoleh darah melalaui dua sistem, yakni sistem karotis (a.karotis

interna kanan dan kiri), dan sistem vertebral. A.karotis interna, setelah

memisahkan diri dari a.karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak

melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan

a.oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: a. Serebri

anterior dan a.serebri media. Untuk otak sistem ini memberi darah bagi lobus

frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. (12)

Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di

a.subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna

vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu

mempercabangkan masing-masing sepasang a.serebeli inferior. Pada batas medula

oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.basilaris, dan setelah

mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, a.basilaris

berakhir sebagai sepasang cabang: a.serebri posterior, yang melayani darah bagi

lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. (12)

Ke 3 pasang arteri serebri ini barcabang-cabang menelusuri permukaan otak,

dan beranastomosis satu dengan lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil

menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-

Page 4: REFARAT NHS copy 2.doc

cabang a.serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-

kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebral, yaitu : (12)

Sirkulus willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a.

serebri media kanan-kiri, a.komunikans anterior (yang menghubungkan kedua

a.serebri anterior), sepasang a.serebri posterior, dan a.komunikans posterior

(yang menghubungkan a.serebri media dan posterior) kanan dan kiri.

Anyaman arteri ini terletak di dasar otak

Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita,

masing-masing melalui a.oftalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna.

Hubungan antara sistem vertebral dengan a.karotis eksterna (pembuluh darah

ekstrakranial)

Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut,

sehingga menurut Buskirk tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan

otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem : kelompok vena interna,

yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena

eskterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke

sinus sagitalis superior dan sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-

vena jugulares, dicurahkan menuju ke jantung. (12)

C. FISIOLOGI

a. Fisiologi Otak

Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan

dinyatakan dalamsatuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada

Page 5: REFARAT NHS copy 2.doc

tekanan perfusi otak/cerebralperfusion pressure (CPP) dan resistensi

serebrovaskular/cerebrovascular resistance(CVR) (14,16). Dalam keadaan normal

dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100gram otak/menit.

Hubungan antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut: (14,15)

CPP MABP - ICP

CBF = =

CVR CVR

Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood

pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure

(ICP), sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus

pembuluh darah otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang

melewati pembuluh darah otak (14,16) Ambang batas aliran darah otak ada tiga,

yaitu (16)

a. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit.

Bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi

integritas sel-sel saraf masih utuh

b. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100

gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik

neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam

proses disintegrasi.

c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak

terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah

15 cc/100 gram/menit.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain : (14,17)

a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma

atau tersumbat oleh trombus/embolus.

b. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang

meningkat akanmenyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia

yang berat dapat menyebabkanoksigenasi otak menurun.

c. Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.

Autoregulasi Otak

Page 6: REFARAT NHS copy 2.doc

Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk

mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan

perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata – rata adalah 50 – 150

mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan berkontraksi

akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan (18).

Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan. Autoregulasi

masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 – 200 mmHg dan

tekanandiastolik 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang

iskemia, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas

diastolik. Respon autoregulasi juga berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik

dari dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf otonom (16)

Metabolisme Otak

Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan

oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit

dan aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber

energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan

H2O. Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara

komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat (metabolisme

anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 – 25 ml/100 gram otak/ menit

maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak

sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan (16)

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem

vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian

posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama oleh 3

faktor. Dua yang paling penting adalah, tekanan untuk memompakan darah dari

sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak.

Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan

koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku) (12)

Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor

jantung, darah, pembuluh darah dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh

darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan

berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol

Page 7: REFARAT NHS copy 2.doc

otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila

tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).

Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga diantaranya

seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.

Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang

asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan parsial CO2

turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokontriksi. (12)

Viskositas/ kekentalan datah yang tinggi mengurangi ADO, sedangkan

koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, dan aliran darah

lambat, akibat ADO yang menurun. (12)

I. PATOFISIOLOGI STROK

a. patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar

(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus

Willisi dan sirkulus posterior)(19) Tempat terjadinya trombosis yang paling sering

adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri

karotis interna (15) Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi

aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal

dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau

glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah

lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas

jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak

dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal(20,21)

Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang

diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+

K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang

ekstraselular, sementara ion Nadan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini

menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran

depolarisasi.(19) Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel,tetapi bila

menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan

otak.Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas

Page 8: REFARAT NHS copy 2.doc

kematian jaringan,yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100

gram / menit.(20)

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan

fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan

edema serebralyang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan

berakibat terhadap mikrosirkulasi(15) Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi

vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan

daerah iskemik (21)

b. Patofisiologi strok Non Hemoragik akibat Emboli

Strok embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat(misalnya,

stroke arteria vertebralis) atau asala embolus. Asal strok embolik dapat suatu arteri

distal atau jantung yang merupakan sumber tersering: infark miokardium, fibrilasi

atrium,penyakit katup jantung,katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik

(Smith,Hauser,Easton,2000). Dari hal-hal ini, fibrilasi atrium sejauh ini merupakan

penyebab tersering. Penyebab penting selanjutnya adalah tromboemboli yang

berasal dari arteri terutama plak ateromatosa di arteri karotis.(23)

Strok yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologis

mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan

terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut dibagian

pembulih yang mengalami stenosis. Strok kardioembolik, yaitu jenis strok embolik

tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi

atrium atau apabila pasien baru saja mengalami infark miokardium yang

mendahului terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal

dari bahan trombolitik yang terbentuk didinding rongga jantung atau katup

mitralis. Karena adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari

Page 9: REFARAT NHS copy 2.doc

jantung mencapai otak melalui arteria karotis atau vertebralis. Dengan demikian,

gejala klinis yang ditimbulkannya bergatung pada bagian mana dari sirkulasi yang

tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum

tersangkut. (23)

Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh

darah sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di

sebelah hilir dan menimbulkan gejal-gejala fokal. Sayangnya pasien dengan strok

kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita strok hemiragik di

kemuadian hari, saat terjadi perdarahan peteki atau bahkan perdarahan besar di

jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin beberapa hari setelah

proses emboli pertama. Penyebab perdarahan tersebut adalah bahwa struktur

dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena

kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat

meyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh darah tersebut.(23)

D. KLASIFIKASI STROK

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut : (9,10,12)

1. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

1) Stroke akibat trombosis serebri

2) Emboli serebri

2. Berdasarkan waktu terjadinya

1. Serangan iskemik sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA);

Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan

peredaran darah di otak akan menghilang dalam wwaktu 24jam

2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/ Reversible Ischemic

Neurological Deficit (RIND) : gejala neurologik yang timbul akan

Page 10: REFARAT NHS copy 2.doc

menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam. Tetapi tidak lebih

dari seminggu.

3. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) : gejala

neurologik makin lama makin berat.

4. Stroke Komplet ( Completed Stroke / permanen strok) ; gejala klinis

sudah menetap

E. FAKTOR RISIKO STROK

a. Yang dapat dimodifikasi :

1. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko GPDO (gangguan pembuluh darah

otak) yang potensial. Hipertensi mengakibatkan pecahnya maupun

menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak

pecah maka timbul perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak

menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak

akan mengalami kematian. Dari berbagai penelitian diperoleh bukti yang

jelas bahwa pengendalian hipertensi, baik yang diastolik, sistol maupun

keduanya menurunkan angka kejadian GPOD. Pengendalian hipertensi

tidak cukup dengan minum obat secara teratur, faktor-faktor lain yang

sekiranya berkaitan dengan hipertensi harus diperhatikan pula.

Penurunan berat badan yang berlebihan, pencegahan minum obat-obatan

yang dapat menaikkan tekanan darah, diet rendah garam, dan olahraga

secara teratur akan menambah tingkat keberhasilan pengendalian

hipertensi. (11)

2. Diabetes melitus

Diabetes melitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang

berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan

menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut

kemudian akan mengganggu kelancaran aliran darah ke otak, yang pada

akhirnya akan menyebabkan infark sel-sel otak. Kadar glukosa darah

yang tinggi pada GPDO akut akan memperberat kerusakan sel-sel otak. (11)

3. Penyakit jantung

Page 11: REFARAT NHS copy 2.doc

Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan GPDO di

kemudian hari. Penyakit jantung rematika, penyakit jantung koroner

dengan infark otot jantung, dan gangguan irama denyut jantung

merupakan faktor risiko GPDO yang cukup potensial. Faktor risiko ini

pada umumnya akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke

otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel/ jaringan yang

telah mati ke dalam aliran darah. Peristiwa ini disebut emboli. Apabila

penyakit jantung yang ada diberi obat-obat anti-penggumpalan darah

dengan dosis yang tak terkontrol dan/atau tidak dilakukan kontrol

terhadap waktu penjendalan darah maka dapat muncul komplikasi yang

serius, ialah perdarahan otak. Munculnya penyakit jantung dapat

disebabkan oleh hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, dan

hiperkolestrolemia. (11)

4. Gangguan aliran darah otak sepintas

Oleh karena berbagai faktor risiko GPOD yang ada pada seseorang maka

orang tersebut dapat mengalami gangguan aliran darah sepintas, yang

gejala-gejalanya akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu

kurang dari 24 jam. Gejala yang muncul dapat bervariasi, bergantung

pada daerah otak yang terganggu aliran darahnya, dapat bersifat tunggal

ataupun kombinasi. Pada umumya bentuk-bentuk gejalanya sebagai

berikut : hemiparesis, disartri, kelumpuhan otot-otot mulut/pipi, kebutaan

mendadak, hemiparestesi, afasia. Sementara itu, gangguan keseimbangan

vertigo, diplopia, disfagia, atau disartri, apabila tidak disertai gejala yang

lain maka tidak dipertimbangkan sebagai suatu gejala gangguan aliran

darah otak sepintas; perlu dipikirkan kemungkinan penyebab lain. (11)

Gangguan aliran darah otak sepintas ini dapat terjadi beberapa kali dalam

24 jam, atau terjadi berkali-kali dalam satu minggu. Makin sering

seseorang mengalami gangguan aluran darah otak sepintas ini maka

kemungkinan untuk mengalami GPOD makin besar. (11)

5. Hiperkolestrolemi

Meningginya kadar kolesterol dalam darah disebut hiperkolesterolemi.

Meningginya kadar kolesterol dalam darah, terutama low density

Page 12: REFARAT NHS copy 2.doc

lipoprotein (LDL). Merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya

aterosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian

diikuti penurunan elastilitas pembuluh darah). Peningkatan kadar LDL

dan penurunan kadar HDL (high density lipoprotein) merupakan faktor

risiko untuk terjadinya jantung koroner, dan penyakit jantung seperti ini

merupakan faktor risiko GPDO. (11)

6. Infeksi

Di Indonesia, infeksi masih merupakan penyakit yang sangat

mengganggu kesehatan masyarakat. Diantara sekian banyak penyakit

infeksi maka yang mampu berperan sebagai faktor risiko GPDO adalah

Tuberkulosis, maralia, leptospirosis dan infeksi cacing. (11)

7. Merokok

Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen; peningkatan ini

akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan

peningkatan viskositas darah. (11)

b. Yang tidak dapt dimodifikasi : (13)

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Herediter

4. Ras dan etnis.

J. MANIFESTASI KLINIK

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak

bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. (12)

Gejala utama GPDO iskemik akibat trombosis serebri ialah, timbulnya defisit

neurologik secara mendadak/sub akut, didahului gejala prodormal, terjadi pada

waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun. Biasanya

terjadi pada usia lebih 50 tahun. Pada pungsi lumbal, liquor serebrospinalis jernih,

tekanan darah normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pada pemeriksaan scan

tomografik dapat disaksikan adanya daerah hipodens yang menunjukkan

infark/iskemik dan edema. (12)

Gejala utama GPDO akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda,

mendadak dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai tempat

Page 13: REFARAT NHS copy 2.doc

yakni kelainan jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran dapat menurun bila

embolus cukup besar. Liquor serebrospinalis normal.

a. Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis : (11,12)

1. Gejala penyumbatan arteri karotis interna :

- Buta mendadak (amaurosis fugaks)

- Disfasia bila gangguan terletak pada sisi dominan

- Hemiparesis kontra lateral dan dapat disertai sindrom Horner pada

sisi sumbatan

2. Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (arteri serebri media)

dapat terjadi gejala-gejala berikut :

- Gangguan rasa didaerah muka/wajah sesisi atau disertai gangguan

rasa dilengan dan tungkai sesisi.

- Dapat terjadi gangguan gerak/kelumpuhan dari tingkat ringan

sampai kelumpuhan total pada lengan dan tungkai sesisi

(hemiparesis/hemiplegi)

- Gangguan utuk berbicara baik berupa sulit untuk mengeluarkan

kata-kata atau sulit mengerti pembicaraan orang lain (afasia)

- Gangguan penglihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh

lapangan pandang (hemianopsia)

- Mata selalu melirik ke arah satu sisi (deviation conjugate)

- Kesadaran menurun

- Tidak menegenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya

(prosopagnosia)

- Pelo (disartri)

- Merasa anggota badan sesisi tak ada.

- Tak dapat membedakan antara kiri dan kanan (misalnya pakaian)

- Sudah tampak tanda-tanda kelainan namun tak sadar kalau dirinya

mengalami kelainan (misalnya : jalan sudah tabrak-tabrak)

- Kehilangan kemampuan musik yang dulu dipunyainya (amusia)

- Bila sumbatan dipangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila

tidak dipangkal maka lengan lebuh menonjol

- Hemihipestesia

Page 14: REFARAT NHS copy 2.doc

b. Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan ( arteri serebri anterior),

dapat terjadi gejala-gejala sebagai berikut :

- Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan sensibilitas pada

tungkai yang lumpuh

- Hemiparesis kontra lateral dengan kelumpuhan tungkai lebih

menonjol

- Gangguan mental (bila lesi di frontal)

- Inkontinensia

- Bisa kejang-kejang

- Gangguan pengungkapan maksud

c. Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (arteri serebri

posterior), akan memberikan gejala-gejala antara lain :

- Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapang

pandang pada kedua mata, bila bilateral disebut blindness

- Rasa nyeri spontan atau hilangnya rasa nyeri dan rasa getar pada

separuh sisi tubuh

- Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat dimengerti

jika meraba atau mendengar suaranya.

- Kehilangan kemampuan mengenal warna.

d. Gangguan pada kedua sisi

Kerana adanya sklerosis pda banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi

pada kedua sisi. Timbul gangguan pseudobulbar, biasanya pada vaskular

dengan gejala-gejala:

- Hemiplegi dupleks

- Sukar menelan

- Gangguan emosional mudah menangis

e. Gejala-gejala pada pembuluh darah vertebrobasilaris :

- Ganguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia jalan menjadi

sempoyongan

- Kehilangan keseimbangan

- Kedua kaki lemah/hipotoni, tak dapat berdiri (paraparesis inferior)

- Vertigo atau dizziness

Page 15: REFARAT NHS copy 2.doc

- Nistagmus

- Muntah

- Gangguan menelan (disfagia)

- Disartri

- Tuli mendadak

K. PENATALAKSANAAN

Terapi

Dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut,

Fase akut(hari ke 0-14 sesudah onset penyakit) (12)

Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati;

dan agar proses patologis lainnya yang menyertai tak terganggua/mengancam

fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke

otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal :

- Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar

- Jantung : harus berfungsi dengan baik, bila perlu pantau EKG

- Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai

menurunkan perfusi otak

- Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-

lebih pada penderita dengan diabetes melitus lama.

- Bila gawat atau koma, balans cairan, elektrolit dan asam basa harus dipantau.

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang

menderita. Didaerah iskemik (ischemic penumbra) masih menimbulkan

perbedaan pendapat obat-obat itu antara lain :

1. Anti edema otak

Gliserol 10% per infus, 1 gr/Kg BB/hari dalam 6 jam

Kortikosteroid ; yang banyak digunakan, deksametason dengan bolus 10-

20 mg.iv, diikuti 4-5 mg/6jam selama beberapa hari, lalu diturunkan pelan-

pelan (tapering off) dan dihentikan setelah fase akut berlalu

2. Anti agregasi trombosit:

Yang umum dipakai : asam asetil salisilat (ASA), seperti aspirin,aspilet dll

dengan dosis rendah : 80-300 mg/hari

3. Antikoagulansia : misalnya heparin

Page 16: REFARAT NHS copy 2.doc

4. Lain-lain :

Trombolisin (trombokinase) masih dalam uji coba

Obat-obat (baru) seperti pentoksifin,sitikolin,piracetam, dan akhir-akhir ini

calcium-entry-bloker selektif; telah digunakan pada stroke nonhemoragik

dan masih sedang dan terus dalam penelitian dan pengkajian.

Fase pasca akut

Setelah akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi

penderita dan pencegahan terulangnya stoke

- Rehabilitasi

GDPO merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,

upaya membatasi kecacatan penderita, fisik dan mental dengan fisioterapi

‘terapi wicara’ dan psikoterapi

- Terapi preventif

Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru,

dengan menghindari faktor-faktor risiko stroke : pengendalian hipertensi dan

DM, menghindari rokok, obesitas, stress, berolah raga secara teratur.

   Penatalaksanaan

      Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non 

hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari

stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang

peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.22

1.      Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik

a.      Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)

menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen

activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT

Page 17: REFARAT NHS copy 2.doc

scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah

sakit yang fasilitasnya lengkap.

b.      Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang

diantaranya yaitu :

1)      Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol

dan hindari cairan hipotonik.

2)      Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah trombosis

yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai

kegagalan perfusi.

3)      Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama

adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh di

beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat

antihipertensi.

c.       Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi

dengan heparin.

2.      Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut22

a.       Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di

berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di

pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.

b.      Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia

miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan

digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau

amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.

Page 18: REFARAT NHS copy 2.doc

c.       Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak

dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat

salah satu hal berikut :

1)      Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti,

iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati),

nefropati hipertensif, diseksi aorta.

2)      Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran

selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan

arteri rata-rata >140 mmHg.

3)      Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah

sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.

Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual

harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis.

Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan

nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan

kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di

inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di

jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan

dopamin atau debutamin drips.

d.      Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis

atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan

pernafasan atau stroke dalam evolusi

e.       Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.

Page 19: REFARAT NHS copy 2.doc

f.       Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler

atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.

g.      Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000

unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa

tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :

1)      Kemungkinan besar stroke kardioemboli

2)      TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis

3)      Stroke dalam evolusi

4)      Diseksi arteri

5)      Trombosis sinus dura

Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non

hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung

atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai

minimal satu tahun.

h. Pemeriksaan penunjang neurovascular diutamakan yang inovasif. Pemeriksaan

berikut ini dianjurkan pada pasien infark serebri bila alat tersedia dan biaya

terjangkau.

1) ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung.

2) ultrasonografi Doppler karotis diperlukan untuk menyingkirkan stenosis

karotis yang simptomatis serta lebih dari 70%, yang merupakan indikasi untuk

enarterektomi karotis.

Page 20: REFARAT NHS copy 2.doc

Daftar Pustaka

1. Permatasari, Dwita. 2011. Kejadian Hiperkolesterolemia Disertai Hipertensi dan Diabetes Mellitus pada Penderita Stroke Trombotik Akut. Bulletin Penelitian RSUD Dr Soetomo, 13(3), 112-120. Dalam : Cintya Agreayu Dinata.dkk, 2012. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, diuduh : http://jurnal.fk.unand.ac.id, tanggal 3 februari 2014

2. A, Basjiruddin ; darwin Amir (ed.). 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi) edisi 1. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Page 21: REFARAT NHS copy 2.doc

3. Guyton, Arthur C; John E Hall. 2007. Textbook of Medical Physiology edisi 11. Terjemahan; Dian Ramadhani; Fara Indriyani; Frans Dany; Imam Nuryanto; Srie Sisca Prima Rianti; Titiek Resmisari; Joko Suryono. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC. Dalam : Cintya Agreayu Dinata.dkk, 2012. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, diuduh : http://jurnal.fk.unand.ac.id, tanggal 2 februari 2014

4. Hananta, I Putu Yuda; Harry Freitag L.M. 2011. Deteksi Dini dan Pencegahan Hipertensi dan Stroke. Yogyakarta: Media Pressindo Dalam : Cintya Agreayu Dinata.dkk, 2012. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, diuduh : http://jurnal.fk.unand.ac.id, tanggal 2 februari 2014

5. American Heart Association. 2010. Stroke Risk Factor. (http://ww.strokeassociation.org/presenter.jhtml?identifier). Diakses tanggal 8 oktober 2012. Dalam Mutmainnah dkk,. 2012, Faktor Risiko kejadian strok pada dewasa awal (18-20 tahun) di Makassar.

6. Yayasan Stroke Indonesia. 2010. www.yastroki.or.id. Diunduh: tanggal 3 februari 2014

7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar

8. Dinas Kesehatan Provinsi Sul-Sel. 2012. Profil Kesehatan Sulawesi Selatan Tahun 2012. Diunduh : www.depkes.go.id tanggal 2 februari 2014

9. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007. Dalam : Yayan A. 2008. Strok. FK Universitas Riau

10. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

11. Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Penerbit: Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 60-65.

12. Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Penerbit : gajah mada University Press. Yogyakarta. Hal: 82-84

13. Cohen SN.2000. The subacute stroke patient; preventing recurent stroke. In Cohen SN. Management of ischemic stroke. Mc Graw Hill pp 89-109. Dalam :Ismail S. Stroke; Gejala dan Penatalaksanaan..FK UGM. Diunduh : www.kalbemed.com tanggal 2 februari 2014

14. Ngoerah, IGNG. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga University Press.Surabaya. Hlm: 238-258 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

15. Trent MW, John T, Sung CT, Christopher GS, Sthepen MT. 2011.Pathophysiology,treatment, animal and cellular models of human ischemic stroke. Molecular Neurodegeneration.; 6:11 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

16. Guyton, AC. Hall, JE. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal, dan MetabolismeOtak. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hlm: 801-808 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

17. ThirumaVArumugam Biswas, M. Sen, S. Simmons, J. Etiology and Risk Factors of Ischemic Stroke in Indian-American Patients from a Hospital-based Registry in New Jersey, USA. Neurology Asie. 2009; 14(2): 81-86

Page 22: REFARAT NHS copy 2.doc

Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

18. Hadjiev, DI. Mineva, PP. Vukov, MI. Multiple Modifiable Risk Factors for First Ischemic Stroke: a Population-based Epidemiological Study. European Journal of Neurology. 2003; 10: 577-582 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

19. Whisman, JP. Classification of Cerebrovascular Disease III. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Stroke. 1990: 657-659 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

20. Hinkle, JL. Guanci, MM. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007; 39(5): 285-293, 310 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

21. Maas, MB. Safdieh, JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of Localization. Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009; 13(1): 2-16 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

22. Jan, S. Trombosis of Cerebral Vein and Sinuses. N Engl J Med. 2005; 352:1791-8 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

21. Bruce F, Barbara CF. Mechanisms of Thrombus Formation. New England Journal Medical. 2008;359:938-49 Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana, Denpasar

22. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 19-22.

23. Sylvia A. Price & Lorraine M.Wilson. 2006. Patofisiologi. EGC; Jakarta