refarat fraktur suprakondilar kusuma widnyana

Upload: ananto-suarbhakti

Post on 09-Jan-2016

67 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

IDENTITAS Nama : Ny. SW

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 33 tahun

Alamat : Kompleks Kodam Katangka E2

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Masuk RS : 6 Mei 2015

Nomer RM : 213035

ANAMNESISDiambil dari : autoanamnesa dan alloanamnesa

Tanggal :

Keluhan utama : Nyeri pada lengan atas sebelah kiri

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lengan atas sebelah kiri akibat kecelakaan lalu lintas dialami pasien 15 menit SMRS. Kecelakaan bermula ketika pasien sedang mengendarai sepeda motor untuk mengantar anak ke sekolah, tiba-tiba dari arah belakang datang sepeda motor lain dan menyenggol sisi kanan motor pasien. Pasien terjatuh ke sisi kiri, dengan tangan kiri pasien terlebih dulu mengenai aspal untuk menopang, posisi tangan kiri agak telentang ke belakang.Riwayat pemakaian helm ada.

Riwayat pingsan tidak ada. Mual, muntah tidak dialami.

Riwayat alkohol tidak ada.

Riwayat perdarahan melalui hidung, mulut, telinga tidak ada

Riwayat Perawatan

- Rawat inap sebelumnya disangkal

Riwayat penyakit dahulu

- Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal

Riwayat penyakit keluarga

- Dikeluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang serupa dengan pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Tanda Vital a. KeadaanUmum : kesakitan dengan nilai VAS 3

b. Kesadaran : Compos mentis E4M6V5

c. Tanda Vital

Tekanandarah : 110/80 mmHg

Nadi : 110 kali/menit

RR : 18 kali/menit

Suhu : 37 C

d. Berat Badan : 75kg

e. Tinggi badan : 158 cm

f. Gizi: Lebih

STATUS GENERALISATAKepala : normocephal

Mata : Konj. Anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek pupil +/+

Hidung : Epistaksis -/-, deviasi septum (-), PCH -/-

Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak ada kelainan

Leher : Trakea ditengah, JVP normal, pembesaran KGB negatif

Thoraks

Inspeksi : Hemitorak simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan dan kiri simetris dalam keadaan

statis dan dinamis, nyeri tekan (-) di seluruh lapang paru

Perkusi : Sonor pada kedua hemitorak, nyeri ketok (-) di seluruh lapang paru

Auskultasi : Pulmo : VBS kanan = kiri normal, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Batas atas sela iga III parasternal kiri

Batas kanan sela iga V midsternal kanan

Batas kiri sela iga V midklavikula kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, Murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Dinding abdomen tampak datar, massa (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar/ lien tak teraba membesar

Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen, nyeri ketok (-), hepar dalam

batas normal (tidak terdapat pembesaran)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Extremitas atas

Dextra : dalam batas normal

Sinistra : status lokalis Extremitas bawah

Dextra : dalam batas normal

Sinistra : dalam batas normal

Status Lokalis

Brachii sinistra: 1 buah luka terbuka, 25 cm dari bahu kiri, ukuran 0,3mm x 0,3mm x 0,3mm

tepi tidak rata, dasar jaringan kulit, memar di sekitar luka

Look : tampak deformitas berupa angulasi, ada perdarahan

Pembengkakan (+), ada luka terbuka

Feel : arteriradialis (+)

Capillary refill < 2 detik

Nyeri tekan (+)

Krepitasi (+)

Moving : ROM terbatas karena nyeri

Bisa menggerakkan seluruh jari-jari

DIAGNOSA SEMENTARAOpen Fraktur 1/3 distal Os humeri sinistra Grade I

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Laboratorium

Foto Roentgen regio brachii sinistra AP/L

Laboratorium (29/05/13)

1. Hematologi Darah rutin

Hb : 12 g/dl

Ht: 34 %

Leukosit: 6.400/ mmTrombosit: 244.000/mmEritrosit: 3,91 jt/mm2. Kimia Klinik

AST (SGOT) : 58 U/L

ALT (SGPT) : 52 U/L

Ureum : 26 mg/dL

Kreatinin : 1,11 mg/dL

Glukosa Darah Sewaktu : 106 mg/dL

Foto roentgen Brachii sinistra AP/L

Diagnosis Kerja

Fraktur supracondiler os humeri sinistra, terbuka grade I

PENATALAKSANAAN

- Infus RL: D5 = 2:1 20 gtt/menit

- ATS 1500 IU

- GV/Perawatan luka

- Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr iv.

- Inj. Gentamisin 2 x 80 mg iv.

- Kaltrophen supp 3 x 1 supp

Rencana Operasi :

Debridement dan ORIF K-wire dalam NU

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

FRAKTUR

Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.. Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.

Etiologi

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadakbahkan kontraksi otot ekstrem (Branner & Suddart). Etiologi patah tulang menurut Barbara C. Long adalah

1. Fraktur akibat peristiwa trauma

Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain :

a. Trauma langsung

Bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda paksa, misalnya : benturan atau pukulan pada tulang yang mengakibatkan fraktur.

b. Trauma tidak langsung

Misalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan, suprakondiskuler, klavikula.

c. Trauma Ringan

Dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh. Selain itu fraktur juga disebabkan oleh karena metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis, atau karena tarikan spontan otot yang kuat.

2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan

Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimpanya.

3. Fraktur Patologis adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau osteoporosis/Klasifikasi Fraktur di bagi menjadi:

a. Fraktur tertutup (closed/ simple), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar dan tidak menyebabkan robeknya kulit.

b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan. Fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai kepatahan tulang. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :

Derajat I :

- luka < 1 cm

- kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda lunak remuk

- fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan

- kontaminasi minimal

Derajat II :

- laserasi > 1 cm

- kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

- fraktur kominutif sedang

- kontaminasi sedang

Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat ini terbagi atas :

a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasiluas/flap/avulsi; atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besanya ukuran luka.

b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontamnasi masif.

c. Luka pada pembulu arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihatkerusakan jaringan lunak.

c. Fraktur komplikata: disini persendian, syaraf, pembuluh darah atau organ viscera juga ikut terkena. Fraktur seperti ini dapat berbentuk fraktur tertutupatau fraktur terbuka.

Contoh seperti :

- Fraktur pelvis tertutup = ruptura vesica urinaria

- Fraktur costa = luka pada paru-paru

- Fraktur corpus humeri = paralisis nervus radialis

d. Fraktur patologis: karena adanya penyakit lokal pada tulang, maka kekerasan yang ringan saja pada bagian tersebut sudah dapat menyebabkan fraktur. Contoh : tumor/sarcoma, osteoporosis dll.Berdasarkan garis fraktur dibedakan menjadi:

a. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalamipergeseran (bergeser dari posisi normal).b. Fraktur inkomplit patah hanya terjadi pada sebagian garis tengah tulang.

Bedasarkan jumlah garis fraktur, dibedakan menjadi:

a. Simple fraktur, bila hanya ada satu garis patah.b. Communitive fraktur, bila fraktur lebih dari satu dan tidak saling berhubungan, misalnya fraktur 1/3 distal dan 1/3 proksimal.

Berbagai jenis fraktur khusus:

Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok

Transversa: fraktur sepanjang garis tengah tulang

Oblik: fraktur membentuk sedut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil disbanding transversal)

Spiral: fraktur memuntir sepanjang batang tulang

Kominutif: fraktur dengan tulang pecah beberapa fragmen

Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulangtengkorak dan tulang wajah)

Kompresi: fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)

Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, metastasis tulang, tumor)

Avulsi: tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada perlekatannya

Epifiseal: fraktur melalui epifisis

Impaksi: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya

Manifetasi Klinis

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme tulang yang menyertai fraktur untuk meminimalkan gerakan antara fragmen tulang. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa), bukan tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlahat maupun teraba). Ekstremitas yang bias diketaui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur. Frakmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (12). Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derki tulang yang dinamakan krepitasi/krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lain. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linier atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain).FRAKTUR SUPRAKONDILARI. PENDAHULUAN

Fraktur suprakondilar adalah fraktur yang terjadi di tulang humerus bagian distal dan pada femur. Namun fraktur supracondilar yang murni sering ditemukan pada humerus dan pada anak-anak. Dalam makalah ini haya dibicarakan tentang fraktur supracondylar humeri. Fraktur suprakondilar humeri terjadi pada tulang bagian metaphisis, proksimal sampai sendi siku, tetapi tidak termasuk lempeng pertumbuhan. Pergeseran fragmen tulang mungkin berlangsung akut, dan trauma pada saraf biasanya disebabkan oleh karena mekanisme regangan. Jika ada tanda pembengkakan, mungkin disebabkan terputusnya suplai darah, dimana hal ini umum terjadi pada ekstremitas bagian distal yang tidak teraba nadinya. Fraktur pada daerah siku dan ekstremitas bagian atas, termasuk dalam hal ini fraktur suprakondilar humeri paling banyak terjadi pada anak-anak. Fraktur di daerah siku merupakan kasus yang banyak terjadi pada anak-anak yaitu sekitar 65% dari semua kasus fraktur dan dislokasi anak-anak, sedangkan fraktur suprakondilar sendiri merupakan kasus yang paling banyak terjadi di daerah siku yaitu sekitar 60%. Fraktur suprakondilar terjadi pada umur 5 sampai 7 tahun, namun insiden fraktur suprakondilar terus mengalami peningkatan yang pesat pada umur dibawah 5 tahun, dan anak laki-laki mempunyai angka kejadian lebih tinggi daripada anak perempuan.(1,2,3,4)

Fraktur suprakondilar humerus bukan hanya kasus yang paling banyak dijumpai pada anak-anak, tetapi juga merupakan kasus yang dapat menimbulkan komplikasi yang serius jika tidak ditangani dengan baik. Hal ini disebabkan karena siku mengkoordinasikan gerakan dari ekstremitas atas, memfasilitasi banyak gerakan dalam kehidupan sehari hari seperti memakai baju dan memasak. Oleh karena itu, ketika humerus distal terluka atau mengalami gangguan (fraktur), siku menjadi tidak berguna. Hal ini berkaitan dengan prinsip dan tujuan dari penanganan fraktur itu sendiri, misalnya dalam hal ini adalah bedah terbuka dan fiksasi internal (ORIF) bertujuan untuk restorasi dari anatomi normal. Pembedahan dengan pemasangan pin pada fraktur distal humerus dilaporkan terjadi pertama kali pada pertengahan abad ke 20, kini penatalaksanaan fraktur suprakondilar telah berkembang jauh. Blounts caution dibanding manajemen operatif telah memberikan konsep modern untuk penatalaksaan yang menyertakan stabilisasi skeletal dan manajemen jaringan lunak, yang telah memberikan hasil yang bagus. Biaya dan hasil terapi mempunyai keterkaitan yang sangat signifikan pada 25 tahun terakhir. Terjadinya penjepitan neurovascular dan kontraktur iskemik Volkman pada kalus telah sangat berkurang, tetapi masih belum hilang. Fraktur suprakondilar pada femur seringnya ditemukan bersamaan dengan fraktur kondilar dimana terjadi ekstensi distal ke dalam sendi lutut sehingaa menyebabkan satu atau kedua-dua kondilar terpisah.(2,4,5)II. ANATOMIUjung distal tulang humerus mempunyai bagian-bagian yang bersendi dan yang tidak bersendi. Bagian pertama yang dibagi menjadi kapitulum yang bulat untuk kepala tulang radius dan troklea yang berbentuk gelondong untuk insisura troklearis (semiulnaris) ulna. Tepat diatas dan melebar dari keduanya terdapat dua proyeksi, yakni epikondilus medialis dan epikondilus lateralis. Dengan mudah epikondilus medialis dapat dipegang melalui kulit, permukaan posterior epikondilus lateralis yang kurang menonjol adalah licin, terletak subkutan dan dapat diraba.

Juga ada tiga lekuk ; yang satu disebelah posterior yakni fossa olekranon, yang menerima olekranon ulna bila siku diekstensikan.

Separuh bagian bawah badan tulang humerus adalah datar dan dibagi oleh rigi suprakondilar medial dan lateral menjadi permukaan anterior dan posterior, yang dipergunakan serabut- serabut berdaging M. brakialis dan kaput medial M. triseps.

Rigi-rigi suprakondilar memberi tempat letak kepada septum-septum intermuskulare untuk menjadi tempat lekat tambahan otot-otot. Rigi yang lateral dan lebih menonjol naik memujur alur dangkal yang lebar, yakni alur untuk n. radialis (sulkus spiralis), yang memisahkan rigi ini dan tuberositas deltoidea. Pada penampang melintang batang tulang bulat yang kuat ini membuat separuh bagian distal tulang umerus berbentuk segitiga.(6)

III. ETIOLOGIHampir semua fraktur suprakondilar disebabkan oleh trauma akibat kecelekaan, sekitar 70% kasus fraktur suprakondilar diakibatkan karena jatuh dari ketinggian, misalnya pada anak-anak dibawah 3 tahun diakibatkan karena jatuh dari tenpat tidur atau tangga, sedangkan pada anak-anak diatas 3 tahun, umumnya fraktur terjadi akibat jatuh dari ayunan atau alat-alat permainan lainnya. Dari hasil penelitian pada kurang lebih 99 pasien dengan fraktur suprakondilar dalam waktu 15 bulan, hanya didapatkan 1 kasus yang diakibatkan oleh penganiayaan.(4)IV. PATOMEKANISME

Sumber lain menyebutkan bahwa sebagian besar fraktur suprakondilar dibagi menjadi 2 penyebab utama, yaitu fraktur suprakondilar akibat energy mekanisme yang tinggi, seperti kecelakaan kendaraan bermotor, dan fraktur suprakondilar akibat energy mekanisme yang rendah, seperti terjatuh ketika berjalan.(5)Berdasarkan mekanisme terjadinya trauma dan pergeseran fragmen distalnya, maka fraktur suprakondilar humerus dibagi menjadi 2, yaitu : (4,7,8,9)1. Tipe ekstensi (tipe posterior)

Tipe ekstensi merupakan 95% dari seluruh jenis fraktur suprakondilar humerus, tipe ekstensi ini biasanya terjadi pada saat sendi siku dalam posisi hiperekstensi (ekstensi penuh) atau sedikit fleksi serta pergelanagan tangan dalam posisi dorso fleksi, sehingga fragmen distal bergeser ke arah posterior.

Hal ini terjadi karena pada saat jatuh dimana tangan dalam posisi hiperekstensi, maka pada bagian fleksor didaerah siku akan lebih stabil oleh adanya otot-otot biseps, brachialis, dan trisep, sehingga kecil kemungkinannya untuk mengalami trauma mekanik dan resiko terjadinya luka. Akan tetapi disisi lain (sisi ekstensor), dalam hal ini siku menjadi tegang dan terkunci sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami trauma mekanik.2. Tipe fleksi (tipe anterior)

Tipe fleksi hanya 2,2% dari seluruh jenis fraktur suprakondilar humerus, tipe fleksi ini terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung sendi siku pada distal humerus, sehingga fragmen distal bergeser ke arah anterior.

V. GEJALA KLINIK

Pada anak-anak adanya fraktur, dalam hal ini fraktur daerah siku atau lengan bagian atas, ditandai adanya nyeri dan pembengkakan daerah siku atau gangguan menggerakkan ekstremitas bagian atas dengan adanya riwayat jatuh atau trauma sebelumnya.(4,9)Riwayat kejadian harus benar-benar di anamnesis pada langkah awal pemeriksaan. Riwayat medis dan riwayat bedah (terutama yang berkaitan dengan ekstemitas yang fraktur), penggunaan obat, riwayat pekerjaan, dan riwayat merokok harus diketahui. Pada pasien yang lanjut usia, penyebab jatuh harus benar-benar diselidiki.(5)Mekanisme trauma juga dapat menolong mengindentifikasi tulang atau ligament yang kemungkinan terluka. Anamnesis mengenai kecepatan trauma, tinggi tempat jatuh, dan posisi tangan pada saat trauma harus ditanyakan.(5)Mengetahui kondisi premorbid dari ekstremitas yang mengalami fraktur juga penting, seperti limitasi yang telah ada sebelumnya yang mungkin dikarenakan atritis traumatik atau degeneratif, instabilitas, kekakuan, atau abnormalitas neurologis (akut atau kronik), hal ini dapat mempengaruhi terapi.(5)Jika trauma yang terjadi cukup keras, adanya perlukaan pada tubuh lain harus dicurigai, seperti misalnya pada kepala, dada, abdomen, vertebra, atau pelvis. Pengamatan dengan radiografi standar, termasuk radiografi pelvis, vertebra dan dada harus dilakukan.(5)VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Beberapa pemeriksaan penunjang, dalam hal ini pencitraan secara radiologis, adalah sebagai berikut : (5)1. Radiografi sederhana

Radiografi sederhana ini dilakukan pada posisi AP / lateral, dengan posisi siku dalam keadaan fleksi kira-kira 400 , dan sinar radiografi langasung sampai permukaan distal humerus. Jenis foto ini dapat membandingkan sisi kontaralateral.

Fraktur suprakondilar lebih jelas terdeteksi pada foto polos lateral. Pada fraktur undiaplaced ,dapat ditemukan fat pad sign dimana terdapat gambaran lusen berbentuk triangular pada bagian distal humerus disebabkan oleh bantalan lemak yang terdorong oleh hematom.

Pada fraktur displaced posterior selalunya ditemukan garis fraktur secara oblik ke bawah depan dan fragmen distal terlihat bergeser ke arah belakang dan terputar ke belakang. Pada fraktur displaced anterior, garis fraktur melintasi ke bawah dan belakang dengan fragmen terputar ke depan.

Selalunya gambaran AP sulit dilakukan karena nyeri pada bagian fraktur.namun dari foto AP dapat dilihat fragmen distal bergeser atau terputar ke samping dan seringnya rotasi ke medial. Dapat juga ditentukan Baumnanns angle untuk menentukan derajat angulasi medial sebelum dan setelah dilakukan reduksi.

2. CT Scan

CT scan dapat dilakukan sebagai pemeriksaan lebih lnjut pada pemeriksaan radiografi sederhana kita yang tidak mendapatkan hasil yang diharapkan, karena CT Scan dapat meningkatkan keyakinan untuk melihat struktur yang lebih dalam.

3. USG Doppler Duplex atau Angiografi

Pemeriksaan penunjang ini dilakukan jika ada indikasi bahwa fraktur yang dimaksud melibatkan status vaskuler.VII. DIAGNOSIS

Diagnosis fraktur suprakondilar humerus secara klinis tampak nyata adanya perubahan bentuk kemudian akan diikuti pembengkakan dan tegang pada daerah siku sebagai akibat hemoragik internal yang luas. Keadaan sirkulasi perifer dan fungsi nervus perifer harus segera dinilai, keadaan sirkulasi yang semakin buruk mengharuskan kita melakukan reduksi pada daerah siku, hal ini berguna untuk mengklasifikasikan fraktur kedalam salah satu tipe fraktur, menentukan terapinya, dan tentu saja prognosisnya. Pada pemeriksaan radiologis biasanya menunjukkan tanda pergeseran dari fragmen tulag humerus tetapi menunjukkan sedikit tanda adanya kerusakan jaringan lunak.(10)Secara umum fraktur supracondylar dapat diklasifikasikan berdasarkan derajar dan keparahannya :

Tipe I fraktur undisplaced Tipe II fraktur dengan angulasi ke korteks posterior dengan kontinuitas yang masih ada.

IIA- kurang severe dan hampir angulatedIIB lebih severe disertai angulasi dan malrotasi

Tipe III- fraktur dengan displaced yang komplet

Ada 3 tipe fraktur suprakondilar humerus pada anak menurut The Gartland, yaitu : (5)1. Tipe I

Terdapat fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya berupa retak yang berupa garis.

2. Tipe II

Pergeseran minimal dengan fraktur yang masih intak pada kortek posterior3. Tipe IIIPergeseran fragmen komplit dan fraktur dengan disrupsi kortikal komplit.VIII. PENATALAKSANAANPada umumnya, kasus trauma yang kita temui pada lapangan harus dievaluasi dengan primary survey dan secondary survey. Primary survey pada fraktur supracondylar sama prinsipnya dengan fraktur lainnya, yaitu :

1. Airway

Menilai jalan napas

Membuat dan mempertahankan jalan napas (suction, jawtrus dan chin lift )2. Breathing

Memastikan dapat oksigen yang tinggi

Menilai dinding dada (simetris apa tidak pada saat bernapas, suara pernapasan paru kiri sama dengan paru kanan)

Nilai adanya tension pneumothorax, massive pneumothorax, and fail chest

3. Circulation

Adanya pendarahan apa tidak

CRT

Arteri di sekitar fraktur teraba atau tidak ( NVD )

Adanya shok apa tidak

4. Disability

GCS

5. Environment

Pada secondary survey, terdapat empat dasar penanganan atau penatalaksanaan pada fraktur suprakondilar humeri, yaitu : (7)1. Melakukan traksi pada kulit lengan yang mengalami trauma

2. Melakukan traksi otot bagian atas (proksimal)

3. Reduksi tertutup dan casting, dengan atau tanpa perkutaneus pinning4. Reduksi terbuka dan fiksasi internal

Namun demikian, penatalaksanaan fraktur suprakondilar secara klinis tergantung pada tipe fraktur yang terjadi, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : (9)1. Tipe I

Cukup dengan pemasangan mitela dan akan sembuh dalam 10 hari sampai 2 minggu, pada umumnya baik tipe ekstensi maupun fleksi sama penanganannya. Pemasangan mitella yang ketat harus dihindari karena dapat menyebabkan compartmen syndrome.2. Tipe II

Perlu dilakukan reposisi tertutup untuk mengembalikan posisi humerus distal karena akan terdapat gangguan didalam pergerakan ekstensi dan fleksi sendi siku dikemudian hari.

3. Tipe III

Reposisi tertutup sebaiknya dengan mempergunakan image intensifier dan dapat difiksasi dengan K-wire perkutaneus atau tanpa fiksasi dan dipasang gips. Apabila tidak berhasil, maka dianjurkan tindakan operasi terbuka dengan pemasangan K-wire, juga pada penderita yang datang setelah beberapa hari terjadinya fraktur. Pemasangan gips untuk imobilisasi selama 3 4 minggu dan kemudian dipertahankan dengan mempergunakan mitela. Gerakan aktif dapat dimulai dengan fleksi.

Pada fraktur suprakondilar yang disertai pembengkakan hebat dapat dilakukan traksi Dunlop atau traksi skeletal untuk beberapa hari dan setelah pembengkakan mereda dapat dicoba kembali dengan reposisi tertutup.

Pada tipe fleksi dimana fragmen distal berada disebelah depan dilakukan reposisi dan setelah itu diimobilisasi dalam keaadan ekstensi maksimal.(3,9)

Pengobatan medikamentosa dalam hal ini antibiotic dan tetanus profilaksis diperlukan ketika pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi dijumpai luka terbuka pada daerah sendi siku yang biasanya disertai rasa sakit atau nyeri pada palpasi dan biasanya terjadi pada fraktur akibat trauma mekanis energy tinggi, kemudian luka ditutup dengan kain kasa yang mengandung povidone-iodine untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka karena kontak dengan dunia luar.(5)IX. KOMPLIKASIAda beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur suprakondilar humerus, komplikasi tersebut yaitu : (9,10)Komplikasi akut (cepat) :1. Iskemik Volkmann

Iskemik Volkmann terutama terjadi pada fraktur suprakondilar humeri tipe ekstensi, fraktur antebrachii ( fraktur ulna dan radius ) dan dislokasi sendi siku. Iskemik terjadi karena adanya obstruksi sirkulasi vena karena verban yang terlalu kuat, penekanan plester atau fleksi akut sendi siku. Disamping itu terjadi pula obtruksi pembuluh darah arteri yang menyebabkan iskemik otot dan saraf lengan bawah. Arteri brakialis terjepit pada daerah fraktur dan penjepitan hanya dapat dihilangkan dengan reduksi fraktur baik secara tertutup maupun terbuka.

Gambaran klinis : dalam beberapa jam dapat terjadi gejala berupa iskemik yaitu nyeri lengan bawah, dingin dan pucat pada jari-jari tangan atau biasa disebut 5P ( pain, pallor, pulselessness, parathesia, paralysis )

Penatalaksanaan : apabila ditemukan gejala iskemik Volkmann, maka semua bagian yang menekan ( verban, gips, atau fleksi sendi siku ) harus segera dibebaskan atau dibuka, karena dapat menyebabkan kerusakan seluruh lengan bawah.2. Trauma saraf perifer

Trauma saraf perifer lebih sering mengenai nervus medianus daripada nervus ulnaris, kelainan biasanya bersifat sementara dan prognosisnya baik.Komplikasi kronik (lambat) :

1. Pembentukan lepuh kulit

Pembentukan sendi siku terjadi karena gangguan drainase atau mungkin juga karena verban terlalu kuat.2. Maserasi kulit pada daerah antekubiti

Komplikasi ini terjadi karena setelah reposisi, dilakukan fleksi akut pada sendi siku yang menyebabkan tekanan pada kulit.

3. Mal Union

Komplikasi mal union dapat berupa kubitus varus atau perubahan letak posisi distal humerus ke posterior ( carrying angle ). Kubitus varus merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan. Kelainan ini sulit dihindarkan kecuali dengan melakukan reposisi yang akurat. Kelainan kubitus varus akan memberikan gejala sisa dan secara psikologis anak merasa rendah diri sehingga perlu dilakukan koreksi osteotomi4. Miositis osifikan

Merupakan komplikasi lanjut fraktur suprakondilar humeri yang akan memberikan gangguan pada sendi siku di kemudian hari.

X. PROGNOSIS

Prognosis dari fraktur suprakondilar humeri ini umumnya baik jika ditangani dengan baik, hal ini dibutuhkan dari hasil yang didapatkan pada 193 anak-anak, 62 anak-anak (32%) sama-sama dengan carrying angle pada kedua sisinya dan 57 anak-anak (30%) carrying angle tampak lebih besar dari sisi yang normal. Pada 74 anak-anak (38%), carrying angle tampak berkurang jika dibandingkan yang normal, sedangkan pada 56 dari 90 pasien (62,2%) dengan fraktur tipe varus, carrying angle tampak berkurang secara signifikan. (11)DAFTAR PUSTAKA

1. Supracondylar fracture of humerus. In: Skinner HB, MD, Ph.D. editor. CURRENT diagnosis & Treatment in orthopedics 4th Ed, Lange medical book / McGraw-Hill Companies, inc. 2006 : p.638-41

2. Lee EH. Supracondylar Fractures of the humerus in children-back to basics. Singapore Med J. [serial online] 2006 [cited 2011 Jan 30]; Available from : http://www.SMJ.com3. Medline. Supracondylar Humerus Fracture. Medscape General Medicine. [serial online] 2007 [cited 2011 Jan 30]; Available from : http://www.medscape.com4. Kasser JR, Beaty JH. Supracondylar Fractures of the distal humerus. In : Rockwood CA. editor. Fractures in Children 5th Ed, Lippincott Williams & Wilkins Publishers, 2001 : p.816-70

5. Yian E, MD. Distal Humerus fractures. [serial online]. 2007 Jul 26 [cited 2011 Jan 30]; Available from : http://www.emedicine.com/orthoped/orthoindex.shtml6. Hardjasuana M, dr. lengan atas (brakium) dan siku. IN: Basmajian JV, Slonecker CE. Grant metode anatomi berorientasi pada klinik 11th Ed, jilid dua. Jakarta: Binarupa Aksara; 1995: p.140-507. Daugherty K, Jones L. Supracondylar fractures. In: Canale ST, MD. Campbells operative orthopaedics 10th Ed, Vol2. Philadelphia: Mosby; 1998: p.1437-528. Klimkiewicz JJ,Bradley Jp, Sawyer Jr. Pediatric elbow fractures and dislocation. In: DeLee JC, Drez D, Jr. DoLee & Drezs Orthopaedic sports medicine 2nd Ed, Vol 1. Philadelphia: Saunders; 2003: p.1299-304

9. Fraktur supracondylar humeri. In: Amiruddin MD, editor. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Makassar.: Bintang Lamumpalue; 2003: p.419-24

10. Supracondylar fracture of humerus. In: Salter RB, editor. The musculoskeletal system 2nd Ed. Philadelphia: Williams & Wilkins; 1984. P.450-7

11. Matsuki K, Nakatani K, Harada M, Tamaki T,. Treatment of supracondylar fracture of the humerus in children by skeletal traction in a brace. [online]. 2007 [cited 2011 Jan 30]; available from : http://findarticles.com/p/search?tb=art+qt=%22matsuzaki%2c+k%22.