refarat leptospirosis cover

23
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..........................................2 BAB 1 PENDAHULUAN ......................................3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................5 2.1 DEFINISI..........................................5 2.2 ETIOLOGI..........................................5 2.3 EPIDEMIOLOGI......................................6 2.4 PENULARAN.........................................7 2.5 PATOGENESIS.......................................7 2.6 PATOLOGI..........................................8 2.7 GAMBARAN KLINIS..................................10 2.8 DIAGNOSIS........................................11 2.9 PENGOBATAN.......................................12 2.10 PROGNOSIS........................................14 2.11 PENCEGAHAN.......................................14 BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN.............................15 3.1 KESIMPULAN.......................................15 3.2 SARAN............................................15 DAFTAR PUSTAKA.........................................16 1

Upload: selviagandasari

Post on 14-Apr-2016

245 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

nnn

TRANSCRIPT

Page 1: Refarat Leptospirosis Cover

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................5

2.1 DEFINISI.......................................................................................................5

2.2 ETIOLOGI....................................................................................................5

2.3 EPIDEMIOLOGI.........................................................................................6

2.4 PENULARAN...............................................................................................7

2.5 PATOGENESIS............................................................................................7

2.6 PATOLOGI...................................................................................................8

2.7 GAMBARAN KLINIS................................................................................10

2.8 DIAGNOSIS................................................................................................11

2.9 PENGOBATAN..........................................................................................12

2.10 PROGNOSIS...............................................................................................14

2.11 PENCEGAHAN..........................................................................................14

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................15

3.1 KESIMPULAN...........................................................................................15

3.2 SARAN.........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................16

1

Page 2: Refarat Leptospirosis Cover

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Leptospirosis”

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.Gopas Simanjuntak, Sp.PD selaku pembimbing penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyelesaian referat ini.

Referat ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Penyakit Dalam di RS HKBP Balige. Penulis menyadari bahwa referat yang dibuat ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan refarat ini.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Balige, 19 Agustus 2015

Selvia Gandasari Silalahi

2

Page 3: Refarat Leptospirosis Cover

BAB 1

PENDAHULUAN

Leptospirosis merupakan penyakit infeksi pada manusia dan binatang yang

disebabkan oleh bakteri leptospira yang berbentuk spiral dan bergerak aktif.

Leptospirosis merupakan zoonosis yang paling tersebar luas di dunia. Penyakit ini

pertama kali dilaporkan pada tahun 1886 oleh Adolf Weil dengan gejala panas tinggi

disertai beberapa gejala saraf serta pembesaran hati dan limpa. Penyakit dengan

gejala tersebut di atas oleh Goldsmith (1887) disebut sebagai “Weil’s Disease”. Pada

tahun 1915 Inada berhasil membuktikan bahwa “Weil’s Disease” disebabkan oleh

bakteri Leptospira icterohemorrhagiae.

Di negara subtropik, infeksi leptospira jarang ditemukan, iklim yang sesuai

untuk perkembangan leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah, dan pH

alkalis. Keadaan yang demikian dapat dijumpai di negara tropik sepanjang tahun. Di

negara beriklim tropik, kejadian leptospirosis lebih banyak 1000 kali dibandingkan

dengan negara subtropik dengan risiko penyakit lebih berat. Angka insiden

leptospirosis di negara tropik basah 5 - 20/100.000 penduduk per tahun. Leptospirosis

tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia. Angka insidensi leptospirosis di New

Zealand antara tahun 1990 sampai 1998 sebesar 44 per 100.000 penduduk. Angka

insiden tertinggi terjadi pada pekerja yang berhubungan dengan daging (163/100.000

penduduk), peternak (91,7/100.000 penduduk) dan pekerja yang berhubungan dengan

hutan sebesar 24,1 per 100.000 penduduk.

Di Indonesia dilaporkan oleh Partoatmodjo (1964) bahwa sejak 1936 telah

diisolasi berbagai serovar leptospira. Baik dari hewan liar maupun hewan peliharaan.

Di Indonesia leptospirosis tersebar antara lain di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera

3

Page 4: Refarat Leptospirosis Cover

Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan

Kaliamntan Barat. Angka kematian leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi,

mencapai 2,5 -16,45%. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56%.

Penderita leptospirosis yang disertai selaput mata berwarna kuning (keruskan jaringan

hati), resiko kematian akan lebih tinggi. Di beberapa publikasi angka kematian di

laporkan antara 3% - 54% tergantung sistem organ yang terinfeksi.

4

Page 5: Refarat Leptospirosis Cover

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI1,5,6

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh

mikro organisme Leptospira interogans. Bentuk yang berat dari penyakit ini

dikenal sebagai Well’s disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama

seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious

jaundice, field fever, cane cutter fever dan lain-lain.

2.2 ETIOLOGI1,4,5

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, family

treponemataceae, suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini

yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat

halus, lebarnya 0,1 - 0,2 um. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada

mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk

mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan

gelap (darkfield microscope). Leptospira membutuhkan media dan kondisi

yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu berminggu -

minggu untuk membuat kultur yang positif. Dengan medium Fletcher’s dapat

tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob. Menurut beberapa peneliti, yang

tersering menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagica dengan reservoir

tikus, L. canicola dengan reservoir anjing dan L. pomona dengan reservoir

sapid an babi.

5

Page 6: Refarat Leptospirosis Cover

2.3 EPIDEMIOLOGI1,5

Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, di semua benua kecuali benua

Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Leptospira bisa terdapat

pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut atau

binatang - binatang pengerat lainnya seperti tupai , musang, kelelawar, dan

lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira hidup di dalam

ginjal/air kemihnya. Tikus merupakan vektor yang utama dari

L.icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh

tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak

di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus dan ikut mengalir

dalam filtrat urine. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang

masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena

temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira,

sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.

International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai

negara dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia

untuk mortalitas. Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa

Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu,

Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi

Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir besar di

Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus leptospirosis dengan

20 kematian.

Dengan pemeriksaan sederhana memakai mikroskop biasa dapat

dideteksi adanya gerakan leptospira dalam urine. Diagnostik pasti ditegakkan

dengan ditemukannya leptospira pada darah atau urin atau ditemukannya hasil

serologi positif. Untuk dapat berkembang biak, leptospora memerlukan

lingkungan optimal serta tergantung pada suhu yang lembab, hangat, PH

6

Page 7: Refarat Leptospirosis Cover

air/tanah yang netral, dimana kondisi ini ditemukan sepanjang tahun di daerah

tropis.

2.4 PENULARAN1,5,6

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah,

lumpur yang telah terkontaminasi oleh urin binatang yang telah terinfeksi

leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terjadi luka / erosi pada kulit ataupun

selaput lendir. Kadang - kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang

yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di

laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi

terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang - orang

yang mempunyai resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja - pekerja

di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di

rumah potong hewan atau orang - orang yang mengadakan perkemahan di

hutan, dokter hewan.

2.5 PATOGENESIS1,3,4,5

Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,

memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar luas ke jaringan

tubuh. Kemudian terjadi respon imunologik baik secara selular maupun

humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik.

Walaupun demikian, beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah

yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian

mikroorganisme akan mencapa convulted tubules, bertahan disana dan

dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8

hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan - bulan

bahkan bertahun - tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan

7

Page 8: Refarat Leptospirosis Cover

fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari

darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,

mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler.

Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu.

2.6 PATOLOGI1,3,4,5

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan

toksin. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel

kapiler. Organ - organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot

dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ:

Ginjal

Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk

lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal.

Gagal ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan

nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi

langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.

Hati

Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit

fokal dan proliferasi sel Kupfer dengan kolestasis.

Jantung

Epikardium, endocardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan

miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan

infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan

infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan

endokarditis.

Otot rangka

8

Page 9: Refarat Leptospirosis Cover

Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis,

vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira

disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen

leptospira pada otot.

Mata

Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase

leptospiremia dan betahan beberapa bulan walaupun antibodi yang

terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis.

Pembuluh darah

Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang

akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan / pteki pada

mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah

kulit.

Susunan saraf pusat

Leptospira mudah masuk ke dalam cairan serebrospinal (CSS) dan

dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu

terbentuknya respon antibodi, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga

bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme imunologis.

Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel mononuklear

arachnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya

paling sering disebabkan oleh Leptospirosis canicola.

Weil Disease

Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan icterus,

biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan

demam tipe kontinua. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus

9

Page 10: Refarat Leptospirosis Cover

dengan leptospirosis. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal,

hepatic atau disfungsi vaskular.

2.7 GAMBARAN KLINIS1,4,5,6

Masa inkubasi 2 - 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata - rata 10 hari.

Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia

dan fase imun.

Fase Leptospiremia

Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, myalgia,

conjuctival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, icterus,

hepatomegali, ruam kulit, fotopobia.

Jarang : pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema,

splenomegaly, arthralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pankreatitis,

parotitis, epididimytis, hematemesis, asites, miokarditis.

Fase Imun

Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang

mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa

sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot

betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, perdarahan gusi, gejala

kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Conjunctiva injection dan

conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk

leptospirosis. Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun

hanya 50% gejala dan tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai

pada 50-90% pasien.

10

Page 11: Refarat Leptospirosis Cover

2.8 DIAGNOSIS1,2

Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis, karena pasien biasanya

datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma

syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatetesis hemoragik,

bahkan beberapa kasus datang sebagai pankreatitis. Pada anamnesis, penting

diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok resiko

tinggi. Gejala / keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala

terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah atau fotopobia, mual atau

muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardi, nyeri tekan otot,

hepatomegali dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa

dijumpai leukositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran

neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai

proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin

direct meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum, dan kreatinin

juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia

terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan

tubuh dan serologi.

Kultur

Dengan mengambil specimen dari darah atau CCS segera pada awal

gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil

spesimen pada fase leptosperemia serta belum diberi antibiotik. Kultur

urin diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Pada spesimen yang

terkontaminasi inokulasi hewan dapat digunakan.

Serologi

Jenis uji serologi dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Pemeriksaan untuk

mendeteksi adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan

Polymerase Chain Reaction (PCR), Silverstein atau Fluroscent Antibody

Stain dan mikroskop lapangan gelap.

11

Page 12: Refarat Leptospirosis Cover

Jenis Uji Serologi pada Leptospirosis

Microscopic Agglutination Test

(MAT)

Macroscopic Slide Agglutination

Test (MSAT

Uji Carik Celup :

- Lepto Dipsttick

- LeptoTek Lateral Flow

Aglutinasi lateks kering (LeptoTek

Dry-Dot)

Indirect fluorescent antibody test

(IFAT)

Indirect haemagglutination test (IHA)

Uji aglutinasi lateks

Complement fixation test (CFT)

Enzyme linked immunosorbant assay

(ELISA)

Microcapsule agglutination test

Patoc - slide agglutination test

(PSAT)

Sensitized erythrocyte lysis test

(SEL)

Counter immune electrophoresis

(CIE)

2.9 PENGOBATAN1,2,6

Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan

mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat

penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan

akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa

pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.

12

Page 13: Refarat Leptospirosis Cover

Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya

pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Untuk kasus leptospirosis

berat, pemberian intravena penisislin G, amoksisilin, ampisislin atau

eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan dapat

diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau amoksisilin

maupun sefalosporin.

Pengobatan dan Kemoprofilaksis Leptospirosis

Indikasi Regimen Dosis

Leptospirosis Ringan

Doksisiklin

Ampisilin

Amoksisilin

2 x 100 mg

4 x 500-750 mg

4 x 500 mg

Leptospirosis sedang /

berat

Penisilin G

Ampisilin

Amoksisilin

1,5 juta unit / 6 jam (i.v)

1 gram / 6 jam (i.v)

1 gram / 6 jam (i.v)

Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg / minggu

Pada pemberian penisilin, dapat muncul reaksi Jarisch-Herxherimer 4

sampai 6 jam setelah pemberian intravena, yang menunjukkan adanya

aktivitas anti leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan

penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan

asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara

umum. Kalau terjadi azotemia/ uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis.

13

Page 14: Refarat Leptospirosis Cover

2.10 PROGNOSIS1,6

Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan icterus,

angka kematian 5% pada umur dibawah 30 tahun, dan pada usia lanjut

mencapai 30-40%.

2.11 PENCEGAHAN1,5,6

Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk

mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang mempunyai resiko

tinggi dan terpapar dalam waktu singkat. Bagi mereka yang mempunyai

resiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa

pakaina khusus yang dapat melindunginya dari kontak bahan-bahan yang

terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir.

14

Page 15: Refarat Leptospirosis Cover

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan leptospira.

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Gejala

klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila terlambat

mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat

akan mencegah perjalanan penyakit menjadi lebih berat. Pencegahan dini terhadap

mereka yang terpapar diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan

leptospirosis.

3.2 SARAN Sebaiknya dilakukan upaya pencegahan sedini mungkin kepada mereka yang

mempunyai resiko tinggi untuk tertular leptospirosis.

Menjaga higienitas pribadi dan lingkungan agar terhindar dari infeksi leptospira.

15

Page 16: Refarat Leptospirosis Cover

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit

DalamJilid III Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing.

2. Soetanto T, Soeroso S, NingsihS :Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan

Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di RumahSakit, Rumah

Sakit Penyakit Infeksi Prof.Dr.Sulianti Saroso, Direktorat Jendral

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, DEPKES RI,

2003.

3. Ellinghausen-McCullough-Johnson-Harris. 2014. Leptospirosis. OIE Terrestrial Manual 2014.

4. Setiadi Bobby, SetiawanAndi, dkk. 2001. Leptospirosis. Volume 3. Hal 163 -

167.

5. Human leptospirosis: guidance for diagnosis, surveillance and control.

Geneva, World Health Organization/ International Leptospirosis Society,

2003

6. BC Centre for Disease Control. 2008. Communicable Disease Control

Guidelines for the Prevention of Leptospirosis.

16