laporan fix
DESCRIPTION
Laporan FIX EMULSITRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan,
dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan
ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan
maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau
mengubah rupa.
Kosmetik pelembab (moisturizers) termasuk kosmetik perawatan
yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari
berbagai pengaruh seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut,
berbagai penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat
penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).
Kulit sehat berarti kulit yang tidak menderita penyakit, baik
penyakit yang mengenai kulitnya secara langsung ataupun penyakit dalam
tubuh yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan kulitnya.
Penampilan kulit sehat dapat dilihat dari struktur fisik kulit berupa warna,
konsistensi kelembaban, kelenturan, tebal dan tekstur kulit
(Wasitaatmadja, 1997).
Emulsi dibuat dengan maksud untuk menyatukan dua fase yang
tidak dapat bercampur yaitu fase minyak dan fase air. Emulsi dapat
digunakan untuk pemakaian dalam maupun pemakaian luar. Untuk
menjaga kestabilan emulsi, digunakan emulgator yang bekerja untuk
mengurangi tegangan antar muka fase minyak dan fase air.
Emulsi berasal dari kata “emulgeo” yang artinya menyerupai susu,
dan warna emulsi putih seperti susu. Emulsi untuk penggunaan eksternal
biasanya langsung disebut sebagai cream (sediaan semisolid), lotion atau
liniment (sediaan liquid), hingga akhirnya sediaan emulsi ataupun lotio
banyak digunakan oleh kalangan masyarakat dalam penyembuhan suatu
penyakit maupun kosmetika.
Lotion adalah sediaan kosmetika golongan emolien (pelembut)
yang mengandung air lebih banyak. Sediaan ini memiliki beberapa sifat,
yaitu sebagai sumber lembab bagi kulit, memberi lapisan minyak yang
hampir sama dengan sebum, membuat tangan dan badan menjadi lembut,
tetapi tidak berasa berminyak dan mudah dioleskan. Hand and body lotion
(losio tangan dan badan) merupakan sebutan umum bagi sediaan ini di
pasaran.
Sehingga Lotion dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai
pelindung. Konsistensi yang berbentuk cair memungkinkan pemakaian
yang cepat dan merata pada permukaan kulit, sehingga mudah menyebar
dan dapat segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan
tipis pada permukaan kulit (Lachman et al., 1994).
Khususnya dalam percobaan kali ini sediaan emulsi berupa lotion
zat aktifnya adalah “Minyak Zaitun (Olive Oil)” yang digunakan untuk
melembabkan kulit untuk sediaan kosmetika.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dalam percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami cara memformulasi dan pembuatan emulsi
minyak zaitun (Lotion) disertai dengan evaluasinya.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memformulasikan Minyak zaitun (Lotion) dalam sediaan emulsi
tipe m/a.
2. Untuk mengamati uji evaluasi emulsi minyak zaitun (Lotion) yaitu
melalui uji organoleptik, uji pH emulsi, uji densitas emulsi, uji volume
terpindahkan, uji freezethaw (pendingin dan oven), uji sentrifus, dan uji
viskositas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, emulsi adalah sediaan yang
mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan
pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, emulsi adalah sistem dua
fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam
bentuk tetesan kecil.
Menurut Formularium Nasional Edisi 2, emulsi adalah sediaan berupa
campuran terdiri dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan
yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya,
umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi.
Emulsi terdiri dari dua fase cairan, yaitu fase cairan terdispersi yang
disebut fase dalam, dan fase cairan pembawa yang disebut fase luar. Jika
fase dalam berupa minyak atau larutan dalam minyak dan fase luarnya
berupa air atau larutan, maka emulsi tersebut adalah emulsi minyak dalam
air (M/A). Sedangkan, jika fase dalam berupa air atau larutan dan fase
luarnya berupa minyak, maka emulsi tersebut adalah emulsi air dalam
minyak (A/M).
Dalam pembuatan emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor
yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi
banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Mekanisme kerjanya
adalah menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta
membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fase terdipersinya.
Mekanisme kerja emulgator:
Membentuk lapisan film monomolekuler yaitu emulgator membentuk
sebuah lapisan tunggal yang diabsorpsi oleh molekul atau ion pada
permukaan antara minyak dan air sehingga menghasilkan emulsi yang
lebih stabil karena adanya pengurangan sejumlah energi bebas
permukaan dimana tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal
koheren yang mencegah terjadinya penggabungan tetesan yang
mendekat.
Pembentukan kristal partikel-partikel padat yaitu pembiasan ganda yang
kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. Daerah
strukturisasi kristal cair yang berbeda disebabkan oleh adanya pengaruh
terhadap distribusi fase emulsi.
Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Emulsi vera (emulsi alam)
Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping
minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti
putih telur. Emulsi yang dibuat dari biji adalah amygdala dulcis,
amygdale amara, lini semen, curcubitae semen.
2. Emulsi spuria (emulsi buatan)
Emulsi dengan minyak lemak
Pembuatan emulsi minyak lemak biasanya dengan emulgator gom
arab, dengan perbandingan untuk 10 bagian minyak lemak dibuat
100 bagian emulsi. Gom arab yang digunakan adalah separuh
jumlah bagian minyak lemak.
Emulsi dengan parafinum liquidum
Dibuat dengan menggunakan PGA sama berat parafinum liquidum
Emulsi dengan cera atau lemak padat
Dibuat dengan melebur lemak padat atau cera di atas penangas air,
setelah meleleh tambahkan PGA sama berat lemak dan tambahkan
segera air panas sebanyak 1,5 x berat PGA dan dibuat corpus
emulsi, setelah diencerkan dengan air hangat dimasukkan dalam
botol dan dikocok sampai emulsi dingin
Emulsi dengan extactum spissum
Apabila jumlah ektrak sedikit maka digunakan PGA 2,5% dari
berat total emulsi. Bila disamping ekstrak terdapat minyak lemak,
maka ekstrak dicampur dulu dengan minyak lemak dan
selanjutnya di emulsi dengan PGA. Jumlah PGA yang digunakan
adalah untuk ekstraknya sama berat dan untuk lemak minyaknya
separuh berat minyak lemak. Jumlah air yang digunakan untuk
membuat corpus emulsi 1,5 x berat PGA. Setelah corpus emulsi
jadi baru diencerkan dengan sisa airnya.
Emulsi dengan minyak eteris kreosotum, benzylis benzoas
Zat-zat dengan benzylis benzoas untuk kulit sebaiknya dibuat
dengan trietanolamin dan asam stearat dalam perbandingan 1 : 4
Emulsi dengan balsamum peruvianum copaivae dan terebinthia
laricina
Dibuat dengan PGA sebanyak 2x berat balsam. Bila disamping
balsam terdapat pula minyak lemak maka PGA yang digunakan
adalah jumlah berat dari semua berat untuk balsam dan separuh
berat untuk minyak lemak
Emulsi dengan bromoforfum
Karena berat jenis bromoforfum 2,8 maka sulit dibuat emulsi yang
baik maka perlu ditambah minyak lemak sebanyak 10x berat
bromoforfum. Penambahan minyak lemak sebanyak 7x berat
bromoforfum akan menurunkan berat jenis bromoforfum menjadi ±
1.
Emulsi dikatakan stabil jika:
Tidak ada perubahan yang berarti dalam ukuran partikel atau distribusi
partikel dari globul fase dalam selama life time produk.
Distribusi globul yang teremulsi adalah homogen.
Mudah mengalir atau tersebar tetapi memiliki viskositas yang tinggi
untuk meningkatkan stabilitas fisiknya.
Bentuk ketidakstabilan emulsi:
1. Flokulasi: dikarenakan emulgator kurang, lapisan pelindung tidak
menutupi semua bagian globul sehingga 2 globul bersatu membentuk
agregat.
2. Koalesens: dikarenakan hilangnya lapisan film dan globul semakin
besar dan bersatu.
3. Kriming: dikarenakan adanya pengaruh gravitasi sehingga terjadi
pemekatan di permukaan dan di dasar.
4. Inversi fasa: dikarenakan adanya perubahan viskositas.
5. Breaking/demulsifikasi: pecah akibat hilangnya lapisan film karena
pengaruh suhu.
Faktor – faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi:
1. Ukuran partikel
2. Perbedaan bobot jenis kedua fase
3. Viskositas fase kontinyu
4. Muatan partikel
5. Sifat efektifitas dan jumlah emulgator yang digunakan
6. Kondisi penyimpanan, suhu ada/tidaknya agitasi dan vibrasi
7. Penguapan atau pengenceran selama penyimpanan
8. Adanya kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme.
Metode pembuatan emulsi, yaitu:
Metode gom basah (Anief, 2000)
Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa
cairan atau harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning
telur dan metilselulosa. Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu
dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambah minyak
sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang kuat, kemudian
ditambahkan sisa air dan minyak secara bergantian sambil diaduk
sampai volume yang diinginkan.
Metode gom kering
Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat
pengemulsi berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat
korpus emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1
bagian gom, lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi,
kemudian ditambahkan sisa bahan yang lain sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai terbentuknya suatu emulsi yang baik.
Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)
Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu
surfaktan yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran
terlebih dahulu dilakukan perhitungan harga HLB dari fase internal
kemudian dilakukan pemilihan emulgator yang memiliki nilai HLB
yang sesuai dengan HLB fase internal. Setelah diperoleh suatu
emulgator yang cocok, maka selanjutnya dilakukan pencampuran
untuk memperoleh suatu emulsi yang diharapkan. Umumnya emulsi
akan berbantuk tipe M/A bila nilai HLB emulgator diantara 9 – 12 dan
emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator diantara 3 – 6.
Emulgator
Untuk mencegah penggabungan kembali globul-globul diperlukan
suatu zat yang dapat membentuk lapisan film diantara globul-globul
tersebut sehingga proses penggabungan menjadi terhalang, zat tersebut
adalah zat pengemulsi (emulgator).
Emulgator dapat dibedakan berdasarkan:
1. Berdasarkan mekanismenya
a. Golongan surfaktan, memiliki mekanisme kerja menurunkan
tegangan permukaan/antar permukaan minyak-air serta membentuk
lapisan film monomolekuler ada permukaan globul fase terdispersi.
Jenis-jenis surfaktan :
Berdasarkan jenis surfaktan
Surfaktan anionic, contoh: na- lauril sulfat, na-oleat sulfat,
na-stearat.
Surfaktan kationik, contoh: zehiran klorida, setil trimetil
ammonium bromide.
Surfaktan non ionic, contoh : tween 80, span 80.
Berdasarkan HLB (hidrophyl lipophyl – balance)
b. Golongan koloid hidrofil, membentuk lapisan film multimolekuler
di sekeliling globul yang terdispersi. Contoh: akasia, tragakan,
CMC, tylosa.
c. Golongan Zat Terbagi Halus, membentuk lapisan film mono dan
multimolekuler, oleh adanya partikel halus yang teradsorpsi pada
antar permukaan kedua fase. Contoh: bentonit, veegum.
2. Berdasarkan sumber
a. Bahan alam, contoh: gom arab, tragakan, agar, male extract.
b. Polisakarida semisintetik, contoh: metyl selulosa, na-
carboxymethylselulosa CMC).
c. Emulgator sintetik: surfaktan, sabun, dan alkali, alcohol (cetyl
alcohol, gliserin), carbowaxes (PGA), lesitin (fosfolipid).
Adapun cara pembuatan emulsi dapat dilakukan dengan:
1. Mortir dan stamper
Sering digunakan membuat emulsi minyak lemak dalam ukuran kecil
2. Botol
Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok
dalam botol pengocokan dilakukan terputus-putus untuk memberi
kesempatan emulgator untuk bekerja
3. Dengan Mixer
Partikel fase dispersi dihaluskan dengann memasukkan ke dalam
ruangan yang di dalamnya terdapat pisau berputar dengan kecepatan
tinggi.
4. Dengan Homogenizer
Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit,
sehingga partikel akan mempunyai ukuran yang sama.
Cara membedakan tipe emulsi:
1. Dengan Pengenceran, Tipe O/W dapat diencerkan dengan air, Tipe
W/O dapat diencerkan dengan minyak
2. Cara Pengecatan, Tipe O/W dapat diwarnai dengan amaranth/metilen
blue, Tipe W/O dapat diwarmai dengan sudan III
3. Cara creaming test, creaming merupakan peristiwa memisahkan emulsi
karena fase internal dari emulsi tersebut melakukan pemisahan sehingga
tdk tersebar dalam emulsimis: air susu setelah dipanaskan akan terlihat
lapisan yang tebal pada permukaan. Pemisahan dengan cara creaming
bersifat refelsibel.
4. Konduktifitas
Elektroda dicelup di dalam cairan emulsi, bila ion menyala tipe emulsi
O/W demikian sebaliknya.
Keuntungan dan kerugian emulsi:
Keuntungan sediaan emulsi:
Menutupi rasa minyak yang tidak enak
Lebih mudah dicerna dan diabsorpsi karena ukuran minyak
diperkecil
Memperbaiki penampilan sediaan karena merupakan campuran
yang homogen secara visual
Meningkatkan stabilitas obat yang lebih mudah terhidrolisa dalam
air.
Kerugian sediaan emulsi:
Sediaan emulsi kurang praktis daripada sediaan tablet
Sediaan emulsi mempunyai stabilitas yang rendah daripada sediaan
tablet karena cairan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri
Takaran dosisnya kurang teliti.
II.2 Analisis Permasalahan Zat Aktif dan Sediaan
Minyak zaitun mempunyai bentuk fisik minyak. Minyak yang
mengandung khasiat biasanya dalam farmasi dibuat dalam sediaan
emulsi.
Minyak zaitun memiliki potensi sebagai emolient. Selain itu, minyak
zaitun bisa mereduksi atau mengembalikan kulit radang menjadi mulus,
karena minyak zaitun memiliki atau mengandung vitamin E, sehingga
sangat cocok dibuat dalam sediaan topikal misalnya lotion (Rowe, et al,
2003).
Minyak zaitun memiliki pH dengan nilai 5,9. Kemudian, pH kulit
memiliki nilai 4,5-6,5 sehingga sangat cocok buat pemakaian luar
(topikal) (N. Siti Urmah & E. Ardiany).
Biasanya sediaan dalam bentuk minyak memiliki kekurangan seperti
ketengikan (bau tengik) sehingga diperlukan anti oksidan.
Kebanyakan sediaan dalam bentuk cairan atau sediaan yang mempunyai
zat tambahan cairan sangat mudah terkontaminasi oleh mikroba, maka
diperlukan pengawet. Pengawet yang digunakan adalah metil paraben
dan propil paraben.
BAB III
PENDEKATAN FORMULA
III.1 Alasan
1. Pengemulsi / Emulgator
- Asam stearat
Asam stearat digunakan sebagai agen pengemulsi dan agen untuk
meningkatkan kelarutan (Rowe,et,al. 2003)
- Natrium lauril sulfat
Natrium lauril sulfat bisa digunakan sebagai pengemulsi dengan
konsentrasi 0,002% (Hope 6th, 54)
- Trietanolamin (TEA)
TEA banyak digunakan dalam formulasi topical, terutama dalam
pembentukan emulsi, konsentrasi TEA 2-4% (Rowe,et,al. 2003)
- Cethyl alcohol
Cetil alkohol biasa digunakan sebagai pengemulsi pada
konsentrasi 2-5% (Rowe,et,al. 2003)
2. Antioksidan
- Alfa tokoferol
Alfa tokoferol merupakan bahan lipofilik, pelarut terbaik pada
kebanyakan sediaan obat. Tokoferol merupakan minyak atau
lemak dalam produk farmasi. Alfa tokoferol bahan antioksidan
yang dapat mencegah terjadinya oksidasi, konsentrasi 0,001-
0,05% (Hope 6th, 31)
- Ascorbyl palmitat
- Ascorbyl palmitat biasanya digunakan sendiri atau kombinasi
dengan alfa tokoferol menunjukkan aksi yang sinergis. Senyawa
ini biasanya digunakan dalam sediaan oral maupun topical
sebagai antioksidan untuk obat yang tidak stabil dengan oksigen.
Konsentrasi yang digunakan 0,05% (Hope 6th, 46)
- Propel galat
Propel galat merupakan senyawa yang biasa digunakan sebagai
antioksidan pada sediaan kosmetik, makanan dan sediaan farmasi
yang berfungsi mencegah terjadinya autooksidasi dari minyak
(Hope 6th, 587)
3. Pengawet
- Metal paraben pada konsentrasi 0,05-0,25% sebagai pengawet
kosmetik dan makanan (Hope 6th)
- Asam benzoate sebagai preservative dan bakteriosid dengan
konsentrasi 2,5-4,5%
- Butul paraben merupakan preservative dalam makanan, obat,
kosmetik, biasanya dikombinasi dengan ester atau asam
parahydroxy benzoic. konsentrasi yang digunakan yaitu 0,1%
4. Pelembab
- Glyserin
Glyserin sering digunakan sebagai pelembab karena memiliki
sifat humektan. Konsentrasi yaitu 30% (Hope 6th, 183)
- Cethyl alcohol
- Cethyl alcohol sering digunakan sebagai emolien dengan
konsentrasi 2-5% (Hope 6th, 155)
III.2 Uraian Bahan
1. Minyak Zaitun (Rowe et al, 2003)
Nama Resmi : Olive Oil
Pemeriaan : Minyak zaitun berupa cairan jernih, tidak
berwarna atau berwarna kuning transparan.
Minyak zaitun murni diperoleh minyak zaitun
diperoleh dengan penyulingan minyak zaitun
mentah sehingga isi gliserida minyak tidak
berubah. Suatu antioksidan yang cocok dapat
ditambahkan (Rowe et al, 2003).
Kandungan : Minyak zaitun mengandung asam lemak tak
jenuh dalam kadar yang tinggi (utamanya asam
oleat dan polifenol), vitamin E dan vitamin K
(Rowe et al, 2003).
Penggunaan : Minyak zaitun banyak digunakan pada kosmetik
dan sediaan farmasi topikal. Telah digunakan
dalam formulasi topikal sebagai emolien dan
untuk membuat kulit radang menjadi mulus,
untuk melembutkan kulit dan kerak di eksim;
digunakan untuk minyak pijat, dan untuk
melunakkan kotoran telinga (Rowe et al, 2003).
Kelarutan : Sedikit larut dalam etanol (95%); larut dengan
eter,
kloroform, light petroleum (50-70oC), dan
karbon disulfida (Rowe et al, 2003).
Stabilitas : Ketika didinginkan, minyak zaitun menjadi
keruh sekitar 10oC, dan menjadi massa seperti
butter pada 0oC (Rowe et al, 2003).
Penyimpanan : Minyak zaitun harus disimpan dalam wadah
tertutup rapat, di tempat sejuk dan kering (Rowe
et al, 2003).
Inkompatibilitas : Minyak zaitun dapat disaponifikasi oleh
hidroksida alkali karena mengandung asam
lemak tak jenuh dalam kadar tinggi, minyak
zaitun rentan terhadap oksidasi dan tidak
kompatibel dengan agen oksidasi (Rowe et al,
2003).
2. Asam Stearat (Rowe et al, 2003)
Bobot molekul : 284.47 g/mol (Rowe et al, 2003).
Pemeriaan : asam stearat berbentuk padat, berupa kristal
padat atau serbuk putih atau kekuningan,
mengkilap, bau lemah (Rowe et al, 2003).
Penggunaan : Pada penggunaan topikal, asam stearat
digunakan sebagai agen pengemulsi dan agen
untuk meningkatkan kelarutan (Rowe et al,
2003).
Titik lebur : 69-70oC (Rowe et al, 2003).
Koefisien partisi : Log (minyak : air) = 8,2 (Rowe et al, 2003).
Kelarutan : sangat larut dalam benzen, karbon tetraklorida,
kloroform, dan eter; larut dalam etanol 95%,
hexan, dan propilen glikol; praktis tidak larut
dalam air (Rowe et al, 2003).
Stabilitas : Asam stearat adalah material yang stabil,
antioksidan juga dapat ditambahkan pada asam
stearat (Rowe et al, 2003).
Penyimpanan : Pada wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk
dan kering (Rowe et al, 2003).
Inkompatibilitas : Asam stearat tidak tercampurkan dengan
kebanyakan logam hidroksida dan basa, agen
pereduksi, dan agen pengoksidasi. Basis
ointment yang dibuat dari asam stearat dapat
menunjukkan pengeringan atau penggumpalan
berkaitan dengan reaksi ketika dicampurkan
dengan garam zink atau garam kalsium. Asam
stearat tidak tercampurkan dengan obat
naproxen (Rowe et al, 2003).
3. Trietanolamin
Bobot molekul : 149,19 (Rowe et al, 2003).
Pemeriaan : Trietanolamina tak berwarna, berwarna kuning
pucat, cairan kental, memiliki sedikit bau
amoniak. Trietanolamina adalah campuran basa
terutama 2,20,200-nitrilotriethanol, meskipun
juga mengandung dietanolamina dan jumlah
yang lebih kecil dari monoetanolamina (Rowe
et al, 2003).
Penggunaan : Trietanolamina banyak digunakan dalam
formulasi farmasi topikal, terutama dalam
pembentukan emulsi. Ketika dicampur dalam
proporsi equimolar dengan asam lemak, seperti
asam stearat atau asam oleat, trietanolamina
membentuk sabun anionic dengan pH sekitar 8,
yang dapat digunakan sebagai agen pengemulsi
untuk menghasilkan emulsi minyak dalam air
yang halus, stabil. Konsentrasi yang biasanya
digunakan untuk emulsifikasi adalah 2- 4% v / v
trietanolamina dan 2-5 kali dari asam lemak.
Dalam kasus minyak mineral, 5% v/v
trietanolamina akan diperlukan, dengan
peningkatan yang tepat dalam jumlah asam
lemak yang digunakan. Persiapan
yang mengandung sabun trietanolamina
cenderung gelap pada penyimpanan. Namun,
perubahan warna dapat dikurangi dengan
menghindari paparan cahaya dan kontak dengan
logam dan ion logam (Rowe et al, 2003).
pH : 10,5 (larutan 0,1N) (Rowe et al, 2003).
Titik lebur : 20-21oC (Rowe et al, 2003).
Kelarutan : Dapat bercampur dengan aseton, metanol, air,
dan karbon tetraklorida, kelarutan 1:24 dalam
benzen, kelarutan 1:63 dalam etil eter (Rowe et
al, 2003).
Penyimpanan : Trietanolamin dapat berubah menjadi coklat
apabila terpapar udara atau cahaya. 85%
trietanolamin cenderung akan terbagi-bagi pada
suhu di bawah 15oC, Homogenitas trietanolamin
dapat dipulihkan dengan penghangatan dan
pencampuran sebelum digunakan.
Trietanolamin disimpan pada wadah kedap
udara, terlindung dari cahaya dan ditempat
kering (Rowe et al, 2003).
Inkompatibilitas : Trietanolamin akan bereaksi dengan asam
mineral dan membentuk garam kristalin dan
ester. Dengan asam lemak yang lebih tinggi,
trietanolamin akan membentuk garam yang larut
dalam air dan mempunyai karakteristik sabun.
Trietanolamin juga akan bereaksi dengan
tembaga dan membentuk garam kompleks.
Penghilangan warna dan presipitasi dapat terjadi
karena adanya garam logam berat.
Trietanolamin dapat bereaksi dengan reagen
seperti tionilklorda untuk menggantikan gugus
hidroksi dengan halogen, produk reaksi ini
sangat toksik (Rowe et al, 2003).
4. Metil Paraben
Bobot molekul : 152,15 g/mol (Rowe et al, 2003).
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur,
putih, tidak berbau atau berbau khas lemah,
mempunyai sedikit rasa terbakar (Rowe et al,
2003).
Penggunaan : Metilparaben dengan persentase 0,02 – 0,3%
digunakan sebagai bahan pengawet pada
sediaan topikal. Metilparaben bersama dengan
metil paraben digunakan pada berbagai
formulasi sediaan farmasetika (Rowe et al,
2003).
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam
karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol
dan dalam eter terbakar (Depkes RI, 1995).
Suhu lebur : 125 - 128 °C (Rowe et al, 2003).
Stabilitas : Larutan cair metal paraben pada pH 3–6 dapat
disterilkan dengan autoklaf pada suhu 120°C
selama 20 menit, tanpa terdekomposisi. Larutan
pH 3–6 stabil (kurang dari 10% terdekomposisi)
sekitar 4 tahun pada temperature ruangan.
Sementara larutan pH 8 atau lebih terhidrolisis
dengan cepat (10% atau lebih sekitar 60 hari
pada temperatur ruangan) (Rowe et al, 2003).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
Inkompatibilitas : Aktivitas anti bakteri metal paraben dan paraben
lainnya akan menurun jika terdapat surfaktan
ninionik, seperti polisorbat 80, yang dapat
menghasilkan misel. Walaupun propilenglikol
(10%) menunjukkan potensi pada aktivitas
antibakteri paraben dalam keberadaan surfaktan
nonionik dan mencegah interaksi antara metal
paraben dan polisorbat 80. Inkompatibilitas
dilaporkan terjadi dengan substansi lain seperti
bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan,
sodium alginat, minyak essensial, sorbitol, dan
atropin. Metil paraben juga bereaksi dengan
beberapa gula dan gula alkohol. Absorpsi metal
paraben oleh plastik. Polietilen dengan berat
jenis rendah dan tinggi tidak menyerap metal
paraben. Metil paraben kehilangan warnanya
dengan keberadaan tembaga dan terhidrolisis
dengan basa lemah dan asam kuat (Rowe et al,
2003).
5. Propil Paraben
Bobot molekul : 180,20 g/mol (Rowe et al, 2003).
Pemerian : Serbuk berwarna putih, tidak berbau, dan tidak
berasa (Rowe et al, 2003).
Penggunaan : Propilparaben dengan persentase 0,01 – 0,6%
digunakan sebagai bahan pengawet pada
sediaan topikal. Propil paraben bersama dengan
metil paraben digunakan pada berbagai
formulasi sediaan farmasetika (Rowe et al,
2003).
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam
etanol dan dalam eter, sukar larut dalam air
mendidih (Depkes RI, 1995).
Suhu lebur : 95 - 98 °C (Depkes RI, 1979).
Stabilitas : Larutan propilparaben berair pada pH 3-6 dapat
disterilisasi dengan autoklaf tanpa terjadi
dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan berair stabil
(terdekomposisi kurang dari 10%) untuk
penyimpanan pada suhu kamar selama 4 tahun,
sementara pada pH di atas 8 dapat cepat
terhidrolisis (10% atau lebih setelah
penyimpanan selama 60 hari pada suhu kamar)
(Rowe et al, 2003).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
Inkompatibilitas : Aktivitas antibakteri propil paraben akan
menurun jika terdapat surfaktan ninionik yang
dapat menghasilkan misel. Walaupun
propilenglikol (10%) menunjukkan potensi pada
aktivitas antibakteri paraben dalam keberadaan
surfaktan nonionik dan mencegah interaksi
antara metal paraben dan polisorbat 80.
Inkompatibilitas dilaporkan terjadi dengan
substansi lain seperti magnesium aluminium
silikat, magnesium trisilikat, tembaga oksida,
tragakan, dan ultramarin biru hingga mampu
mengurangi daya pengawet propilparaben.
Absorpsi propilparaben oleh plastik.
Propilparaben kehilangan warnanya dengan
keberadaan tembaga dan terhidrolisis dengan
basa lemah dan asam kuat (Rowe et al, 2003).
6. Setil Alkohol
Bobot molekul : 242,44 g/mol (Rowe et al, 2003).
Pemerian : Berupa lilin, berwarna putih, berbentuk
serpihan, granul, kubus, bau dan rasa lemah
(Rowe et al, 2003).
Penggunaan : Propilenglikol pada konsentrasi 2-5%
digunakan sebagai emolien; 2-5% digunakan
sebagai agen pengemulsi; digunakan sebagai
agen pengeras (Stiffening agent) pada
konsentrasi 2-10%; dan sebagai pengabsorpsi
air pada konsentrasi 5% (Rowe et al, 2003).
Kelarutan : Larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutan
meningkat dengan peningkatan temperatur,
praktis tidak larut dalam air. Ketika dilelehkan
dapat bercampur dengan lemak, parafin padat
atau cair, dan isoprpil miristat (Rowe et al,
2003).
Suhu lebur : 49°C (Rowe et al, 2003).
Stabilitas : Setil alkohol stabil dengan asam, alkali, cahaya,
serta udara, dan tidak menjadi tengik (Rowe et
al, 2003).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan
kering (Rowe et al, 2003).
Inkompatibilitas : Propilenglikol tidak tercampurkan dengan agen
pengoksidasi kuat (Rowe et al, 2003).
7. Aqua Destillata (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Aqua Destilata
Nama Sinonim : Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan Jernih, tidak berwarna, tidak mempunyai
Rasa
Kelarutan : Tidak mempunyai kelarutan karena secara
umumnya air merupakan pelarut dan
pembanding suatu larutan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut
BAB IV
FORMULASI DAN PERHITUNGAN
IV.I Formulasi
Minyak Zaitun 12% (Zat Aktif)
Asam Stearat 10% (Agen Pengemulsi Minyak)
TEA 4% (Agen Pengemulsi Air)
Cethyl Alcohol 2% (Agen Pengemulsi Minyak)
Metil Paraben 0,2% (Pengawet)
Propil Paraben 0,5% (Pengawet)
Alfa-Tokoferol 0,05% (Antioksidan)
Aqua destillata ad 100 % (Pembawa)
IV.2 Perhitungan
Perhitungan Bahan
1. Minyak Zaitun
Minyak zaitun 12%=12100
X 100mL=12 g
2. Asam stearat
Asam stearat 10%=10
100X 100 mL=10 g
3. Trietanolamin
Trietanolamin 4%=4
100X 100 mL=4 g
4. Setil alkohol
Setil alkohol 2%=2
100X 100 mL=2g
5. Metil Paraben
Metil Paraben 0.2%=0.2100
X 100 mL=0,2 g
6. Propil Paraben
Propil Paraben 0.5%=0.5100
X 100 mL=0,5 g
7. Alfa-Tokoferol
Alfa-Tokoferol 0.05%=0.05100
X 100mL=0,05 g
8. Air
Air 100%=100% - (12%+10%+4%+2%+0,2%+0,5%+0,05%)
=100% - 28,75
=71,25%
=71,25 mL
BAB V
CARA KERJA DAN EVALUASI
V.1 Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
3. Dicampurkan fase minyak yaitu minyak zaitun 12 g, asam stearat 10 g
dan cetil alcohol 2g, alfa tokoferol (campuran A)
4. Dicampurkan fase air yaitu TEA, metal paraben, propel paraben (yang
telah dilarutkan dengan alkohol) (campuran B)
5. Dicampurkan campuran A dan campuran B kedalam lumping dan
dimixer hingga 1-3 menit dengan ultraturax (campuran C)
6. Ditambahkan sisa air 51,2 ml kedalam campuran C dan diaduk hingga
homogen
7. Dimasukkan kedalam botol 100 ml
8. Diberi etiket
9. Disimpan ditempat sejuk (15-30◦C)
10. Dievaluasi sediaan
V.2 Evaluasi
Waktu Evaluasi Pengamatan
T1
Uji organoleptis
Warna : Putih
Bau : Khas minyak
zaitun
Uji pH pH = 6,9
Uji sentrifus Tidak memisah
Uji viskositas 213 cp, 30 Rpm
Uji freezethaw (Pendingin)-Selama 48 jam suhu 4◦C =
stabil
T2 Uji organoleptis -Warna : Putih
-Bau : Khas minyak zaitun
Uji pH -7,1 – 7,2
Uji freezethaw (Oven)- Selama 48 jam suhu 45◦C =
stabil
T3 Uji organoleptis-Warna : Putih
-Bau : Khas minyak zaitun
Uji pH -6,5
Uji freezethaw (Pendingin)-Selama 48 jam suhu 4◦C =
stabil
T4 Uji organoleptis-Warna : Putih
-Bau : Khas minyak zaitun
Uji pH -7,2
Freezethaw (Oven)-Selama 48 jam suhu 45◦C =
stabil
T5 Uji organoleptis-Warna : Putih
-Bau : Khas minyak zaitun
Uji pH -7,2
Freezethaw (Pendingin)-Selama 48 jam suhu 4◦C =
stabil
T6 Uji organoleptis-Warna : putih
-Bau : Khas minyak zaitun
Uji pH -7,0
Freezethaw (Oven)-Selama 48 jam suhu 45◦C =
stabil
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan percobaan pembuatan sediaan emulsi
topikal (lotio) menggunakan Minyak zaitun (Oliv oil) sebagai zat aktif.
Minyak zaitun berupa cairan jernih, tidak berwarna atau berwarna
kuning transparan. Minyak zaitun murni diperoleh minyak zaitun diperoleh
dengan penyulingan minyak zaitun mentah sehingga isi gliserida minyak
tidak berubah. Suatu antioksidan yang cocok dapat ditambahkan (Rowe et al,
2003).
Minyak zaitun banyak digunakan pada kosmetik dan sediaan farmasi
topikal. Telah digunakan dalam formulasi topikal sebagai emolien dan untuk
membuat kulit radang menjadi mulus, untuk melembutkan kulit dan kerak di
eksim; digunakan untuk minyak pijat, dan untuk melunakkan kotoran telinga
(Rowe et al, 2003).
Lotion merupakan salah satu seidaan kosmetik golongan emolien
(pelembut) yang mengandung air (Mahapradipa 2012). Fungsi dari lotion
adalah untuk mepertahankan kelembaban kulit, melembutkan, membersihkan
dan mencegah kekurangan air pada kulit. Komponen-komponen penyusun
lotio berupa bahan aktif, pengemulsi, pengawet, dan pewangi (Setyaningsih,
2007).
Adapun yang harus dilakukan sebelum membuat sediaan yaitu
menyiapkan alat dan bahan. Semua alat yang akan digunakan dibersihkan
terlebih dahulu menggunakan kapas yang diberi alkohol 70% agar alat yang
akan digunakan tersebut terbebas dari mikroba atau bakteri, kemudian
menimbang semua bahan yang digunakan dengan menggunakan neraca
analitik.
Pada pembuatan emulsi topikal ini digunakan Minyak zaitun (Oliv oil)
12 %. Menurut DR.Sartini dalam Jurnal “Pembantu Sediaan Kosmetik”
bahwa konsentrasi minyak zaitun sebesar 12 % dapat digunakan sebagai
pelembab atau fase minyak dalam sediaan farmasi topikal (Sartini, 2013).
Asam stearat dalam emulsi topikal ini berperan sebagai emulgator dalam
fase minyak. Pada penggunaan topikal, asam stearat digunakan sebagai agen
pengemulsi. Konsentrasi asam stearat sebagai emulgator fase minyak yaitu 1-
20 % (Rowe et al, 2003).
TEA (Trietanolamin) dalam sediaan emusi topikal ini berperan sebagai
emulgator dalam fase air. TEA (Trietanolamin) banyak digunakan dalam
formulasi farmasi topikal, terutama dalam pembentukan emulsi. Ketika
dicampur dalam proporsi equimolar dengan asam lemak, seperti asam stearat
atau asam oleat, trietanolamina membentuk sabun anionic dengan pH sekitar
8, yang dapat digunakan sebagai agen pengemulsi untuk menghasilkan
emulsi minyak dalam air yang halus, stabil. Konsentrasi TEA sebagai
emulgator fase air yaitu 2-4 % (Rowe et al, 2003).
Setil alkohol dalam sediaan emulsi topikal ini berperan sebagai
peningkat viskositas sediaan. Setil alcohol digunakan sebagai peningkat
viskositas pada konsentrasi 1-5%; (Rowe et al, 2003).
Metil paraben dan Propilparaben dalam sediaan emulsi topikal ini
berperan sebagai pengawet. Kombinasi kedua pengawet ini sangat efektif
sebagai pengawet dalam sediaan farmasetika Konsentrasi metil paraben dan
popilparaben sebagai pengawet 0,02-0,03% dan 0,01-0,6% (Rowe et al,
2003).
α-tokoferol dalam sediaan emulsi ini berperan sebagai antioksidan untuk
mencegah oksidasi. Karena dilihat dari salah sati fase sediaan yaitu minyak,
yang mempunyai sifat khas tidak stabil dengan udara (teroksidasi) yang dapat
menimbulkan bau tengik. Konsentrasi α-tokoferol sebagai antioksidan yaitu
0,05 % (British Pharmaocopia, 2002 : Rowe et al, 2003 ; Voight, 640).
Langkah pertama yang dileburkan asam strearat dan setil alcohol dengan
menggunakan penangas, karena pemerian dari kedua bahan diatas yaitu asam
stearat berbentuk padat, berupa kristal padat atau serbuk putih atau
kekuningan, mengkilap, dan cetil alkohol berupa lilin, berwarna putih,
berbentuk serpihan, granul, kubus, bau dan rasa lemah (Rowe et al, 2003).
Kemudian kedua bahan diatas di campurkan dengan bahan-bahan
minyak lainnya yaitu minyak zaitun, dan α-tokoferol sehingga untuk
campuran ini ,merupakan fase minyak emulsi.
Selanjutnya dilarutkan metilparaben dan propilparaben dalam
propilenglikol, karena keduanya mudah larut dalam propilenglikol. Setelah
larut dicampurkan dengan TEA dan air, sehingga untuk campuran ini
merupakan fase air emulsi.
Langkah berikutnya dimasukan fase minyak kedalam fase air (M/A)
kemudian diaduk dengan menggunakan alat ultraturax dengan kecepatan
yang konstan selama ± 2 menit, dan diimasukan sediaan dalam wadah yang
telah di beri etiket, dan sediaan siap untuk dievaluasi.
Dari hasil evaluasi selama 6 hari (t0-t6) minyak zaitun lotio memiliki
kestabilan yang bagus, tidak terdapat perbandingan yang signifikan, dari uji
Bj, viskositas, pH, volume terpindahkan maupun dari segi organoleptis
(warna, dan bau), sehingga minyak zaitun cocok untuk dibuat sediaan emulsi
topikal (lotio).
BAB VII
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Metode yang cocok digunakan dalam pembuatan emulsi yang kita
gunakan adalah metode campuran karena minyak zaitun tidak
memiliki perlakuan yang khusus selain itu tipe emulsi yang di gunakan
adalah tipe emulsi m/a.
2. Dari hasil evaluasi selama 6 hari (t0-t6) minyak zaitun lotio memiliki
kestabilan yang bagus, tidak terdapat perbandingan yang signifikan,
dari uji Bj, viskositas, pH, volume terpindahkan maupun dari segi
organoleptis (warna, dan bau), sehingga minyak zaitun cocok untuk
dibuat sediaan emulsi topikal (lotio).
V.2 Saran
Untuk alat-alat maupun bahan-bahan di laboratorium teknologi
sediaan cair dan semi padat lebih dilengkapi sehingga praktikum lebih
maksmimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Jakarta: UI press
Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: PT. Bumi aksara
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III . Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Dirjen POM. 1989. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
DR.Sartini 2013. Pemanfaatan kakao sebagai sumber bahan aktif/pembantu
sediaan farmasi)obat dan kosemutika) dan suplermen makaanan.
Makassar : Fakultas farmasi UNHAS.
Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex. London: The Pharmaceutical Press
Sean, C. 2009. Handbook Martindale Edition 35th . London: Pharmaceutical press
Snow,E,K,dkk. 2010. AHFS Drug Information 1-4 Berhesda. Mangcand:
American Society Of Health System Pharmacist